Anda di halaman 1dari 56

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Karakteristik Kurikulum 2013

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,

isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman

penyelenggaraan kegiatan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (UU No. 20

Tahun 2003; PP No. 19 Tahun 2005). Dalam suatu sistem pendidikan, kurikulum

memiliki sifat dinamis serta harus selalu dilakukan perubahan dan pengembangan,

agar dapat mengikuti perkembangan dan tantangan zaman. Berdasarkan hasil

survei dari “Trends in International Math and Science” tahun 2007 yang

dilakukan oleh Global Institute, menunjukkan hanya 5 persen peserta didik

Indonesia yang mampu mengerjakan soal penalaran berkategori tinggi; padahal

peserta didik Korea dapat mencapai 71 persen. Data lain diungkapkan oleh

Programme for International Student Assessment (PISA), hasil studinya tahun

2009 menempatkan Indonesia pada peringkat bahwa 10 besar dari 65 negara

peserta PISA. Berdasarkan hasil dari kedua survei tersebut dapat disimpulkan

bahwa: prestasi peserta didik Indonesia tertinggal dan terbelakang (Mulyasa,

2013: 60). Di samping itu, perlunya perubahan kurikulum juga disebabkan karena

implementasi KTSP 2006 masih belum optimal karena berbagai faktor, di

antaranya kompetensi guru dan sarana dan prasarana yang masih terbatas, serta

sistem penilaian yang masih lemah (Subandi, 2013).

11
12

Menyikapi hal tersebut, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, telah

menyiapkan kurikulum baru yang disebut dengan Kurikulum 2013. Kurikulum

2013 mendefinisikan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) sebagai kriteria

mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup dimensi sikap,

pengetahuan, dan keterampilan. Adapun struktur Kurikulum 2013 yang memenuhi

komponen hasil belajar sebagaimana dituangkan dalam UU No.20 Tahun 2003

pasal 3, yakni sebagai berikut:

Tabel 2.1 Struktur Kurikulum 2013

Dimensi Deskripsi Kompetensi


Sikap Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Kompetensi
Spiritual Maha Esa Inti 1 (KI 1)
Sikap Sosial Berakhlak mulia, sehat, mandiri, dan Kompetensi
demokratis serta bertanggung jawab Inti 2 (KI 2)
Pengetahuan Berilmu Kompetensi
Inti 3 (KI 3)
Keterampilan Cakap dan kreatif Kompetensi
Inti 4 (KI 4)
(Sumber: Diadaptasi dari Abdullah Sani, 2013: 49)

Secara umum, proses pembelajaran yang dilakukan dimulai dari KI-3 dan

KI-4, sedangkan KI-1 dan KI-2 merupakan dampak yang diharapkan muncul dari

proses pemerintahan. Sementara pembelajaran untuk kelompok mata pelajaran

agama dan akhlak mulia dapat memberikan contoh, keteladanan, dan pembiasaan

agar siswa memiliki KI-1 dan KI-2 (Abdullah, 2013: 49).

Berikut dijabarkan alur proses pembelajaran sesuai pada Gambar 2.1

Urutan Proses Pembelajaran sesuai Kompetensi berikut ini:

Belajar Belajar Belajar


Pengetahuan Keterampilan Sikap

Sumber: Kemendikbud, 2013


Gambar 2.1 Urutan Proses Pembelajaran Sesuai Kompetensi
13

B. Tinjauan Tentang Pembelajaran IPA

Menurut Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, yang dimaksud dengan pembelajaran adalah proses interaksi

peserta didik. Winkel (1991) yang dikutip oleh Siregar dan Nara (2011),

mendefinisikan bahwa yang dimaksud pembelajaran adalah seperangkat tindakan

yang dirancang untuk mendukung proses belajar siswa. Sementara Gagne (1985)

yang juga dikutip oleh Siregar dan Nara (2011), mendefinisikan pembelajaran

yeng lebih lengkap, yakni sebagai berikut:

Instruction is intended to promote learning, external situation need to be


arranged to active, support and maintanin in the internal processing that
constitutes each learning.

Pada penjelasan di atas bahwasannya pembelajaran dimaksudkan untuk

menghasilkan belajar, situasi eksternal harus dirancang sedemikian rupa untuk

mengaktifkan, mendukung, dan mempertahankan proses internal yang terdapat

dalam setiap peristiwa belajar.

Berdasarkan beberapa uraian dari pengertian di atas dapat disimpulkan

bahwa pembelajaran merupakan upaya sadar dari guru untuk membuat siswa

belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar,

dengan perubahan tersebut maka didapatkannya kemampuan baru yang berlaku

dalam waktu relatif lama dan karena adanya usaha (Murjiah, 2010: 2).

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan

pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Sejalan dengan Kurikulum 2013

menyatakan bahwa, “Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara

mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan
14

kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga

merupakan suatu proses penemuan” (Depdiknas, 2013).

Mata pelajaran IPA dikembangkan melalui kemampuan berpikir analitis,

induktif, dan deduktif untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan

peristiwa alam sekitar. Penyelesaian masalah yang bersifat kualitatif dan

kuantitatif dilakukan dengan menggunakan pemahaman dalam bidang biologi,

fisika, kimia dan pengetahuan pendukung lainnya (BSNP, 2006). Menurut

Depdiknas (2013), mata pelajaran IPA berfungsi untuk menanamkan kesadaran

terhadap keindahan dan keteraturan alam siswa sehingga dapat meningkatkan

keyakinannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai warga negara yang

menguasai sains dan teknologi untuk meningkatkan mutu kehidupan dan

melanjutkan pendidikan.

C. Karakteristik Perangkat Pembelajaran dengan Pendekatan Scientific

Gagne (1977), seperti yang dikutip oleh Siregar dan Nara (2011),

mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan pembelajaran adalah seperangkat

peristiwa-peristiwa eksternal yang dirancang untuk mendukung beberapa proses

belajar yang sifatnya eksternal. Proses belajar terjadi karena adanya interaksi

individu dengan lingkungannya. Proses belajar dapat terjadi kapan saja terlepas

dari ada atau tidaknya interaksi anatar individu dan lingkungannya (Siregar dan

Nara, 2011).

Di dalam pembelajaran, peserta didik didorong untuk menemukan sendiri

dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan

yang sudah ada dalam ingatannya, dan melakukan pengembangan menjadi


15

informasi atau kemampuan yang sesuai dengan lingkungan dan jaman tempat dan

waktu ia hidup. Hal tersebut tentunya tidak terlepas dari peran seorang guru dalam

menyusun perangkat pembelajaran. Perangkat pembelajaran merupakan salah satu

wujud persiapan yang dilakukan oleh guru sebelum melakukan penyelenggaraan

kegiatan pembelajaran (Mitarlis dan Mulyaningsih, 2009: 1).

Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun perangkat

pembelajaran secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara

interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk

berpartisipasi aktif, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan

perkembangan fisik serta psikologis siswa (Depdiknas, 2007). Perangkat

pembelajaran IPA yang akan dikembangkan oleh peneliti adalah silabus, RPP,

bahan ajar (buku siswa dan LKS), dan tes hasil belajar.

1. Silabus

Silabus merupakan rencana pembelajaran pada suatu mata pelajaran yang

mencakup Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar, materi pembelajaran, kegiatana

pembelajaran, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar (Permendikbud

Nomor 58 Tahun 2014).

Silabus merupakan dokumen dasar penting bagi guru untuk membuat

perencanaan pembelajaran. Dari silabus nanti diturunkan menjadi RPP dan

digunakan dalam KBM. Silabus kurikulum 2013 mengalami perubahan seiring

dengan perkembangan implementasi kurikulum 2013.

Dalam Permendikbud No. 58 Tahun 2014, Silabus Kurikulum 2013

Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah dikelompokkan atas:


16

a. silabus mata pelajaran umum Kelompok A dikembangkan oleh Pemerintah.

b. silabus mata pelajaran umum Kelompok B dikembangkan oleh Pemerintah

dan dapat diperkaya dengan muatan lokal oleh pemerintah daerah.

2. RPP

Agar kegiatan belajar dan pembelajaran terarah dan sesuai dengan tujuan

yang akan dicapai, guru harus merencanakan kegiatan belajar dan pembelajaran

yang akan diselenggarakan dengan seksama. Secara administratif rencana ini

dituangkan ke dalam RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran). Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran adalah rencana pembelajaran yang dikembangkan

secara rinci dari suatu materi pokok atau tema tertentu yang mengacu pada

silabus. RPP mencakup: (1) data sekolah, mata pelajaran, dan kelas/semester; (2)

materi pokok; (3) alokasi waktu; (4) tujuan pembelajaran, KD dan indikator

pencapaian kompetensi; (5) materi pembelajaran; metode pembelajaran; (6)

media, alat dan sumber belajar; (7) langkah-langkah kegiatan pembelajaran; dan

(8) penilaian.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional pada lampiran

Permendikbud no. 103 tahun 2014 dijelaskan bahwa tahap pertama dalam

pembelajaran menurut standar yaitu perencanaan pembelajaran yang diwujudkan

dengan kegiatan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).

a. Prinsip Penyusunan RPP

Berbagai prinsip dalam mengembangkan atau menyusun RPP adalah

sebagai berikut:
17

1) Setiap RPP harus secara utuh memuat kompetensi dasar sikap spiritual (KD
dari KI-1), sosial (KD dari KI-2), pengetahuan (KD dari KI-3), dan
Keterampilan (KD dari KI-4).
2) Satu RPP dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih
3) Memperhatikan perbedaan individu peserta didik
RPP disusun dengan memperhatikan perbedaan kemampuan awal, tingkat
intelektual, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi,
gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya,
norma, nilai, dan /atau lingkungan peserta didik.
4) Berpusat pada peserta didik
Proses pembelajaran dirancang dengan berpusat pada peserta didik untuk
mendorong motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan
semangat belajar menggunakan pendekatan saintifik meliputi mengamati,
menanya, mengumpulkan informasi, menalar/mengasosiasi, dan
mengkomunikasikan.
5) Berbasis konteks
Proses pembelajaran yang menjadikan lingkungan sekitarnya sebagai sumber
belajar.
6) Berorientasi kekinian
Pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, dan nilai-nilai kehidupan masa kini.
7) Mengembangkan kemandirian belajar
Pembelajaran yang memfasilitasi peserta didik untuk belajar secara mandiri.
8) Memberikan umpan balik dan tindak lanjut pembelajaran
RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan,
pengayaan, dan remedi.
9) Memiliki keterkaitan dan keterpaduan antarkompetensi dan /atau
antarmuatan.
RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara KI,
KD, indikator pencapaian kompetensi, materi pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman
belajar. RPP disusun dengan mengakomodasikan pembelajaran tematik,
keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman
budaya.
10) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan
komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi
dan kondisi (Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014).

b. Komponen dan Sistematika RPP Kurikulum 2013

RPP paling sedikit memuat: (i) KI, (ii) KD, (iii) indikator pencapaian

kompetensi, (iv) materi pembelajaran, (v) metode pembelajaran (vi) kegiatan


18

pembelajaran, (vii) sumber belajar, dan (viii) penilaian (Permendikbud Nomor

103, 2014).

c. Langkah Penyusunan RPP

1) Pengkajian silabus meliputi: (1) KI dan KD; (2) materi pembelajaran; (3)

proses pembelajaran; (4) penilaian pembelajaran; (5) alokasi waktu; dan

(6) sumber belajar;

2) Perumusan indikator pencapaian KD pada KI-1, KI-2, KI-3, dan KI-4;

3) Materi pembelajaran dapat berasal dari buku teks pelajaran dan buku

panduan guru, sumber belajar lain berupa muatan local, materi kekinian,

konteks pembelajaran dari lingkungan sekitar yang dikelompokkan

menjadi materi untuk pembelajaran regular, pengayaan, dan remedial;

4) Penjabaran Kegiatan Pembelajaran yang ada pada silabus dalam bentuk

yang lebih operasional berupa pendekatan saintifik disesuaikan dengan

kondisi peserta didik dan satuan pendidikan termasuk penggunaan media,

alat, bahan, dan sumber belajar;

5) Penentuan alokasi waktu untuk setiap pertemuan berdasarkan alokasi

waktu pada silabus, selanjutnya di bagi ke dalam kegiatan pendahuluan,

inti, dan penutup;

6) Pengembangan penilaian pembelajaran dengan cara menentukan lingkup,

teknik, dan instrument penilaian, serta membuat pedoman penskoran;

7) Menentukan strategi pembelajaran remedial segera setelah dilakukan

penilaian;
19

8) Menentukan Media, Alat, Bahan dan Sumber Belajar disesuaikan dengan

yang telah ditetapkan dalam langkah penjabaran proses pembelajaran.

Adapun tahap pelaksanaan pembelajaran dalam RPP meliputi:

a) Kegiatan Pendahuluan

Dalam kegiatan pendahuluan, yang harus dilakukan guru adalah:

(1) Mengkondisikan suasana belajar yang menyenangkan;

(2) Mendiskusikan kopetensi yang sudah dipelajari dan dikembangkan

sebelumnya berkaitan dengan kompetensi yang akan dipelajari dan

dikembangkan;

(3) Menyampaikan kompetensi yang akan dicapai dan manfaatnya dalam

kehidupan sehari-hari;

(4) Menyampaikan garis besar cakupan materi dan kegiatan yang akan

dilakukan; dan

(5) Menyampaikan lingkup dan teknik penilaian yang akan digunakan.

b) Kegiatan Inti

Kegiatan inti menggunakan pendekatan saintifik yang disesuaikan

dengan karakteristik mata pelajaran dan peserta didik. Guru memfasilitasi

peserta didik untuk melakukan proses mengamati, menanya, mengumpulkan

informasi/mencoba, menalar/mengasosiasi, dan mengkomunikasikan.

Tabel 2.1 Keterkaitan antara Langkah Pembelajaran dengan Kegiatan Belajar dan
Maknanya
LANGKAH KEGIATAN BELAJAR KOMPETENSI YANG
PEMBELAJARAN DIKEMBANGKAN
Mengamati Membaca, mendengar, Melatih kesungguhan,
menyimak, melihat (tanpa ketelitian, mencari
atau dengan alat) informasi
20

Tabel, 2.1 Lanjutan

LANGKAH KEGIATAN BELAJAR KOMPETENSI YANG


PEMBELAJARAN DIKEMBANGKAN
Menanya Mengajukan pertanyaan Mengembangkan
tentang informasi yang tidak kreativitas, rasa ingin
dipahami dari apa yang tahu, kemampuan
diamati atau pertanyaan untuk merumuskan pertanyaan
mendapatkan informasi untuk membentuk pikiran
tambahan tentang apa yang kritis yang perlu untuk
diamati, dimulai dari hidup cerdas dan belajar
pertanyaan faktual sampai ke sepanjang hayat
pertanyaan yang bersifat
hipotetik)
Mengumpulkan - melakukan eksperimen Mengembangkan sikap
informasi/ - membaca sumber lain teliti, jujur, sopan,
eksperimen selain buku teks menghargai pendapat
- mengamati objek/ kejadian orang lain, kemampuan
aktivitas berkomunikasi,
- wawancara dengan nara menerapkan kemampuan
sumber mengumpulkan informasi
melalui berbagai cara
yang dipelajari,
mengembangkan
kebiasaan belajar dan
belajar sepanjang hayat.
Mengasosiasikan/ - mengolah informasi yang Mengembangkan sikap
mengolah informasi sudah dikumpulkan baik jujur, teliti, disiplin, taat
terbatas dari hasil kegiatanaturan, kerja keras,
mengumpulkan/eksperime kemampuan menerapkan
n mau pun hasil dari prosedur dan kemampuan
kegiatan mengamati dan berpikir induktif serta
kegiatan mengumpulkan deduktif dalam
informasi. menyimpulkan
- Pengolahan informasi
yang dikumpulkan dari
yang bersifat menambah
keluasan dan kedalaman
sampai kepada pengolahan
informasi yang bersifat
mencari solusi dari
berbagai sumber yang
memiliki pendapat yang
berbeda sampai kepada
yang bertentangan
Mengkomunikasikan Menyampaikan hasil Mengembangkan sikap
pengamatan, kesimpulan jujur, teliti, toleransi,
berdasarkan hasil analisis kemampuan berpikir
21

Tabel, 2.1 Lanjutan

LANGKAH KEGIATAN BELAJAR KOMPETENSI YANG


PEMBELAJARAN DIKEMBANGKAN
secara lisan, tertulis, atau sistematis,
media lainnya mengungkapkan pendapat
dengan
Mengembangkan sikap
jujur, teliti, toleransi,
kemampuan berpikir
sistematis,
mengungkapkan pendapat
dengan

Dalam setiap kegiatan guru harus memperhatikan perkembangan sikap

peserta didik pada kompetansi dasar dari KI-1 dan KI-2 antara lain mensyukuri

karunia Tuhan, jujur, teliti, kerjasama, toleransi, disiplin, taat aturan, menghargai

pendapat orang lain yang tercantum dalam silabus dan RPP.

c) Kegiatan Penutup

Kegiatan penutup terdiri atas:

(1) Kegiatan guru bersama peserta didik yaitu: (1) membuat rangkuman/

simpulan pelajaran; (2) melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah

dilaksanakan; dan (3) memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil

pembelajaran;

(2) Kegiatan guru yaitu; (1) melakukan penilaian; (2) merencanakan

kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remidi, program

pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik untuk

individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik;

dan (c) menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan

berikutnya. (Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014)


22

3. Bahan Ajar

Bahan ajar atau bahan pembelajaran merupakan rangkuman materi

yang diajarkan atau yang diberikan kepada siswa dalam bentuk bahan

tercetak atau dalam bentuk lain yang tersimpan dalam file elektronik baik

verbal maupun tertulis (Gintings, 2010: 152). Sesuai dengan yang

dikemukakan oleh Dikmenjur dalam website nya, bahan ajar merupakan

seperangkat materi/substansi pembelajaran (teaching material) yang disusun

secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan

dikuasai siswa dalam kegiatan pembelajaran (Depdiknas, 2008).

Dalam pengembangan dan fasilitas sumber belajar, di samping guru

harus mampu membuat sendiri alat pembelajaran dan alat peraga, guru juga

harus berinisiatif mendayagunakan lingkungan sekitar sekolah. Namun tidak

dapat dipungkiri bahwa sampai saat ini, buku pelajaran masih merupakan

sumber belajar yang sangat penting bagi para peserta didik, meskipun masih

banyak yang tidak memilikinya terutama bagi sekolah-sekolah di daerah

pedesaan maupun daerah terpencil (Mulyasa, 2013: 49).

Dalam hal ini, guru dituntut untuk mengembangkan sendiri bahan

ajar. Terdapat sejumlah alasan, mengapa guru sangat perlu mengembangkan

bahan ajar, diantaranya; ketersediaan bahan sesuai tuntutan kurikulum,

karakteristik sasaran, dan tuntutan masalah belajar (Depdiknas, 2008).

Pengembangan bahan ajar harus memperhatikan tuntutan kurikulum, artinya

bahan ajar yang akan dikembangkan oleh guru harus sesuai dengan

kurikulum yang berlaku saat ini, yakni kurikulum 2013.


23

Bahan ajar mencakup materi yang akan diajarkan kepada peserta

didik. Merril (1977), seperti yang dikutip oleh Sanjaya (2012) membedakan

isi (materi pembelajaran menjadi empat macam yaitu: fakta, konsep,

prosedur, dan prinsip). Fakta merupakan pengetahuan yang berhubungan

dengan data-data spesifik (tunggal) baik yang telah maupun yang sedang

terjadi yang dapat diuji atau diobservasi. Konsep adalah abstraksi kesamaan

atau keterhubungan dari sekelompok benda atau sifat. Prosedur adalah materi

pelajaran yang berhubungan dengan kemampuan siswa untuk menjelaskan

langkah-langkah secara sistematis tentang sesuatu. Sedangkan hubungan

antara dua atau lebih konsep yang sudah teruji secara empiris dinamakan

generalisasi yang selanjutnya dapat ditarik kesimpulan ke dalam prinsip.

Sesuai dengan pengertiannya, bahan ajar tidak hanya mencakup

materi yang diajarkan saja, melainkan juga memuat gambar-gambar yang

menerangkan tentang kejelasan materi, Lembar Kerja Siswa (LKS),

rangkuman materi, serta soal-soal evaluasi materi. Materi yang digunakan

bahan ajar cakupannya lebih sedikit dibanding dengan materi dari buku ajar

(Kurniawati, 2013).

Bahan ajar dapat dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu bahan

ajar cetak (printed), bahan ajar dengar (audio), bahan ajar pandang dengar

(audio visual), dan bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching

material) (Depdiknas, 2008). Adapun bahan ajar yang akan dikembangkan

oleh peneliti dalam kategori bahan ajar cetak (printed), yakni meliputi:
24

1) Buku

Buku adalah bahan tertulis yang menyajikan ilmu pengetahuan buah

pikiran dari pengarangnya. Sebuah buku biasanya berisi tentang sesuatu yang

menjadi pikiran dari seseorang pengarangnya. Jika seorang guru menyiapkan

sebuah buku yang digunakan sebagai bahan ajar maka buah pikiannya harus

diturunkan dari KD yang tertuang dalam kurikulum. Sehingga buku akan

memberi makna sebagai bahan ajar bagi peserta didik yang mempelajarinya.

