7
Didapati peningkatan risiko sebesar 2,8 kali pada wanita penderita diabetes
mellitus untuk terjadinya karsinoma endometrium.
4. Nuliparitas
Kebanyakan penelitian menyimpulkan bahwa nulipara mempunyai risiko
tiga kali lebih besar menderita kanker endometrium dibanding multipara.
Hipotesis bahwa infertilitas menjadi faktor risiko untuk kanker endometrium
didukung oleh penelitian-peneltian yang menunjukkan risiko yang lebih tinggi
untuk nulipara dibanding wanita yang tidak pernah menikah. Pada wanita
nuliparitas dijumpai peningkatan risiko sebesar 2-3 kali.
Perubahan-perubahan biologis yang berhubungan dengan infertilitas
dihubungkan dengan risiko kanker endometrium adalah siklus anovulasi
(terekspos estrogen yang lama tanpa progesteron yang cukup), kadar
androstenedion serum yang tinggi (kelebihan androstenedion dikonversi
menjadi estrone), tidak mengelupasnya lapisan endometrium setiap bulan (sisa
jaringan menjadi hiperplastik) dan efek dari kadar estrogen bebas dalam serum
yang rendah pada nulipara.
5. Faktor genetik
Wanita dengan riwayat kanker kolon dan kanker payudara meningkatkan
risiko terjadinya kanker endometrium 2-3 kali lipat. Begitu juga dengan wanita
yang memiliki riwayat keluarga terkena kanker endometrium.
6. Pemakaian estrogen eksogen
Pada wanita menopause yang mengkonsumsi estrogen akan terjadi
peningkatan risiko karsinoma sebesar 4,5-13,9 kali. Telah banyak ditemukan
kasus-kasus adenocarcinoma yang terjadi pada wanita-wanita yang diberi
terapi estrogen untuk jangka waktu yang lama. Walaupun belum ada bukti
yang nyata, banyak ahli yang tidak menyukai pemberian yang terlalu lama.
C. Patologi adenokarsinoma endometrium
Sebagian besar karsinoma endometrium timbul sebagai massa polipoid yang
menjalar seperti fungus di dalam rongga endometrium. Uterus seringkali
membesar secara tidak simetris. Invasi ke dalam miometrium terjadi secara dini.
Secara mikroskopis, sebagian besar karsinoma endometrium yang berupa
8
adenokarsinoma berdiferensiasi baik dengan kelenjar-kelenjar tak beraturan
yang dilapisi oleh sel-sel silindris ganas.
Adenokarsinoma endometrioid berdiferensiasi baik digambarkan dengan
kelenjar ‘back-toback’ dengan sedikit atau tidak ada intervensi pada stroma dan
sitologi yang atipia ( nukleolus menonjol). Sarang kelenjar dengan cribriforming
ekstensif adalah pola umum lainnya yang terlihat pada adenokarsinoma
endometriod.
9
D. Stadium dan Derajat Kanker endometrium
Stadium Keterangan
10
E. Tipe adenokarsinoma endometrium
Sembilan puluh persen kanker endometrium adalah adenokarsinoma,
sisanya adalah karsinoma epidermoid, adenoakantoma, sarcoma, dan
karsinosarkoma. Tipe histologi kanker endometrium yang paling sering ditemui
adalah endometrioid adenokarsinoma (75% dari total kasus). Karakteristik tumor
ini adalah terdapat kelenjar yang mirip dengan endometrium normal. Dalam
tumor ini, kelenjar ganas dilapisi oleh epitel endometrium jinak yang bertingkat,
sering memanjang. Adenokarsinoma mempunyai dua tipe dengan patogenesis
berbeda pada masing-masing tipenya. Tipe pertama adalah estrogen dependen
dan tipe kedua estrogen independen. Perubahan genetik molekuler yang terdapat
pada karsinoma endometrium tipe I dan tipe II juga berbeda.
a. Tipe I estrogen dependen
Tipe I berhubungan dengan meningkatnya kadar estrogen
dalam darah, yang umumnya menyerang wanita pre dan
perimenopause. Karsinoma endometrium tipe I ini cenderung terjadi
pada usia antara 40 sampai 60 tahun (meskipun karsinoma ini dapat
terjadi pada wanita yang lebih muda, bahkan pada kasus yang jarang,
pada usia 20 tahun) Pada anamnesis didapatkan riwayat terpapar
estrogen dan berasal dari hiperplasia endometrial atipikal. Tipe ini
berdiferensiasi baik, minimal invasif, sehingga memiliki prognosis
yang baik. Pada beberapa kasus mungkin didapatkan diabetes,
penyakit hati, hipertensi, obesitas, infertilitas, dan gangguan
menstruasi.
b. Tipe II estrogen independen
Tipe II ini biasanya didapatkan pada wanita pasca
menopause, kurus, atau wanita dengan siklus hormonal yang normal.
Karsinoma endometrium tipe II ini cenderung terjadi pada usia yang
lebih tua dan tidak memiliki riwayat hiperestrogenisme. Tipe II ini
lebih agresif dan mempunyai prognosis lebih buruk daripada tipe I.
Tipe II ini paling sering didapati pada wanita Afro-Amerika.
11
Adenokarsinoma Serviks
12
Berbagai faktor dianggap sebagai kofaktor (faktor yang menyertai)
terjadinya kanker serviks antara lain multiparitas, merokok, kontrasepsi hormonal,
penyakit hubungan seksual, dan faktor nutrisi. Jumlah paritas meningkatkan risiko
menderita kanker serviks. Risiko menderita kanker serviks meningkat dengan
peningkatan jumlah batang rokok yang dikonsumsi, tetapi tidak berhubungan
dengan lamanya merokok. Penggunaan kontrasepsi hormonal meningkatkan
risiko menderita kanker serviks, kesimpulan tersebut diperoleh berdasarkan
penelitian metanalisis. Lamanya penggunaan kontrasepsi hormonal akan
meningkatkan risiko menderita kanker serviks, dan penggunaan 10 tahun
meningkatkan risiko sampai dua kali. Penelitian pada infeksi virus herpes, dan
HIV membuktikan adanya peningkatan risiko kanker serviks.
III. Patologi adenokarsinoma serviks
Diagnosis histologis adenokarsinoma in situ (ACIS) membutuhkan
perubahan displastik tegas, yang biasanya digambarkan dengan basophilia-daya
rendah, inti sel hiperkromasia dengan butiran kromatin baik halus atau kasar,
apoptosis inti atau debris kariorrhektik, mitosis apikal, dan hilangnya polaritas.
Kelenjar yang terlibat menunjukkan arsitektur lobular yang mungkin muncul lebih
jelas daripada yang berdekatan kelenjar endoserviks yang tidak terlibat, tapi
infiltrasi ireguler pada stroma tidak ditemukan. Keterlibatan kelenjar parsial sering
ditemukan.
13
IV. Skrining Kanker Serviks
Sejak 2 tahun terakhir terdapat kemajuan dalam pemahaman tentang
riwayat alamiah dan terapi lanjutan dari kanker serviks. Infeksi HPV
sekarang telah dikenal sebagai penyebab utama kanker serviks, selain itu
sebuah laporan sitologi baru telah mengembangkan diagnosis, penanganan
lesi prekanker, dan protokol terapi spesifik peningkatan ketahanan pasien
dengan penyakit dini dan lanjut. Penelitian terbaru sekarang ini terfokus
pada penentuan infeksi menurut tipe HPV onkogenik, penilaian profilaksis
dan terapi vaksin serta pengembangan strategi skrining yang
berkesinambungan dengan tes HPV dan metode lain berdasarkan sitologi.
Hal ini merupakan batu loncatan untuk mengimplementasikan
deteksi dini kanker serviks dengan beberapa macam pemeriksaan seperti
tes Pap (Pap smear), Pap net, servikografi, Inspeksi Visual Asetat (IVA),
tes HPV, kolposkopi dan sitologi berbasis cairan (Thin-Layer Pap Smear
Preparation). Namun metode yang sekarang ini sering digunakan
diantaranya adalah Tes Pap dan IVA. Tes Pap memiliki sensitivitas 51%
dan spesifisitas 98%. Selain itu pemeriksaan Pap smear masih memerlukan
penunjang laboratorium sitologi dan dokter ahli patologi yang relative
memerlukan waktu dan biaya yang besar. Sedangkan IVA memiliki
sensitivitas sampai 96% dan spesifisitas 97% untuk program yang
dilaksanakan oleh tenaga medis yang terlatih. Hal ini menunjukkan bahwa
IVA memiliki sensitivitas yang hampir sama dengan sitologi serviks
sehingga dapat menjadi metode skrining yang efektif pada negara
berkembang seperti di Indonesia.
V. Stadium Kanker Serviks
International Federation of Gynecologists and Obstetricians Staging
System for Cervical Cancer (FIGO) pada tahun 2000 menetapkan suatu
sistem stadium kanker serviks sebagai berikut :
14
Klasifikasi stadium kanker serviks berdasarkan FIGO 2009
Stadium Karakteristik
1A2 Lesi telah menembus membrana basalis > 3 mm tetapi < 5 mm dengan
diameter permukaan tumor < 7 mm
IIB Lesi telah meluas ke parametrium tetapi tidak mencapai dinding panggul
III Lesi telah keluar dari serviks (menyebar ke parametrium dan atau
sepertiga vagina distal)
vesika urinaria
IVB Lesi telah meluas ke mukosa rectum dan atau meluas ke organ jauh
15
VI. Prognosis adenokarsinoma serviks
Prognosis kanker serviks sangat tergantung pada seberapa dini kasus ini
terdiagnosis dan dilakukan terapi yang adekuat. Ada beberapa faktor prognostik
yang utama bagi pasien kanker serviks stadium IB dan IIA yang dilakukan
histerektomi radikal dan limfadenektomi, yaitu :
1. Status keterlibatan KGB
2. Ukuran tumor primer
3. Kedalaman invasi stroma
4. Ada tidaknya invasi ke pembuluh darah dan pembuluh limfe
5. Ada tidaknya keterlibatan parametrium
6. Tipe histologi sel
7. Status batas sayatan vagina.
16
DAFTAR PUSTAKA
http://library.usu.ac.id/download/fk/patologi-soekimin2.pdf
17