Referat Guillain Barre Syndrom - Mochamad Faisal Bayu P
Referat Guillain Barre Syndrom - Mochamad Faisal Bayu P
Oleh
18309123101008
Pembimbing
Juli, 2019
DAFTAR ISI
2. DAFTAR ISI................................................................................................ 2
3. BAB I: PENDAHULUAN........................................................................... 3
2
BAB I
PENDAHULUAN
Sindrom Guillain-Barre adalah neuropati paralitik akut yang paling umum dan paling parah,
dengan sekitar 100.000 orang menderita gangguan ini setiap tahun diseluruh dunia. Ada beberapa
variasi pada sindrom ini yang dapat dikenali dengan kondisi klinis dan patologis yang berbeda,
manifestsi atau gejala klinis paling parah dan umum pada sidrom Guillai-Barre dengan gagal
napas dengan presentasi 20-30% kasus. Pengobata dengan Immunoglobulin Intravena atau
Plasmaparesis adalah pendekatan manajemen yang efektif dan efisien disamping pengobatn
supportif.1
Antibodi yang memperbaiki pelengkap terhadap ganglioside saraf perifer saja dan kombinasi
semakin diakui sebagai mekanisme penting kerusakan saraf, antibody baru terhadap anti gen saraf
lain seperti neurofascin telah dideskripsikan baru-baru ini.2
Sindrom Guillain-Barre dianggap sebagai postinfektif kebanyakan gangguan postinfeksi
dari Campylobacter jejuni, Cytomegalovirus, Epsteinbarr virus dan M.pneumoniae,inflamasi dan
demielinasu neuropati perifer. Bentuk aksonal seperti sindrom Guillain-Barre disebut neuropati
aksonal motoric akut (AMAN) atau motoric akut dan neuropati aksonan sensorik, disebabkan oleh
mekananisme autoimun tertentu.3
Walaupun cenderung baik dalam segi prognosis, pasien dengan Sindrom Guillain Barre
biasanya juga mempunyai kecenderungan untuk mempunyai ”gejala sisa” seperti mengalami
nyeri, kelelahan atau keluhan sisa lainnya yang dapat bertahan berbulan-bulan ataupun bertahun-
tahun.4
Dari segi biaya penerimaan rumah sakit untuk pasien GBS sangat bervariasi dengan biaya
yang lebih tinggi dengan penyakit yang lebih parah. Penelitian pada rumah sakit dieropa rata-rata
perawatan pasien GBS dirumah sakit adalah sebesar 15.060 Euro.5
Gejala sensorik pada kaki biasanya menandai timbulnya penyakit diikuti oleh kelemahan
distal cepat progresif yang segera menyebar secara proksimal. Nyeri lumbal sering terjadi dan
mungkin merupakan peradangan pada akar saraf dan mungkin bertepatan dengan kerusakan pada
penghalang CSF saraf yang memungkinkan protein bocor ke dalam CSF.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Menurut Panduan praktik klinik Persatuan Dokter Saraf Seluruh Indonesia, Guillain
Barre Syndrom adalah penyakit dimana system kekebalan tubuh seseorang menyerang system
Menurut Centers of Disease Control and Prevention / CDC (2012), Guillain Barre
Syndrom (GBS) adalah penyakit langka di mana sistem kekebalan seseorang menyerang sistem
syaraf tepi dan menyebabkan kelemahan otot bahkan apabila parah bisa terjadi kelumpuhan.
