Anda di halaman 1dari 19

PBAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Hipertensi adalah masalah kesehatan yang paling sering ditemukan dalam

kehamilan.hipertensi merupakan komplikasi kehamilan kira-kira 7-10 % dari seluruh

kehamilan.

Hipertensi dalam kehamilan adalah salah satu penyebab morbiditas dengan

mortalitas ibu disamping pendarahan dan infeksi.pada hipertensi dalam kehamilan

juga didapati angka mortalitas dan morbiditas bayi yang cukup tinggi. Di Indonesia

preeklamsia dan eklamsia merupakan penyebab dari 30-40% kematian

perinatal,sementara dibeberapa rumah sakit diindonesia telah menggeser perdarahan

sebagai penyebab utama kematian maternal.

Klasifikasi hipertensi dalam kehamillan sebagai berikut :

1. Definisi dan Klasifikasi

a. Hipertensi Kronik

Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur

kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah

umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca

persalinan.4

b. Preeklampsia

Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu

kehamilan disertai dengan proteinuria. Preeklampsia terbagi menjadi :4

3
4

 Preeklampsia ringan adalah preeklampsia dengan tekanan darah ≥ 140/ 90

mmHg disertai dengan proteinuria ≥ 300 mg/ 24 jam atau ≥ 1disptick.

 Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥

160/ 110 mmHg disertai proteinuria lebih dari 5 gr/ 24 jam atau 4 + dalam

pemeriksaan kualitatif.

c. Eklampsia

Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang

atau koma.4

d. Hipertensi Gestasional

Hipertensi gestasional disebut juga transient hypertension adalah

hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan

hipertensi menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan atau kehamilan dengan

tanda-tanda preeklampsia tetapi tanpa proteinuria.4

Hipertensi kronis yang diperberat oleh preeklamsi atau eklamsi adalah

preeklamsi atau eklamsi yang timbul pada hipertensi kronis dan disebut juga

Superimposed Preeclampsia.5

2. Epidemiologi

Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15 % penyulit kehamilan dan

merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu

bersalin. Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga

masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan selain oleh etiologi tidak jelas, juga oleh
5

perawatan dalam persalinan masih ditangani oleh petugas non medik dan sistem

rujukan yang belum sempurna.4

Dari jumlah kematian maternal, prevalensi paling besar adalah

preeklampsia dan eklampsia sebesar 12,9% dari keseluruhan kematian ibu.

Insidensi preeklamsia di Indonesia sekitar 3–10%, menyebabkan mortalitas

maternal sebanyak 39.5% pada tahun 2001, dan sebanyak 55.56% pada tahun

2002.1

3. Etiologi dan Faktor Risiko

Terdapat banyak etiologi dan faktor risiko untuk terjadinya hipertensi

dalam kehamilan, yang dapat dikelompokkan sebagai berikut :4

a. Primigravida, primipaternitas.

b. Hiperplasentosis, misalnya : mola hidatidosa, kehamilan multiple, diabetes

mellitus, hidrops fetalis, bayi besar.

c. Umur yang ekstrim.

d. Riwayat keluarga pernah preeklampsia/ eklampsia.

e. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil.

f. Obesitas
6

4. Patofisiologi

Gambar 1. Patofisilogi Hipertesi Dalam Kehamila


7

Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan

jelas. Banyak teori telah dikemukakan dengan terjadinya hipertensi dalam

kehamilan, tetapi tidak ada satu pun teori yang dianggap mutlak benar. Teori-

teori sekarang yang banyak dianut adalah :4

a. Teori kelainan vaskularisasi plasenta

Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari

cabang-cabang arteri uterina dan arteri ovariks. Kedua pembuluh darah

tersebut menembus miometrium berupa arteri arkuarta dan arteri arkuarta

memberi cabang arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium

menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arteri spiralis.4

Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi

trofoblas kedalam lapisan otot arteri spiralis, yang menimbulkan degenerasi

lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas

juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks

menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi

dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi

dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular dan

peningkatan aliran darah pada daerah uteroplasenta.4

Pada hipertensi dalam kehamilan, tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas

pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot

arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak

memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi.4


8

Gambar 2. Remodeling pembuluh darah pada kehamilan normal dan

hipertensi dalam kehamilan

b. Teori iskemik plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel

 Iskemik plasenta dan pembentukan oksidan/ radikal bebas

Plasenta yang mengalami iskemik dan hipoksia akan menghasilkan oksidan

yaitu hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membrane sel

endotel pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak membrane sel,


9

yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida

lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membrane sel, juga akan

merusak nucleus, dan protein sel endotel.4

 Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan

Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan,

khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, missal

vitamin E pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi

dominasi kadar oksidan peroksida lemak yang relative tinggi.4

 Disfungsi sel endotel

Kerusakan sel endotel akan menyebabkan :

 Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel

endotel adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi

prostasiklin (PGE2) : suatu vasodilator kuat.

 Agregrasi trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan

untuk menutup tempat-tempat di lapisan endotel yang mengalami

kerusakan. Agregrasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2)

suatu vasokonstriktor kuat. Pada preeklampsia kadar tromboksan lebih

tinggi dari kadar prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi, dengan

terjadi kenaikan tekanan darah.

 Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus.

 Peningkatan permeabilitas kapiler.


10

 Peningkatan produksi bahan-bahan vasopressor, yaitu endotelin. Kadar

NO (vasodilatator) menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriktor)

meningkat.

 Peningkatan faktor koagulasi.

c. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin

Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya

“hasil konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human

leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi

respon imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya

HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel

Natural Killer (NK) ibu.4

Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi

HLA-G. Berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta, menghambat

invasi trofoblas kedalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan

desidua menjadi lunak dan gembur sehingga memudahkan terjadinya dilatasi

arteri spiralis.4

d. Teori adaptasi kardiovaskuler

Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan

vasopressor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan

vasopressor atau dibutuhkan kadar vasopressor yang lebih tinggi untuk

menimbulkan respon vasokonstriksi.4


11

Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap

bahan vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap

bahan-bahan vasopressor.4

5. Patologi

Perubahan pada sistem dan organ pada preeklampsi :4

a. Perubahan kardiovaskular

Penderita preeklampsi sering mengalami gangguan fungsi kardiovaskular

yang parah, gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan pompa

jantung akibat hipertensi.

b. Ginjal

Terjadi perubahan fungsi ginjal disebabkan karena menurunnya aliran darah

ke ginjal akibat hipovolemi, kerusakan sel glomerulus mengakibatkan

meningkatnya permeabilitas membran basalis sehingga terjadi kebocoran

dan mengakibatkan proteinuria.

c. Viskositas darah

Viskositas darah meningkat pada preeklampsi, hal ini mengakibatkan

meningkatnya resistensi perifer dan menurunnya aliran darah ke organ

d. Hematokrit

Hematokrit pada penderita preeklampsi meningkat karena hipovolemia yang

menggambarkan beratnya preeklampsia.


12

e. Edema

Edema terjadi karena kerusakan sel endotel kapilar. Edema yang patologi

bila terjadi pada kaki tangan/seluruh tubuh disertai dengan kenaikan berat

badan yang cepat.

f. Hepar

Terjadi perubahan pada hepar akibat vasospasme, iskemia, dan perdarahan.

Perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel hepar

dan peningkatan enzim hepar. Perdarahan ini bisa meluas yang disebut

subkapsular hematoma dan inilah yang menimbulkan nyeri pada daerah

epigastrium dan dapat menimbulkan ruptur hepar.

g. Neurologi

Perubahan neurologik dapat berupa, nyeri kepala di sebabkan hiperfusi otak.

Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi ganguan visus.

h. Paru

Penderita preeklampsi berat mempunyai resiko terjadinya edema paru.

Edema paru dapat disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel

pada pembuluh darah kapiler paru, dan menurunnya diuresis.

6. Manifestasi Klinis

Gambaran klinik preeklampsia bervariasi luas dan sangat individual.

Kadang-kadang sukar untuk menentukan gejala preeklampsia mana yang timbul

lebih dahulu.4
13

Secara teoritik urutan-urutan gejala yang timbul pada preeklampsia ialah

edema, hipertensi, dan terakhir proteinuria, sehingga bila gejala-gejala ini timbul

tidak dalam urutan diatas, dapat dianggap bukan preeklampsia.4

Dari semua gejala tersebut, timbulnya hipertensi dan proteinuria

merupakan gejala yang paling sering. Namun penderita seringkali tidak

merasakan perubahan ini. Bila penderita sudah mengeluh adanya gangguan nyeri

kepala, gangguan penglihatan, atau nyeri epigastrium, maka penyakit ini sudah

cukup lanjut.4

7. Diagnosis

a. Hipertensi Gestasional

Kriteria Diagnosis pada hipertensi gestasional yaitu :6

 TD 140/90 mmHg yang timbul pertama kali selama kehamilan.

