Anda di halaman 1dari 7

Gagasan dalam tulisan ini adalah sebagai upaya menciptakan suatu konsep Revitalisasi

nilai-nilai Pancasila dalam diri Pemuda sebagai upaya Reaktualisasi semangat


Nasionalisme dalam mencegah disintegrasi bangsa.
Pertama, dari sudut ideologi, Pancasila sebagai ideologi bangsa indonesia,
menjabarkan bahwa Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan
suatu nilai yang menjadi sumber dari segala penjabaran norma baik norma hukum, norma
moral maupun norma kenegaran lainnya. Di samping itu, terkandung juga pemikiran-
pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis dan komprehensif. Oleh
karena itu, suatu pemikiran filsafat adalah suatu nilai-nilai yang bersifat mendasar yang
memberikan landasan bagi manusia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Nilai-nilai tersebut dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat praksis atau kehidupan nyata
dalam masyarakat, bangsa dan negara maka diwujudkan dalam norma-norma yang
kemudian menjadi pedoman yaitu norma moral yang berkaitan dengan tingkah laku
manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk, sopan atau tidak sopan, susila
atau tidak susila. Secara harfiah nilai-nilai pancasila harus di internalisasikan dalam sikap
kehidupan berbangsa dan bernegara.1
Kedua. Diketahui bahwa secara umum nasionalisme berarti suatu paham, yang
berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara
kebangsaan. Perasaan sangat mendalam akan suatu ikatan yang erat dengan tanah tumpah
darahnya, dengan tradisi-tradisi setempat dan penguasa-penguasa resmi di daerahnya selalu
ada di sepanjang sejarah dengan kekuatan yang berbeda-beda. Akan tetapi, baru pada akhir
abad ke-18 M nasionalisme dalam arti kata modern menjadi suatu perasaan yang diakui
secara umum.2 Nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme yang integralistik, dalam arti
yang tidak membeda-bedakan masyarakat atau warga negara atas dasar golongan atau yang
lainnya, melainkan mengatasi segalakeanekaragaman itu tetap diakui Persoalan

1
Bernard dkk, Pancasila Bingkai Hukum Indonesia, Yogyakarta: 2014, hlm,7
2
Hans Kohn, (1984), Nasionalisme Arti dan Sejarahnya, Terj. Sumantri Mertodipuro, Jakarta: Erlangga, hlm.
11.
nasionalisme dan patriotisme di era global sebenarnya bukan hanya masalah yang dialami
oleh Indonesia. Amerika Serikat yang merupakan negara adidaya dengan kekuatan politik,
ekonomi, budaya, dan hankam yang tak tertandingi pun harus berdaya upaya sekeras-
kerasnya dalam membangun semangat nasionalisme dan patriotisme di kalangan
warganya.3
Ketiga, Soekarno dalam pidatonya tentang Philosofische Gronslag atau Landasan
Dasar Filsafat Undang-Undang Dasar dijelaskan bahwa Pancasila, sila artinya asas atau
dasar, dan di atas lima dasar itulah kita mendirikan negara Republik Indonesia yang
menjadi nilai luhur dan dasar dari berbagai kehidupan berbangsa dan negara Jelas
diakuinya pancasila sebagai dasar negara dan cita-cita ideal bangsa indonesia merupakan
sebuah ius constituendum (cita-cita) yang harus diwujudkan bersama.4 Namun pada
faktanya, sesudah era reformasi dengan adanya keran kebebasan yang dibuka secara tiba-
tiba dan dalam semua aspek hidup dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
menyebabkan terjadinya keadaan anomi dan anomali di segala bidang. Keadaan ini
disalahgunakan oleh orang kelompok-kelompok orang atau golongan-golongan orang untuk
kepentingan dan keuntungannya sendiri, sehinga timbul banyak pergesekan-pergesekan
antar kepentingan yang menyebabkan konflik dan disintegrasi bangsa.
Bila dicermati adanya gerakan pemisahan diri sebenarnya sering tidak berangkat
dari idealisme untuk berdiri sendiri akibat dari ketidak puasan yang mendasar dari
perlakuan pemerintah terhadap wilayah atau kelompok minoritas seperti masalah otonomi
daerah, keadilan sosial, keseimbangan pembangunan, pemerataan dan hal-hal yang sejenis.
Kemudian timbulnya kekhawatiran tentang perpecahan (disintegrasi) bangsa di tanah air
dewasa ini yang dapat digambarkan sebagai penuh konflik dan pertikaian, gelombang

