Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bell’s palsy merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling sering
mempengaruhi nervus cranialis. Gangguan ini berupa paresis atau paralisis fasial
perifer yang terjadi tiba-tiba, bersifat unilateral tanpa penyebab yang jelas. Sindroma
paralisis fasial idiopatik ini pertama kali dijelaskan lebih dari satu abad yang lalu oleh
Sir Charles Bell, meskipun masih banyak kontroversi mengenai etiologi dan
penatalaksanaannya, Bell’s palsy merupakan penyebab paralisis fasial yang paling
sering di dunia.1
Bell’s palsy adalah salah satu gangguan neurologis yang paling umum
yang mempengaruhi saraf kranial, dan merupakan penyebab paling umum
kelumpuhan wajah di seluruh dunia. Bell’s palsy diperkirakan menyumbang sekitar
60-75% dari kasus kelumpuhan wajah akut unilateral. Bell palsy lebih sering terjadi
pada orang dewasa, pada orang dengan diabetes, dan pada wanita hamil.
Untuk menentukan apakah wajah-saraf kelumpuhan perifer atau pusat
adalah kunci dalam diagnosis. Sebuah lesi yang melibatkan upper motor neuron
mengakibatkan kelemahan wajah bagian bawah,berbeda dengan lesi di lower motor
neuron. Anamnesis yang cermat dan pemeriksaan yang teliti, termasuk pemeriksaan
telinga, hidung, tenggorokan, dan saraf kranial, harus dilakukan. Kriteria diagnostik
minimal termasuk kelumpuhan atau paresis dari semua kelompok otot di satu sisi
wajah, secara akut dan tiba-tiba, setelah dipastikan tidak ada penyakit sistem saraf
pusat. Perhatikan bahwa diagnosis Bell’s palsy dibuat hanya setelah penyebab lain
dari kelumpuhan perifer akut telah disingkirkan.

Internship RS Tandun 2018 Page 1


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Bell’s palsy didefinisikan sebagai suatu keadaan paresis atau kelumpuhan yang akut
dan idiopatik akibat disfungsi nervus facialis perifer, tapi banyak pendapat yang mengatakan
bahwa terdapat reaksi autoimun setelah terjadinya infeksi oleh virus sehingga menyebabkan
udem pada myelin saraf fasialis.6

2.2 Struktur anatomi


Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu :7,8
a. Serabut somato motorik, yang mensarafi otot-otot wajah kecuali m. levator
palpebrae (N.III), otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan
stapedius di telinga tengah
b. Serabut visero-motorik, (parasimpatis) yang datang dari nukleus salivatorius
superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum,
rongga hidung, sinus paranasal, dan glandula submaksilaris serta sublingual
dan lakrimalis.
c. Serabut visero-sensorik, yang menghantar impuls dari alat pengecap di dua
pertiga bagian depan lidah.
d. Serabut somato-sensorik, rasa nyeri dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba
dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus
trigeminus.
Nervus VII terutama terdiri dari saraf motorik yang mempersarafi seluruh otot
mimik wajah. Komponen sensorisnya kecil, yaitu nervus intermedius Wrisberg yang
mengantarkan rasa pengecapan dari 2/3 bagian anterior lidah dan sensasi kulit dari
dinding anterior kanalis auditorius eksterna. Serabut-serabut rasa pengecapan
pertama-tama melintasi nervus lingual, yaitu cabang dari nervus mandibularis lalu
masuk ke korda timpani dimana ia membawa sensasi pengecapan melalui nervus
fasialis ke nukleus traktus solitarius. Serabut-serabut sekretomotor menginervasi
kelenjar lakrimal melalui nervus petrosus superfisial major dan kelenjar sublingual
serta kelenjar submaksilar melalui korda tympani.7,8

Internship RS Tandun 2018 Page 2


Nukleus (inti) motorik nervus VII terletak di ventrolateral nukleus abdusens,
dan serabut nervus fasialis dalam pons sebagian melingkari dan melewati bagian
ventrolateral nukleus abdusens sebelum keluar dari pons di bagian lateral traktus
kortikospinal. Karena posisinya yang berdekatan (jukstaposisi) pada dasar ventrikel
IV, maka nervus VI dan VII dapat terkena bersama-sama oleh lesi vaskuler atau lesi
infiltratif. Nervus fasialis masuk ke meatus akustikus internus bersama dengan nervus
akustikus lalu membelok tajam ke depan dan ke bawah di dekat batas anterior
vestibulum telinga dalam. Pada sudut ini (genu) terletak ganglion sensoris yang
disebut genikulatum karena sangat dekat dengan genu.7,8

Internship RS Tandun 2018 Page 3


Nervus fasialis berjalan melalui kanalis fasialis tepat di bawah ganglion
genikulatum untuk memberikan percabangan ke ganglion pterygopalatina, yaitu
nervus petrosus superfisial major, dan di sebelah yang lebih distal memberi persarafan
ke m. stapedius yang dihubungkan oleh korda timpani. Lalu nervus fasialis keluar dari
kranium melalui foramen stylomastoideus kemudian melintasi kelenjar parotis dan
terbagi menjadi lima cabang yang melayani otot-otot wajah, m. stilomastoideus,
platisma dan m. digastrikus venter posterior.7,8

Internship RS Tandun 2018 Page 4


Skema distribusi nervus VII.
2.3 Epidemiologi
Insidensi terjadi pada wanita dan pria sama dan dapat menyerang berbagai
kelompok usia. Namun ditemukan bahwa penderita diabetes melitus, wanita hamil
dan wanita usia 10-19 tahun mempunyai angka kejadian lebih tinggi dibandingkan
pria dengan usia yang sama.

2.4 Etiologi
Diperkirakan, penyebab Bell’s palsy adalah edema dan iskemia akibat penekanan
(kompresi) pada nervus fasialis.3 Penyebab edema dan iskemia ini sampai saat ini
masih diperdebatkan. Dahulu, paparan suasana/suhu dingin (misalnya hawa dingin,
AC, atau menyetir mobil dengan jendela yang terbuka) dianggap sebagai satu-satunya
pemicu Bell’s palsy. Akan tetapi, sekarang mulai diyakini HSV sebagai penyebab
Bell’s palsy, karena telah diidentifikasi HSV pada ganglion geniculata pada beberapa
penelitian otopsi. Murakami et all juga melakukan tes PCR (Polymerase-Chain
Reaction) pada cairan endoneural N.VII penderita Bell’s palsy berat yang menjalani
pembedahan dan menemukan HSV dalam cairan endoneural. Virus ini diperkirakan
dapat berpindah secara axonal dari saraf sensori dan menempati sel ganglion, pada
saat adanya stress, akan terjadi reaktivasi virus yang akan menyebabkan kerusakan
local pada myelin.6

Internship RS Tandun 2018 Page 5


2.5 Patofisiologi
Para ahli menyebutkan bahwa pada Bell’s palsy terjadi proses inflamasi akut pada
nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Bell’s
palsy hampir selalu terjadi secara unilateral. Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah
satu teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis yang
menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari
saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari
tulang temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang
menyempit pada pintu keluar sebagai foramen mental. Dengan bentukan kanalis yang
unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan
gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa
mendapat gangguan di lintasan supranuklear, nuklear dan infranuklear. Lesi
supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik primer atau di jaras
kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah
somatotropik wajah di korteks motorik primer.4,6
Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan kaca
jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bell’s palsy.
Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen stilomastoideus
dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN bisa terletak di pons, di
sudut serebelo-pontin, di os petrosum atau kavum timpani, di foramen stilomastoideus
dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah
sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralisis
fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau
gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan timbul
bersamaan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan
2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan beberapa penelitian bahwa penyebab utama
Bell’s palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang
menyerang saraf kranialis. Terutama virus herpes zoster karena virus ini menyebar ke
saraf melalui sel satelit. Pada radang herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus
fasialis bisa ikut terlibat sehingga menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN.4-8

