Anda di halaman 1dari 30

BAB I

Laporan kasus

A. Identitas

Nama : Ny. R

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 54tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Status : Menikah

Alamat : Selomerto

Masuk rumah sakit : 11 Juni 2016

No RM : 666348

B. Anamesis

a. Keluhan utama : anggota gerak sebelah kanan terasa lemah

b. Riwayat penyakit sekarang :

Pasien perempuan 54 tahun datang ke IGD RSUD Setjonegoro wonosobo

pukul 09.15, pasien mengeluh badan terasa lemah dan sulit di gerakkan mendadak

2 hari sebelum masuk rumah sakit. Kelemahan dirasakan pada anggota tubuh

sebelah kanan. Kelemahan ini dirasakan terus menerus dan menetap. Pasien juga

bicaranya pelo. Pasien menyangkal adanya nyeri kepala, mual maupun muntah.

Pasien mengaku dapat BAB dan BAK tidak ada keluhan.

c. Riwayat Penyakit Dahulu :

 Riwayat hipertensi (+) pasien tidak rutin kontrol

 Riwayat DM (-)

 Riwayat stroke (-)

 Riwayat mondok (-)

 Riwayat sakit jantung (-)


d. Riwayat Penyakit Keluarga:

Pasien mengaku tidak ada keluarga yang mengalami hal yang seupa dengan
pasien. Riwayat hipertensi, DM, stroke dan sakit jantung pada keluarga disangkal
oleh pasien.
e. Anamnesis sistem :
Sistem serebrospinal : Pasien keadaan sadar (compos mentis).
Sistem kardiovaskular : Dalam Batas Normal
Sistem respiratori : Dalam Batas Normal
Sistem gastrointestinal : Dalam Batas Normal
Sistem urogenital : Dalam Batas Normal
Sistem intergumentum : Dalam Batas Normal
Sistem musculoskeletal : Tidak nyeri kepala, tidak ada edem, deformitas dan
Fraktur Kelemahan tubuh bagian kanan

C. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : compos mentis, GCS E4V5M6 = 15
a. Vital Sign
 TD : 210 /100 mmHg
 Nadi : 86x/ menit
 RR : 20x/ menit
 Suhu : 36,5OC

b. Status Generalis

1. Kulit : Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis,


turgor kulit cukup, capilary refill kurang dari 2 detik dan teraba hangat.
2. Kepala : Normosefali, rambut beruban distribusi merata
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
3mm/3mm
 Hidung : Deformitas (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), deviasi septum
(-), sekret (-/-)
 Telinga : nyeri tekan (-/-), sekret (-/-)
 Mulut : Sudur bibir kanan turun, kering (-), sianosis (-), lidah sedikit
mencong ke kanan
 Tenggorokan : arkus faring simetris, hiperemis (-); uvula di tengah

3. Pemeriksaan Leher
Inspeksi :Tidak terdapat tanda trauma maupun massa
Palpasi :Tidak terdapat pembesaran KGB maupun kelenjar tiroid, tidak
terdapat deviasi trakea

4. Pemeriksaan Toraks
c. Jantung
a) Inspeksi : Tidak tampak iktus kordis
b) Palpasi : Iktus kordis teraba kuat ± 2cm di bawah papilla mamae
sinistra
c) Perkusi :
Batas atas kiri : ICS II garis parasternal sinsitra dengan bunyi redup
Batas atas kanan : ICS II garis parasternal dekstra dengan bunyi redup
Batas bawah kiri :ICS V ± 1cm medial garis midklavikula sinistra
dengan bunyi redup
Batas bawah kanan : ICS IV garis parasternal dekstra dengan bunyi redup
d) Auskultasi: Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)

d. Paru
a) Inspeksi : Dinding toraks simetris , retraksi (-)
b) Palpasi : Simetris, vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri
c) Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
d) Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
e. Pemeriksaan Abdomen
a) Inspeksi : Perut datar, massa (-), pulsasi abnormal (-)
b) Auskultasi: Bising usus (+) normal
c) Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
d) Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
f. Pemeriksaan Ekstremitas
 Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan sianosis (-/-)
 Akral hangat (+/+), odem (-/-) ekstremitas atas dan ekstremitas bawah
dextra

D. Status Neurologis
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4 V5 M6
Gerakan abnormal: Tidak ada

a. Rangsangan Meningeal
1. Kaku kuduk : - (tidak ditemukan tahanan pada tengkuk)
2. Brudzinski I : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
3. Brudzinski II : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
4. Kernig : -/- (tidak terdapat tahanan sblm mencapai 135º/tidak
terdapat tahanan sblm mencapai 135º)
5. Laseque : -/- (tidak timbul tahanan sebelum mencapai 70o/tidak
timbul tahanan sebelum mencapai 70o)

b. Nervus Kranialis
1. N-I (Olfaktorius) : Tidak ada gangguan penciuman
2. N-II (Optikus)
a. Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Warna : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan
d. Lapang pandang : Tidak dilakukan pemeriksaan
3. N-III, IV, VI (Okulomotorius, Trochlearis, Abducens)
a. Gerakan bola mata : atas (+/+), bawah (+/+), lateral (+/+), medial (+/
+), atas lateral (+/+), atas medial (+/+), bawah lateral (+/+), bawah medial
(+/+)
b. Ptosis :- /-
c. Pupil : Isokor, bulat, 3mm / 3mm
e. Refleks Pupil
 langsung :+/+
 tidak langsung :+/+
4. N-V (Trigeminus)
a. Sensorik
 N-V1 (ophtalmicus) : +
 N-V2 (maksilaris) : +
 N-V3 (mandibularis) : +
(pasien dapat menunjukkan tempat rangsang raba)
b. Motorik : +
Pasien dapat merapatkan gigi dan membuka mulut
c. Refleks kornea : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
5. N-VII (Fasialis)
a. Sensorik (indra pengecap) : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
b. Motorik
 Angkat alis : + / +, terlihat simetris kanan dan kiri
 Menggembungkan pipi : kanan (baik), kiri (baik)
 Menyeringai` : kanan (lemah minimal), kiri (baik)
 Gerakan involunter : -/-
6. N. VIII (Vestibulocochlearis)
a. Keseimbangan
 Nistagmus : Tidak ditemukan
 Tes Romberg : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
b. Pendengaran
 Tes Rinne : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
 Tes Schwabach : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
 Tes Weber : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.

