Anda di halaman 1dari 49

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Baja

Baja adalah besi karbon campuran logam yang dapat berisi konsentrasi

dari elemen campuran lainnya, ada ribuan campuran logam lainnya yang

mempunyai perlakuan bahan dan komposisi berbeda. Sifat mekanis adalah sensitif

kepada isi dari pada karbon, yang mana secara normal kurang dari 1,0% C.

Sebagian dari baja umum digolongkan menurut konsentrasi karbon, yakni ke

dalam rendah, medium dan jenis karbon tinggi.

Baja merupakan salah satu bahan yang sangat banyak dipakai di seluruh

dunia untuk keperluan kehidupan manusia, khususnya di dunia industri.

Ditemukan pertama kali oleh orang Mesir lebih dari 4000 tahun yang lalu untuk

perhiasan dan alat rumah tangga yang kemudian berkembang menjadi bahan

berharga dan dimanfaatkan orang setiap hari saat ini.

Baja merupakan bahan dasar vital untuk industri. Semua segmen

kehidupan, mulai dari peralatan dapur, transportasi, generator pembangkit listrik,

sampai kerangka gedung dan jembatan menggunakan baja. Besi baja menduduki

peringkat pertama di antara barang tambang logam dan produknya melingkupi

hampir 90 % dari barang berbahan logam.

Baja yang digunakan pada penelitian ini yaitu baja karbon sedang, yang

kandungan karbonnya 0,55-0,65%. Maka sifat mekanisnya mendekati sifat

mekanis baja AISI 1060. Sifat baja AISI 1060 yaitu seperti ditunjukkan tabel 2.1

berikut ini.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.1 Sifat Baja AISI 1060

Modulus Elastis : 190-210 GPa

Kekuatan Tarik : 1158 MPa

Elongasi : 15%

Kekerasan : 333 BHN

2.1.1. Proses Pembuatan Baja

Untuk menghasilkan baja, banyak proses yang dilakukan, membutuhkan

ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga dapat dipakai untuk berbagai keperluan.

2.1.1.1 Pembuatan Besi Kasar

Besi kasar adalah hasil pengolahan dari bijih besi dengan melalui beberapa

proses. Proses awal adalah dengan mengurangi senyawa-senyawa dan zat-zat lain

yang terkandung dalam bijih besi dengan tahap sebagai berikut:

• Dibersihkan.

• Dipecah-pecah dan digiling sampai halus, sehingga partikel besi dapat

dipisahkan dari bahan yang tidak diperlukan menggunakan magnit.

• Dibentuk menjadi “pellet” (bulatan-bulatan kecil), diameter ± 14 mm.

Untuk memudahkan dalam pembentukan “pellet” maka ditambahkan

tanah liat, sehingga dapat dirol menjadi bentuk bulat.

Setelah proses awal dilakukan, maka bijih besi diproses pada dapur tinggi.

Dapur tinggi mempunyai konstruksi yang cukup besar dengan ketinggian

Universitas Sumatera Utara


mencapai 100 meter. Dinding luar terbuat dari baja dan bagian dalam dilapisi batu

tahan api yang mampu menahan temperatur tinggi.

Pada bagian atas dapur tinggi terdapat corong untuk memasukkan bahan

baku, yaitu bijih besi, kokas dan batu kapur. Kokas adalah batu bara yang telah

diproses (disuling kering) sehingga dapat menghasilkan panas yang tinggi. Batu

kapur berfungsi untuk mengikat bahan-bahan yang tidak diperlukan.

Proses pada dapur tinggi adalah dengan meniupkan udara panas ke dalam

dapur tinggi untuk membakar kokas dengan temperatur ± 2000°C. Cairan besi dan

terak akan turun ke dasar dapur tinggi secara perlahan-lahan dan selanjutnya

dituang ke kereta khusus. Hasil ini disebut besi kasar, yang kemudian dapat

diproses lebih lanjut menjadi baja.

2.1.1.2 Proses Pembuatan Baja

Besi kasar dari hasil proses dapur tinggi, kemudian diproses lanjut untuk

dijadikan berbagai jenis baja.

Ada beberapa proses yang dilakukan untuk merubah besi kasar menjadi baja:

2.1.1.2.1 Dapur Baja Oksigen (Proses Bassemer)

Dewasa ini, besi kasar diproduksi dengan menggunakan dapur bijih besi

(blast furnace) yang berisi kokas pada lapisan paling bawah, kemudian batu kapur

dan bijih besi. Kokas terbakar dan menghasilkan gas CO yang naik ke atas sambil

mereduksi oksida besi. Besi yang telah tereduksi melebur dan terkumpul di bawah

Universitas Sumatera Utara


tanur menjadi besi kasar yang biasanya mengandung Karbon (C), Mangan (Mn),

Silicon (Si), Nikel (Ni), Fosfor (P), Belerang (S). Kemudian leburan besi

dipindahkan ke tungku lain (converter) dan dihembuskan gas oksigen untuk

mengurangi kandungan karbon.

Pada dapur baja oksigen dilakukan proses lanjutan dari besi kasar menjadi

baja, yakni dengan membuang sebagian besar karbon dan kotoran-kotoran

(menghilangkan bahan-bahan yang tidak diperlukan) yang masih ada pada besi

kasar. Ke dalam dapur dimasukkan besi bekas, kemudian baru besi kasar, tapi

sebagian pabrik baja banyak yang langsung dari dapur tinggi, sehingga masih

dalam keadaan cair langsung disalurkan ke dapur Oksigen.

Kemudian, udara (oksigen) yang didinginkan dengan air dan kecepatan

tinggi ditiupkan ke cairan logam. Ini akan bereaksi dengan cepat antara karbon

dan kotoran-kotoran lain yang akan membentuk terak yang mengapung pada

permukaan cairan.

Dapur dimiringkan, maka cairan logam akan keluar melalui saluran yang

kemudian ditampung dalam kereta-kereta tuang.

Untuk mendapatkan spesifikasi baja tertentu, maka ditambahkan campuran

lain sebagai bahan paduan. Hasil penuangan ini dapat langsung dilanjutkan

dengan proses pengerolan untuk mendapatkan bentuk/profil yang diinginkan.

Untuk menghilangkan kembali kandungan oksigen dalam baja cair,

ditambahkan Al, Si dan Mn. Proses ini disebut dioksidasi. Setelah dioksidasi, baja

cair dialirkan dalam mesin cetakan kontinu berupa slab atau dicor dalam cetakan

berupa ingot. Slab dan ingot itu diproses dengan penempaan panas, roling panas,

Universitas Sumatera Utara


penempaan dingin, perlakuan panas, pengerasan permukaan dan lain-lain untuk

dibentuk menjadi sebuah produk seperti terlihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1. Proses Pengerjaan Baja pada Dapur Tinggi

Baja merupakan paduan besi (Fe) dengan karbon (C), dimana kandungan

karbon tidak lebih dari 2%. Dengan hanya karbon dengan persentase yang sedikit

itu saja dapat mempengaruhi sifat baja tersebut.

Universitas Sumatera Utara


2.1.1.2.2 Dapur Baja Terbuka (Siemens Martin)

Sama halnya dengan Dapur Baja Oksigen, maka dapur baja terbuka

(Siemens Martin) juga merupakan dapur yang digunakan untuk memproses besi

kasar menjadi baja.

Dapur ini dapat menampung baja cair lebih dari 100 ton dengan proses

mencapai temperatur ± 1600°C; wadah besar serta berdinding yang sangat kuat

dan landai.

Proses pembuatan dengan dapur ini adalah proses oksidasi kotoran yang

terdapat pada bijih besi sehingga menjadi terak yang mengapung pada permukaan

baja cair. Oksigen langsung disalurkan kedalam cairan logam melalui tutup atas.

Apabila selesai tiap proses, maka tutup atas dibuka dan cairan baja disalurkan

untuk proses selanjutnya untuk dijadikan bermacam-macam jenis baja.

2.1.1.2.3 Dapur Baja Listrik

Panas yang dibutuhkan untuk pencairan baja adalah berasal arus listrik

yang disalurkan dengan tiga buah elektroda karbon dan dimasukkan/diturunkan

mendekati dasar dapur. Penggunaan arus listrik untuk pemanasan tidak akan

mempengaruhi atau mengkontaminasi cairan logam, sehingga proses dengan

dapur baja listrik merupakan salah satu proses yang terbaik untuk menghasilkan

baja berkualitas tinggi dan baja tahan karat (stainless steel).

Dalam proses pembuatan, bahan-bahan yang dimasukkan adalah bahan-

bahan yang benar-benar diperlukan dan besi bekas. Setelah bahan-bahan

dimasukkan, maka elektroda-elektroda listrik akan memanaskan bahan dengan

Universitas Sumatera Utara


panas yang sangat tinggi (± 7000°C), sehingga besi bekas dan bahan-bahan lain

yang dimasukkan dengan cepat dapat mencair.

Adapun campuran-campuran lain (misalnya untuk membuat baja tahan

karat) dimasukkan setelah bahan-bahan menjadi cair dan siap untuk dituang.

