PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Terdapat lebih dari 4 juta wanita hamil mengalami preeklampsia setiap tahun.
Dan setiap tahun, diperkirakan sebanyak 50.000 sampai 70.000 wanita meninggal karena
preeklampsia serta 500.000 bayi meninggal. Preeklampsia merupakan penyebab 15– 20%
kematian wanita hamil di seluruh dunia serta penyebab utama mortalitas dan morbiditas
pada janin (Raghupathy, 2013). Indonesia merupakan salah satu negara berkembang
dengan Angka Kematian Ibu (AKI) dan kematian perinatal tinggi yaitu tertinggi ketiga di
ASEAN dan tertinggi kedua di kawasan South East Asian Nation Regional Organization
(WHO, 2013). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012
menunjukkan peningkatan signifikan AKI di Indonesia sebesar ±57% yaitu dari 228 per
100.000 Kelahiran Hidup (KH) pada tahun 2007 menjadi 359 per 100.000 KH. Angka
tersebut jauh dari yang diharapkan dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) tahun 2010- 2014 yaitu AKI 118 per 100.000 KH, target MDG’s
(Millenium Development Goals) tahun 2015 yaitu 102 per 100.000 KH. Sedangkan target
SDG’s (Sustainable Development Goals) tahun 2030 yaitu AKI 70/100.000 KH
(Kemenkes RI, 2015).
Menurut Robson dan Jason terdapat sekitar 10% ibu yang mengalami hipertensi
akibat kehamilan; diantaranya 3-4% mengalami preeklampsia, 5% hipertensi dan 1-2%
hipertensi kronik (2012). Preeklampsi berat atau eklampsia terjadi karena adanya
mekanisme imunologi yang kompleks dan aliran darah ke plasenta berkurang (Indiarti,
2009) dan karena penyempitan pembuluh darah (Cuningham, 2010). Hal ini
mengakibatkan suplai zat makanan yang dibutuhkan janin berkurang Pada preeklampsia
dan eklampsia, penurunan laju filtrasi glomerulus pada ginjal terjadi akibat spasme arteri
renalis yang menyebabkan penyerapan terhadap protein berkurang sehingga terjadi
proteinuria, selanjutnya terjadi penurunan albumin serum (hipoalbuminemia) sehingga
tekanan hipovolemik intravaskular akan berkurang(Jurnal Kesehatan Andalas. 2015).
Pertolongan persalinan melalui vagina yang berat lebih baik dengan sectio
caesarea yang lebih aman bagi keduanya (Oxorn, 2010). Sectio caesarea atau bedah cesar
harus dipahami sebagai alternatif persalinan ketika jalan normal tidak bisa lagi. Meski
90% persalinan termasuk kategori normal atau alami, sebagian diantaranya mengalami
masalah sehingga perlu dilakukan tindakan bantuan. Prioritas keselamatan ibu dan bayi.
Untuk itu bila diperlukan adakalanya dilakukan bantuan untuk mempercepat proses
persalinan semacam penyedotan janin atau penarikan janin, lebih dari itu, bila diperlukan
akan diambil tindakan mengeluarkan bayi secara langsung dengan membuka bagian perut
ibu. Inilah yang disebut sebagai bedah Caesar (M.T Indriati, 2012)
Penyebab persalinan dengan bedah caesar ini bisa karena masalah di pihak ibu
maupun bayi. Terdapat dua keputusan bedah caesar. Pertama, keputusan bedah caesar
yang sudah didiagnosa sebelumnya. Penyebabnya antara lain, ketidak-seimbangan ukuran
kepala bayi dan panggul ibu (panggul sempit, anak besar, letak dahi, letak muka, dsb),
keracunan kehamilan yang parah, preeklampsia berat atau eklampsia, kelainan letak bayi
(sungsang, lintang), sebagian kasus mulut rahim tertutup plasenta (plasenta previa), bayi
kembar, kehamilan pada ibu berusia lanjut, sejarah bedah Caesarpada kehamilan
sebelumnya, ibu menderita penyakit tertentu, infeksi saluran persalinan dan
sebagainya.Yang kedua adalah keputusan yang diambil tiba-tiba karena tuntutan kondisi
darurat. Meski sejak awal tidak ada masalah apapun dan diprediksi persalinan bisa
dilakukan dengan normal, ada kalanya karena satu dan lain hal timbul selama proses
persalinan. Contoh penyebab kasus ini antara lain plasenta keluar dini, persalinan
berkepanjangan, bayi belum lahir lebih dari 24 jam sejak ketuban pecah, kontraksi terlalu
lemah dan sebagainya (M.T Indriati, 2012).
Nyeri pada ibu post SC dapat menimbulkan berbagai masalah, salah satunya
masalah laktasi. Sekitar 68% ibu post SCmengalami kesulitan dengan perawatan bayi,
bergerak naik turun dari tempat tidur dan mengatur posisi yang nyaman selama menyusui
akibat adanya nyeri (Anggorowati, dkk 2007). Rasa nyeri tersebut akan menyebabkan
pasien menunda pemberian ASI sejak awal pada bayinya, karena rasa tidak nyaman
selama proses menyusui berlangsung atau peningkatan intensitas nyeri setelahoperasi
(Batubara dkk, 2008). Manajemen nyeri mempunyai beberapa tindakan atau prosedur
baik secara farmakologis maupun non farmakologis.Prosedur secara farmakologis
dilakukan dengan pemberian analgesik, yaitu untuk mengurangi atau menghilangkan rasa
nyeri (Yuliatun, 2008). Sedangkan secara non farmakologis dapat dilakukan dengan cara
relaksasi, teknik pernapasan, pergerakan atau perubahan posisi, masase, akupressur,
terapi panas atau dingin, hypnobirthing, musik, dan TENS (Transcutaneous Electrical
Nerve Stimulation) Dalam STRADA Jurnal Ilmiah KesehatanVol. 6 No. 2 Desember
2017.
Pertolongan persalinan melalui vagina yang berat lebih baik dengan sectio
caesarea yang lebih aman bagi keduanya (Oxorn, 2010). Sectio caesarea atau bedah cesar
harus dipahami sebagai alternatif persalinan ketika jalan normal tidak bisa lagi. Meski
90% persalinan termasuk kategori normal atau alami, sebagian diantaranya mengalami
masalah sehingga perlu dilakukan tindakan bantuan. Prioritas keselamatan ibu dan bayi.
Untuk itu bila diperlukan adakalanya dilakukan bantuan untuk mempercepat proses
persalinan semacam penyedotan janin atau penarikan janin, lebih dari itu, bila diperlukan
akan diambil tindakan mengeluarkan bayi secara langsung dengan membuka bagian perut
ibu. Inilah yang disebut sebagai bedah Caesar (M.T Indriati, 2012)
Nyeri pada ibu post SC dapat menimbulkan berbagai masalah, salah satunya
masalah laktasi. Sekitar 68% ibu post SCmengalami kesulitan dengan perawatan bayi,
bergerak naik turun dari tempat tidur dan mengatur posisi yang nyaman selama menyusui
akibat adanya nyeri (Anggorowati, dkk 2007). Rasa nyeri tersebut akan menyebabkan
pasien menunda pemberian ASI sejak awal pada bayinya, karena rasa tidak nyaman
selama proses menyusui berlangsung atau peningkatan intensitas nyeri setelahoperasi
(Batubara dkk, 2008).
1.3 Tujuan
Makalah ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk meningkatkan
pelayanan “Asuhan keperawatan Post Partum SC indikasi PEB dengan Inovasi
relaksasi genggam jari untuk menurunkan nyeri post SC di ruang Aster Rumah
Sakit Umum Kabupaten Tangerang”.
Makalah ini dapat digunakan sebagai acuan untuk membuat makalah yang
berikutnya.
Seluruh proses pembuatan makalah ini dapat dijadikan sebagai pengalaman belajar
dan dapat menambah ilmu pengetahuan dalam “Asuhan keperawatan Post Partum SC
indikasi PEB dengan Inovasi relaksasi genggam jari untuk menurunkan nyeri post
SC”.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Intensitas nyeri pasca bedah merupakan suatu kekerasan atau trauma bagi
penderita. Anastesi maupun tindakan pembedahan menyebabkan kelainan yang dapat
menimbulkan berbagai keluhan dan gejala. Keluhan dikemukakan adalah nyeri, muntah,
dan memburuknya keadaan umum (STRADA Jurnal Ilmiah KesehatanVol. 6 No. 2
Desember 2017).
