Anda di halaman 1dari 18

Makalah Fraktur Medikal Bedah

BAB I
PENDAHULUAN

A Latar Belakang
Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi di istregritas tulang, penyebab
terbanyak adalah insiden kecelakaan tetapi factor lain seperti proses degenerative juga dapat
berpengaruh terhadap kejadian fraktur (Brunner & Suddarth, 2008 ). Fraktur terjadi jika tulang
dikenai stress atau beban yang lebih besar dan kemampuan tulang untuk mentolelir beban
tersebut. Fraktur dapat menyebabkan disfungsi organ tubuh atau bahkan dapat menyebabkan
kecacatan atau kehilangan fungsi ekstremitas permanen,selain itu komplikasi awal yang berupa
infeksi dan tromboemboli (emboli fraktur) juga dapat menyebabkan kematian beberapa minggu
setelah cedera, oleh karena itu radiografi sudah memastikan adanya fraktur maka harus segera
dilakukan stabilisasi atau perbaikan fraktur( Brunner & Sudart, 2002)
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat terdapat lebih dari 7 juta orang meninggal
dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik. Usman
(2012) menyebutkan bahwa hasil data Riset Kesehatan Dasar (RIKERDAS) tahun 2011, di
Indonesia terjadinya fraktur yang disebabkan oleh cedera yaitu karena jatuh, kecelakaan lalu
lintas dan trauma tajam / tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur
sebanyak 1.775 orang (3,8 %), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, mengalami fraktur
sebanyak 1.770 orang (8,5 %), dari 14.127 trauma benda tajam / tumpul, yang mengalami fraktur
sebanyak 236 orang (1,7 %). (Depkes 2009) Dan menurut data depkes 2005 kalimantan timur
korban fraktur akibat dari kecelakaan berkisar 10,5%, sedangkan bedasarkan data yang diperoleh
dari catatan medical record di rumah sakit islam samarinda, data pada tahun 2012 (periode
januari – juni ) didapatkan 14 kasus fraktur, sedangkan untuk bulan juli ada 7 kasus fraktur.
Dampak masalah dari fraktur yaitu dapat mengalami perubahan pada bagian tubuh yang
terkena cidera, merasakan cemas akibat rasa sakit dan rasa nyeri yang di rasakannya, resiko
terjadinya infeksi, resiko perdarahan, ganguan integritas kulit serta berbagai masalah yang
mengganggu kebutuhan dasar lainnya, selain itu fraktur juga dapat menyebabkan kematian.
Kegawatan fraktur diharuskan segera dilakukan tindakan untuk menyelamatkan klien dari
kecacatan fisik. Kecacatan fisik dapat dipulihkan secara bertahap melalui mobilisasi persendian
yaitu dengan latihan range of motion (ROM). Range of motion adalah latihan yang dilakukan
untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakkan
persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter &
Perry, 2005). Pasien harus diusahakan untuk kembali ke aktivitas biasa sesegera mungkin. Hal
tersebut perlu dilakukan sedini mungkin pada klien post operasi untuk mengembalikan kelainan
fungsi klien seoptimal mungkin atau melatih klien dan menggunakan fungsi yang masih
tertinggal seoptimal mungkin.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja anatomi dan fisiologi Sistem Muskuloskeletal?
2. Apa yang dimaksud dengan fraktur?
3. Apa etiologi (penyabab) dari fraktur?
4. Apa klasifikasi (jenis) dari fraktur?
5. Apakah tanda dan gejala fraktur ?
6. Bagaimana perjalanan (patofisiologi) fraktur?
7. Bagaimana proses penembuhan tulang?
8. Apa saja faktor penyembuhan fraktur?
9. Apa saja pemeriksaan diagnostik (penunjang) dari fraktur?
10. Apa saja komplikasi fraktur?
11. Bagaimana prinsip penatalaksanaan fraktur dengan konservatif dan operatif?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi Sistem Muskuloskeletal.
2. Untuk mengetahui definisi (pengertian) dari fraktur.
3. Untuk mengetahui etiologi (penyebab) dari fraktur.
4. Untuk mengetahui ksifikasi (jenis) fraktur.
5. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari fraktur.
6. Untuk mengetahui perjalanan (patofisiologi) dari fraktur.
7. Untuk memgetahui proses penyembuhan tulang.
8. Untuk mengetahui faktor penyembuhan fraktur.
9. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik (penunjang) dari fraktur.
10. Untuk mengetahui komplikasi fraktur.
11. Untuk mengetahui prinsip penatalaksanaan fraktur dengan konservatif dan operatif.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR FRAKTUR