Baja banyak digunakan karena baja mempunyai sifat mekanis lebih baik

dari pada besi, sifat baja antara lain:

 Tangguh dan ulet

 Mudah ditempa

 Mudah diproses

 Sifatnya dapat diubah dengan mengubah karbon

 Sifatnya dapat diubah dengan perlakuan panas

 Kadar karbon lebih rendah dibanding besi

 Banyak dipakai untuk berbagai bahan peralatan.

Walaupun baja lebih sering digunakan, namun baja mempunyai

kelemahan yaitu ketahanan terhadap korosinya rendah.

2.1.2. Klasifikasi Baja

Berdasarkan tinggi rendahnya presentase karbon di dalam baja, baja

karbon diklasifikasikan sebagai berikut:

2.1.2.1 Baja Karbon Rendah (low carbon steel)

Baja karbon rendah mengandung karbon antara 0,10% s/d 0,30%. Baja

karbon ini dalam perdagangan dibuat dalam plat baja, baja strip dan baja batangan

atau profil. Berdasarkan jumlah karbon yang terkandung dalam baja, maka baja

karbon rendah dapat digunakan atau dijadikan baja-baja sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


a) Baja karbon rendah yang mengandumg 0,04% - 0,10% C. untuk

dijadikan baja – baja plat atau strip.

b) Baja karbon rendah yang mengandung 0,10% - 0,15% C digunakan

untuk keperluan badan-badan kendaraan.

c) Baja karbon rendah yang mengandung 0,15% - 0,30% C digunakan

untuk konstruksi jembatan, bangunan, membuat baut atau dijadikan

baja konstruksi.

2.1.2.2 Baja Karbon Menengah (medium carbon steel)

Baja karbon menengah mengandung karbon antara 0,30% - 0,60% C. Baja

karbon menengah ini banyak digunakan untuk keperluan alat-alat perkakas bagian

mesin. Berdasarkan jumlah karbon yang terkandung dalam baja maka baja karbon

ini dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti:

 0,30 % – 0,40 % C : connecting rods, crank pins, axles.

 0,40 % – 0,50 % C : car axles, crankshafts, rails, boilers, auger bits,

screwdrivers.

 0,50 % – 0,60 % C : hammers dan sledges.

2.1.2.3 Baja Karbon Tinggi (high carbon steel)

Baja karbon tinggi mengandung kadar karbon antara 0,60% - 1,7% C dan

setiap satu ton baja karbon tinggi mengandung karbon antara 70 – 130 kg. Baja ini

mempunyai tegangan tarik paling tinggi dan banyak digunakan untuk material

tools. Salah satu aplikasi dari baja ini adalah dalam pembuatan kawat baja dan

kabel baja. Berdasarkan jumlah karbon yang terkandung didalam baja maka baja

karbon ini banyak digunakan dalam pembuatan pegas, alat-alat perkakas seperti

Universitas Sumatera Utara


screw drivers, blacksmiths hammers, tables knives, screws, hammers, vise

jaws, knives, drills tools for turning brass and wood, reamers, tools for turning

hard metals, saws for cutting steel, wire drawing dies, fine cutters.

Berdasarkan Komposisi dalam prakteknya baja terdiri dari beberapa

macam yaitu: Baja Karbon ( Carbon Steel ), dan Baja Paduan ( Alloyed Steel )

2.1.3. Sifat-Sifat Baja

Untuk dapat menggunakan bahan teknik dengan tepat, maka bahan

tersebut harus dapat dikenali dengan baik sifat-sifatnya yang mungkin akan dipilih

untuk digunakan. Sifat-sifat tersebut tentunya sangat banyak macamnya, untuk itu

secara umum sifat-sifat bahan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

2.1.3.1 Sifat Kimia

Dengan sifat kimia diartikan sebagai sifat bahan yang mencakup antara

lain kelarutan bahan terhadap larutan kimia, basa atau garam dan

pengoksidasiannya terhadap bahan tersebut. Salah satu contoh dari sifat kimia

yang terpenting adalah korosi.

2.1.3.2 Sifat Teknologi

Sifat teknologi adalah sifat suatu bahan yang timbul dalam proses

pengolahannya. Sifat ini harus diketahui terlebih dahulu sebelum mengolah atau

mengerjakan bahan tersebut.

Sifat-sifat teknologi antara lain sifat mampu las (weldability), sifat mampu

dikerjakan dengan mesin (machineability), sifat mampu cor (castability), dan sifat

mampu dikeraskan (hardenability).

Universitas Sumatera Utara


2.1.3.3 Sifat Mekanik

Sifat mekanik suatu bahan adalah kemampuan bahan untuk menahan

beban-beban yang dikenakan padanya. Beban-beban tersebut dapat berupa beban

tarik, tekan, bengkok, geser, puntir, atau beban kombinasi.

Sifat-sifat mekanik yang terpenting antara lain :

2.1.3.3.1 Kekuatan (strength)

Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa

menyebabkan bahan tersebut menjadi patah. Kekuatan ini ada beberapa macam,

dan ini tergantung pada beban yang bekerja antara lain dapat dilihat dari kekuatan

tarik, kekuatan geser, kekuatan tekan, kekuatan puntir, dan kekuatan bengkok.

2.1.3.3.2 Kekerasan (hardness)

Dapat didefenisikan sebagai kemampuan bahan untuk bertahan terhadap

goresen, pengikisan (abrasi) dan penetrasi. Sifat ini berkaitan erat dengan sifat

keausan (wear resistance). Dimana kekerasan ini juga mempunyai korelasi

dengan kekuatan.

2.1.3.3.3 Kekenyalan (elasticity)

Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa

mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk yang permanen setelah tegangan

dihilangkan. Bila suatu bahan mengalami tegangan maka akan terjadi perubahan

bentuk. Bila tegangan yang bekerja besarnya tidak melewati suatu batas tertentu

maka perubahan bentuk yang terjadi bersifat sementara, perubahan bentuk ini

akan hilang bersamaan dengan hilangnya tegangan, akan tetapi bila tegangan yang

bekerja telah melampaui batas, maka sebagian bentuk itu tetap ada walaupun

tegangan telah dihilangkan.

Universitas Sumatera Utara


Kekenyalan juga menyatakan seberapa banyak perubahan bentuk yang

permanen mulai terjadi, dengan kata lain kekenyalan menyatakan kemampuan

bahan untuk kembali ke bentuk dan ukuran semula setelah menerima beban yang

menimbulkan deformasi.

2.1.3.3.4 Kekakuan (stiffness)

Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan/beban tanpa

mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk (deformasi) atau defleksi. Dalam

beberapa hal kekakuan ini lebih penting daripada kekuatan

2.1.3.3.5 Plastisitas (plasticity)

Menyatakan kemampuan bahan untuk mengalami sejumlah deformasi

plastis yang permanen tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan. Sifat ini sangat

diperlukan bagi bahan yang akan diproses dengan berbagai proses pembentukan

seperti, forging, rolling, extruding dan sebagainya. Sifat ini sering juga disebut

sebagai keuletan/kekenyalan (ductility). Bahan yang mampu mengalami

deformasi plastis yang cukup tinggi dikatakan sebagai bahan yang mempunyai

keuletan/kekenyalan tinggi, dimana bahan tersebut dikatakan ulet/kenyal (ductile).

Sedang bahan yang tidak menunjukan terjadinya deformasi plastis dikatakan

sebagai bahan yang mempunyai keuletan rendah atau dikatakan getas/rapuh

(brittle).

2.1.3.3.6 Ketangguhan (toughness)

Menyatakan kemampuan bahan untuk menyerap sejumlah energi tanpa

mengakibatkan terjadinya kerusakan. Juga dapat dikatakan sebagai ukuran

banyaknya energi yang diperlukan untuk mematahkan suatu benda kerja, pada

Universitas Sumatera Utara


suatu kondisi tertentu. Sifat ini dipengaruhi oleh banyak faktor, sehingga sifat ini

sulit untuk diukur.

2.1.3.3.7 Kelelahan (fatigue)

Merupakan kecenderungan dari logam untuk patah apabila menerima

tegangan berulang-ulang (cyclic stress) yang besarnya masih jauh di bawah batas

kekuatan elastisitasnya. Sebagian besar dari kerusakan yang terjadi pada

komponen mesin disebabkan oleh kelelahan. Karenanya kelelahan merupakan

sifat yang sangat penting tetapi sifat ini juga sulit diukur karena sangat banyak

faktor yang mempengaruhinya.

2.1.3.3.8 Keretakan (creep)

Merupakan kecenderungan suatu logam mengalami deformasi plastik yang

besarnya merupakan fungsi waktu, pada saat bahan tersebut menerima beban yang

besarnya relatif tetap.

2.1.4. Diagram Fasa Fe-C

Perlakuan panas pada logam merupakan ilmu yang mempelajari tentang

perubahan sifat dan struktur pada logam akibat pemberian panas pengaturan laju

pendinginan. Secara umum, perlakuan panas pada logam akan berhubungan erat

dengan tiga hal yaitu temperatur, waktu, dan komposisi.

