Anda di halaman 1dari 23

BAB I

TINJAUAN TEORI

I. TINJAUAN TEORI BAYI BARU LAHIR


A. Pengertian BBL
Bayi baru lahir adalah bayi yang baru lahir yang berusia 0-28 hari
dan masih membutuhkan penyesuaian secara fisiologis agar dapat hidup
dengan baik di dunia (Marmi dan Rahardjo, 2015: 5). Terlaksananya
asuhan segera pada bayi baru lahir normal dengan melakukan pengkajian,
membuat diagnosa, mengidentifikasi masalah dan kebutuhan bayi,
mengidentifikasi diagnosa dan masalah potensial, tindakan segera serta
merencanakan asuhan (Indrayani dan Djami, 2013; 45-60).
B. Ciri-ciri bayi baru lahir
1. Berat badan 2500 – 4000 gram
2. Panjang badan 48 – 52 cm
3. Lingkar dada 30 – 38 cm
4. Lingkar kepala 33 – 35 cm
5. Frekuensi jantung 120 – 160 x/menit
6. Pernapasan ± 40 – 60 x/menit
7. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan cukup
8. Rambut lanugo tidak telihat, rambut kepala biasanya telah sempurna
9. Kuku agak panjang dan lemas
10. Reflek rooting (mencari putting susu dengan rangsangan taktil pada
pipi dan daerah mulut) sudah terbentuk dengan baik
11. Reflek sucking (hisap dan menelan) sudah terbentuk dengan baik
12. Reflek grasping atau menggengam sudah baik
13. Genetalia
Perempuan : labia mayora sudah menutupi labia minora
Laki-laki : testis sudah turun, skrotum sudah ada
14. Eliminasi baik yang ditandai dengan keluarnya mekonium dalam 24
jam pertama berwarna hitam kecoklatan. (Marmi dan Rahardjo, 2015:
8)

C. Pengkajian Bayi Setelah Lahir


Dibagi ke dalam tiga tahapan yaitu:
Tahap I
Segera setelah lahir pada menit-menit pertama kelahiran
menggunakan sistem penilaian APGAR, yaitu pada menit pertama, menit
kelima, dan menit ke sepuluh. Pada bayi baru lahir yang tidak langsung
menangis atau bernafas mengap-megap maka tidak menggunakan
APGAR, tetapi dengan menilai 2 hal, yaitu usaha nafas dan tonus otot. Jika
bayi lahir tidak menangis atau tidak bernafas atau megap-megap dan tonus
otot lemah, maka pada kondisi yang demikian penlong persalinan harus
segera memutuskan untuk membantu bayi bernafas. Pertolongan atau
bantuan bernafas pada bayi asfiksia yang cepat dan tepat terutama pada 60
detik pertama akan sangat menolong kemampuan bayi untuk bisa bernafas
dengan normal. (Arfiana, 2016:4).
Tanda Skor
0 1 2
Appearance Biru, Tubuh Seluruh tubuh
Warna Kuit pucat kemerahan, kemerahan
ekstremitas
biru
Pulse Tak ada <100x/menit >100x/menit
Denyut jantung
Grimace Reflek Tak Sedikit Reaksi melawan,
Reflek terhadap bereaksi gerakan menangis
rangsangan
Activity Lemah Ekstremitas Gerakan aktif,
Tonus Otot sedikit fleksi fleksi dengan baik
Respiration Tak ada Lambat, Tak Menangis kuat
Upaya Bernafas teratur
Sumber: Marmi dan Rahardjo (2015; 48)
Tahap II
Selama 24 jam pertama kehidupan, bayi normal mengalami
perubahan perilaku fisiologis. Periode ini disebut periode transisional.
Tahap ini meliputi:
Periode I:
Disebut juga reaktivitas I yaitu 30 menit pertama setelah lahir.
Pada periode ini dapat dilihat perubahan:
a. Bayi kadang terjafa dengan mata terbuka, memberikan stimulus,
menghisap dengan penuh semangat, tiba-tiba menangis dan
frekuensi pernapasan belum stabil.
b. Bising usus terdengar aktif.
c. Bayi mengalami resfullnes (tidur nyenyak yang pertama kali, untuk
memulihkan tenaga selama proses persalinan).
d. Suhu tubuh, pernafasan, dan denyut jantung menurun, tapi masih
normal. (Arfiana, 2016: 4).

Periode II

Disebut periode reaktivitas II, berlangsung selama 2-5 jam


setelah lahir. Pada periode ini ditandai:

a. Bayi bangun dari tidur nyeyak yang pertama, denyut jantung dan
frekuensi meningkat, reflek GAG aktif (membantu bayi untuk
mengeluarkan lendir yang asih tersisa pada mulut, melindungi bayi
dari resiko aspirasi)
b. Bayi mengeluarkan mekoneum, urine dan menghisap aktif.
c. Periode ini berakhir ketika lendir pernafasan berkurang. (Arfiana,
2016:4).