3
Prosiding Sarasehan Nasional, 2011 : implementasi nilai-nilai Pancasila dalam menegakkan
konstitusionalitas Indonesia : kerjasama Mahkamah Konstitusi RI dengan Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta, 2011, hlm,21
4
Syafii Ma'arif, Pancasila (Tinjauan Historis, Yuridis dan Filosopis), Yogyakarta: Citra Karsa
Mandiri, 2002, hlm.20.
reformasi yang tengah berjalan menimbulkan berbagai kecenderungan dan realitas
baru. Segala hal yang terkait dengan Orde baru termasuk format politik yang penuh dengan
intrik dan paradigmanya dihujat dan dibongkar. Di era ini kemudian bermunculan pula
aliansi ideologi dan politik yang ditandai dengan menjamurnya partai-partai politik baru.5
Seiring dengan itu lahir sejumlah tuntutan daerah-daerah diluar Jawa agar
mendapatkan otonomi yang lebih luas atau merdeka yang dengan sendirinya makin
menambah problem, manakala diwarnai terjadinya konflik dan benturan antar etnik dengan
segala permasalahannya. Penyebab timbulnya disintegrasi bangsa juga dapat terjadi karena
perlakuan yang tidak adil dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah khususnya pada
daerah-daerah yang memiliki potensi sumber daya/kekayaan alamnya berlimpah/ berlebih,
sehingga daerah tersebut mampu menyelenggarakan pemerintahan sendiri dengan tingkat
kesejahteraan masyarakat yang tinggi.
Sebagai ideologi, nasionalisme dapat memainkan tiga fungsi, yaitu mengikat semua
kelas warga bangsa, menyatukan mentalitas warga bangsa, dan membangun atau
memperkokoh pengaruh warga bangsa terhadap kebijakan yang diambil oleh negara.
Nasionalisme merupakan salah satu alat perekat kohesi sosial untuk mempertahankan
eksistensi negara dan bangsa. Semua negara dan bangsa membutuhkan nasionalisme
sebagai faktor integratif. Dalam kerangka ini pemaknaan, perwujudan dan tujuan
nasionalisme selalu relevan dan dapat disesuaikan dengan tuntutan jamannya. Nasionalisme
masih relevan jika disertai dengan prinsip utamanya, yakni: menjamin kesatuan (unity) dan
persatuan bangsa, menjamin kebebasan (liberty) individu ataupun kelompok, menjamin
adanya kesamaan (equality) bagi setiap individu, menjamin terwujudnya kepribadian
(personality), dan prestasi (performance) atau keunggulan bagi masa depan bangsa. Selama
kelima pilar nasionalisme tersebut masih ada maka nasionalisme akan tetap relevan dan

5
Moh.Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta,Rajawali Pers,2009,hlm, 25
terus dibutuhkan oleh setiap bangsa, dan nasionalisme akan terus berkembang sesuai
dengan tuntutan jaman serta kebutuhan bangsa yang bersangkutan.6
Jika semua prasyarat di atas terpenuhi maka nasionalisme akan merupakan ideologi
yang mengusung terwujudnya masyarakat madani (civil society), kemudian pengembangan
semua modal (capital) yang ada dalam diri setiap insan, yaitu modal intelektual (intellectual
capital), modal sosial (social capital), modal kultural (cultural capital) dan modal spiritual
(spiritual capital), yang bersama-sama akan menjadi modal mewujudkan masyarakat
madani.7 kemudian disalurkan dengan wadah komunikasi politik yang merupakan salah
satu alat didalam mengatur, mengkoordinasikan serta mensikronkan lembaga-lembaga
negara secara vertikal maupun horizontal untuk dapat menyerap aspirasi rakyat. Secara
vertikal, ia mengatur mekanisme hubungan antara pemerintah dengan segenap lembaga dan
organisasinya yang secara struktur fungsional saling berkaitan dan secara horizontal ia
mengatur dan mengharmoniskan kehidupan bermasyarakat dengan menciptakan pengertian
timbal balik antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Dalam hal komunikasi politik
adalah mengalirkan informasi baik dari atas ke bawah ataupun sebaliknya, dan dengan
informasi secara horisontal inilah akan terjadi semacam proses saling memahami antara
negara/pemerintah dan organisasi-organisasi yang menjadi subordinatnya salah satunya
organisasi pemuda dan masyarakat. Hal ini penting karena dengan melalui proses saling
memahami ini kecenderungan otoriterisme dari negara dapat dikurangi, bahkan mungkin
dapat dihilangkan. Sedang pada pihak rakyat akan timbul kesadaran untuk berpartisipasi
serta memberikan respons yang positif terhadap suatu kebijakan pemerintah. Informasi
politik yang disalurkan melalui komunikasi yang baik akan menciptakan suatu kesatuan
pendapat atau konsensus nasional yang pada perkembangannya akan menumbuhkan
stabilitas politik yang mantap guna mendukung pembangunan. Perubahan-perubahan yang
terjadi dalam proses demokratisasi di Indonesia akan mengakibatkan goncangan-goncangan

6
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, Jakarta: PT Gramedia
Pustaka, 1993, hlm,10
7
ibid
politik yang tinggi. Oleh karena itu pemerintah harus mengalirkan arus informasinya
mengenai berbagai pembaharuan politiknya kepada rakyat. Hal ini perlu, karena jika jika
tidak dilakukan maka pembaharuan tersebut akan mengalami kegagalan. Huntington
menyebut ini sebagai modernisasi politik dan pembangunan politik yang pada dasarnya
mencakup peningkatan kemampuan lembaga-lembaga politik dan lembaga lainnya dalam
masyarakat untuk mampu memecahkan berbagai masalah serta menampung berbagai
tuntutan dan aspirasi masyarakat yang selalu berubah dengan cepat8
Dalam menangani disintegrasi bangsa tentunya pemerintah harus memiliki misi
pencegahan dalam hal ini pencegahan tersebut dapat dilakukan dengan cara menjadikan
semua pihak di Negara ini terlibat salah satu pihak yang paling penting adalah pemuda
sebagai promotor atau penggerak utama dalam menyiapkan masa depan bangsa,
permasalahan utama dalam diri pemuda yang kerap kali kehilangan jati diri nya dan rasa
cinta akan tanah air, dengan pengaruh globalisasi, perbedaan serta tidak terinternalisasinya
dengan menyeluruh nilai-nilai dalam ideologi pancasila menyebabkan sulitnya nilai-nilai
nasionalisme tertanam dalam jiwa pemuda Indonesia sehingga sulit sekali rasa kesadaran
akan persatuan kemudian diinternalisasikan. Masalah yang dialami saat ini adalah
menurunnya semangat nilai-nilai kebangsaan, termasuk mengendurnya pemahaman nilai-
nilai Pancasila. Pancasila seolah-olah terpojok oleh sejarah di tengah realitas kehidupan
bangsa yang terus bergerak mengalami perubahan dan kemajuan. Fenomena kesurutan
Pancasila semakin jelas, ini ditunjukkan oleh kenyataan bahwa pelajaran, kajian, atau studi
akademis untuk mendalami filsafat dan cita Pancasila semakin tidak populer dan tidak
diminati. Oleh kaena itu, sudah saatnya dilakukan gerakan bersama yang terorganisir dan
terstruktur, yang melibatkan semua lembaga negara dan seluruh elemen masyarakat untuk
menanamkan dan menumbuhsuburkan kembali semangat kebangsaan. Salah satu tujuannya

8
Samuel Huntington, “Political Development and Political Decay” dalam Welch, Claude E,Jr.Political
Modernization,1971
adalah mengungah kembali kesadaran bahwa pluralitas kita telah “melebur” dalam
Pancasila tanpa perlu penyeragaman.9
Itu sebabnya, seorang nasionalis dan pancasilais sejati tak akan ingkar kepada
kenyataan dan kesepakatan bahwa negara ini bisa sebesar sekarang karena dibangun diatas
pluralitas bangsa. Ini bukan pekerjaan mudah tapi tidak juga mustahil dan gagasan
semacam ini mendesak untuk tidak hanya diwacanakan melainkan harus segera dijalankan.
Mengenai bagaimana pola,bentuk, dan metodenya, Pemerintah, masyarakat, terutama
pemuda selaku promotor perubahan bangsa wajib bersinergi dalam menginternaslisasikan
nilai-nilai Pancasila dan kemanfaatan sosial sebagai tujuan revitalisasi ilia-nilai pancasila
untuk menumbuhkan rasa nasionalisme terutama dalam diri pemuda dengan program
berkelanjutan dalam rangka pendidikan pancasila dan penanaman nilai-nilai
permusyawaratan dalam ranah komunikasi politik sebagai bentuk aspiratif rakyat dan
optimalisasi fungsi organisasi pemuda untuk memberikan pemahaman dan pemaknaan
nilai-nilai pancasila ke dalam program kerja yang ada demi mencegah disintegrasi bangsa,
kedua gagasan tersebut akan menjadi gagasan yang solutif apabila dilaksanakan dengan
apik dan benar-benar melibatkan sinegritas antara pemerintah, warga Negara dan pemuda
selaku penggerak utamanya.

9
Heri herdiawanto dkk, Spritualisme Pancasila, Jakarta: Pranadamedia, 2018, hlm.20.
.
Daftar Pustaka
Buku
1. Bernard dkk, 2014, Pancasila Bingkai Hukum Indonesia, Yogyakarta
2. Hans Kohn, (1984), Nasionalisme Arti dan Sejarahnya, Terj. Sumantri Mertodipuro,
Jakarta: Erlangga.
3. Heri herdiawanto dkk, 2018, Spritualisme Pancasila, Jakarta: Pranadamedia,
4. Moh.Mahfud MD, 2009, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta,Rajawali Pers
5. Samuel Huntington, 1971, “Political Development and Political Decay” dalam
Welch, Claude E,Jr.Political Modernization
6. Sartono Kartodirdjo, 1993, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah,
Jakarta: PT Gramedia Pustaka
7. Syafii Ma'arif, 2002, Pancasila (Tinjauan Historis, Yuridis dan Filosopis),
Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri

Anda mungkin juga menyukai