1. Pengertian Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Lukman dan Ningsih, Nurna, 2009 ; 25). Fraktur adalah
pemisahan atau patahnya tulang. (Doenges. 2000 ; 761). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas
tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (Smeltzer, dkk. 2001 ; 2357).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa. (Mansjoer, dkk. 2000 ; 346).
Fraktur kruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibula yang biasanya terjadi
pada bagian proksimal (kondilus), diafisis atau persendian pergelangan kaki. (Muttaqin. 2008 ;
232)
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat penyusun simpulkan, Fraktur adalah patah tulang
yang diakibatkan tekanan atau benturan yang keras yang tulang.

2. Etiologi Fraktur
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang yang
biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering berhubungan dengan
olahraga, pekerjaan atau luka yang di sebabkan oleh kendaraan bermotor (Reeves, 2001:248)
Penyebab patah tulang paling sering di sebabkan oleh trauma terutama pada anak-anak, apabila
tulang melemah atau tekanan ringan.
Menurut Oswari E(1993) adapun penyebab fraktur antara lain:
i. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian
demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
ii. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya
kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor
kekerasan.
iii. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran,
penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
Menurut Long (1996:356) adapun penyebab fraktur antara lain:
a. Trauma Langsung
Yaitu fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa misalnya benturan
atau pukulan pada anterbrachi yang mengakibatkan fraktur
b. Trauma Tak Langsung
Yaitu suatu trauma yang menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat kejadian
kekerasan.
c. Fraktur Patologik
Stuktur yang terjadi pada tulang yang abnormal(kongenital,peradangan, neuplastik dan
metabolik).

3. Klasifikasi/Jenis Fraktur
Berdasarkan sifat fraktur :
a. Fraktur tertutup
Apabila fagmen tulang yang patah tidak tampak dari luar. Fraktur yang tidak menyebabkan
robeknya kulit, jadi fragmen frakturnya tidak menembus jaringan kulit.

b. Fraktur terbuka
Apabila fragmen tulang yang patah tampak dari luar. Fraktur yang disertai kerusakan kulit pada
tempat fraktur (Fragmen frakturnya menembus kulit), dimana bakteri dari luar bisa menimbulkan
infeksi pada tempat fraktur (terkontaminasi oleh benda asing).
1) Grade I :Luka bersih, panjang.
2) Grade II :Luka lebih besar / luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.
3) Grade III : Sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak yang ekstensif,
merupakan yang paling berat.
Berdasarkan komplit / tidak komplit fraktur :
a. Fraktur komplit
Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran bergeser dari posisi
normal)
b. Fraktur inkomplit
Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang. Misal : Hair line fraktur, Green stick
fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi yang lain membengkok.
Berdasarkan bentuk garis patah & hubungan dengan mekanisme tauma :
a. Fraktur transversal: Arah melintang dan merupakan akibat trauma angulasi / langsung.
b. Fraktur oblik: Arah garis patah membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat
dari trauma langsung.
c. Fraktur spiral: Arah garis patah spiral dan akibat dari trauma rotasi.
d. Fraktur kompresi: Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang).

4. Tanda dan Gejala Fraktur


a. Nyeri, terus menerus dan bertambah berat sampai fragme tulang di imobilisasi. Spasme otot
yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk menimbulkan
gferakan atar afragmen tulang.
b. Setelah fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara alamiah
(gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan
deformitas (terlihat maupun teraba) ekstimitas yang bisa diketahui adengan membandingkan
dengan ekstrimitas normal. Ekstrimitas tak dapat berfungsi denga baik karena fungsi normal otot
tergantung pada integritas tulag tempat melengketnya otot.
c. Pada fraktur panjang terjadi pemendeka tulang karena kontraksi otot yang melekat diatas da
bawah tempat fraktur.
d. Saat diperiksa dengan tangan teraba derik tulang yang disebut krepitus akibat gesekan antara
fragmen satu dengan lainnya (uji kreptus dapat berakibat kerusakan jaringan lunak yang lebih
berat)
e. Pembegkaan dan perubahan warna lokal pada kulit karena trauma dan perdarahan yang
mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelahb eberapa jam atau hari.
f. Tidak semua tanda dan gejala diatas terdapat pada setiap fraktur. Diagnosis fraktur tergantung
pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaaan sinar X.

5. Patofisiologi Fraktur
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma (Long, 1996: 356).
Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak
langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa karena
trauma akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan
bisep mendadak berkontraksi. (Oswari, 2000: 147).Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya
terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak
juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur.
Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darahketempat
tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin
(hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas
osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin
direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati
(Corwin, 2000: 299).Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan
dengan pembengkakan yg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia
jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2002: 2287).
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk menahan
tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur,
periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang
patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih.
Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Black, J.M, et
al, 1993)

6. Proses Penyembuhan Tulang


Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang tubuh untuk
menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan
tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan
tulang, yaitu:
a. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah
membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler
baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.
b. Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari
periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami
proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast
beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang
menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah
fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
c. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan
keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini
dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel
tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk
kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur
(anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu.
d. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamellar.
Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan
pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara
fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa
bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
e. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau
tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang
terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi,
dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk
struktur yang mirip dengan normalnya. (Black, J.M, et al, 1993 dan Apley, A.Graham,1993)

7. Faktor Penyembuhan Fraktur


Faktor-faktor yang menentukan lama penyembuhan fraktur adalah sebagai berikut : (Muttaqin.
2008 ; 75)
a. Usia penderita.
Waktu penyembuhan tulang anak-anak jauh lebih cepat dari pad orang dewasa. Hal ini di
sebabkan karena aktivitas proses osteogenesis pada periosteum dan endoesteum serta proses
pembentukan tulang pada bayi sangat aktif. Apabila usia bertambah proses tersebut semakin
berkurang.
b. Lokasi dan konfigurasi fraktur.
Lokasi fraktur memang berperan penting. Penyembuhan fraktur metafisis lebih cepat
penyembuhannya dari pad fraktur diafisis. Di samping itu konfigurasi fraktur seperti fraktur
tranversal lebih lambat penyembuhannya di bandingkan dengan fraktur oblik karena kontak yang
lebih banyak.
c. Pergeseran awal fraktur.
Pada fraktur yang periosteumnya tidak bergeser penyembuhannya dua kali lebih cepat di
bandingkan dengan fraktur yang bergeser.
d. Vaskularisasi pada kedua fragmen.
Apabila fragmen mempunyai vaskularisasi yang baik, penyembuhannya tanpa komplikasi. Bila
salah satu sisi fraktur mempunyai vaskularisasi yang jelek sehingga mengalami kematian.
e. Reduksi serta imobilisasi.
Reposisi fraktur akan memberikan kemungkinan untuk vaskularisasi yang lebih baik dalam
bentuk asalnya. Imobilisasi yang sempurna akan mencegah pergerakan dan kerusakan pembuluh
darah yang akan mengganggu penyembuhan fraktur.
f. Waktu imobilisasi.
Bila imobilisasi tidak di lakukan sesuai waktu penyembuhan sebelum terjadi union,
kemungkinan akan terjadi non-union sangat besar.
g. Faktor adanya infeksi dan keganasan local
h. Cairan synovial: Cairan synovial yang terdapat di persendian merupakan hambatan dalam
penyembuhan fraktur

8. Pemeriksaan diagnostik/Penunjang Fraktur


a. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar rontgen
(x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit,
maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan
proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena
adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan
pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca
pada x-ray:
1) Bayangan jaringan lunak.
2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi.
3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit
divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada
satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang
vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang
dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam
membentuk tulang.
3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino
Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
c. Pemeriksaan lain-lain (Ignatavicius, Donna D, 1995)
1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab
infeksi.
2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih
dindikasikan bila terjadi infeksi.
3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.
5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

9. Komplikasi fraktur
Menurut Muttaqin. (2008;76)
a. Komplikasi Awal
1) Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, sianosis
pada bagian distal.
2) Sindrom kompartemen
Merupakan komplikasi yang serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan
pembuluh darah dalam jaringan parut. Hal ini disebabkan oleh edema atau perdarahan yang
menekan otot saraf dan pembuluh darah, atau karena tekanan dari luar seperti gips dan
pembebatan yang terlalu kuat.
3) Fat Embolism Syndrome
Komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-
se lemak yang dihasilkan marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan kadar oksigen
dalam darah menjadi rendah. Hal tersebut ditandai dengan gangguan pernapasan, takikardi,
hipertensi, takipnea dan demam.
4) Infeksi
Sistem pertahanan tubuh akan rusak bila ada trauma pada dan jaringan. Pada trauma ortopedi,
infeksi dimulai pada kulit dan masuk ke dalam. Hal ini biasanya terjadi pada kasus fraktur
terbuka, tetapi dapat juga karena penggunaan bagan lain daam pembedahan, seperti pin (ORIF &
OREF) dan plat.
5) Syok
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga
menyebabkan oksigenasi menurun.
b. Komplikasi Lanjut
Menurut Muttaqin (2008)
1) Mal union adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saanya, tetapi terdapat deformitas
yang berbentukk angulasi pemendekan atau union secara menyilang misalnya pada fraktur tibia-
fibula.
2) Delayed union adalah merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Hal ini terjadi karena suplai darah ke tulang menurun.
Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah waktu 3- bulan (tiga bulan untuk
anggota gerak atas dan lima bulan untuk anggota gerak bawah).
3) Non union adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-8 bulan dan tidak didapatkan konsolidasi
sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu). Pseudoartrosis dapat terjadi tanpa infeksi, tetapi
dapat juga terjadi bersama-sama infeksi.

10. Prinsip Penatalaksanaan Fraktur Dengan Konservatif & Operatif


a. Cara Konservatif
Dilakukan pada anak-anak dan remaja dimana masih memungkinkan terjadinya pertumbuhan
tulang panjang. Selain itu, dilakukan karena adanya infeksi atau diperkirakan dapat terjadi
infeksi. Tindakan yang dilakukan adalah dengan gips dan traksi.
1) Gips: Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh. Indikasi
dilakukan pemasangan gips adalah :
a) Immobilisasi dan penyangga fraktur
b) Istirahatkan dan stabilisasi
c) Koreksi deformitas
d) Mengurangi aktifitas
e) Membuat cetakan tubuh orthotic
f) Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah :
g) Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan
h) Gips patah tidak bisa digunakan
i) Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien
j) Jangan merusak / menekan gips
k) Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips / menggaruk
l) Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama
2) Traksi (mengangkat / menarik)
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada ekstermitas pasien.
Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu
panjang tulang yang patah. Metode pemasangan traksi antara lain :
a) Traksi manual: Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada keadaan
emergency
b) Traksi mekanik, ada 2 macam :
i. Traksi kulit (skin traction): Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk
sturktur yang lain misal otot. Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.
ii. Traksi skeletal: Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang
merupakan balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat
metal / penjepit melalui tulang / jaringan metal.
Kegunaan pemasangan traksi, antara lain :
a) Mengurangi nyeri akibat spasme otot
b) Memperbaiki & mencegah deformitas
c) Immobilisasi
d) Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
e) Mengencangkan pada perlekatannya
Prinsip pemasangan traksi :
a) Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik
b) Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan pemberat agar reduksi dapat
dipertahankan
c) Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus
d) Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol
e) Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai
f) Traksi yang dipasang harus baik dan terasa nyaman
b. Cara operatif / pembedahan
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya mungkin adalah
pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Pada umumnya
insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang bidang anatomik
menuju tempat yang mengalami fraktur. Hematoma fraktur dan fragmen-fragmen tulang yang
telah mati diirigasi dari luka. Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar menghasilkan
posisi yang normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen-fragmen tulang ini dipertahankan
dengan alat-alat ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan paku. Keuntungan perawatan fraktur
dengan pembedahan antara lain :
1) Ketelitian reposisi fragmen tulang yang patah
2) Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf yang berada didekatnya
3) Dapat mencapai stabilitas fiksasi yang cukup memadai
4) Tidak perlu memasang gips dan alat-alat stabilisasi yang lain
5) Perawatan di RS dapat ditekan seminimal mungkin, terutama pada kasus-kasus yang tanpa
komplikasi dan dengan kemampuan mempertahankan fungsi sendi dan fungsi otot hampir
normal selama penatalaksanaan dijalankan

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Lukman dan Ningsih, Nurna, 2009 ; 25)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
(Smeltzer, dkk. 2001 ; 2357).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat penyusun simpulkan, Fraktur adalah patah
tulang yang diakibatkan tekanan atau benturan yang keras yang tulang.
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang
yang biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering berhubungan dengan
olahraga, pekerjaan atau luka yang di sebabkan oleh kendaraan bermotor (Reeves, 2001:248)
Penyebab patah tulang paling sering di sebabkan oleh trauma terutama pada anak-anak,
apabila tulang melemah atau tekanan ringan.
Menurut Oswari E(1993) adapun penyebab fraktur antara lain: 1. Kekerasan langsung; 2.
Kekerasan tidak langsung; 3. Kekerasan akibat tarikan otot
Klasifikasi/Jenis Fraktur : a. Berdasarkan sifat fraktur : 1. Fraktur tertutup, 2. Fraktur
terbuka.; b. Berdasarkan komplit / tidak komplit fraktur : 1. Fraktur komplit, 2. Fraktur
inkomplit; c. Berdasarkan bentuk garis patah & hubungan dengan mekanisme tauma : Fraktur
transversal, Fraktur oblik, Fraktur spiral, Fraktur kompresi/ Fraktur komunitif
Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu: 1. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma;
2. Stadium Dua-Proliferasi Seluler; 3. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus; 4. Stadium Empat-
Konsolidasi; 5. Stadium Lima-Remodelling.
B. Saran
Dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, jadi penulis mengharapkan
kritik dan saran dari para pembaca. Pembahasan dalam makalah ini (Fraktur)
merupakan masalah yang sering terjadi di kehidupan masyarakat, oleh karena itu
penulis menyarankan agar para pembaca memahami tentang isi makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Apley, A. Graham , Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Widya Medika,
Jakarta,
1995.
Henderson, M.A, Ilmu Bedah untuk Perawat, Yayasan Essentia Medika, Yogyakarta,
1992.
Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah, Edisi 3 EGC, Jakarta, 1996.
Oswari, E, Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993.
Price, Evelyn C, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Gramedia, Jakarta 1997.
Price Sylvia, A (1994), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 2 .
Edisi 4.
Jakarta. EGC
Smeltzer Suzanne, C (1997). Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8.
Vol 3.
Jakarta. EGC
Tucker,Susan Martin (1993). Standar Perawatan Pasien, Edisi V, Vol 3. Jakarta. EGC
Lindsay, David T. 1996. Functional Human Anatomy. United States of America :
Mosby.
Mansjoer, Arif, et. al. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius.
Martini, Frederich H. (2001). Fundamentals of Anatomy and Physiology, Fourth
Edition. New
Jersey : Prentice Hall.
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi III.
Jakarta : EGC.
Rasjad, Chairuddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makasar : Lintang
Imumpasue.
Reeves, Charlene J, 2001. Keperawatan Medikal Bedah (Penerjemah Joko Setyono).
Jakarta :
Penerbit Salemba Medica.
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. 1995. Patofisiologi: CONSEP klinis proses-
proses _____penyakit. Yakarta: EGC.
Sudart dan Burnner, (1996). Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 8. Vol 3. EGC :
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai