Anda di halaman 1dari 8

PROFESI (Profesional Islam): Media Publikasi Penelitian

2019; Volume 16; No 2.


Website: ejournal.stikespku.ac.id

Pengaruh Terapi Relaksasi Progresif Terhadap Kadar Gula Darah


Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2

Wahyuningsih Safitri1*, Rahajeng Putriningrum2


1
Program Studi Sarjana Keperawatan, STIKes Kusuma Husada Surakarta
2
Program Studi D3 Kebidanan, STIKes Kusuma Husada Surakarta
*Email: wahyuningsihsafitri@gmail.com

Kata Kunci Abstrak


Terapi Pencegahan penting dilakukan oleh penderita diabetes melitus agar tidak terjadi
Relaksasi komplikasi dan kematian. Salah satu cara yang bisa dilakukan oleh penderita dengan
Progresif, mengontrol kadar gula darah tetap stabil dan tidak melebihi batas normal yaitu
Kadar Gula dengan terapi relaksasi progresif. Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui
Darah, pengaruh terapi relaksasi progresif terhadap kadar gula darah pasien diabetes
Diabetes mellitus tipe 2. Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan quasi
eksperimen dengan rancangan one group pre and post test design. Populasinya
Mellitus
adalah seluruh pasien, diambil sampel 18 responden dengan teknik purposive
sampling. Analisis dengan uji paired simple t test. Hasil penelitian menunjukkan kadar
gula darah sebelum perlakuan didapatkan rata-rata sebesar 173,07 mg/dL; Hasil
pengukuran kadar gula darah sesudah perlakuan didapatkan data rata-rata sebesar
161,68 mg/dL. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah ada pengaruh signifikan terapi
relaksasi progresif terhadap kadar gula darah penderita diabetes mellitus tipe 2 (p-
value = 0,001).

The Effects of Progerssive Relaxation Therapy on Blood Sugar Levels


of Patients Diabetes Mellitus Type 2
Key Words: Abstract
Progressive Prevention is important for people with diabetes mellitus to avoid complications and
Relaxation death. One way that can be done by patients by controlling blood sugar levels
Therapy, remains stable and does not exceed normal limits, namely by progressive relaxation
Sugar Blood therapy. The purpose of this study was to determine the effect of progressive
Level, relaxation therapy on blood sugar levels of patients with type 2 diabetes mellitus.
Diabetes This study was a quasi-experimental approach with the design of one group pre and
post test design. The population was all patients, taken a sample of 18 respondents
Mellitus
with purposive sampling technique. Analysis was done by paired simple t test. The
results showed that blood sugar levels before treatment obtained an average of
173.07 mg / dL; The results of measurement of blood sugar levels after treatment
obtained an average data of 161.68 mg / dL. The conclusion in this study is that there
is a significant effect of progressive relaxation therapy on blood sugar levels of
people with type 2 diabetes mellitus (p-value = 0.001).

47
PROFESI (Profesional Islam): Media Publikasi Penelitian
2019; Volume 16; No 2.
Website: ejournal.stikespku.ac.id

1. PENDAHULUAN mayoritas terjadi pada orang dewasa dengan usia


Diabetes Melitus merupakan kumpulan lebih dari 30 tahun (Lingga, 2012). Diabetes
gejala pada seseorang yang disebabkan adanya mellitus tipe 2 disebabkan kurangnya respon
peningkatan kadar glukosa darah akibat penurun- jaringan dari otot, jaringan adiposa dan hepar
an sekresi insulin yang progresif oleh resistensi terhadap insulin. Pasien dengan jenis DM tipe 2
insulin (Soegondo, 2011). Keadaan ini ditandai tidak bergantung pada obat insulin karena insulin
dengan ketidakrentanan /ketidakmampuan organ diproduksi dalam jumlah yang cukup. Oleh sebab
menggunakan insulin, sehingga insulin tidak bisa tertentu, glukosa gagal masuk ke dalam sel.
berfungsi optimal dalam mengatur metabolisme Kegagalan tersebut disebabkan sel kebal (resis-
glukosa. Akibatnya, kadar glukosa darah mening- ten) terhadap insulin sebagai akibat dari mal-
kat (hiperglikemi). Karakteristik hiperglikemi fungsi dalam penggunaan insulin (Smeltzer &
selain karena kelainan sekresi insulin juga dapat Bare, 2008).
terjadi karena insulin tidak bekerja atau dua- Hiperglikemi pada penderita diabetes meli-
duanya (Bustan, 2007). tus yang tidak terkontol dan terjadi dalam waktu
Hiperglikemi ditandai dengan kadar gula yang lama dapat menyebabkan defisit neurologik
darah sewaktu lebih dari 11,1 mmol/l (> 200 yang berat yang sebelumnya ditandai dengan
mg/dl) (WHO, 2012). Peningkatan kadar gula iskemik dan hipoksia otak (WHO, 2012).
darah pada pasien diabetes mellitus berkaitan Keadaan hiperglikemia yang berkelanjutan ter-
dengan stress. Kondisi stress dengan penderita sebut, dapat menimbulkan komplikasi diabetes.
diabetes mellitus berhubungan sangat erat. Stres Data jumlah penderita Diabetes Melitus
adalah suatu kondisi dimana kebutuhan tubuh pada tahun 2011 telah mencapai 366 juta orang.
tidak terpenuhi secara adekuat, sehingga akan Jika tidak ada tindakan yang dilakukan, maka
berakibat terjadinya gangguan keseimbangan. jumlah penderita diperkirakan akan meningkat
Stress mengaktifkan sistem neuroendokrin dan menjadi 552 juta pada tahun 2030 (IDF, 2011).
sistem saraf simpatis melalui hipotalamus pitui- Menurut Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013
tari-adrenal sehingga menyebabkan pelepasan prevalensi pasien diabetes diperkirakan pada
hormon-hormon misal epinefrin, tiroid, kortisol, tahun 2015 sebanyak 9,3%. Sekitar 87-91% dari
dan glukagon yang dapat mempengaruhi kadar semua kasus diabetes yang ada di dunia adalah
gula darah (Hasaini, 2015). diabetes tipe 2, 7-12% diabetes tipe 1, dan 1-3%
Stress merupakan salah satu faktor terjadinya adalah diabetes lain, sedangkan di Indonesia,
hiperglikemia pada pasien DM tipe 2. Kondisi diabetes menempati urutan keempat dengan
stress yang dialami pasien mengakibatkan kadar presentase 2,1%. Peningkatan penderita diabetes
gula darah meningkat. Hal ini disebabkan oleh mellitus tersebut disebabkan oleh beberapa
pengeluaran epinefrin. Epinefrin menghambat faktor-faktor yang dapat menyebabkan diabetes
sekresi insulin, memacu pelepasan glukagon, mellitus yaitu faktor keturunan, obesitas, sering
mengaktivasi pemecahan glikogen dan meng- mengkonsumsi makanan instan, kelainan hor-
ganggu kerja insulin pada jaringan baik otot mon, hipertensi, merokok, stress, terlalu banyak
maupun jaringan adiposa serta hepar sehingga mengkonsumsi karbohidrat, dan, kerusakan sel
produksi gula hati meningkat dan kapasitas pankreas.
mengatur beban gula eksogen terganggu Peningkatan jumlah penderita DM akan
(Sudoyo dkk, 2009). berdampak pada kondisi fisik dan juga ber-
Jenis diabetes melitus meliputi diabetes dampak pada psikologis. Dampak fisik yaitu
melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2, diabetes retinopati diabetik, nefropati diabetic, dan neuro-
melitus gestasional dan diabetes melitus tipe lain. pati diabetic. Sedangkan dampak psikologis yang
Menurut jenis dan etiologinya, jenis diabetes terjadi yaitu kecemasan, kemarahan, berduka,
mellitus yang terbanyak di Indonesia adalah DM malu, rasa bersalah, hilang harapan, depresi,
tipe 2 yaitu 90% dari seluruh populasi DM, kesepian, tidak berdaya (Smeltzer & Bare, 2008).

48
PROFESI (Profesional Islam): Media Publikasi Penelitian
2019; Volume 16; No 2.
Website: ejournal.stikespku.ac.id

Penanganan pasien yang dilakukan tenaga Salah satu bentuk cara meredakan ketegangan
kesehatan, selama ini mayoritas berfokus pada emosional yang cukup mudah dilakukan adalah
pengobatan konvensional yang telah diprogram- relaksasi otot progresif (Suyamto, dkk, 2009).
kan oleh dokter, belum memperhatikan penanga- Teknik ini memaksa individu untuk berkonsen-
nan stress penderita diabetes mellitus sedangkan trasi pada ketegangan ototnya dan kemudian
faktor psikologis sangat berpengaruh terhadap melatihnya untuk relaks. Orang yang stres, secara
kondisi kesehatan penderita. Apabila stres yang emosional tegang dan mengalami ketegangan
dialami penderita diabetes mellitus dibiarkan otot. Teknik ini berusaha meredakan ketegangan
saja, dengan kadar gula darah tetap tinggi dan otot dengan harapan bahwa ketegangan emosi-
tidak dikelola dengan baik, maka dikhawatirkan onalpun berkurang, maka dari itu teknik relaksasi
komplikasi akut (ketoasidosis diabetes/KAD, otot progresif ini dapat digunakan untuk men-
asidosis laktat, koma hiperosmolar hiperglikemik dampingi teknik konvensional yang biasa
non ketotik) sampai komplikasi kronik (retino- diberikan.
pati, nefropati, jantung koroner) dapat terjadi Terapi relaksasi otot progresif yang merupa-
(Wade & Tavns, 2007). Oleh karena itu, diper- kan salah satu bentuk mind-body therapy (terapi
lukan penanganan secara holistik pada penderita pikiran dan otot tubuh) dalam terapi komple-
diabetes mellitus. menter (Moyad, 2009). Dalam relaksasi otot
Diabetes Melitus merupakan penyakit yang individu akan diberikan kesempatan untuk
dapat dicegah dengan modifikasi gaya hidup mempelajari bagaimana cara menegangkan seke-
yaitu latihan fisik, mengurangi konsumsi lemak lompok otot tertentu kemudian melepaskan
dan menurunkan berat badan (Suiraoka, 2012). ketegangan itu (Widyawati & Yulianti, 2004).
Penelitian dengan senam diabetes dengan gerak- Penelitian sebelumnya tentang relaksasi otot
an senam yang penekanannya pada gerakan progresif, telah menunjukkan manfaat dalam
ritmik otot, sendi, vaskular dan saraf dalam mengatasi berbagai masalah kesehatan terutama
bentuk peregangan dan relaksasi dapat menurun- mengurangi ansietas atau kecemasan, dan
kan gula darah (Rashidlamir dkk, 2012). berkurangnya kecemasan ini mempengaruhi
Seseorang dengan penyakit kronis atau berbagai gejala psikologis dan kondisi medis.
penyakit serius dapat mengalami kondisi yang Hasil penelitian Rokhman dkk Tahun 2018
stress yang akan memicu pengeluaran beberapa menyatakan terdapat pengaruh terapi progressive
hormon yang berkontribusi dalam meningkatkan muscle relaxation terhadap kecemasan dan
kadar gula darah, yaitu glucagon, epinefrin, kualitas hidup pada pasien DM tipe 2. Terapi
growth hormone dan glukokortikoid. Pasien progressive muscle relaxation merupakan salah
stress dapat mengubah kebiasaannya yang baik satu teknik manajemen stress dan kecemasan.
terutama makan, latihan dan pengobatan (Smelt- Terapi tersebut dalam pelaksanaannya meng-
zer and Bare, 2008). Salah satu tindakan yang kombinasikan relaksasi pikiran dan juga melibat-
dapat dilakukan pada penderita stress kronis kan ketegangan dan relaksasi dari berbagai ma-
adalah dengan terapi komplementer. Terapi ini cam otot tubuh. Sehingga selain bisa untuk me-
bersifat pengobatan alami untuk menangani nurunkan kecemasan secara kognitif juga mampu
penyebab penyakit dan memacu tubuh sendiri mengurangi dampak kecemasan secara fisiologis.
untuk menyembuhkan penyakitnya. Terapi Penelitian Safitri,W dan Agustin, WR (2015)
komplemeter antara lain terapi herbal, latihan menunjukkan pengaruh terapi relaksasi progresif
nafas, meditasi dan relaksasi (Xu Yu, 2004). terhadap penurunan tingkat insomnia pada lansia
Relaksasi merupakan suatu upaya mereda- di Panti Wreda Dharma Bakti Kasih Surakarta.
kan ketegangan emosional sehingga individu Terapi relaksasi dapat menghambat sekresi
dapat berpikir lebih rasional. Dengan demikian norepineprin menyebabkan frekuensi jantung,
produksi gula hati dapat terkontrol dengan baik, pernafasan dan glukosa darah menurun (Smeltzer
dengan begitu gula darah dapat stabil normal. & Bare, 2008).