Hal ini terjadi karena susunan syaraf tepi yang menghubungkan otak dan sumsum belakang
dengan seluruh bagian tubuh kita rusak. Kerusakan sistem syaraf tepi menyebabkan sistem ini
sulit menghantarkan rangsang sehingga ada penurunan respon system otot terhadap kerja sistem
syaraf.1
Gullaine Barre Syndrom (GBS) adalah gangguan yang jarang di tubuh anda, sistem
kekebalan tubuh menyerang saraf Anda. GBS adalah penyakit yang biasanya terjadi satu atau
dua minggu setelah infeksi virus ringan seperti sakit tenggorokan, bronkitis, atau flu, atau
setelah vaksinasi atau prosedur bedah.. Kelemahan dan mati rasa di kaki biasanya merupakan
gejala pertama. Sensasi ini dapat dengan cepat menyebar, akhirnya melumpuhkan seluruh
tubuh.4
B. Epidemiologi
Insidensi SGB meningkat sesuai dengan usia (0-6 per 100.000 per tahun pada anak-anak
dan 2-7 per 100.000 per tahun pada lansia usia diatas 80 tahun) dan penyakit ini sedikit lebih
serinng pada jenis kelamin pria dari pada wanita. 2 per 3 pasien dewasa melaporkan gejala
pernapasan atau gastrointestinal sebelumnya, infeksi saluran napas dalam 4 minggu setelah
onset kelemahan.6
C.Jejuni adalah infeksi utama, ditemukan pada 25-50% pada pasien dewasa dengan
SGB diketahui dapat menyerang semua usia, beberapa studi epedemilogi mengatakan
bahwa pada usia remaja dan periode akhir dewasa muda akan meningatkan risiko infeksi dari
C. Etiologi
Etiologi dari SGB sendiri belum diketahui secara lengkap. Ada bukti bahwa sakit ini
dipengaruhi oleh system imun. Terdapat patologi imun dan pasien akan membaik dengan
modulasi imun. Ada bukti bahwa hal ini terjadi karena mimikri molecular pada 2 bentuk SGB,
AMAN dan sindrom Miller Fisher, dengan reaksi silang epitope antara Campylobacter jejuni dan
saraf tepi.
Tabel.2.1. Etiologi Sindrom Guillain Barre
• Mycoplasma pneumoniae
• Campylobacter jejuni
• Cytomegalovirus
• HIV
• Smallpox vaccine
• Hepatitis vaccines
D. Patofisiologi
Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas seluler dan
imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya. Pada SGB, gangliosid
merupakan target dari antibodi. Ikatan antibodi dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya
kerusakan pada myelin. Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target
dari sistem imun belum diketahui, tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga sebagai penyebab
adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh. Hal ini didapatkan dari adanya lapisan
lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid dari tubuh manusia. Campylobacter jejuni, bakteri
patogen yang menyebabkan terjadinya diare, mengandung protein membran yang merupakan
tiruan dari gangliosid GM1. Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni, kerusakan terutama
terjadi pada degenerasi akson. Perubahan pada akson ini menyebabkan adanya cross-reacting
antibodi ke bentuk gangliosid GM1 untuk merespon adanya epitop yang sama. Berdasarkan
adanya sinyal infeksi yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya
infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer. Terbentuk makrofag di daerah kerusakan dan
Terdapat sejumlah teori mengenai bagaimana sistem imun ini tiba-tiba menyerang saraf,
namun teori yang dikenal adalah suatu teori yang menyebutkan bahwa organisme (misalnya
infeksi virus ataupun bakteri) telah mengubah keadaan alamiah sel-sel sistem saraf, sehingga
sistem imun mengenalinya sebagai sel-sel asing. Organisme tersebut kemudian menyebabkan sel-
sel imun, seperti halnya limfosit dan makrofag, untuk menyerang myelin. Limfosit T yang
Pada GBS, terbentuk antibodi atau immunoglobulin (Ig) sebagai reaksi terhadap adanya
antigen atau partikel asing dalam tubuh, seperti bakteri ataupun virus. Antibodi yang bersirkulasi
dalam darah ini akan mencapai myelin serta merusaknya, dengan bantuan sel-sel leukosit,
sehingga terjadi inflamasi pada saraf. Sel-sel inflamasi ini akan mengeluarkan sekret kimiawi yang
akan mempengaruhi sel Schwan, yang seharusnya membentuk materi lemak penghasil myelin.