7. N-IX, X (Glosofaringeus, Vagus)


a. Refleks menelan : +
b. Refleks batuk : +
c. Perasat lidah (1/3 anterior) : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
d. Refleks muntah : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
e. Posisi uvula : Normal; Deviasi ( - )
f. Posisi arkus faring : Simetris
8. N-XI (Akesorius)
a. Kekuatan M. Sternokleidomastoideus : + /+
b. Kekuatan M. Trapezius : + /+
9. N-XII (Hipoglosus)
a. Tremor lidah :-
b. Atrofi lidah :-
c. Ujung lidah saat istirahat :-
d. Ujung lidah saat dijulurkan : Deviasi ke kanan
e. Fasikulasi :-

c. Pemeriksaan Motorik
1. Refleks
a. Refleks Fisiologis
 Biceps : N/N
 Triceps : N/N
 Achiles : N/N
 Patella : N/ N

b. Refleks Patologis
 Babinski : -/-
 Oppenheim : -/-
 Chaddock : -/-
 Gordon : -/-
 Scaeffer : -/-
 Hoffman-Trommer : -/-

2. Kekuatan Otot
333 555
Ekstremitas Superior Dextra Ekstremitas Superior Sinistra
333 555
Ekstremitas Inferior Dextra Ekstremitas Inferior Sinistra

Keterangan
0 = Otot sama sekali tidak mampu bergerak, tampak berkontraksi,
bilalengan/ tungaki dilepaskan, akan jatuh 100% pasif.
1 = Tampak kontraksi atau ada sedikit gerakan dan ada tahanan
sewaktujatuh.
2 = Mampu menahan tegak yang berarti mampu menahan gaya
gravitasi(saja), tapi dengan sentuhan akan jatuh.
3 = Mampu menahan tegak walaupun sedikit didorong tetapi tidak
mampumelawan tekan/ dorongan dari pemeriksa.
4 = Kekuatan kurang dibandingkan sisi lain.
5 = Kekuatan utuh.

3. Tonus Otot : Dalam Batas Normal

d. Sistem Koordinasi
1. Romberg Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
2. Tandem Walking : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
3. Finger to Finger Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
4. Finger to Nose Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

e. Fungsi Kortikal
1. Konsentrasi : Dalam Batas Normal
2. Disorientasi : Dalam Batas Normal
3. Kecerdasan : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
4. Bahasa : Disartria
5. Memori : Tidak ditemukan gangguan memori
6. Agnosia : Pasien dapat mengenal objek dengan baik

E. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium darah tanggal 11 juni 2016
Pemeriksaan 11/06/20 Nilai Pemeriksaa 11/06/2 Nilai
16 Rujukan n 016 Rujuka
n
Haemoglobin 14,1 11,7-15,5 Kimia Klinik
(g/dL)
Leukosit 11,2 3,6-11,0 Gula darah 224 70-150
(10^3/uL) sewaktu
DIFF COUNT Ureum 14,6 <50
mg/dL
Eosinofil % 1,10 2-4 Kreatinin 0,48 0,4-0,9
mg/dL
Basofil % 0,60 0-1 Cholesterol 222 <220
F. Resu
total mg/dL
Netrofil % 64,30 50-70 Trigliserid 119 70-140 me
mg/dL
Limfosit % 25,50 25-40 SGOT U/L 86,3 0-35
Monosit % 7,50 2-8 SGPT U/L 74,6 0-35
Hematokrit % 44 35-47
Eritrosit 6,1 3,8-5,2
(10^6/uL)
Trombosit 280 150-400
(10^3/uL)
MCV (fl) 72 80-100
MCH (pg) 23 26-34
MCHC (g/dL) 32 32-36

Seorang Pasien perempuan 54 tahun datang ke IGD RSUD Setjonegoro

wonosobo pukul 09.15, pasien mengeluh badan terasa lemah dan sulit di gerakkan

mendadak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Kelemahan dirasakan pada anggota

tubuh sebelah kanan. Kelemahan ini dirasakan terus menerus dan menetap. Pasien

juga bicaranya pelo. Pasien memiliki riwayat hipertensi, TD 210/100 pasien tidak

rajin kontrol dan minum obat. Dari pemeriksaan status neurologis ditemukan

adanya hemiparesis N.VII dan N.XII ke arah dekstra. Kelemahan pada

ekstremitas dekstra . Pada hasil laborat di temukan GDS : 224 dan kolesterol

total :222.

G. Diagnosis dan Diagnosis Banding


Diagnosis klinis : Hemiplegi dekstra, disartria
Diagnosis tropis : Suspek lesi pada hemisferium cerebri sinistra
Diagnosis etiologi : Stroke non hemoragik, hipertensi
Diagnosis banding  Stroke hemoragik

H. TERAPI
 Bed rest
 IVFD RL 20 tpm
 Inj. Citicholin 3x500mg
 Inj. Cefadroxil 2x1gr
 Inj. Ranitidine 2x1 amp
 Inj. Mecobalamin 2x1
 Clopidogrel 1x1 tab
 Aspilet 1x1 tab
 Nimotop 3x1 tab
 Simvastatin 10 Mg 0-0-1
 Insulin 1-0-0
 Fisioterapi
 Ahli Gizi

I. FOLLOW UP
Tgl. S O A P
11- 06- kelemahan TD 210/100 mmHg SNH  Bed rest
2016 ekstremitas kanan N 89x/menit  IVFD RL 20 tpm
 Inj. Citicholin
(+) ,Pusing(+) , R 20
3x500mg
Bicara pelo, T 36,7  Inj. Cefadroxil
Mual(-) GCS E4V5M6 2x1gr
Pupil bulat isokor  Inj. Ranitidine 2x1
3 5 amp
 Inj. Mecobalamin
3 5
3mm/3mm 2x1
 Clopidogrel 1x1
Thx : DBN
Abd : supel, BU (+) tab
kembung (-)  Aspilet 1x1 tab
Kaku kuduk (-)  Nimotop 3x1 tab
 Simvastatin 10 Mg
Meningeal (-)
0-0-1
Refleks patologis
 Insulin 1-0-0
(- / -)  Fisioterapi
Eks : kekuatan  Ahli Gizi