Logam tersusun dari atom – atom yang memiliki ikatan metalik. Setiap

atom yang berikatan metalik akan membentuk satu kristal. Kristal ini

memiliki struktur dan orientasi sendiri bergantung sumbu terbentuknya kristal

tersebut, dan setiap kristal yang berada dalam satu orientasi akan berkumpul

membentuk satu butir. Struktur kristal dipengaruhi oleh jumlah elemen

Universitas Sumatera Utara


paduan yang mampu menyelinap di sela – sela ikatan atom, atau di sekitar kristal

satu dengan yang lain. Selain jumlah, ukuran pun penting untuk menentukan

apakah elemen paduan tersebut menyelinap (interstisi), atau mengganti

(substitusi). Atom itu tidak diam, tapi bergerak. Atom dalam setiap

logam mampu bergerak dan berpindah tempat disebabkan oleh dua hal yaitu

kondisi energi yang diberikan (diwakilkan oleh temperatur)

dan komposisi elemen paduan (diwakilkan oleh persen berat unsur). Secara

alamiah, suatu lingkungan yang padat akan cenderung mencari kestabilan

dengan mengurangi kepadatannya menuju lingkungan lain yang kurang

padat. Itu adalah proses difusi, dipengaruhi oleh gradien komposisi. Namun,

untuk bisa berpindah, butuh energi. Kombinasi dari keduanya, maka kita akan

mendapatkan ilmu pertama dari Ilmu dan Teknik Material.

Diagram keseimbangan besi karbon seperti pada gambar 2.2 adalah

diagram yang menampilkan hubungan antara temperatur dimana terjadi perubahan

fasa selama proses pendinginan dan pemanasan yang lambat dengan kadar

karbon. Diagram ini merupakan dasar pemahaman untuk semua operasi-operasi

perlakuan panas. Dimana fungsi diagram fasa adalah memudahkan memilih

temperatur pemanasan yang sesuai untuk setiap proses perlakuan panas baik

proses anil, normalizing maupun proses pengerasan.

Menurut George Krauss (1995: 1-4), diagram keseimbangan besi karbon

dapat digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan perlakuan panas. Penggunaan

diagram ini relatif terbatas karena beberapa metode perlakuan panas digunakan

untuk menghasilkan struktur yang non-equilibrium. Akan tetapi pengetahuan

Universitas Sumatera Utara


mengenai perubahan fasa pada kondisi seimbang memberikan ilmu pengetahuan

dasar untuk melakukan perlakuan panas.

Untuk mempermudah penelitian atau pun memodifikasi suatu baja dengan

kadar karbon tertentu maka dilakukan penelitian secara terperinci selama

bertahun-tahun mengenai pengaruh kondisi temperatur pemanasan terhadap fasa

yg terjadi pada baja tersebut. Sehingga menghasilkan kurva seperti gambar 2.2.

Gambar 2.2. Diagram Fasa Fe-C

Diagram fasa dibuat oleh dua orang, yang bernama Elliot J.F. dan Benz

M.G. pada tahun 1949 (pada tahun yang sama, Indonesia masih berkutat melawan

NICA yang datang dari Belanda, belum sempat membuat hal seperti ini, sungguh

menyedihkan). Diagram ini, tidak dibuat dalam semalam, tapi selama bertahun –

tahun, dan mengalami penyempurnaan hingga tahun 1992 oleh springerlink.

Universitas Sumatera Utara


Komponen dari diagram fasa ada dua yaitu komposisi karbon (sumbu X) dan

temperatur (sumbu Y). Di tengah diagram tersebut ada “peta” dari jenis fasa yang

terbentuk.

Intinya yaitu dalam memodifikasi baja dengan pemanasan dalam tujuan

memperlunak baja, hal-hal utama yang perlu diperhatikan yaitu kandungan kadar

karbon dan temperatur pemanasan yang menyebabkan fasa tertentu.

2.1.4.1 Delta Iron (Delta Ferrite)

Delta Iron merupakan fasa yang terbentuk dan stabil pada temperatur

sekitar 1500°C. Pada daerah ini, karbon yang bisa menjadi interstisi di dalam besi

maksimal sekitar 0.09%. Delta, di sebelah kiri, memiliki garis kelarutan karbon

(lebih dari 0.025% dan kurang dari 0.5%), garis mendatar di sebelah kanan,

menunjukkan kelarutan karbon maksimal. Fasa delta ini cenderung lunak dan

tidak stabil pada suhu kamar. Struktur kristal yang terbentuk adalah BCC. Gambar

2.3 ini menunjukkan gambar struktur mikro Delta Iron yang di etching dengan

kondisi tertentu menggunakan teknik metalurgi khusus pada baja stainless steel.

Gambar 2.3. Struktur Mikro Delta Ferrite

Universitas Sumatera Utara


2.1.4.2 Ferrite (α)

Ferrite (α) merupakan fasa yang terbentuk pada temperatur sekitar 300-

723°C. Pada daerah ini, kelarutan karbon maksimalnya adalah 0,025% pada

temperatur 725°C, dan turun drastis menjadi 0% pada 0°C. Fasa ini biasa terjadi

bersamaan dengan cementite, membentuk pearlite pada pendinginan lambat. Fasa

ini lunak, dan memberikan kemampuan bentuk pada logam. Gambar 2.4

menunjukkan struktur fasa ferrite yang berwarna hitam, dan austenite yang

berwarna putih. Hal ini menunjukkan bahwa, selain lunak, ferrite sendiri

cenderung lebih mudah berkarat dibandingkan austenite.

Gambar 2.4. Mikro Struktur Ferrite

2.1.4.3 Cementite (Fe3C)

Cementite merupakan fasa intermetalik yang terbentuk pada logam dengan

kelarutan karbon maksimal 6,67 %. Kelarutan karbon yang tinggi memberikan

sifat keras pada fasa ini, dan berkontribusi bersama dengan ferrite untuk

menentukan kekuatan dari suatu logam. Gambar 2.5 di atas menunjukkan fasa

cementite yang didapatkan dari proses pendinginan lambat baja cor putih.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.5. Mikro Struktur Cementite

2.1.4.4 Pearlite (α + Fe3C)

Pearlite merupakan satu fasa yang terbentuk dari gabungan dua fasa,

ferrite dan cementite. Pearlite dianggap sebagai satu fasa sendiri, karena

memberikan kontribusi sifat yang seragam. Seperti dijelaskan di atas, di dalam

satu fasa, biasa terbentuk dalam satu butir. Namun, untuk Pearlite berbeda, karena

ada dua fasa dalam satu butir.

Karena butir berukuran lebih besar dari ukuran fasa ferrite dan cementite

itu sendiri (ukuran terkecil yang bisa dikarakterisasi sebesar ukuran indentasi dari

uji keras mikro vickers, sekitar 50 mikron), maka pearlite, atas kesepakatan

bersama para ahli material, digolongkan sebagai satu fasa dalam satu butir.

Pearlite memiliki morfologi mirip seperti lapisan (lamellae) antara ferrite (hitam)

dan cementite (putih). Pada gambar 2.6, bisa dilihat struktur mikro dari pearlite

tersebut. Perhatikan juga pembesaran yang ada di sebelah kanan bawah, hal ini

menunjukkan perbedaan gambar ini dengan gambar pada baja cor putih. Apa

perbedaannya dengan baja cor putih, pada pembesaran yang sama? distribusi dari

fasa pearlite dan sementitnya.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.6 Mikro Struktur Pearlite

2.1.4.5 Austenite (γ)

Gamma Iron merupakan fasa yang terbentuk pada terbentuk pada

temperatur 1140°C, dengan kelarutan karbon 2,08%. Kelarutan karbon akan turun

menjadi 0,08% pada 723°C. Fasa austenite terlihat jelas pada gambar di bagian

ferrite di atas, berwarna putih. Hal ini menunjukkan bahwa fasa ini memiliki

ketahanan karat yang lebih baik daripada fasa yang lain. Austenite merupakan

fasa yang tidak stabil di temperatur kamar, sehingga dibutuhkan komposisi

paduan lain yang akan berungsi sebagai penyetabil fasa austenite pada temperatur

kamar, contohnya adalah mangan (Mn).

2.1.4.6 Eutectic, Hypo-eutectoid dan hyper-eutectoid

Seperti kata Human (manusia) dan Humanoid (seperti-manusia), maka

daerah pendinginan pun memiliki dua garis mendatar

yaitu eutectoic dan eutectoid (eutectic-like). Kedua garis isotermal ini

menunjukkan perubahan fasa yang berbeda : Eutectic [L -> γ+Fe3C] dan

Eutectoid [γ->α+Fe3C]. Titik eutectoid terletak pada garis komposisi 0,8%

Universitas Sumatera Utara


karbon, sedangkan titik eutectic terletak pada garis komposisi 4% karbon.

Biasanya, baja yang terletak pada daerah eutectoid disebut baja karbon, sedangkan

pada daerah 4% karbon disebut baja cor. Pada baja karbon, ada baja karbon yang

kandungan karbonnya rendah (di bawah 0,8%) dan tinggi (di atas 0,8%). Dengan

kesepakatan bersama, baja dengan kandungan karbon di bawah 0,8% disebut baja

karbon rendah, medium, dan tinggi, sedangkan baja dengan kandungan karbon di

atas 0,8% disebut baja saja (steel).

2.2. Proses Pembentukan Logam

Tujuan utama proses manufacturing adalah membuat komponen dengan

mempergunakan material tertentu yang memenuhi persyaratan bentuk dan ukuran

serta struktur yang mampu melayani kondisi lingkungan tertentu.

Melihat, faktor-faktor di atas maka faktor membuat suatu bentuk tertentu

merupakan faktor utama. Ada beberapa metoda atau membuat geometri (betuk

dan ukuran) dari suatu bahan yang dikelompokan menjadi empat kelompok dasar

proses pembuatan (manufacturing processes) yaitu pengecoran (Casting),

pemesinan (Machining), proses konsolidasi dari beberapa bahan menjadi satu

(Consolidating, misalkan : Powder Metallurgy, Mechanical fastener, Bonding,

Welding dan sebagainya) dan proses deformasi.

Proses pemesinan atau lebih spesifik lagi material removal process (proses

pembuangan material), memberikan ketelitian yang sangat tinggi dan fleksibilitas

(keuletan) yang besar.

Proses konsolidasi mampu membentuk benda yang kompleks dari

komponen-komponen yang sederhana dan merupakan proses yang umum dipakai.

Universitas Sumatera Utara


Proses deformasi memanfaatkan sifat beberapa material yaitu

kemampuannya mengalir secara plastis pada keadaan padat tanpa merusak sifat-

sifatnya. Dengan menggerakan material secara sederhana ke bentuk yang

diinginkan, maka sedikit atau bahkan tidak ada material yang terbuang sia-sia.

Dari proses pengecoran, direduksi ukurannya dan diubah ke dalam bentuk-

bentuk dasar seperti plates, sheets dan rod. Bentuk-bentuk dasar ini kemudian

mengalami proses deformasi lebih lanjut sehingga diperoleh kawat (wire) dan

myriad (berjenis-jenis) produk akhir yang dihasilkan melalui tempa (forging),

ekstrusi, sheet metal forming dan sebagainya.

Deformasi yang diberikan dapat berupa aliran curah (bulk flow) dalam tiga

dimensi. Geser sederhana, tekuk sederhana dan gabungan ataupun kombinasi dari

beberapa jenis proses tersebut. Tegangan yang diperlukan untuk mendapatkan

deformasi tersebut dapat berupa tarikan (tension), tekan (compression), geseran

(shear) atau kombinasi dari beberapa jenis tegangan tersebut.

Secara makroskopis, deformasi dapat dilihat sebagai perubahan bentuk

dan ukuran. Perubahan bentuk yang terjadi dapat di bedakan atas deformasi elastis

dan deformasi plastis.

Meskipun hakekat proses pembentukan logam adalah mengusahkan

deformasi plastis yang terkontrol, namun dalam berbagai hal pengaruh deformasi

elastis cukup besar sehingga tidak dapat diabaikan begitu saja. Untuk itu perlu

dibahas lebih dahulu pengertian deformasi elastis dan deformasi plastis.

Perubahan bentuk dapat dipisahkan menjadi dua, yaitu deformasi elastis

dan defomasi plastis. Deformasi elastis adalah perubahan bentuk yang terjadi bila

ada gaya yang berkerja, serta akan hilang bila beban ditiadakan. Dengan kata lain

Universitas Sumatera Utara


bila beban ditiadakan, maka benda akan kembali kebentuk dan ukuran semula. Di

lain pihak, defomasi plastis adalah perubahan bentuk yang permanen, meskipun

bebannya dihilangkan. Secara diagramatis menunjukan pengertian deformasi

elastis dan deformasi plastis pada suatu diagram tegangan-regangan.

Bila suatu material dibebani sampai daerah plastis maka perubahan bentuk

yang saat itu terjadi adalah gabungan antara deformasi elastis dengan deformasi

plastis (penjumlahan ini sering juga disebut deformasi total). Bila beban-beban

ditiadakan, maka deformasi elastis akan hilang pula, sehinga perubahaan bentuk

yang ada hanyalah deformasi plastis saja.

Pengaruh temperatur terhadap proses-proses pembentukan adalah hal

mengubah sifat-sifat dan prilaku material. Secara umum kenaikan temperatur akan

mengakibatkan turunnya kekuatan material, naiknya keuletan dan turunnya laju

pengerasan regangan yang mana perubahannya tersebut mengakibatkan

kemudahan material untuk deformasi.

Berdasarkan temperatur material pada saat deformasi ini, proses

pembentukan logam dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar, yaitu:

 Pengerjaan panas (Hot working)

 Pengerjaan dingin (Cold working)

Pada awalnya batasan kedua kelompok tersebut hanyalah didasarkan atas

ada atau tidaknya proses pemanasan benda kerja. Namun bila ditinjau dari segi

metalurgis, hal ini tidak sepenuhnya benar.

Universitas Sumatera Utara


Batasan yang berlaku lebih umum adalah yang didasarkan pada temperatur

rekristalisasi logam yang diproses. Hal ini memang berkaitan dengan ada atau

tidaknya proses pelunakan selama proses berlangsung.

2.2.1 Proses Pengerjaan Panas

Pengerjaan panas adalah proses pembentukan logam yang mana proses

deformasinya dilakukan di atas kondisi temperatur dan laju regangan dimana

proses rekritalisasi dan deformasi terjadi bersamaan.

Proses pengerjaan panas dapat didefinisikan sebagai proses pembentukan

yang dilakukan pada daerah temperatur rekristalisasi logam yang diproses (agar

lebih singkat daerah temperatur di atas temperatur rekristalisasi untuk selanjutnya

disebut sebagai daerah temperatur tinggi). Dalam proses deformasi pada

temperatur tinggi terjadi peristiwa pelunakan yang terus menerus, khususnya

akibat terjadinya rekristalisasi. Akibat yang konkret ialah bahwa logam bersifat

lunak pada temperatur tinggi. Kenyataan inilah yang membawa keuntungan-

keuntungan pada proses pengerjaan panas. Yaitu bahwa deformasi yang diberikan

kepada benda kerja dapat relatif besar. Hal ini disebabkan karena sifat lunak dan

sifat ulet, sehingga gaya pembentukan yang dibutuhkan relatif kecil, serta benda

kerja mampu menerima perubahaan bentuk yang besar tanpa retak. Karena itulah

keuntungan proses pengerjaan panas biasanya digunakan pada proses-proses

pembentukan primer yang dapat memberikan deformasi yang besar, misalnya

proses pengerolan panas, tempa dan ekstrusi.

Akibatnya adalah kurva tegangan – regangan sebenarnya secara garis

besar berupa garis mendatar pada regangan di atas titik luluh. Hal ini merupakan

Universitas Sumatera Utara


perbadaan yang jelas apabila perbandingan dengan kurva tegangan – regangan

sebenarnya yang naik ke atas pada deformasi di bawah temperatur rekristalisasi.

Dengan demikian proses pengerjaan panas secara drastis mampu mengubah

bentuk material tanpa akan timbulnya retak pembentukan yang berlebihan.

Di samping itu, temperatur tinggi memacu proses difusi sehingga hal ini

dapat menghilangkan ketidak homogenan kimiawi, pori-pori karena efek

pengelasan dapat tertutup atau ukurannya berkurang selama derformasi

berlangsung serta struktur metalurgi dapat diubah sehingga diperoleh sifat-sifat

akhir yang lebih baik. Dilihat dari segi negatif, temperatur tinggi dapat

mengakibatkan reaksi yang tidak dikehendaki antara benda kerja dengan

lingkungannya.

Suhu rekristalisasi, merupakan salah satu indikator untuk menentukan

batas antara pengerjaan panas dan pengerjaan dingin, dimana untuk pengerjaan

panas logam, dilakukan di atas suhu rekristalisasi atau disebut juga di atas daerah

pengerasan kerja. Sementara itu, pengerjaan dingin dilakukan di bawah suhu

rekristalisasi, bahkan sering dilakukan pada suhu kamar (ambiance temperature),

sebagai contoh: suhu rekristalisasi baja berkisar antara 500°C sampai dengan

700°C, namun untuk pengerjaan panas, sering dilakukan di atas suhu tersebut.

Pengerasan kerja sesungguhnya baru akan terjadi, ketika batas bawah daerah

rekristalisasi tersebut dicapai.

Beberapa jenis logam bukan besi, seperti timah hitam atau timah putih,

mempunyai daerah rekristalisasi yang rendah, sehingga pengerjaan pada suhu

kamar pun dapat dianggap sebagai pengerjaan panas. Daerah pengerasan kerja,

pada prinsipnya dipengaruhi oleh komposisi paduannya, khususnya pada suhu

Universitas Sumatera Utara


rekristalisasi, sementara itu, daerah pengerasan kerja, juga tergantung pada

pengerjaan dingin yang mungkin telah pernah dilakukan sebelumnya pada logam

yang ditinjau.

Perlu juga diketahui, bahwa selama operasi pengerjaan panas, logam

berada dalam keadaan plastis, sehingga mudah untuk dibentuk dengan tekanan.

Toleransi menjadi rendah sebagai akibat adanya penyusutan/pemuaian

termal ataupun akibat pendinginan yang tidak seragam. Secara metalurgis dapat

terjadi sehingga ukuran butir produk akan bervariasi tergantung pada besar

reduksi yang alami, temperatur deformasi yang terakhir, setelah deformasi dan

faktor-faktor lainnya.

Keberhasilan dan kegagalan proses pengerjaan panas sering sangat

tergantung pada keberhasilan mengatur kondisi termal, karena hampir 90% energi

yang diberikan kepada benda kerja akan diubah menjadi panas maka temperatur

benda kerja akan naik jika deformasi berlangsung sangat cepat. Meskipun

demikian, pada umumnya pemanasan benda kerja dipanaskan pada temperatur

yang lebih rendah.

Panas banda kerja hilang melalui permukaan-permukaannya dan panas

paling besar melalui permukaan yang bersentuhan dengan dies yang

bertemperatur lebih rendah begitu permukaan benda kerja menjadi dingin ketidak

seragaman temperatur akan terjadi. Adanya aliran benda kerja yang panas dan

lunak pada bagian dalam akan mengakibatkan retakan pada permukaan benda

kerja yang dingin dan getas. Oleh kerena itu temperatur benda kerja perlu dijaga

agar seseragam mungkin.

Universitas Sumatera Utara


Guna mendapatkan toleransi produk yang lebih baik maka temperatur dies

dinaikan dan waktu kontak yang lebih lama (kecepatan deformasi yang lebih

rendah). Namun dengan cara seperti ini juga akan semakin memperpendek umur

dies. Pada saat memproses forming produk yamg bentuknya rumit, seperti pada

hot forging, bagian tipis akan mendingin lebih cepat dari pada bagian yang tebal

sehingga hal ini akan semakin memperumit perilaku aliran benda kerja. Lebih

jauh lagi ketidak seragaman pendinginan benda karja akan menimbulkan tegangan

sisa pada produk akhir hasil proses hot working.

Ada beberapa pengerjaan panas yang sering digunakan untuk

menghasilkan sebuah produk. Dengan pengerjaan panas ini diharapkan produk

yang dihasilkan memiliki sifat-sifat yang dibutuhkan.

Heat treatment, dari sebuah rangkuman yang ditulis oleh Avner (1974:

676) menyatakan bahwa perlakuan panas (heat treatment) adalah: “Heating and

cooling a solid metal or alloy in such away as to obtain desired conditions or

properties. Heating for the sole purpose of hot-working is excluded from the

meaning of this definition”.

Perlakuan panas adalah suatu proses pemanasan dan pendinginan logam

dalam keadaan padat untuk mengubah sifat-sifat mekaniknya. Baja dapat

dikeraskan sehingga tahan aus dan kemampuan memotong meningkat atau dapat

dilunakan untuk memudahkan proses pemesinan lanjut. Melalui perlakuan panas

yang tepat, tegangan dalam dapat dihilangkan, ukuran butir dapat diperbesar atau

diperkecil. Selain itu ketangguhan ditingkatkan atau dapat dihasilkan suatu

permukaan yang keras di sekeliling inti yang ulet. Untuk memungkinkan

perlakuan panas tepat, komposisi kimia baja harus diketahui karena perubahan

Universitas Sumatera Utara


komposisi kimia, khususnya karbon dapat mengakibatkan perubahan sifat-sifat

fisis.

Perlakuan-perlakuan panas untuk proses roling panas yang lain yaitu:

2.2.1.1 Pengerasan (Hardening)

Hardening atau pengerasan dan disebut juga penyepuhan merupakan salah

satu proses perlakuan panas yang sangat penting dalam produksi komponen-

komponen mesin. Untuk mendapatkan struktur baja yang halus, keuletan,

kekerasan yang diinginkan, dapat diperoleh melalui proses ini.

Menurut Kenneth Budinski (1999: 167), pengerasan baja membutuhkan

perubahan struktur kristal dari body-centered cubic (BCC) pada suhu ruangan ke

struktur kristal face-centered cubic (FCC). Dari diagram keseimbangan besi

karbon dapat diketahui besarnya suhu pemanasan logam yang mengandung

karbon untuk mendapatkan struktur FCC. Logam tersebut harus dipanaskan

dengan sempurna sampai daerah austenit.

Pengerasan meliputi pekerjaan pendinginan yang menyebabkan karbon

terbentuk dalam struktur kristal. Pendinginan dilakukan dengan mengeluarkan

dengan cepat logam dari dapur pemanas (setelah direndam selama waktu yang

cukup untuk mendapatkan temperatur yang dibutuhkan) dan mencelupkan ke

dalam media pendingin air atau oli.

2.2.1.2 Pelunakan (Annealing)

Selain untuk tujuan pengerasan perlakuan panas dapat dilakukan untuk

tujuan pelunakan. Hal ini diperlukan untuk perlakuan baja-baja yang keras,

sehingga dapat dikerjakan dengan mesin. Di samping itu juga pelunakan

Universitas Sumatera Utara


dilakukan untuk tujuan meningkatkan keuletan dan mengurangi tegangan dalam

yang menyebabkan material berperilaku getas. Secara umum proses pelunakan

dapat berupa proses normalizing, full annealing dan spheroidizing.

2.2.1.3 Normalizing

Normalizing merupakan proses perlakuan panas yang bertujuan untuk

memperhalus dan, menyeragamkan ukuran serta distribusi ukuran butir logam.

Proses ini diperlukan untuk komponen atau material yang mengalami proses

pembentukan seperti pengerolan dingin, tempa dingin dan pengelasan.

Proses normalizing yaitu dengan cara memanaskan material pada

temperatur 55°C sampai 85°C di atas temperatur kritis. Kemudian ditahan untuk

beberapa lama hingga fasa secara penuh bertransformasi ke fasa austenit.

Selanjutnya material didinginkan pada udara terbuka hingga mencapai suhu

kamar, seperti terliat pada gambar 2.7.

Gambar 2.7. Diagram Fasa Fe-Fe3C pada Daerah Eutectoid

Universitas Sumatera Utara


2.2.1.4 Full annealing

Full annealing merupakan proses perlakuan panas yang bertujuan untuk

melunakkan logam yang keras sehingga mampu dikerjakan dengan mesin. Proses

ini banyak dilakukan pada baja medium. Proses ini dilakukan dengan cara

memanaskan material baja pada temperatur 15°C hingga 40°C di atas temparatur

A3 atau A1 tergantung kadar karbonnya. Pada temperatur tersebut pemanasan

ditahan untuk beberapa lama hingga mencapai kesetimbangan. Selanjutnya

material didinginkan dalam dapur pemanas secara perlahan-lahan hingga

mencapai temperatur kamar. Struktur mikro hasil full annealing berupa pearlit

kasar yang relatif lunak dan ulet.

2.2.1.5 Spheroidizing

Baja karbon medium dan tinggi memiliki kekerasan yang tinggi dan sulit

untuk dikerjakan dengan mesin dan dideformasi. Untuk melunakkan baja ini

dilakukan proses spheroidizing.

Proses spheroidizing dilakukan dengan cara memanaskan baja pada

temperatur sedikit di bawah temperatur eutectoid, yaitu sekitar 700°C. Pada

temperatur tersebut ditahan selama 15 hingga 25 jam. Kemudian didinginkan

secara perlahan-lahan di dalam tungku pemanas hingga mencapai temperatur

kamar.

Pada laporan ini juga khusus membahas tentang pengerolan, yaitu

pengerolan panas. Pengerolan yaitu proses deformasi dimana ketebalan bahan

Universitas Sumatera Utara


dikurangi dengan menekan bahan tersebut menggunakan dua rol yang saling

berhadapan Karena memerlukan gaya yang sangat besar maka dilakukan

pemanasan agar gaya yang diperlukan dapat dikurangi.

Pengerolan yang digunakan untuk mengurangi ketebalan (deformasi) yaitu

pengerolan datar, seperti terlihat pada gambar 2.8. Pengerolan datar adalah

pengerolan terhadap benda kerja untuk memperoleh hasil rol yang memiliki

permukaan datar. Pada umumnya pengerolan datar dilakukan dengan pengerjaan

panas (disebut pengerolan panas) karena dalam pengerolan ini diperlukan

deformasi yang besar.

Gambar 2.8. Proses Pengerolan Datar

Keuntungan pengerolan panas yaitu bebas dari tegangan sisa dan sifat-

sifatnya lebih homogen karena terjadi deformasi yang merata, sedangkan

kerugiannya yaitu dimensi akibat deformasi kurang akurat dan terjadi oksidasi

pada permukaan spesimen.

Dalam pengerjaan logam, roling adalah proses pembentukan logam dimana

logam dilewatkan melalui sepasang rol. Roling diklasifikasikan menurut

temperatur logam pada saat dirol. Jika suhu logam di atas suhu rekristalisasi,

Universitas Sumatera Utara


maka proses ini disebut sebagai rolling panas. Jika suhu logam di bawah suhu

rekristalisasinya, proses ini disebut sebagai rolling dingin, seperti gambar 2.9.

Gambar 2.9. Skema Perollingan

Ada banyak jenis proses roling, termasuk rol cincin, rol bending, rol

membentuk, roling profil, dan roling terkontrol.

