Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara berkembang saat ini mempunyai permasalahan di bidang


sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat, sebagaimana negara berkembang lainnya.
Dengan adanya otonomi daerah, permasalahan di bidang sanitasi ini pun bukan lagi hanya
menjadi urusan bagi Pemerintah Pusat, namun juga sudah menjadi kewajiban dan tanggung
jawab Pemerintah Kabupaten/Kota. Pada kondisi sanitasi saat ini, jumlah penduduk yang
hidup dalam akses sanitasi yang buruk mencapai 72.500.000 jiwa. Mereka tersebar di
perkotaan (18,20%) dan perdesaan (40%). Kementerian Kesehatan menjelaskan bahwa di
Indonesia ada 226 kota yang masih bermasalah dengan pengelolaan air limbah, 240 kota
menghadapi masalah pengelolaan sampah, serta 100 kota masih bermasalah dengan
drainase. Sedangkan kota yang bermasalah dengan ketiganya sebanyak 52 kota.1
Salah satu target Pemerintah Indonesia yang dimuat dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014 terkait dengan sanitasi adalah
tercapainya kondisi Bebas Buang Air Besar Sembarangan (Bebas BABS) atau juga bisa
disebut Open Defecation Free (ODF) dengan sistem pengelolaan air limbah sistem on-site
bagi 90% total penduduk. Hal tersebut tentunya juga menunjang program Millennium
Development Goals (MDG’s) 2015 target 7 tentang memastikan kelestarian lingkungan
hidup poin C yaitu menurunkan hingga separuh proporsi penduduk tanpa akses terhadap
sumber air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar pada 2015.2

1
2

Berdasarkan data dinas kesehatan bojonegoro tahun 2016 hanya 3 kecamatan yang
bebas ODF dari 28 kecamatan di kabupaten bojonegoro.3

KECAMATAN PUSKESMAS KK JAMBAN


BALEN Balen 17.186 13.176
BAURENO Baureno 12.014 11.261
BAURENO Gunungsari 8.889 7.918
Bojonegoro Bojonegoro 12.944 11.563
Bojonegoro Wisma Indah 9.123 8.98
Bubulan Bubulan 4.043 3.161
Gondang Gondang 7.284 6.821
Dander Dander 11.063 10.514
Dander Ngumpakdalem 9.336 6.992
Kalitidu Kalitidu 6.083 5.395
Kalitidu Pungpungan 6.345 4.776
Kanor Kanor 16.575 12.197
Kapas Kapas 6.46 5.885
Kapas Tanjungharjo 7.681 6.49
Kasiman Kasiman 7.922 6.356
Kedewan Kedewan 3.091 1.737
Kedungadem Kedungadem 15.87 10.927
Kedungadem Kesongo 6.784 3.719
Kepohbaru Kepohbaru 8.84 6.407
Kepohbaru Nglumber 8.219 6.091
Malo Malo 8.252 5.026
Ngambon Ngambon 2.878 2.483
Sekar Sekar 8.24 7.377
Ngasem Ngasem 16.901 12.37
Gayam Gayam 8.108 8.034
3

Ngraho Ngraho 12.125 11.19


Margomulyo Margomulyo 6.352 5.623
Padangan Padangan 10.919 9.103
Purwosari Purwosari 6.964 4.697
Sugihwaras Sugihwaras 12.381 9.433
Sumberejo Sumberejo 10.044 7.796
Sumberejo Mejuwet 8.904 6.412
Tambakrejo Tambakrejo 15.028 9.304
Temayang Temayang 9.479 6.101
Trucuk Trucuk 10.174 8.881
Sukosewu Sukosewu 11.544 8.669
Tabel 1.1 Data Kepemilikan Jamban tahun 2014 di Kabupaten Bojonegoro.3

1.2 Pernyataan Masalah


 Kurangnya kesadaran masyarakat untuk tidak BAB di sembarang tempat
 Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai jamban sehat
 Kurangnya kepemilikan jamban sehat oleh masyarakat

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Menuju masyarakat ODF (Open Defecation Free) di desa Glagahwangi kecamatan
Sugihwaras
1.3.2 Tujuan khusus
 Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai jamban sehat
 Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk tidak BAB di sembarang tempat
 Meningkatkan kepemilikan jamban sehat oleh masyarakat
4

1.4 Manfaat
 Meningkatkan kebersihan lingkungan desa Glagahwangi dan menurunkan angka
penyebaran penyakit yang disebabkan oleh perilaku BABS
 Sebagai landasan menuju ODF (Open Defecation Free)
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku Buang Air Besar Sembarangan


2.1.1. Pengertian BABS
Perilaku buang air besar sembarangan (BABS/Open defecation) termasuk salah satu
contoh perilaku yang tidak sehat. BABS/Open defecation adalah suatu tindakan membuang
kotoran atau tinja di ladang, hutan, semak – semak, sungai, pantai atau area terbuka lainnya
dan dibiarkan menyebar mengkontaminasi lingkungan, tanah, udara dan air. 2

2.1.2 Pengertian Tinja


Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia melalui anus
sebagai sisa dari proses pencernaan makanan di sepanjang sistem saluran pencernaan.
Dalam aspek kesehatan masyarakat, berbagai jenis kotoran manusia yang diutamakan
adalah tinja dan urin karena kedua bahan buangan ini dapat menjadi sumber penyebab
timbulnya penyakit saluran pencernaan.2
Manusia mengeluarkan tinja rata – rata seberat 100 - 200 gram per hari, namun
berat tinja yang dikeluarkan tergantung pola makan.(35) Setiap orang normal diperkirakan
menghasilkan tinja rata-rata sehari sekitar 85 – 140 gram kering perorang/ hari dan
perkiraan berat basah tinja manusia tanpa air seni adalah 135 – 270 gram perorang/hari.(5)
Dalam keadaan normal susunan tinja sekitar ¾ merupakan air dan ¼ zat padat terdiri dari
30% bakteri mati, 10 – 20% lemak, 10 – 20% zat anorganik, 2 – 3% protein dan 30 % sisa
– sisa makanan yang tidak dapat dicerna.2
Tinja mengandung berjuta-juta mikroorganisme yang pada umumnya bersifat tidak
menimbulkan penyakit. Tinja potensial mengandung mikroorganisme patogen terutama
apabila manusia yang menghasilkannya menderita penyakit saluran pencernaan makanan.
Mikroorganisme tersebut dapat berupa bakteri, virus, protozoa dan cacing. Coliform
bacteria yang dikenal dengan Escherichia coli dan fecal streptococci sering terdapat di
saluran pencernaan manusia yang dikeluarkan oleh tubuh manusia dan hewan-hewan
berdarah panas lainnya dalam jumlah besar dengan rata-rata 50 juta per gram.2
6

2.1.3 Perilaku BABS sebagai faktor yang mempengaruhi terjadinya beberapa


penyakit yang berhubungan dengan tinja manusia.
Penyakit – penyakit infeksi yang berhubungan dengan oral - fekal transmisi
sebenarnya penyakit yang dapat dikontrol dan dicegah melalui sanitasi yang baik,
khususnya sistem pembuangan tinja manusia, karena proses penularan penyakit tersebut
dipengaruhi oleh karakteristik penjamu (imunitas, status gizi, status kesehatan, usia dan
jenis kelamin) dan perilaku penjamu (kebersihan diri dan kebersihan makanan).4
Beberapa penelitian menyebutkan tentang hubungan dan pengaruh sanitasi buruk
termasuk perilaku BABS terhadap terjadinya infeksi saluran pencernaan. Diperkirakan 88%
kematian akibat diare di dunia disebabkan oleh kualitas air, sanitasi dan higiene yang
buruk.(11) Dalam penelitian lain menyebutkan bahwa 90% kematian akibat diare pada anak
karena sanitasi yang buruk, kurangnya akses air bersih dan tidak adekuatnya kebersihan
diri.(13) Adapun faktor risiko diare ditunjukkan dalam studi dibeberapa negara
berpenghasilan rendah adalah meningkatnya sistem pembuangan tinja efektif mencegah
kejadian diare.(14) Sebuah penelitian di Indonesia menyebutkan bahwa keluarga yang
BABS dan tidak mempunyai jamban berrisiko 1,32 kali anaknya terkena diare akut dan
1,43 kali terjadi kematian pada anak usia dibawah lima tahun.(15) Systematic review
tentang faktor risiko diare di Indonesia menjelaskan bahwa pencemaran SAB berisiko 7,9
kali dan sarana jamban berrisiko 17,25 kali pada bayi dan balita.(16) Penelitian berkaitan
dengan kecacingan di Hanoi Vietnam menyebutkan bahwa tidak mempunyai jamban
berrisiko 2 kali terkena infeksi cacing Ascariasis dan tambang, sedangkan penggunaan tinja
segar sebagai pupuk tanaman berrisiko 1,45 kali terkena cacing tambang. (17) Sebuah studi
di Ethiophia bahwa penggunaan jamban dapat mengurangi penyebaran lalat Musca Sorbens
sebagai sumber penularan penyakit trakhoma.5
7

