Anda di halaman 1dari 17

TUGAS : KELOMPOK

DOSEN : NURHIKMA A, M.Si., Apt

MATA KULIAH : IMUNOLOGI

MAKALAH

“SISTEM KOMPLEMEN”

OLEH :

KELOMPOK 4

AYU HOSPITA SARI 16 3145 201 047


DIAN TIRSA SUMARI 16 3145 201 051
MUTMAINNA 16 3145 201 064
NUR ADNIN HASAN 16 3145 201 067
RISA BUTON 16 3145 201 072
SULASTRI 16 3145 201 076

FAKULTAS FARMASI, TEKNOLOGI RUMAH SAKIT DAN


INFORMATIKA
UNIVERSITAS MEGA REZKY
MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah subhanahuwata’alah, karena

atas limpahan karunia dan hidayah-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan

makalah yang berjudul “Sistem Komplemen” dapat selesai pada waktunya.

Salawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda almustafa

Muhammad SAW beliaulah nabi yang membawa umat dari zaman gelap gulita ke

zaman terang benderang hingga sekarang ini.

Makalah ini membahas tentang Sistem Komplemen. Penulis menyadari

bahwa makalah ini masih dari kesempurnaan, oleh sebab itu kritik dan saran dari

para pembaca sangat kami harapkan, dan akhirnya semoga makalah ini

bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Makassar, Mei 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

A. Latar Belakang ..................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 1

C. Tujuan .................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................. 3

A. Sistem Komplemen.............................................................................................. 3

B. Jalur Komplemen ...........................................................Error! Bookmark not defined.

C. Regulasi Sistem Komplemen...................................................................................... 7

D. Reseptor Komplemen .......................................................................................... 8

E. Efek Biologi Komplemen .............................................Error! Bookmark not defined.

F. Defisiensi Komplemen Dan Penghindaran Oleh PatogenError! Bookmark not defined.

BAB III PENUTUP ................................................................................................... 13

A. Kesimpulan ................................................................................................................. 13

B. Saran ............................................................................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA .............................................. 1Error! Bookmark not defined.

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Imunitas adalah kekebalan yang dikaitkan dengan adanya antibodi atau

sel yang mempunyai tanggap kebal terhadap mikroorganisme dari penyakit

infeksi tertentu atau terhadap toksinya (Kadri, 2010). Begitu antibody tanggap

pada permukaan organisme yang menyerang, serangkaian protein komplemen

akan teraktivasi. Protein komplemen ini mampu menghancurkan penyerang

tersebut (Rimpani, 2010).

Komplemen adalah bahan larut humoral yang berperan dalam imunitas

nonspesik. Komplemen termasuk salah satu system enzim serum yang

berfunfsi dalam inflamasi, opsonisasi dan kerusakan (lisis) membrane patogen.

Dewasa ini, ada sekitar 20 jenis protein yang berperang dalam system

komplemen (Baratawidjaja, 2004).

Komplemen berupa molekul dari system imun nonspesifik larut dalam

keadaan tidak aktif yang dapat di aktifkan sebagai bahan seperti toksin (LPS)

bakteri. Komplemen dapat juga beperan dalam system imun spesifik yang

setiap waktu dapat diaktifkan kompleks imun. Hasil aktivitas tersebut

menghasilkan berbagai mediator yang mempunyai sifat biologik aktif dan

beberapa diantaranya merupakan enzim untuk reaksi berikutnya. Produk lainya

berupa protein pengontrol dan beberapa lainya tidak mempunyai aktivitas

enzim. Aktivitas komplemen merupakan usaha tubuh untuk menghancurkan

1
antigen asing (proteksi), namun sering pula menimbulkan kerusakan jaringan

sehngga merugikan tubuh sendiri (Baratawidjaja, 2004).

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan sistem komplemen?

2. Bagaimana jalur komplemen ?

3. Bagaimana regulasi sistem komplemen ?

4. Apa saja reseptor komplemen ?

5. Bagaimana efek biologi komplemen?

6. Bagaimana defisiensi komplemen dan penghindaran oleh patogen ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu sistem kompelemen

2. Untuk mengetahui bagaimna jalur komlemen

3. Untuk mengetahui regulasi sistem komplemen

4. Untuk mengetahui reseptor komplemen

5. Untuk mengetahui efek biologi komplemen

6. Untuk mengetahui defisiensi komplemen dan penghindaran oleh patogen

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sistem Komplemen

Sistem komplemen adalah suatu sistem yang terdiri dari seperangkat

kompleks protein yang satu dengan yang lainnya sangat berbeda. Ada 9

komponen dasar komplemen yaitu C1 sampai C9 yang bila di aktifkan, dipecah

menjadi bagian-bagian yang besar dan kecil (C3a, C4a dan sebagainya).

