Talasemia merupakan penyakit kronis yang menjadi masalah kesehatan
masyarakat serius di dunia khususnya di mediterania, Malaysia, Thailand, dan Indonesia. Penyakit ini secara nyata mempengaruhi kualitas hidup penderitanya baik akibat kondisi penyakitnya maupun efek terapi yang diberikan. Talasemia adalah suatu penyakit kongenital herediter yang diturunkan secara autosomal, berdasarkan kelainan hemoglobin, yaitu: satu atau lebih rantai polipeptida hemoglobin kurang atau tidak terbentuk. Seseorang yang menderita talasemia bervariasi dari bentuk ringan dengan anemia sedang, sampai dengan anemia berat yang tidak dapat mentoleransi aktivitas berat (Djumhana Atmakusuma, 2009).
Jumlah penderita talasemia di Yayasan Talasemia Indonesia cabang
Banyumas terus meningkat, pada tahun 2008 terdapat 44 penderita, pada tahun 2009 meningkat 32,3% menjadi 65 penderita. Pada tahun 2010, penderita talasemia meningkat lagi 53,85% menjadi 100 penderita dan pada tahun 2011 meningkat menjadi 63% (Nunung Nurhayati, dkk, 2012). Hasil penelitian tersebut menunjukkan peningkatan penderita talasemia yang sangat signifikan di Kabupaten Banyumas dari tahun ke tahun. Peningkatan penderita talasemia di Kabupaten Banyumas karena adanya pernikahan dengan penderita talasemia serta kurangnya pengetahuan masyarakat dan sosialisasi penyakit talasemia. Oleh karena itu, perlu adanya tindakan dari pemerintah Kabupaten Banyumas untuk mengendalikan populasi penderita talasemia.
Pertumbuhan populasi dapat diprediksi menggunakan model matematika.
Cara paling mudah untuk memodelkan pertumbuhan (penurunan) populasi adalah dengan mengasumsikan bahwa laju perubahan populasi terhadap waktu berbanding lurus dengan besarnya populasi yang ada (tersisa). Laju perubahan populasi terhadap waktu diberikan oleh model pertumbuhan Malthus. Model ini tidak memperhatikan faktor penunjang kehidupan makhluk hidup secara optimum memiliki keterbatasan yang disebut daya dukung lingkungan (carrying capacity). Seorang ilmuwan Belgia, Pierre Francois Verhulst, mengatakan bahwa pertumbuhan penduduk tidak hanya tergantung pada ukuran populasi tetapi juga pada efek dari daya dukung yang akan membatasi pertumbuhan. Modelnya yang sekarang disebut model pertumbuhan logistik atau model Verhulst. Model tersebut cocok untuk memodelkan pertumbuhan penderita talasemia di Kabupaten Banyumas. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengkaji model pertumbuhan talasemia di Kabupaten Banyumas dengan pertumbuhan logistik dan penyelesaiannya untuk mengetahui jumlah penderita talasemia di Kabupaten Banyumas dalam jangka waktu tertentu.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana penurunan model pertumbuhan penderita talasemia di Kabupaten Banyumas dengan pertumbuhan logistik dengan data yang ada? 2. Bagaimana perilaku model pertumbuhan penderita talasemia di Kabupaten Banyumas dengan pertumbuhan logistik?