Rolling mills adalah yang paling awal digunakan di pabrik, yang

diperkenalkan dari Belgia ke Inggris pada 1590. Yang cara kerjanya melewatkan

bar datar antara rol untuk membentuk pelat besi, yang kemudian lewat di antara

gulungan beralur (slitters) untuk menghasilkan batang dari besi. Belakangan ini

mulai menjadi rerolled dan kaleng untuk membuat tinplate. Para produksi awal

dari besi plat di Eropa adalah hasil tempa, bukan rolling mills.

Mesin tempa rol biasanya digunakan untuk mengecilkan suatu penampang

batang bulat yang pendek atau membentuknya menjadi tirus. Misalkan diinginkan

benda seperti terlihat pada gambar 2.10, yakni suatu batang dimana diameter nya

tidak seragam, di bagian tengah dari batang mempunyai diameter lebih kecil dari

diameter di ujung-ujungnya.

Universitas Sumatera Utara


Dengan memutar batang sebesar 90° untuk setiap langkah (pas), maka

umum nya tidak akan terbentuk sirip (sirip ini perlu dibersihkan kemudian).

Bila mesin rol berada dalam posisi terbuka, maka operator akan

menempatkan batang yang dipanas kan diantara rol-rolnya, seperti terlihat pada

gambar. Ketika rol berputar, batang dijepit oleh alur rol dan didorong kearah

operator, bila rol terbuka, batang didorong kembali dan digiling lagi, atau

dipindah kan ke alur rol berikutnya untuk langkah selanjutnya.

Gambar 2.10. Proses Rolling dan Hasilnya

Mesin tempa rol ini juga dapat digunakan untuk membuat ban logam,

namun mesin rolnya harus dimodifikasi, seperti yang terlihat pada gambar 2.11.

Perolingan dilakukan bertahap sedikit demi sedikit agar tidak terjadi kerusakan

pada permukaan benda hasil kerja. Hasil produksi dengan proses roling ini

menghasilkan produk yang berkualitas, ketelitiannya cukup baik. Hanya saja,

Universitas Sumatera Utara


perlu gaya yang cukup besar untuk membentuk baja mengikuti alur yang

diinginkan.

Gambar 2.11 menunjukkan suatu benda awal tempa yang kasar, dapat

dibentuk menjadi roda yang licin dengan menggunakan rol-rol lainnya, yang

dipasangkan di sekeliling roda tersebut. Bila roda berputar maka diameter benda

berangsur-angsur bertambah besar, sedangkan pelat dan rim nya makin tipis,

setelah sesuai dimensi, maka benda dipindah ke mesin lainnya untuk proses

pembentukan akhir.

Gambar 2.11. Tahapan Perollingan

Mesin jenis ini biasanya digunakan untuk membuat:

 gandar kendaraan bermotor

Universitas Sumatera Utara


 sudu baling-baling pesawat terbang, turbin
 linggis
 mata pisau pahat
 tabung tirus
 ujung per daun

Sebuah paten diberikan kepada Thomas Blockley dari Inggris pada 1759

untuk polishing dan roling logam. Paten lain diberikan pada 1766 kepada Richard

Ford dari Inggris untuk pabrik gabungan pertama. Sebuah pabrik gabungan adalah

dimana logam yang terrol di tingkat berturut-turut.

Praktek rolling modern dapat dikaitkan dengan upaya perintis Henry Cort

dari Fontley Besi Mills, dekat Fareham, Inggris. Pada 1783 paten dikeluarkan

untuk Henry Cort dimana dia menggunakan gulungan beralur untuk batang besi

bergulir. Dengan pabrik desain baru. Mampu menghasilkan 15 kali output per hari

dibandingkan dengan palu. Meskipun Cort tidak yang pertama untuk

menggunakan gulungan beralur, ia pertama yang menggabungkan penggunaan

banyak fitur terbaik dari berbagai cara pembuatan baja dan proses membentuk

dikenal pada saat itu. Dengan demikian penulis modern telah memanggilnya

"ayah dari roling modern".

Perkembangan perolingan yang semakin pesat, menyesuaikan terhadap

kebutuhan konsumen yang semakin banyak. Oleh sebab itu, perlu pengembangan

cara produksi skala besar dengan tanpa mengurangi kualitas, ataupun kualitasnya

malah harus lebih baik. Maka dikembangkan pabrik-pabrik dengan roling yang

berskala besar.

Universitas Sumatera Utara


Pabrik rel rolling pertama didirikan oleh John Birkenshaw pada tahun

1820, di mana ia menghasilkan rel besi tempa ikan berperut dalam panjang dari 15

sampai 18 kaki. Dengan kemajuan teknologi di rolling mills ukuran rolling mills

tumbuh pesat seiring dengan produk ukuran roling medium. Contoh mesin

rolingnya seperti terlihat pada gambar 2.12.

Gambar 2.12. Mesin Roling

Roling panas adalah proses pengerjaan logam yang terjadi di atas

temperatur rekristalisasi bahan. Setelah butir dibentuk kembali selama

pemrosesan, mereka berekristalisasi, yang mempertahankan struktur mikro dan

mencegah logam dari pengerasan kerja. Bahan awal biasanya potongan besar dari

logam, seperti produk setengah jadi casting, seperti slabs, mekar, dan billet. Jika

produk ini berasal dari operasi pengecoran kontinyu produk biasanya dimasukkan

Universitas Sumatera Utara


langsung ke dalam rolling mills pada suhu yang tepat. Dalam operasi yang lebih

kecil bahan dimulai pada suhu kamar dan harus dipanaskan. Hal ini dilakukan di

sebuah lubang perendaman gas atau minyak bakar untuk benda kerja yang lebih

besar dan lebih kecil untuk benda kerja digunakan pemanas induksi. Saat bahan

ini dikerjakan temperatur harus dipantau untuk memastikan tetap berada di atas

temperatur rekristalisasi. Contoh dari hasil rolling panas seperti terlihat pada

gambar 2.13 di bawah ini. Untuk mempertahankan faktor keamanan temperatur

penyelesaian didefinisikan di atas suhu rekristalisasi, hal ini biasanya 50°C

sampai 100°C (90°F sampai 180°F) di atas suhu rekristalisasi. Jika suhu tidak

turun di bawah suhu ini materi harus kembali dipanaskan sebelum roling panas

lebih panas.

Gambar 2.13. Hasil Rolling Panas

Logam rolling panas umumnya hanya sedikit mengarah kepada sifat

mekanis dan tegangan sisa deformasi diinduksi. Namun, dalam kasus tertentu

non-logam inklusi akan memberikan beberapa arah dan benda kerja tebalnya

kurang dari 20 mm sering memiliki beberapa sifat terarah. Juga, pendinginan

Universitas Sumatera Utara


tidak homogen akan menyebabkan banyak tegangan sisa, yang biasanya terjadi

dalam bentuk-bentuk yang memiliki penampang tidak rata, seperti bentuk-I dan

bentuk-H. Sementara produk jadi yang berkualitas baik, permukaan dilapisi dalam

skala pabrik, yang merupakan oksida yang terbentuk pada suhu tinggi. Hal ini

biasanya dihapus melalui pengawetan atau proses permukaan halus bersih, yang

menghasilkan permukaan halus. Dimensi toleransi biasanya 2 sampai 5% dari

dimensi keseluruhan.

2.2.2 Proses Pengerjaan Dingin

Proses pengerjaan dingin didefinisikan sebagai proses pembentukan yang

dilakukan pada daerah temperatur di bawah temperatur rekristalisasi. Dalam

praktek memang pada umumnya pangerjaan dingin dilakukan pada temperatur

kamar, atau dengan lain perkataan tanpa pemanasan benda kerja.

Agar lebih singkat, untuk selanjutnya daerah temperatur di bawah

temperatur rekristalisasi disebut saja sebagai daerah temperatur rendah. Pada

kondisi ini pada logam yang diderformasi terjadi peristiwa pengerasan regangan.

Logam akan bersifat makin keras dan makin kuat tetapi makin getas bila

mengalami deformasi. Hal ini menyebabkan relatif kecil deformasi yang dapat

diberikan pada proses pengerjaan dingin. Bila dipaksakan adanya suatu perubahan

bentuk yang besar, maka benda kerja akan retak akibat sifat getasnya.

Meskipun demikian, proses pengerjaan dingin tetap menempati kedudukan

yang khas, dalam rangkaian proses pengerjaan. Langkah deformasi yang awal

biasanya adalah pada temperatur tinggi, misalnya proses pengerolan panas. Billet

ataupun slab di rol panas menjadi bentuk yang lebih tipis, misalnya pelat. Pada

Universitas Sumatera Utara


tahapan tersebut deformasi yang dapat diberikan adalah relatif besar. Namun

proses pengerolan panas ini tidak dapat dilanjutkan pada pelat yang relatif lebih

tipis. Memang mungkin saja suatu gulungan pelat dipanaskan terlebih dahulu

pada tungku sampai temperaturnya melewati temperatur rekristalisasi. Akan tetapi

bila pelat tersebut dirol, maka temperaturnya akan cepat turun sampai di bawah

temperatur rekristalisasi. Hal ini disebabkan oleh besarnya panas yang berpindah

dari pelat ke sekitarnya. Pelat yang tipis akan lebih cepat mengalami penurunan

temperatur dari pada pelat yang tebal.