N VII sudut bibir


kanan menurun
NXII lidah menjulur
deviasi ke kanan
12-06- kelemahan TD 150/900 mmHg SNH  Bed rest
2016 ekstremitas kanan N 80x/menit  IVFD RL 20 tpm
 Inj. Citicholin
(+) ,Pusing(-) , R 20
3x500mg
Bicara pelo, T 36,7  Inj. Cefadroxil
Mual(-) GCS E4V5M6 2x1gr
Pupil bulat isokor  Inj. Ranitidine 2x1
3mm/3mm amp
 Inj. Mecobalamin
Thx : DBN
Abd : supel, BU (+) 2x1
kembung (-)  Clopidogrel 1x1
Kaku kuduk (-)
tab
Meningeal (-)  Aspilet 1x1 tab
Refleks patologis  Nimotop 3x1 tab
 Simvastatin 10 Mg
(- / -)
Eks : kekuatan 0-0-1
 Insulin 1-0-0
 Fisioterapi
 Ahli Gizi

N VII sudut bibir


kanan menurun
NXII lidah menjulur
deviasi ke kanan

3 5
3 5
13- 06 kelemahan TD 160/90 mmHg SNH  Bed rest
-2016 ekstremitas kanan N 80x/menit  IVFD RL 20 tpm
 Inj. Citicholin
(+) berkurang R 20
3x500mg
,Pusing(-) , T 36,7  Inj. Cefadroxil
Bicara pelo, GCS E4V5M6 2x1gr
Pupil bulat isokor  Inj. Ranitidine 2x1
3mm/3mm amp
 Inj. Mecobalamin
Thx : DBN
Abd : supel, BU (+) 2x1
kembung (-)  Clopidogrel 1x1
Kaku kuduk (-)
tab
Meningeal (-)  Aspilet 1x1 tab
Refleks patologis  Nimotop 3x1 tab
 Simvastatin 10 Mg
(- / -)
0-0-1
Eks : kekuatan  Insulin 1-0-0
 Fisioterapi
4 5
 Ahli Gizi
4 5

N VII sudut bibir


kanan menurun
NXII lidah menjulur
deviasi ke kanan
Laborat :
GDS 108
HBAIC : 4,30

J. PROGNOSIS
Ad vitam : Ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Vaskularisasi Otak


Otak memperoleh darah melalui dua sistem, yakni sistem karotis dan sistem

vertebral.
1. Sistem karotis

Arteri karotis interna merupakan hasil percabangan dari a. Karotis

komunis dextra dan A. Karotis komunis sinistra. A. Karotis komunis dextra

berasal dari percabangan A. Subklavia dextra, sedangkan A. Karotis komunis

sinistra berasal dari arkus aorta.

Arteri komunis interna setelah memisahkan diri dari a.carotis komunis,

naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam

sinus kavernosus, mempercabangkan A. opthalmika untuk nervus opticus dan

retina, akhirnya bercabang dua : A. serebri anterior dan A. serebri media. Untuk

otak sistem ini memberi aliran darah ke lobus frontalis, parietalis dan beberapa

bagian lobus temporalis.1

2. Sistem vertebralis
Sistem vertebral dibentuk oleh A. Vertebralis kanan dan kiri yang

berpangkal di A. Subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis transversalis

di kolumna vertebralis servikalis, masuk rongga kranium melalui foramen

magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang A. serebelli inferior.

Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi A. basilaris,

dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon,

A. basilaris berakhir sebagai sepasang cabang A. serebri posterior, yang melayani

daerah lobus oksipital dan bagian medial lobus temporalis.1

Ke 3 pasang arteri cerebri ini (A. serebri anterior, A. serebri media, dan A.

serebri posterior) bercabang-cabang menelusuri permukaan otak, dan

beranastomosis satu dengan yang lainnya. Cabang-cabangnya yang lebih kecil

menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan cabang-

cabang a.serebri lainnya. Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada

sekurang-kurangnya 3 sistem kolateral antara sistem karotis dan vetebral, 1yaitu:

1. Sirkulus Willlisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh

a.serebri media kanan dan kiri, a. komunikans anterior (yang menghubungkan


kedua a. serebri anterior), sepasang a. serebri posterior, dan a. komunikans

posterior (yang menghubungkan a. serebri media dan posterior) kanan dan

kiri.

2. Anastomosis antara a. serebri interna dan a. karotis eksterna di daerah orbita,

masing-masing melaui a.optalmika dan a. fasialis ke a. maksilaris eksterna.

3. Hubungan antara sistem vetebral dengan a. karotis eksterna.

Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena interna, yang

mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang

yang terletak di permukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke sinus sagitalis

superior dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya melalui vena-vena jugularis,

dicurahkan menuju jantung.1

B. Definisi
Stroke atau serangan otak adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak,
progresif, cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang berlangsung 24 jam
atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata di sebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak non traumatik.2
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang
berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada
umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau
kematian.3
Stroke non hemoragik sekitar 85%, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu
atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan
(trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal.
Trombus yang terlepas dapat menjadi embolus.4

E. Etiologi
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan
oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik
juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap
proses yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade
iskemik yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri.2
1. Emboli
Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis
akan tetapi dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.5
a) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
 Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian
kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel;
 Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang
meninggalkan gangguan pada katup mitralis;
 Fibralisi atrium;
 Infark kordis akut;
 Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
 Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial,
jantung miksomatosus sistemik;
b) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
 Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis.
 Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
 Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit
“caisson”).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari
right-sided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli
kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis,
katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi,
kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3%
stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85% di antaranya terjadi
pada bulan pertama setelah terjadinya infark miokard.5
2. Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah
besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk
sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang
paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah
distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan
terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan resiko
pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan platelet.
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel,
displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi yang
berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses yang menyebabkan
diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik
(contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).5