Buku akan dimulai dari latar belakang penulisan, definisi/pengertian dari

judul yang dikemukakan, penjelasan ruang lingkup pembahasan dalam buku,

hukum atau aturan-aturan yang dibahas, contoh-contoh yang diperlukan, hasil

penelitian, data dan interpretasinya, berbagai argumen yang sesuai untuk

disajikan.

Syarat penulisan buku yang baik adalah; (1) buku yang ditulis dengan

menggunakan bahasa yang baik dan mudah dimengerti, (2) disajikan secara

menarik dilengkapi dengan gambar dan keterangan-keterangannya, (3) isi

buku juga menggambarkan sesuatu yang sesuai dengan ide penulisannya

(Depdiknas, 2008).

2) Lembar Kerja Siswa (LKS)

Unsur penting untuk mengkondisikan siswa agar belajar aktif dan

memiliki daya nalar adalah bagaimana guru menyiapkan perangkat

pembelajaran. Salah satu komponen perangkat pembelajaran yang perlu

dikembangkan adalah Lembar Kerja Siswa (LKS).


25

Menurut depdiknas (2008) yang dimaksud Lembar Kegiatan Siswa

(student worksheet) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus

dikerjakan oleh peserta didik. Lembaran kegiatan biasanya berupa petunjuk,

langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. Lembar kegiatan untuk

mata pelajaran IPA harus disesuaikan dengan pendekatan pembelajaran IPA,

salah satu pendekatan yang disarankan yaitu pendekatan keterampilan proses.

Untuk membuat LKS baik untuk eksperimen maupun non-eksperimen, ada

dua hal yang harus dikerjakan guru dalam mengembangkan keterampilan

proses, yaitu mengikuti langkah-langkah penyusunan LKS dan

memperhatikan aturan-aturan penyusunan LKS media hand-outs

pembelajaran (Kamalia dkk, 2009: 32).

a) Bentuk-bentuk LKS

(1) LKS Eksperimen

LKS untuk eksperimen berupa lembaran kerja yang memuat

petunjuk praktikum yang menggunakan alat-alat dan bahan-bahan.

Sistematika LKS umumnya terdiri dari judul, pengantar, tujuan, alat

bahan, langkah kerja, kolom pengamatan, pertanyaan.

i. Pengantar, pengantar LKS berisi uraian singkat yang mengetengahkan

bahan pelajaran (berupa konsep-konsep IPA) yang dicakup dalam

kegiatan/praktikum.

ii. Tujuan, memuat tujuan yang berkaitan dengan permasalahan yang

diungkapkan di pengantar.

iii. Alat dan bahan, memuat alat dan bahan yang diperlukan.
26

iv. Langkah Kegiatan, merupakan instruksi untuk melakukan kegiatan.

Untuk mempermudah siswa melakukan praktikum, langkah kerja ini

dibuat secara sistematis. Bila perlu menggunakan nomor urut dan

menambah tampilan sketsa gambar.

v. Tabel Pengamatan, dapat berupa tabel-tabel data untuk mencatat data

hasil pengamatan yang diperoleh dari praktikum.

vi. Pertanyaan berupa pertanyaan yang jawabannya dapat membantu siswa

untuk mendapatkan konsep yang dikembangkan atau untuk

mendapatkan kesimpulan.

(2) LKS Non-Eksperimen

LKS non eksperimen berupa lembaran kegiatan yang memuat teks

yang menuntun siswa melakukan kegiatan diskusi suatu materi pembelajaran.

b) Langkah-langkah penyusunan LKS

Untuk mengembangkan LKS ada langkah-langkah yang dapat diikuti

yaitu:

(1) Mengkaji materi yang akan dipelajari siswa yaitu dari kompetensi dasar,

indikator hasil belajarnya dan sistematika keilmuannya.

(2) Mengidentifikasi jenis keterampilan proses yang akan dikembangkan

pada saat mempelajari materi tersebut.

(3) Menentukan bentuk LKS yang sesuai dengan materi yang akan

dikembangkan pada saat mempelajari materi tersebut.

(4) Merancang kegiatan yang akan ditampilkan pada LKS sesuai dengan

keterampilan proses yang akan dikembangkan.


27

(5) Mengubah rancangan menjadi LKS dengan tata letak yang menarik,

mudah dibaca dan digunakan.

(6) Menguji coba LKS apakah sudah dapat digunakan siswa untuk melihat

kekurangan-kekurangannya.

(7) Merevisi kembali LKS

c) Struktur LKS

Struktur LKS secara umum adalah sebagai berikut:

(1) Judul

(2) Petunjuk belajar (Petunjuk siswa)

(3) Kompetensi yang akan dicapai

(4) Informasi pendukung

(5) Tugas-tugas dan langkah-langkah kerja

(6) Penilaian

d. Tes Hasil Belajar

Menurut Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian yang

diterbitkan oleh Depdiknas (2004) yang dikutip oleh Kardi (2012), tujuan

dilakukannya penilaian adalah untuk mengetahui apakah siswa telah atau belum

menguasai kompetensi dasar tertentu. Hasil penilaian juga dapat digunakan untuk

(1) mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap kompetensi; (2) mengetahui

tingkat perkembangan kemampuan siswa dalam bidang kognitif, afektif, dan

psikomotor; (3) mengidentifikasi kesulitan belajar siswa untuk merencanakan

kegiatan remidiasi; (4) mengetahui efektifitas pembelajaran dan jika perlu


28

memperbaikinya; (5) mengetahui tingkat pencapaian kurikulum; dan (6)

memotivasi siswa untuk belajar lebih giat.

Seorang guru dapat menggunakan tiga macam tes beracuan kriteria,

diantaranya sebagai berikut:

1) Tes awal (Pre-test), diberikan pada awal pembelajaran untuk megidentifikasi

kemampuan awal siswa yang merupakan prasyarat untuk mempelajari materi

baru.

2) Tes kedua (Post-test), tes ini serupa dengan tes awal, tes ini serupa dengan tes

awal namun tidak terdapat butir-butir yang mengukur kemampuan awal

siswa. Tes ini bertujuan mengukur ketercapaian hasil belajar/kompetensi yang

menjadi tujuan pembelajaran.

3) Tes ketiga (tes formatif), tes formatif ini memiliki dua fungsi yakni mengecek

pemahaman siswa pada akhir penggalan pembelajaran tertentu sebelum

dilakukannya tes akhir.

Guru mengembangkan dan merancang tes dengan membuat satu butir

soal atau lebih untuk setiap tujuan pembelajaran khusus. Yang terpenting

adalah adanya butir-butir soal yang digunakan untuk mengukur setiap tujuan

pembelajaran khusus (Kardi, 2012: 51).

D. Keterampilan Berpikir Kritis

Belajar sering juga dimaknai sebagai adanya perolehan keterampilan

dan ilmu pengetahuan. Sedangkan pembelajaran adalah memotivasi dan

memberikan fasilitas kepada peserta didik agar dapat belajar sendiri

(Gintings, 2010). Fasilitas dan perlengkapan adalah segala sesuatu yang dapat
29

mendukung terhadap jalannya proses pembelajaran, misalnya ruang kelas,

penerangan, perlengkapan komputer, audio-visual dan lain sebagainya

(Sanjaya, 2012). Sehingga, dapat disimpulkan bahwa keterampilan dan ilmu

pengetahuan dapat diperoleh siswa melalui proses pembelajaran.

Menurut Depdiknas (2013) yang dimaksud keterampilan berpikir

adalah salah satu kecakapan hidup (life skills) yang perlu dikembangkan

melalui proses pendidikan. Kemampuan seseorang untuk dapat berhasil

dalam kehidupannya, antara lain ditentukan dengan keterampilan berpikirnya,

terutama dalam upaya memecahkan masalah-masalah kehidupan yang

dihadapinya. Kegiatan berpikir dalam pengembangan keterampilan berpikir

kritis memungkinkan untuk pemahaman yang lebih dalam dan pengalaman

yang lebih kaya dalam pembelajaran.

Sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 68 yang menyatakan bahwa

kurikulum 2013 dikembangkan dengan penyempurnaan pola pikir

diantaranya dengan menyempurnakan pola pembelajaran pasif menjadi

pembelajaran kritis. Dengan keterampilan berpikir kritis menjadikan peserta

didik menjadi lebih aktif mengikuti proses pembelajaran. Berpikir kritis

merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam

kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan,

membujuk, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir

kritis adalah kemampuan untuk berpendapat dengan cara yang terorganisasi

(Jonshon, 2007: 183).


30

Tujuan pengajaran berpikir kritis adalah menciptakan semangat

berpikir kritis, yang mendorong siswa mempertanyakan apa yang mereka

dengar dan mengkaji pikiran mereka sendiri untuk memastikan tidak terjadi

logika yang tidak konsisten atau keliru (Slavin, 2009: 39). Proses berpikir

kritis mengharuskan keterbukaan pikiran, kerendahan hati, dan kesabaran.

Pemikir kritis selalu berpikiran terbuka saat mereka mencari keyakinan yang

ditimbang baik-baik berdasarkan bukti logis dan logika yang benar dan

berhati-hati dalam menarik kesimpulan (Jonshon, 2007: 186).

Menurut Ellen Langer, rasa penuh perhatian (mindfulness), waspada,

penuh perhatian, dan fleksibel secara kognitif dalam menjalani aktivitas dan

tugas sehari-hari merupakan aspek yang penting dari berpikir kritis (Santrock,

2011: 333). Disamping itu, keterampilan berpikir kritis paling baik dicapai

bila berhubungan dengan topik-topik yang dikenal siswa (Nur, 2008: 62).

Ennis (1995) mengemukakan bahwa yang dimaksud berpikir kritis

adalah berpikir yang masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk

menentukan apa yang harus dipercaya atau dilakukan. Masuk akal berarti

kemampuan berpikir yang berusaha menghubungkan fakta-fakta yang

diketahui menjadi suatu kesimpulan, sedangkan reflektif berarti

mempertimbangkan secara aktif, tekun dan hati-hati terhadap segala alternatif

sebelum mengambil keputusan. Ennis (1985) yang dikutip oleh Dwiyanti dan

Darsati (2007) mengklasifikasikan keterampilan berpikir kritis menjadi 5

kelompok, yaitu: 1) memberikan penjelasan sederhana, meliputi

memfokuskan pertanyaan, menganalisis pertanyaan, bertanya dan menjawab


31

pertanyaan tentang suatu penjelasan atau tantangan, 2) membangun

keterampilan dasar, meliputi mempertimbangkan apakah sumber data dapat

dipercaya atau tidak, 3) menyimpulkan, 4) memberikan penjelasan lanjut, dan

5) mengatur strategi dan taktik. (Ardiyanti dan Winarti, 2013).