Periode III

Merupakan periode stabilisasi yang berlangsung 12-24 jam


setelah lahir. Pada tahap ini bayi mudah untuk tidur dan terbangun,
tanda vital stabil, kulit berwarna kemerahan. Pada periode ini
dilakukan pengkajian fisik. (Arfiana, 2016:4).

D. Adaptasi Bayi Baru Lahir Terhadap Kehidupan Di Luar Uterus


Bayi baru lahir mengalami perpindahan kehidupan dari intra
uterus ke ekstra uterus. Perpindahan ini menyebabkan bayi harus
melakukan adaptasi, dari kehidupan intra uterus ke dalam kehidupan
ekstrauterus dimana pada saat intrauterus kehidupan bayi tergantung
ibu menjadi kehidupan ekstrauterus yang harus mandiri secara
fisiologis (Arfiana, 2016:13)
Beberapa adaptasi bayi baru lahir yang terjadi pada bagian
sistem tubuh sebagai berikut:
1. Sistem pernafasan
Perubahan fisiologis paling awal dan harus segera
dilakukan oleh bayi adalah bernafas. Pada saat janin
semua fungsi tergantung sepenuhnya pada ibu. Setelah
tali pusat dipotong, bayi harus mandiri secara fisiologis
untuk menjaga kelangsungan hidupya. (Arfiana,
2016:13).
Rangsang yang membantu memulai pernafasan
pada bayi baru lahir adalah hipoksia pada akhir
persalinan/rangsangan fisik dari luar rahim sehingga
merangsang ousat pernafasan di otak. Serta, penekanan
pada dinding dada yang terjadi karena kompresi paru-paru
saat melewati introitus vagina ibu yang merangsang
masuknya udara kedalam paru-paru secara mekanis
(Johariyah dan Ningrum, 2012: 62).
Rangsangan suhu yang membantu bayi bernafas
adalah suhu dingin mendadak pada bayi baru lahir,
dengan perubahan suhu antara intra uterus (±36,7°C) dan
pindah ke ekstrauterus yang relatif lebih dingin dengan
suhu berkisar 23°C-27°C. Perubaha suhu mendadak
merangsang impuls sensori dikulit yang kemudian
disalurkan ke pusat respirasi, dan menyebabkan bayi
bernafas. Udara pernafasan pertama kali pada bayi baru
lahir menyebabkan keluarnya caira dalam paru-paru dan
pengembangan alveolus untuk pertama kali (Arfiana,
2016:14).
Ketika dada bayi melewati jalan lahir, cairan akan
terlepas dari paru-paru melalui hidung dan mulut bayi.
Setelah dada dilahirkan seluruhnya akan segera terjadi
rekoil toraks. Udara akan memasuki jalan nafas atas untuk
mengganti cairan yang hilang diparu-paru (Arfiana,
2016:14).
2. Sistem Sirkulasi dan Kardiovaskuler
Pada saat paru-paru mengembang, oksigen yang
masuk melalui proses inspirasi akan melebarkan
pembuluh darah paru, yang akan menurunkan tahanan
vaskuler paru-paru dan mengakibatkan terjadinya
peningkatan aliran darah paru-paru (Arfiana, 2016:14).
Ketika paru-paru mendapat pasokan darah, maka
tekanan dalam atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri
pulmonalis akan menurun. Pada saat tersebut akan terjadi
peningkatan terhadap tahanan vaskuler sistemik akibat
pengkleman tali pusat dan hilangnya sirkulasi plasenta
yang mempunyai tahanan rendah. Tekanan pada atrium
kiri akan meningkatkan tekanan pada atrium kanan atas
yang diikuti penutupan foramen ovale. Dengan
meningkatnya aliran darah paru-paru dan penurunan
tahanan normal pada bayi baru lahir rata-rata 40x/menit,
dengan jenis pernafasan diafragma, tanpa ada retraksi
dinding dada maupun pernafasan cuping hiung (Arfiana,
2016:15).
3. Sistem Termoregulasi
Bayi baru lahir belum dapat mengatur suhu tubuh
mereka, sehingga akan mengalami stress dengan adanya
perubahan-perubahan lingkungan. Pada lingkungan yang
dingin bayi akan membentuk suhu tanpa menggigil karena
merupakan usaha untuk mendapatkan kembali panas
tubuhnya. Hal ini merupakan hasil dari penggunaan lemak
coklat yang terdapat di seluruh tubuh. Untuk membakar
lemak coklat harus menggunakan glukosa agar energi yang
didapatkan dari lemak tersebut berubah menjadi panas
(Johariyah dan Ningrum, 2012; 164).
Jika seorang bayi kedinginan maka akan
mnyebebkan terjadinya hipoglikemi, hipoksia, dan asidosis.
Oleh karena itu, upaya mencegah kehilangan panas pada
bayi merupakan prioritas utama. Suhu tubuh normal pada
neonatus adalah 36,5 – 37.5C melalui pengukuran di aksila
dan rectum. Apabila suhu dibawah 36,5C maka bayi
mengalami hipotermi, yang biasanya terjadi apabila suhu
disekeliling bayi rendah dan upaya mempertahankan suhu
tubuh tidak dilakukan secara tepat terutama pada masa
stabilisasi (6 – 12 jam peratama setelah lahir) (Marmi dan
Rahardjo, 2015: 25).
4. Sistem Ginjal
Komponen struktur ginjal pada bayi baru lahir sudah
terbentuk, tetapi masih terjadi defisiensi fungsional
kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasi urine, cairan
elektrolit dan mengatasi keadaan stress ginjal. Pada akhir
minggu pertama volume urine total dalam 24 jam kuranng
lebih 200-300 ml. Pengosongan kandung kemih secara
volunteer volumenya mencapai 15 ml, sehingga dapat
menyebabkan bayi berkemih 20 kali perhari. Kencing
pertama harus sudah terjadi dalam 24 jam pertama dengan
karakteristik urin tak berbau serta berat jenis ±1020 (Arfiana,
2016: 16).
5. Sistem Gastrointestinal
Bila dibandingkan dengan ukuran tubuh, saluran
pencernaan pada neonatus relatif lebih berat dan panjang
dibandingkan orang dewasa. Pada masa neonatus, traktus
digestivus mengandung zat-zat yang berwarna hitam
kehijauan yang terdiri dari mukopolosakarida dan disebut
mekoneum. Pada masa neonatus saluran pencernaan
mengeluarkan tinja pada 24 jam pertama berupa mekoneum.
Frekuensi pengeluaran tinja pada neonatus nampaknya
sangat erat hubungannya dengan frekuensi pemberian makan
dan minum. (Marmi dan Rahardjo, 2015: 21)
6. Sistem Imunologi
Pada neonatus hanya terdapat IgG yang berasal dari
ibu melalui plasenta, dibentuk banyak dalam bulan ke-2
setelah bayi dilahirkan. Plasenta merupakan sawar sehingga
fetus bebas dari antigen dan strees imunologis. Apabila
terjadi infeksi infeksi pada janin yang dapat melalui plasenta
maka akan terjadi reaksi immunoglobulis dengan
pembentukan sel plasma dan antibodi IgA, IgG dan IgM. IgA
terbentuk pada kehamilan 2 bulan dan baru ditemukan segera
setelah bayi dilahirkan khususnya pada traktus respiratory.
IgM ditemukan meningkat segera seetelah bayi lahir, sesuai
dengan bakteri yang ada dalam sistem pencernaan. Sistem
kekebalan bayi baru lahir masih belum matang sehingga
menyebabkan rentan terhdapat infeksi dan alergi. Oleh
karena itu pencegahan terhadap mikroba dan deteksi dini
infeksi sangat penting (Marmi dan Rahardjo, 2015: 32).
7. Sistem Reproduksi
Anak laki-laki belum menghasilkan sperma sampai
masa pubertas, sedangkan bayi perempuan mempunyai
ovum dalam ovarium sejak lahir. Efek widrawal hormon ibu
menyebabkan pembesaran paydara, kadang disertai sekresi
cairan seperti ASI dari puting pada hari ke 3-5. Pada bayi
perempuan dapat menyebabkan terjadinya menstruasi palsu,
yaitu keluarnya darah dari vagina, yang dapat terjadi pada
hari ke-3 hingga umur 1 tahun (Arfiana, 2016:17)
8. Sistem Muskuloskeletal
Otot sudah dalam keadaan lengkap pada saat lahir
dan tumbuh melalui proses hipertrofi. Tulang-tulang panjang
belum sepenuhnya mengalami osifikasi sehingga
memungkinkan pertumbuhan tulang pada epifise. Tulang
pembungkus otak juga belum mengalami osifikasi sempurna
sehingga memungkinkan tumbuh dan mengalami molase
saat proses persalinan. Molase akan menghilang dalam
beberapa waktu setelah lahir (Arfiana, 2016:14).
9. Sistem Neurologi
Sistem neurologis bayi secara anatomik dan
fisiologis belum berkembang sempurna. Bayi baru lahir
menunjukkan gerakan-gerkan tidak terkoordinasi,
pengaturana suhu yang labil, kontrol otot yang buruk, mudah
terkejut, dan tremor pada ekstremitas. Perkembangan
neonatus terjadi cepat, sewaktu bayi tumbuh perilaku lebih
kompleks akan berkembang. Refleks bayi baru lahir
merupakan indikator penting perkembangan normal (Marmi
dan Rahardjo, 2015: 31).
II. TINJAUAN TEORI ASUHAN KEBIDANAN
A. Pengkajian
1. Identitas Bayi
a. Nama
Dikaji untuk mengenal klien dan memanggil pasien agar
tidak keliru dengan pasien lain. Bayi belum diberi nama sehingga
identitas bayi masih menggunakan nama ibunya /
penanggungjawabnya.
b. Tanggal/ jam lahir
Bayi baru lahir normal atau fisiologis adalah bayi yang lahir
dengan umur kehamilan 37 minggu-42 minggu. (Depkes RI
(2005) dalam Marmi dan Rahardjo, 2015: 5)
c. Jenis kelamin
Diperlukan untuk penilaian data pemeriksaan klinis.
2. Biodata Orang tua
Dikaji untuk mengetahui latar belakang pendidikan dan
pengetahuan ibu sehingga dapat merencanakan asuhan sesuai dengan
kondisinya (Tresnawati, 2013: 164).

B. Data Subyektif
1. Keluhan Utama
Untuk mengetahui adanya keluhan yang dirasakan saat datang
(Tresnawati, 2013: 164).
2. Riwayat Kesehatan Ibu dan Keluarga
Untuk mengetahui penyakit yang diderita saat ini, yang pernah
diderita, mengetahui ada tidaknya penyakit menular, menahun dan
menurun serta ada tidaknya keluarga yang menderita penyakit
menular, menahun dan menurun (Tresnawati, 2013: 164-5).
3. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Mengetahui bagaimana keadaan saat prenatal, natal dan postnatal
(Tresnawati, 2013: 165).
4. Status Perkawinan Orang Tua
Bayi baru lahir dalam status perkawinan (sah/tidak sah). Orang
tua menikah (berapa kali), lama perkawinan, usia ibu saat menikah,
usia ayah saat menikah. Ditanyakan untuk mengetahui kemungkinan
pengaruh status perkawinan terhadap masalah kesehatan bayi. Apakah
bayi dilahirkan dalam status perkawinan yang sah ataukah bayi yang
tidak diharapkan karena lahir di luar nikah. (Manuaba, 2007: 63)
5. Aktivitas sehari-hari
a) Pola nutrisi
Nutrisi awal bayi sangat penting untuk mencegah
hipoglikemi dan dengan menstimulasi pengeluaran feses,
mencegah ikterus. Bayi kemungkinan akan lapar setiap 2-4 jam
sepanjang hari. Bayi perlu di beri ASI setiap 3-4 jam untuk
peningkatan berat badan bayi baru lahir (Varney 2008: 893 &
897).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Zaenab, dkk (2016),
bahwa pemberian ASI esklusif berpengaruh terhadap
pertumbuhan bayi. ASI ekslusif sebaiknya tetap diberikan pada
bayi sejak lahir sampai usia 6 bulan karena bayi akan tumbuh
lebih sehat dan cerdas.Petugas kesehatan hendaknya
mempromosikan pemberian ASI eksklusif pada ibu hamil dan
inisiasi menyusui dini (IMD) pada ibu melahirkan agar ibu
termotivasi memberikan ASI eksklusif secara dini.
b) Pola Eliminasi
Dalam 24 jam pertama bayi dapat BAK dengan volume 20-
30 ml/hari dan dalam 24 jam pertama dapat mengeluarkan
mekonium (Marmi dan Rahardjo, 2015; h.69).
c) Pola istirahat dan tidur
Sejak bayi dilahirkan, bayi langsung tidur dan sekalipun
terbangun jika menetek, BAB, atau BAK (Ambarwati, 2008: 36).
d) Personal hygiene
Verniks atau zat lemak putih yang melekat di tubuh bayi
sebaiknya tidak dibersihkan karena membuat nyaman kulit bayi
dan untuk merangsang IMD (Ambarwati, 2008: 37).

C. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan umum
Keadaan Umum
Bayi menangis atau bernafas, tidak mengap – mengap. Tonus otot
bayi baik atau bayi bergerak aktif. (JNPK – KR, 2014: 116).
Gerakan aktif, eksteremitas biasanya dalam keadaan fleksi. Kulit
kemerahan – merahan (Marmi dan Rahardjo, 2015: 8; 28)
Kesadaran
Penilaian kesadaran secara kualitatif antara lain
1) Composmentis yaitu pasien sadar sepenuhnya dan
memberikan respon yang adekuat dari stimulus yang
diberikan.
2) Apatis yaitu pasien dalam keadaan sadar tapi acuh tak acuh
terhadap keadaan lingkungannya, memberikan respon yang
adekuat bila diberi respon stimulus.
3) Somnolen yaitu tingkat kesadaran lebih rendah dari apatis,
pasien agak mengantuk dan selalu ingin tidur; Ia tidak
memberikan respon terhadap stimulus ringan, tetapi masih
memberi respon terhadap stimulus yang agak berat lalu akan
tidur lagi.
4) Sopor yaitu pasien tidak memberi respon ringan maupun
sedang, tetapi masih memberikan sedikit respon terhadap
stimulus yang kuat, reflek pupil masih positif.
5) Koma yaitu pasien tidak dapat bereaksi terhadap stimulus
apapun, reflek pupil terhadap cahaya tidak ada, merupakan
tingkat kesadaran yang paling rendah.
6) Delirium yaitu keadaan kesadaran yang menurun dan kacau,
biasanya disertai disorientasi, iritatid, dan salah persepsi
terhadap rangsangan sensorik hingga terjadi halusinasi
(Muslihatun, 2010: 32).
Vital Sign
1) Nadi
Pemeriksaan nadi seharusnya dilakukan dalam keadaan
tidur atau istirahat.Pemeriksaan nadi dapat disertai dengan
pemeriksaan denyut jantung untuk mengetahui adanya
pulsus deficit yaitu denyut jantung yang tidak cukup kuat
untuk menimbulkan denyut nadi sehingga denyut jantung
lebih tinggi dari denyut nadi (Hidayat, 2006: 162). Frekuensi
jantung bayi baru lahir 120 – 160 kali / menit (Marmi dan
Rahardjo, 2015: 8).
2) Suhu
Pemeriksaan ini dapat dilakukan melalui oral, rectal, dan
axilla digunakan untuk menilai keseimbangan suhu tubuh
serta membantui menentukan diagnosis dini suatu penyakit
(Hidayat, 2006: 167). Normalnya 36,5oC sampai 37,5oC
(Marmi dan Rahardjo, 2015: 25)
3) Pernafasan
Pernafasan bayi baru lahir kurang lebih 40 – 60 kali / menit
(Marmi dan Rahardjo, 2015: 8)
b. Antropometri
1) Berat badan
Berat badan bayi baru lahir 2500 – 4000 gram (Marmi
dan Rahardjo, 2015: 8)
1) Panjang Badan
Panjang badan pada bayi baru lahir 48 – 52 cm (Marmi dan
Rahardjo, 2015: 8)
2) Lingkar Dada
Lingkar dada pada bayi baru lahir 30 – 38 cm (Marmi dan
Rahardjo, 2015: 8).
3) Lingkar Kepala
Lingkar kepala pada bayi baru lahir 33 – 35 cm (Marmi dan
Rahardjo, 2015: 8).
4) Lingkar Lengan