F. Klasifikasi
Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis: 1
1. Serangan Iskemia Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2. Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit
(RIND).
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari 24
jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
3. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
4. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah hemiplegi
dimana sudah memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada progresi lagi.
Dalam hal ini, kesadaran tidak terganggu
Berdasarkan subtipe penyebab :1
a. Stroke lakunar
Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan menyebabkan
sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-
kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah
oklusi aterotrombotik salah satu dari cabang-cabang penetrans sirkulus
Willisi, arteria serebri media, atau arteri vertebralis dan basilaris. Trombosis
yang terjadi di dalam pembuluh-pembuluh ini menyebabkan daerah-daerah
infark yang kecil, lunak, dan disebut lacuna. Gejala-gejala yang mungkin
sangat berat, bergantung pada kedalaman pembuluh yang terkena menembus
jaringan sebelum mengalami trombosis.
b. Stroke trombotik pembuluh besar
Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative mengalami
dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda akibat stroke
iskemik ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat aliran kolateral di
jaringan yang terkena. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik.
c. Stroke embolik
Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang
terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik mendadak
dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat
pasien beraktivitas. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko besar
menderita stroke hemoragik di kemudian hari.
d. Stroke kriptogenik
Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa
penyebab yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostik dan
evaluasi klinis yang ekstensif.

G. Faktor risiko
Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi pada stroke non
hemoragik, diantaranya yaitu faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi dan yang dapat
di modifikasi. Penelitian yang dilakukan Rismanto (2006) di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokertomengenai gambaran faktor-faktor risiko penderita stroke
menunjukan faktor risiko terbesar adalah hipertensi 57,24%, diikuti dengan diabetes
melitus 19,31% dan hiperkolesterol 8,97%.6
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :6
1. Usia
Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan meningkat dua kali
dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun dan hampir 13% berumur di bawah 45
tahun. Menurut Kiking Ritarwan (2002), dari penelitianya terhadap 45 kasus stroke
didapatkan yang mengalami stroke non hemoragik lebih banyak pada tentan umur 45-65
tahun.6
2. Jenis kelamin
Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata bahwa kaum pria lebih banyak
menderita stroke di banding kaum wanita, sedangkan perbedaan angka kematianya
masih belum jelas.Penelitian yang di lakukan oleh Indah Manutsih Utami (2002) di
RSUD Kabupaten Kudus mengenai gambaran faktor-faktor risiko yang terdapat pada
penderita stroke menunjukan bahwa jumlah kasus terbanyak jenis kelamin laki-laki
58,4% dari penelitianya terhadap 197 pasien stroke non hemoragik.6
3. Heriditer
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi, penyakit
jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh darah, dan riwayat stroke dalam
keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah mengalami stroke pada
usia kurang dari 65 tahun, meningkatkan risiko terkena stroke. Menurut penelitian Tsong
Hai Lee di Taiwan pada tahun 1997-2001 riwayat stroke pada keluarga meningkatkan
risiko terkena stroke sebesar 29,3%.
4. Rasa atau etnik
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada kulit putih. Data sementara di
Indonesia, suku Padang lebih banyak menderita dari pada suku Jawa (khususnya
Yogyakarta).6

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :


1. Riwayat stroke
Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam waktu lima tahun
kemungkinan akan terserang stroke kembali sebanyak 35% sampai 42%.6
2. Hipertensi
Hipertensimeningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai enam kali ini
sering di sebut the silent killer danmerupakan risiko utama terjadinya stroke non
hemoragik dan stroke hemoragik. Berdasarkan Klasifikasi menurut JNC 7 yang dimaksud
dengan tekanan darah tinggai apabila tekanan darah lebih tinggi dari 140/90 mmHg,
makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena mempermudah
terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah, sehingga mempermudah terjadinya
penyumbatan atau perdarahan otak.6
3. Penyakit jantung
Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, paska oprasi
jantung juga memperbesar risiko stroke, yang paling sering menyebabkan stroke adalah
fibrilasi atrium, karena memudahkan terjadinya pengumpulan darah di jantung dan dapat
lepas hingga menyumbat pembuluh darah otak.6

4. (DM) Diabetes melitus


Kadar gulakosa dalam darah tinggi dapat mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh
darah yang berlangsung secara progresif.Menurut penelitian Siregar F (2002) di RSUD
Haji Adam Malik Medan dengan desain case control, penderita diabetes melitus
mempunyai risiko terkena stroke 3,39 kali dibandingkan dengan yang tidak menderita
diabetes mellitus.
5. TIA
Merupakan serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak dan singkat akibat
iskemik otak fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan dan tingkat penyembuhan
berfariasi tapi biasanya 24 jam.Satu dari seratus orang dewasa di perkirakan akan
mengalami paling sedikit satu kali TIA seumur hidup mereka, jika diobati dengan benar,
sekitar 1/10 dari para pasien ini akan mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah serangan
pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam lima tahun setelah serangan pertama.
6. Hiperkolesterol
Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas. Kolesterol
dan trigliserida adalah jenis lipid yang relatif mempunyai makna klinis penting
sehubungan dengan aterogenesis. Lipid tidak larut dalam plasma sehingga lipid terikat
dengan protein sebagai mekanisme transpor dalam serum, ikatan ini menghasilkan empat
kelas utama lipuprotein yaitu kilomikron, lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL),
lipoprotein densitas rendah (LDL), dan lipoprotein densitas tinggi (HDL). Dari keempat
lipo protein LDL yang paling tinggi kadar kolesterolnya, VLDL paling tinggi kadar
trigliseridanya, kadar protein tertinggi terdapat pada HDL. Hiperlipidemia menyatakan
peningkatan kolesterol dan atau trigliserida serum di atas batas normal, kondisi ini secara
langsung atau tidak langsung meningkatkan risiko stroke, merusak dinding pembuluh
darah dan juga menyebabkan penyakit jantung koroner. Kadar kolesterol total >200mg/dl,
LDL >100mg/dl, HDL <40mg/dl, trigliserida >150mg/dl dan trigliserida >150mg/dl akan
membentuk plak di dalam pembuluh darah baik di jantung maupun di otak. Menurut
Dedy Kristofer (2010), dari penelitianya 43 pasien, di dapatkan hiperkolesterolemia
34,9%, hipertrigliserida 4,7%, HDL yang rendah 53,5%, dan LDL yang tinggi 69,8%.6
7. Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes melitus.
Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya umur. Obesitas merupakan predisposisi
penyakit jantung koroner dan stroke. Mengukur adanya obesitas dengan cara mencari
body mass index (BMI) yaitu berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam
meter dikuadratkan. Normal BMI antara 18,50-24,99 kg/m2, overweight BMI antara 25-
29,99 kg/m2 selebihnya adalah obesitas.6
8. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat, dan perokok pasif
berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan karbondioksida yang ada pada
rokok menyebabkan kelainan pada dinding pembuluh darah, di samping itu juga
mempengaruhi komposisi darah sehingga mempermudah terjadinya proses gumpalan
darah.Berdasarkan penelitian Siregar F (2002) di RSUD Haji Adam Malik Medan
kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena stroke sebesar empat kali.6

H. Patofisiologis
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stroke iskemik, salah satunya
adalah aterosklerosis, dengan mekanisme thrombosis yang menyumbat arteri besar
dan arteri kecil, dan juga melalui mekanisme emboli. Pada stroke iskemik,
penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak.
Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara:
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran
darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau perdarahan
aterom.
3. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli
Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang
kemudian dapat robek.
Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan
menyebabkan hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga. Bila
anoksia ini berlanjut sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel penyangganya yaitu
sel glia akan mengalami kerusakan ireversibel sampai nekrosis beberapa jam
kemudian yang diikuti perubahan permeabilitas vaskular disekitarnya dan masuknya
cairan serta sel-sel radang.
Di sekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya H+ dari
asidosis laktat. K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai rentensi air
yang timbul dalam empat hari pertama sesudah stroke. Edem ini menyebabkan daerah
sekitar nekrosis mengalami gangguan perfusi dan timbul iskemi ringan tetapi jaringan
otak masih hidup. Daerah ini adalah iskemik penumbra. Bila terjadi stroke, maka di
suatu daerah tertentu dari otak akan terjadi kerusakan (baik karena infark maupun
perdarahan). Neuron-neuron di daerah tersebut tentu akan mati, dan neuron yang
rusak ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri sel-sel
disekitarnya. Glutamat ini akan menempel pada membran sel neuron di sekitar daerah
primer yang terserang. Glutamat akan merusak membran sel neuron dan membuka
kanal kalsium (calcium channels). Kemudian terjadilah influks kalsium yang
mengakibatkan kematian sel. Sebelumnya, sel yang mati ini akan mengeluarkan
glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri lagi neuron-neuron disekitarnya.
Terjadilah lingkaran setan. Neuron-neuron yang rusak juga akan melepaskan radikal
bebas, yaitu charged oxygen molecules (seperti nitric acida atau NO), yang akan
merombak molekul lemak didalam membran sel, sehingga membran sel akan bocor
dan terjadilah influks kalsium. Stroke iskemik menyebabkan berkurangnya aliran
darah ke otak yang menyebabkan kematian sel.
Pembuluh darah

Trombus/embolus karena plak ateromatosa, fragmen,


lemak, udara, bekuan darah

Oklusi

Perfusi jaringan cerebral ↓

Iskemia

Hipoksia

Metabolisme anaerob Aktivitas elektrolit terganggu Nekrotik jaringan otak

Asam laktat ↑ Na & K pump gagal Infark

Na & K influk

Retensi cairan

Oedem serebral

Gg.kesadaran, kejang fokal, hemiplegia,


defek medan penglihatan, afasia

I. Diagnosis
1. Gambaran Klinis
a) Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami
defisit neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat
kesadaran. Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke
hemoragik dan non hemoragik meskipun gejala seperti mual muntah, sakit
kepala dan perubahan tingkat kesadaran lebih sering terjadi pada stroke
hemoragik. Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke meliputi
hemiparese, monoparese, atau qudriparese, hilangnya penglihatan monokuler
atau binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan
kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri
namun umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya
gejala-gejala tersebut juga penting untuk menentukan perlu tidaknya
pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat mengganggu dalam
mencari gejala atau onset stroke seperti:

Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak
didapatkan hingga pasien bangun (wake up stroke).

Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari
pertolongan.

Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.

Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti
kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom, ensefalitis,
dan hiponatremia.7
b) Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke
ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai
stroke, dan menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan
fisik harus mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari tanda
trauma, infeksi, dan iritasi menings. Pemeriksaan juga dilakukan untuk
mencari faktor resiko stroke seperti obesitas, hipertensi, kelainan jantung, dan
lain-lain.7
c) Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejala
stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala seperti
stroke, dan menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan
terapi. Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup
pemeriksaan status mental dan tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial,
fungsi motorik dan sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks tendon
profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun harus diperiksa dan tanda-tanda
meningimus pun harus dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada stroke harus
dibedakan dengan Bell’s palsy di mana pada Bell’s palsy biasanya ditemukan
pasien yang tidak mampu mengangkat alis atau mengerutkan dahinya.2,7
Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri yang tersumbat:7

Sirkulasi terganggu Sensomotorik Gejala klinis lain


Sindrom Sirkulasi Anterior
A.Serebri media (total) Hemiplegia kontralateral Afasia global (hemisfer
(lengan lebih berat dari dominan), Hemi-neglect
tungkai) hemihipestesia (hemisfer non-dominan),
kontralateral. agnosia, defisit visuospasial,
apraksia, disfagia
A.Serebri media (bagian Hemiplegia kontralateral Afasia motorik (hemisfer
atas) (lengan lebih berat dari dominan), Hemi-negelect
tungkai) hemihipestesia (hemisfer non-dominan),
kontralateral. hemianopsia, disfagia
A.Serebri media (bagian Tidak ada gangguan Afasia sensorik (hemisfer
bawah) dominan), afasia afektif
(hemisfer non-dominan),
kontruksional apraksia
A.Serebri media dalam Hemiparese kontralateral, Afasia sensoris transkortikal
tidak ada gangguan (hemisfer dominan), visual dan
sensoris atau ringan sekali sensoris neglect sementara
(hemisfer non-dominan)
A.Serebri anterior Hemiplegia kontralateral Afasia transkortikal (hemisfer
(tungkai lebih berat dari dominan), apraksia (hemisfer
lengan) hemiestesia non-dominan), perubahan
kontralateral (umumnya perilaku dan personalitas,
ringan) inkontinensia urin dan alvi
Sindrom Sirkulasi Posterior
A.Basilaris (total) Kuadriplegia, sensoris Gangguan kesadaran samapi ke
umumnya normal sindrom lock-in, gangguan saraf
cranial yang menyebabkan
diplopia, disartria, disfagia,
disfonia, gangguan emosi
A.Serebri posterior Hemiplegia sementara, Gangguan lapang pandang
berganti dengan pola bagian sentral, prosopagnosia,
gerak chorea pada tangan, aleksia
hipestesia atau anestesia
terutama pada tangan
Pembuluh Darah Kecil
Lacunar infark Gangguan motorik murni,
gangguan sensorik murni,
hemiparesis ataksik, sindrom
clumsy hand

d)Skoring untuk membedakan jenis stroke :

