BAB I
PENDAHULUAN
A Latar Belakang
Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi di istregritas tulang, penyebab
terbanyak adalah insiden kecelakaan tetapi factor lain seperti proses degenerative juga dapat
berpengaruh terhadap kejadian fraktur (Brunner & Suddarth, 2008 ). Fraktur terjadi jika tulang
dikenai stress atau beban yang lebih besar dan kemampuan tulang untuk mentolelir beban
tersebut. Fraktur dapat menyebabkan disfungsi organ tubuh atau bahkan dapat menyebabkan
kecacatan atau kehilangan fungsi ekstremitas permanen,selain itu komplikasi awal yang berupa
infeksi dan tromboemboli (emboli fraktur) juga dapat menyebabkan kematian beberapa minggu
setelah cedera, oleh karena itu radiografi sudah memastikan adanya fraktur maka harus segera
dilakukan stabilisasi atau perbaikan fraktur( Brunner & Sudart, 2002)
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat terdapat lebih dari 7 juta orang meninggal
dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik. Usman
(2012) menyebutkan bahwa hasil data Riset Kesehatan Dasar (RIKERDAS) tahun 2011, di
Indonesia terjadinya fraktur yang disebabkan oleh cedera yaitu karena jatuh, kecelakaan lalu
lintas dan trauma tajam / tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur
sebanyak 1.775 orang (3,8 %), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, mengalami fraktur
sebanyak 1.770 orang (8,5 %), dari 14.127 trauma benda tajam / tumpul, yang mengalami fraktur
sebanyak 236 orang (1,7 %). (Depkes 2009) Dan menurut data depkes 2005 kalimantan timur
korban fraktur akibat dari kecelakaan berkisar 10,5%, sedangkan bedasarkan data yang diperoleh
dari catatan medical record di rumah sakit islam samarinda, data pada tahun 2012 (periode
januari – juni ) didapatkan 14 kasus fraktur, sedangkan untuk bulan juli ada 7 kasus fraktur.
Dampak masalah dari fraktur yaitu dapat mengalami perubahan pada bagian tubuh yang
terkena cidera, merasakan cemas akibat rasa sakit dan rasa nyeri yang di rasakannya, resiko
terjadinya infeksi, resiko perdarahan, ganguan integritas kulit serta berbagai masalah yang
mengganggu kebutuhan dasar lainnya, selain itu fraktur juga dapat menyebabkan kematian.
Kegawatan fraktur diharuskan segera dilakukan tindakan untuk menyelamatkan klien dari
kecacatan fisik. Kecacatan fisik dapat dipulihkan secara bertahap melalui mobilisasi persendian
yaitu dengan latihan range of motion (ROM). Range of motion adalah latihan yang dilakukan
untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakkan
persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter &
Perry, 2005). Pasien harus diusahakan untuk kembali ke aktivitas biasa sesegera mungkin. Hal
tersebut perlu dilakukan sedini mungkin pada klien post operasi untuk mengembalikan kelainan
fungsi klien seoptimal mungkin atau melatih klien dan menggunakan fungsi yang masih
tertinggal seoptimal mungkin.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja anatomi dan fisiologi Sistem Muskuloskeletal?
2. Apa yang dimaksud dengan fraktur?
3. Apa etiologi (penyabab) dari fraktur?
4. Apa klasifikasi (jenis) dari fraktur?
5. Apakah tanda dan gejala fraktur ?
6. Bagaimana perjalanan (patofisiologi) fraktur?
7. Bagaimana proses penembuhan tulang?
8. Apa saja faktor penyembuhan fraktur?
9. Apa saja pemeriksaan diagnostik (penunjang) dari fraktur?
10. Apa saja komplikasi fraktur?
11. Bagaimana prinsip penatalaksanaan fraktur dengan konservatif dan operatif?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi Sistem Muskuloskeletal.
2. Untuk mengetahui definisi (pengertian) dari fraktur.
3. Untuk mengetahui etiologi (penyebab) dari fraktur.
4. Untuk mengetahui ksifikasi (jenis) fraktur.
5. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari fraktur.
6. Untuk mengetahui perjalanan (patofisiologi) dari fraktur.
7. Untuk memgetahui proses penyembuhan tulang.
8. Untuk mengetahui faktor penyembuhan fraktur.
9. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik (penunjang) dari fraktur.