Lingkar lengan pada bayi abru lahir normal yaitu 11 – 12


cm (Marmi dan Rahardjo, 2015: 8).
2. Status Present
a. Kepala
Ubun – ubun berdenyut karena berlahan – berlahan tulang
tengkorak belum menyatu dan mengeras dengan sempurna
(Marmi dan Rahardjo, 2015: 56).
b. Muka
Wajah harus tampak simetris (Marmi dan Rahardjo, 2015: 56).
c. Mata
Jumlah ada 2, posisi atau letak mata simetris. Pupil harus tampak
bulat, tidak ada trauma (Marmi dan Rahardjo, 2015: 56 – 7).
d. Hidung
Tidak ada secret yang mokopurulen yang terkadang berdarah.
Tidak ada pernafasan cuping hidung (Marmi dan Rahardjo, 2015:
57).
e. Mulut
Simetris, mukosa mulut basah, palatum, bercak putih pada gusi,
reflek menghisap baik (Muslihatun, 2010: 33).
f. Telinga
Jumlah, bentuk, posisi, kesimetrisan letak dihubungkan dengan
mata dan kepala serta adanya gangguan pendengaran
(Muslihatun, 2010: 33)
g. Leher
Tidak ada pembengkakan, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
dan vena jugularis (Marmi dan Rahardjo, 2015: 57 – 58)
h. Dada
Bentuk dan kelainan bentuk dada, puting susu, gangguan
pernafasan, auskultasi, bunyi jantung dan pernafasan
(Muslihatun, 2010: 33)
i. Pulmo/cor
Pernapasan BBL normal 30-60 kali permenit, tanpa retraksi dada
dan tanpa suara merintih pada fase ekspirasi. (Muslihatun, 20010:
31)
j. Abdomen
Abdomen harus tampak bulat dan bergerak secara bersamaaan
dengan gerakan dada saat bernapas. Tidak ada pembengkakan.
(Marmi dan Rahardjo, 2015: 58). Menurut Neinik dan Suharni
(2014) ada hubungan yang signifikan antara perawatan tali pusat
pada bayi baru lahir dengan lama lepasnya tali pusat.
Sedangkan menurut Eprila, dkk (2013) melakukan perawatan tali
pusat sebaiknya menggunakan kassa steril tanpa diberi anti septik
baik alkohol ataupun povidon iodine 10%
k. Genitalia
Pada bayi laki – laki panjang penis 3 – 4 cm dan lebar 1 – 2, 3 cm.
Periksa posisi lubang uretra skrotum harus di palpasi untuk
memastikan jumlah testis ada dua.Pada bayi perempuan cukup
bulan labia mayora menutupi labia minora. Lubang uretra
terpisah dengan lubang vagina (Marmi dan Rahardjo, 2015: 59)
l. Punggung
Tidak ada tanda-tanda abnormalitas seperti spina bifida,
pembengkakan, lesung atau bercak kecil berambut yang dapat
menunjukkan adanya abnormalitas medulla spinalis atau
kolumna vertebra. (Muslihatun, 2010: 34)
m. Anus
Periksa adanya kelainan atresia ani, kaji posisinya. Mekonium
secara umum keluar pada 24 jam pertama, jika sampai 48 jam
pertama belum keluar kemungkinan adanya mekonium plug
syndrome, megakolon atau obstruksi saluran pencernaan (Marmi
dan Rahardjo, 2015: 59).
n. Ekstremitas atas/bawah
Aktifitas atau gerakan aktif, eksterimatas dalam keadaan fleksi.
(Marmi dan Rahardjo, 2015: 68)
o. Kulit
Kulit perhatikan adanya ruam dan bercak – bercak atau tanda
lahir, tidak ada pembengkakan, adanya vernik kaseosa (Marmi
dan Rahardjo, 2015: 60).
1) Reflek

a. Rooting reflek: bayi menoleh ke arah benda yang


menyentuh pipi. Dapat dinilai dengan mengusap pipi bayi
dengan lembut, bayi akan menolehkan kepalanya ke arah
jari kita dan membuka mulutnya. (Walyani, 2012: 53)
b. Sucking reflek: refleks ini dinilai dengan memberi
tekanan pada mulut bayi di langit bagian dalam gusi atas
yang akan menimbulkan isapan yang kuat dan cepat
(Walyani, 2012: 53)
c. Swallowing reflek: relek ini dapat dilihat dari cara bayi
menelan saat diberikan ASI.
d. Moro reflek: reflek ini ditunjukkan dengan timbulnya
pergerakan tangan yang simetris apabila kepala tiba-tiba
digerakkan atau dikejutkan dengan cara bertepuk tangan.
(Walyani, 2012: 53)
e. Tonic neck reflek : ekstremitas pada satu sisi ketika
ditolehkan akan ekstensi, dan ekstremitas yang
berlawanan akan fleksi bila kepala bayi ditolehkan ke satu
sisi saat istirahat (Walyani, 2012: 56)
f. Babinski reflek: pemeriksaan refleks ini dengan
memberikan goresan telapak kaki dimulai dari tumit. Bayi
akan menunjukkan respons berupa semua jari kaki
hiperekstensi dengan ibu jari dorsofleksi (Walyani, 2012:
54)
g. Grasp reflek: reflek ini dinilai dengan meletakkan jari
telunjuk pemeriksaan pada telapak tangan bayi, tekanan
dengan perlahan, normalnya bayi akan menggenggam
dengan kuat. Jika telapak tangan bayi ditekan, bayi akan
mengepalkan tinjunya. (Walyani, 2012: 54)

D. ANALISA
Diagnose Kebidanan
Data yang telah dikumpulkan pada tahap pengkajian kemudian dianalisa
dan diinterpretasikan untuk dapat menentukan diagnosa dan masalah
pada bayi.
1. Diagnosa Kebidanan
Bayi/balita.. umur… bulan, keterangan normal atau dengan…
Data yang telah didapat kemudian dianalisis sesuai data dasar yang
telah didapat dari hasil pengkajian dan hasil pemeriksaan yang telah
dilakukan. Hal ini perlu dikaji sebagai dasar untuk membuat
keputusan klinik yang tepat (Depkes RI, 2008: 8)
a. Data dasar:
Data Subjektif: informasi yang diceritakan oleh pasien tentang
apa yang dirasakannya, apa yang sedang dialaminya. Selain itu
juga meliputi informasi tambahan yang diceritakan oleh anggota
keluarga tentang status bayi/balita.
b. Data Objektif: data dasar yang didapat dari
pemeriksaan/pengamatan (fisik atau penunjang)
2. Diagnosa Masalah
Dikaji guna menganalisa apakah bayi/balita mengalami masalah
yang memerlukan penangan maka dituliskan sebagai masalah.
Diagnosa masalah harus disertai dengan data dasar. (Depkes RI,
2008:9)
3. Diagnosa Potensial
Digunakan untuk menetukan diagnosa dan masalah potensial yang
mungkin terjadi dari diagnosa atau masalah yang telah ditentukan.
Selain itu juga menentukan tindakan untuk mengantisipasi terjadinya
masalah atau mencegah jika memungkinkan.
4. Kebutuhan akan Tindakan Segera, Konsultasi, dan Kolaborasi.
Untuk menentukan tindakan apa yang harus segera dilakukan sesuai
kondisi bayi/balita, kebutuhan konsultasi dngan profesional lain jika
diperlukan.

E. Pelaksanaan
1. Pemberian ASI dengan IMD
Rasionalisasi : melakukan IMD dapat membantu kontraksi uterus dan
menurunkan risiko perdarahan pascapersalinan, merangsang
pengeluaran kolostrum dan meningkatkan produksi ASI, membantu
mengatasi stress sehingga ibu merasa lebih tenang dan tidak nyeri pada
saat plasenta lahir, mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi pada
bayi dengan kekebalan pasif, meningkatkan jalinan kasih sayang ibu
dengan bayi, dan mencegah kehilangan panas pada bayi.(JNPK-KR,
2014; h.131-132). Menurut jurnal penelitian yang dilakukan oleh Vetty
Pricilla (2011) bayi yang dilakukan IMD akan delapan kali lebih
berhasil dalam menyusu eksklusif. Dan juga bayi akan memiliki daya
hisap yang kuat dan lama menyusuinya serta memperbanyak produksi
ASI ibu.
2. Mencegah kehilangan panas pada tubuh bayi dengan cara
mengeringkan tubuh bayi tanpa menghilangkan verniks, meletakkan
bayi pada dada ibu agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi, dan
menyelimuti ibu dan bayi serta memasang topi di kepala bayi. (JNPK-
KR, 2014 : h.127)
Rasionalisasi : mekanisme pengaturan temperatur tubuh pada BBL
belum berfungsi sempurna. Oleh karena itu, jika tidak segera dilakukan
upaya pencegahan kehilangan panas tubuh maka BBL dapat mengalami
hipotermia (JNPK-KR, 2014; h. 127)
3. Menganjurkan untuk selalu melakukan perawatan tali pusat dengan
cara menutup dengan kasa steril dan tidak memberikan betadin/alkohol
Rasionalisasi : menurut penelitian yang dilakukan Eprila, dkk (2013)
yang menunjukkan bahwa perawatan tali pusat menggunakan kassa
steril membuat tali pusat lebih cepat kering dan lepas dibandingkan
perawatan dengan providin iodin. Berdasarkan penelitian oleh Dian
Puspita Rani (2018) diperoleh hasil bahwa perawatan tali pusat dengan
terbuka memiliki waktu pelepasan yang lebih cepat dibandingkan
perawatan tali pusat dengan di tutup kasa steril.
4. Memberikan Vitamin K
Rasionalisasi :Bayi baru lahir normal dan cukup bulan perlu diberi
vitamin K untuk mencegah terjadinya perdarahan karena defisiensi
vitamin K. Vitamin K diberikan peroral 1 mg/hari selama 3 hari.
Sedangkan bayi beresiko tinggi diberi vitamin K parenteral dengan
dosis 0,5-1 mg secara intramuscular (JNPK-KR, 2014; h. 139)
5. Memberikan Obat Tetes/ Salep Mata
Rasionalisai: Setiap bayi baru lahir perlu diberi tetes / salep mata
sesudah kelahiran. Pemberian obat mata eritromicin 0,5 mg atau
tetrasiklin 1%, di anjurkan untuk pencegahan penyakit mata karena
kehamilan (JNPK-KR, 2014; h. 139)
6. Memberikan imunisasi HB 0 secara IM di sepertiga paha kanan atas
bagian luar.
Rasionalisasi : untuk mencegah infeksi hepatitis B terhadap bayi 1 jam
setelah pemberian Vitamin K1. (JNPK-KR, 2014; h.140)
7. Memandikan bayi 6 jam setelah lahir, sebelumnya memastikan bahwa
suhu bayi stabil. Ruang mandinya hangat dan tidak ada tiupan angin.
Memandikan bayi dengan cepat dan dengan air hangat, dan segera
mengeringkannya dengan handuk bersih dan kering. (JNPK-KR, 2014
;h 129)
Rasionalisasi : Karena BBL cepat dan mudah kehilangan panas
tubuhnya (terutama jika tidak berpakaian), memandikan bayi dalam
beberapa jam pertama setelah lahir dapat menyebabkan hipotermia
yang sangat membahayakan kesehatan bayi baru lahir (JNPK, 2014;
h.129). Mekanisme kehilangan panas pada bayi secara konduksi yaitu
tubuh bayi langsung kontak dengan sekitar, konveksi yaitu kehilangan
panas pada bayi dengan udara sekitar, radiasi yaitu kehilangan panas
karena panas dipancarkan langsung dari bayi baru lahir keluar tubuhnya
kelingkungan yang lebih dingin dan evaporasi yaitu kehilangan panas
pada bayi melalui proses penguapan dan kelembapan udara
(Marmi,2015;h.26-27)
8. Memberikan ibu pendidikan kesehatan tentang pemberian ASI.
Menyusui bayi setiap 2-3 jam bergantian dari payudara kiri dan kanan.
Seorang bayi akan menyusu sesuai dengan permintaannya dan dapat
menyusu sebanyak 12-15 kali dalam 24 jam. (Marmi,2015; h. 73).
Dalam ASI juga mengandung bahan yang diperlukan bayi diantaranya
energy, laktosa, lemak, protein, mineral, dan immunoglobulin, mudah
dicerna, memberikan perlindungan untuk infeksi, selalu segar, bersih,
siap untuk minum dan hemat biaya.(Marmi, 2015;h 380 )
Rasionalisasi: Pada periode usia 0-6 bulan, kebutuhan gizi bayi baik
kualitas maupun kuantitas terpenuhinya dari ASI saja, tanpa harus
diberikan makanan ataupun minuman lainnya. Pemberian makanan lain
akan mengganggu produksi ASI dan mengurangi kemampuan bayi
untuk menghisap (Marmi, 2015; h.73)
9. Menjelaskan kepada ibu tentang perawatan bayi di rumah yaitu
sebaiknya tempatkan bayi di lingkungan yang hangat, dan untuk lebih
amannya bayi ditempatkan pada tempat tidur yang samadengan ibunya.
Jangan membedong atau memakaikan gurita pada bayi bayi terlalu
ketat. (JNPK-KR, 2014; h.143)
Rasionalisasi : Di dekatkan ibu bertujuan agar bayi tetap hangat lalu
dapat pula mendorong ibu untuk menyusui bayinya dan mencegah
paparan infeksi pada bayi, sedangkan pemakaian bedong atau gurita
terlalu ketat dapat membatasi gerakan sehingga aktivitas otot
berkurang, kemudian dapat menekan lambung sehingga dapat
menyebabkan muntah serta membatasi pernapasan. (JNPK-KR, 2014;
h.143)
10. Memberikan konseling kepada ibu tentang menjaga kebersihan kulit
bayi yaitu dengan memandikan bayi, jika ibu masih ragu untuk
memandikan bayi di bak mandi karena tali pusat belum puput, maka
bisa memandikan bayi dengan menggunakan waslap saja. Yang penting
siapkan air hangat – hangat kuku dan tempatkan bayi di ruangan yang
tidak berangin. Lap wajah terutama area mata dan sekujur tubuh
dengan lembut. Jika mau menggunakan sabun sebaiknya pilih sabun
yang 2 in 1 , bisa untuk keramas sekaligus sabun mandi. Keringkan bayi
dengan cara membungkusnya dengan handuk kering. Bersihkan tali
pusat dengan menggunakan kapas atau kasa alkohol setelah itu lilit tali
pusat dengan kainkasa steril .jika tali pusat bayi sudah puput bersihkan
liang pusar dengan cotton bud yang telah di beri minyak telon atau
minyak kayu putih .Usapkan minyak telon atau minyak kayu putih di
dada dan perut bayi sambil dipijat lembut. Pakaikan baju ukuran bayi
baru lahir yang berbahan katun agar mudah menyerap keringat (Marmi,
2015;h.82-83).
Rasionalisasi : Perawatan tali pusat mengindarkan dari iritasi dan
menjaga kebersihan kulit dan meberikan bedak pada lipatan paha dan
tangan agar terhindar dari iritasi. (Marmi, 2015; h.83).
11. Memberikan konseling tentang tanda-tanda bahaya pada bayi baru
lahir seperti :
1) Pernafasan sulit atau lebih dari 60 kali permenit
2) Kehangatan terlalu panas (> 38ºC atau terlalu dingin <36ºC)
3) Pemberian makan, hisapan lemah, mengantuk berlebihan, dan
banyak muntah
4) Tali pusat berwarna merah, bengkak, keluar cairan (nanah), bau
busuk, pernafasan sulit.
(Marmi, 2015; h.85)
Rasionalisasi : tanda bahaya pada bayi baru lahir harus diwaspadai,
dideteksi lebih dini untuk segera dilakukan penanganan agar tidak
mengancam jiwa.(Muslihatun, 2010; h.46)
DAFTAR PUSTAKA

Arfiana, Arum Lusiana. 2016. Asuhan Neonatus Bayi Balita dan Anak Pra Sekolah.
Yogyakarta: Transmedika

Ambarwati, R.E, Wulandari, D. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Jogjakarta: Mitra


Cendikia Press.

Departemen Kesehatan RI. 2008. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : Depkes RI

Depkes RI (2008). Asuhan Persalinan Normal, JNPK-KR, Jakarta.


Dian Puspita Reni, dkk 2018. Perbedaan Perawatan Tali Pusat Terbuka Dan Kasa
Kering Dengan Lama Pelepasan Tali Pusat Pada Bayi Baru Lahir : Jurnal
Ilmiah Kesehatan dan Aplikasinya Vol 6 No 2

Eprila, Hasbiyah Muhayan dan Dian Lestari.2013. Lama lepas tali pusat
berdasarkan metode perawatan pada tali pusat bayi baru lahir : Jurnal
Politeknik Kesehatan Palembang

Hartatik D, Enny Y. Pengaruh Umur Kehamilan Pada Bayi Baru Lahir Dengan
Kejadian Asfiksia Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Surakarta: Gaster
Vol. 1 No.1. Edisi Februari; 2013.

Indrayani dan Djami M.E.U. 2013. Persalinan dan bayi baru lahir. Jakarta: Trans
Info Media.

Johariyah dan Ningrum E.W. 2012. Buku ajar asuhan kebidanan persalinan dan
bayi baru lahir. Jakarta: Trans Info Media.

Mardeyanti, Djulaeha Eka, Fatimah. Ketepatan taksiran berat badan janin


dibandingkan dengan berat badan bayi baru lahir. Bekasi : Jurnal Ilmu dan
Teknologi Ilmu Kesehatan Jilid 1 Nomor 1; 2013.

Marmi dan Rahardjo. 2015. Asuhan Neonatus, Bayi,Balita, dan Anak


Prasekolah.Yogyakarta:Pustaka Pelajar
Muslihatun, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta:
Fitramaya.

Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.


Jakarta : Yayasan Bidan Pustaka EGC
Tresnawati, F. 2012. Asuhan kebidanan panduan lengkap menjadi bidan
profesional jilid 1. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Tresnawati, F. 2013. Asuhan kebidanan panduan lengkap menjadi bidan


profesional jilid 1. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Varney, Helen. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC

Vetty Pricilla dan Elmatris sy. 2011. Hubungan pelaksanaan menyusui dini dengan
pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja puskesmas Tanah Garam:Jurnal
Kesehatan Masyarakat.Vol 6,No 1

Anda mungkin juga menyukai