Dari uraian tersebut jelaslah bahwa proses deformasi yang dapat dilakukan

pada benda kerja yang luas permukaan spesifiknya besar hanyalah proses

pengerjaan dingin. Beberapa contohnya adalah proses pembuatan pelat tipis

dengan pengerolan dingin, proses pembuatan kawat dengan proses panarikan

(wire drawing), serta seluruh proses pembentukan terhadap pelat (sheet metal

forming).

Keunggulan proses pengerjaan dingin adalah kondisi permukaan benda

kerja yang lebih baik dari pada yang diproses dengan pengerjaan panas. Hal ini

disebabkan oleh tidak adanya proses pemanasan yang dapat menimbulkan kerak

pada permukaan.

Keunggulan lainnya ialah kekerasan dan kekuatan logam sebagai akibat

pengerjaan dingin. Namun hal ini diikuti pula oleh suatu kerugian, yaitu makin

getasnya logam yang dideformasi dingin.

Sifat-sifat logam dapat diubah dengan proses perlakuan panas (heat

treatment). Perubahan sifat menjadi keras dan getas akibat deformasi dapat

dilunakan dan diuletkan kembali dengan proses anil (annealing).

Universitas Sumatera Utara


Ditinjau dari segi proses pembuatan (manufacturing), proses pengerjaan

dingin mempunyai sejumlah kelebihan yang jelas sehingga bebagai Jenis proses

pengerjaan dingin menjadi sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Apabila

dibandingkan dengan proses pengerjaan panas maka proses pengerjaan dingin

mempunyai beberapa keuntungan, yaitu:

 Tidak perlu pemanasan

 Permukaan akhir lebih baik

 Pengaturan dimensi lebih bisa terkendali, sehingga walaupun ada

sangat sedikit sekali proses pemesinan lanjut

 Produk yang dihasilkan mempunyai reproducibility (mampu

diproduksi kembali dengan kualitas yang sama) interchangeability

(mampu tukar) yang lebih baik

 Kekuatan, kekuatan lelah (fatigue strength) dan ketahanan ausnya

lebih baik

 Sifat-sifat terarah (directional properties) dapat dimunculkan

 Masalah kontaminasi dapat dikurangi

Adapun kerugiannya adalah

 Diperlukan gaya yang besar untuk melakukan deformasi

 Perlu peralatan yang berat dan berdaya besar

 Produk menjadi kurang ulet

 Logam harus bersih dan bebas kerak

 Terjadi pengeras regangan (strain hardening) sehingga perlu proses

pelunakan antara proses bila digunakan proses deformasi

Universitas Sumatera Utara


 Rusaknya directional properties

 Timbulnya tegangan sisa

Dari fakta-fakta di atas seperti yang telah dipaparkan di atas. Terlihat

bahwa proses pengerjaan dingin khusus cocok untuk produksi dalam jumlah yang

banyak, dimana kuantitas produk dapat mengimbangi ongkos peralatan yang

mahal.

Cocok tidaknya logam diproses pembentukan dingin ditentukan olah sifat-

sifat tariknya yang mana hal ini langsung berkaitan dengan struktur metalurginya.

Dengan penjelasan yang sama maka proses pengerjaan dingin akan mengubah

sifat material pada produk yang dihasilkan. Defomasi plastis pada suatu logam

hanya dapat terjadi jika batas elastis logam dilewati.

Proses pembentukan logam (metal forming) pada temperatur ruang biasa

disebut dengan pengerjaan dingin (cold working). Pada pengerjaan dingin proses

deformasi akan mengakibatkan peningkatan kekuatan atau kekerasan logam.

Peningkatan kekuatan atau kekerasan yang terjadi, akan tergantung pada seberapa

besar deformasi atau regangan yang diterima oleh benda kerja. Bertambahnya

kekerasan atau kekuatan suatu logam akibat regangan atau pengerjaan dingin

(cold working) disebut pengerasan regangan atau pengerasan kerja (work

hardening). Dengan bertambahnya regangan, maka tegangan yang diperlukan

untuk proses deformasi selanjutnya akan menjadi lebih besar.

Pengerolan merupakan proses pembentukan material untuk mengurangi

ketebalan suatu material dengan cara memberikan gaya dengan bantuan roll.

Umumnya material yang dilakukan dengan proses pengerolan adalah berupa plat

Universitas Sumatera Utara


datar dan lembaran. Jenis-jenis dalam pengerolan berdasarkan temperatur yang

bekerja yaitu

1. Pengerolan Panas

Pengerolan panas adalah suatu proses pengerolan yang dilakukan di atas

temperatur rekristalisasi. Keuntungannya adalah gaya yang dibutuhkan untuk

mendeformasi material jauh lebih kecil, sehingga untuk mencapai reduksi yang

besar dapat dilakukan hanya dengan beberapa tahap.

2. Pengerolan Dingin

Pengerolan dingin adalah suatu proses pengerolan yang dilakukan di

bawah temperatur rekristalisasi. Pengerolan ini dipergunakan untuk menghasilkan

produk yang memiliki kualitas permukaan akhir yang baik. Pengerasan regangan

yang diperoleh dari reduksi dingin dapat meningkatkan kekuatan.

Material yang diproses dengan pengerolan pada suhu di bawah suhu

dikatakan telah mengalami pengerjaan dingin. Material pada umumnya

mengalami pengerjaan dingin pada temperatur kamar, meskipun perlakuan

tersebut mengakibatkan kenaikan suhu. Pengerolan dingin dapat

mengakibatkan distorsi pada butir dan meningkatkan kekuatan dan kekerasan,

memperbaiki kemampuan pemesinan, meningkatkan ketelitian dimensi serta

menghaluskan permukaan logam. Sewaktu material mengalami pengerolan dingin

terjadi perubahan yang mencolok pada struktur butir seperti perpecahan butir dan

pergeseran atom-atom.

Untuk pengerolan dingin diperlukan tekanan yang lebih besar dari pada

pengerolan panas. Material mengalami deformasi tetap bila tegangan melebihi

Universitas Sumatera Utara


batas elastis. Karena tidak mungkin terjadi rekristalisasi selama pengerolan

dingin, tidak terjadi pemulihan dari butir yang mengalami perpecahan.

Untuk pengerolan dingin memerlukan mesin roling dengan kemampuan

roll untuk gaya yang sangat besar. Karena roling dilakukan tanpa pelunakan

terlebih dahulu. Bisa kita bayangkan baja sekeras itu diroling (dipress) sampai

deformasi yang diinginkan. Apabila mesin roling tidak mampu dengan beban itu

maka mesin akan kelebihan muatan dan kemungkinan mesin akan rusak.

2.3 Pengujian Sifat Mekanis Logam

Ada beberapa pengujian yang dilakukan yaitu:

2.3.1 Pengujian Tarik

Banyak hal yang dapat kita pelajari dari hasil uji tarik. Bila kita terus

menarik suatu bahan sampai putus, kita akan mendapatkan profil tarikan yang

lengkap berupa kurva seperti digambarkan pada gambar 2.14.

7000

6000
σu 5400
5000

4000
σy 3450
3000

2000

1000

0
0 εy 10 20 30

Regangan Tarik baja

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.14. Kurva Tegangan Regangan Baja Karbon Sedang dengan Perlakuan

Rolling pada Temperatur 800°C Deformasi 20%

Perubahan panjang dalam kurva disebut sebagai regangan teknik, yang

didefinisikan sebagai perubahan panjang yang terjadi akibat perubahan statik (∆L)

terhadap panjang batang mula-mula (L0). Tegangan yang dihasilkan pada proses

ini disebut dengan tegangan teknik (σeng), dimana didefinisikan sebagai nilai

pembebanan yang terjadi (F) pada suatu luas penampang awal (A0).

Tegangan normal tesebut akibat gaya tarik dapat ditentukan berdasarkan

persamaan (2.1).
𝐹𝐹
𝜎𝜎 = (2.1)
𝐴𝐴₀

Dimana:

σ = Tegangan tarik (MPa)

F = Gaya tarik (N)

Ao = Luas penampang spesimen mula-mula (mm2)

Regangan akibat beban tekan statik dapat ditentukan berdasarkan

persamaan (2.2).

∆𝐿𝐿
𝜀𝜀 = (2.2)
𝐿𝐿

Dimana: ∆L = L-L0

Keterangan:

ε = Regangan akibat gaya tarik

L = Perubahan panjang spesimen akibat beban tekan (mm)

Universitas Sumatera Utara


Lo = Panjang spesimen mula-mula (mm)

Pada prakteknya nilai hasil pengukuran tegangan pada suatu pengujian

tarik pada umumnya merupakan nilai teknik. Regangan akibat gaya tarik yang

terjadi, panjang akan menjadi bertambah dan diameter pada spesimen akan

menjadi kecil, maka ini akan terjadi deformasi plastis (Nash, 1998). Hubungan

antara stress dan strain dirumuskan pada persamaan (2.3)

E=σ/ε (2.3)

E adalah gradien kurva dalam daerah linier, dimana perbandingan

tegangan (σ) dan regangan (ε) selalu tetap. E diberi nama “Modulus Elastisitas”

atau “Young Modulus”. Kurva yang menyatakan hubungan antara strain dan

stress seperti ini kerap disingkat kurva SS (SS curve).