Dalam Tamsuri (2007) dalam Zees (2012;640), relaksasi adalah tindakan relaksasi
otot rangka yang dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merelaksasikan ketegangan
otot yang mendukung rasa nyeri.Menurut Liana (2008) dalam Pinandita (2011:35), teknik
relaksasi genggam jari (finger hold) merupakan teknik relaksasi dengan jari tangan serta
aliran energi didalam tubuh
Teknik relaksasi genggam jari adalah cara yang mudah untuk mengelolaemosi
dan mengembangkan kecerdasan emosional. Di sepanjang jari-jari tangan kita terdapat
saluran atau meridian energi yang terhubung dengan berbagai organ dan emosi (Cane,
2013).Menggenggam jari sambil menarik nafas dalam-dalam (relaksasi) dapat
mengurangi dan menyembuhkan ketegangan fisik dan emosi, karena genggaman jari
akan menghangatkan titik-titik keluar dan masuknya energi pada meridian (energi
channel) yang terletak pada jari tangan kita (Liana, 2008) Dalam Jurnal MUSWIL IPEMI
Jateng, 17 September 2016.
a. Preeklampsia ringan
1. Tekanan darah > 140/90 mmHg setelah usia kehamilan 20 minggu
2. Proteinuria > 300 mg/24 jam atau > 1+ pada dipstik
3. Edema: edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklampsia, kecuali edema
pada lengan, muka dan perut, serta edema generalisata
b. Preeklampsia berat, bila ditemukan salah satu atau lebih gejala ber
1. Tekanan darah > 160/110 mmHg
2. Proteinuria 2 g/24 jam atau > 2+ pada dipstik
3. Oliguria, yaitu produksi urin < 500 ml/24 jam
4. Kenaikan kadar kreatinin plasma
5. Gangguan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma, atau gangguan
penglihatan
6. Edema paru 7. Gangguan fungsi hepar: peningkatan kadar AST (SGOT) atau ALT
(SGPT) > 2 kali batas atas nilai normal 8. Nyeri epigastrium atau nyeri pada
kuadran kanan atas abdomen 9. Trombositopenia berat: jumlah trombosit < 100.000
sel/µl 10. Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat 11. Sindrom HELLP
(hemolysis, elevated levels of liver enzymes, low platelet count)
c. Eklampsia Timbulnya kejang menyeluruh atau koma pada penderita preeklampsia
d. IndikasiPersalinan SectioCaesarea
1. Indikasi janin : Janin besar, gawat janin, letak lintang, letak
sungsang, dan bayi kembar.
2. Indikasi Ibu : Preeklampsia dan Eklampsia, Disproporsi Sefalopelvik, Partus tak
maju, Riwayat sectio caesarea sebelumnya (Cuningham, et,el 2009).
Menurut (Maryunani, 2012) Berikut ini beberapa tanda dan gejala preeklampsia
yang harus diwaspadai:
Tiba-tiba mengalami pembengkakan pada kaki, pergelangan kaki, wajah dan tangan
Terdapat protein dalam urin (hal ini diketahui setelah melakukan pemeriksaan urin)
2.3 Etiologi
Pada hipertensi terjadi peningkatan oksidatif, sehingga debris trofoblast dan nekrotik
trofoblas juga meningkat, hal ini menyebabkan terjadi reaksi inflamasi yang berlebihan
yang menimbulkan gejala preeklampsia pada ibu. (Sri wahyuni, 2014).
Pada preeklampsia dan eklampsia, penurunan laju filtrasi glomerulus pada ginjal
terjadi akibat spasme arteri renalis yang menyebabkan penyerapan terhadap protein
berkurang sehingga terjadi proteinuria, selanjutnya terjadi penurunan albumin serum
(hipoalbuminemia) sehingga tekanan hipovolemik intravaskular akan berkurang.
Albumin merupakan protein yang paling banyak terdapat dalam serum. Disamping
berperan dalam tekanan osmotik koloid, albumin juga bekerja sebagai molekul
pengangkut untuk bilirubin, asam lemak, dan obat-obatan.7 Kadar albumin serum yang
rendah (hipoalbuminemia) berhubungan dengan sirkulasi fetoplasenta yang tidak
memadai, sebagai akibat dari hipoperfusi multiorgan dan kerusakan endotel
menyeluruh. (Jurnal Kesehatan Andalas. 2015).
2.4 Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500gr dengan
sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu
distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll,
untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang
setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif
berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu
produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit,
luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan
antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri karena insisi yang
mengakibatkan gangguan rasa nyaman. Sebelum dilakukan operasi pasien perlu
dilakukan anestesi bisa bersifat regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak
pengaruhnya terhadap janin maupun ibu, anestesi umum menyebabkan bayi lahir dalam
keadaan apnoe yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati,
sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia
uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan
nafas yang tidak efektif akibat sekret yang berlebihan karena kerja otot nafas silia yang
menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan
mobilitas usus. Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi
proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk
metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun
maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan
karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi
sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga
berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi. (Saifuddin, Mansjoer &
Prawirohardjo, 2010).
Pada pre eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi
peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke organ ,
termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar dari timbulnya
proses pre eklampsia. Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah dan
timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme dapat diakibatkan karena adanya peningkatan
sensitifitas dari sirculating pressors. Pre eklampsia yang berat dapat mengakibatkan
kerusakan organ tubuh yang lain. Gangguan perfusi plasenta dapat sebagai pemicu
timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra
Uterin Growth Retardation.
2.5 Pathway
Therapi
Nyeri
(narkotik), nonopiat/ obat AINS (anti inflamasi nonsteroid), obat-obat adjuvans atau
koanalgesik. Analgesik opiat mencakup derivat opium, seperti morfin dan kodein.
Narkotik meredakan nyeri dan memberikan perasaan euforia. Wanita dengan ukuran
tubuh rata-rata dapat disuntik 75 mg Meperidin (intra muskuler) setiap 3 jam sekali, bila
diperlukan untuk mengatasi rasa sakit atau dapat disuntikan dengan cara serupa 10 mg
ibuprofen. Nonopiat mengurangi nyeri dengan cara bekerja di ujung saraf perifer pada
daerah luka dan menurunkan tingkat mediator inflamasi yang dihasilkan di daerah luka.
tangan kita terdapat saluran atau meridian energi yang terhubung dengan berbagai organ
dan emosi (Puwahang, 2011). Titik-titik refleksi pada tangan memberikan rangsangan
diproses dengan cepat diteruskanmenuju saraf pada organ tubuh yang mengalami
relaksasigenggam jari membantu tubuh, pikiran dan jiwa untuk mencapai relaksasi
(Liana, 2008). Dalam keadaan relaksasi secara alamiah akan memicu pengeluaran
hormon endorfin, hormon ini merupakan analgesik alami daritubuh sehingga nyeri akan
2.8 Pengkajian
1. Identitas
Terjadi pada usia ibu kurang 18 tahun atau lebih dari 35 tahun (Maryunani, 2016)
2. Status kesehatan saat ini :
a. Alasan periksa/Masuk Rumah Sakit
Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih, adanya gangguan serebral, gangguan
penglihatan, nyeri kepala, dan nyeri pada epigastrium, mual dan muntah, terdapat
edema pada ekstremitas, proteinuria, lebih dari 3 gr (Nuratif & Kusuma, 2016)
b. Keluhan utama : nyeri pada luka bekas sectio ceaserea di daerah perut (Solehati
& Kokasih, 2015)
c. Riwayat Obstetrik
Riwayat menstruasi : menarche, siklus, teratur tidak, lama, warna, bau,
banyak, flour albus, dismenorhe, HPHT.
Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu
Riwayat kehamilan terjadi hiperensi dan berisiko dilakukan persalinan
pervaginam, sehingga harus berakhir denga persalinan sectio caesarea, jika
tetap melakukan persalinan pervaginam dapat juga mengalami abortus
(Solehati & Kokasih, 2015)
Riwayat kehamilan sekarang
Pada umumnya, ibu hamil yang menderita PEB berakhir dengan persalinan
sectio caesarea (Solehat & Kosasih, 2015)
Riwayat keluarga berencana
Pemakaian kontrasepsi pada sebelum kehamilan berpengaruh signifikan
terhadap terjadinya preeklamsia (Setiawan, Rizky, 2016)
d. Riwayat Kesehatan
Pada riwayat kesehatan terdapat riwayat yang pernah dialami oleh ibu yang
mencakup; ibu pernah menderita penyait hiperensi sebelum hamil, mempunyai
riwayat preeklamsia pada kehamilan terdahulu, mudah terjadi pada ibu dengan
obesitas, pernah menderita penyakit ginjal kronis (Maryunani, 2016).
Selain tersebut terdapat riwayat penalit keluarga yaitu ada yang mempunyai
riwayat preeklamsia dalam keluarga atau penyakit keturunan.
3. Kebutuhan Dasar
Pola nutrisi dan metabolisme
Setelah paska operasi 6 jam puasa dan paska operasi pasien akan merasakan mual
dan muntah selama 12 jam
Pola eliminasi : adanya perasaan nyeri saat berkemih, buang air besar tidak lancer
karena adanya konstipasi
Pola kebersihan diri,
Karena kondisi psikis yang belum stabil, biaanya ibi post partum masih belum
cukup kooperatif untuk membersihakn diri
Pola istirahat tidur
Adanya nyeri pada luka post op dan pusing masih dirasakan, hal ini menyebaban
ibu sulit tidur
Pola aktivitas latihan
Biasanya ibu tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasanya karena masih terbaring
lemah, biasanya paska persalinan ibu diajarkan mobilisasi miring kanan/kiri, serta
sulit untuk berkonsentrasi karena adanya rasa nyeri (Solikhah, 2011)
4. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Pada ibu post sectio biasanya composmetis setelah efek anestesi
Tekanan darah : tekanan darah tidak berubah, kemungkinan akan lebih rendah
karena ada perdarahan
Pernafasan: frekuensi pernafasan normal pada orang dewasa 16-24 kali per menit,
pernafasan ini berhubungan dengan adanya keadaan suhu dan denyut nadi
Nadi : denyut nadi pada orang dewasa 60-100 kali perminit, paska melahirkan
denyut nadi dapat berubah menjadi bradikardia maupun cepat.
Suhu : dalam 1 hari post partum, suhu badan akan naik sedikit
Kepala dan rambut
Bersih, tidak ada pembengkakan , persebaran rambut rata, terjadi pusing karena
tekanan darah yang tinggi
Mata
Konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, respon cahaya pupil isokor +/+ dengan
diameter 2 mm, ekapresi wajah tampak meringis dengan mengetahui skala nyeri
dan gelisah akibat luka operasi
Hidung
Tidak ada sekret, tidak ada polip, tidak mengalami sinusitis
Leher
Tidak ada pembesaran tiroid, tidak ada nyeri tekan dan tidakk ada kaku kuduk
Dada
Paru-paru : pergerakan dada teratur, tidak ada kelainan terdengar suara sonor dan
tidak ada wheezing ataupun ronchi
Jantung : ictus kordis tidak tampak, ictus kordis teraba di ICS 5-6 midklavikula
sinistra, pada saat perkusi terdengan pekak, suara jantung terdengar bunyi jantung
S1 – S2 tunggal.
Payudara : kolostrum keluar, mamae membesar, aerola berwarna kehitaman, papilla
menonjoldan tidak ada nyeri tekan
Abdomen
Biasanya terdapat striae pada dinding abdomen, adanya luka jahitan operasi, adanya
nyeri tekan pada luka insisi, peristaltic usus menurun, pada fundus uteri ukuran 2
jari dibawah pusat, uterus saat dipalpasi keras.
Genetalia
Adanya pengeluaran lochea rubra pada hari pertama sampai har kedua post partum,
warnanya merah mengandung darah, dari luka pada plasenta, serabut deciduas dan
chorionserta berbau amis atau anyir, ada anus dan perineum tidak oedema dan juga
tidak ada luka jahitan
Ekstrimitas
Pada ekstrimitas atas tidak ada oedema ataupun varises, biasanya terpasang infuse
line
Pada ekstrimitas bawah ada oedema, persendian ekstrimitas bawah lemah, reflek
lemah, pergerakan terbatas.
5. Pemeriksaan Psikologis
Klien paska operasi sectio akibat nyeri, dapat mempengaruhi psikologis pasien
dalam jangka waktu yang lama, sehingga mengakibatkan adanya gangguan proses
pengenalan ibu dan bayi, hal ini akan mengakibatkan produksi ASI menurun atau tidak
keluar (Solehati & Kokasih, 2015)
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Urinalis : protein meningkat 5 gram/24 jam atau lebih, +++
atau+++++ pada pemeriksaan (Nuratif &Kusuma, 2016)
Hemoglobin/Hematokrit
Menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah sel darah putih
Diagnosa
Keperawatan NOC NIC
NANDA
Domain 8. Domain VI. Kesehatan Keluarga Domain 5. Keluarga
Seksualitas Kelas Z. Status kesehatan angota Kelas W. Perawatan melahirkan
Kelas 3. keluarga 6930. perawatan post partum
Reproduksi 2511. status maternal : post partum - Pantau tanda-tanda vital
00208. kesiapan Setelah dilakukan tindakan - Monitor lokia terkait dengan
peningkatan keperawatan selama .31-45 menit warna, jumlah,bau dan adanya
proses kehamilan kriteria hasil yang diharapkan: gumpalan
– melahirkan - 251107 Jumlah lokia (2-4) - Minta pasien untuk
- 251124 Warna lokia (2-4) mengosongkan kandung kemih
secara rutin sebelum
pemeriksaan postpartum dan
sesudahnya
- Pantau lokasi fundus, tinggi dan
tonus, pastikan untuk menopang
segmen bawah rahim selama
dilakukan palpasi
Domain 7. Domain 4 pengetahuan tentang Domain 5 keluarga
Hubungan peran kesehatan dan prilaku Kelas Z perawatan membesarkan
Kelas 1. Peran Kelas S pengetahuan tentang anak
pemberi asuhan kesehatan 6820 perawatan bayi
00164. kesiapan 1819 pengetahuan perawatan bayi - Dukung orang tua untuk
meningkatkan Setelah dilakukan tindakan berpartisipasi dalam
peran menjadi keperawatan selama lebih dari 1 jam aktifitas perawatan
orangtua dengan hasil kriteria yang diharapkan (memandikan, memberikan
- 181910. Teknik pemberian makan makan, memberikan obat
bayi (2-4) atau mengganti balutan)
- 181913. Memandikan bayi (2-4) - Berikan makanan pada anak
- 181914. Perawatan tali pusat (2- sesuai usia perkembangan
4) - Sediakan informasi pada
orangtua mengenai
perkembangan dan
membesarkan anak
- Monitor berat dan panjang
pada bayi
- Ganti popok
- Jaga agar tali pusat tetap
kering
3.1 PENGKAJIAN
Tanggal pengkajian : 10 januari 2019
I. Identitas klien
Nama : Ny.T
Umur : 29 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Suku Bangsa : Jawa
Pendidikan : SD
Alamat : Kp. Cituis RT 003 RW 001
Surya bahari, Paku haji
Diagnosa medis : G1 P1 A0 Post SC Dengan Pre Eklamsia Berat
Tipe Umur
No BB waktu lahir Keadaan bayi waktu lahir
Persalinan Sekarang
1 Sectiocaesarea 3000g Bayi langsung menangis 0 hari
setelah lahir
Keluhan utama saat pengkajian : Ny. T mengeluh nyeri pada luka operasi perut bagia
nbawah. Penyebab nyeri karena ada luk aoperasi, nyeri operasi caesar seperti di iris-
iris, nyeri terasa pada bagian perutbawah saja, skala nyeri yang dirasakan Ny.T
skala 7, nyeri terasa hebat bila bergerak.
Masalah prenatal : N y. T mengatakan saat kehamilannya memasuki bulan ke 6
pasien mengalami darah tinggi,
Riwayat persalinan sekarang : pada persalinan saat ini Ny.T melalui persalinan
dengan proses section caesarea
Riwayat kesehatan yang lalu : pasien mengatakan ada darah tinggi sejak usia
kehamilan 6 bulan
Riwayat kesehatan keluarga : Tidak ada kelainan darah tinggi dalam keluarga
Riwayat KB : belum pernah menggunakan alat kontrasepsi apapun
Rencana KB : terpasang iud
Perineum
- Utuh, tidakepisiotomi, ruptur : utuh tidak ada robekan dan tidak di
jahitkarenapasienmelahirkansecara SC
- REEDA sign : tidak ada luka jahit dan tidak terdapat tanda-tanda REEDA
- Kebersihan
Genetalia Jumlah Warna Konsistensi Nyeri Bau
Perdarahan ada perdarahan pervaginam Merah Cair - amis
pervaginam Tidak ada fluor segar
n 500 ml
kateterisasi
DO :
- Ny.T tampak meringis kesakitan,
dengan sakala nyeri 7, tampak
menunjukan daerah sumber nyeri,
pasien post op sc, tampak luka operasi
di bagian abdomen bawah di tutup
verban, tidak terdapat rembesan.
- Observasi vital sign
Tekanan darah = 160/100 mmHg
Suhu = 36,7°C
Pernafasan = 23x/menit
Nadi = 104x/menit
2 DS :
- Ny.T mengatakan baru saja melahirkan Domain 7. Hubungan peran
anak pertamanya Kelas 1. Peran pemberi asuhan
- Ny.T mengatakan ingin merawat 00164. kesiapan meningkatkan peran
anaknya dengan baik menjadi orangtua
DO :
- Ny.T tampak ingin mengetahui dan
banyak bertanya cara merawat bayi
baru lahir dengan benar
3 DS :
- Ny. T mengatakan ingin memberikan Domain 2. Nutrisi
ASI eksklusif kepad a bayinya Kelas 1. Makan
- Ny.T mengatakan asinya belum keluar 00106. Kesiapan Meningkatkan
- Ny.T menanyakan mengenai teknik Pemberian ASI
menyusui yang benar
DO :
- Ny.T tampak semangat ingin
memberikan ASI eksklusif
- Ny.T tampak banyak bertanya
mengenai teknik menyusui
- Tampak asi dan kolostrum belum
keluar, putting menonjol.
3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa
Keperawatan NOC NIC
NANDA
Domain 12 : Domain 5: Kondisi kesehatan Domain 1 Fisiologi Dasar
Kenyaman yang diharapkan
Kelas E Peningkatan
Kelas 1 : Kelas V Status gelaja
kenyamanan fisik
Kenyamanan 2102 Tingkat nyeri
Fisik 1400 Manajemen Nyeri
Hari I
Hari/Tanggal : kamis / 10 januari 2019
Diagnosa
Keperawatan Jam Implementasi Evaluasi
NANDA
Domain 12 : 15.00 1. Memantau tanda-tanda S : Ny. T mengatakan
kenyamanan vital masih nyeri pada
Kelas 1 Hasil : TD 160/100 luka operasi
:kenyamananfisik mmHg O :Ny. T tampak
Nyeri akut 00132 S: 36,7 c meringis bila
R:23x/menit bergerak.
16.10 N: 104x/menit Skala nyeri 5
2. Mengkajiskalanyeri - Tanda vital
16.30 Hasil : Skala 7 Td : 160/100
3. Menganjurkan pasien mmHg
untuk melakukan tekhnik S : 36,7
relaksasi gengam jari RR : 23x/menit
selama 10 menit. N : 104x/menit
17.40 Hasil:pasien tampak A :Masalah keperawatan
relaks. nyeri teratasi
4. Kolaborasi pemberian sebagian
obatan algetik: ketoprfen P : lanjutkan intervensi
18.00 supp 200 mg. - Pantau tanda-tanda
5. Memberi dukungan vital
pasien untuk tidur/ - Kaji skala nyeri
istirahat untuk - Anjurkan tekhnik
mengurangi nyeri relaksasi
- Kaloborasi
pemberian terapi
sesuai instruksi
Hari II
Hari / tanggal : jum’at, 11 januaru2019
P : Lanjutkan
Iintervensi
- Pantau tanda-
tanda vital
- Kaji skala nyeri
- Lakukan tehnik
relaksasi genggam
jari
PEMBAHASAN
Tehnik relaksasi genggam jari merupakan cara yang mudah untuk mengelola
emosi dan mengembangkan kecerdasan emosional. Di sepanjang jari-jari tangan kita
terdapat saluran atau meridian energi yang terhubung dengan berbagai organ dan emosi
(Puwahna, 2011). Titik-titik repleksi pada tangan memberikan rangsangan secara reflex
(spontan) pada saat genggaman. Rasangan tersebut akan mangalirkan semacam
gelombnag kejut atau listrik menuju otak. Gelombang tersebut diterima otak dan diproses
dengan cepat diteruskan menuju saraf pada organ tubuh yang mengalami gangguan,
sehingga sumbatan di jalur energi menjadi lancar.
Dari beberapa penelitian atau jurnal diatas, maka kelompok sepakat untuk
menerapkan jurnal tersebut kepada pasien kelolaan kelompok yaitu Ny. T.
Berdasarkan jurnal diatas dan yang telah diterapkan kepada pasien kelolaan
kelompok, Pasien Ny. T adalah pasien post operasi sectio ceasereasebelum 24 jam
setelah operasi, saat dilakukan pengkajian pasien menyatakan nyeri yang hebat dengan
skala 7, dan setelah dilakukan tindakan relaksasi genggam jari, pasien sangat kooperatif,
sehingga mendapatkann hasil yang bagus. Pada tindakan pertama pasien mengalami
penurunan skala nyeri dari 7 turun menjadi 5, setelah dilakukan tindakan relaksasi
genggam jari yang kedua, mendapatkan hasil yang lebih baik lagi dibanding yang
pertama yakni skala nyeri turun dari 6 ke skala nyeri 2, setelah mendapatkan hasil yang
sangat bagus dan pasien juga bisa diajak kerjasama maka kelompok mengajarkan kepada
pasien untuk selalu menerapkan secara mandiri apa yang telah kelompok ajarkan/berikan.
Dari penerapan jurnal yang diberikan kelompok kepada pasien kelolaan, dan dilihat dari
hasilnya maka penerapan jurnal tentang relaksasi genggam jari berhasil, sesuai dengan
yang ada didalam jurnal.
Kelompok tertarik untuk membuat makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pasien
Postpartum Sectio caesear indikasi Preeklampsia Berat dengan Inovasi relaksasi
genggam jari untuk mengurangi nyeri Post Sectio caesarea, tindakan pemberian
relaksasi dengan genggam jari merupakan hal yang penting dilakukan pada pasien
dengan Post Sectio caesarea, karena pasien mengalami nyeri, pasien yang mengalami
nyeri pada Post SC akan berfokus pada diri sendiri peran sebagai ibu akan mengalami
gangguan. Dengan diberikannya tehnik relaksasi ganggam jari sangat efektif untuk
mengurangi nyeri pasien, sehingga akan meningkatkan rasa nyaman, pasien akan lebih
mampu melakukan tugas sebagai ibu. Dengan mengetahui cara pemberian relaksasi
genggam jari, diharapkan tindakan relakasi yang dilakukan dengan benar sehingga bisa
mengurangi nyeri dan meningkatkan rasa nyaman pasien. Dan dengan adanya Asuhan
Keperawatan kelompok kami dengan memberikan tehnik relaksasi genggam jari pada
pasien post SC, dapat memberikan tambahan pengetahuan baru bagi seluruh perawat
yang ada di Rumah Sakit.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Sectio ceasarea adalah persalinan melalui sayatan pada dinding abdomen dan uterus yang
masih utuh dengan berat janin dari 1000 gr atau umur kehamilan > 28 minggu. Dari uraian
diatas kelompok dapat mengambil kesimpulan :
1. Pengkajian asuhan keperawatan pada pasien sectio caesarea indikasi PEB dengan
inovasi relaksasi genggam jari untuk mengurangi nyeri post SC di ruang rawat Aster
Rumah Sakit Kabupaten Tangerang tahun 2019 dapat dilakukan dengan baik dan
tidak menemukan kesulitan dalam pengumpulan data.
2. Pada diagnosa asuhan keperawatan tersebut dirumuskan 3 diagnosa keperawatan pada
tinjauan kasus.
3. Pada perencanaan asuhan keperawatan, semua perencanaan dapat diterapkan sesuai
dengan tinjauan kasus dan perencanaan tentang inovasi juga dapat diterapkan.
4. Pada implementasi asuhan keperawatan dan penerapan inovasi tentang genggam jari
untuk mengurangi nyeri pasien dapat dilakukan dengan baik
5. Evaluasi pada pasien, semua masalah hampir teratasi semua, dan direncanakan
perawatan hari ke 3 pasien boleh pulang.
5.2 Saran