2.2 Program Pendekatan STBM ( Sanitasi Total Berbasis Masyarakat )


1. Pengertian
Pendekatan STBM/CLTS adalah pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan
sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan. Pendekatan partisipatif
ini mengajak masyarakat untuk mengalisa kondisi sanitasi melalui proses pemicuan yang
menyerang/menimbulkan rasa ngeri dan malu kepada masyarakat tentang pencemaran
lingkungan akibat BABS. 12

2. Tujuan
Tujuan akhir pendekatan ini adalah merubah cara pandang dan perilaku sanitasi yang
memicu terjadinya pembangunan jamban dengan inisiatif masyarakat sendiri tanpa subsidi dari
pihak luar serta menimbulkan kesadaran bahwa kebiasaan BABS adalah masalah bersama
karena dapat berimplikasi kepada semua masyarakat sehingga pemecahannya juga harus
dilakukan dan dipecahkan secara bersama.12

3. Prinsip
Prinsip dalam pelaksanaan pemicuan ini yang harus diperhatikan adalah tanpa
subsidi, tidak menggurui, tidak memaksa dan mempromosikan jamban, masyarakat sebagai
pemimpin, totalitas dan seluruh masyarakat terlibat. 12

4. Tingkat partisipasi masyarakat


Masyarakat sasaran dalam STBM tidak dipaksa untuk menerapkan kegiatan
program tersebut, akan tetapi program ini berupaya meningkatkan partisipasi masyarakat
dalam kegiatannya. Tingkat partisipasi masyarakat dalam STBM dimulai tingkat partisipasi
yang terendah sampai tertinggi. 12

a) Masyarakat hanya menerima informasi; keterlibatan masyarakat hanya sampai diberi


informasi (misalnya melalui pengumuman) dan bagaimana informasi itu diberikan
ditentukan oleh si pemberi informasi (pihak tertentu). 12
8

b) Masyarakat mulai diajak untuk berunding; Pada level ini sudah ada komunikasi 2
arah, dimana masyarakat mulai diajak untuk diskusi atau berunding. Dalam tahap ini
meskipun sudah dilibatkan dalam suatu perundingan, pembuat keputusan adalah orang luar
atau orang-orang tertentu. 12
c) Membuat keputusan secara bersama-sama antara masyarakat dan pihak luar, pada
tahap ini masyarakat telah diajak untuk membuat keputusan secara bersama-sama untuk
kegiatan yang dilaksanakan. 12
d) Masyarakat mulai mendapatkan wewenang atas kontrol sumber daya dan keputusan,
pada tahap ini masyarakat tidak hanya membuat keputusan, akan tetapi telah ikut dalam
kegiatan kontrol pelaksanaan program. Dari ke empat tingkatan partisipasi tersebut, yang
diperlukan dalam STBM adalah tingkat partisipasi tertinggi dimana masyarakat tidak hanya
diberi informasi, tidak hanya diajak berunding tetapi sudah terlibat dalam proses pembuatan
keputusan dan bahkan sudah mendapatkan wewenang atas kontrol sumber daya masyarakat
itu sendiri serta terhadap keputusan yang mereka buat. Dalam prinsip STBM telah
disebutkan bahwa keputusan bersama dan action bersama dari masyarakat itu sendiri
merupakan kunci utama. 12

5. Langkah Pemicuan
Langkah – langkah pemicuan STBM adalah sebagai berikut : Pemetaan ,
penelusuran lokasi BABS, menjelaskan alur kontaminasi, simulasi air yang tekontaminasi
dan diskusi kelompok untuk pemicuan. 12

6. Elemen Pemicuan
Secara umum faktor – faktor yang harus dipicu untuk menumbuhkan perubahan
perilaku sanitasi dalam suatu komunitas adalah perasaan jijik, perasaan malu, perasaan
takut sakit, perasaan takut berdosa dan perasaan tidak mampu dan kaitannya dengan
kemiskinan. 12
9

7. Tangga sanitasi
Tangga sanitasi merupakan tahap perkembangan sarana sanitasi yang digunakan
masyarakat , dari sarana yang sederhana sampai sarana sanitasi yang layak dinilai dari
aspek kesehatan, keamanan dan kenyamanan. 12

2.3 Data Desa Glagahwangi


10

BAB III
KERANGKA TEORI
3.1 Kerangka Teori

3.2 Kerangka Konsep Penelitian


11

BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Sasaran Kegiatan


Kegiatan diikuti oleh warga desa Glagahwangi, kecamatan Sugihwaras yang masih
melakukan aktifitas BAB disembarang tempat, dan belum memiliki jamban sendiri.

4.2 Bentuk Kegiatan


 Survey dari rumah ke rumah disertai dengan Penyuluhan “Pentingnya
ketersediaan jamban sehat dan perilaku STOP BABS” yang dilakukan
dengan mengikut sertakan perangkat desa dalam kegiatan ini.
 Penyuluhan mengenai jamban sehat
 Monitoring dan evaluasi 1 bulan setelah pemicuan
1.1 Pelaksanaan Kegiatan
No. Tanggal Kegiatan Pelaksana
1 Perencanaan Kegiatan dan dr. Ajeng Rahardyani
kordinasi dengan Kepala Hersariti
Puskesmas Sugihwaras dan
perangkat desa Glagahwangi.
2 Pengambilan data warga desa dr. Ajeng Rahardyani
Glagahwangi di Puskemas Hersariti
Pembantu Glagahwangi
3 Survey dari rumah ke rumah dr. Ajeng Rahardyani
tentang kondisi jamban warga desa Hersariti
Glagahwangi

4. Penyuluhan “Pentingnya dr. Ajeng Rahardyani


ketersediaan jamban sehat dan Hersariti
perilaku STOP BABS”
12

5. Monitoring dan evaluasi hasil dari dr. Ajeng Rahardyani


survey dan Penyuluhan Hersariti
“Pentingnya ketersediaan jamban
sehat dan perilaku STOP BABS”
13

BAB V
HASIL PENELITIAN

5.1 Data Kepemilikan Jamban di Desa Glagahwangi


60
50
40
30
20
10
0
RT RT RT RT RT RT RT RT RT RT RT RT RT RT RT RT RT RT RT RT RT RT RT RT RT RT
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
BELUM 12 10 8 6 13 8 3 6 2 7 5 20 4 7 5 9 6 18 32 12 24 4 12 8 14 29
SUDAH 38 33 49 34 34 34 40 37 38 43 40 20 26 29 34 31 31 24 25 26 22 28 35 21 19 26

Gambar 5.1 Grafik Odf Desa Glagahwangi Tahun 2016

5.2 Persentase Kepemilikan Jamban di desa Glagahwangi

Gambar 5.2 Tabel persentase Odf Desa Glagahwangi Tahun 2016


14

5.3 Persentase dan Kepemilikan Jamban di Desa Glagahwangi RT 9-12

GRAFIK ODF DESA GLAGAHWANGI RT 9-12 TAHUN 2016


BELUM SUDAH
43
38 40
86%
95% 89%

20 20
50%50%
7 5
2 14% 11%
5%

RT9 RT10 RT11 RT12

5.4 Persentase dan Kepemilikan Jamban di Desa Glagahwangi RT 9-12 Setelah


dilakukan Pemicuan
15

BAB VI
PEMBAHASAN
16

BAB VII
KESIMPULAN

Dari Gerakan Jamban Sehat yang telah dilakukan di Desa Glagahwangi didapatkan
bahwa latar belakang masyarakat yang sebagian besar masih memiliki tingkat pendidikan
rendah dan penghasilan yang juga rendah mempengaruhi pola pikir masyarakat setempat
mengenai jamban sehat yang dianggap suatu barang yang mahal dan menempatkan jamban
bukan sebagai prioritas untuk dimiliki. Dengan adanya kegiatan ini masyarakat dapat
membuat jamban mereka lebih memenuhi krieria jamban sehat dengan adanya tutup
jamban. Sehingga jamban yang ada dapat benar-benar memutus suatu mata rantai penyakit.
Kegiatan ini diharapkan dapat dijadikan suatu landasan untuk menuju masyarakat
Glagahwangi ODF.
Saran dari kegiatan ini adalah semoga kegiatan ini dapat dilanjutkan dengan
deklarasi desa Glagahwangi ODF untuk itu dibutuhkan dukungan dan kerjasama yang baik.
Dan semoga kegiatan-kegiatan serupa yang bertujuan membuat masyarakat ODF dapat
dilaksanakan di seluruh desa di wilayah Kecamatan Glagahwangi sehingga dapat
mewujudkan Kecamatan Glagahwangi ODF dan selanjutnya menuju sanitasi total.

Mengetahui,
Dokter Pendamping Dokter Internsip,

dr. Agus Gunawan, M.Kes dr. Ajeng Rahardyani Hersariti


17

Lampiran 1
18

Lampiran 2. Dokumentasi

Gambar 2.1 Gambar Jamban salah satu warga di desa Glagahwangi RRT 9-12

Gambar 2.2 Gambar Survei Kepemilikan Jamban Bersama Warga Di Desa


Glagahwangi RT 9-12
19

Gambar 2.3 Pengumpulan Data Kepemilikan Jamban Di Desa Glagahwangi RT


9-12

Gambar 2.4 Gambar Pemicuan (Penyuluhan tentang ODF) pada warga desa
Glagahwangi
20

Anda mungkin juga menyukai