Fragmen yang besar dapat berupa enzim tersendiri dan mengikat serta

mengaktifkan molekul lain. Fragmen tersebut dapat juga berinteraksi dengan

inhibitor yang menghentikan reaksi selanjutnya, komplemen sangat sensitive

terhadap sinyal kecil, misalnya jumlah bakteri yang sangat sedikit sudah dapat

menimbulkan reaksi beruntun yang biasanya menimbulkan reaksi lokal

(Baratawidjaja, 2004).

Sistem komplemen suatu rangkaian berjenjang protein. Protein yang

kompleks dan canggih, dirancang untuk membentuk pertahanan terhadap

mikroba penginvasi, sistem komplemen mencakup protein serum dan protein

terikat membran yang ikut serta dalam imunitas bawaan dan didapat. Protein-

protein ini diatur secara ketat dan beriteraksi melalui serangkaian reaksi

proteolitik berjenjang. Banyak dari komponen komplemen adalah proenzim

yang harus diuraiakan untuk membentuk enzim yang aktif (Jawetz, dkk. 2018)

Unsur pokok sistem komplemen diwujudkan oleh sekumpulan

komponen protein yang terdapat didalam serum. Protein-protein ini dapat

dibagi menjadi protein fungsional yang menggambarkan elemen dari berbagai

3
jalur, dan protein pengatur yang menunjukkan fungsi pengendalian.

Komplemen sebagian besar disintesis di dalam hepar oleh sel hepatosit, dan

juga oleh sel fagosit monokuler yang berada dalam sirkulasi darah .

komplemen C1 juga dapat di sintesis oleh sel epitel lain diluar hepar.

Komplemen yang di hasilkan oleh fagosit monokuler terutama akan disintesis

ditempat dan waktut terjadi aktivasi (Baratawidjaja, 2004).

Komponen C3 mempunyai fungsi sangat penting pada aktivasi

komplemen baik melalui jalur klasik maupun jalur alternative. Konsentrasi C3

jauh lebih besar dibandingkan dengan fraksi lainya, hal ini menempatkan C3

pada kedudukan yang penting dalam pengukuran kadar kmplemen di dalam

serum. Penurunan kadar C3 di dalam serum dianggap menggambarkan keadaan

konsentrasi komplemen yang menurun. Juga penurunan kadar C3 saja dapat

dipakai sebagai gambaran adanya aktivasi pada sistem komplemen

(Judarwanto, 2009).

Aktivitas komplemen menghasilkan jumlah molekul efekton antara lain

anafilaktosin, kemotaksin, adherens imun, opsonin dan membran attack

complex yang mempunyai efek biologis (Baratawidjaja, 2004).

B. Jalur Komplemen

Terdapat tiga jalur utama untuk mengatifkan komplemen: jalur klasik,

jalur alternatif dan jalur MBL. Masing-masing dari jalur ini dapat

menyebabkan pembentukan MAC. Ketiganya berujung pada pelepasan C5

konvertase, yang menguraikan C5 menjadi C5a dan C5b, seperti telah

disebutkan, C5a adalah suatu anafilatoksin serta faktor kemotaktik. C5b

4
mengikat C6 dan C7 untuk membentuk kompleks yang tersisip kelapisan ganda

membran. C8 kemudian berikatan dengan kompleks C5b-C6-C7, diikuti oleh

polimerisasi hingga enam belas molekul C9 untuk menghasilkan MAC, MAC

kini membentuk pori pada membran dan menyebabkan sitolisis dengan

membairkan aliran air bebas menembus membran sel (Jawetz, dkk. 2018).

1. Jalur Klasik

C1, yang mengikat regio Fe suatu imunoglobulin, terdiri atas tiga

protein: C1q, C1r, dan C1s, C1q adalah suatu agregat polipeptida yang

mengikat bagian Fe IgG dan IgM. Kompleks imun antigen-antibodi yang

terikat ke C1 mengatifkan C1s, yang memecah C1s yang memcah C4 dan

C2 untuk membentuk C4b2b. Protein yang belakangan (C4b2b) adalah C

konvertase aktif, yang memcah molekul C3 menjadi dua fragmen: C3a dan

C3b, seperti yang telah disinggung, C3a adalah anafilatoksin kuat. C3b

membentuk kompleks dengan C4b2b, menghasilkan suatu enzim baru, yaitu

C5 konvertase , yang memecah C5 menjadi C5a dan C5b. C5b kemudian

berikatan dengan C6 dan C7 untuk membentuk kompleks C5b/C6/C7, yang

terakhir, C9 berikatan dengan kompleks yang baru terbentuk ini untuk

menghasilkan MAC. Jika telah terbentuk MAC, sel akan segera memulai

proses lisis. Hanya IgM dan IgG memfiksasi komplemen melalui jalur

klasik. Selain itu, hanya IgG subkelas 1, 2, dan 3 yang memfiksasi

komplemen, sementara IgG4 tidak (Jawetz, dkk. 2018).

Contoh bekerjanya jalur klasik komplemen, dapat dijumpai pada

infeksi virus herpes simpleks (herpes simplex virus, HSV), replikasi HSV di

5
dalam sel disertai oleh insersi protein-protein virus kedalam membran

permukaan sel. Antibodi anti-HVS spesifik dapat berikatan dengan

permukaan sel yang terinfeksi melalui bagian fabnya. Bagian Fc kompleks

antibodi-antigen kini terpajan dan bersiap untuk dilekati oleh C1. Jalur

klasik kini diaktifkan dan sel yang terinfeksi musnahkan oleh MAC (Jawetz,

dkk. 2018).

2. Jalur Alternatif

Jalur alternatif komplemen dapat diaktifkan oleh agen infeksi yang

memulai sistem komplemen dengan memicu produksi faktor B, D dan

propredin. Faktor-faktor ini menguraikan C3 dan menghasilkan C3

konvertase, C3 konvertase (C3bBb) yang dihasilkan pada jalur alternatif

menghasilkan lebih banyak C3b. C3b tambahan ini mengikat C3 konvertase

untuk membentuk C3bBbC3b. Enzim ini adalah C5 kovertase jalur

alternatif yang menghasilkan C5b sehingga pada akhirnya akan terbentuk

MAC seperti yang telah diuraikan sebelumnya (Jawetz, dkk. 2018).

3. Jalur Lektin Pengikat Manosa (Mannose-Binding Lecting Pathway)

Jalur lektin merupakan komponen penting pada respons imun bawaan

dan serupa dengan jalur klasik di titik penguraian C4. Namun, perbedaan

utama adalah bahwa jalur ini dipicu oleh pengikatan lectin pengikat manosa

(Mannose-Binding Lecting, MBL) ke polisakarida di permukaan bakteri.

Pengikatan MBL ke patogen menyebabkan pembentukan mutu kompleks

MBL dengan dua protease serin (MASP,1 dan MASP,2). Trikompleks ini

kini diaktifkan untuk memecah C4 menjadi C4a dan C4b, serta C2 menjadi

6
C2a dan C2b kompleks baru C4bC2a adalah suatu C3 konvertase dan

berlanjut menjadi jenjang komplemen seperti jalur klasik (Jawetz, dkk.

2018).

C. Regulasi Sistem Komplemen

Untuk menghindari pengaktifan sistem komplemen yang terus-menerus

terdapat suatu jejaring regulatorik yang menghentikan aktivitas komplemen.

Beberapa protein serum mengatur sistem komplemen ditahap-tahap yang

berbeda: (1) protein Cl-inhibitor mengikat dan menginatifkan aktivitas protease

serin C1r dan C1a, menyebabkan enzim-enzim ini terlepas dari C1q: (2) faktor

1 memecah C3b dan C4b sehingga jumlah C3 konvertase yang tersedia

berkurang: (3) faktor H meningkatkan efek faktor 1 pada C3b: (4) faktor P

(properdin) melindungi C3b dan mengstabilkan C3 konvertase jalur alternatif

regulasi juga dihasilkan oleh protein yang memiliki kemampuan untuk

mempercepat penguraian protein-protein komplemen, misalnya

deeayaccederating factor (DAF yang diekspresikan pada sel darah dan

endotel), yang dapat mempercepat terlepasnya C3 konvertase dari ketiga jalur

pengaktifan komplemen (Jawetz, dkk. 2018).

Aktivitas komplemen dikontrol melalui tiga mekanisme utama, yaitu 1)

komponen-komplemen yang sudah diaktifkan biasannya ada dalam bentuk

yang tidak stabil sehingga bila tidak berikatan dengan komplemen berikutnya

akan rusak, 2) adanya beberapa inhibitor yang spesifik misalnya C1 esterase

inhibitor, factor I dan faktor H, 3) pada permukaan membrane sel terdapat

7
protein yang dapat merusak fragmen komplemen yang melekat (Baratawidjaja,

2004).