- Skor Siriraj :

( 2,5 x derajat kesadaran ) + ( 2 x vomitus ) + ( 2 x nyeri kepala ) + ( 0,1 x

tekanan diastolik ) – ( 3 x petanda ateroma ) – 12 =

Hasil : SS > 1 = Stroke Hemoragik

-1 > SS > 1 = perlu pemeriksaan penunjang ( Ct- Scan )

SS < -1 = Stroke Non Hemoragik

Keterangan : - Derajat kesadaran : sadar penuh (0), somnolen (1), koma (2)

- Nyeri kepala : tidak ada (0), ada (1)

- Vomitus : tidak ada (0), ada(1)

- Ateroma : tidak ada penyakit jantung, DM (0), ada (1)

- Algoritma Gadjah Mada

Dengan

Penurunan kesadaran +, sakit kepala +, refleks Babinski +  YA  stroke perdarahan
TIDAK

Penurunan kesadaran +, sakit kepala +, refleks Babinski -  YA  stroke perdarahan
TIDAK

Penurunan kesadaran +, sakit kepala -, refleks Babinski -  YA  stroke perdarahan
TIDAK

Penurunan kesadaran +, sakit kepala -, refleks Babinski +  YA  stroke perdarahan
TIDAK

Penurunan kesadaran -, sakit kepala +, refleks Babinski +  YA  stroke perdarahan
TIDAK

Penurunan kesadaran -, sakit kepala +, refleks Babinski -  YA  stroke perdarahan
TIDAK

Penurunan kesadaran -, sakit kepala -, refleks Babinski +  YA  stroke iskemik


TIDAK

Penurunan kesadaran -, sakit kepala -, refleks Babinski -  YA  stroke iskemik

Diagnosis banding PIS, PSA, dan SNH

SH
Gejala Klinis SNH
PIS PSA
1. Gejala defisit fokal Berat Ringan Berat/ringan
2. Permulaan (onset) Menit/jam 1-2 menit Pelan (jam/hari)
3. Nyeri Kepala Hebat Sangat hebat Ringan/tidak ada
4. Muntah pada awalnya Sering Sering Tidak,kecuali lesi
di batang otak
5. Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak Selalu
6. Kesadaran Bisa hilang Bisa hilang sebentar Bisa hilang/ tidak
7. Hemiparesis Sering sejak Permulaan tidak ada Sering dari awal
awal

2. Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan
mungkin pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia, trombositosis,
trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan
kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti anemia.7
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang
memiliki gejala seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula
menunjukka penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal).
Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati pada
pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi trombolitik
dan antikoagulan. Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan
antara stroke dengan penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga
mengindikasikan adanya hubungan anatara peningkatan enzim jantung dengan
hasil yang buruk dari stroke.7
3. Gambaran Radiologi
a) CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik
dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik
memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu,
pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke
dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalahnya mirip
dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses).7

Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus


dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional
yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah
hipodense yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai
waktu terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah
adanya insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus,
dan hilangnya perberdaan gray-white matter.7
CT perfusion merupakan modalitas baru yang berguna untuk
mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan
pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region otak dapat diukur.
Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di daerah tersebut.7
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT
angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian
arteri serebral yang menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab
stroke. Selain itu, CTA juga dapat memperkirakan jumlah perfusi karena
daerah yang mengalami hipoperfusi memberikan gambaran hipodense.7
b) MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi
lebih awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan
MRI lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan
yang agak panjang. Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada
stroke akut.7

c) USG, ECG, EKG, Chest X-Ray


Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai
stenosis atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks
karotis. USG transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi
vaskuler proksimal lebih lanjut termasuk di antaranya MCA, arteri karotis
intrakranial, dan arteri vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi)
dilakukan pada semua pasien dengan stroke non hemoragik yang dicurigai
mengalami emboli kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan untuk
mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat
untuk mengidentifikasi trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga
berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan foto thoraks.7