Dengan merusaknya, produksi myelin akan berkurang, sementara pada waktu bersamaan, myelin
yang ada telah dirusak oleh antibodi tubuh. Seiring dengan serangan yang berlanjut, jaringan saraf
perifer akan hancur secara bertahap. Saraf motorik, sensorik, dan otonom akan diserang; transmisi
sinyal melambat, terblok, atau terganggu; sehingga mempengaruhi tubuh penderita. 2,11
Kebanyakan patogen yang diketahui menyebabkan GBS masuk ke tubuh melalui mukosa
atau epitel usus. Respon imun innate mengakibatkan penyerapan patogen oleh antigen presenting
cells (APC) yang immatur. Setelah bermigrasi ke nodus limpatikus, APC yang berdiferensiasi dan
matur dapat menghadirkan peptida pada molekul MHC kelas II dan mengaktivasi sel T CD4 yang
mengenali antigen dari patogen infeksius. Sel B juga diaktivasi oleh sel Th2 yang baru. Hal
tersebut memproduksi sel yang dimediasi oleh humoral yang respon terhadap patogen.
Dua per tiga kasus GBS berhubungan dengan infeksi akut sebelumnya yang disebabkan
oleh beberapa spesie bakteri dan virus. Campylobacter jejuni, cytomegalovirus, Epstein-Barr
ditemukan pada serum pasien setelah onset GBS. Pada kasus infeksi C. jejuni, antibodi diproduksi,
mengaktivasi sistem komplemen dan fagositosis bakteri. Untuk kasus yang jarang, antibodi yang
diproduksi melawan antigen C. jejuni dan juga mengikat gangliosida jaringan saraf, menyebabkan
aktivasi komplemen dan kerusakan oleh fagosit. Hal inilah yang menyebabkan kerusakan jaringan
Mekanisme yang paling sering untuk penyakit autoimun adalah molecular mimicry.
Molecular mimicry adalah situasi dimana patogen dan host memiliki antigen yang identik, yang
menginduksi antibodi dan respon sel imun T yang reaktif silang. Ada lebih dari satu cara respon
imun bisa menjadi reaktif silang. Patogen dan host bisa mempunyai homolog atau asam amino
identik, atau reseptor sel B dan sel T bisa mengenali peptida non homolog.18,19
berdasar pada persilangan antara antigen neural dan antibodi yang diinduksi oleh infeksi yang
bakteri yang sama dengan gangliosida. Peniruan molekul ini membentuk antibodi antigangliosida2.
1. Fase progresif
Umumnya berlangsung 2-3 minggu, sejak timbulnya gejala awal sampai gejala menetap,
dikenal sebagai ‘titik nadir’. Pada fase ini akan timbul nyeri, kelemahan progresif dan
gangguan sensorik; derajat keparahan gejala bervariasi tergantung seberapa berat serangan
pada penderita. Kasus GBS yang ringan mencapai nadir klinis pada waktu yang sama
dengan GBS yang lebih berat. Terapi secepatnya akan mempersingkat transisi menuju fase
penyembuhan, dan mengurangi resiko kerusakan fisik yang permanen. Terapi berfokus
2. Fase plateau
Fase infeksi akan diikuti oleh fase plateau yang stabil, dimana tidak didapati baik
perburukan ataupun perbaikan gejala. Serangan telah berhenti, namun derajat kelemahan
tetap ada sampai dimulai fase penyembuhan. Terapi ditujukan terutama dalam
memperbaiki fungsi yang hilang atau mempertahankan fungsi yang masih ada. Perlu
cairan, serta status generalis. Imunoterapi dapat dimulai di fase ini. Penderita umumnya
sangat lemah dan membutuhkan istirahat, perawatan khusus, serta fisioterapi. Pada pasien
biasanya didapati nyeri hebat akibat saraf yang meradang serta kekakuan otot dan sendi;
namun nyeri ini akan hilang begitu proses penyembuhan dimulai. Lama fase ini tidak dapat
diprediksikan; beberapa pasien langsung mencapai fase penyembuhan setelah fase infeksi,
sementara pasien lain mungkin bertahan di fase plateau selama beberapa bulan, sebelum
3. Fase penyembuhan
Akhirnya, fase penyembuhan yang ditunggu terjadi, dengan perbaikan dan penyembuhan
spontan. Sistem imun berhenti memproduksi antibody yang menghancurkan myelin, dan
gejala berangsur-angsur menghilang, penyembuhan saraf mulai terjadi. Terapi pada fase
ini ditujukan terutama pada terapi fisik, untuk membentuk otot pasien dan mendapatkan
kekuatan dan pergerakan otot yang normal, serta mengajarkan penderita untuk
menggunakan otot-ototnya secara optimal. Kadang masih didapati nyeri, yang berasal dari
sel-sel saraf yang beregenerasi. Lama fase ini juga bervariasi, dan dapat muncul relaps.
Kebanyakan penderita mampu bekerja kembali dalam 3-6 bulan, namun pasien lainnya
tetap menunjukkan gejala ringan samapi waktu yang lama setelah penyembuhan. Derajat
penyembuhan tergantung dari derajat kerusakan saraf yang terjadi pada fase infeksi.1
umum ditemukan pada GBS, yang juga cocok dengan gejala asli dari sindrom tersebut.
Manifestasi klinis paling sering adalah kelemahan anggota gerak proksimal dibanding distal.
Saraf kranialis yang paling umum terlibat adalah nervus facialis. Penelitian telah
menunjukkan bahwa pada AIDP terdapat infiltrasi limfositik saraf perifer dan demielinasi
segmental makrofag.
Acute motor axonal neuropathy (AMAN) dilaporkan selama musim panas GBS epidemik
pada tahun 1991 dan 1992 di Cina Utara dan 55% hingga 65% dari pasien GBS merupakan
jenis ini. Jenis ini lebih menonjol pada kelompok anak-anak, dengan ciri khas degenerasi
motor axon. Klinisnya, ditandai dengan kelemahan yang berkembang cepat dan sering
dikaitkan dengan kegagalan pernapasan, meskipun pasien biasanya memiliki prognosis yang
baik. Sepertiga dari pasien dengan AMAN dapat hiperrefleks, tetapi mekanisme belum jelas.
neuron motorik.
Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN) adalah penyakit akut yang berbeda
dari AMAN, AMSAN juga mempengaruhi saraf sensorik dan motorik. Pasien biasanya usia
dewasa, dengan karakteristik atrofi otot. Dan pemulihan lebih buruk dari AMAN.
4. Miller Fisher Syndrome
Miller Fisher Syndrome adalah karakteristik dari triad ataxia, arefleksia, dan oftalmoplegia.
Kelemahan pada ekstremitas, ptosis, facial palsy, dan bulbar palsy mungkin terjadi pada
beberapa pasien. Hampir semua menunjukkan IgG auto antibodi terhadap ganglioside GQ1b.
Kerusakan imunitas tampak terjadi di daerah paranodal pada saraf kranialis III, IV, VI, dan
Acute Neuropatic panautonomic adalah varian yang paling langka pada GBS. Kadang-
kadang disertai dengan ensefalopati. Hal ini terkait dengan tingkat kematian tinggi, karena
pembentukan air mata, mual, disfaga, sembelit dengan obat pencahar atau bergantian dengan
diare sering terjadi pada kelompok pasien ini. Gejala nonspesifik awal adalah kelesuan,
kelelahan, sakit kepala, dan inisiatif penurunan diikuti dengan gejala otonom termasuk
ortostatik ringan. Gejala yang paling umum saat onset berhubungan dengan intoleransi
Tipe ini adalah varian lebih lanjut dari GBS. Hal ini ditandai dengan onset akut
penyakit dapat monophasic atau terutama di otak tengah, pons, dan medula. BEE meskipun
presentasi awal parah biasanya memiliki prognosis baik. MRI memainkan peran penting
dalam diagnosis BEE. Sebagian besar pasien BEE telah dikaitkan dengan GBS aksonal,
dengan indikasi bahwa dua gangguan yang erat terkait dan membentuk spectrum lanjutan.13
Tabel 2.2. Klasifikasi SGB
Trias pada SGB adalah Kelemahan (Parase), kesemutan (Paraesteshia) dan kehilangan
reflex fisiologis (Arefleks), kelemahan ekstremitas bawah dan arflexia adalah tanda atau gejala
penting dalam penegakan diagnosis SGB, lalu proses yang progesif dari mulai hanya hari hingga