Deformasi merupakan perubahan bentuk, dimensi dan posisi dari suatu

materi baik dari suatu materi baik merupakan bagian dari alam ataupun buatan

manusia dalam skala waktu dan ruang. Deformasi dapat terjadi jika suatu benda

atau materi dikenai gaya (Force).

Deformasi terbagi menjadi dua jenis yaitu deformasi elastis dan deformasi

plastis. Deformasi elastis adalah deformasi atau perubahan bentuk yang

disebabkan oleh pemberian beban, dimana apabila beban dihilangkan maka

bentuk dan ukuran akan kembali ke bentuk semula atau deformasi yang terjadi

akan hilang. Daerah deformasi elastis berlaku hukum hooke yaitu regangan akan

sebanding dengan tegangan sesuai dengan modulus elastisitas. Sedangkan.

Universitas Sumatera Utara


deformasi plastis adalah perubahan bentuk yang merupakan kelanjutan dari

deformasi elastis yang bersifat permanen meskipun beban dihilangkan.

Umumnya, limit elastis bukan merupakan definisi tegangan yang jelas,

tetapi pada besi tidak murni dan baja karbon rendah, titik awal terjadinya

deformasi plastis ditandai dengan penurunan beban secara tiba-tiba yang

menunujukan adanya titik luluh atas dan titik luluh bawah. Perilaku luluh ini

merupakan karakteristik bebagai jenis logam, khususnya yang memiliki struktur

BBC dan mengandung sejumlah kecil elemen terlarut. Untuk material yang tidak

memiliki titik luluh yang jelas, berlaku definisi konvensional mengenai titik awal

deformasi plastis, yaitu tegangan uji 0,1% atau 0,2%. Di sini ditarik garis sejajar

dengan bagian elastis kurva tegangan-regangan dari titik dengan regangan 0,2%.

2.3.2 Pengujian Kekerasan

Kekerasan logam didefinisikan sebagai ketahanan terhadap penetrasi, dan

memberikan indikasi cepat mengenai perilaku deformasi (Smallman, 2000). Alat

uji kekerasan menekankan bola kecil, piramida atau kerucut ke permukaan logam

dengan beban tertentu, dan bilangan kekerasan ( Brinell atau piramida Vickers)

diperoleh dari diameter jejak. Kekerasan dapat dihubungkan dengan kekuatan

luluh atau kekuatan tarik logam, Karena sewaktu indentasi, material di sekitar

jejak mengalami deformasi plastis mencapai beberapa persen regangan tertentu.

Bilangan kekerasan Vickers (VPN) didefinisikan sebagai beban dibagi luas

permukaan jejak piramida dan dinyatakan dalam satuan kgf/mm2 dan besarnya

sekitar tiga kali tegangan luluh untuk material yang tidak mengalami pengerasan

kerja yang berarti. Bilangan kekerasan Brinell (BHN) diberikan oleh persamaan

Universitas Sumatera Utara


(2.4). Dimana bilangan Brinell didefinisikan sebagai tegangan P/A, dalam satuan

kgf/mm2, diamana P adalah beban dan A adalah luas permukaan kutub bola yang

membentuk indentasi. Jadi

𝜋𝜋 𝑑𝑑 2 1�
BHN = 𝑃𝑃/( 𝐷𝐷2 ) �1 − [1 − � � ] 2� (2.4)
2 𝐷𝐷

Dimana d adalah diameter jejak dan D adalah diameter indentor. Agar

diperoleh hasil yang kosisten maka rasio d/D harus kecil dan diusahakan agar

tetap konstan. Dengan begini nilai BHN untuk material lunak adalah sama.

Pengujian kekerasan penting, baik untuk pengendalian kerja maupun penelitian,

khususnya bilamana diperlukan informasi mengenai getas pada suhu tinggi.

2.3.3 Analisa Struktur Butir

Tiap volume yang mempunyai orientasi tertentu disebut butir dan daerah

tidak teratur antar butir disebut batas butir. Lebar batas butir sekitar dua atau tiga

deretan atom. Sebetulnya, butir dan batas butir berdimensi tiga. Dan gambar

hanya menampilkan penampang tertentu. Gelembung polyhedral yang terbentuk

bila larutan sabun kita kocok merupakan model tiga dimensi dari kristal dengan

batas butirnya.

Butir kristal tidak sepenuhnya berbentuk polyhedral, tetapi dapat

mempunyai bentuk yang berbeda, bergantung pada riwayat termal dan mekanik

bahan utuh. Sifat mekanik turut ditentukan oleh ukuran butir. Makin halus butir,

makin keras bahan dan kekuatan luluh, keuletan dan ketangguhan bahan juga

lebih tinggi. Hubungan antara besar butir dan kekuatan diberikan oleh persamaan

Petch yang dirumuskan pada persamaan (2.5).


1�
𝜎𝜎𝑦𝑦 = 𝜎𝜎1 + 𝐾𝐾𝑦𝑦 𝑑𝑑 2 (2.5)

Universitas Sumatera Utara


Dimana:

σy = Tegangan luluh

σ1 = Tegangan friksi (friction stress)

k = Koefisien penguat (strengthening coefficient)

d = ukuran (diameter) butir

2.3.4 Pertumbuhan Struktur Butir

Struktur kristal logam akan rusak pada titik cairnya (Alexander, 1991).

Batas butir akan lenyap dan kekuatan mekanik tidak akan berarti lagi. Struktur

kristal akan terbentuk kembali jika logam didinginkan. Sewaktu membeku, energi

dilepaskan dalam bentuk panas laten pembekuan, dan laju pembekuan bergantung

pada jumlah panas yang dapat dilepaskan.

Bila pendinginan berlangsung secara perlahan-lahan, terbentuklah

kelompok atom pada permukaan cairan yang kemudian menjadi inti butiran padat.

Selama solidifikasi dengan laju pendinginan lambat, inti pertama bertambah besar

akibat kepindahan atom dari cairan ke bahan padat. Akhirnya, semua cairan

bertransformasi dan butir bertambah besar. Batas butir merupakan titik pertemuan

pertumbuhan berbagai inti. Bila pendinginan cepat, jumlah kelompok bertambah

dan tiap-tiap kelompok tumbuh dengan cepat hingga akhirnya saling bertemu.

Sebagai hasil akhir, diperoleh logam dengan jumlah butir yang banyak atau

disebut logam padat berbutir halus.

Bila logam direntangkan melampaui batas elastik dan mengalami

deformasi tetap sebagian energi deformasi tertumpuk dalam butir sebagai distorsi

kisi dan rangkaian dislokasi. Struktur coran logam yang langsung membeku dari

Universitas Sumatera Utara


cairan tidak mengandung energi deformasi mekanik. Oleh karena itu, struktur

akan stabil dan hampir-hampir tidak mempunyai kecederungan untuk berubah.

Pemanasan hingga suhu tinggi hanya akan mengubah bentuk butir secara terbatas,

terkecuali pada besi dan baja. Akan tetapi, umumnya bahan teknik tidak

mengalami transformasi seperti itu dan struktur coran akan tetap ada sampai

dipecahkan secara mekanik.

2.3.5 Perhitungan Diameter Butir

Ada beberapa metode yang dapat dilakukan untuk mengukur besar butir

dari struktur mikro suatu material salah satunya adalah metode Planimetri yang

dikembangkan oleh Jeffries. Dimana metode ini cukup sederhana untuk

menetukan jumlah butir persatuan luas pada bagian-bidang yang dapat

dihubungkan pada standar ukuran butir ASTM E 112. Metode planimetri ini

melibatkan jumlah butir yang terdapat dalam suatu area tertentu yang dinotasikan

dengan NA. Secara skematis proses perhitungan menggunakan metode ini seperti

pada gambar 2.15.

Gambar 2.15. Perhitungan Butiran Menggunakan Metode Planimetri

(Sumber: ASTM E 112-96, 2000)

Universitas Sumatera Utara


Cara penghitungan butiran dengan metode planimetri ini adalah sebagai

berikut, jumlah butir bagian dalam lingkaran (Ninside) ditambah setengah jumlah

butir yang bersingungan (Nintercepted) dengan lingkaran dikalikan oleh pengali

Jeffries (f) dapat dituliskan pada persamaan (2.5).

𝑁𝑁𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖
𝑁𝑁𝐴𝐴 = 𝑓𝑓 (𝑁𝑁𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 + ) (2.5)
2

Dimana pengali Jeffries yang dipergunakan tergantung pada perbesaran

yang digunakan pada saat melihat struktur mikro dan dapat ditentukan melalui

tabel 2.2. Pengali Jeffries ini ditentukan berdasarkan perhitungan yang didapat

dari hasil penelitian.

Tabel 2.2. Hubungan antara Perbesaran yang Digunakan dengan Pengali Jeffries

Pengali Jefrries( f) untuk menetukan


Perbesaran (M)
butiran/mm2

1 0.0002

10 0.02

25 0.125

50 0.5

75 1.125

100 2.0

150 4.5

200 8.0

250 12.5

300 18.0

Universitas Sumatera Utara


500 50.0

750 112.5

1000 200.0

Sumber: ASTM E 112-96, 2000

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai