Anda di halaman 1dari 26

1

ALOPESIA AREATA
Normawati Rahman, Rohana Sari Suaib

A. PENDAHULUAN

Alopesia areata adalah kebotakan yang terjadi setempat-setempat dan

berbatas tegas, umumnya terdapat pada kulit kepala, tetapi dapat juga

mengenai daerah berambut lainnya.(1) Alopesia areata merupakan penyakit

peradangan kronis yang mempengaruhi folikel rambut serta dapat juga

mengenai kuku. Alopesia areata biasanya muncul sebagai bercak rambut

rontok. Rambut pendek yang rusak (rambut tanda seru) sering terlihat di area

alopesia areata.(2)

Munculnya rambut rontok dapat dimulai pada usia berapa pun, dapat

melibatkan kulit kepala dan/atau rambut tubuh lainnya, muncul berupa bercak

atau kerontokan rambut yang meluas dan terjadi secara cepat.Pertumbuhan

spontan dapat kembali terjadi berbulan-bulan sampai bertahun-tahun setelah

terjadinya kerontokan rambut atau rambut rontok dapat bertahan meskipun

adanya intervensi terapi (3)

B. EPIDEMIOLOGI

Alopecia areata (AA) terjadi pada populasi di seluruh dunia. Ini adalah

penyakit yang umum dihadapi oleh dermatologists, dengan frekuensi berkisar

antara 0,7%-3,8% dari pasien yang datang berobat pada ahli di poliklinik. Di

Amerika Serikat, prevalensi pada masyarakat umum berkisar antara 0,1% -

0,2%, dengan risiko seumur hidup sebesar 1.7%.(4,6) Secara keseluruhan,


2

tidak ada perbedaan kejadian alopesia areata pada laki-laki dan perempuan.

Beberapa studi menunjukkan laki-laki pada usia dewasa lebih dominan.(4)

Berdasarkan studi penelitian pada pasien alopesia, kejadian alopesia

areata 25% dari sebagaian besar kasus alopesia, dengan rata-rata usia 30-59

tahun.(6) Alopesia areata pediatric terjadi sekitar 20% dari kasus alopesia

areata, dan sebanyak 60% dari pasien dengan alopesia areata muncul dengan

bercak yang pertama kali terjadi sebelum usia 20 tahun.(4) Di Asia, satu studi

menunjukkan bahwa 85,5% kejadian alopesia areata terjadi sebelum usia 40

tahun. Puncak prevalensi penyakit antara dekade kedua dan keempat

kehidupan.(4) Berdasarkan penelitian, lebih banyak yang mengunjungi klinik

karena alopesia areata adalah wanita berkulit hitam. (6)

Alopecia areata dikaitkan dengan peningkatan risiko gangguan

autoimun (16%). Sebagai contoh, alopesia areata disertai dengan lupus

eritematosus (0,6%), vitiligo (4%), dan penyakit tiroid autoimun ( 8-28%). (8)

C. ETIOLOGI

Belum diketahui, sering dihubungkan dengan adanya infeksi fokal,

kelainan endokrin dan stres emosional. sebagian penderita menunjukkan

keadaan neurotik dan trauma psikis. (1)

Alopesia areata adalah penyakit kronis, penyakit autoimun yang

mengenai organ tertentu, yang kemungkinan dimediasi oleh sel T

autoreaktif, yang mempengaruhi folikel rambut dan bisa mengenai kuku.

Penderita alopesia areata di hubungkan dengan peningkatan frekuensi

penyakit autoimun, terutama penyakit tiroid autoimun yang mengenai orang


3

dewasa dan adanya autoantibodi spesifik organ pada pasien dengan alopesia

areata. Autoantibodi folikel rambut juga ditemukan pada beberapa pasien

dengan alopesia areata. Alopesia areata dihubungkan dengan peningkatan

risiko autoimmun (16%).(5) Beberapa keadaan patologik yang dianggap

berasosiasi dengan alopesia areata : Genetik, faktor alergi, gangguan

neurofisiologik dan emosional, gangguan organ ektodermal, kelainan

endokrin, faktor infeksi, faktor neurologi, faktor hormonal/kehamilan, bahan

kimia, perubahan musim, trauma fisik, lesi lokal pada kulit dan kelainan

imunologis. (7)

D. PATOFISIOLOGI

Ada tiga fase utama dalam siklus rambut normal: fase anagen

(pertumbuhan), fase katagen (regresi), dan fase telogen (istirahat).(6)

Kelainan yang terjadi pada alopesia areata di mulai oleh adanya

rangsangan yang menyebabkan folikel rambut setempat memasuki fase

telogen lebih awal, sehingga terjadi pemendekan siklus rambut. Proses ini

meluas, sedangkan sebagian rambut menetap di dalam fase telogen. Rambut

yang melanjutkan siklus akan membentuk rambut anagen baru yang lebih

pendek, lebih kurus, terletak lebih superfisial pada middermis, dan

berkembang hanya sampai fase anagen IV. Selanjutnya sisa folikel anagen

yang hipoplastik ini akan membentuk jaringan sarung akar dalam, dan

mempunyai struktur keratin seperti rambut yang rudimenter. Alopesia areata

juga dihubungkan dengan aspek imunologis(7).


4

Pada alopesia areata jumlah T limfositnya berkurang atau normal ,

menurut Friedman : Jumlah T berkurang pada alopesia areata (dimana

penurunannya berhubungan dengan keparahan penyakit), terjadi kegagalan

fungsi sel T helper dan perubahan jumlah sel T supressor. Sedikit

peningkatan sel T helper (CD4) dan penurunan jumlah sel supresor (CD8)

menyebabkan peningkatan rasio sel helper/ sel supresor berhubungan dengan

jumlah rambut yang gugur.(7) Sel-sel peradangan folikel rambut terutama

terdiri dari sel-sel CD4 dan CD8. Sel-sel CD8 yang diaktifkan dapat

mengilfiltrasi dan ditemukan pada area folikel rambut, sedangkan sel-sel

CD4 ditemukan pada perifollicular. Karena sifat sitotoksik sel CD8,

keberadaan CD4 dan CD8 pada folikel rambut dapat menggangu

pertumbuhan rambut. Berbagai molekul yang diproduksi oleh limfosit T

sitotoksik (CD8) yang diaktifkan pada alopesia areata seperti faktor tumor

necrosis, granzyme dan Fas ligand, Berpotensi memicu apoptosis pada sel-sel

folikel rambut pada alopesia areata. (6)

Stress psikologis, juga di kaitkan dengan kejadian alopesia areata. Pada

kulit pasien dengan alopesia areata, terjadi peningkatan ekspresi reseptor

hormon HPA (Hipothalamic-pituitary-adrenal) lokal seperti corticotrophin-

releasing hormone receptor 2 (CRH-R2) . CRH-R2 adalah kompartemen

utama receptor pada kulit yang dapat berkontribusi terhadap sumbu HPA dan

respon lokal untuk peradangan. Ekspresi reseptor estrogen 1 (esr1) juga

meningkat pada folikel rambut yang terkena AA serta esr1 juga dikenal

untuk mengatur respon HPA pada stres. Hal ini menunjukkan bahwa
5

perubahan menyimpang yang diamati pada HPA kulit lokal dan aktivitas

HPA pusat adalah konsekuensi dari aktivitas sistem kekebalan tubuh pada

AA dan dapat dinyatakan sebagai ketidakmampuan untuk mengatasi stres .

Bukti bahwa stres dapat memodulasi AA kurang jelas, namun data fungsional

sejauh ini menunjukkan stress bisa memicu terjadinya alopesia areata. CRH

dapat menginduksi diferensiasi sel mast dari mesenkim folikel rambut dan

pada AA menunjukkan aktivitas CRH / reseptor yang tinggi. Perbedaan

ekspresi neuropeptida substansi P dapat terjadi seiring perkembangan

alopesia areata . Perubahan substansi P pada kulit dengan AA, menginduksi

degranulasi sel mast, mempercepat regresi katagen folikel dan meningkatkan

dari sel CD8+ T mengekspresikan granzim B .(6)

Gambar 1 : Siklus normal rambut (8)


6

Gambar 2 : Siklus rambut pada alopesia areata (8)

E. DIAGNOSIS

Diagnosis alopesia areata berdasarkan gambaran manifestasi klinis dan

pola mosaik alopesia atau alopesia yang secara klinis berkembang progresif.

Di dukung adanya trikodistrofi, efluvium anagen, atau telogen yang luas dan

perubahan pada gambaran histopatologi.(7)

1. Gejala Klinis

Ditandai dengan adanya bercak dengan kerontokan rambut pada

kulit kepala, alis, janggut, dan bulu mata. Bercak ini berbentuk bulat dan

lonjong. Pada tepi daerah yang botak ada rambut yang terputus, bila

rambut ini dicabut terlihat bulbus yang atropi. Sisa rambut terlihat seperti

tanda seru. Rambut tanda seru (exclamation mark hair) adalah batang

rambut yang ke arah pangkal makin halus, rambut sekitarnya tampak

normal, tetapi mudah dicabut.Pada beberapa penderita kelainan menjadi

progresif dengan terbentuknya bercak baru sehingga terdapat alopesia

totalis.(1)
7

Pada awalnya gambaran klinis alopesia areata berupa bercak

atipikal, kemudian menjadi bercak berbentuk bulat atau lonjong yang

terbentuk karena rontoknya rambut, kulit kepala tampak berwarna merah

muda mengkilat, licin dan halus, tanpa tanda-tanda sikatriks, atrofi

maupun skuamasi. Kadang-kadang dapat disertai dengan eritem ringan dan

edema. Bila lesi telah mengenai seluruh atau hampir seluruh scalp disebut

alopesia totalis. Apabila alopesia totalis ditambah pula dengan alopesia

dibagian badan lain yang dalam keadaan normal berambut terminal disebut

alopesia universal. Gambaran klinis spesifik lainnya adalah bentuk

ophiasis yang biasanya terjadi pada anak, berupa kerontokan rambut pada

daerah occipital yang dapat meluas ke anterior dan bilateral 1-2 inci di atas

telinga, dan prognosisnya buruk.(7)

Ikeda (1965), setelah meneliti 1989 kasus, mengemukakan

klasifikasi alopesia areata sebagai berikut : (1,7)

1) Tipe umum: Terjadi pada umur 20-40 tahun, 6 % akan berkembang

menjadi alopesia totalis.

2) Tipe atipik: Dimulai pada masa kanak-kanak dan 75% akan

berkembang menjadi alopesia totalis.

3) Tipe prehipertensif: Dimulai pada usia muda, 39% akan menjadi

alopesia totalis.

4) Tipe kombinasi: Dimulai setelah usia 40 tahun dan 10% akan menjadi

alopesia totalis.
8

2. Pemeriksaan Fisis

a. Lokasi : Bercak dan kerontokkan rambut dapat terjadi pada kulit

kepala, alis, janggut, dan bulu mata, ketiak dan alat kelamin,dapat

juga mengenai kuku. (1,9)

b. Effloresensi: Bercak bulat dan lonjong.(1) kulit kepala tampak

berwarna merah muda mengkilat, licin dan halus, tanpa tanda-tanda

sikatriks, atrofi maupun skuamasi. Kadang-kadang dapat disertai

dengan eritem ringan dan edema.(7)

Gambar 3 : Bercak alopesia areata pada bagian kanan regio frontotemporal serta
keterlibatan alis.(4)
9

Gambar 4: Bercak dengan permukaan yang halus pada


alopesia areata. (4)

Gambar 5 : Exclamtion mark (rambut tanda seru) pada alopecia areata.(5)


10

Gambar 6 : Alopesia areata : Geometris dan Pitting.(5)

Keterlibatan kuku terlihat sekitar 20 % pada orang dewasa dan 50

% pada anak-anak dengan alopecia areata dan paling sering terjadi pada

laki-laki dengan keterlibatan yang berat. Pitting geometris yang paling

khas Lubang kecil, dangkal, dan didistribusikan secara teratur dalam pola

geometris di sepanjang garis longitudinal dan transversal. Trachyonychia

cukup umum pada anak-anak yang terkena alopecia totalis atau

universalis. Kelainan kuku dapat sembuh spontan atau membaik dengan

pengobatan steroid sistemik, namun tidak berespon dengan pengobatan

topikal.(5)
11

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemerikaan tambahan sebenarnya tidak terlau dibutuhkan pada kasus

alopesia areata. Namun, ketika diagnosis ragu untuk ditegakkan, maka

beberapa pemeriksaan tambahan yang dilakukan adalah :(2)

a. Kultur jamur

b. Biopsi kulit

c. Serologi unruk SLE

d. Serologi untuk sifilis.

Pemeriksaan histopatologi akan nampak, rambut kebanyakan dalam

fase anagen.(1) Folikel rambut terdapat dalam berbagai ukuran, tetapi lebih

kecil dan tidak matang. Bulbus rambut di dalam dermis dan dikelilingi

infiltrasi limfosit. Secara histologi, alopecia areata ditandai dengan

infiltrasi sel radang, terutama terdiri dari sel T, yang berada di area

bulbus pada tahap anagen folikel rambut. Tampilan histopatologis alopecia

areata, bergantung tiap stadium, dan tampilan klasik bisa tidak ada pada

stadium lesi subakut dan kronis.(5)

Pada stadium akut ditemukan distrofi rambut anagen yang disertai

rambut tanda seru (exclamation mark hair) pada bagian proksimal,

sedangkan pada stadium kronik akan didapatkan peningkatan jumlah

rambut telogen. Perubahan lain meliputi berkurangnya diameter serabut

rambut, miniaturasasi, pigmentasi yang tidak teratur.(7)


12

Gambar 7. Infiltrasi limfosit peribulbar pada alopesia areata.(5)

F. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

1. Tinea Kapitis

Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang

disebabkan oleh spesies dermatofita. Kelainan ini dapat ditandai

dengan lesi bersisik, kemerah-merahan, alopesia, dan kadang-kadang

terjadi gambaran klinis yang berat, yang disebut kerion. Di dalam

klinik tinea kapitis dilihat sebagai 3 bentuk yang jelas.(1)

1) Grey patc ringworn

Merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan oleh

genus Microsporum dan sering di temukan pada anak-anak.

Penyakit dimulai dengan papul merah yang kecil di sekitar rambut.

Papul ini melebar dan membentuk bercak, yang menjadi pucat dan

bersisik. Keluhan penderita merasa gatal,warna rambut menjadi

abu-abu dan tidak berkilat lagi. Rambut mudah patah dan terlepas
13

dari akarnya, sehingga mudah dicabut dengan pinset tanpa rasa

nyeri. Semua rambut di area tersebut terserang oleh jamur, sehingga

terbentuk alopesia setempat. Tempat-tempat ini terlihat sebagai

Grey patch. Pada pemeriksaan dengan lampu wood dapat dilihat

fluoresensi hijau kekuning-kuningan pada rambut yang sakit yang

melampui batas-batas grey patch tersebut.(1)

Gambar 8 : Tinea capitis “Gray Patch”.(5)

2) Kerion

Reaksi peradangan yang berat pada tinea capitis, berupa

pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan sebuka sel

yang radang yang padat di sekitarnya. Kelainan ini dapat

menimbulkan jaringan parut dan berakibat pada alopesia yang

menetap.(1)

Gambar 9 : Tinea capitis “Kerion”. (5)


14

3) Black dot ringworm.

Disebabkan oleh trichophyton tonsurans dan trychopyton

violaceum. Pada permulaan penyakit, gambaran klinisnya

menyerupai kelainan yang disebabkan yang disebabkan oleh genus

microsporum. Rambut yang terkena infeksi patah, tepat pada muara

folikel, dan yang tertinggal adalah ujung rambut yang penuh spora.

Ujung rambut yang hitam di dalam folikel rambut ini memberi

gambaran khas, yaitu black dot.(1)

Gambar 10 : Tinea capitis “Black dot”. (5)

2. Lupus Eritematosus

Lupus eritematosus (LE) adalah suatu penyakit autoimun yang

menyerang jaringan penyangga (connective tissue disease) dimana

penyakit ini dapat mengenai berbagai sistem organ dengan manifestasi

klinis dan prognosis yang bervariasi. Kelainan kulit merupakan

manifestasi klinis LE yang paling umum setelah arthritis. American

Rheumatology Association (ARA) mengeluarkan kriteria untuk

menegakkan diagnosis SLE. Diagnosis ditegakkan bila terdapat 4 atau

lebih dari 11 kriteria. (10)


15

Kelainan kulit yang termasuk dalam kriteria ARA ialah malar

rash/butterfly rash, lesi diskoid, ulkus di mulut dan rinofaring, sikatrik

hipotrofik, peningkatan fotosensitivitas, artritis, serositis, kelainan

ginjal, kelainan darah, serta adanya gangguan imunologik. (10)

Lesi kulit non spesifik pada SLE antara lain alopesia tanpa

jaringan parut, sariawan, photosensitivity, fenomena Raynaud, dan

vasculitislvasculopathy. Alopesia LE non spesifik, Alopesia tanpa

jaringan parut luas berbeda dari alopecia jaringan parut yang terkait

dengan DLE. Rambut kering pada alopesia akibat SLE, sering

mengakibatkan rusaknya rambut yang menonjol pada daerah rambut

frontal. Hal ini mengakibatkan tumpang tindih dengan penyebaran

alopecia non-jaringan parut yang disebabkan oleh telogen effluvium.(5)

Gambar 11 : lesi yang merata pada kulit kepala mengakibatkan alopesia


dengan jaringan parut yang luas.(5)
16

3. Trikotilomania

Merupakan alopesia neurosis. Rambut ditarik berulangkali

sehingga putus, dan sering terjadi pada wanita yang depresi.

Trikotilomania timbul karena penderita setiap kali menarik rambut

pada salah satu area, misalnya rambut kepala, alis, kelopak mata,

ketiak dan daerah pubis. Kadang-kadang rambut yang tertarik

kemudian dimakan. Adapula penderita yang memainkan rambut yang

digulung di antara jari-jari tangan.(1)

Gambar 12 : Trikotilomania- anak perempuan ini memiliki kebiasaan menarik

dan memuntir rambut di daerah pelipis kanannya.(11)

G. PENATALAKSANAAN

Perjalanan penyakit alopesia areata dan rekurensi tidak dapat di

ramalkan yang mengalami remisi spontan sebelumnya, sehingga evaluasi

pengobatan menjadi sulit. Pada umumnya sulit untuk mengobati alopesia

areata yang berat, sehingga masih tetap dicari jenis dan sistim pengobatan

baru yang diharapkan memberi hasil yang lebih baik.(7)


17

1) Jenis-jenis terapi topikal

a. Formula Helsinki

Merupakan penemuan Dr. Screck purola dkk, yang kemudian

dibuat formulasi berupa pengobatan topikal yang terdiri dari sampo,

kondisioner, dan tablet vitamin dikenal dengan formula Helsinki.

Kondisioner terdiri atas air yang telah dimurnikan : “Polysorbate 60”,

biotin, niasin, metil-paraben, dan pewangi natural. Sampo terdiri atas

bahan-bahan yang telah disebutkan tadi, ditambah dengan wheat germ

oil, vitamin, protein, dan bahan pembersih lainnya. (7)

b. Pilo Genic’s Biotin Products

Berupa krim yang berisi bahan yang unik yang dapat membuat

krim berpenetrasi ke dalam sel –sel dari folikel rambut secara

langsung sehingga dapat mengurangi kerontokan. (7)

c. Larutan berisi progesteron

Menurut Dr. Orentreich progesteron dalam bentuk larutan


(7)
dengan kadar 2-4%. Pada pria hanya 1 cc 2 x sehari pada daerah

kebotakan, untuk menghindari efek feminasi. Bagi wanita diberi dosis

yang lebih kecil (<2%) untuk mencegah gangguan menstruasi. (7)

d. Kortikosteroid topikal

Merupakan imunosupresor yang nonspesifik yaitu kortikosteroid

kelas II (Clobatasol propionate) dalam bentuk larutan dengan cara

pemakaian : 2 x 1ml/ hari dioles pada seluruh kepala. Lama

pengobatan kurang lebih 3 – 4 bulan. Terapi dikurangi secara bertahap


18

bila alopesia membaik. Pada triple terapi digunakan kortikosteroid

potensi tinggi dalam bentuk krim, yang di pakai 30 menit sesudah

pengolesan dengan larutan minoxidil, disertai dengan penyuntikan

kortikosteroid 1 x sebulan. Bila tidak ada perbaikan maka dapat

dialihkan pada short contact anthralin therapy. Dalam satu penelitian

digunakan flucinolone acetonide cream 0.2 % 2 x 1, 61%

menunjukkan hasil adanya respon. Topical betamaetason (Topicort)

cream 2 x 1 selama 12 minggu, secara statistik pertumbuhan rambut

tidak bermakna dibandingkan placebo. Pada penggunaan topical

kortikosteroid potensi tinggi selama 3 bulan berturut-berturut

memberikan hasil yang lebih baik. (7)

2) Terapi topikal dengan bahan-bahan iritan

a. Antralin

Antralin merangsang pertumbuhan rambut kembali oleh sifat-

sifat iritannya. Dengan short contact anthralin therapy digunakan

krim antralin 1-3%, dioleskan pada daerah kebotakan hanya untuk

beberapa jam sampai terjadi iritasi kulit kemudian dicuci dengan air

dan sabun, pemakaian ini dilakukan selama 6 bulan. Dikombinasikan

dengan pengolesan larutan minoxidil 5% 2 x sehari.(7)

3) Obat topikal yang bekerja langsung pada folikel rambut.

a. Minoxidil

Minoxidil mempunyai efek mitosis secara langsung pada sel

epidermis dan memperpanjang kemampuan hidup keratinosid.


19

Minoxidil 5% harus dioleskan 2 x sehari untuk jangka waktu 2-3

bulan sebelum terjadi peningkatan jumlah rambut. Apabila obat

kembali di hentikan maka rambut kembali hilang dalam waktu 6

bulan. Kombinasi minoxidil 5% dengan antralin dioleskan dua kali

sehari dapat mempercepat efektifitasnya. (7)

4) Imunosupresor/ Imunomudulator

a. Siklosporin

Pada suatu penelitian digunakan siklosporin 5% dan 10%

solution 2 kali sehari selama 4-12 bulan tidak menunjukkan

pertumbuhan (24 pasien) sedangkan 3 pasien memnunjukkan

pertumbuhan rambut velus dengan larutan 10%. Kontraindikasi

hipersensitivitas, hipertensi, dan karsinoma. (7)

5) Foto-kemo-terapi
(7)
Inflamatory cells didalam kulit mudah rusak oleh sinar UV.

Psoralen membantu memperbaiki efektivitas dari sinar UV dalam

mengahancurkan sel-sel peradangan kulit. Dengan psoralen misalnya

metoksalen, trioksalen dan sinar ultra ungu-A (PUVA, menyebabkan

rambut tumbuh kembali. (7)

Diberi 3 hari dalam seminggu dengan dosis 0.6-0.8 ml/kg p.o, 1-2

jam sebelum di papar dengan UVA. Dapat diberi secara topikal.

Photochemotherapy (PUVA) dalam jangka waktu lama dapat

mencetuskan pertumbuhan rambut kepala dan tubuh 70% pasien yang

diterapi. (7)
20

6) Terapi sistemik

penggunaan obat sistemik untuk mengobati kerontokan rambut

biasanya digunakan untuk alopesia areata adalah: (7)

a. Kortikosteroid

Penggunaan steroid sistemik pada pengobatan alopesia areata

masih kontroversial. Kortikosteroid yang sering digunakan adalah

prednison dengan dosis dan lama pemberian selang sehari dengan

dosis 80-120 mg/hari selama antara 8-42 bulan atau dosis denyut 300

mg yang diberikan sebanyak 4 kali dengan interval 4 minggu.

Triamsinolon asetat 40-80 mg/hari IM, selama 1-6 kali/minggu

selama 4.5-18 bulan dilaporkan memberikan hasil baik pada 11 pasien

relaps terjadi 4-9 minggu setelah penghentian obat. (7)

b. Isoprinosin

Isoprinosin berfungsi meningkatkan jumlah dan fungsi limfosit

T, serta meningkatkan fungsi fagositosis., juga menurunkan kadar

autoantibodi yang sering di dapatkan pada alopesia areata, alopesia

totalis, dan alopesia universalis. Dosis yang digunakan adalah 50

mg/kgBB/hari, dengan dosis maksimal antara 3-5 g/hari. Lama

pemberian bervariasi , berkisar antara 20 minggu sampai 6 bulan.

dosis yang diberikan biasanya tidak menetap, tetapi diturunkan setelah

minggu ke 3 sampai minggu ke 8. (7)


21

c. Siklosporin

Siklosporin memiliki efek menghambat infiltrasi imunitas ke

dalam dan sekitar folikel rambut, menghambat ekspresi HLA DR di

epitel folikel, ekspresi ICAM-1, sel T CD4, CD8, dan sel langerhans

di folikel rambut, serta menurunkan rasio CD4/CD8. Dilaporkan

pemberian siklosporin dengan dosis 6 mg/kg/hari selama 12 minggu.

pertumbuhan rambut mulai terjadi antara minggu ke 2-4, sedangkan

kesembuhan didapatkan tiga bulan setelah obat dihentikan. Penulis

lain melaporkan pemberian siklosporin dengan dosis 5 mg/kgbb/hari

dan prednison 5 mg/hari. Dosis siklosporin diturunkan 1 mg/kgbb/hari

setelah 10 minggu dan setelah itu 0.5 mg/kgbb/hari tiap 6 minggu.

Total pemberian siklosporin 24 minggu dan prednison dihentikan 1

bulan sesudah siklosporin dihentikan. (7)

7) Golongan vitamin dan mineral

Kerontokan rambut dan alopesia dapat merupakan salah satu gejala

defisiensi beberapa jenis vitamin, misalnya B-12, biotin, dan vitamin D.

Vitamin B12 diberikan dengan dosis 1mg/bulan IM pada bulan pertama,

yang dilanjutkan dengan 1mg/bulan, perbaikan terjadi setelah 1 tahun.

Sedangkan biotin diberikan dengan dosis 150 mg/hari yang memberikan

perbaikan setelah 1 minggu, dan vitamin D dengan dosis 100-400

IU/hari.(7)

8) Interferon

Interferon 2 (1.5 milion) 3 kali seminggu selama 3 minggu. (7)


22

9) Jenis terapi lain

a. Cryotherapy

Bekerja menstimulasi pertumbuhan rambut pada alopesia areata. (7)

b. Dermatography

Pada 1986 Van Der Vender telah dimulai penelitian dengan “Japanese

tattoing Technique” untuk aplikasinya. Metode ini terus berkembang

dan sejak 1990 disebut dermatography. (7)

10) Rekomendasi pengobatan terutama didasarkan pada kasus dan

pengalaman klinis. beberapa pedoman Bermanfaat untuk mengelola

alopecia areata.(5)

a. Bercak alopesia :

 Kortikosteroid intralesi (Hydrocortisone acetate 25 mg/mL dan

triamcinolone acetonid 5-10 mg/mL : 2 ml suntikan / dapat

diulangi

 Topical steroid 1-2 x/hari

 Anthralin topical 0,1% -2,0% sekali sehari. Cuci setelah 10-20

menit. Apabila durasi kontak terus meningkat beralih ke dosis yang

lebih tinggi jika tidak ada iritasi yang signifikan.

 Losion Minoxidil (5%) 2 kali sehari.

b. Alopesia yang luas dan progresif

Imunoterapi, kortikosteroid sistemik.

c. Alopesia totalis/universalis

Imunoterapi, steroid topical/sistemik, rambut palsu.


23

H. PROGNOSIS

Pada sebagian kasus dimana rambut rontok hanya terbatas pada bagian

tertentu dan bercak yang kecil, remisi spontan dapat terjadi, mungkin 80

persen dalam waktu 1 tahun, Meskipun kekambuhan dapat terjadi pada

sebagian besar kasus. Prognosis alopesia yang luas, seperti alopecia totalis

dan universalis, kurang menguntungkan, kurang dari 10 persen pasien

dengan alopesia totalis dan universalis sembuh spontan. Pola ophiasis pada

alopecia juga cenderung tidak baik . Prognosis alopesia di pegaruhi juga

dengan beberapa keadaan, seperti onset terkenanya alopesia pada masa

kanak-kanak, kehilangan rambut tubuh, keterlibatan kuku, dan atopi.(5)


24

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepadirman, Lily. dalam Djuanda, Adi.,Mochtar Hamzah., Aisyah., Siti.

Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin ed.6. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Jakarta :2011.

2. Hull S.P. Macdonald.,.Wood, M.L., et all. Guidelines for the management of

alopecia areata. British Journal of Dermatology.2003.

3. Olsen, Elise A. Investigative guidelines for alopecia areatadth. Department of

Dermatology and Medicine (Oncology), Duke University Medical Center,

Durham, North Carolina Vol. 24, 2011, 311–319. 2011. USA : 2011.

4. Alkhalifah, Adullah., Alsantali, Adel., et all. Alopecia areata update Part I.

Clinical picture, histopathology, and pathogenesis. Volume 62, Number 2.

2010.

5. Cotsarelis., George., Botchkarey.,Vladimir. Biology of Hair Follicles.

Chapter 86 dalam Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,

Leffell DJ. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th ed. United

States of America: Mc Graw-Hills Companies. 2008.

6. Wangg,Eddy., Mcelwee, Kevin J. Etiopathogenesis of alopecia areata:Why

do our patients get it?. Department of Dermatology and Skin Science,

University of British Columbia and Vancouver Coastal Health Research

Institute,Vancouver, British Columbia, Canada. Dermatologic Therapy,Vol.

24, 2011, 337–347. Canada : 2011.

7. Putra., Imam Budi. Alopesia Areata. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan

Kelamin Fakultas Kedokteran USU RSUP Adam Malik. Medan : 2008.


25

8. Gilhar,Amos., Etzioni, Amos., Paus, Ralf. Medical Progress “Alopecia

Areata”. The new england journal of medicine 366:1515-25. UK : 2012

9. Anonim. Alopecia Areata. 2016. (cited 2016 November 27). Avalaible from :

bestpractice.bmj.com/best-practice/pdf/patient.../548980.pdf.

10. Mappiasse, Alwi.,Jifanti, Friska. Studi Retrospektif Lupus Eritematosus di

Subdivisi Alergi Imunologi Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP

dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode 2005-2010. Majalah Kesehatan

PharmaMedika, 2010 Vol,2, No,2 Bagian Kesehatan Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.Makassar :2010.

11. Brown-Robin Graham., Bourke Johnny., Tim Cunlife. Dermatologi Dasar

untuk Praktik Klinik. Penerbit Buku Kedokteran. EGC : 2011.


26

BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


REFARAT,
FAKULTAS KEDOKTERAN
Desember 2016
UNIVERSITAS HALUOLEO

ALOPESIA AREATA

Disusun Oleh :

NORMAWATI RAHMAN

K1A1 12 014

Pembimbing

dr. Hj. Rohana Sari Suaib, Sp.KK

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI BAHTERAMAS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2016

Anda mungkin juga menyukai