Amyana (2004) yang dikutip oleh Adnyana (2012) mengidentifikasi

adanya enam indikator keterampilan berpikir kritis, yaitu (1) merumuskan

masalah, (2) memberikan argumentasi, (3) melakukan deduksi, (4) melakukan

induksi, (5) melakukan evaluasi, dan (6) memutuskan dan melaksanakan

tindakan. Secara teknis, kemampuan berpikir dalam bahasa taksonomi bloom

diartikan sebagai kemampuan intelektual, yaitu kemampuan menganalisis,

mensintesis, dan mengevaluasi (Kowiyah, 2012).

E. Pendekatan Scientific

Acuan dan prinsip penyusunan kurikulum 2013 mengacu pada pasal 36

Undang-Undang No. 20 tahun 2003, yang menyatakan bahwa penyusunan

kurikulum 2013 harus memperhatikan peningkatan iman dan takwa,

peningkatan akhlak mulia, peningkatan potensi, kecerdasan, minat peserta

didik, keragaman potensi daerah dan lingkungan, tuntutan pembangunan

daerah dan nasional, tuntutan dunia kerja, perkembangan ilmu pengetahuan,

teknologi, dan seni, agama, dinamika perkembangan global, dan persatuan

nasional dan nilai-nilai kebangsaan. Berdasarkan acuan tersebut, sehingga

untuk kurikulum 2013 peserta didik harus memenuhi komponen hasil belajar

yang dituangkan dalam UU No. 20 Tahun 2003, Pasal 3, yang mencakup


32

dimensi sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan (Sani,

2014: 49).

Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam

pembelajaran menggunakan pendekatan ilmiah sebagai katalisator atau

perangkat (Atsnan dan Yuliana, 2013). Adapun proses pembelajaran pada

kurikulum 2013, yang dilakukan seharusnya dilengkapi dengan aktivitas

mengamati, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta. Untuk

melakukan proses pembelajaran ini dapat dilakukan dengan menggunakan

pendekatan saintifik. Pendekatan scientific dalam proses pembelajaran ini

sering disebut-sebut sebagai ciri khas yang menjadi kekuatan tersendiri

keberadaan kurikulum 2013, yang tentunya menarik untuk dipelajari dan

dielaborasi lebih lanjut (Kemendikbud, 2013). Berikut adalah bagian alur dari

pendekatan scientific seperti Gambar 2.2 Komponen Pembelajaran

Pendekatan Scientific, sebagai berikut:

Sumber: penelitiantindakankelas.blogspot.com

Gambar 2.2 Komponen Pembelajaran Pendekatan Saintifik


33

Pendekatan scientific, selain menjadikan siswa lebih aktif dalam

mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya, juga dapat mendorong

siswa untuk melakukan penyelidikan guna menemukan fakta-fakta dari suatu

fenomena atau kejadian (Kemendikbud, 2013). Pendekatan scientific

merupakan pembelajaran yang mengadopsi langkah-langkah saintis dalam

membangun pengetahuan melalui metode ilmiah. Siswa dilatih untuk mampu

berpikir logis, runtut dan sistematis, dengan menggunakan kapasitas berpikir

tingkat tinggi (Mulyasa, 2013).

Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam

pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah atau pendekatan

saintifik. Pendekatan saintifik (scientific approach) dalam pembelajaran

memiliki komponen pembelajaran yang terdiri atas: 1) mengamati; 2)

menanya; 3) mencoba/mengumpulkan informasi; 4) menalar/asosiasi; 5)

membentuk jejaring (melakukan komunikasi). Tahapan aktivitas belajar

dengan pembelajaran saintifik dapat disesuaikan dengan pengetahuan yang

hendak dipelajari. Pada suatu pembelajaran dapat dilakukan observasi terlebih

dahulu sebelum memunculkan pertanyaan, namun pada pelajaran yang lain

peserta didik dapat mengajukan pertanyaan terlebih dahulu sebelum

melakukan eksperimen dan observasi (Abdullah, 2014).

1. Melakukan Pengamatan atau Observasi

Observasi adalah menggunakan panca indera untuk memperoleh

informasi. Pengamatan dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.

Pengamatan kualitatif mengandalkan panca indra dan hasilnya dideskripsikan


34

secara naratif. Sedangkan pengamatan kuantitatif untuk melihat perilaku

manusia atau hewan dilakukan dengan menggunakan hitungan banyaknya

kejadian (Abdullah, 2014: 55).

Dalam Kemendikbud 2013 dijabarkan bahwa metode mengamati

mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning).

Metode ini memiliki keunggulan seperti menyajikan obyek secara nyata,

peserta didik merasa senang dan tertantang serta pelaksanaannya mudah

(Kemendikbud, 2013).

Melalui metode observasi peserta didik menemukan fakta bahwa ada

hubungan antara obyek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang

digunakan oleh guru. Adapun langkah-langkah mengamati dalam kegiatan

pembelajaran sebagai berikut:

a. Menentukan obyek yang akan diobservasi

b. Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan

diobservasi

c. Menentukan secara jelas data-data yang perlu diobservasi, baik primer

maupun sekunder

d. Menentukan tempat objek yang akan diobservasi

e. Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk

mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar

f. Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi, seperti

menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan

alat-alat tulis lainnya.


35

Adapun prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh guru dan peserta

didik selama observasi pembelajaran sebagai berikut:

a. Cermat, objektif, dan jujur serta terfokus pada objek yang diobservasi

untuk kepentingan pembelajaran.

b. Banyak atau sedikit serta homogenitas atau hiterogenitas subjek,

objek, atau situasi yang diobservasi. Makin banyak dan hiterogen

subjek, objek, atau situasi yang diobservasi, makin sulit kegiatan

obervasi itu dilakukan. Sebelum obsevasi dilaksanakan, guru dan

peserta didik sebaiknya menentukan dan menyepakati cara dan

prosedur pengamatan.

c. Guru dan peserta didik perlu memahami apa yang hendak dicatat,

direkam, dan sejenisnya, serta bagaimana membuat catatan atas

perolehan observasi (Kemendikbud, 2013).

2. Mengajukan Pertanyaan (Menanya)

Siswa perlu dilatih untuk merumuskan pertanyaan terkait dengan

topik yang akan dipelajari. Aktivitas belajar ini sangat penting untuk

meningkatkan keingintahuan siswa (curiosity) dalam diri siswa dan

mengembangkan kemampuan siswa untuk belajar sepanjang hayat. Guru

perlu memotivasi siswa agar mengajukan pertanyaan dengan terlebih

dahulu mengajukan pertanyaan (Abdullah, 2014: 57).

Guru yang efektif adalah guru yang mampu menginspirasi peserta

didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap,

keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, saat itu pula
36

guru membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik.

Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula guru

mendorong peserta didiknya untuk menjadi penyimak dan pembelajar

yang baik (Kemendikbud, 2013).

a. Fungsi Bertanya

Bertanya memiliki beberapa fungsi terhadap peserta didik

diantaranya sebagai berikut:

1) Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta

didik tentang suatu tema atau topik pembelajaran.

2) Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar,

serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri.

3) Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik sekaligus

menyampaikan ancangan untuk mencari solusinya.

4) Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan

kepada peserta didik untuk menunjukkan sikap, keterampilan,

dan pemahamannya atas substansi pembelajaran yang diberikan.

5) Membangkitkan keterampilan peserta didik dalam berbicara,

mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis,

sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar.

6) Mendorong partisipasi peserta didik dalam berdiskusi,

berargumen, mengembangkan kemampuan berpikir, dan

menarik simpulan.
37

7) Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan

menerima pendapat atau gagasan, memperkaya kosa kata, serta

mengembangkan toleransi sosial dalam hidup berkelompok.

8) Membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat, serta

sigap dalam merespon persoalan yang tiba-tiba muncul.

9) Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan

kemampuan berempati satu sama lain.

b. Kriteria Pertanyaan yang Baik

1) Singkat dan jelas

2) Menginspirasi jawaban

3) Memiliki fokus

4) Bersifat probing atau divergen

5) Bersifat validatif atau penguatan

6) Memberi kesempatan peserta didik untuk berpikir ulang

7) Merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif

8) Merangsang proses interaksi

3. Mencoba/ Melakukan Eksperimen

Peserta didik harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama

pada materi atau substansi yang sesuai dalam rangka memperoleh hasil

belajar yang nyata atau otentik, (Kemendikbud, 2013). Pendekatan

ilmiah/pendekatan saintifik mengajak atau melibatkan peserta didik

dalam melakukan aktivitas menyelidiki fenomena dalam upaya

menjawab suatu permasalahan (Abdullah, 2014: 62). Sebagaimana pada


38

mata pelajaran IPA. peserta didik harus memahami konsep-konsep IPA

dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Siswa harus memiliki

keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam

sekitar, serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah

untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari

(Kemendikbud, 2013). Guru berperan mengarahkan siswa dalam

merencanakan aktivitas, melaksanakan aktivitas, dan melaporkan

aktivitas yang telah dilakukan.

4. Mengasosiasi/ Menalar

Dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan

ilmiah/saintifik dalam kurikulum 2013 merupakan pelaku aktif, namun

penekanannya peserta didik harus lebih aktif daripada guru. Penalaran

adalah proses berpikir logis dan sistematis berdasarkan fakta-fakta

empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh suatu simpulan berupa

pengetahuan. Penalaran yang dimaksud adalah berupa penalaran ilmiah.

Menalar adalah aktivitas mental khusus dalam melakukan inferensi.

inferensi adalah menarik kesimpulan berdasarkan pendapat (premis),

data, fakta, atau informasi (Kemendikbud, 2013).

Dasar pengolahan informasi berdasarkan metode ilmiah adalah

melakukan penalaran secara empiris. Penalaran empiris didasarkan pada

logika induktif, yaitu menalar dari hal khusus ke umum (general) (Sani,

2014: 67). Dalam Kemendiknas 2013, penalaran Induktif merupakan cara

menalar dengan menarik simpulan dari fenomena atau atribut-atribut


39

khusus untuk hal-hal yang bersifat umum dan lebih banyak berpijak pada

observasi inderawi atau pengalaman empirik.

Penalaran yang juga sering dilakukan adalah penalaran deduktif,

yakni menggunakan logika maju berdasarkan observasi umum (premis

mayor) ke observasi khusus atau pernyataan (premis minor) yang

mengarah pada kesimpulan khusus (Sani, 2014:69). Berdasarkan

kemendiknas 2013 penalaran deduktif merupakan cara menalar dengan

menarik simpulan dari pernyataan-pernyataan atau fenomena yang

bersifat umum menuju pada hal yang bersifat khusus. Pola penalaran

deduktif dikenal dengan pola silogisme. Pada penalaran deduktif tedapat

premis, sebagai proposisi menarik simpulan. Penarikan simpulan dapat

dilakukan melalui dua cara, yaitu langsung dan tidak langsung.

Simpulan secara langsung ditarik dari satu premis, sedangkan simpulan

tidak langsung ditarik dari dua premis (Kemendikbud, 2013).

5. Mengkomunikasikan

Kemampuan untuk membangun jejaringan dan berkomunikasi

perlu dimiliki siswa karena kompetensi tersebut sama pentingnya dengan

pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman. Bekerjasama dalam

kelompok merupakan salah satu cara membentuk kemampuan siswa

untuk dapat membangun jaringan dan berkomunikasi.

Kompetensi penting dalam membangun jaringan adalah

keterampilan intrapersonal, keterampilan interpersonal, dan keterampilan

organisasional (sosial). Keterampilan intrapersonal terkait dengan


40

keterampilan seseorang mengenal keunikan dirinya dalam memahami

dunia. Contoh keterampilan intrapersonal adalah: kesadaran emosi,

penghargaan diri, kontrol diri, manajemen diri, dan motivasi diri.

Keterampilan interpersonal adalah kemampuan untuk berhubungan

dengan orang lain. contoh: keterampilan komunikasi, keterampilan

negosiasi, orientasi layanan, dan sebagainya. Sementara keterampilan

organisasional (keterampilan sosial) adalah kemampuan untuk berfungsi

dalam struktur sosial sebuah organisasi atau sistem sosial. Ciri-ciri

seseorang yang memiliki keterampilan organisasional antara lain:

mendukung pencapaian tujuan kelompok atau organisasi, berpartisisipasi

aktif dalam kegiatan organisasi, mengetahui peran dan fungsinya dalam

organisasi, bertindak secara efektif sebagai anggota organisasi,

mengajukan usulan efektif untuk organisasi dan sebagainya. Ketiga

keterampilan tersebut merupakan softskill yang sangat dibutuhkan untuk

membangun jaringan agar dapat sukses dalam kehidupan. Seorang

peserta didik yang memiliki personal yang baik akan dapat menjalin

kerjasama, mampu mengambil inisiatif, berani mengambil keputusan,

dan gigih dalam belajar (Abdullah, 2014: 72).

F. Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran

Model pengembangan perangkat pembelajaran yang digunakan adalah

model pengembangan yang dikemukakan oleh Dick dan Carey (2009). Model

perancangan dan pengembangan perangkat sebagaimana pada Gambar 2.3

Model Pengembangan Dick and Carey, sebagai berikut:


41

Revising
Instruction

2
Conduct
Instructional
Analysis

1 8
4 5 6 7
Write Develop Develop Develop and Design and
Identify Conduct the
Instructional Goal Performance Assessment Instructional Select
Objectives Instruments Strategy Instructional Formative
Materials Evaluation of
Instruction

3
Analyze
Learners and
Contexts 9
Design and
Conduct
Summative
Evaluation

Gambar 2.3 Model Pengembangan Dick and Carey (2009)


42

Menurut Dick and Carey (2009), adapun kesepuluh langkah model

tersebut dijabarkan sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi Tujuan Pembelajaran (Identify Instructional Goal)

Langkah pertama yang dilakukan adalah mengidentifikasi tujuan

pembelajaran merupakan langkah awal yang dilakukan untuk

menentukan apa yang diinginkan setelah melaksanakan pembelajaran.

Dick dan Carey menjelaskan bahwa tujuan pembelajaran adalah untuk

menentukan apa yang dilakukan oleh anak didik setelah mengikuti

pembelajaran. Tujuan pembelajaran berasal dari tujuan pembelajaran

dalam kurikulum, analisis pembelajaran, analisis kebutuhan, kesulitan

belajar siswa di kelas, analisis seseorang yang sudah melakukan

pembelajaran, atau dengan tujuan lain seperti mengembangkan

pembelajaran baru.

2. Melakukan Analisis Pembelajaran (Conduct Instructional Analysis)

Setelah mengidentifikasi tujuan pembelajaran, langkah selanjutnya yakni

mengadakan analisis pembelajaran. Peneliti menentukan langkah-

langkah yang harus dilakukan ketika melaksanakan tujuan dengan

memperhatikan sub keterampilan yang dibutuhkan untuk melengkapi

penguasaan terhadap tujuan pembelajaran. Langkah terakhir dalam

analisis proses pembelajaran adalah dengan menentukan keterampilan,

pengetahuan, sikap, yang disebut dengan keterampilan awal, yang

dibutuhkan pebelajar untuk dapat belajar pada kegiatan pembelajaran

berikutnya.
43

3. Menganalisis Pebelajar dan Materi (Analyze Learners and

Contexts)

Di samping menganalisis tujuan pembelajaran, tahapan ini merupakan

tahap paralel tentang analisis pebelajar dan lingkungan tempat mereka

belajar. Analisis pebelajar ini meliputi keterampilan awal pebelajar,

kesukaan, dan sikap menentukan karakteristik dari rancangan

pembelajaran. Informasi penting ini merupakan salah satu penentu

keberhasilan pada tahapan model ini, khususnya pada strategi

pembelajarannya.

4. Menulis Tujuan (Write Performance Objectives)

Berdasarkan analisis pembelajaran dan pengetahuan awal pebelajar,

peneliti menulis pernyataan-pernyataan spesifik yang dapat dilakukan

ketika mereka menyelesaikan pembelajaran. Pernyataan ini berasal dari

identifikasi keterampilan dalam analisis pembelajaran, identifikasi

keterampilan yang akan dikuasai pebelajar, keadaan ketika keterampilan

akan didemonstrasikan, dan kriteria keberhasilan pembelajaran.

5. Mengembangkan Instrumen Penilaian (Develop Assesssment

Instrumen)

Berdasarkan tujuan pembelajaran yang telah diidentifikasi, peneliti

mengembangkan format penilaian yang dapat mengukur kemampuan

pebelajar untuk menguasai apa yang dijabarkan dalam tujuan

pembelajaran. Sebagian besar ditekankan pada hubunganketerampilan-

keterampilan dalam tujuan pembelajaran untuk menilai kebutuhan.


44

Penilaian yang tepat untuk menilai prestasi pebelajar tentang kemampuan

kritisnya yang meliputi tek objektif, penilaian kinerja, penilaian sikap,

dan portofolio merupakan beberapa jenis penilaian.

6. Mengembangkan Strategi Pembelajaran (Develop Instructional

Strategy)

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari lima tahapan sebelunya,

peneliti selanjutnya mengidentifikasi strategi yang kan digunakan dalam

guna mencapai tujuan pembelajaran. Strategi ini ditekankan untuk

membantu proses pembelajaran pebelajar yang meliputi kegiatan

pendahuluan untuk memoivasi dan memfokuskan perhatian pebelajar,

mempresentasikan konsep baru dengan menggunakan contoh atau

demonstrasi, partisipasi dalam penilaian aktif, serta kontekstualitas.

Strategi yang digunakan hendaknya berdasarkan teori pembelajaran

terkini dan hasil penelitian mutakhir, karakteristik media yang akan

diguanakan dalam pembelajaran, materi yang akan diajarkan,

karakteristik pebelajar. Komponen-komponen inilah yang digunakan

sebagai bahan pertimbangan untuk merancang suatu kegiatan

pembelajaran.

7. Mengembangkan dan Memilih Materi Pembelajaran (Develop and

Select Instructional Materials)

Pada tahap ini, peneliti menggunakan strategi pembelajaran untuk

menghasikan suatu bahan ajar. Hal ini meliputi pedoman untuk pebelajar,

materi pembelajaran, dan penilaian. Keputusan untuk mengembangkan


45

materi aslinya nanti akan berdasarkan tipe dari hasil pembelajaran yang

diharapkan, ketersediaan materi yang relevan, dan pengembangan

sumber belajar yang tersedia. Kriteria dalam memilih materi-materi yang

tersedia juga perlu disajikan.

8. Merancang dan Melaksanakan Evaluasi Formatif (Desain and

Conduct Formative Evaluation of Instruction)

Mengikuti penyelesaian dari suatu konsep pembelajaran, evaluasi

dilaksanakan untuk mengumpulkan data yang nantinya akan digunakan

untuk mengidentifikasi masalah yang ada pada proses pembelajaran. Hal

tersebut dilakukan tidak lain adalah untuk membuat pembelajaran

menjadi lebih baik. Tipe evaluasi ini disebut dengan evaluasi formatif

karena bertujuan untuk membantu meciptakan dan meningkatkan proses

dan produk pembelajaran. Tiga tipe evaluasi formatif mengacu pada

evaluasi perorangan, evaluasi kelompok kecil, dan evaluasi lapangan.

Masing-masing tipe evaluasi tersebut nantinya akan memberikan

informasi-informasi berbeda yang dapat digunakannya untuk

meningkatkan pembelajaran. Teknik yang serupa dapat diaplikasikan

untuk evaluasi formatif dari materi yang tersedia atau suatu kelas

pembelajaran.

9. Merevisi Pembelajaran (Revise Instruction)

Ini merupakan langkah terakhir dalam proses merancang dan

mengembangkan pembelajaran, sekaligus merupakan tahap pertama

dalam pengulangan alur pengembangan. Data yang diperoleh dari


46

evaluasi formatif diolah, dianalisis dan diinterpretasikan guna

mengidentifikasi kesulitan belajar para pebelajar. Yang perlu

digarisbawahi dalam tahapan ini menunjukkan bahwa data yang

diperoleh dari evaluasi formatif tidaklah mudah digunakan untuk

merevisi pembelajaran itu sendiri, tetapi digunakan untuk menguji

kembali validitas analisis pembelajaran dan perkiraan tentang

keterampilan awal dan karakteristik pebelajar. Hal tersebut penting dalam

menguji kembali pernyataan tujuan, item tes untuk pengumpulan data.

Strategi pembelajaran ditinjau kembali dan akhirnya direvisi guna

memperoleh pengalaman belajar yang lebih efektif. Pada praktiknya,

seorang pengembang tidak menunggu seluruh tahap analisis, desain,

pengembangan, dan evaluasi selesai baru kemudian dilakukan revisi,

akan tetapi ia langsung melakukan revisi ketika menyelesaikan satu tahap

pengembangan. Revisi tidak dilakukan diakhir saja, tetapi juga ketika

proses pengembangan sedang berlangsung.

10. Merancang dan Melaksanakan Evaluasi Sumatif (Design and

Conduct Summative Evaluation)

Meskipun evaluasi sumatif merupakan puncak evaluasi efektifitas

pembelajaran, namun ia tidak termasuk dalam proses perancangan. Ini

merupakan sebuah evaluasi nilai absolut atau relative dari suatu

pembelajaran, dan hanya dilakukan ketika pembelajaran telah dievaluasi

secara formatif dan telah direvisi untuk memperoleh ukuran standar

desainer. Sejak evaluasi sumatif ini tidak termasuk dalam desain model
47

pengembangan pembelajaran Dick and Carey, komponen ini tidak

dianggap sebagai komponen yang integral dari proses desain

pembelajaran.

G. Teori Belajar yang Mendukung

1. Teori Perkembangan Intelektual Piaget

Piaget berpendapat bahwa perkembangan manusia dapat

digambarkan dalam konsep fungsi dan struktur. Fungsi merupakan

mekanisme biologis bawaan yang sama bagi setiap orang atau

kecenderungan-kecenderungan biologis untuk mengorganisasi pengetahuan

ke dalam struktur kognisi, dan untuk beradaptasi kepada berbagai tantangan

lingkungan. Sedangkan struktur merupakan interelasi (saling berkaitan)

system pengetahuan yang mendasari dan membimbing tingkah laku inteligen

(Yusuf, 2006).

Menurut Piaget, manusia memiliki struktur pengetahuan dalam

otaknya. Masing-masing bagian otak mempunyai makna yang berbeda-beda

dalam memaknai setiap pengalaman yang masuk. Setiap pengalaman baru

akan dihubungkan dengan struktur pengetahuan dalam otak manusia. Pada

saat manusia belajar terjadi dua proses dalam dirinya yaitu proses organisai

informasi dan proses adaptasi (Baharuddin dan Wahyuni, 2008).

Proses organisasi adalah proses ketika manusia menghubungkan

informasi yang diterimanya dengan struktur-struktur pengetahuan yang sudah

disimpan atau sudah ada sebelumnya dalam otak. Sedangkan proses adaptasi

meliputi dua kegiatan yakni: (1) asimilasi yaitu menggabungkan atau


48

mengintegrasikan pengetahuan yang diterima oleh manusia. Asimilasi

merupakan salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan

mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru sehingga pengertian

seseorang menjadi berkembang (Haryanto, 2010); (2) akomodasi, yaitu

perubahan struktur kognitif karena pengalaman baru (Yusuf, 2006); (3)

equilibrium yaitu mengubah struktur pengetahuan yang sudah dimiliki

dengan struktur pengetahuan baru sehingga akan terjadi keseimbangan

(equilibrium). Equilibration membuat seseorang dapat menyatukan

pengalaman luar dengan struktur di dalamnya (skema), bila terjadi

ketidakseimbangan, maka seseorang terpacu untuk mencari keseimbangan

dengan jalan asimilasi atau akomodasi. Teori ini lebih mengarah pada

kegiatan kooperatif di sekolah, sehingga siswa akan melakukan interaksi

dalam satu kelas dalam mengerjakan tugas dan dapat mengembangkan

pencapaian prestasi siswa (Slavin, 2011).

Keadaan saling mempengaruhi antara akomodasi dan asimilasi

melahirkan konsep konstruktivisme, yaitu bahwa anak secara aktif

menciptakan (mengkreasi) pengetahuan, dalam arti anak tidak hanya

menerima pengetahuan secara pasif dari lingkungannya (Yusuf, 2006). Piaget

membagi perkembangan kognitif (inteligensi) meliputi 4 tahap atau periode

yaitu: (1) sensorimotor; (2) berpikir praoperasional; (3) berpikir operasional

konkret; dan (4) berpikir operasional formal. Untuk lebih jelasnya, berikut

tabel tahap perkembangan kognitif menurut Piaget.


49

Tabel 2.3 Perkembangan Kognitif Piaget

Tahap Usia/Tahun Gambaran


Sensorimotor 0-2 Bayi bergerak dari tindakan refleks instingtif
pada saat lahir sampai permulaan pemikiran
simbolis. Bayi membangun suatu
pemahaman tentang dunia melalui
pengkoordinasian pengalaman-pengalaman
sensor dengan tindakan fisik.
Operational 2-7 Anak mulai mempresentasikan dengan kata-
kata dan gambar-gambar.
Kata-kata dan gambar-gambar menunjukkan
adanya peningkatan pemikiran simbolis dan
melampaui hubungan informasi sensor dari
tindak fisik.
Concrete 7-11 Pada saat ini anak dapat berpikir secara logis
Operational mengenai peristiwa-peristiwa yang konkret
dan mengklasifikasikan benda-benda ke
dalam bentuk-bentuk yang berbeda.
Formal 11-15 Anak remaja berpikir dengan cara yang lebih
Operational abstrak dan logis. Pemikiran lebih idealistic
Sumber: diadaptasi dari Baharuddin dan Wahyuni (2008)

2. Teori Belajar Sosial Vygotsky

Kognisi sosial dapat diartikan sebagai pengetahuan tentang

lingkungan sosial dan hubungan interpersonal. Model ini menekankan

tentang pengaruh pengalaman sosial terhadap perkembangan kognitif.

Lebih jelasnya, teori ini menekankan tentang kebudayaan sebagai faktor

penentu perkembangan individu. Kebudayaan memberikan dua

kontribusi terhadap perkembangan intelektual anak.

Menurut Vygotsky seperti yang dikutip oleh Baharuddin dan

Wahyuni (2008), belajar adalah sebuah proses yang melibatkan dua

elemen penting: pertama, belajar merupakan proses biologi sebagai

proses dasar; kedua, belajar merupakan proses secara psikososial sebagai


50

proses yang lebih tinggi dan esensinya berkaitan dengan lingkungan

sosial budaya.

Teori Vygotsky yang telah digunakan untuk menunjang metode

pengajaran yang menekankan pada pembelajaran kooperatif,

pembelajaran berbasis kegiatan, dan penemuan. Adapun Vygotsky

tersebut memegang 4 prinsip kunci yang diturunkan dari teorinya yakni

sebagai berikut: (1) penekanannya pada hakikat sosial dan pembelajaran.

Ia mengemukakan bahwa siswa belajar melalui interaksi dengan orang

dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu; (2) Zona Perkembangan

Terdekat (Zone of Proximal Development), bahwa siswa belajar konsep

paling baik apabila konsep itu berada dalam zona perkembangan terdekat

mereka. Siswa berada dalam zona perkembangan terdekat mereka pada

saat mereka terlibat dalam tugas-tugas yang tidak dapat mereka

selesaikan sendiri tetapi dapat menyelesaikannya bila dibantu oleh teman

sebaya mereka atau orang dewasa; (3) Pemagangan Kognitif (Cognitive

Apprenticeship), konsep ini diturunkan dari teori Vygotsky yang

menekankan pada hakikat sosial dari belajar dan zona perkembangan

terdekat. Istilah pemagangan kognitif ini mengacu kepada proses dimana

seseorang yang sedang belajar secara tahap demi tahap memperoleh

keahlian dalam interaksinya dengan seorang pakar, pakar itu bisa orang

dewasa atau orang yang lebih tua atau kawan sebaya yang telah

menguasai permasalahannya; (4) Scaffolding (Mediated Learning)

merupakan teori Vygotsky yang menekankan bahwa Scaffolding atau


51

mediated learning atau dukungan tahap demi tahap untuk belajar dan

pemecahan masalah (Nur dan Wikandari, 2008).

3. Teori Belajar Bruner

Jerome S. Bruner yang lebih dikenal dengan panggilan Bruner

adalah seorang ahli psikologi (1915) dari Universitas Harvard, Amerika

Serikat. Bruner merupakan pelopor aliran psikologi kognitif yang

memberikan dorongan agar pendidikan memberikan perhatian akan

pentingnya perkembangan berpikir. Bruner memandang bahwa manusia

bertindak sebagai pemroses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner

menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses aktif yang

memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi

yang diberikan kepada dirinya. Berdasarkan atas penelitian Jean Piaget

tentang perkembangan intelektual anak, Bruner mengemukakan

gagasannya bahwa setiap mata pelajaran dapat diajarkan dengan efektif

dalam bentuk yang jujur secara intelektual kepada setiap anak dalam

setiap tingkat perkembangannya (Fuaidah et al, 2006).

4. Teori Belajar Ausubel

Menurut Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajaran

(Instructional content) yang sebelumnya telah didefinisikan dan

kemudian dipresentasikan dengan baik dan taat kepada siswa (advance

organizer). Advance organizer merupakan konsep atau informasi umum

yang mewadahi semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa

(Siregar dan Hartini: 2011).


52

Inti dari teori belajar Ausubel ini adalah belajar penerimaan yang

bermakna. Dikatakan Ausubel seperti yang dikutip oleh Hudoyo (1988)

bahwa belajar dikatakan bermakna bila informasi yang akan dipelajari

peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimilikinya.

Dengan belajar bermakna ini peserta didik menjadi kuat ingatannya dan

transfer belajar mudah dicapai.

H. Sistem Ekskresi pada Manusia

Kajian materi Ekskresi adalah proses pembuangan limbah-limbah

metabolik atau zat-zat sisa metabolisme dari tubuh suatu organisme. Pada manusia

zat-zat tersebut terakumulasi sebagai urin, keringat, dan air mata. Proses ini

disebut ekskresi. Pembuangan feses bukan termasuk bagian dari sistem ekskresi

tetapi defekasi, sebab zat-zat feses berada di dalam usus, tidak pernah berada

dalam usus yang sebenarnya (Fried dan Hadimenos, 2005).

Zat-zat sisa metabolisme harus dikeluarkan dari tubuh. Bila tidak

dikeluarkan maka akan menjadi racun bagi tubuh kita. Proses ini disebut ekskresi

Zat sisa (ampas) berupa padatan juga harus dikeluarkan melalui usus besar. Proses

ini bukan ekskresi, melainkan defekasi. Di samping itu ada istilah sekresi yakni

berkaitan dengan pengeluaran zat pengatur tubuh yaitu hormon yang dihasilkan

oleh kelenjar buntu.

1. Organ-Organ Penyusun Sistem Ekskresi

a. Ginjal

Ginjal merupakan organ terpenting dalam mempertahankan

homeostatis cairan tubuh. Ginjal terletak di bagian punggung yaitu disekitar


53

daerah pinggang, oleh karena itu sering disebut buah pinggang. Ginjal

berukuran kecil kira-kira sebesar kepalan tangan, memiliki bentuk seperti

kacang merah terletak di bagian kanan dan kiri pinggang (Guyton dan Hall,

2014: 326). Pada literatur lain dijelaskan bahwa setiap ginjal memiliki

panjang 11-25 cm, lebar 5-7 cm, dan tebal 2,5 cm. Ginjal kiri lebih panjang

dari ginjal kanan. (Setiadi, 2007: 117).

1) Fungsi Ginjal dalam Homeostasis

Berbagai fungsi ginjal dalam homeostasis antara lain adalah:

a) Mengekskresikan sebagaian terbesar produk akhir metabolisme

tubuh (sisa metabolisme dan obat-obatan)

b) Mengontrol hormon aldosteron dan ADH dalam mengatur jumlah

cairan tubuh (Setiadi, 2007: 117).

2) Struktur Ginjal

Manusia memiliki ginjal sepasang yang memiliki panjang 10 cm

dan disuplai oleh darah melalui arteri renal (renal artery) dan dialirkan

melalui vena renal (renal vein) (Campbell, 2010: 126). Ginjal kanan

dikelilingi oleh hati, kolon dan duodenum sehingga letaknya lebih rendah

dari yang kiri. Sedangkan ginjal kiri dikelilingi oleh lien, lambung,

pankreas, jejenum dan kolon (Setiadi, 2007: 119).

Secara anatomis ginjal dibagi 2 bagian yaitu korteks dan medulla

ginjal. Korteks di dalamnya terdapat berjuta nefron sedangkan dalam

medulla banyak terdapat duktus ginjal. Darah yang membawa sisa

metabolisme tubuh difiltrasi di dalam glomerulus kemudian di tubuli


54

ginjal, beberapa zat yang masih diperlukan tubuh mengalami reabsorbsi

dan zat-zat hasil sisa metabolisme mengalami sekresi bersama air

membentuk urin. Setiap hari ± 180 liter cairan tubuh difiltrasi

diglomerulus dan menghasilkan urin 1-2 liter. Urin yang terbentuk di

dalam nefron disalurkan melalui piramida ke sistem pelvikalis ginjal untuk

kemudian disalurkan ke dalam ureter. (Setiadi, 2007: 120).

Pelvis ginjal (pelvis renalis), yaitu sambungan dari ujung ureter

bagian atas yang berbentuk corong. Batas luar pelvis terbagi menjadi

kantong-kantong dengan ujung terbuka yang disebut kalises mayor, yang

meluas ke bawah dan terbagi menjadi kalises minor, yang mengumpulkan

urin dari tubulus setiap papila. Dinding kalises, pelvis, dan ureter terdiri

atas bagian kontraktil yang mendorong urine menuju kandung kemih

(Guyton dan Hall, 2014: 326), struktur dasar ginjal ditunjukkan pada

Gambar 2.4, sebagai berikut:

Sumber : (Daniel D. Chiras, 2013)


Gambar 2.4 Struktur Dasar Ginjal
55

Ginjal memiliki peranan penting dalam mengatur sirkulasi air dan

pengeluaran sisa metabolisme dalam bentuk urin (air seni). Urin dikeluarkan dari

setiap ginjal melalui saluran yang disebut ureter dan kedua ureter mengalir ke

dalam kandung kemih (urinary bladder) yang sama (Campbell, 2010: 126). Urin

meninggalkan kandung kemih dan mencapai bagian luar tubuh melalui uretra

(Fried dan Hadimenos, 2005: 198).

3) Proses Pembentukan Urin

Peranan ginjal dalam sistem ekskresi yakni ginjal berperan mengeluarkan

sisa metabolisme dalam bentuk urin. Unit pada ginjal yang berperan dalam proses

pembentukan urin adalah nefron. Nefron merupakan satuan fungsional ginjal yang

mengandung kira-kira 1,3 juta nefron dapat membentuk urin sendiri. Selama 24

jam dapat menyaring 170 liter darah (Setiadi, 2007: 120).

Setiap nefron terdiri atas glomerolus merupakan kumpulan kapiler yang

akan memfiltrasi cairan dari darah. Rangkaian proses pembentukan urin di dalam

nefron pada ginjal ditunjukkan Gambar 2.5, sebagai berikut:

Sumber: (Campbell, 2010)


Gambar 2.5 Nefron. Tahapan Proses Pembentukan Urin
56

Tahapan proses pembentukan urin di dalam nefron pada ginjal dijabarkan

sebagai berikut:

a) Penyaringan (filtrasi)

Proses pembentukan urin diawali dengan filtrasi atau penyaringan darah

oleh glomerulus. Glomerulus mengandung anyaman kapiler yang terletak di

dalam kapsula bowman dan menerima darah dari arteriola aferen dan meneruskan

darah ke sistem vena melalui arteriol aferen (Setiadi, 2007: 121).

Hasil penyaringan di glomerulus berupa filtrat glomerulus atau urine

primer. Komposisi cairan filtrat glomerulus yang mengandung asam amino,

glukosa, vitamin, garam, zat buangan bernitrogen, dan molekul-molekul kecil

lainnya. Dari kapsula bowman, filtrat glomerulus (urin primer) mengalir ke dalam

tubulus proksimal (Campbell, 2010: 129).

Filtrat glomerulus tidak mengandung eritrosit dan hanya mengandung

0,03% protein atau 1/200 protein di dalam plasma. Jumlah filtrat glomerulus yang

dibentuk setiap menit dalam semua nefron kedua ginjal disebut laju filtrasi

glomerulus. Pada orang normal sekitar 125 ml/menit, tetapi dalam berbagai

keadaan dapat berubah sampai 200 ml/menit. Dengan kata lain dalam sehari

sekitar 180 liter. Dan lebih dari 99% filtrat tersebut biasanya direabsorbsi di dalam

tubulus dan sisanya dikeluarkan dalam bentuk urin (Setiadi, 2007: 122).

b) Reabsorpsi

Filtrasi glomerulus yang memasuki tubulus nefron mengalir 1) melalui

tubulus proksimal, 2) ansa henle, 3) tubulus distalis, 4) duktus koligentes, ke

dalam pelvis ginjal. Sepanjang perjalanan ini zat direabsorbsi dan di sekresi secara
57

selektif oleh epitel tubulus, dan cairan yang dihasilkan memasuki pelvis ginjal

sebagai urin (Setiadi, 2007: 125).

Cairan yang telah difiltrasi, berupa filtrat glomerulus atau disebut urin

primer mengalir melalui tubula renalis. Kemudian semua bahan-bahan yang masih

diperlukan tubuh pada filtrat glomerulus diserap kembali oleh ginjal dan bahan

yang sudah tidak digunakan oleh tubuh ditinggalkan. Dalam keadaan normal

semua glukosa, sebagian besar air diabsorpsi kembali. Dalam keadaan tertentu

tubula menambah bahan pada urine. Sisa penyerapan akan dikembalikan ke

bagian lain nefron khususnya tubulus distal dan tabung penampung (Nangsari,

1988).

c) Augmentasi

Augmentasi adalah proses pengumpulan zat sisa dan urea yang mulai

terjadi di tubulus kontortus distal. Komposisi urin yang dikeluarkan lewat ureter

adalah 96% air, 1,5 garam, 2,5 gram urea, dan sisa substansi lainnya, misalnya

pigmen empedu yang berfungsi memberi warna dan bau pada urin. Zat sisa

metabolisme yang sudah tidak digunakan lagi oleh tubuh antara lain CO2, H2O,

NHS, zat warna empedu, dan asam urat.

Karbon dioksida dan air merupakan sisa oksidasi atau sisa pembakaran zat

makanan yang berasal dari karbohidrat, lemak, dan protein. Kedua senyawa

tersebut tidak berbahaya bila kadarnya tidak berlebihan. Walaupun CO2

merupakan zat sisa namun sebagian masih dipakai untuk menjaga kestabilan pH

dalam darah. Sedangkan H2O dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan,

misalnya sebagai pelarut.


58

Sedangkan ammonia (NH3) merupakan hasil pebongkaran/pemecahan

protein, merupakan zat yang beracun bagi sel. Oleh karena itu, zat ini harus

dikeluarkan dari tubuh. Jika zat sisa ini masih disimpan dalam tubuh maka zat

tersebut akan dirombak menjadi zat yang kurang beracun, yaitu dalam bentuk

urea. Zat warna empedu merupakan sisa hasil perombakan sel darah merah yang

dilaksanakan oleh hati dan disimpan dalam kantong empedu. Zat inilah yang akan

dioksidasi jadi urobilinogen yang berguna memberi warna pada tinja dan urin.

Asam urat merupakan sisa metabolisme yang mengandung nitrogen (sama dengan

amonia) dan mempunyai daya racun lebih rendah dibandingkan ammonia, karena

daya larutnya di dalam air rendah. Zat-zat sisa inilah yang nantinya akan

dikeluarkan bersamaan urin.

b. Kulit

Kulit adalah salah satu organ terbesar dari tubuh dimana kulit membentuk

15% dari berat badan keseluruhan (Setiadi, 2007: 25). Kulit menutupi dan

melindungi permukaan tubuh dan berhubungan dengan selaput lendir yang

melapisi rongga-rongga dan lubang-lubang yang masuk (Evelyn, 2006: 239).

Sebagai alat ekskresi kulit berperan memproduksi keringat melalui

kelenjar keringat. Keringat dibentuk oleh 2 – 5 juta kelenjar keringat yang berupa

saluran melingkar pada pori-pori permukaan kulit. Keringat terdiri dari 99% air,

sedangkan yang 1% terdiri dari NaCl, potasium klorida, asam laktat, nitrogen

(seperti amoniak dan asam urine). Bau keringat datang dari produksi metabolisme

bakteri yang menggunakan beberapa komponen di dalam keringat sebagai

makanannya (Nangsari, 1988: 171-172). Penguapan keringat dari permukaan kulit


59

mengakibatkan dingin, yang membantu menurunkan temperatur tubuh (Nangsari,

1988: 172). Adapun struktur dasar kulit sebagaimana ditunjukkan pada Gambar

2.6 Struktur Dasar Kulit, sebagai berikut:

Sumber: (Campbell, 2010)


Gambar 2.6 Kulit. Struktur Dasar Kulit
1) Struktur Kulit

Kulit manusia terbagi menjadi 3 lapisan, yaitu kulit ari (epidermis),

kulit jangat (dermis), dan jaringan ikat bawah kulit.

a) Epidermis (Kulit Ari)

Epidermis merupakan bagian terluar dari kulit dan tersusun atas

sel-sel epitel mati. Epidermis tersusun atas epitelium berlapis dan terdiri

atas sejumlah lapisan sel yang disusun atas dua lapis yang jelas tampak:

selapis lapisan tanduk dan selapis zona germinalis. Epidermis tidak

berisi pembuluh darah. Saluran kelenjar keringat menembus epidermis

dan mendampingi rambut. Sel epidermis membatasi folikel rambut

(Campbell, 2010: 16).


60

b) Dermis (Kulit Jangat)

Korium atau dermis tersusun atas jaringan fibrus dan jaringan

ikat yang elastis. Pada permukaan dermis tersusun papil-papil kecil

yang berisi papil-papil kecil yang berisi pembuluh darah kapiler.

(Evelyn, 2006: 241).

c) Hipodermis (Jaringan Ikat Bawah Kulit)

Lapisan hipodermis merupakan lapisan jaringan adiposa yang

menyimpan sel-sel lemak serta pembuluh darah (Campbell, 2010: 16).

2) Fungsi Kulit sebagai Alat Ekskresi

Kulit sebagai organ ekskresi berfungsi mengeluarkan keringat yang

dihasilkan oleh kelenjar keringat. Pada manusia, kelenjar-kelenjar keringat

terdapat di seluruh permukaan kulit, terutama terpusat pada telapak tangan dan

telapak kaki (Fried dan Hadimenos, 2005).

Keringat adalah sekresi aktif dari kelenjar keringat di bawah

pengendalian saraf simpatis. Keringat merupakan sumber utama hilangnya air

dalam jumlah sangat banyak. Keringat merupakan hasil ekskresi yang terdiri atas

air, garam (NaCl), dan sedikit urea. Bahan-bahan tersebut terdapat di dalam

kapiler darah di kulit yang kemudian akan diserap oleh kelenjar keringat dan

dikeluarkan ke permukaan kulit sebagai keringat (Evelyn, 2006). Pembentukan

urea melibatkan kedua produk ekskretori utama, yaitu ammonia dan

karbondioksida. Karena urea terlarut dalam air sehingga diperlukan sejumlah air

untuk mengeluarkannya. Namun, jika kehilangan air dan garam terlalu banyak,

tubuh akan mengalami dehidrasi (Fried dan Hadimenos, 2005). Banyak


61

sedikitnya keringat yang dikeluarkan oleh tubuh dipengaruhi oleh berbagai

faktor, antara lain aktivitas tubuh, suhu lingkungan, kelembapan udara,

kelancaran penyerapan air pada ginjal, dan gangguan kejiwaan (Mackean, 2002).

c. Hati

Hati merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh, yang terletak di bagian

teratas dalam rongga abdomen di sebelah kanan di bawah diafragma (Evelyn,

2006). Hati merupakan organ penting yang berperan dalam berbagai proses yang

terjadi dalam tubuh seseorang termasuk sistem ekskresi. Di dalam tubuh hati

merupakan organ terbesar yang menyumbang sekitar 2 persen berat tubuh total,

atau sekitar 1,5 kg pada rata-rata manusia dewasa dan terletak tepat di bawah

diafragma dan berdekatan dengan lambung (Guyton dan Hall, 2014). Adapun

struktur hati ditunjukkan pada Gambar 2.7, sebagai berikut:

Sumber : (Daniel D. Chiras, 2013)


Gambar 2.7 Struktur Dasar Hati
Hati berperan mensekresi empedu, kemudian empedu dikeluarkan melalui

kapiler empedu yang halus disebut kankuli empedu, yaitu saluran halus yang

dimulai di antara sel hati, dan terletak antara dua sel. Tetapi kanakuli itu terpisah
62

dari kapiler darah sehingga darah dan empedu tidak pernah bercampur (Evelyn,

2006). Cairan empedu yang dihasilkan oleh hati merupakan produk ekskresi yang

dibentuk dari perombakan atau pemecahan hemoglobin sel-sel darah merah yang

telah tua.

Hemoglobin yang terdapat di dalam sel-sel darah merah akan dipecah

menjadi globin, besi, dan hem. Globin yang merupakan protein diubah menjadi

asam amino dan dimasukkan ke dalam aliran darah untuk digunakan dalam

sintesis protein baru. Besi dikeluarkan dari bagian molekul hem dan disimpan.

Adapun hem akan diubah menjadi zat warna empedu, yaitu biliverdin dan

bilirubin. Di dalam saluran pencernaan, zat warna empedu itu diubah menjadi

urobilin yang memberi warna kuning pada feses. Urobilin juga menyebabkan

warna kuning pada urin (Jones dan Jones, 2014).

Di dalam hati, asam amino yang tidak diperlukan dalam pembentukan

protein diubah menjadi glikogen. Selama proses tersebut, bagian asam amino

yang mengandung nitrogen, yaitu bagian amino (NH2), dikeluarkan dan diubah

menjadi urea, kemudian diekskresi oleh ginjal. Ketika gugus NH2 dikeluarkan dari

asam amino tertentu, ia membentuk amoniak (NH3) atau ion ammonium (NH4+).

Ammonia tersebut sangatlah beracun bagi sel-sel tubuh sehingga hati segera

mengubahnya menjasi urea (CO(NH2)2) yang tidak berbahaya. Berbagai senyawa

racun yang masuk ke dalam tubuh akan diubah oleh hati menjadi bahan-bahan

yang tidak berbahaya untuk kemudian diekskresi oleh ginjal dalam bentuk urin

(Jones dan Jones, 2014).


63

d. Paru-Paru

Paru-paru disamping sebagai organ pernapasan juga berperan sebagai

organ ekskresi. Paru-paru berada dalam rongga torax, di atas diafragma. Paru-paru

mempunyai permukaan luar yang menyentuh tulang-tulang iga (Evelyn, 2006).

Sumber: Campbell, 2012


Gambar 2.8 Struktur Dasar Paru-Paru

Paru-paru berbentuk seperti spons dan berisi udara dengan tiga lobus di

sebelah paru kanan dan paru kiri dua lobus, seperti Gambar 2.8 di atas. Selain

berfungsi sebagai organ respirasi, paru-paru juga berfungsi sebagai organ

ekskresi. Selama proses pernapasan, disamping mengambil oksigen paru-paru

paru-paru juga mengeluarkan atau mengekskresi sisa-sisa proses pembakaran zat-

zat makanan yang berupa CO2 dan air (dalam bentuk uap air) dari dalam tubuh.

Sebagian besar (75%) karbondioksida yang diangkut oleh darah berbentuk

senyawa asam karbonat (H2CO3), sedangkan sisanya (25%) diikat oleh

hemoglobin membentuk senyawa karboksihemoglobin (HbCO2) (Fried dan

Hadimenos, 2005).

Karbondioksida dan air dari seluruh jaringan akan diangkut oleh darah

melalui vena menuju serambi kanan dan bilik kanan jantung. Selanjutnya, dari
64

bilik kanan jantung, darah yang mengandung karbondioksida itu dipompa ke

paru-paru. Di dalam paru-paru, tepatnya di bagian alveolus, karbondioksida dan

uap air tersebut akan berdifusi ke dalam alveolus untuk dikeluarkan ke udara luar

(Evelyn, 2006).

2. Gangguan-Gangguan Pada Organ Ekskresi

a. Glomerulonefritis

Glomerulonefritis adalah jenis gagal yang disebabkan oleh kelainan reaksi

imun yang merusak glomerulus. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri

Streptococcus beta grup A yang mengakibakan kerusakan pada glomerulus.

Bakteri ini tidak merusak ginjal secara langsung namun menginfeksi tempat tubuh

lain. Infeksi dapat berupa radang tenggorok Streptococcus, tonsilitis

Streptococcus, atau bahkan infeksi kulit Streptococcus (Guyton dan Hall, 2014).

b. Glukosuria Ginjal

Gangguan ini disebabkan karena ginjal gagal mereabsorbsi glukosa. Pada

keadaan ini, konsentrasi glukosa darah normal, tetapi kemampuan ginjal untuk

mereabsorbsi glukosa di tubulus sangat terbatas atau bahkan tidak ada. Akibatnya

sejumlah glukosa dikeluarkan melalui urine setiap harinya (Guyton dan Hall,

2014). Akibat penyakit ini bila digambarkan seperti Gambar 2.9 di bawah ini:

Sumber: lukadiabetes.com
Gambar 2.9 Penyakit Glukosuria/ Diabetes Melitus dan efeknya pada organ tubuh
65

c. Batu Ginjal

Batu Ginjal terbentuk dari pengendapan garam kalsium, magnesium, asam

urat, atau sistein. Batu-batu kecil mengalir bersama urine sedangkan batu yang

lebih besar akan tersangkut dalam ureter.

Batu ginjal di dalam saluran kemih menyebabkan rasa nyeri pada

pinggang yang akut dan berat, sering mual dan muntah. Pada beberapa pasien,

nyeri menjalar ke daerah vagina atau skrotum (Greenberg, 2008: 341). Gambaran

terdapat batu gnjal di dalam ginjal seperti pada Gambar 2.10 berikut ini:

Sumber: makassar.tribunnews com

Gambar 2.10 Bentuk batu ginjal

d. Diabetes Insipidus

Diabetes Insipidus adalah suatu kelainan disebabkan karena ginjal gagal

merespon hormon antidiuretik yang menyebabkan ekskresi urin yang encer dalam

jumlah besar dan menyebabkan rasa haus yang berlebihan. Diabetes insipidus

terjadi akibat penurunan pembentukan hormon antidiuretik (vasopresin), yaitu

hormon yang secara alami mencegah pembentukan air kemih yang terlalu banyak

(Guyton dan Hall, 2014: 439).


66

I. Kerangka Konseptual

Berdasarkan uraian di atas adapun kerangka konseptual pada penelitian ini

dijabarkan seperti pada Gambar 2.11 Berikut:


Harapan Kenyataan

1. Peserta didik diharapkan dapat aktif dalam 1. Peserta didik cenderung pasif
diskusi kelas dan aktif selama proses mengikuti kegiatan diskusi kelas dan
kegiatan belajar mengajar berlangsung beberapa peserta didik cenderung
(KBM). kurang memperhatikan pelajaran
2. Peserta didik mampu berpikir secara kritis selama KBM berlangsung.
3. Disamping unggul dibidang akademik 2. Peserta didik belum mampu berpikir
peserta didik harus memiliki sikap secara kritis dikarenakan belum ada
spiritual dan sosial yang baik. perangkat pembelajaran yang
menunjang.

Masalah

1. Siswa terlihat pasif selama kegiatan belajar mengajar (KBM) berlangsung


2. Perangkat pembelajaran belum mencakup banyak aktifitas yang megajak siswa untuk
berpikir tingkat tinggi.

Teori Belajar yang Mendukung Hasil Penelitian yang Relevan

1. Teori belajar Piaget dimana pada 1. Novi Maria Kristiani (2013),


tahap formal-operasional seorang Pengembangan Perangkat Pembelajaran
individu telah memiliki kemampuan IPA dengan Pendekatan Scientific untuk
mengkoordinasi secara bertahap Melatih Berpikir Kritis Siswa.
sesuai dengan pendekatan scientific. 2. Eko Sulistiono (2013), Peningkatan
2. Teori belajar Vygotsky menyatakan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
bahwa perkembangan kognitif Menggunakan Perangkat Pembelajaran IPA
memerlukan interaksi sosial. SMP Berorientasi Penyelesaian Masalah.
Interaksi sosial dapat terjadi melalui 3. Nur Miftahul Fuad (2013), Pengembangan
kegiatan kooperatif yang merupakan Media Pembelajaran Animasi Berbasis
hal penting dalam belajar, karena Inkuiri Pada Materi Sistem Ekskresi
dapat melatih berpikir tingkat tinggi. Manusia untuk Melatihkan Keterampilan
3. Teori belajar Bruner menyatakan Berpikir Kritis Siswa
bahwa pembelajaran adalah proses
aktif dimana pelajar membina
pengetahuan baru.
4. Teori belajar Ausubel menyatakan
bahwa belajar dikatakan bermakna
bila informasi yang akan dipelajari
peserta didik disusun sesuai dengan
struktur kognitif yang dimilikinya.

Solusi

Mengembangkan perangkat pembelajaran IPA dengan pendekatan scientific untuk melatihkan


berpikir kritis siswa

Gambar 2.11 Kerangka Konseptual

Anda mungkin juga menyukai