49
PROFESI (Profesional Islam): Media Publikasi Penelitian
2019; Volume 16; No 2.
Website: ejournal.stikespku.ac.id

Penelitian yang dilakukan oleh Hidayati lui aliran darah ke korteks adrenal. Keadaan
menyatakan ada pengaruh progressive muscle tersebut dapat menginhibisi korteks adrenal untuk
relaxation terhadap gula darah pada pasien melepaskan hormon kortisol. Penurunan hormon
diabetes mellitus tipe 2 di Panti Sosial Tresna kortisol akan menghambat proses glukoneo-
Werda Sabai Nan Aluih Sicincin Tahun 2016. genesis dan meningkatkan pemakaian glukosa
Pelaksanaan latihan progressive muscle rela- oleh sel (Sherwood, 2014).
xation selama 5 hari dengan frekuensi latihan dua Hasil studi pendahuluan yang dilakukan
kali dalam sehari pagi dan sore dengan durasi peneliti di RSUD Banyudono Boyolali Bulan
masing-masing ± 5 menit dengan 3 kali pengu- Januari 2016 hanya menggunakan teknik kon-
langan. Pelaksanaan progressive muscle rela- vensional dalam menangani pasien DM tipe 2
xation menyebabkan seseorang akan lebih mudah pada pasien rawat inapnya yaitu insulin dan obat
untuk memusatkan pikiran dan kondisi rileks oral, belum melakukan penatalaksanaan nonfar-
akan lebih cepat tercapai. Pada keadaan rileks makologi lain.
maka otak akan mendapat suplay oksigen yang Tujuan dalam penelitian ini untuk meng-
optimal. Oksigen yang memenuhi seluruh area analisis pengaruh terapi relaksasi progresif
otak akan beredar seiring dengan denyut jantung terhadap kadar gula darah pasien diabetes
untuk didistribusikan ke seluruh organ tubuh. mellitus tipe 2.
Kondisi ini akan membantu tercapainya kestabil-
an kerja kelenjar adrenal untuk memproduksi 2. METODE PENELITIAN
hormon penenang yang akan berdampak pada Penelitian ini merupakan penelitian quasi
penurunan stres. Hal ini bertolak belakang eksperimental. Rancangan penelitian yang
dengan dampak stres itu sendiri dimana pada digunakan adalah one-group pretest-posttest
kondisi stres maka gula dalam darah pasien DM design. Rancangan ini menggunakan satu
akan meningkat. Jika kondisi stres dapat diken- kelompok sampel yang diukur kadar gula darah
dalikan maka gula darah juga akan menurun. puasa sebanyak dua kali, yaitu sebelum diberikan
Perbedaan penelitian yang dilakukan penulis terapi relaksasi progresif (pretest) dan sesudah
dengan penelitian sebelumnya adalah penulis diberikan terapi relaksasi progresif (posttest).
memberikan latihan progressive muscle rela- Populasi dalam penelitian ini adalah
xation dilakukan selama 15-20 menit sebanyak 2 penderita DM di RSUD Banyudono. Teknik
kali sehari selama satu minggu. sampling yang dalam penelitian ini dengan
Relaksasi otot progresif dapat dilakukan menggunakan purposive sampling. Sampel dalam
oleh semua orang dalam berbagai kondisi penelitian ini adalah 18 orang yang telah menan-
(Setyohadi dan Kushariyadi, 2011). Relaksasi datangani lembar persetujuan menjadi responden
diketahui dapat membantu menurunkan kadar penelitian (informed consent).
glukosa darah pada pasien diabetes mellitus Kriteria inklusi dalam penelitian ini:
karena dapat menekan pengeluaran hormon- a. Pasien DM tipe 2 dengan kadar gula darah
hormon yang dapat meningkatkan kadar glukosa lebih dari normal atau lebih dari 145 mg/dl
darah, yaitu epinefrin, kortisol, glukagon, adre- b. Pasien DM tanpa komplikasi
nocorticotropic hormone (ACTH), kortikosteroid, c. Bersedia menjadi responden
dan tiroid. Sistem simpatis akan mendominasi
pada keadaan seseorang yang rileks dan tenang, Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:
dominasi dari sistem saraf simpatis akan merang- a. Pasien DM tipe 2 yang yang tidak dapat
mengikuti kegiatan secara penuh
sang hipotalamus untuk menurunkan sekresi
b. Pasien DM tipe 2 dengan komplikasi antara
Corticotropin- Releasing Hormon (CRH). Penu-
lain jantung, stroke dan hipertensi berat.
runan CRH juga akan mempengaruhi adeno- Alat yang digunakan dalam penelitian ini
hipofisis untuk mengurangi sekresi hormon adalah lembar observasi kadar gula darah puasa,
Adenokortikotropik (ACTH), yang dibawa mela- kadar gula darah diukur dengan glukometer yang

50
PROFESI (Profesional Islam): Media Publikasi Penelitian
2019; Volume 16; No 2.
Website: ejournal.stikespku.ac.id

sudah terkalibrasi. Latihan otot progresif dilaku- nilai kadar gula darah tertinggi sebesar 255
kan selama 15-20 menit sebanyak 2 kali sehari mg/dL.
selama satu minggu. Observasi kadar gula darah Pasien DM dengan stres, akan terjadi
puasa dilakukan sebanyak 2 kali yaitu sebelum peningkatan hormon-hormon yang mengarah
dilakukan latihan relaksasi otot progresif dan pada peningkatan KGD seperti epineprin,
setelah latihan relaksasi otot progresif dilakukan kortisol, glukagon, ACTH, kortikosteroid, dan
selama 1 minggu. tiroid akan meningkat (Smeltzer & Bare, 2008).
Variabel independen dalam penelitian ini Respon stres merupakan bagian dari jalur umpan
adalah relaksasi otot progresif. Relaksasi otot balik yang tertutup antara otot-otot dan pikiran.
progresif adalah suatu teknik relaksasi pada otot- Penilaian terhadap stressor mengakibatkan
otot besar secara bertahap yang diarahkan untuk ketegangan otot yang mengirimkan stimulus ke
membedakan perasaan yang dialami saat kelom- otak dan membuat jalur umpan balik (Snyder &
pok otot dilemaskan dan dibandingkan ketika Lindquist, 2002).
otot-otot dalam kondisi tegang sehingga dapat Menurut Barnedh (2006) aktivitas fisik
membantu seseorang menjadi rileks. mempunyai hubungan bermakna dengan ganggu-
Variabel dependen dalam penelitian ini an ekstremitas dimana aktivitas fisik yang
adalah gula darah. Gula darah adalah Jumlah rendah, salah satunya tidak teratur berolahraga
kandungan glukosa dalam darah yang diukur berisiko terjadi gangguan gerak. Mekanisme
dengan alat glukometer. Pengolahan data dilaku- tersebut dapat meningkatkan kadar gula darah
kan dengan menggunakan komputer dengan pada pasien DM tipe 2.
editing, coding, tabulating dan entry data. Hasil penelitian menunjukkan ata-rata nilai
Sebelum dilakukan analisis statistik, terlebih kadar gula darah pada post test sebesar 161,68,
dahulu data hasil penelitian dilakukan uji norma- nilai standar deviasi sebesar 39,60 dengan nilai
litas untuk melihat distribusi data. Dalam pene- kadar gula darah diberikan terapi relaksasi
litian ini uji normalitas yang digunakan Saphiro- progresif sebesar 86 mg/dL dan nilai kadar gula
wilk dan data berdistribusi normal, analisa data darah puasa tertinggi sebesar 230 mg/dL.
dengan uji Paired Simple t test. Hasil penelitian ini sesuai dengan Nakayama
et al (2012) mengatakan bahwa kontraksi otot
3. HASIL DAN PEMBAHASAN dan exercise dapat menurunkan kadar glukosa
Kadar gula darah puasa penderita diabetes darah pada penderita Diabetes Melitus Tipe 2
mellitus tipe 2 sebelum dilakukan terapi relaksasi dengan meningkatkan ambilan glukosa (glucose
progresif uptake) pada otot rangka melalui translokasi
glucose transporter 4 (GLUT 4) ke permukaan
Tabel 1. Deskripsi Kadar Gula Darah Puasa sel. Menurut Ghazavi, et al (2007), bahwa latihan
Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Sebelum relaksasi yang diberikan kepada pasien DM dapat
Dilakukan Terapi Relaksasi Progresif menurunkan kadar HbA1C.
Min. Max
KGD Mean SD Tabel 2. Hasil Uji Normalitas
(gr/dl) (gr/dl)
Sebelum 173,07 38,60 99 255 KGD Z P value Kesimpulan
Sesudah 161,68 39,60 86 230 Pre test 0,941 0,104 normal
Post test 0,935 0,122 normal
Tabel 1. menunjukkan rata-rata nilai kadar
gula darah pada pre test sebesar 173,07 mg/dL, Tabel 2 menunjukkan p value 0,104 dan
nilai standar deviasi sebesar 38,60 dengan nilai 0,122 nilainya lebih besar dari 0,05 sehingga data
kadar gula darah terendah sebelum diberikan berdistribusi normal.
terapi relaksasi progresif sebesar 99 mg/dL dan

51
PROFESI (Profesional Islam): Media Publikasi Penelitian
2019; Volume 16; No 2.
Website: ejournal.stikespku.ac.id

Tabel 3. Kadar Gula Darah Pre dan Post Test selanjutnya dapat meneliti variabel lain yang
Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 dapat mempengaruhi kadar gula darah.

Kadar Gula Darah p-value 5. REFERENSI


Kadar gula darah pre test Beever, S. (2006). New Type 2 Diabetes Cases
dengan Kadar gula darah post 0.001 Have Doubled in 30 Years: Health
test Reporter, http:////www.medicinet.com
Bustan, M. N. (2007). Epidemiologi Penyakit
Tabel 3 menunjukkan p-value = 0,001 Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta.
< 0,05, hal ini menunjukkan Ho ditolak, sehingga
dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan rata-rata Dunning, T. (2003). Care of people with
kadar gula darah pre test dan post test penderita diabetes: a manual nursing practice.
diabetes mellitus tipe 2. Melbourne: Blackwell Publishing.
Penelitian ini didukung dengan pernyataan Ghazavi, Z., Talakoob, S., Abdeyazdan, Z.,
Dunning (2003) bahwa terapi komplementer Attari, A., dan Joazi, M. (2007). Effects
memberikan manfaat pada pasien diabetes yaitu of Massage Therapy and Muscle
meningkatkan penerimaan kondisi saat ini, Relaxation on Glycosylated Hemoglobin
menurunkan stres, kecemasan, dan depresi, in Diabetic Children. April 20,
mengembangkan strategi untuk mencegah stres 2010http://semj.sums.ac.ir/vol9/jan2008
berkelanjutan, meningkatkan keterlibatan pasien /dm.htm
dalam proses penyembuhan diabetes mellitus.
Keuntungan terapi. Hasil penelitian Yildirim & Hasaini, A. (2015). Efektifitas progressive
Fadiloglu (2006) menyatakan bahwa relaksasi muscles relaxation (PMR) terhadap kadar
otot progresif menurunkan kecemasan dan me- gula darah pada kelompok penderita
ningkatkan kualitas hidup pasien yang menjalani diabetes mellitus Tipe II di Puskesmas
dialisis. Martapura. Caring Vol. 2, No. 1, 16-27.
Teknik relaksasi otot progresif mengaktifkan International Diabetes Federation. (2011). One
sitem saraf parasimpatis dan menghentikan kerja Adult In Ten Will Have Diabetes By
saraf simpatis sehingga hormon kortisol menurun 2030. [http://www.idf.org/mediaevents/
yang pada akhirnya glukosa darah menurun. press releases/2011/diabetes-atlas-8th-
Penelitian Pawlow (2005) menyatakan relaksasi edition] [Diunduh pada 10 Desember
otot berpengaruh terhadap kadar salivary cortisol
2015 pukul 16.45WIB]
dan bila dilakukan teratur akan menurunkan
risiko komplikasi diabetes mellitus. Penelitian Lingga, Lanny. (2012). Bebas diabetes tipe- 2
oleh Maghfirah (2015) menunjukkan ada tanpa obat. Jakarta: Agro Media Pustaka.
pengaruh relaksasi otot progresif terhadap stress
psikologis pasien diabetes tipe 2. Maghfirah, S., Sudiana, IK., Widyawati, Ika Y.
(2015). Pengaruh Terapi Relaksasi Otot
4. SIMPULAN Progresif Terhadap Status Psikologis dan
Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat Perilaku Perawatan Diri Pasien DM tipe
disimpulkan terdapat pengaruh terapi relaksasi 2. Jurnal kesehatan masyarakat. 10 (2):
progresif terhadap kadar gula darah pasien 137-146
Diabetes Mellitus. Saran dalam penelitian ini Moyad, M., dan Hawks, J. H. (2009).
adalah perawat Rumah Sakit dapat memberikan Complementary and alternative therapies,
intervensi keperawatan mandiri untuk membantu dalam Black, J. M., & Hawks. Medical
menurunkan kadar glukosa darah pasien DM Surgical Nursing; Clinical Management
dengan terapi relaksasi progresif dan penelitian For Positive Outcomes. (8th ed). USA:
Elsevier Saunders.

52
PROFESI (Profesional Islam): Media Publikasi Penelitian
2019; Volume 16; No 2.
Website: ejournal.stikespku.ac.id

Nakayama K, Tanabe Y, Obara K, Ishikawa T. Soegondo. (2011). Hidup secara mandiri dengan
( 2012). Mechanosensitivity of Pancrea- Diabetes Melitus, Kencing Manis, Sakit
tic Beta Cells, Adipocytes and Skeletal Gula. Jakarta: FKUI.
Muscle Cells: The Therapuetic Targets of
Smeltzer, S., Bare, B., Hinkle, J., Cheever, K.
Metabolic Syndrome. In A. Kamkin & I.
(2008). Brunner and suddarth‟s text book
Lozinsky, eds. Mechanically Gated
of medical surgical nursing (11th ed).
Channels and Their Regulation. 6th ed.
Philadelphia: Lippincort williams &
Dordrecht: Springer Sciences + Business
wilkins
Media, pp. 394
Pawlow, L.A & Jones, G.E. (2005). The impact Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I.,
of abbreviated progressive muscle relaxa- Simadibrata, M.K. & Setiati, S. (2009).
tion on salivary cortisol and salivary Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid III,
immunoglobulin A. Applied Psycho-phy- edisi V. Jakarta: Interna Publishing
siology and biofeedback. 30(4): 375-387 WHO (2012). World Health Organization (WHO)
Perkeni (2006). Konsensus Pengelolaan dan Diabetes. Diakses 9 Februari 2016 dari
Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di http://www.who.int/entity/diabetes.
Indonesia. Jakarta: PB. PERKENI.
Safitri, Wahyuningsih dan Agustin, Wahyu Rima.
Rashidlamir, A., dkk. (2012). The Effect of 4 (2015). pengaruh terapi relaksasi
Weeks Aerobik Training According with progresif terhadap penurunan tingkat
the Usage of Anethum Graveolens on insomnia pada lansia di Panti Wreda
Blood Sugar and Lipoproteins Profile of Dharma Bakti Kasih Surakarta. Jurnal
Diabetic Woman. Annals of Biological KesMasDasKa. 6 (1): 54-60
Research. 3 (9): 4313-4319. dalam
http://scholarresearchlibrary.com/ABR- Snyder, M. dan Lindquist, R. (2002). Comple-
vol3-iss9/ABR-2012-3-9-4313-4319.pdf, mentary/ alternative therapies in
diakses tanggal 17 November 2015 Nursing.(4thed). New York: Springer
Publishing Company.
Hidayati, Ridha. (2018). Pengaruh progressive
muscle relaxation terhadap gula darah Suiraoko. (2012). Penyakit degeneratif mengenal
pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di mencegah dan mengurangi faktor resiko
Panti Sosial Tresna Werda Sabai Nan 9 penyakit degeneratif. Yogyakarta: Nuha
Aluih Sicincin Tahun 2016. Jurnal Medika
Menara Ilmu. XII (4). April 2018 Suyamto, dkk. (2009). Pengaruh Relaksasi Otot
Rokhman, Abdul., Ahsan, dan Supriati, Lilik. dalam Menurunkan Skor Kecemasan T-
(2018). Pengaruh terapi progressive TMAS Mahasiswa Menjelang Ujian
muscle relaxation terhadap kecemasan Akhir Program Di Akademi Keperawatan
dan kualitas hidup pada pasien diabetes Notokusumo Yogyakarta. Berita Kedok-
mellitus tipe 2 di RS Muhammadiyah teran Masyarakat
Lamongan. JRKN 2 (1). April 2018
Wade, C. & Tavns, C. (2007). Psikologi. Edisi 9.
Setyoadi dan Kushariyadi. (2011). Terapi Jilid 2. Jakarta: Erlangga
Modalitas Keperawatan Pada Klien
Psikogeriatrik. Jakarta: Salemba Medika. Widyawati, Palupi dan Yulianti, Devi. (2004).
Manajemen Stres National Safety
Sherwood, L. (2014). Fisiologi Manusia: Dari Council. Jakarta: EGC
Sel Ke Sistem Edisi 8. Jakarta: EGC.

53
PROFESI (Profesional Islam): Media Publikasi Penelitian
2019; Volume 16; No 2.
Website: ejournal.stikespku.ac.id

Xu Yu. (2004). Complementary and Alternative Yildirim, Y.K dan Fadiloglu, T. (2006). The effect
Therapies As Physiology and Modalities of progressive muscle relaxation training
Implication For Nursing, Education & on anxity levels and quality of life in
Research. Home health care management dialysis patients, April 20, 2010.
practice.1: 1084-8223. EDNA/ERCA Journal.

54

Anda mungkin juga menyukai