 Tidak ada proteinuria.

 TD kembali normal < 12 minggu postpartum.

 Diagnosis akhir baru bisa ditegakkan postpartum.

 Mungkin ada gejala preeklampsia lain yang timbul, contohnya nyeri

epigastrium atau trombositopenia.

b. Preeklampsia dan Eklampsia

Kriteria diagnosis pada preeklamsi terdiri dari :6

Kriteria minimal, yaitu :

 TD 140/90 mmHg pada kehamilan > 20 minggu.


14

 Proteinuria 300 mg/24 jam atau 1+ dipstick.

Kemungkinan terjadinya preeklamsi berat :

 TD 160/110 mmHg.

 Proteinuria 2.0 g/24 jam atau 2+ dipstick.

 Kreatinin serum > 1.2 mg/dL kecuali sebelumnya diketahui sudah

meningkat.

 Trombosit <100.000/mm3.

 Hemolisis mikroangiopati (peningkatan LDH).

 Peningkatan ALT atau AST.

 Nyeri kepala persisten atau gangguan penglihatan atau cerebral lain.

 Nyeri epigastrium persisten.

 Edema paru-paru dan sianosis

Preeklampsia berat dibagi menjadi :

 Preeklampsia berat tanpa impending eklampsia

 Preeklampsia berat dengan impending eklampsia.

Disebut impending eklampsia bila preeklampsia berat disertai gejala-gejala

subyektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri

epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah, yang berujung terjadinya

eklampsia.4
15

c. Superimposed Preeklampsia

Kriteria diagnosis Superimposed Preeclampsia adalah :3

 Proteinuria 300 mg/24 jam pada wanita dengan hipertensi yang belum ada

sebelum kehamilan 20 minggu.

 Peningkatan tiba-tiba proteinuria atau tekanan darah atau jumlah trombosit

<100.000/mm3 pada wanita dengan hipertensi atau proteinuria sebelum

kehamilan 20 minggu.

d. Hipertensi Kronik

Diagnosis hipertensi kronis yang mendasari dilakukan apabila :

 Hipertensi (≥ 140/90 mmHg) terbukti mendahului kehamilan.

 Hipertensi (≥ 140/90 mmHg) diketahui sebelum 20 minggu, kecuali bila

ada penyakit trofoblastik.

 Hipertensi berlangsung lama setelah kelahiran.

8. Pemeriksaan Penunjang

a. Proteinuria

Pemeriksaan yang perlu dilakukan dalam kasus hipertensi sebagai komplikasi

kehamilan adalah proteinuria, untuk diagnosis dini preeklampsia yang

merupakan akibat dari hipertensi kehamilan.3


16

b. Kadar asam urat

Pada hipertensi dalam kehamilan terjadi perubahan sistim hemodinamik

seperti penurunan volume darah, peningkatan hematokrit dan viskositas darah.

Akibat dari perubahan-perubahan tersebut akan terjadi perubahan fungsi

ginjal, aliran darah ginjal menurun, kecepatan filtrasi glomerulus menurun

yang mengakibatkan menurunnya klirens asam urat dan akhirnya terjadi

peningkatan kadar asam urat serum. Rata-rata kadar asam urat mulai

meningkat 6 minggu sebelum preeklampsia menjadi berat.7

c. Kadar trombosit dan fibronectin

d. Ultrasonografi

Dalam 2 dekade terakhir ultrasonografi semakin banyak dipakai alat

penunjang diagnostik dalam bidang obstetri. Bahkan dengan perkembangan

teknik Doppler dapat dilakukan pengukuran gelombang kecepatan aliran

darah dan volume aliran darah pada pembuluh darah besar seperti arteri

uterina dan arteri umbilikalis. Pada wanita penderita hipertensi dalam

kehamilan sering ditemukan kelainan gelombang arteri umbilikalis, dimana

dapat terlihat gelombang diastolik yang rendah, hilang atau terbalik.7

9. Diagnosis Banding

Kejang pada eklampsia harus dipikirkan kejang akibat penyakit lain. Oleh

karena itu, diagnosis banding eklampsia menjadi sangat penting. Misalnya :4


17

a. Perdarahan otak

b. Hipertensi

c. Lesi otak

d. Kelainan metabolik

e. Meningitis

f. Epilepsi iatrogenic

10. Penatalaksanaan

Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat

inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan penting

pada preeklampsia dan eklampsia adalah pengelolaan cairan karena penderita

preeklampsia dan eklampsia mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya edema

paru dan oliguria. Oleh karena itu dilakukan monitoring input dan output cairan

menjadi sangat penting. Dipasang foley catheter untuk mengukur pengeluaran

urin.4

a. Pemberian obat anti kejang MgSO4

 Cara pemberian

Loading dose : 4 gram MgSO4 (40% +dalam 10 cc aquabides)

selama 10 menit .

Maintenance dose :6 gr mgso4 40% dalam 500 cc ringer laktat selama 6

jam: (16 tts/menit)

Awasi : volume urine, frekuensi nafas,dan reflex patella

setiap jam
18

Pastikan tidak ada tanda-tanda intoksikasi magnesium pada setiap

pemberian mgso4 ulangan.

Bila ada kejang ulangan berikan 2g mgso4 40%,iv

 Syarat pemberian MgSO4 :

 Tersedia antidotum yaitu kalsium glukonas 10 % = 1 gram (10% dalam

10 cc) diberikan iv 3 menit.

 Reflex patella (+) kuat.

 Frekuensi pernafasan > 16 kali/ menit, tidak ada tanda-tanda distress

pernafasan.

 Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kgbb/jam)

 MgSO4 dihentikan bila :

 Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot,hipotensi,reflex

fisiologis menurun,fungsi jantung terganggu,depresi SSP,kelumpuhan

dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan

otot-otot pernafasan karena ada serum 10 U magnesium pada dosis

adekuat adalah 4-7 mEq/liter.

 Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfa: hentikan

pemberian magnesium sulfat,berikan calcium gluconase 10% 1 gram

(10% dalam 10 cc) secara IV dalam waktu 3 menit,berikan

oksigen,lakukan pernafasan buatan


19

 Magnesium sulfat dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca persalinan

sudah terjadi perbaikan (normotensif)

 MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre eklamsi

ringan,selambat-lambatnya dalam 24 jam

 Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan

medisinal gagal dan harus diterminasi.

b. Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru,

payah jantung kongestif atau anasarka. Diuretik yang dipakai adalah

furosemide.

c. Pemberian antihipertensi

 Antihipertensi lini pertama

Nifedipin, dosis 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit, maksimal

120 mg dalm 24 jam.

 Antihipertensi lini kedua

Sodium nitroprusside : 0,25 μg iv/ kg/ menit, infus : ditingkatkan 0,25

μg iv/ kg/ 5 menit.

d. Glukokortikoid

Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru tidak merugikan ibu.

Diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2 x 24 jam.

e. Sikap terhadap kehamilan, terbagi menjadi :

 Aktif (aggressive management) : kehamilan segera di akhiri/ diterminasi

bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa. Indikasi

perawatan aktif ialah bila didapatkan satu/ lebih keadaan :


20

a) Ibu

- Umur kehamilan > 37 minggu.

- Adanya tanda impending eklampsia.

- Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu keadaan klinis

dan laboratorium yang memburuk.

- Diduga terjadi solusio plasenta

- Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau perdarahan.

b) Janin

- Adanya tanda-tanda fetal distress

- Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction (IUGR)

- Terjadinya oligohidramnion.

c) Laboratorium

- Adanya tanda-tanda “sindrom HELLP” khususnya menurunnya

trombosit dengan cepat.

 Konservatif (ekspektatif) : kehamilan tetap dipertahankan bersamaan

dengan pemberian pengobatan medikamentosa. Indikasi perawatan

konservatif ialah bila kehamilan preterm < 37 minggu tanpa disertai tanda-

tanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik. Diberi pengobatan

yang sama dengan pengobatan medikamentosa pada pengelolaan secara

aktif.
21

11. Komplikasi

Komplikasi yang paling ditakutkan terjadi pada preeklampsia adalah

adanya sindrom HELLP.4

12. Prognosis

Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka gejala

perbaikan akan tampak jelas setelah terminasi kehamilan. Segera setelah

persalinan berakhir perubahan patofisiologi akan segera mengalami perbaikan.

Diuresis terjadi 12 jam kemudian setelah persalinan. Keadaan ini merupakan

tanda prognosis yang baik, karena hal ini merupakan gejala pertama

penyembuhan. Tekanan darah kembali normal dalam beberapa jam kemudian.

Eklampsia tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya, kecuali pada janin dari

ibu yang sudah mempunyai hipertensi kronik. Prognosis janin pada penderita

eklampsia juga tergolong buruk. Seringkali janin mati intrauterine atau mati pada

fase neonatal karena memang kondisi bayi yang sudah sangat inferior.4

Anda mungkin juga menyukai