Tinjauan Pustaka
Dalam analisis jurnal mengenai manajemen kinerja di Polandia terdapapt beberapa
literature review, menurut Guest (1997) mencatat bahwa telah menjadi tren yang dominan di
kalangan akademisi untuk menyelidiki hubungan antara HRM dan kinerja organisasi, menurut
(Wright & McMahan, 1992) Hubungan ini telah didefinisikan sebagai penyebaran SDM yang
direncanakan, dengan kegiatan yang dimaksudkan untuk memungkinkan suatu organisasi
mencapai tujuan dan sasarannya, menurut Delaney dan Huselid (1996) menemukan bahwa
praktik yang konsisten dengan strategi HRM keterlibatan tinggi, seperti kepegawaian,
kompensasi atau pelatihan, secara positif terkait dengan kinerja organisasi.
Terdapat catatan mengenai literatur tentang hubungan antara HRM dan kinerja
organisasi tidak hanya memunculkan kesamaan, tetapi juga kontradiksi karena Sebagian besar
kontradiksi muncul dalam pergeseran dari pendekatan universalistik ke pendekatan kontekstual
menurut (Boselie, Dietz, & Boon, 2005; Katou & Budhwar, 2006; Wright & Boswell, 2002),
Model pertama mengenai manajemen kinerja telah diungkapkan menurut Maier (1958)
Dia berasumsi bahwa kinerja adalah hasil dari kapasitas karyawan dikalikan dengan kemauan
dan peluang selain itu Kapasitas karyawan mengacu pada kemampuan karyawan untuk
melakukan pekerjaan tertentu dan berasal dari struktur modal manusia (kesehatan,
pengetahuan, keterampilan, dll.) lalu Kesediaan mengacu pada motivasi karyawan untuk
melakukan tugas dan terlihat dalam perilaku karyawan, intensitas upaya yang dikeluarkan, dan
tekad yang ditunjukkan saat tugas sedang dilakukan. Saat ini, manajemen kinerja adalah
pendekatan yang paling umum untuk pengukuran dan evaluasi kinerja karyawan. Ini terutama
berlaku di perusahaan multinasional (MNC).
Pendapat lain mengenai manajemen kinerja juga diungkapkan menurut Armstrong dan
Baron (2005) memandang manajemen kinerja sebagai proses alami manajemen yang
berkontribusi pada manajemen efektif individu dan tim yang bertujuan untuk pencapaian
tingkat tinggi kinerja organisasi. Selain itu, sebagian besar penulis berasumsi bahwa PM
menetapkan pemahaman bersama tentang apa yang harus dicapai, serta pendekatan untuk
memimpin, bersama dengan pengembangan karyawan yang akan memastikan bahwa tujuan
tercapai (Armstrong & Baron, 2005).
Menurut (Pocztowski, 2007) terdapat penilaian kinerja tradisional dalam serangkaian
fitur-fiturnya, yang pertama pendekatan holistik dan kompleks yang mempertimbangkan
seluruh rantai sebab-akibat dalam proses kerja; misalnya, kompetensi karyawan, perilaku dan
efek dari pekerjaan mereka, yang kedua mata rantai dalam proses manajemen kinerja dianalisis
untuk mengidentifikasi hubungan dan pengaruhnya terhadap situasi situasional, yang ketiga
manajemen kinerja harus didasarkan pada motivasi karyawan daripada manajemen atas
perintah, dan yang terakhir yaitu manajemen kinerja yang dipersepsikan sebagai proses harus
berjuang menuju terciptanya budaya organisasi di mana individu dan tim bertanggung jawab
atas peningkatan berkesinambungan organisasi. Lalu terdapat prinsip-prinsip manajemen
kinerja yang menjadi pendekatan ini yang di sampaikan oleh Armstrong (2000) yaitu:
Terjemahan tujuan perusahaan menjadi divisi, departemen, tim, dan individu
Mendukung klarifikasi tujuan organisasi
Proses permanen dan evolusi di mana kinerja meningkat dari waktu ke waktu
Penciptaan pemahaman bersama tentang apa yang diperlukan untuk meningkatkan
kinerja dan bagaimana ini harus dicapai
Dorongan manajemen diri
Membutuhkan gaya manajemen yang terbuka dan jujur serta didasarkan pada dua arah
Komunikasi antara atasan dan bawahan
Umpan balik terus menerus
Umpan balik yang memungkinkan individu untuk memodifikasi tujuan organisasi
berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang dikumpulkan di tempat kerja
Pengukuran dan penilaian semua kinerja terhadap sasaran yang disepakati dan
Penerapan untuk semua staf
Manfaat dari manajemen kinerja menurut (Delery & Doty, 1996; Sparrow & Hiltrop,
1994) yaitu bahwa manajemen kinerja dapat mendukung perusahaan dalam memasukkan
strategi ke dalam upaya individu karyawan dan mengubah potensi karyawan menjadi hasil
yang diinginkan, lalu menurut (Risher, 2003) yaitu bertujuan untuk menekankan dan
mendorong perilaku yang diinginkan dan dihargai, dan manfaat lainnya menurut
(Tahvanainen, 2000) dapat membantu memotivasi karyawan menuju kinerja yang baik dan
juga dapat memperkuat komitmen karyawan, selanjutnya manajemen kinerja dapat membantu
dalam proses organisasi lainnya, seperti pembelajaran organisasi, manajemen pengetahuan,
manajemen karir dan manajemen perubahan. Manajemen kinerja yang efektif sangat berguna
untuk perusahaan multinasional, karena dapat membantu organisasi semacam itu dalam
mengelola kelompok karyawan yang unik dan strategis, seperti ekspatriat.
Para peneliti telah mengidentifikasi faktor-faktor penentu yang memengaruhi kinerja,
dari individu hingga tim dan organisasi, hingga lingkungan. Menurut Pil dan Leana (2009)
menunjukkan bahwa modal manusia (kemampuan kumulatif, pengetahuan dan keterampilan
individu) dikembangkan melalui pendidikan formal dan informal, di mana pengalaman
memainkan peran strategis dalam kinerja individu dan menurut (Latham & Wexley, 1981)
bahwa Organisasi juga dapat melibatkan entitas eksternal dalam proses, dengan asumsi mereka
dapat mendasarkan evaluasi mereka pada pengamatan langsung dari pelaksanaan tugas
karyawan.
Menurut literature, penilaian karyawan digunakan untuk menjadi subyektif dan agak
tidak menentu sampai akhir 1980-an ketika ada peningkatan minat dalam masalah yang
berkaitan dengan desain dan implementasi sistem penilaian. Lalu sampel yang dilakukan oleh
(Weinstein & Obło'j , 2002) mengungkapkan bahwa sistem penilaian karyawan telah
diperkenalkan di sebagian besar organisasi yang diteliti (90%) pada awal 1990-an.
Terdapat fitur-fitur yang berfokus pada struktur sistem penilaian karyawan di
perusahaan. Fitur yang pertama penilaian karyawan tidak berubah selama beberapa tahun
terakhir, lalu hasil penilaikan kariawan menurut Urbaniak dan Bohdziewicz (2002) bahwa
untuk merencanakan pelatihan (93,8%), penempatan staf (87,5%), kebijakan promosi (84,4%),
remunerasi (81,3%), karier (75%), karier (75%), perampingan (28,1%) dan pembaruan data
pribadi (25%) fitur yang kedua sistem penilaian karyawan terhubung dengan aktor SDM
manurut (Czubasiewicz, 2005; Pauli, 2007; Urbaniak & Bohdziewicz, 2009) bahwa manajer
lini telah memainkan peran paling aktif dalam penilaian karyawan. Karyawan itu sendiri adalah
entitas penilai terpenting berikutnya dalam organisasi yang diperiksa. Fitur yang ketiga
kecenderungan untuk melibatkan entitas lain dalam proses penilaian menurut (Rostkowski,
2002; Sidor-Rza˛dkowska, 2006) yaitu Pada akhir 1990-an, 'mode untuk kompetensi' muncul
di antara perusahaan yang beroperasi di pasar Polandia - tidak hanya perusahaan swasta, tetapi
juga mereka yang beroperasi di sektor public.
Pertimbangkan (Nadolski, 1972) untuk memilik metode dalam penilaian kariawan yang
digunakan sekaligus yang beroperasi di pasar Polandia itu perlu digarisbawahi bahwa lembar
penilaian sudah digunakan di Polandia pada tahun 1970-an, terutama di industry.