10. Untuk mengetahui komplikasi fraktur.
11. Untuk mengetahui prinsip penatalaksanaan fraktur dengan konservatif dan operatif.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR FRAKTUR
1. Pengertian Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Lukman dan Ningsih, Nurna, 2009 ; 25). Fraktur adalah
pemisahan atau patahnya tulang. (Doenges. 2000 ; 761). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas
tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (Smeltzer, dkk. 2001 ; 2357).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa. (Mansjoer, dkk. 2000 ; 346).
Fraktur kruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibula yang biasanya terjadi
pada bagian proksimal (kondilus), diafisis atau persendian pergelangan kaki. (Muttaqin. 2008 ;
232)
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat penyusun simpulkan, Fraktur adalah patah tulang
yang diakibatkan tekanan atau benturan yang keras yang tulang.
2. Etiologi Fraktur
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang yang
biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering berhubungan dengan
olahraga, pekerjaan atau luka yang di sebabkan oleh kendaraan bermotor (Reeves, 2001:248)
Penyebab patah tulang paling sering di sebabkan oleh trauma terutama pada anak-anak, apabila
tulang melemah atau tekanan ringan.
Menurut Oswari E(1993) adapun penyebab fraktur antara lain:
i. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian
demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
ii. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya
kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor
kekerasan.
iii. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran,
penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
Menurut Long (1996:356) adapun penyebab fraktur antara lain:
a. Trauma Langsung
Yaitu fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa misalnya benturan
atau pukulan pada anterbrachi yang mengakibatkan fraktur
b. Trauma Tak Langsung
Yaitu suatu trauma yang menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat kejadian
kekerasan.
c. Fraktur Patologik
Stuktur yang terjadi pada tulang yang abnormal(kongenital,peradangan, neuplastik dan
metabolik).
3. Klasifikasi/Jenis Fraktur
Berdasarkan sifat fraktur :
a. Fraktur tertutup
Apabila fagmen tulang yang patah tidak tampak dari luar. Fraktur yang tidak menyebabkan
robeknya kulit, jadi fragmen frakturnya tidak menembus jaringan kulit.
b. Fraktur terbuka
Apabila fragmen tulang yang patah tampak dari luar. Fraktur yang disertai kerusakan kulit pada
tempat fraktur (Fragmen frakturnya menembus kulit), dimana bakteri dari luar bisa menimbulkan
infeksi pada tempat fraktur (terkontaminasi oleh benda asing).
1) Grade I :Luka bersih, panjang.
2) Grade II :Luka lebih besar / luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.
3) Grade III : Sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak yang ekstensif,
merupakan yang paling berat.
Berdasarkan komplit / tidak komplit fraktur :
a. Fraktur komplit
Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran bergeser dari posisi
normal)
b. Fraktur inkomplit
Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang. Misal : Hair line fraktur, Green stick
fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi yang lain membengkok.
Berdasarkan bentuk garis patah & hubungan dengan mekanisme tauma :
a. Fraktur transversal: Arah melintang dan merupakan akibat trauma angulasi / langsung.
b. Fraktur oblik: Arah garis patah membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat
dari trauma langsung.
c. Fraktur spiral: Arah garis patah spiral dan akibat dari trauma rotasi.
d. Fraktur kompresi: Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang).
5. Patofisiologi Fraktur
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma (Long, 1996: 356).
Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak
langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa karena
trauma akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan
bisep mendadak berkontraksi. (Oswari, 2000: 147).Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya
terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak
juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur.
Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darahketempat
tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin
(hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas
osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin
direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati
(Corwin, 2000: 299).Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan
dengan pembengkakan yg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia
jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2002: 2287).
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk menahan
tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur,
periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang
patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih.
Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Black, J.M, et
al, 1993)
9. Komplikasi fraktur
Menurut Muttaqin. (2008;76)
a. Komplikasi Awal
1) Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, sianosis
pada bagian distal.
2) Sindrom kompartemen
Merupakan komplikasi yang serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan
pembuluh darah dalam jaringan parut. Hal ini disebabkan oleh edema atau perdarahan yang
menekan otot saraf dan pembuluh darah, atau karena tekanan dari luar seperti gips dan
pembebatan yang terlalu kuat.
3) Fat Embolism Syndrome
Komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-
se lemak yang dihasilkan marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan kadar oksigen
dalam darah menjadi rendah. Hal tersebut ditandai dengan gangguan pernapasan, takikardi,
hipertensi, takipnea dan demam.
4) Infeksi
Sistem pertahanan tubuh akan rusak bila ada trauma pada dan jaringan. Pada trauma ortopedi,
infeksi dimulai pada kulit dan masuk ke dalam. Hal ini biasanya terjadi pada kasus fraktur
terbuka, tetapi dapat juga karena penggunaan bagan lain daam pembedahan, seperti pin (ORIF &
OREF) dan plat.
5) Syok
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga
menyebabkan oksigenasi menurun.
b. Komplikasi Lanjut
Menurut Muttaqin (2008)
1) Mal union adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saanya, tetapi terdapat deformitas
yang berbentukk angulasi pemendekan atau union secara menyilang misalnya pada fraktur tibia-
fibula.
2) Delayed union adalah merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Hal ini terjadi karena suplai darah ke tulang menurun.
Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah waktu 3- bulan (tiga bulan untuk
anggota gerak atas dan lima bulan untuk anggota gerak bawah).
3) Non union adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-8 bulan dan tidak didapatkan konsolidasi
sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu). Pseudoartrosis dapat terjadi tanpa infeksi, tetapi
dapat juga terjadi bersama-sama infeksi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Lukman dan Ningsih, Nurna, 2009 ; 25)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
(Smeltzer, dkk. 2001 ; 2357).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat penyusun simpulkan, Fraktur adalah patah
tulang yang diakibatkan tekanan atau benturan yang keras yang tulang.
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang
yang biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering berhubungan dengan
olahraga, pekerjaan atau luka yang di sebabkan oleh kendaraan bermotor (Reeves, 2001:248)
Penyebab patah tulang paling sering di sebabkan oleh trauma terutama pada anak-anak,
apabila tulang melemah atau tekanan ringan.
Menurut Oswari E(1993) adapun penyebab fraktur antara lain: 1. Kekerasan langsung; 2.
Kekerasan tidak langsung; 3. Kekerasan akibat tarikan otot
Klasifikasi/Jenis Fraktur : a. Berdasarkan sifat fraktur : 1. Fraktur tertutup, 2. Fraktur
terbuka.; b. Berdasarkan komplit / tidak komplit fraktur : 1. Fraktur komplit, 2. Fraktur
inkomplit; c. Berdasarkan bentuk garis patah & hubungan dengan mekanisme tauma : Fraktur
transversal, Fraktur oblik, Fraktur spiral, Fraktur kompresi/ Fraktur komunitif
Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu: 1. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma;
2. Stadium Dua-Proliferasi Seluler; 3. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus; 4. Stadium Empat-
Konsolidasi; 5. Stadium Lima-Remodelling.
B. Saran
Dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, jadi penulis mengharapkan
kritik dan saran dari para pembaca. Pembahasan dalam makalah ini (Fraktur)
merupakan masalah yang sering terjadi di kehidupan masyarakat, oleh karena itu
penulis menyarankan agar para pembaca memahami tentang isi makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Apley, A. Graham , Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Widya Medika,
Jakarta,
1995.
Henderson, M.A, Ilmu Bedah untuk Perawat, Yayasan Essentia Medika, Yogyakarta,
1992.
Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah, Edisi 3 EGC, Jakarta, 1996.
Oswari, E, Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993.
Price, Evelyn C, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Gramedia, Jakarta 1997.
Price Sylvia, A (1994), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 2 .
Edisi 4.
Jakarta. EGC
Smeltzer Suzanne, C (1997). Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8.
Vol 3.
Jakarta. EGC
Tucker,Susan Martin (1993). Standar Perawatan Pasien, Edisi V, Vol 3. Jakarta. EGC
Lindsay, David T. 1996. Functional Human Anatomy. United States of America :
Mosby.
Mansjoer, Arif, et. al. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius.
Martini, Frederich H. (2001). Fundamentals of Anatomy and Physiology, Fourth
Edition. New
Jersey : Prentice Hall.
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi III.
Jakarta : EGC.
Rasjad, Chairuddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makasar : Lintang
Imumpasue.
Reeves, Charlene J, 2001. Keperawatan Medikal Bedah (Penerjemah Joko Setyono).
Jakarta :
Penerbit Salemba Medica.
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. 1995. Patofisiologi: CONSEP klinis proses-
proses _____penyakit. Yakarta: EGC.
Sudart dan Burnner, (1996). Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 8. Vol 3. EGC :
Jakarta.