J. Penatalaksanaan
Terapi pada stroke iskemik dibedakan menjadi fase akut dan pasca fase akut:1
1. Fase Akut (hari ke 0 – 14 sesudah onset penyakit)
Sasaran pengobatan pada fase ini adalah menyelamatkan neuron yang
menderita jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang
menyertai tidak mengganggu/mengancam fungsi otak. tindakan dan obat yang
diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru
berkurang. Karena itu dipelihara fungsi optimal:1
 Respirasi : jalan napas harus bersih dan longgar
 Jantung : harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG
 Tekanan darah : dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan
sampai menurunkan perfusi otak
 Gula darah : kadar gula yang tinggi pada fase akut tidak boleh
diturunkan secara drastis, terutama bila pasien memiliki diabetes
mellitus kronis
 Balans cairan : bila pasien dalam keadaan gawat atau koma balans
cairan, elektrolit, dan asam basa darah harus dipantau
Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme otak yang
menderita di daerah iskemi (ischemic penumbra) masih menimbulkan
perbedaan pendapat. Obat-obatan yang sering dipakai untuk mengatasi stroke
iskemik akut:1
a) Mengembalikan reperfusi otak
1. Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan
secara intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu
enzim proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan
protein pembekuan lainnya. Pada penelitian NINDS (National
Institute of Neurological Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-
PA diberikan dalam waktu tida lebih dari 3 jam setelah onset stroke,
dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut
diberikan secara bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1
jam. Tiga bulan setelah pemberian rt-PA didapati pasien tidak
mengalami cacat atau hanya minimal. Efek samping dari rt-PA ini
adalah perdarahan intraserebral, yang diperkirakan sekitar 6%.
Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah mendapat pengakuan FDA
pada tahun 1996.8
2. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke
yang mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak
banyak artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu
berupa infark lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan
yang memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis arteri
basilaris, trombosis arteri karotis dan infark serebral akibat
kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai
terjadinya perdarahan intraserebral karena pemberian heparin
tersebut.8
3. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
 Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara
menurunkan sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang
mendorong adhesi seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan obat
pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai bermacam-
macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Obat
ini sering dikombinasikan dengan dipiridamol. Aspirin harus diminum
terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak
tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak
rendah. Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif.
Ikatan protein plasma: 50-80%. Waktu paro (half time) plasma: 4 jam.
Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid dan glycine).
Ekskresi lewat urine, tergantung pH.Sekitar 85% dari obat yang
diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang
merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia
dan diduga: sindrom Reye.8
 Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin,
dapat menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi
dengan mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan
granul platelet, mengganggu fungsi membran platelet dengan
penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh
ADP dan antraksi platelet-platelet. Berdasarkan sejumlah 7 studi
terapi tiklopidin, disimpulkan bahwa efikasi tiklopidin lebih baik
daripada plasebo, aspirin maupun indofen dalam mencegah
serangan ulang stroke iskemik. Efek samping tiklopidin adalah
diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen). Bila obat
dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15
hari selama 3 bulan. Komplikasi yang lebih serius, tetapi jarang,
adalah purpura trombositopenia trombotik dan anemia aplastik.8
b) Anti-oedema otak
Untuk anti-oedema otak dapat diberikan gliserol 10% per infuse
1gr/kgBB/hari selama 6 jam atau dapat diganti dengan manitol 10%.
c) Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan
neuron yang iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan
memperbaiki fungsi sel yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi.7
2. Fase Pasca Akut
Setelah fase akut berlalu, sasarn pengobatan dititiberatkan pada
tindakan rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.1
 Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun,
maka yang paing penting pada masa ini adalah upaya membatasi sejauh
mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, terapi
wicara, dan psikoterapi.1
 Terapi preventif
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru
sroke, dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor
resiko stroke seperti:

Pengobatan hipertensi

Mengobati diabetes mellitus

Menghindari rokok, obesitas, stress, dll

Berolahraga teratur 1
K. Komplikasi
Kebanyakan morbiditas dan mortilitas stroke berkaitan dengan komplikasi non
neurologis yang dapat di minimalkan dengan perawatan umum, komplikasi-
komplikasi tersebut yaitu :2
1. Demam, yang dapat mengeksaserbasi cedera otak iskemik dan harus di obati
secara agresif dengan antipiretik atau kompres dingin. Penyebab demam biasanya
adalah pneumonia aspirasi, kultur darah dan urin kemudian beri antibiotik intravena
sesuai hasil kultur.
2. Kekurangan nutrisi, bila pasien sadar dan tidak memiliki risiko aspirasi maka
dapat dilakukan pemberian makanan secara oral, tetapi jika pasien tidak sadar atau
memiliki risiko aspirasi beri makanan secara enteral melalui pipa nasoduodenal
ukuran kecil dalam 24 jam pertama setelah onset stroke.
3. Hipovolemia, dapat di koreksi dengan kristaloid isotonis. Cairan hipotonis
(dekstrosa 5% dalam air, larutan NaCl 0,45 %) dapat memperberat edema serebri dan
harus di hindari.
4. Hiperglikemi dan hipoglikemi, ini dapat lakukan terapi setiap 6 jam selama 3-5 hari
sejak onset stoke :
a. < 50 mg/dl : dekstrosa 40% 50 ml bolus intravena
b. 50-100 mg/dl : dekstrosa 5 % dalam NaCl 0,9 %, 500 ml dalam 6 jam
c. 100-200 mg/dl : pengobatan (-), NaCl 0,9 % atau Ringer laktat
d. 200-250 mg/dl : insulin 4 unit intravena
e. 250-300 mg/dl : insulin 8 unit intravena
f. 300-350 mg/dl : insulin 12 unit intravena
g. 350-400 mg/dl : insulin 16 unit intravena
h. > 400 mg/dl : insulin 20 unit intravena
5. Atelektasis paru, dapat di cegah dengan fisioterapi dada setiap 4 jam
6. Dekubitus, dicegah dengan perubahan posisi tubuh setiap 2 jam, kontraktur
dilakukan latihan gerakan sendi anggota badan secara pasif 4 kali sehari, pemendekan
tendo achiles di lakukan splin tumit untuk mempertahankan pergelangan kaki dalam
posisi dorsofleksi.
7. Defisit sensorik, kognitif, memori, bahasa, emosi serta visuospasial harus di
lakukan neurorestorasi dini.
8. Trombosis vena dalam, di cegah dengan pemberian heparin 5000 unit atau
fraksiparin 0,3 cc setiap 12 jam selama 5-10 hari.
9. Infeksi vesika, pembentukan batu, gangguan sfingter vesika biasanya di karenakan
pemasangan kateter urin menetap, latihan vesika harus segera di lakukan sedini mungkin
bila pasien sudah sadar.

L. Pencegahan
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan menghindari rokok, stres mental, alkohol,
kegemukan, konsumsi garam berlebih, obat-obat golongan amfetamin, kokain dan
sejenisnya. Mengurangi kolesterol dan lemak dalam makanan. Menggendaliakan
hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit vaskular aterosklerotik lainya.
Perbanyak konsumsi gizi seimbang dan olahraga teratur.2
Pencegahan skunder dengan cara memodifikasi gaya hidup yang berisiko seperti
hipertensi dengan diet dan obat antihipertensi, diabetes melitus dengan diet dan obat
hipoglikemik oral atau insulin, penyakit jantung dengan antikoagulan oral, dislipidemia
dengan diet rendah lemak dan obat antidislipidemia, berhenti merokok, hindari
kegemukan dan kurang gerak.2
M. Prognosis
Prognosis stroke dipengaruhi oleh sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis
yang dihasilkan. usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan
juga mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, kurang dari 80% pasien dengan
stroke bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan hidup
dalam 10 tahun sekitar 35%. pasien yang selamat dari periode akut, sekitar satu setengah
samapai dua pertiga kembali fungsi independen, sementara sekitar 15% memerlukan
perawatan institusional. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk
terkena serangan stroke, dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya
mengalami cacat ringan atau berat. Sebanyak 28,5% penderita stroke meninggal dunia,
sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15% saja yang dapat
sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan.2
BAB III

A. Pembahasan Kasus

Berdasarkan data-data yang didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan


pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan pasien menderita stroke non hemoragik.
Dari anamnesis data yang menunjang adalah defisit neurologis berupa hemiplegi
dekstra, bicara pelo, dan bibir miring ke kanan yang tiba-tiba tanpa didahului trauma.Dari
anamnesis juga ditemukan faktor resiko stroke seperti hipertensi yang tidak terkontrol.
Pemeriksaan fisik yang menunjang ke arah diagnosis kerja adalah bukti hipertensi
pada pemeriksaan tanda vital. Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko penyebab
tersering serangan stroke non hemoragik. Namun demikian tidak menutup kemungkinan
stroke yang menyerang pasien merupakan stroke hemoragik, dikarenakan tekanan darah
yang begitu tinggi sampai 210/100 mmHg dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah
cerebri.
Pemeriksaan rangsang meningeal dan kaku kuduk yang negatif dapat membantu
menyingkirkan kemungkinan ICH terutama bila ICH sampai mengisi ventrikel. Dari
pemeriksaan nervus kranialis didapatkan kesan lesi pada N.VII sentral sinistra dan N.XII
sinistra. Hal ini membantu memperkirakan letak lesi iskemik. Dari pemeriksaan kekuatan
otot pada ekstremitas kanan terjadi penurunan. Hal ini menunjukkan sudah terjadinya
perbaikan pada kondisi pasien.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik berdasarkan sistem skoring:
 Gadjah Mada skor
Penurunan kesadaran (-) + sakit kepala (-) + refleks babinski (-)  stroke non
hemoragic

 Siriraj skor
Skor Stroke Siriraj
Rumus :
(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x nyeri kepala) + (2 x muntah) + (0,1 x
tekanan diastolik) – (3 x penanda ateroma) – 12
Keterangan :
Derajat kesadaran 0 = kompos mentis; 1 = somnolen;
2 = sopor/koma
Muntah
Nyeri kepala 0 = tidak ada; 1 = ada
Ateroma 0 = tidak ada; 1 = ada
0 = tidak ada; 1 = salah satu atau lebih (diabetes;
Hasil : angina; penyakit pembuluh
Skor > 1 darah)
Skor < 1
Perdarahan supratentorial
Infark serebri
Skor pasien: (2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 100) - (3 x 1) – 12 = -5
a. infark cerebri

Pemeriksaan laboratorium darah di dapat gula darah yang tinggi dan kolesterol tinggi
, yaitu GDS :224 dan kolesterol total :222 ini termaksud faktor resiko terjadinya stroke
Penatalaksanaan pada pasien stroke iskemik yang pertama adalah oksigen untuk
mencegah terjadinya hipoksia otak. Pemberian kombinasi Aspilet dan Clopidogrel
ditujukan untuk melisiskan trombus maupun emboli yang menyumbat pembuluh darah.
Citicholin memiliki sifat neuroprotektif dan neurorestoratif pada sel saraf yang
mengalami iskemi. Pemberian Citicholin diharapkan mencegah kerusakan sel saraf lebih
lanjut sekaligus mengembalikan fungsi sel saraf yang mengalami iskemik. Cefadroxil
bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial selama pasien dirawat.
Pemberian Ranitidine sebagai antagonis H2 bertujuan untuk mencegah terjadinya stress
ulcer. Mecobalamin diberikan untuk menambah suplemen pada sel saraf sehingga
membantu proses pemulihan. Nimotop merupakan calcium channel antagonist yang
digunakan sebagai neuroprotektor, biasanya diberikan pada deficit neurologi yang
disebabkan iskemi (vasospasme). Metformin adalah salah satu jenis obat-obatan
antidiabetes yang khusus digunakan untuk pengidap diabetes tipe 2. Simvastatin dikenal
sebagai obat kolesterol tinggi (hiperkolesterol) atau gangguan lemak tubuh
(dislipidemia). Obat ini termasuk golongan obat statin atau disebut juga golongan
obat HMG CoA reductase inhibitors (obat penghambat konversi lemak tubuh).

Dari hasil follow didapatkan perbaikan berangsur-angsur. Tekanan darah yang


masih sangat tinggi perlu diperhatikan dan dikontrol untuk mencegah terjadinya stroke
berulang. Fisioterapi perlu dilakukan pada pasien agar fungsi motorik yang terganggu
dapat dikembalikan mendekati normal sehingga pasien dapat kembali menjalani aktivitas
sehari-harinya mengingat pasien masih dalam usia produktif.
DAFTAR PUSTAKA

1. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang gangguan
peredaran darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi ke-2.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press; 2005. h.81-82.
2. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran
FKUI Jilid 2. Media Aesculapius. Jakarta. 2000: 17-8.
3. Widjaja AC. Uji Diagnostik Pemeriksaan Kadar D-dimer Plasma Pada Diagnosis
Stroke Iskemik. UNDIP. Semarang. 2010.
4. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit jilid 2.
EGC. Jakarta. 2006: 1110-19.
5. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan Pemulihan Stroke.
Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006.
6.Madiyono B & Suherman SK. Pencegahan Stroke & Serangan Jantung Pada Usia
Muda. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2003.hal:3-11.
7. D. Adams. Victor’s. Cerebrovasculer diseases in Principles of Neurology 8 th Edition.
McGraw-Hill Proffesional. 2005. Hal: 660-67
8. Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul. Farmakoterapi stroke prevensi primer dan prevensi
sekunder dalam Farmakoterapi dalam Neurologi. Penerbit Salemba Medika. Hal: 53-73.

Anda mungkin juga menyukai