D. Reseptor Komplemen

Ada beberapa reseptor spesifik yang berikatan dengan komponen

komplemen dan fragmen pada komplemen. CR1 dan CR3 adalah komponen

penting dalam menginginduksi proses fagositosis bakteri. CR2 terutama di

temukan di temukan pada sel B yaitu kompleks sel-Bkoreseptor dan menjadi

reseptor terhadap virus Epstein-Barr yang menyebabkan infeksi

mononukleusis. CR1 dan CR2 saling membagi struktur komplemen-regulatory

protein yang mengikat C3b dan C4b. CR3 dan CR4 saling berintegrasi,CR3

untuk proses migrasi dan adesi leukosit, sedangkan CR4 untuk respon

fagositosis. Reseptor C5a dan C3a adalah bagian dari tujuh pasangan pada

untaian G protein.FDC sebagai sel folikular dendritik tidak terlibat dalam nitas

imunitas bawaan (innate immunity).

1. Anafilaksis dan Kemotaksis

C3a, C4a dan C5a disebut anafilatoksin oleh karena dapat memacu

sel mast dan basofil untuk melepaskan mediator kimia dapat meningkatkan

permeabilitas dan kontraksi otot polos vaskular. Reseptor C3a dan C4a

terdapat pada permukaan sel mast, sel basofil, otot polos dan limfosit.

Reseptor C5a terdapat pada permukaan sel mast, basofil, netrofil, monosit,

magrofag, dan sel endothelium. Melekatnya anafilatoksin pada reseptor

yang terdapat pada otot polos menyebabkan kontraksi otot polos tersebut.

Untuk mekanisme ini C5a adalah yang paling potendan C4a adalah yang

8
paling lemah. C5a juga mempunyai sifat yang tidak dimiliki oleh C3a dan

C4a oleh karena C5a juga mempunyai reseptor yang spesisfik pada

permukaan sel-sel fagosit maka C5a dapat menarik sel-sel fagosit tersebut

bergerak ketempat mikroorganisme, benda asing atau jaringan yang rusak,

proses ini disebut kemotaksis juga setelah melekat C5a dapat merangsang

metabolisme oksidatif dari sel fagosit tersebut sehingga dapat meningkatkan

daya untuk memusnakan mikroorganisme atau benda asing tersebut.

2. Opsonisasi dan peningkatan fungsi fagositosis

Fagositosis yang diperkuat oleh opsonisasi C3b dan iC3b yang

dibantu oleh IgG atau IgM mungkin merupakan mekanisme pertahanan

utama terhadap infeksi bakteri dan jamur secara sistemik.

3. Proses Peradangan

Kombinasi dari semua fungsi yang tersebut diatas mengakibatkan

terkumpulnya sel-sel dan serum protein yang diperlukan untuk terjadinya

proses dalam rangka memusnakan mikroorganisme atau benda

asingtersebut.

4. Pelarutan dan eliminasi kompleks imun

Kompleksimun yang beredar mengaktifkan komplemen dan

mengaktifkan fragmen C3b yang menempel pada antigen. Kompleks

tersebut akan berikatan dengan reseptor pada permukaan eritrosit. Pada

waktu sisrkulasi eritrosit melewati hati dan limpa, maka selfagosit dalam

limpa dan hati (sel Kupffer) dapat membersihkan kompleks imun yang

terdapat pada permukaan sel eritrosit tersebut.

9
E. Efek Biologis Komplemen

Protein-protein komplemen yang telah aktif memicu beragam fungsi

yang menghasilkan empat hal utama : (Jawetz, dkk. 2018).

1. Sitolisis adalah lisis sel, misalnya bakteri, sel terinfeksi virus, dan sel tumor.

Proses ini terjadi mulai pembentukan membranattakcomplex (MAC) (C5h,

6, 7, 8, 9 ), yang tersisip ke membran suatu organisme atau sel, yang

menyebabkan hilangnya integritas osmotik dan ruptur mikroba atau sel.

2. Kemotaksis adalah pergerakan terarah leukosit mengikuti penigkatan

gradien konsentrasi menuju tempat infeksi. Pergerakan ini adalah respons

terhadap faktor kemotaktik. Salah-satu bahan kemotaktik terpenting adalah

C5a, suatu fragmen C5 yang merangsang pergerakan nuetrofil dan monosit

ketempat peradangan.

3. Opsonisasi adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan bagaimana

antibodi atau C3b dapat meningkatkan fagositosis mikroba. Makrofag dan

neutrofil memiliki reseptor untuk C3b dan karenanya dapat mengikat

organisme yang telah dilapisi oleh C3b. Pengikatan ini dapat memicu

fagositosis.

4. Anafilaktosin Mendorong vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas

vaskular. Dua komponen komplemen, C3a dan C5a, adalah anafilaktosin

kuat. Keduanya berikatan dengan reseptor di sel mast dan basofil yang

memicu sel tersebut membebaskan histamin. Proses ini menyebabkan

peningkatan aliran darah ketempat infeksi, memungkinkan lebih banyak

komplemen, antibodi, dan sel imun untuk masuk ketempat infeksi.

10
F. Defisiensi Komplemen Dan Penghindaran Oleh Patogen

Banyak defisiensi genetik protein komplemen yang pernah dilaporkan,

dan kelainan-kelainan ini umumnya menyebabkan peningkatan kerentanan

terhadap penyakit infeksi (mis, defisiensi C2 sering menyebabkan infeksi

bakteri piogenik serius). Defisiensi pada komponen-komponen MAC sangat

meningkatkan kerentanan terhadap infeksi golongan neiseria. Defisiensi

komponen jalur alternatif juga diketahui (mis, defisiensi properdin dilaporkan

berkaitan dengan peningkatan kerentanan terhadap penyakit meningokokus),

juga terdapat defisiensi protein yang mengatur sistem komplemen. Sebagai

contoh, tidak adanya protein C1-inhibitor menyebabkan angioderma herediter

(Jawetz, dkk. 2018).

Sistem komplemen adalah sistem pelindung pejamu yang penting.

Namun, sebagian bakteri berhasil mengembangkan mekanisme untuk

menghindari aktivitas komplemen. Sebagai contoh, bakteri ini dapat

mengganggu opsonisasi atau menghambat penyisipan MAC. Pengaktifan

komplemen juga dapat dihambat oleh adanya protein-protein yang dihasilkan

mikroba, misalnya protein A, dan protein C, yang mengikat Fc IgG, yang

terakhir, bakteri tersebut dapat menghasilkan enzim-enzim yang memecah

komponen-komponen komplemen. Organisme yang memiliki sifat-sifat

inhibitorik ini biasanya lebih patogenik (Jawetz, dkk. 2018).

Sistem komplemen juga dapat memgembangkan strategi untuk

menyerang virus diluar sel dan sel yang terinfeksi virus sebagai respons, virus

membentuk mekanisme-mekanisme untuk menahan serangan komplemen.

11
Beberapa virus, misalnya virus cacar mengode protein yang menghambat

fungsi komplemen. Beberapa virus berselubung, seperti sitomegalovirus, dapat

menyerap sebagian dari protein regulatorik komplemen sewaktu virus

mengalami pematangan melalui proses pertunasan (budding) dari sel yang

tirinfeksi, protein-protein regulatorik ini (CD46, CD55, dan CD59) diselubung

virus dapat menekan pengaktifan komplemen yang terakhir, beberapa virus

(virus Epstein-Barr (EBY) virus campak) menggunakan reseptor komplemen

untuk masuk dan menginfeksi sel (Jawetz, dkk. 2018).

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sistem komplemen adalah salah satu mekanisme penting dalam

pengenalan infeksi patogen dan menjadi pertahanan awal yang efektif bagi

tubuh saat infeksi awal patogen. Komplemen adalah sistem protein plasma

yang dapat aktif secara langsung oleh ikatan patogen atau tidak langsung oleh

ikatan antibodi-patogen, menyebabkan suatu reaksi kaskade pada permukaan

patogen dan menghasilkan komponen yang aktif dengan berbagai fungsi

efektor. Ada 3 macam jalur aktifasi komplemen yaitu jalur klasik, jalur

alternatif dan jalur lektin. Ketiga jalur tersebut dapat menginduksi antibodi

secara independen dalam imunitas bawaan (innate immunity), ketiga jalur akan

mengaktifkan enzim C3 convertase, yang akan menghasilkan komponen C3b.

Pengikatan C3b dengan molekul patogen menjadi pusat aktivasi komplemen

yang akhirnya membentuk Membran attack complex dan menyebabkan lisis

pada patogen.

B. Saran

Diharapkan kepada pembaca untuk lebih banyak lagi mencari dan

membaca berbagai sumber bacaan mengenai sistem komplemen.

13
DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaja K, Rengganis I. 2004. Imunologi Dasar Edisi Kedelapan. Jakarta :


Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia.

Jawetz, dkk. 2018. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 27. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran. EGC.

Judarwanto, Widodo. 2009. Buku Ajar Alergi Imunologi Anak Edisi II. Jakrta :
Balai IDAI.

14

Anda mungkin juga menyukai