Anda di halaman 1dari 25

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG........................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH..................................................................................................2
C. JUTUAN PENULISAN........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
I. KONSEP HIV/AIDS PADA IBU HAMIL/PEREMPUAN
A. Pengertian...........................................................................................................................4
B. Etiologi..............................................................................................................................5
C. Manifestasi Klinis.............................................................................................................6
D. Patofisiologi.......................................................................................................................7
E. Penularan HIV dari Ibu ke Bayinya..................................................................................7
F. Faktor Resiko..................................................................................................................10
G. Pemeriksaan Penunjang.......................................................................................11
H. Penatalaksanaan...............................................................................................................12
I. Pencegahan.....................................................................................................................13
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN HIV/AIDS PADA IBU
HAMIL
A. Pengkajian........................................................................................................................15
B. Diagnose keperawatan.....................................................................................................16
C. Perencanaan.....................................................................................................................16
D. Evaluasi...........................................................................................................................21
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN....................................................................................................23
B. SARAN.................................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................24

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana.
Harapan kami Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu
acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca untuk mengetahui informasi tentang
penyakit HIV/AIDS pada ibu hamil/perempuan sehingga kami dapat memperbaiki
bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu, kami harapkan kepada pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.

Tobelo, Agustus 2018


Kelompok

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kehamilan merupakan peristiwa alami yang terjadi pada wanita, namun


kehamilan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan ibu dan janin terutama pada
kehamilan trimester pertama. Wanita hamil trimester pertama pada umumnya
mengalami mua, muntah, nafsu makan berkurang dan kelelahan. Menurunnya kondisi
wanita hamil cenderung memperberat kondisi klinis wanita dengan penyakit infeksi
antara lain infeksi HIV-AIDS.
Sejak ditemukannya infeksi human immunodeficiency virus (HIV) pada tahun
1982, penelitian semakin banyak dilakukan dan ternyata hasilnya sangat mengejutkan
dunia. Terdapat sekitar lima jenis HIV dengan bentuk infeksi terakhir disebut AIDS
(acquired immunodeficiency syndrome), yaitu kondisi hilangnya kekebalan tubuh
sehingga member kesempatan berkembangnya berbegai bentuk infeksi dan
keganasan, kemunduran kemampuan intelektual, dan penyakit lainnya. Dengan
hilangnya semua kekebalan tubuh manusia pada AIDS, tubuh seolah-olah menjadi
tempat pembenihan bakteri, protozoa, jamur serta terjadi degenerasi ganas.
Penelitian telah dilakukan sejak HIV pertama kali ditemukan, tetapi sampai
saat ini obatnya belum ditemukan sehingga bila terinfeksi virus HIV berarti sudah
menuju kematian. Obat yang tersedia sekedar untuk mempertahankan atau
memperpanjang usia, bukan untuk membunuh virus HIV.
Orang-orang yang terinfeksi positif HIV yang mengetahui status mereka
mungkin dapat memberikan manfaat. Namun, seks tanpa perlindungan antara orang
yang yang berisiko membawa HIV sero-positif sebagai super infeksi, penularan
infeksi seksual, dan kehamilan yang tidak direncanakan dapat membuat penurunan
kesehatan seksual dan reproduksi. Hal ini jelas bahwa banyak pasangan yang harus
didorong untuk melakukan tes HIV untuk memastikan status mereka dengan asumsi
bahwa mereka mungkin terinfeksi karena pernah memiliki hubungan seksual denga
seseorang yang telah diuji dan ditemukan sero-positif HIV.
Komunikasi seksualitas antara orangtua dan anak telah diidentifikasi sebagai
factor pelindung untuk seksual emaja dan kesehatan reproduksi, termasuk infeksi
HIV. Meningkatkan kesehatan seksual dan reproduksi remaja merupakan prioritas
dunia. Intervensi yang bertujuan untuk menunda perilaku seksual, mengurangi jumlah
pasangan seksual dan meningkatkan penggunaan kondom. Dari penelitian yang
dilakukan di negara berkembang menunjukkan bahwa pendidikan seksualitas
memiliki potensi untuk memberikan dampak positif pada pengetahuan, sikap, norma
dan niat, meskipun mengubah perilaku seksual sangat terbatas.
Evolusi infeksi HIV menjadi penyakit kronis memiliki implikasi di semua
pengaturan perawat klinis. Setiap perawat harus memiliki perawatan klinis. Setiap
perawat harus memiliki pengetahuan tantang pencegahan, pemeriksaan, pengobatan,
dan kronisitas dari penyakit dalam rangka untuk memberikan perawatan yang
berkualitas tinggi kepada orang-orang dengan atau berisiko untuk HIV.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Konsep HIV/IADS pada ibu hamil/perempuan
a. Apa yang dimaksud HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil?
b. Apa penyebab HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil?
c. Sebutkan menifestasi klinis HIV/AID pada perempuan/ibu hamil?
d. Bagaimana patofisiologi HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil?
e. Bagaimana cara penularan HIV/AIDS?
f. Apa faktor risiko HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil?
g. Sebutkan pemeriksaan penunjang HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil?
h. Sebutkan penatalaksanaan HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil?
i. Bagaimana pencegahan HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil?
j. Bagaimana sikap dan pertolongan persalinan pada perempuan/ibu hamil?
2. Konsep asuhan keperawatan pada klien HIV/AIDS pada ibu hamil/perempuan
a. Bagaimana asuhan keperawatan HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil?

k. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui penyakit HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil dan untuk
mengetahui Asuhan Keperawatan HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui pengertian HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil
b. Untuk mengetahui penyebab/etiologi HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil
c. Untuk mengetahui menifestasi klinis HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil
d. Untuk mengetahui patofisiologi HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil
e. Untuk mengetahui cara penularan HIV/AIDS
f. Untuk mengetahui factor risiko HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil
g. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil
h. Untuk mengetahui penatalaksaan HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil
i. Untuk mengetahui pencegahan HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil
j. Untuk mengetahui sikap dan pertolongan persalinan
k. Untuk mengetahui Asuhan keperawatan HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil

BAB II
PEMBAHASAN

I. KONSEP HIV AIDS PADA IBU HAMIL/PEREMPUAN


A. Pengertian
Human immunodeficiency virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi
sel-sel sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak fungsinya. Selama
infeksi berlangsung, sistem kekebalan tubuh menjadi lemah, dan orang menjadi lebih
rentan terhadap infeksi. Tahap yang lebih lanjut dari infeksi HIV adalah acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS). Hal ini dapat memakan waktu 10-15tahun
untuk orang yang terinfeksi HIV hingga berkembang menjadi AIDS, obat
antiretroviral dapat memperlambat proses lebih jauh. HIV ditularkan melalui
hubungan seksual (anal atau vaginal), transfusi darah yang terkontaminasi, berbagi
jarum yang terkontaminasi, dan antara ibu dan bayinya selama kehamilan, melahirkan
dan menyusui.
AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus
yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). (Suzane C.
Smetzler dan Brenda G.Bare).
AIDS (acquired immunodeficiency syndrome) adalah suatu penyakit retrovirus
epidemik menular, yang disebabkan oleh infeksi HIV, yang pada kasus berat
bermanifestasi sebagai depresi berat imunitas seluler, dan mengenai kelompok risiko
tertentu, termasuk pria homoseksual atau biseksual, penyalahgunaan obat intravena,
penderita hemofilia, dan penerima transfusi darah lainnya, hubungan seksual dari
individu yang terinfeksi virus tersebut. (Kamus kedokteran Dorlan, 2002).
AIDS merupakan bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan
ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan
imunosupresi dan berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat membawa kematian
dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi. (Menurut Center for Disease
Control and Prevention).
Wanita hamil lebih berisiko tertular Human Immunodeficien Virus (HIV)
dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil. Jika HIV positif, wanita hamil lebih
sering dapat menularkan HIV kepada mereka yang tidak terinfeksi daripada wanita
yang tidak hamil.
Menurut laporan CDR (Center for Disease Control) Amerika mengemukakan
bahwa jumlah wanita penderita AIDS di dunia terus bertambah, khususnya pada usia
reproduksi. Sekitar 80% penderita AIDS anak-anak mengalami infeksi prenatal dari
ibunya. Seroprevalensi HIV pada ibu prenatal adalah 0,0-1,7%, saat persalinan 0,4-
0,3% dan 9,4-29,6% pada ibu hamil yang biasa menggunakan narkotika intravena.
Wanita usia produktif merupakan usia yang berisiko tertular infeksi HIV.
Dilihat dari profil umur, ada kecendrungan bahwa infeksi HIV pada wanita mengarah
ke umur yang lebih muda, dalam arti bahwa usia muda lebih banyak terdapat wanita
yang terinfeksi, sedangkan pada usia di atas 45 tahun infeksi pada wanita lebih
sedikit. Dilain pihak menurut para ahli kebidanan bahwa usia reproduktif merupakan
usia wanita yang lebih tepat untuk hamil dan melahirkan. Hasil survey di Uganda
pada tahun 2003 mengemukakan bahwa prevalensi HIV di klinik bersalin adalah
6,2%, dan satu dari sepuluh orang Uganda usia antara 30-39 tahun positif HIV-AIDS
perlu diwaspadai karena cenderung terjadi pada usia reproduksi.

B. Etiologi
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut
Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali diisolasi oleh
Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983 dengan nama
Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat pada
tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas kesepakatan internasional pada
tahun 1986 nama firus dirubah menjadi HIV.
Muman Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam
bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau
melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T,
karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam sel
Lymfosit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap
hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh
pengidap HIV selalu dianggap infeksius yang setiap saat dapat aktif dan dapat
ditularkan selama hidup penderita tersebut..
Secara mortologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan
bagian selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian
RNA (Ribonucleic Acid). Enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis prosein.
Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein. Karena bagian luar virus (lemak)
tidak tahan panas, bahan kimia, maka HIV termasuk virus sensitif terhadap pengaruh
lingkungan seperti air mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan dengan
berbagai disinfektan seperti eter, aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan sebagainya,
tetapi telatif resisten terhadap radiasi dan sinar utraviolet.
Virus HIV hidup dalam darah, saliva, semen, air mata dan mudah mati diluar
tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia jaringan
otak.
Penularan virus HIV/AIDS terjadi karena beberapa hal, di antaranya ;
1. Penularan melalui darah, penularan melalui hubungan seks (pelecehan seksual).
2. Hubungan seksual yang berganti-ganti pasangan.
3. Perempuan yang menggunakan obat bius injeksi dan bergantian memakai alat
suntik.
4. Individu yang terpajan ke semen atau cairan vagina sewaktu berhubungan
kelamin dengan orang yang terinfeksi HIV.
5. Orang yang melakukuan transfusi darah dengan orang yang terinfeksi HIV,
berarti setiap orang yang terpajan darah yang tercemar melalui transfusi atau
jarum suntik yang terkontaminasi.

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang tampak dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Manifestasi Klinis Mayor
a. Demam berkepanjangan lebih dari 3 bulan.
b. Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus-menerus.
c. Kehilangan napsu makan.
d. Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 3 tiga bulan.
e. Berkeringat.
2. Manifestasi Klinis Minor
a. Batuk kronis
b. Infeksi pada mulut dan jamur disebabkan karena jamur Candida Albicans
c. Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap di seluruh tubuh
d. Munculnya Herpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal di seluruh
tubuh

D. Patofisiologi
Kehamilan merupakan usia yang rawan tertular HIV-AIDS. Penularan HIV-
AIDS pada wanita hamil terjadi melalui hubungan seksual dengan suaminya yang
sudah terinfeksi HIV. Pada negara berkembang istri tidak berani mengatur kehidupan
seksual suaminya di luar rumah. Kondisi ini dipengaruhi oleh sosial dan ekonomi
wanita yang masih rendah, dan isteri sangat percaya bahwa suaminya setia, dan lagi
pula masalah seksual masih dianggap tabu untuk dibicarakan.
Virus HIV tergolong retrovirus, yang merupakan standar RNA, tunggal
terbungkus. Bila memasuki tubuh, virus akan melekat pada reseptor CD4 sel
terinfeksi. Kemudian virus mempergunakan enzim reverse transcriptase, yang
mampu membentuk DNA ganda. Standar DNA ganda ini mampu masuk sirkulasi sel
menuju intinya dan bersatu dengan DNA inti sel yang asli. DNA virus dapat
membentuk RNA yang terinfeksi dan RNA yang akan membawa tanda (berita)
sehingga dapat membentuk protein.
Pertumbuhan virus HIV terbatas pada limfosit, monosit, makrofag, dan
sumber pembentuk sum-sum tulang tertentu. Secara intraseluler, virus dapat
memecah diri sehingga setelah selnya hancur dapat dikeluarkan virus HIV baru yang
akan menyerang sel lainnya. Bentuk virus HIV selalu berubah-ubah, sesuai dengan
sel yang diserangnya sehingga sulit untuk membuat antibody atau antigen agar
mampu membuat vaksinnya. Oleh karena itu, obatnya masih sulit untuk dibuat
sampai saat ini.

E. Penularan HIV dari Ibu kepada Bayinya


Cara penularan virus HIV-AIDS pada wanita hamil dapat melalui hubungan
seksual. Salah seorang peneliti mengemukakan bahwa penularan dari suami yang
terinfeksi HIV ke isterinya sejumlah 22% dan istri yang terinfeksi HIV ke suaminya
sejumlah 8%. Namun penelitian lain mendapatkan serokonversi (dari pemeriksaan
laboratorium negatif menjadi positif) dalam 1-3 tahun dimana didapatkan 42% dari
suami dan 38% dari isteri ke suami dianggap sama.
Penularan HIV dari ibu ke anak terjadi karena wanita yang menderita
HIV/AIDS sebagian besar masih berusia subur, sehingga terdapat resiko penularan
infeksi yang terjadi pada saat kehamilan (Richard, et al., 1997). Selain itu juga karena
terinfeksi dari suami atau pasangan yang sudah terinfeksi HIV/AIDS karena sering
berganti-ganti pasangan dan gaya hidup. Penularan ini dapat terjadi dalam 3 periode :
1. Periode kehamilan
Selama kehamilan, kemungkinan bayi tertular HIV sangat kecil. Hal ini
disebabkan karena terdapatnya plasenta yang tidak dapat ditembus oleh virus itu
sendiri. Oksigen, makanan, antibodi dan obat-obatan memang dapat menembus
plasenta, tetapi tidak oleh HIV. Plasenta justru melindungi janin dari infeksi HIV.
Perlindungan menjadi tidak efektif apabila ibu:
a. Mengalami infeksi viral, bakterial, dan parasit (terutama malaria) pada plasenta
selama kehamilan.
b. Terinfeksi HIV selama kehamilan, membuat meningkatnya muatan virus pada
saat itu.
c. Mempunyai daya tahan tubuh yang menurun.
d. Mengalami malnutrisi selama kehamilan yang secara tidak langsung
berkontribusi untuk terjadinya penularan dari ibu ke anak.
2. Periode persalinan
Pada periode ini, resiko terjadinya penularan HIV lebih besar jika dibandingkan
periode kehamilan. Penularan terjadi melalui transfusi fetomaternal atau kontak
antara kulit atau membrane mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat
melahirkan. Semakin lama proses persalinan, maka semakin besar pula resiko
penularan terjadi. Oleh karena itu, lamanya persalinan dapat dipersingkat dengan
section caesaria. Faktor yang mempengaruhi tingginya risiko penularan dari ibu ke
anak selama proses persalinan adalah:Lama robeknya membran.
a. Chorioamnionitis akut (disebabkan tidak diterapinya IMS atau infeksi lainnya).
b. Teknik invasif saat melahirkan yang meningkatkan kontak bayi dengan darah
ibu misalnya, episiotomi.
c. Anak pertama dalam kelahiran kembar
3. Periode Post Partum
Cara penularan yang dimaksud disini yaitu penularan melalui ASI. Berdasarkan
data penelitian De Cock, dkk (2000), diketahui bahwa ibu yang menyusui bayinya
mempunyai resiko menularkan HIV sebesar 10- 15% dibandingkan ibu yang tidak
menyusui bayinya. Risiko penularan melalui ASI tergantung dari:
a. Pola pemberian ASI, bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif akan kurang
berisiko dibanding dengan pemberian campuran.
b. Patologi payudara: mastitis, robekan puting susu, perdarahan putting susu dan
infeksi payudara lainnya.
c. Lamanya pemberian ASI, makin lama makin besar kemungkinan infeksi.
d. Status gizi ibu yang buruk.
Banyak cara yang diduga menjadi cara penularan virus HIV, namun hingga
kini cara penularan HIV yang diketahui adalah melalui:
1. Transmisi Seksual
Penularan melalui hubungan seksual baik Homoseksual maupun Heteroseksual
merupakan penularan infeksi HIV yang paling sering terjadi. Penularan ini
berhubungan dengan semen dan cairan vagina atau serik. Infeksi dapat ditularkan dari
setiap pengidap infeksi HIV kepada pasangan seksnya. Resiko penularan HIV
tergantung pada pemilihan pasangan seks, jumlah pasangan seks dan jenis hubungan
seks. Pada penelitian Darrow (1985) ditemukan resiko seropositive untuk zat anti
terhadap HIV cenderung naik pada hubungan seksual yang dilakukan pada pasangan
tidak tetap. Orang yang sering berhubungan seksual dengan berganti pasangan
merupakan kelompok manusia yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV.
a. Homoseksual
Didunia barat, Amerika Serikat dan Eropa tingkat promiskuitas homoseksual
menderita AIDS, berumur antara 20-40 tahun dari semua golongan rusial. Cara
hubungan seksual anogenetal merupakan perilaku seksual dengan resiko tinggi bagi
penularan HIV, khususnya bagi mitra seksual yang pasif menerima ejakulasi semen
dari seseorang pengidap HIV. Hal ini sehubungan dengan mukosa rektum yang sangat
tipis dan mudah sekali mengalami pertukaran pada saat berhubungan secara
anogenital.
b. Heteroseksual
Di Afrika dan Asia Tenggara cara penularan utama melalui hubungan heteroseksual
pada promiskuitas dan penderita terbanyak adalah kelompok umur seksual aktif baik
pria maupun wanita yang mempunyai banyak pasangan dan berganti-ganti.

2. Transmisi Non Seksual


a. Transmisi Parenral
Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya (alat tindik) yang telah
terkontaminasi, misalnya pada penyalah gunaan narkotik suntik yang menggunakan
jarum suntik yang tercemar secara bersama-sama. Disamping dapat juga terjadi
melaui jarum suntik yang dipakai oleh petugas kesehatan tanpa disterilkan terlebih
dahulu. Resiko tertular cara transmisi parental ini kurang dari 1%.
1) Darah/Produk Darah
Transmisi melalui transfusi atau produk darah terjadi di negara-negara barat sebelum
tahun 1985. Sesudah tahun 1985 transmisi melalui jalur ini di negara barat sangat
jarang, karena darah donor telah diperiksa sebelum ditransfusikan. Resiko tertular
infeksi/HIV lewat trasfusi darah adalah lebih dari 90%.
b. Transmisi Transplasental
Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai resiko sebesar
50%. Penularan dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan dan sewaktu menyusui.
Penularan melalui air susu ibu termasuk penularan dengan resiko rendah.

F. Faktor Resiko
Semula diperkirakan factor risiko infeksi HIV hanya homoseksual, dan
pengguna narkoba yang menggunakan suntikan terinfeksi, tetapi jumlahnya semakin
besar. Infeksi HIV terutama menyerang sel T limfosit dan system saraf pusat. Cara
masuknya ke dalam sel mulai dengan ikatan reseptornya pada sel lomfosit dan diikuti
rusaknya inti kemudian memecahkan dirinya menjadi beberapa virus HIV. Secara
berabtai, virus HIV kembali akan menyerang sel lomfosit CD4 sehingga akhirnya
terjadi penurunan daya tahan tubuh secara menyeluruh dan disebut acquired
immunodefeciency syndrome (AIDS).
Kelompok orang yang berisiko tinggi terinfeksi Virus HIV sebagai berikut :
1. Janin dengan ibu yang terjangkit HIV
2. Perempuan yang menggunakan obat bius injeksi dan bergantian memakai alat
suntik.
3. Pekerja seks komersial
4. Pasangan yang heteroseks dengan adanya penyakit kelamin

G. Pemeriksaan Penunjang
Tes-tes saat ini tidak membedakan antara antibody ibu/bayi, dan bayi dapat
menunjukkan tes negatif pada usia 9 sampai 15 bulan. Penelitian mencoba
mengembangkan prosedur siap pakai yang tidak mahal untuk membedakan respons
antibody bayi dan ibu.
1. Pemeriksaan histologis, sitologis urin , hitung darah lengkap, feces, cairan
spina, luka, sputum, dan sekresi.
2. Tes neurologis: EEG, MRI, CT Scan otak, EMG.
3. Tes lainnya: sinar X dada menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari
PCV tahap lanjut atau adanya komplikasi lain; tes fungsi pulmonal untuk deteksi
awal pneumonia interstisial; Scan gallium; biopsy; branskokopi.
4. Tes Antibodi
a. Tes ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay), untuk menunjukkan bahwa
seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi HIV.
b. Western blot asay/ Indirect Fluorescent Antibody (IFA), untuk mengenali
antibodi HIV dan memastikan seropositifitas HIV.
c. Indirect immunoflouresence, sebagai pengganti pemerikasaan western blot
untuk memastikan seropositifitas.
d. Radio immuno precipitation assay, mendeteksi protein pada antibodi.
e. Pendeteksian HIV.
Dilakukan dengan pemeriksaan P24 antigen capture assay dengan kadar yang
sangat rendah. Bisa juga dengan pemerikasaan kultur HIV atau kultur plasma
kuantitatif untuk mengevaluasi efek anti virus, dan pemeriksaan viremia plasma
untuk mengukur beban virus (viral burden).
Antibody yang ditimbulkan oleh infeksi HIV terjadi sejak infeksi berusia 2-3
bulan. Antibody ini akan masuk melalui plasenta menuju janin.Infeksi langsung pada
janin mulai sejak usia 13 minggu dengan mekanisme yang tidak diketahui. Infeksi ini
disebut sebagai infeksi vertical karena berlangsung semasih intrauterin. Cara infeksi
lainnya pada bayi adalah saat pertolongan persalinan karena melalui jalan lahir
dengan cairannya yang penuh dengan virus HIV.

H. Penatalaksanaan
Pengalaman program yang signifikan dan bukti riset tentang HIV dan
pemberian makanan untuk bayi telah dikumpulkan sejak rekomendasi WHO untuk
pemberian makanan bayi dalam konteks HIV terakhir kali direvisi pada tahun 2006.
Secara khusus, telah dilaporkan bahwa antiretroviral (ARV) intervensi baik ibu yang
terinfeksi HIV atau janin yang terpapar HIVsecara signifikan dapat mengurangi
risiko penularan HIV pasca kelahiran melalui menyusui. Bukti ini memiliki implikasi
besar untuk bagaimana perempuan yang hidup dengan HIV mungkin dapat memberi
makan bayi mereka, dan bagaimana para pekerja kesehatan harus nasihati ibu-ibu ini.
Bersama-sama, intervensi ASI dan ARV memiliki potensi secara signifikan untuk
meningkatkan peluang bayi bertahan hidup sambil tetap tidak terinfeksi HIV.
Dimana otoritas nasional mempromosikan pemberian ASI dan ARV, ibu yang
diketahui terinfeksi HIV sekarang direkomendasikan untuk menyusui bayi mereka
setidaknya sampai usia 12 bulan. Rekomendasi bahwa makanan pengganti tidak
boleh digunakan kecuali jika dapat diterima, layak, terjangkau, berkelanjutan dan
aman (AFASS).
Pemberian antiretroviral bertujuan agar viral load rendah sehingga jumlah
virus yang ada dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk menularkan HIV.
Obat yang bisa dipilih untuk negara berkembang adalah Nevirapine, pada saat ibu
saat persalinan diberikan 200mg dosis tunggal, sedangka bayi bisa diberikan
2mg/kgBB/72 jam pertama setelah lahir dosis tunggal. Obat lain yang bisa dipilih
adalah AZT yang diberikan mulai kehamilan 36 minggu 2x300mg/hari dan 300mg
setiap jam selama persalinan berlangsung.
Belum ada penyembuhan untuk AIDS jadi yang dilakukan adalah pencegahan
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Tapi, apabila terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) maka terapinya yaitu :
1. Pengendalian infeksi oportunistik. Bertujuan menghilangkan, mengendalikan dan
pemulihan infeksi opurtuniti, nosokomial atau sepsis, tindakan ini harus di
pertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan yang kritis.
2. Terapi AZT (Azidotimidin). Obat ini menghambat replikasi antiviral HIV dengan
menghambat enzim pembalik transcriptase.
3. Terapi antiviral baru. Untuk meningkatkan aktivitas system imun dengan
menghambat replikasi virus atau memutuskan rantai reproduksi virus pada proses
nya. Obat- obat ini adalah : didanosina, ribavirin, diedoxycytidine, recombinant CD4
dapat larut.
4. Vaksin dan rekonstruksi virus, vaksin yang digunakan adalah interveron.
5. Menghindari infeksi lain, karena infeksi dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat
replikasi HIV.
6. Rehabilitas. Bertujuan untuk memberi dukungan mental-psikologis, membantu
mengubah perilaku risiko tinggi menjadi perilaku kurang berisiko atau tidak berisiko,
mengingatkan cara hidup sehat dan mempertahankan kondisi tubuh sehat.
7. Pendidikan. Untuk menghindari alkohol dan obat terlarang, makan makanan yang
sehat, hindari stres, gizi yang kurang, obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
Edukasi ini juga bertujuan untuk mendidik keluarga pasien bagaimana menghadapi
kenyataan ketika anak mengidap AIDS dan kemungkinan isolasi dari masyarakat.

I. Pencegahan
Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui tiga cara,
dan bisa dilakukan mulai saat masa kehamilan, saat persalinan, dan setelah
persalinan. Cara tersebut yaitu:
1. Penggunaan obat Antiretroviral selama kehamilan, saat persalinan dan untuk
bayi yang baru dilahirkan.
Pemberian antiretroviral bertujuan agar viral load menjadi lebih rendah sehingga
jumlah virus yang ada dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk menularkan
HIV. Satu tablet nevirapine pada waktu mulai sakit melahirkan, kemudian satu tablet
lagi diberi pada bayi 2–3 hari setelah lahir. Menggabungkan nevirapine dan AZT
selama persalinan mengurangi penularan menjadi hanya 2 persen.
2. Penanganan obstetrik selama persalinan
Persalinan sebaiknya dipilih dengan menggunakan metode Sectio caesaria karena
metode ini terbukti mengurangi resiko penularan HIV dari ibu ke bayi sampai 80%.
Apabila pembedahan ini disertai dengan penggunaan terapi antiretroviral, maka
resiko dapat diturunkan sampai 87%. Walaupun demikian, pembedahan ini juga
mempunyai resiko karena kondisi imunitas ibu yang rendah yang bisa memperlambat
penyembuhan luka. Oleh karena itu, persalinan per vagina atau sectio caesaria harus
dipertimbangkan sesuai kondisi gizi, keuangan, dan faktor lain.
3. Penatalaksanaan selama menyusui
Pemberian susu formula sebagai pengganti ASI sangat dianjurkan untuk bayi dengan
ibu yang positif HIV. Karena sesuai dengan hasil penelitian, didapatkan bahwa ± 14
% bayi terinfeksi HIV melalui ASI yang terinfeksi.

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN HIV/AIDS PADA IBU


HAMIL
A. Pengkajian
1. Data yang dapat dikumpulkan pada klien yaitu data sebelum dan selama kehamilan
a. Identitas pasien
b. Riwayat Kesehatan
1) Masa lalu
2) Sekarang
c. Menstruasi
d. Reproduksi
e. Keluhan Utama
f. Data Psikologi
Kondisi ibu hamil dengan HIV / AIDS takut akan penularan pada bayi yang
dikandungnya. Bagi keluarga pasien cenderung untuk menjauh sehingga akan
menambah tekanan psikologis pasien.
2. Pemeriksaan fisik
a. Breating
Kaji pernafasan ibu hamil, apabila ibu telah terinfeksi sistem pernafasan maka
sepanjang jalr pernafasan akan mengalami gangguan. Misal RR meningkat,
kebersihan jalan nafas.
b. Blood
Pemeriksaan darah meliputi pemeriksaan virus HIV/AIDS. Penurunan sel T limfosit;
jumlah sel T4 helper; jumlah sel T8 dengan perbandingan 2:1 dengan sel T4;
peningkatan nilai kuantitatif P24 (protein pembungkus HIV); peningkatan kadar IgG,
Ig M dan Ig A; reaksi rantai polymerase untuk mendeteksi DNA virus dalam jumlah
sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler; serta tes PHS (pembungkus hepatitis B
dan antibodi,sifilis, CMV mungkin positif).
c. Brain
Tingkat kesadaran ibu hamil dengan HIV/AIDS terkadang mengalami penurunan
karena proses penyakit. Hal itu dapat disebabkan oleh gangguan imunitas pada ibu
hamil.
d. Bowel
Keadaan sisitem pencernaan pada ibu hamil akan mengalami gangguan. Kebanyakan
gangguan tersebut adalah diare yang lama. Hal itu disebabkan oleh penurunan sistem
imun yang berada di tubuh sehingga bakteri yang ada di saluran pencernaan akan
mengalami gangguan. Hal itu dapat menyebabkan infeksi saluran pencernaan.
e. Bladder
Kaji tingkat urin klien apakah ada kondisi patologis seperti perubahan warna urin,
jumlah dan bau. Hal itu dapan mengidentifikasikan bahwa ada gangguan pada sistem
perkemihan. Biasanya saat imunitas menurun resiko infeksi pada uretra klien.
f. Bone
Kaji respon klien, apakah mengalami kesulitan bergerak,reflek pergerakan. pada ibu
hamil kebutuhan akan kalsium meningkat,periksa apabila ada resiko osteoporosis.
Hal itu dapat memburuk dengan bumil HIV/AIDS.

B. Dignosa Keperawatan
1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola
hidup yang beresiko.
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pengeluaran
yang berlebihan ( muntah dan diare berat ).
3. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan inflamasi, kejang abdomen dan infeksi.
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan HIV dan AIDS (perjalanan, penyebaran
penyakit, efek jangka panjang pada wanita dan janin.

C. Perencanaan
1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup
yang beresiko.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil : Mengidentifikasi/ikut serta dalam perilaku yang mengurangi resiko
infeksi, tidak demam dan bebas dari pengeluaran/sekresi purulen dan tanda-tanda lain
dari kondisi infeksi.

INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Mengurangi resiko kontaminasi silang.
1. pasien dan orang terdekat
sebelum dan sesudah seluruh
kontak perawatan dilakukan.
2. Berikan lingkungan bersih dan Mengurangi patogen pada system
berventilasi. imun.
3. Pantau TTV, terutama suhu. Peningkatan suhu secara berulang-
ulang dari demam yang terjadi untuk
menunjukkan bahwa tubuh bereaksi
pada proses infeksi.
4. Selidiki keluhan sakit kepala, Ketidak normalan neurologis umum
kaku leher, perubahan penglihatan. dan mungkin di hubungkan dengan
HIV ataupun infeksi sekunder.
5. Bersihkan kuku setiap hari. Mengurangi resiko tranmisi bakteri
Dikikir lebih baik daripada pathogen melalui kulit.
dipotong dan hindari memotong
kutikula.
6. Periksa adanya luka/lokasi alat Identifikasi/perawatan awal dari
invasif, perhatikan tanda-tanda infeksi sekunder dapat mencegah
inflamasi/infeksi local. terjadinya sepsis.

7. Bersihkan percikan cairan Mengontrol mikroorganisme pada


tubuh/darah dengan larutan permukaan kertas.
pemutih.
Kolaborasi
Dilakukan untuk mengidentifikasi
8. Patau studi laboratorium. Mis.
demam.
Periksa darah, urin, sputum dan
lain-lain.
9. Berikan antibiotik, antijamur dan Mengahambat proses infeksi.
anti mikroba. Seperti pentamidin
atau AZT/retrovir.

2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pengeluaran


yang berlebihan ( muntah dan diare berat ).
Tujuan : Mempertahankan massa otot yang adekuat dan mempertahankan berat antara
0,9-1,35 kg dari berat sebelum sakit.
Kriteria hasil : Mempertahankan berat badan atau memperlihatkan peningkatan berat
badan dan mendemonstrasikan keseimbangan nitrogen positif, bebas dari malnutrisi
dan menunjukkan perbaikan tingkat energy.

INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
1. Kaji kemampuan mengunyah, lesi mulut, tenggorokan, dan
merasakan, dan menelan. esophagus dapat menyebabkan
disfagia (penurunan kemampuan
mengolah makanan dan mengurangi
keinginan untuk makan).
2. Aukultasi bising usus. Hipermotilitas saluran intestinal umum
terjadi dan di hubungkan dengan
muntah dan diare, yang mempengaruhi
pilihan diet.
3. Timbanng berat badan sesuai Indicator kebutuhan nutrisi/pemasukan
kebutuhan. yang adekuat.
4. Berikan perawatan mulut yang Mengurangi ketidaknyamanan yang
terus menerus, awasi tindakan berhubungan dengan mual/mual, lesi
pencegahan sekresi. Hindari obat oral, penegeringan mukosa, dan
kumur yang mengandung alcohol. halitosis. Mulut yang bersih akan
meningkatkan napsu makan.
5. Kaji obat-obatan tehadap efek profilaktik dan obat-obatan terapeutik
samping nutrisi. mungkin memiliki efeksamping,
misalnya AZT (pengubah rasa,
mual/muntah).
6. Dorong aktivitas fisik sebanyak Dapat meningkatkan napsu makan dan
mungkin. rasa sehat.
7. Dorong pasien duduk pada saat Mempermudah proses menelan dan
makan. mengurangi resiko aspirasi.
Kolaborasi
8. Tinjau ulang pemeriksaan Mengindikasikan status nutrisi dan
laboratorium. Misalnya glukosa, fungsi organ, dan mengidentifikasi
protein dan albumin. kebutuhan pengganti.
9. Pasang/pertahankan selang NGT Mungkin diperlukan unntuk
sesuai petunjuk. mengurangi mual/muntah atau untuk
pemberian makan per selang.
10. Konsultasikan dengan tim Menyediakan diet berdasarkan
pendukung ahli diet/gizi. kebutuhan individu dengan rute yang
tepat.
11. Berikan obat-obatan sesuai
petujuk, misal:
Suplemen makanan.
Kekurangan vitamin terjadi akibat
Antiemetik (metoklopramid) penurunan pemasukan makanan.
Menguraningi insiden muntah,
meningkatkan fungi gaster.

3. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan inflamasi, kejang abdomen dan infeksi.


Tujuan : Nyeri dapat diatasi dan hilang.
Kriteria hasil : Hilangnya/terkontrolnya rasa sakit, menunjukkan posisi/ekspresi wajah rileks.
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Mengindikasikan kebutuhan untuk
1. Kaji keluhan nyeri, perhatikan
intervensi dan juga tanda-tanda
lokasi, intensitas nyeri (skala 0-10),
perkembangan komplikasi.
frekuensi dan waktu.
2. Berikan aktivitas hiburan, Memfokuskan kembali perhatian,
misalnya membaca, menonton TV mungkin dapat meingkatkan
dan berkunjung. kemampuan untuk mennanggulangi.
3. Lakukan tindakan paliatif, Meningkatkan relaksasi/menurunkan
misalnya pengubahan posisi, tegangan otot.
masase, rentang gerak pada sendi
yang sakit.
4. Berikan kompres hangat/lembab injeksi ini diketahui sebagai penyebab
pada sisi injeksi pentamidin IV rasa sakit dan abses steril.
selama 20 menit setelah pemberian.
5. Instruksikan melakukan relaksasi Meningkatkan relaksasi dan perasaan
progresif dan teknik napas dalam. sehat. Dapat menurunkan kebutuhan
narkotik analgesic.
6. Berikan perawatan oral. Ulserasi/lesi mungkin menyebabkan
ketidaknyamanan yang sangat.
Kolaborasi
Memberikan penurunan nyeri/tidak
7. Berikan analgesic/antipiretik
nyaman dan mengurangi demam.
narkotik. Gunakan ADP untuk
memberikan analgasik 24 jam.
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan HIV dan AIDS (perjalanan,
penyebaran penyakit, efek jangka panjang pada wanita dan janin.
Tujuan : Pasien mengetahui pengertian, penyebab, akibat dan penatalaksanaan
penyakit HIV dan AIDS.
Kriteria hasil : Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi/proses penyakit dan tindakan,
melakukan perubahan gaya hidup yang sesuai dan berpartisipasi dalam aturan perawatan.
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Pasien perlu waspada terhadap resiko
1. Berikan informasi mengenai
bagi dirinya sendiri sama seperti
system/respon imun normal dan
resiko bagi bayi dan orang lain
bagaimana efek dari HIV,
disekitarnya.
penyebaran virus, factor yang
diyakini dapat meningkatkan
kemungkinan progresifitas penyakit.
2. Berikan informasi yang realistis Perlu untuk memberikan harapan
optimis selama kontak dengan yang realistis, untuk mengurangi
pasien. resiko bunuh diri.
3. Tinjau tanda-tanda/gejala yang Pasien mungkin mengalami penyakit
mungkin menjadi konsekuensi dari akut 2-6 minggu selama terinfeksi.
infeksi HIV.
4. Tekankan perlunya memperhatikan Membatasi penyebaran virus.
seks yang lebih aman dan juga Mengerangi pemajanan pada agen
perlunya menghindari penggunaan infeksi/sters tamabahan pada system
obat-obatan IV terlarang. imun.
5. Berikan informasi mengenai Bukti menunjukkan bahwa diet yang
perubahan gaya hidup yang sesuai khusus dan factor gaya hidup dapat
dengan factor yang membantu berpengaruh pada perkembangan
mempertahankan kesehatan. infeksi HIV sampai AIDS.
6. Diskusikan strategi Keterlibatan pasien dalam perawatan
penatalaksanaan terhadap gejala- meningkatkan kerja sama dan
gejala dan tanda-tanda yang terus kepuasan dalam perawatan.
menerus.
7. Dorong kontak dengan orang Banyak yang merasa takut
terdekat, keluarga, dan teman. mengungkapkan pada orang terdekat,
keluarga dan teman karena takut
ditolak.

D. Evaluasi
Evaluasi memuat kriteria keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses dapat di lihat dengan jalan membandingkan antara
proses dengan pedoman/rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan
dapat di lihat dengan membandingkan antara tingkat kemandirian pasien dalam
kehidupan sehari-hari dan tingkat kemajuan kesehatan pasien dengan tujuan yang
telah di rumuskan sebelumnya.
Setelah dilakukann tindakan keperawatan di harapakan pasien :
1. Dx 1 : Mengidentifikasi/ikut serta dalam perilaku yang mengurangi resiko infeksi,
tidak demam dan bebas dari pengeluaran/sekresi purulen dan tanda-tanda lain dari
kondisi infeksi.
2. Dx 2 : Mempertahankan berat badan atau memperlihatkan peningkatan berat badan
dan mendemonstrasikan keseimbangan nitrogen positif, bebas dari malnutrisi dan
menunjukkan perbaikan tingkat energi.
3. Dx 3 : Hilangnya/terkontrolnya rasa sakit, menunjukkan posisi/ekspresi wajah
rileks.
4. Dx 4 : Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi/proses penyakit dan tindakan,
melakukan perubahan gaya hidup yang sesuai dan berpartisipasi dalam aturan
perawatan.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kehamilan merupakan peristiwa alami yang terjadi pada wanita, namun
kehamilan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan ibu dan janin terutama pada
kehamilan trimester pertama. Wanita hamil trimester pertama pada umumnya
mengalami mua, muntah, nafsu makan berkurang dan kelelahan. Menurunnya kondisi
wanita hamil cenderung memperberat kondisi klinis wanita dengan penyakit infeksi
antara lain infeksi HIV-AIDS.
HIV/AIDS adalah topic yang sangat sensitive dan lebih banyak sehingga
banyak penelitian melibatka anak-anak yang rentan untuk terjangkit HIV. Setiap
usaha dilakukan untuk memastikan bahwa keluarga akan merasa baik.
AIDS (acquired immunodeficiency syndrome), yaitu kondisi hilangnya
kekebalan tubuh sehingga member kesempatan berkembangnya berbegai bentuk
infeksi dan keganasan, kemunduran kemampuan intelektual, dan penyakit lainnya.
Dengan hilangnya semua kekebalan tubuh manusia pada AIDS, tubuh seolah-olah
menjadi tempat pembenihan bakteri, protozoa, jamur serta terjadi degenerasi ganas.

B. SARAN
Semoga Makalah ini dapat berguna bagi penyusun dan pembaca. Kritik dan
saran sangat diharapkan untuk pengerjaan makalah berikutnya yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta. EGC.


Manuaba, Ida Ayu Chandranita, dkk. 2008. Patologi Obstetri. Jakarta : EGC
Nursalam dan dwi, Ninuk. 2008. Asuhan keperawatan pada pasien terinfeksi HIV/AIDS.
Jakarta: Salemba medika.
Susanti NN. 2000. Psikologi Kehamilan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai