Anda di halaman 1dari 8

Makalah

SMA MUHAMMADIYAH 1 PALANGKARAYA


TAHUN AJARAN 2018/2019

OLEH

Nama : 1. Andhika Prasetya Hidayatullah

2. Alexander Kahfi Hercules

3. King Abdul Aziz

4. Muhammad Nur Ali Priyono

5. Reyhan Febrian Soleh

6. Said Agil Al-Munawar

7. Zainuddin

Kelas : X-IPS 1

TAHUN AJARAN 2018/2019

1
GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM DI MESIR
a) Latar belakang sejarah

b) Tokoh-tokoh pembaharuan di mesir

1. Muhammad Ali Pasya


2. Jamaludin Al-Afghani
3. Muhammad Abduh
4. Rasyid Ridha.
Gerakan pembaharuan islam di mesir
A. LATAR BELAKANG SEJARAH
Mesir menjadi sangat menarik pada masa kekuasaan romawi tersebut
karena ia mempunyai potensi yang secara tradisional telah berakar di mesir.

Kerajaan Romawi timur dengan ibu kota Bizantium merupakan rival berat
pengembangan islam yang keberadaanya berlangsung sampai pada masa
pemerintahan Khalifah Umar Bin Khatab. Pada saat umar menjadi
Khalifah,Romawi timur merupakan target pengembangan misi keislaman dan
akhirnya kekuatan militer romawi tidak dapat menghambat laju kemenangan
islam di mesir, karena keberadaan islam sebagai agama baru memberikan
kekuasaan dan kebebasan untuk hidup,yang selama itu tidak diperoleh dari
pemerintahan Romawi Timur,termasuk di dalamnya kondisi yang labil kerena
berkembangnya konflik keagamaan.

B. TOKOH-TOKOH PEMBAHARUAN DI MESIR


1) Muhammad Ali Pasya
Muhammad Ali Pasya adalah seorang tokoh pembaruan di Mesir yang
masih keturunan dari Turki. Ia lahir di Kawalla, Yunani pada tahun 1765 dan
meninggal tahun 1849 di Mesir. Ayahnya adalah seorang pedagang dan dapat
dikatakan bahwa Muhammad Ali lahir dalam keadaan keluarga tidak mampu
sehingga ia tidak pernah mengenyam pendidikan yang menjadikannya sebagai
orang yang ummi (tidak dapat baca tulis).Tetapi tidak ada yang menyangka
dengan latarbelakang yang seperti ini, ia mampu menjadi panglima dan tokoh
pembaruan sekaligus pendiri negara Mesir modern.

2
Dari keadaan Muhammad Ali Pasya yang demikian membuat ia menjadi
seorang pemuda yang giat bekerja dan cakap. Sifat kecakapannya membuat ia
lebih dikenal bahkan disayangi oleh gubernur Ustman. Kecakapannya itu mulai
muncul ketika ia berumur dewasa dan bekerja sebagai pemungut pajak. Dari
kecakapan dan kesungguhannya dalam menjalankan amanat sebagai pemungut
pajak, gubernur Utsmani mengambilnya sebagai seorang menantu.Setelah
diambil menjadi menantu, ia ditugaskan menjadi seorang wakil perwira yang
memimpin pasukan militer untuk menggempur pasukan Perancis dan berhasil.
Ketika Muhammad Ali Pasya berhasil mengusir pasukan Napoleon sehingga
pasukan Perancis meninggalkan Mesir tahun 1801. Ia berisiatif untuk mengisi
kekosongan kekuasaan yang ditinggalkan oleh Napoleon, tetapi terjadi
perebutan untuk mengisi kekosongan tersebut antara lain adalah Khursyid Pasya
(pimpinan kaum mamluk) yang datang dari Istanbul, Turki, yang sebelumnya
kaum mamluk pergi meninggalkan Mesir karena diperangi dan dikejar-kejar
oleh pasukan Napoleon dan dipihak kedua adalah Muhammad Ali Pasya.
Muhammad Ali Pasya menggunakan siasat mengadu domba antara pimpinan
kaum mamluk dengan rakyat Mesir. Dengan siasatnya ini, ia berhasil
menghasud rakyat Mesir agar benci terhadap kaum mamluk dan dari kebencian
rakyat Mesir inilah yang dimanfaatkan oleh Muhammad Ali untuk mengambil
simpati rakyat Mesir yang akhirnya membawanya menjadi penguasa Mesir.
Akhirnya pada tahun 1805 M, rakyat Mesir mengangkatnya sebagai Gubernur
Mesir. Sebenarnya keberhasilan Muhammad Ali menjadi pemimpin di Mesir
tidaklah hanya karena siasat adu dombanya melainkan ia membohongi dengan
menyerang sekaligus mengepung pasukan Sultan yang dikirim kepadanya.
Invasi Perancis yang juga melemahkan antara Mesir dan Utsmaniyah. Akhirnya
Muhammad Ali berhasil berkuasa didaerahnya dengan memproklamirkan
dirinya sebagai Pasya.

3
2) Jamaludin al-afghani
Beliau lahir di as’adabad, dekat kota kan’an di kabul afganistan
pada tahun 1813 M. Nama lengkapnya adalah sayyid jamaluddin al-
afghani ibn safar. Ia adalah keturunan sayyid ali al-turmudzi.Jika di
telusuri keturunannya, maka berasal dari husain ibn ali ibn abi
thalib.Hal ini tercernin dari gelar yang disandangnya.
Ide-ide Pemikiran politik jamaluddin al-afghani
1. Bentuk negara dan pemerintahan

Menurut Al-Afghani, Islam menhendaki bahwa bentuk pemerintahan adalah


republik. Sebab, di dalamnya terdapat kebebasan berpendapat dan kepala negara
harus tunduk kepada Undang-Undang Dasar. Pendapat seperti ini baru dalam
sejarah politik Islam yang selama ini pemikirnya hanya mengenal bentuk
khalifah yang mempunyai kekuasaan absulot. Pendapat ini tampak dipengaruhi
oleh pemikiran barat, sebab barat lebih dahulu mengenal pemerintahan republik,
meskipun pemahaman Al-Afghani tidak lepas terhadap prinsip-prinsip ajaran
Islam yang berkaitan dengan dengan kemasyarakatan dan kenegaraan.
Penafsiran atau pendapat ersebut lebih maju dari Abduh yaitu Islam tidak
menetapkan suatu bentuk pemerintahan , maka bentuk demikianpun harus
mengikuti masyarakat dalam kehidupan materi dan kebebasan berpikir. Ini
mengandung makna, bahwa apapun bentuk pemerintahan, Abduh menghendaki
suatu pemerintahan yang dinamis.

2. Sistem Demokrasi

Di dalam pemerintahan yang absulot dan otokratis tidak ada kebebasan


berpendapat, kebebasan hanya ada pada raja/kepala gegara untuk bertindak
yan tidak diatur oleh Undang-undang. Karena itu Al-Afghani menghendaki agar
corak pemerintahan absulot diganti dengan dengan corak pemerintahan
demokrasi.

Pemerintahan demokratis merupakan salah satu identitas yang paling khas dari
dari pemerintahan yang berbentuk republik. Demokrasi adalah pasangan
pemerintahan republik sebagaimana berkembang di barat dan diterapkan oleh
Mustafa Kemal Attaturk di Turki sebagai ganti pemerintahan khalifah. Dalam
pemerintahan negara yang demokratis, kepala negara harus mengadakan syura
dengan pemimpin-pemimpin masyarakat yang berpengalaman karena

4
pengetahuan manusia secara individual terbatas sekali dan syura diperintahkan
oleh Allah dalam Al-Qur’an agar dapat dipraktekkan dalam berbagai urusan.

3. Pan Islamisme / Solidaritas Islam

Al-Afghani menginginkan adanya persatuan umat Islam baik yang sudah


merdeka maupun masih jajahan. Gagasannya ini terkenal dengan Pan
Islamisme. Ide besar ini menghendaki terjalinnya kerjasama antara negara-
negara Islam dalam masalah keagamaan, kerjasama antara kepala negara Islam.
Kerjasama itu menuntut adanya rasa tanggungjawab bersama dari tiap negara
terhadap umat Islam dimana saja mereka berada, dan menumbuhkan keinginan
hidup bersama dalam suatu komunitas serta mewujudkan kesejahteraan umat
Islam.

3) Muhammad Abduh
Muhammad abduh lahir di mesir pada tahun 1849. Ayahnya
berasal dari turki,sedangkan ibunya keturunan arab.
Abduh adalah salah seorang murid afghani. Beliau sangat
terkenal khususnya dalam bidang pemikiran rasional sehingga di gelar
new muttazilah.Namun demikian,beliau tidak ketinggalan dalam
bidang pendidikan, bahkan setelah menamatkan studinya di al-azhar
pada tahun 1877,beliau mengajar di berbagai tempat termasuk di
almamaternya sendiri.

5
Ide-ide Pembaharuan muhammad abduh
1. Membongkar Kejumudan
Jumud mengandung arti kestatisan, tiadanya perubahan dan pembekuan,
Ummat Islam harus dihindarkan dari kenbekuan tersebut, dan mau menerima
perubahan tersebut, dan mau menerima perubahan serta bisa mengkritisi tradisi
yang ada. Muhammad Abduh sangat menentang taqlid yang dipandangnya
sebagai faktor yang melemahkan jiwa kaum muslimin. Pandangan Muhammad
Abduh tentang perlunya upaya pembongkaran kejumudan yang telah
sedemikian lama mengalami pengerakan tersebut akan melahirkan ide tentang
perlunya melaksanakan ijtihad. Ia berpendapat bahwa sebab yang membawa
kemunduran umat Islam adalah bukan karena ajaran Islam itu sendiri,
melainkan adanya sikap jumud di tubuh umat Islam. sehingga umat tidak mau
menerima peubahan, yang dengannya membawa bibit kepada kemunduran
ummat saat ini.
2. Perlunya Ijtihad
Sejak abad ke 4 H, ummat Islam meyakini bahwa pintu Ijtihad telah tertutup,
kenyataan ini tetap berlangsung dalam kurun waktu yang agak lama, hingga
masa Muhammad Abduh. Ia menyadari bahwa masyarakat dari masa kemasa
akan selalu berkembang di dunia dengan perkembangan zaman , tentu saja ia
tidak menerima kalau pintu ijtihad ditutup. Abduh mengatakan pintu ijtihad
harus selamanya dibuka.[12]Selanjutnya, menurut ‘Abduh, untuk orang yang
telah memenuhi syarat ijtihad di bidang muamalah dan hukum kemasyarakatan
bisa didasarkan langsung pada Quran dan hadis dan disesuaikan dengan zaman.
Sedangkan ibadah tidak menghendaki perubahan menurut zaman.
3. Penggunaan Akal Pikiran
Pelaksanaan Ijtihad, diakui atau tidak, tentu saja melakukan akal pikiran.
Karenanya, akal harus dibangunkan dari tidur lelapnya. Ini mengingat bahwa
Allah menciptakan manusia dengan fasilitas akalnya untuk menyiapkan diri
menerima petunjuk-petunjuk ilmu pengetahuan dan bukti-bukti dari peristiwa
yang terjadi. Menurut Muhammad Abduh, dalam Islam ada ajaran menjunjung
tinggi akal. Tidak hanya penghargaan atas akal yang dihidupkannya, tetapi juga
perhatian-perhatian terhadap kajian-kajian filsafat digalakkannya.[15] Maka
tidak mengherankan mana kala pemikiran filosofis mulai muncul kembali
kepermukaan, setelah dalam waktu yang relatif lama hilang dari dataran
pemikiran ummat Islam.
4. Ilmu Pengetahuan Modern

6
Ilmu pengetahuan modern yang datang dari barat, menurut Muhammad
Abduh, tidaklah bid’ah sebagaimana yang selama ini di yakini oleh ummat
Islam. Ilmu pengetahuan tersebut di dasarkan pada sunnatullah dan tidak
bertentangan dengan Islam, karena juga bersal dari Allah.
6. Pemikiran Politik
Keterlibatan Muhammad Abduh dalam kegiatan politik tentu saja tidak bisa
dilepaskan begitu saja dari peran besar gurunya ketika di Paris. Jamaluddin Al-
Afgani, gurunya tersebut, berperan besar dalam mematangkan kemampuan
Muhammad Abduh dalam kegiatan berpolitik. Tidak mengherankan manakala
ketika masih aktif dalam dewan legislatif Mesir, Muhammad Abduh banyak
melontarkan pemikiran-pemikiran politiknya. Menurutnya kekuasaan dari
penyelenggaraan Negara haruslah di batasi. Pemerintah harus siap terhadap
setiap koreksi yang dikemukakan oleh rakyat atas segala kekhilafan.

4) Rasyid Ridha
Muhammad Rasyid bin Ali Ridha bin Syamsuddin bin Baha'uddin Al-
Qalmuni Al-Husaini Muḥammad Rashīd Riḍā, lahir di Suriah Utsmaniyah, 23
September 1865 atau 18 Oktober 1865 – meninggal di Mesir, 22 Agustus
1935) dikenal sebagai Rasyid Ridha) adalah seorang intelektual muslim
dari Suriah yang mengembangkan gagasan modernisme Islam yang awalnya
digagas oleh Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh. Ridha
mempelajari kelemahan-kelemahan masyarakat muslim saat itu, dibandingkan
masyarakat kolonialis Barat, dan menyimpulkan bahwa kelemahan tersebut
antara lain kecenderungan umat untuk mengikuti tradisi secara buta (taqlid),
minat yang berlebihan terhadap dunia sufi dan kemandegan pemikiran ulama
yang mengakibatkan timbulnya kegagalan dalam mencapai kemajuan di bidang

7
sains dan teknologi. Ia berpendapat bahwa kelemahan ini dapat diatasi dengan
kembali ke prinsip-prinsip dasar Islam dan melakukan ijtihad dalam
menghadapi realita modern.
Mulai tahun 1898 hingga wafat(1935), Ridha menerbitkan surat kabar
yang bernama Al-Manar.
Ridha adalah murid Muhammad abduh yang terdekat. Ia lahir pada tahun
1865 di al-qalamun(libanon). Menurut keterangannya,ia berasal dari keturunan
al-husain, cucu Nabi SAW. Oleh karena itu,ia bergelar “al-sayyid” di depan
namanya.

Rasyid Ridha sangat terkenal bersama dengan abduh(gurunya)


menerbitkan majalah al-manar yang kemudian menjadi sebuah tafsir modern
yang bernama tafsir al-manar.

Ide-ide Pemikiran dalam Bidang Agama


Dalam bidang agama, Rasyid Ridha berpendapat umat Islam lemah
dikarenakan tidak lagi mengamalkan ajaran agama yang murni seperti yang
diterapkan pada masa Rasulullah SAW. Sebab, ajaran pada saat itu sudah
tercampur bid'ah dan khurafat. Rasyid Ridha juga menegaskan, jika umat Islam
ingin maju, mereka harus kembali berpegang teguh kepada Al-Qur'an dan
Sunnah Rasulullah SAW tanpa terikat oleh pendapat-pendapat ulama terdahulu
yang tidak sesuai dengan tuntutan hidup modern. Ia kemudian mengamati
paham fatalisme yang menyelimuti umat Islam pada waktu itu. Rasyid Ridha
berpendapat ajaran Islam itu seharusnya mengandung paham dinamika, bukan
fatalisme. Idenya yang lain ialah toleransi dalam bermazhab. Menurutnya,
timbulnya perpecahan pada kalangan umat Islam dikarenakan adanya
sikap fanatisme terhadap mazhab. Oleh karena itu, menurut Rasyid Ridha perlu
menghidupkan toleransi dalam bermazhab. Bahkan, termasuk dalam bidang
hukum, walaupun ia sendiri dikenal sebagai pengikut Mazhab Hanbali.

Anda mungkin juga menyukai