Anda di halaman 1dari 5

BAB V

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini, pola pemberian ASI dibedakan menjadi pola ASI eksklusif
dan ASI non-eksklusif. ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja sejak lahir sampai
bayi berusia 6 bulan tanpa tambahan apa pun kecuali obat-obatan sedangkan ASI non
eksklusif adalah pemberian ASI yang ditambah dengan makanan atau minuman lain
sebelum bayi berusia 6 bulan. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.1, usia ibu
mayoritas adalah 20-35 tahun. Hal tersebut menunjukan kecenderungan untuk lebih
memberikan ASI pada usia ibu 20-35 tahun. Usia 20-35 tahun dapat dikatakan usia
dewasa.36 Ibu yang lebih dewasa cenderung memberikan ASI hingga enam bulan
dibandingkan dengan ibu yang lebih muda.37 Namun, tidak semua wanita mempunyai
kemampuan yang sama dalam menyusui. Pada umumnya wanita lebih muda,
kemampuan menyusui lebih baik dari pada wanita yang lebih tua. Salah satu faktor
penyebabnya adalah adanya perkembangan kelenjar yang matang pada pubertas dan
fungsinya yang berubah sesudah melahirkan bayi.34
Usia juga merupakan salah satu faktor dalam pemilihan dan penggunaan alat
kontrasepsi. Faktor ini dianggap sangat berpengaruh karena berhubungan dengan
kematangan dan cara pandang seseorang dalam mengambil sebuah keputusan. Secara
umum, ibu dengan usia muda lebih cenderung memilih alat kontrasepsi yang
digunakan oleh kebanyakan orang. Wanita muda cenderung menggunakan alat
kontrasepsi berupa pil, suntik, dan implan sementara pada mereka yang lebih tua
cenderung memilih alat kontrasepsi jangka panjang seperti IUD, terilitas wanita, dan
sterilitas pria.superscrip Penelitian yang dilakukan oleh Kusuma mengatakan, usia 20-35
tahun merupakan fase untuk menjarangkan kehamilan, sehingga alat kontrasepsi yang
paling dianjurkan adalah alat kontrasepsi jangka pendek yang memiliki reversibilitas
tinggi, artinya kembalinya kesuburan dapat terjamin. Usia responden di atas > 35
tahun sebaiknya mengakhiri masa subur, dikarenakan alasan medis serta menyebabkan
terjadinya komplikasi. 33
Selain usia, pekerjaan juga menjadi salah satu faktor yang berpengaruh dalam
pola pemberian ASI. Mayoritas pekerjaan ibu pada penelitian ini adalah tidak bekerja
yaitu sebanyak 71 responden (74,0%) dan yang bekerja sebanyak 25 responden

37
(26,0%). Ibu yang tidak bekerja mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk
menyusui bayi di banding ibu yang bekerja. Meskipun demikian, sebenarnya ibu yang
bekerja pun masih tetap bisa memberikan ASI eksklusif dengan cara memberikan ASI
perah saat ibu di tempat kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Zakiyah mendapatkan
hasil terdapat hubungan antara status pekerjaan ibu dengan pemberian ASI. Zakiyah
menyatakan ibu yang tidak bekerja akan berpeluang memberikan ASI 16,4 kali
dibandingkan ibu yang bekerja. Kesibukan akibat bekerja di luar rumah menghambat
ibu untuk menyusui anaknya dengan baik. Hal ini mengakibatkan terhambatnya upaya
untuk memberikan ASI, terlebih secara eksklusif.35
Pekerjaan merupakan salah satu faktor penyebab pemakaian alat kontrasepsi.
Dengan banyaknya wanita yang berstatus tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga
akan ikut serta dalam program KB. Karena sebagian besar Ibu Rumah Tangga
memiliki waktu tidak terbatas untuk melakukan akses pelayanan KB. Menurut
Kusuma, alasan ibu rumah tangga sebagai pengguna kontrasepsi terbanyak karena ibu
rumah tangga mempunyai banyak waktu berkunjung ke puskesmas sedangkan
pengguna kontrasepsi bekerja sebagai pegawai swasta tidak punya waktu ke
puskesmas karena jam pelayanan KIA/KB dan konsultasi dengan dokter spesialis buka
dari jam 8 hingga jam 12 pada hari kerja.33
Pada tabel 4.3 didapatkan hasil sebagian besar responden yang mempunyai
kurang dari 2 anak yaitu sebesar 37% sedangkan lebih dari sama dengan 2 sebesar
63%. Jumlah persalinan yang pernah dialami memberikan pengalaman pada ibu dalam
memberikan ASI kepada bayi. Pada ibu dengan paritas 1-2 anak sering menemui
masalah dalam meberikan ASI. Masalah yang paling sering muncul adalah puting susu
yang lecet akibat kurangnya pengalaman yang dimiliki sehingga mengalami
permasalahan dalam menyusui.33 Paritas ada kaitannya dengan arah pencarian
informasi tentang pengetahuan ibu dalam menyusui. Pengalaman yang diperoleh ibu
dapat memperluas pengetahuan seseorang dalam pemberian ASI. Bahwa pengalaman
ibu dalam mengurus anak berpengaruh terhadap pengetahuan tentang ASI.38
Kemampuan seorang wanita untuk melahirkan atau fertilitas merupakan aspek
demografis yang dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah
penggunaan kontrasepsi. Wanita usia muda cenderung memilih menggunakan alat
kontrasepsi jangka pendek seperti pil, kondom, suntik. Hal ini disebabkan karena

38
mereka masih menginginkan tambahan anak. Sedangkan kontrasepsi jangka panjang
seperti IUD, Implan, Medis Operasi Wanita (MOW/Sterilisasi wanita), Medis Operasi
Pria (MOP/Sterilisasi pria) digunakan oleh kelompok wanita usia tua dimana
cenderung sudah tidak menginginkan tambahan anak lagi. superscrip
Pendidikan berdampak pada peningkatan wawasan atau pengetahuan
seseorang. Seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan
yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih
rendah. Pendidikan sangat berpengaruh terhadap pemberian ASI. Ibu yang
berpendidikan tinggi lebih menyadari keuntungan psikologis dan fisiologis sehingga
tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung untuk memberikan ASI.4 Tingkat
pendidikan pada penelitian ini didominasi oleh responden SLTA/SMA yaitu sebanyak
53 responden (55,3%). Pada penelitian Ida, presentasi ibu yang pendidikan tinggi dan
memberikan ASI lebih besar yaitu 28,7% dibandingkan ibu yang pendidikan rendah
yaitu hanya 20,3%. 33
Berdasarkan distribusi tingkat pendidikan, lebih banyak responden yang
berpendidikan terakhir SMA yang tergolong pendidikan tinggi. Pendidikan merupakan
tingkat pendidikan yang formal dari suatu institusi yang mencakup tingkat SD atau
sederajat, SMP atau sederajat, SMA atau sederajat dan akademi atau perguruan tinggi.
Tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang mempunyai pengaruh terhadap tingkat
reproduksi dan penggunaan alat kontrasepsi. Pengetahuan yang didapatkan oleh
seseorang tentang metode kontrasepsi berdampak pada pemilihan jenis alat
kontrasepsi. Bagi sebagian akseptor dapat menerima risiko efek samping dari jenis
kontrasepsi yang dipilih, tetapi bagi yang tidak bisa menerimanya akseptor akan
memilih kontrasepsi lain.34 Pemakai kontrasespsi modern yang berpendidikan lebih
tinggi lebih banyak memperoleh informasi mengenai efek samping atau masalah dari
metode yang digunakan dan lebih responsif mengambil tindakan jika timbul efek
samping. superscrip
Data hasil penelitian ini terlihat pada tabel 4.6 dimana didapatkan bahwa dari
47 responden yang menggunakan alat kontrasepsi hormonal, sebanyak 28 responden
(59,6%) dengan pola menyusui non-eksklusif, sedangkan dari 49 responden yang
menggunakan alat kontrasepsi non-hormonal, sebanyak 13 responden (26,5%) dengan
pola menyusui non-eksklusif. Hasil analisa menggunakan uji chi-square didapatkan p-

39
value 0.002, artinya lebih kecil dibandingkan dengan nilai p (<0.05). Dengan demikian
dapat disimpulkan secara statistik dengan derajat kepercayaan 95%, diyakini ada
hubungan antara penggunaan alat kontrasepsi hormonal dengan pola menyusui ibu di
wilayah kerja Puskesmas Kedoya Utara periode Juni 2019. Hasil Odd Ratio (OR)
diperoleh nilai 4.081, artinya ibu yang menggunakan alat kontrasepsi hormonal
berpeluang untuk mempunyai pola menyusui non-eksklusif 4,081 kali lebih besar
dibandingkan dengan penggunaan alat kontrasepsi non-hormonal.
Penggunaan alat kontrasepsi pada ibu menyusui perlu diperhatikan agar tidak
mengurangi produksi ASI. Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi estrogen dan
progestin berkaitan dengan penurunan volume dan durasi, sebaliknya bila pil hanya
mengandung progestin maka tidak ada dampak volume ASI.39 Bagi Ibu yang dalam
masa menyusui, tidak dianjurkan menggunakan kontrasepsi yang mengandung
estrogen karena hal ini dapat mengurangi jumlah produksi ASI, sehingga dapat
mengurangi kelancaran pengeluaran ASI selama masa laktasi.
Kadar estrogen yang tinggi pada kontrasepsi dapat menekan FSH, sehingga
merangsang lobus anterior hipofise untuk mengeluarkan luteinising hormone. Produksi
luteinising hormone ini dibawah pengaruh releasing hormone yang disalurkan dan
hipotalamus ke hipofisis. Adanya sekresi luteinising hormone, maka dapat
menyebabkan hipotalamus untuk melepas faktor penghambat prolactin (PIF) yang
dianggap sebagai dopamin. Dopamin ini dapat menurunkan sekresi prolaktin sampai
sepuluh kali lipat. Bila sekresi prolaktin dihambat, maka sel-sel alveoli pada payudara
tidak akan memproduksi air susu. Dengan tidak adanya produksi air susu, maka
pengeluaran ASI juga terhambat. Kontrasepsi yang tidak mempengaruhi produksi dan
pengeluaran ASI antara lain, metode kontrasepsi non hormonal dan metode hormonal
yang hanya mengandung progesterone.38
Metode kontrasepsi dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 ketogri, yakni
kontrasepsi hormonal dan kontrasepsi non-hormonal. Kontrasepsi hormonal adalah
kontrasepsi dengan cara mencegah indung telur untuk melepaskan sel telur, membuat
sperma sukar untuk bertemu sel telur, menjaga agar dinding rahim tidak bisa menjadi
lahan kehamilan. Menggunakan kontrasepsi hormonal seperti suntik, pil, dan implant
pada fase menjarangkan kehamilan adalah cara yang paling efektif. Pilihan utama
kontrasepsi pada fase mengakhiri kehamilan adalah kontrasepsi mantap karena takut

40
kegagalan penggunaan kontrasepsi lain menyebabkan terjadinya kehamilan dengan
risiko tinggi bagi ibu maupun anak, dan ibu memang tidak menginginkan memiliki
anak kembali. Di samping jika pasangan akseptor tidak menginginkan untuk
mempunyai anak kembali, kontrasepsi yang cocok dan disarankan adalah tubektomi.
Menggunakan kontrasepsi jenis pil oral pada usia ibu yang relatif tua kurang
disarankan karena kemungkinan timbul efek samping yang berakibat terjadinya
komplikasi.33

41

Anda mungkin juga menyukai