Internship RS Tandun 2018 Page 6


Kelumpuhan pada Bell’s palsy akan terjadi bagian atas dan bawah dari otot
wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak dapat
ditutup dan pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke
atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucurkan dan platisma tidak
bisa digerakkan. Karena lagoftalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar
sehingga tertimbun. Gejala-gejala pengiring seperti ageusia dan hiperakusis tidak ada
karena bagian nervus fasialis yang terjepit di foramen stilomastoideum sudah tidak
mengandung lagi serabut korda timpani dan serabut yang mensyarafi muskulus
stapedius.4-8

2.6 Gejala Klinis


Kelumpuhan perifer N.VII memberikan ciri yang khas hingga dapat
didiagnosa dengan inspeksi. Otot muka pada sisi yang sakit tak dapat bergerak.
Lipatan-lipatan di dahi akan menghilang dan Nampak seluruh muka sisi yang sakit

Internship RS Tandun 2018 Page 7


akan mencong tertarik ke arah sisi yang sehat. Gejala kelumpuhan perifer ini
tergantung dari lokalisasi kerusakan.8
a. Kerusakan setinggi foramen stilomastoideus.
Gejala : kelumpuhan otot-otot wajah pada sebelah lesi.
 Sudut mulut sisi lesi jatuh dan tidak dapat diangkat
 Makanan berkumpul diantara pipi dan gusi pada sebelah lesi
 Tidak dapat menutup mata dan mengerutkan kening pada sisi lesi
Kelumpuhan ini adalah berupa tipe flaksid, LMN. Pengecapan dan sekresi air liur
masih baik.
b. Lesi setinggi diantara khorda tympani dengan n.stapedeus (didalam kanalis
fasialis).
Gejala: seperti (a) ditambah dengan gangguan pengecapan 2/3 depan lidah dan
gangguan salivasi.
c. Lesi setinggi diantara n.stapedeus dengan ganglion genikulatum.
Gejala: seperti (b) ditambah dengan gangguan pendengaran yaitu hiperakusis.
d. Lesi setinggi ganglion genikulatum.
Gejala: seperti (c) ditambah dengan gangguan sekresi kelenjar hidung dan
gangguan kelenjar air mata (lakrimasi).
e. Lesi di porus akustikus internus.
Gangguan: seperti (d) ditambah dengan gangguan pada N.VIII.
Yang paling sering ditemui ialah kerusakan pada tempat setinggi foramen
stilomastoideus dan pada setinggi ganglion genikulatum. Adapun penyebab yang
sering pada kerusakan setinggi genikulatum adalah : Herpes Zoster, otitis media
perforata dan mastoiditis.
Perbaikan klinis pasien Bell’s palsy dapat dinilai dengan mudah dengan menggunakan
facial grading system. Facial grading system merupakan suatu sistem skor yang digunakan
untuk menilai fungsi saraf fasialis. Sistem ini diperlukan dalam menentukan keparahan dari
gangguan fungsi wajah, mengikuti progresivitas paralisis fasialis, dan membandingkan hasil
pengobatan. Beberapa sistem grading telah diperkenalkan, yaitu House Brackmann (HB)
grading system,Sunny brook scale, dan Yanagihara grading system. Dari ketiga sistem ini
yang sering dan telah secara luas digunakan dalam penelitian, terutama di Amerika Serikat
dan Eropa adalah HB grading system. House Brackmann grading system telah dipakai
sebagai standar oleh American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery dan
telah digunakan. Sistem ini didasarkan pada 6 tingkat skor (I-Vl) yang memberikan evaluasi

Internship RS Tandun 2018 Page 8


dari fungsi motorik saraf fasialis dan juga evaluasi sekuele. Yanagihara grading system,
diperkenalkan oleh Yanagihara pada tahun 1976, menilai 10 aspek fungsi secara terpisah
pada beberapa otot fasial yang berbeda. Masing - masing fungsi diberi skor 0 - 4, dengan
skor maksimum 40. Skala terdiri dari fungsi normal (4), paralisis ringan (3), paralisis sedang
(2), paralisis berat (1), dan paralisis tota l (0). Sistem skoring ini tidak menilai efek-efek
sekunder. Yanagihara merupakan sistem yang digunakan secara luas di Jepang untuk
mengevaluasi fungsi saraf fasial pada Bell’s palsy herpes zoster oticus, dan follow up
pembedahan neuroma akustikus.
Tabel 1. House Brackmann Facial grading system

Internship RS Tandun 2018 Page 9


2.7 Penegakan Diagnosis
Diagnosis Bell’s palsy dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisis. Pada pemeriksaan nervus kranialis akan didapatkan adanya parese
dari nervus fasialis yang menyebabkan bibir mencong, tidak dapat memejamkan mata
dan adanya rasa nyeri pada telinga. Hiperakusis dan augesia juga dapat ditemukan.
Harus dibedakan antara lesi UMN dan LMN. Pada Bell’s palsy lesinya bersifat LMN.9
a. Anamnesis.
Hampir semua pasien yang dibawa ke ruang gawat darurat merasa bahwa
mereka menderita stroke atau tumor intrakranial. Hampir semua keluhan yang
disampaikan adalah kelemahan pada salah satu sisi wajah.
 Nyeri postauricular: Hampir 50% pasien menderita nyeri di regio mastoid.
Nyeri sering muncul secara simultan disertai dengan paresis, tetapi paresis
muncul dalam 2-3 hari pada sekitar 25% pasien.
 Aliran air mata: Dua pertiga pasien mengeluh mengenai aliran air mata
mereka. Ini disebabkan akibat penurunan fungsi orbicularis oculi dalam
mengalirkan air mata. Hanya sedikit air mata yang dapat mengalir hingga
saccus lacrimalis dan terjadi kelebihan cairan. Produksi air mata tidak
dipercepat.
 Perubahan rasa: Hanya sepertiga pasien mengeluh tentang gangguan rasa,
empat per lima pasien menunjukkan penurunan rasa. Hal ini terjadi akibat
hanya setengah bagian lidah yang terlibat.
 Mata kering.

Internship RS Tandun 2018 Page 10


 Hyperacusis: kerusakan toleransi pada tingkatan tertentu pada hidung
akibat peningkatan iritabilitas mekanisme neuron sensoris.
b. Pemeriksaan fisik.
Gambaran paralisis wajah mudah dikenali pada pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan yang lengkap dan tepat dapat menyingkirkan kemungkinan
penyebab lain paralisis wajah. Pikirkan etiologi lain jika semua cabang nervus
facialis tidak mengalami gangguan.
 Definisi klasik Bell palsy menjelaskan tentang keterlibatan mononeuron
dari nervus facialis, meskipun nervus cranialis lain juga dapat terlibat.
Nervus facialis merupakan satu-satunya nervus cranialis yang
menunjukkan gambaran gangguan pada pemeriksaan fisik karena
perjalanan anatomisnya dari otak ke wajah bagian lateral.
 Kelamahan dan/atau paralisis akibat gangguan pada nervus facialis tampak
sebagai kelemahan seluruh wajah (bagian atas dan bawah) pada sisi yang
diserang. Perhatikan gerakan volunter bagian atas wajah pada sisi yang
diserang.
 Pada lesi supranuklear seperti stroke kortikal (neuron motorik atas; di atas
nucleus facialis di pons), dimana sepertiga atas wajah mengalami
kelemahan dan dua per tiga bagian bawahnya mengalami paralisis.
Musculus orbicularis, frontalis dan corrugator diinervasi secara bilateral,
sehingga dapat dimengerti mengenai pola paralisis wajah.
 Lakukan pemeriksaan nervus cranialis lain: hasil pemeriksaan biasanya
normal.
 Membran timpani tidak boleh mengalami inflamasi; infeksi yang tampak
meningkatkan kemungkinan adanya otitis media yang mengalami
komplikasi.
c. Pemeriksaan laboratorium.
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk menegakkan
diagnosis Bell’s palsy. Namun pemeriksaan kadar gula darah atau HbA1c
dapat dipertimbangkan untuk mengetahui apakah pasien tersebut menderita
diabetes atau tidak. Pemeriksaan kadar serum HSV juga bisa dilakukan namun
ini biasanya tidak dapat menentukan dari mana virus tersebut berasal.

Internship RS Tandun 2018 Page 11


d. Pemeriksaan radiologi.
Bila dari anamneses dan pemeriksaan fisik telah mengarahkan ke
diagnosis Bell’s palsy maka diperlukan pemeriksaan radiologi untuk
menyingkirkan penyebab yang lain. Bila tidak ada perbaikan ataupun
mengalami perburukan, pencitraan mungkin akan membantu. MRI mungkin
dapat menunjukkan adanya tumor (misalnya Schwannoma, hemangioma,
meningioma). Bila pasien memiliki riwayat trauma maka pemeriksaan CT-
Scan harus dilakukan.

2.8 Diagnosa Banding


Kondisi lain yang dapat menyebabkan kelumpuhan nervus fasialis diantaranya
tumor, infeksi herpes zoster pada ganglion genikulatum (Ramsay Hunt syndrom),
penyakit Lyme, AIDS, infeksi Tuberculosa pada mastoid ataupun telinga tengah,
Guillen Barre syndrome.10

2.9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada Bell palsy masih kontroversional, penggunaan steroid pada
awal gejala klinis akan memberikan perbaiakan secara lengkap, pengobatan ini
biasanya pada penderita Bell palsy pada orang dewasa, sedangkan pada anak-anak
belum ada bukti klinis yang menyatakan hal tersebut, karena pada anak-anak akan
mengalami perbaikan baik dengan pengobatan steroid maupun tidak.11
Pada pasien yang tidak bisa menutup mata dengan sempurna, akan berisiko
terjadinya kekeringan dan terpapar benda asing,hal ini dapat diatasi dengan pemberian
air mata buatan, lubrikan, dan pelindung mata.12

2.10 Komplikasi dan Prognosis


Prognosis pasien Bell’s palsy umumnya baik. Bell’s palsy biasanya dapat
sembuh tanpa deformitas. Hanya 5% yang mengalami deformitas. Deformitas pada
Bell’s palsy dapat berupa :5
Regenerasi motorik inkomplit
Ini merupakan deformitas terbesar dari kelumpuhan saraf fasialis. Dapat terjadi
akibat penekanan saraf motorik yang mensarafi otot-otot ekspresi wajah.
Regenerasi saraf yang tidak maksimal dapat menyebabkan kelumpuhan semua atau

Internship RS Tandun 2018 Page 12


beberapa otot wajah. Manifestasi dari deformitas ini dapat berupa inkompetensi
oral, epifora dan hidung tersumbat.
Regenerasi sensorik inkomplit
Manifestasinya dapat berupa disgeusia, ageusia atau disesthesia.
Regenerasi Aberrant
Selama regenerasi dan perbaikan saraf fasialis, ada beberapa serabut saraf yang
tidak menyambung pada jalurnya tapi menyambung dengan serabut saraf yang ada
didekatnya. Regenerasi aberrant ini dapat menyebabkan terjadinya gerakan
involunter yang mengikuti gerakan volunter (sinkinesis).5

Internship RS Tandun 2018 Page 13

Anda mungkin juga menyukai