dalam 4 minggu, terdapat gejala sensorik ringan seperti kesemutan atau kebas, dan juga
keterlibatan nervus yang mempersarafi otot wajah dapat menjadi Strongly supporting diagnosis of
Gejala yang lain adalah rasa seperti ditusuk-tusuk jarum di ujung jari kaki atau tangan atau
mati rasa di bagian tubuh tersebut. Kaki terasa berat dan kaku mengeras, lengan terasa lemah dan
telapak tangan tidak bisa mengenggam erat atau memutar sesuatu dengan baik (buka kunci, buka
kaleng dan lain-lain). Gejala awal ini bisa hilang dalam tempo waktu beberapa minggu, penderita
biasanya tidak merasa perlu perawatan atau susah menjelaskannya pada tim dokter untuk meminta
perawatan lebih lanjut karena gejala-gejala akan hilang pada saat diperiksa. Gejala tahap
berikutnya pada saat mulai muncul kesulitan berarti, misalnya : kaki sudah melangkah dan reflek
telah hilang.
G. Diagnosis
pemeriksaan neurologis yang menunjukkan kelemahan motorik yang simetris dan penurunan
refleks otot.
1) Anamnesis
Kelemahan biasanya didahului riwayat infeksi non spesifik saluran pencernaan atau saluran
pernafasan 10 hari yang lalu atau infeksi bakteri seperti Campylobacter jejuni, Mycoplasma
pneumonia. Memakan makanan yang masih mentah, meminum susu yang sudah kadaluwarsa, dan
air minum yang terkontaminasi oleh baketri. West Nile virus juga dapat menyerupai GBS, namun
lebih sering menyerupai polio.Guillain-Barré syndrome juga dapat terjadi karena riwayat vaksin,
Gejala tambahan seperti kebas dan berkurangnya/hilangnya sensasi nyeri suhu dan raba,
diikuti oleh gejala kelemahan otot. Terkadang berhubungan dengan nyeri pada daerah leher,
punggung, dan pantat. Kelemahan biasanya dimulai pada ekstremitas bawah dan terjadi secara
progresif naik ke atas, dimulai dari ekstremitas bawah, anggota bagian paha, tubuh dan sampai ke
bagian otot-otot pada daerah kepala, atau biasa disebut sebagai “Landry ascending paralysis”.
Kelemahan otot mengenai anggota tubuh secara simetris, namun 9% kasus ditemukan kelemahan
yang asimetris. Onset timbulnya gejala secara berangsur angsur dan terjadi progresifitas dalam
waktu hari-minggu.fase plateau dalam 1-28 hari . Khusus untuk kasus dengan onset yang terjadi
secara tiba-tiba, nyeri tekan dan nyeri pada otot sering terjadi pada fase inisiasi. Kelumpuhan bisa
mengakibatkan anak tidak bisa berjalan dan terparahnya kelumpuhan pada ke-empat ekstremitas
(tetraplegia). Maksimal kelemahan berlangsung selama 4 minggu saat munculnya gejala pertama
kali, lalu berangsur-angsur akan mengalami penurunan. Dysphagia dan kelemahan otot wajah
kadang merupakan tanda tanda awal gagal nafas. Pada fase ini pasien mempunyai risiko aspirasi
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan neurologis lengkap, dari pemeriksaan motoric dan sensorik serta pemeriksaan
nervus cranialis wajib dilakukan. Pada pemeriksaan motorik biasanya didapatkan kelemahan otot
dan penurunan fungsi sensorik, menurun atau hilangnya sensasi rasa nyeri/suhu dan raba getar.
Pada pemeriksaan fisik biasanya ditemukan tendon reflex yang menurun atau menghilang.
Gangguan fungsi otonom dapat mempengaruhi tekanan darah berupa hipotensi postural,
3) Kriteria diagnosis
Kriteria diagnosis yang umum dipakai adalah kriteria dari National Institute of Neurological
Terjadinya kelemahan motorik yang progresif pada lebih dari satu ekstremitas. Keparahan
bervariasi, mulai dari kelemahan minimal pada tungkai dengan atau tanpa ataksia ringan,
hingga paralisis total pada keempat ekstremitas dan batang tubuh, paralisis bulbar dan fasial,
Hiporefleksi hingga arefleksia. Arefleksia universal adalah batasan yang diharapkan, namun
distal arefleksia dengan hiporefleksbisep dan lutut definit juga boleh digunakan apabila gejala
lain mendukung.
a. Ciri-ciri klinis
50% mencapai puncak dalam 2 minggu. 80% dalam 3 minggu, dan 90% dalam 4 minggu.
• Relatif simetris.
• Gejala saraf kranial kurang lebih 50% terjadi parese N VI dan sering bilateral. Saraf otak
lain dapat terkena khususnya yang mempersarafi lidah dan otot-otot menelan, kadang
<5% kasus neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak lain
• Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti, dapat memanjang sampai
beberapa bulan
• Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural, hipertensi dengan gejala
vasomotor
• Protein CSS. Meningkat setelah gejala 1 minggu atau terjadi peningkata pada LP serial
• Varian:
• Perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya kecepatan hantar
4) Diagnosis Banding
diagnosis lain yang dapat menyebabkan kelemahan otot yang bersifat akut, seperti hipokalemic
5) Pemeriksaan penunjang8,9
Pemeriksaan LCS dapat membantu dalam menegakkan diagnosis. Peningkatan lebih dari
2x baseline dengan kadar glukosa yang normal dan tidak ditemukan adanya pleocytosis. Sejumlah
10 white blood cells/mm3 dapat ditemukan. Kultur bakteri negatif dan kultur virus terkadang pada
kasus yang jarang didapatkan virus spesifik yang terisolasi. Terpisahnya antara protein didalam
LCS dan kurangnya respon sel merupakan nilai diagnostic untuk pasien Guillain-Barré syndrome.
MRI pada medula spinalis dapat diindikasikan untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti
Nerve Conduction Velocity mengalami penurunan yang jelas dengan fungsi sensoris yang
menurun. Electromyography didapatkan hasil akut denervasi otot. Serum creatine kinase dapat
mengalami peningkatan atau normal. Antiganglioside antibodies, GM1 dan GD1, terkadang
mengalami peningkatan pada pasien GBS. Biopsi otot tidak diindikasikan karena tidak menunjang
diagnosis.
Serologi test Campylobacter dan Helicobacter dapat membantu menentukan penyebabnya,
namun bukan merupakan pengobatan utama. Pemeriksaan feses jarang postif karena infeksi
H. Tatalaksana
Immunoglobulin Intravena dan plasmapheresis adalah pengobatan yang efektif dari Sindrom
Guillain Barre, untuk alasan yang praktis IVig adalah pengobatan yang disukai. 10
minggu setelah onset, dan plasmapheresis mempercepat pemulihan pasien SGB yang diperiksa
dalam waktu 2 minggu. Plasmapheresis biasanya diberikan dalam satu volume plasma, 50 mL/kg
pada 5 kesempatan terpisah dalam 1-2 minggu. Sedikit lebih banyak komplikasi yang diamati pada
plasmapheresis daripada IVIg. Efek samping plasmapheresis yang signifikan seperti hipotensi,
hemostatis ,keadaan kardiovaskular tidak stabil, infkesi aktif, dan kehamilan merupakan
kontraindikasi plasmapheresis.11
IVIg diteliti efektif untuk pasien penderita GBS pada tahun 199, sejak publikasi ini,
IVIg,dalam regimen 0,4 g/kg BB setiap hari selama 5 hari berturut-turut dan sudah di jadikan
pengobatan pilihan di perkotaan dan pusat, terutama karena kenyamanan dan ketersedianya lebih
besar. Tidak ada perbedaan yang ditemukan antara IVIg dan plasmapheresis sehubungan dengan
peningkatan kecacatan setelah 4 minggu. Kombinasi plasmapheresis dan IVIg ataupun IVIg dan
❖ Pemberian IVIG 0,4 gram/kg BB/hari selama 5 hari plasma exchange digunakan sebagai lini
pertama pengobatan (Level A)
❖ Pemberian IVIG memiliki efek samping yang lebih sedikit, sehingga lebih banyak dipilih
(Level B)
❖ Kombinasi methylprednisolone dosis tinggi dan IVIG memiliki manfaat singkat (Level C)
❖ Pemberian IVIG pada kasus yang relaps tetap harus dipertimbangkan (GPP/Good Practice
Point)
Meskipun dengan terapi, sekitar 3 persen pasien GBS meninggal dunia. Median lama rawat
inap adalah 7 hari, dan 25% pasien membutuhkan intubasi dan ventilasi mekanik. Prognosis lebih
buruk pada pasien yang tua, dengan gejala yang berat, dan pasien dengan gejala yang sangat cepat.
Masalah neurologis terjadi pada 20% pasien, dimana setengah dari pasien tersebut mengalami
motorik, terdapat diare sebelumnya, keterlibatan axon, infeksi Campylobacter jejuni atau
cytomegalovirus, tidak bisa berjalan dalam 14 hari, usia tua, gejala yang berlangsung cepat, dan
PENUTUP
Menurut Panduan praktik klinik Persatuan Dokter Saraf Seluruh Indonesia, Guillain
Barre Syndrom adalah penyakit dimana system kekebalan tubuh seseorang menyerang system
Insidensi SGB meningkat sesuai dengan usia (0-6 per 100.000 per tahun pada anak-anak
dan 2-7 per 100.000 per tahun pada lansia usia diatas 80 tahun) dan penyakit ini sedikit lebih
serinng pada jenis kelamin pria dari pada wanita. 2 per 3 pasien dewasa melaporkan gejala
pernapasan atau gastrointestinal sebelumnya, infeksi saluran napas dalam 4 minggu setelah
onset kelemahan.6
Etiologi dari SGB sendiri belum diketahui secara lengkap. Ada bukti bahwa sakit ini
dipengaruhi oleh system imun. Terdapat patologi imun dan pasien akan membaik dengan modulasi
imun. Ada bukti bahwa hal ini terjadi karena mimikri molecular pada 2 bentuk SGB, AMAN dan
sindrom Miller Fisher, dengan reaksi silang epitope antara Campylobacter jejuni dan saraf tepi.2
Immunoglobulin Intravena dan plasmapheresis adalah pengobatan yang efektif dari Sindrom
Guillain Barre, untuk alasan yang praktis IVig adalah pengobatan yang disukai. 10
DAFTAR PUSTAKA
1. Willison, HJ, Jacobs, BC, & van Doorn, PA (2016). Sindrom Guillain-
Barré. The Lancet, 388 (10045), 717-727. doi: 10.1016 / s0140-6736 (16)
00339-1
4. Verboon, C., van Doorn, PA, & Jacobs, BC (2016). Dilema pengobatan pada
sindrom Guillain-Barré. Jurnal Neurologi, Bedah Saraf & Psikiatri, 88 (4),
346-352. doi: 10.1136 / jnnp-2016-314862
9. Archanna BN, Arun BT, Girish BK, Umamaheswara GSR, Shivaji R. Mortality
in mechanically ventilated patients of guillain bare syndrome. Ann Indian Acad
Neuronal. 2011: 14(4); 262-266
10. van Doorn Pieter A (2018), Current treatment in GBS and MG.4rd Congress of
the European Academy of Neurology,Lisbon Portugal.
24
12. van den Berg, B., van der Eijk, A. A., Pas, S. D., Hunter, J. G., Madden, R. G.,
Tio-Gillen, A. P., ... & Jacobs, B. C. (2014). Guillain-Barre syndrome
associated with preceding hepatitis E virus infection. Neurology, 82(6), 491-
497.
25