Anda di halaman 1dari 18

Osteoporosis Primer

Sekitar 65-80% wanita dan 45-60% pria dengan osteoporosis menderita osteoporosis primer.
Pada wanita dengan fraktur kompresi karena osteoporosis primer didapat masa tulang
kortikal dan trabekular yang kurang. Jumlah trabekula yang kurang dan pertanda biokimiawi
serta histologik merupakan bukti terjadinya resorpsi tulang yang meningkat dibandingkan
kontrol pada umur yang sama. Hormonestron dan androstendion berkurang secara bermakna
pada wanita dengan osteoporosis, dan hal ini merupakan sebagian sebab didapatkannya
resorpsi tulang yang bertambah banyak dan pengurangan masa tulang. Absorbsi kalsium pada
wanita dengan kondisi ini menjadi lebih rendah.

Osteoporosis primer sering menyerang wanita paska menopause dan juga pada pria
usia lanjut dengan penyebab yang belum diketahui, Sekitar 65-80% wanita dan 45-60% pria
dengan osteoporosis menderita osteoporosis primer. Osteoporosis primer pada wanita
biasanya disebut sebagai osteoporosis postmenopausal, terjadi karena kekurangan estrogen
(hormon utama pada wanita). Sementara itu, pada pria osteoporosis primer yang terjadi
adalah osteoporosis senilis, terjadi karena kekurangan kalsium yang berhubungan dengan
usia dan ketidak seimbangan di antara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang
yang baru.
Osteoporosis primer dibagi lagi menjadi:
1. Osteoporosis tipe 1, disebut juga postemenoposal osteoporosis. Osteoporosis tipe ini
bisa terjadi pada dewasa muda dan usia tua, baik laki-laki maupun perempuan. Pada
perempuan usia antara 51-75 tahun beresiko 6 kali lebih banyak daripada laki-laki
dengan kelompok umur yang sama. Tipe osteoporosis ini berkaitan dengan perubahan
hormon setelah menopause dan banyak dikaitkan dengan patah tulang pada ujung
tulang pengumpil lengan bawah.
2. Osteoporosis tipe 2, disebut juga senile osteoporosis (involutional osteoporosis). Tipe
2 ini banyak ditemui pada usia di atas 70 tahun dan dua kali lebih banyak pada wanita
dibanding laki-laki pada umur yang sama. Osteoporosis jenis ini, terjadi karena
gangguan pemanfaatan vitamin D oleh tubuh, misalnya kekurangan dalam
pembentukan vitamin D.
Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder lebih jarang ditemukan, hanya 5% dari seluruh osteoporosis.
Osteoporosis sekunder terdapat pada 20-35% wanita dan 40-55% pria, dengan gejalanya
berupa fraktur pada vertebra dua atau lebih. Osteoporosis sekunder ini disebabkan oleh faktor
di luar tulang diantaranya: Karena gangguan hormon seperti hormon gondok, tiroid, dan
paratiroid, insulin pada penderita diabetes melitus dan glucocorticoid, Karena zat kimia dan
obat-obatan seperti nikotin,rokok, obat tidur, kortikosteroid,alkohol, Penyebab lain seperti
istirahat total dalam waktu lama,pcnyakit gagal ginjal, penyakit hati, gangguan penyerapan
usus, penyakit kanker dan keganasan lain, sarcoidosis, penyakit sumbatan saluran paruyang
menahun,berkurangnya daya tarik bumi dalam waktu lama seeperti pada awak pesawat ruang
angkasa yang berada di luar angkasa sampai berbulan-bulan.

Osteoporosis sekunder terdapat pada 20-35% wanita dan 40-55% pria, dengan
gejalanya berupa fraktur pada vertebra dua atau lebih. Osteoporosis sekunder ini disebabkan
oleh faktor di luar tulang diantaranya gangguan hormonal, dan juga kesalahan pada gaya
hidup seperti konsumsi alkohol secara berlebihan, rokok, kafein, kurangnya aktivitas fisik
dan penggunaan obat-obatan jenis tertentu (glukokortikoid dan sterodi) dalam jangka waktu
yang panjang juga akan berpengaruh. berbeda dengan osteoporosis primer yang terjadi karena
faktor usia, osteoporosis sekunder bisa saja terjadi pada orang yang masih berusia muda.

Osteoporosis juvenil idiopatik


Osteoporosis jenis ini terjadi pada anak-anak dan orang dewasa muda. Penyebab
osteoporosis jenis ini tidak diketahui secara pasti. Meski anak-anak maupun dewasa muda
memiliki kadar hormon normal serta asupan gizi yang baik, dapat tetap terkena pengeroposan
tulang.

Patogenesis
Patogenesis semua macam osteoporosis adalah sama yaitu adanya balans tulang
negatif yang patologik dan kekurangan kalsium yang dapat disebabkan oleh peningkatan
resorpsi tulang dan atau penurunan pembentukan tulang. Massa tulang pada semua usia
ditentukan oleh 3 variabel yaitu massatulang puncak, usia dimana kekurangan massa tulang
mulai terjadi dan kecepatan kehilangan tulang meningkat. Massa tulang akan terus meningkat
sampai mencapai puncaknya pada usia 30-35 tahun. Puncak masa tulang ini lebih tinggi pada
laki-laki daripada perempuan. Untuk jangka waktu tertentu keadaan massa tulang tetap stabil
dan kemudian terjadi pengurangan massa tulang sesuai dengan pertambahan umur. Densitas
tulang yang rendah pada usia lanjut dapat terjadi akibat puncak massa tulang yang tidak
cukup atau meningkatnya kehilangan tulang sebagai kelanjutan usaha untuk mencapai massa
tulang yang normal
Pada osteoporosis didapat massa tulang yang rendah dan kerusakan mikroarsitektur
jaringan tulang dengan akibat peningkatan fragilitas tulang dan resiko fraktur. Bertambahnya
kehilangan tulang dapat disebabkan oleh umur, menopause, dan beberapa faktor sporadik.

Keluhan dan Gejala Osteoporosis


Bila tidak disertai dengan penyakit pemberat lain (komplikasi), penderita osteoporosis bisa
saja tidak merasakan gejala apapun. Keluhan yang mungkin timbul Hanya berupa rasa sakit
dan tidak enak dibagian punggung atau daerah tulang yang mengalami osteoporosis. Namun
perlu diwaspadai, bahwa patah tulang bisa terjadi hanya karena sedikit goncangan atau
benturan yang sering pada tulang yang manahan beban tubuh. Rasa nyeri bisa hilang sendiri
setelah beberapa hari atau beberapa minggu, dan kemudian timbul lagi bila proses
osteoporosis terjadi lagi di tempat lain. Pemadatan ruas tulang punggung yang luas (multiple
compression) bisa memperlihatkan gejala membungkuk pada tulang belakang,yang terjadi
perlahan dan menahun dengan keluhan nyeri tumpul. Gejalanya, penderita nampak bongkok
sebagai akibat kekakuanpada otot punggung.

Proses pengeroposan tulang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang dan tidak
menimbulkan gejala yang sangat jelas. Bila tidak disertai dengan penyakit pemberat lain
(komplikasi), penderita osteoporosis bisa saja tidak merasakan gejala apapun. Seseorang akan
diketahui tulangnya keropos setelah pemeriksaan rontgen pada tulang ketika tulang
mengalami cedera. Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi kolaps
atau hancur, akan timbul nyeri dan perubahan bentuk tulang. Jadi, seseorang dengan
osteoporosis biasanya akan memberikan keluhan atau gejala sebagai berikut:
1. Terasa nyeri pada persendian.
2. Kesulitan ketika hendak berdiri.
3. Sakit pada bagian punggung.
4. Pada orang lanjut usia akan lebih cenderung untuk membungkuk.
5. Berkurangnya tinggi badan karena postur tubuh yang membungkuk.
6. Tulang mudah patah, retak, dan juga rapuh ketika mengalami kecelakaan seperti terjatuh,
membungkuk, mengangkat benda, bahkan ketika terjadi benturan yang ringan.
Faktor Resiko Osteoporosis
Resiko paling tidak menguntungkan penderita osteoporosis adalah terjadinya fraktur tulang
yang apabila tidak ditangani dengan tuntas sampai dengan rehabilitasi medik,makapasien
akan mengalami disabilitas, gangguan fungsi aktivitas dari tingkat sederhana sampai berat
dan mengalami keterbatasan dalam bersosialisasi yang ujungnya dapat mempengaruhi
kualitas hidup Penderitanya. Faktor resiko osteoporosis dapat dibedakan menjadi faktor
resiko yang sifatnya tidak dapat diubah dan yang dapat diubah. Untuk yang tidak dapat
diubah diantaranya:
1. Gender perempuan: Pada umumnya perempuan mempunyai tulang yang lebih ringan
dan lebih kecil dibandingkan laki-laki
2. Usia lanjut
3. Riwayat osteoporosis dalam keluarga: Umumnya tipe perawakan tubuh dalam
anggota keluarga saling mirip satu dengan lainnya.
4. Ras: Perempuan Asia dan Kaukasia lebih mudah terkena osteoporosis dibandingkan
perempuan Afrika.
5. Bentuk badan: Semakin kecil dan kurus tubuh seseorang, semakin beresiko
mengalami osteoporosis.
6. Beberapa penyakit seperti anoreksia, diabetes, diare kronis, penyakit ginjal dan hati.
Sedangkan untuk faktor resiko osteoporosis yang dapat diubah diantaranya adalah:
1. Berhenti merokok
2. Kurangi konsumsi alkohol
3. Segera atasi kekurangan asupan kalsium
4. Lakukan program latihan fisik
5. Menambah berat badan bagi yang kekurangan berat badan (kurus),

Upaya Pencegahan Osteoporosis


Osteoporosis merupakan penyakit tersembunyi, terkadang tanpa gejala dan tidak
terdeteksi, sampai timbul gejala nyeri karena mikrofraktur atau karena patah tulang anggota
gerak. Karena tingginya morbiditas yang terkait dengan patah tulang, makaupaya pencegahan
merupakan prioritas.
Pencegahan osteoporosis dapat dibagi dalam 3 kategori yaitu primer, sekunder dan
tersier (sesudah terjadi fraktur).
Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya terbaik serta dirasa paling murah dan mudah. Yang
termasuk ke dalam pencegahan primer adalah:
1. Kalsium
Mengkonsumsi kalsium cukup baik dari makanan sehari-hari ataupun dari tambahan
kalsium, pada umumnya aman kecuali pada pasien dengan hiperkalsemia atau
nefrolitiasis. Jenis makanan yang cukup mengandung kalsium adalah sayuran hijau dan
jeruk sitrun. Sedangkan diet tinggi protein hewani dapat menyebabkan kehilangan kalsium
bersama urin. Dalam suatu penelitian dikatakan bahwa perempuan yang melakukan diet
vegetarian lebih dari 20 tahun mengalami kehilangan mineral tulang lebih rendah yaitu
sebesar 18% dibandingkan perempuan non vegetarian sebesar 35%6.
2. LatihanFisik (Exercise)
Latihan fisik harus mempunyai unsur pembebanan pada anggota tubuh/ gerak dan
penekanan pada aksis tulang seperti jalan, joging, aerobik atau jalan naik turun bukit.
Olahraga renang tidak memberikan manfaat yang cukup berarti. Sedangkan jika latihan
berlebihan yang mengganggu menstruasi (menjadi amenorrhea) sangat tidak dianjurkan
karena akan mengakibatkan terjadinya peningkatan kehilangan massa tulang. Demikian
pula pada laki-laki dengan latihan fisik berat dan berat dapat terjadi kehilangan massa
tulang. Hindari faktor yang dapat menurunkan absorpsi kalsium, meningkatkan resorpsi
tulang, atau mengganggu pembentukan tulang, seperti merokok, minum alkohol dan
mengkonsumsi obat yang berkaitan dengan terjadinya osteoporosis. Kondisi yang diduga
akan menimbulkan osteoporosis sekunder, harus diantisipasi sejak awal.
Pencegahan Sekunder
1. Konsumsi Kalsium Tambahan
Konsumsi kalsium dilanjutkan pada periode menopause, 1200-1500 mg per hari, untuk
mencegah negative calcium balance. Pemberian kalsium tanpa penambahan estrogen
dikatakan kurang efektif untuk mencegah kehilangan massa tulang pada awal periode
menopause. Penurunan massa tulang terlihat jelas pada perempuan menopause yang
asupan kalsiumnya kurang dari 400 mgper hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pemberian kalsium bersama dengan estrogen dapat menurunkan dosis estrogen yang
diperlukan sampai dengan 50%<2).

2. Estrogen Replacement Therapy (ERT)


Semua perempuan pada saat menopause mempunyai resiko osteoporosis. Karena itu
dianjurkan pemakaian ERT pada mereka yang tidak ada kontraindikasi. ERT menurunkan
resiko fraktur sampai dengan 50% pada panggul, tulang radius dan vertebra.
3. Pemberian Kalsitonin
Kalsitonin bekerja menghambat resorpsi tulang dan dapat meningkatkan massa tulang
apabila digunakan selama 2 tahun. Nyeri tulang juga akan berkurang karena adanya efek
peningkatan stimulasi endorfin. Pemakaian kalsitonin diindikasikan bagi pasien yang tidak
dapat menggunakan ERT, pasien pasca menopause lebih dari 15 tahun, pasien dengan
nyeri akibat fraktur osteoporosis, dan bagi pasien yang mendapat terapi kortikosteroid
dalam waktu lama.
4. Terapi
Terapi yang juga diberikan adalah vitamin D dan tiazid, tergantung kepada kebutuhan
pasien. Vitamin D membantu tubuh menyerap dan memanfaatkan kalsium. 25 hidroksi
vitamin D dianjurkan diminum setiap hari bagi pasien yang menggunakan suplemen
kalsium.
5. Pencegahan Tersier
Setelah pasien mengalami fraktur osteoporosis, pasien jangan dibiarkan imobilisasi terlalu
lama. Sejak awal perawatan disusun rencana mobilisasi mulai dari mobilisasi pasif sampai
dengan aktif dan berfungsi mandiri. Beberapa obat yang mempunyai manfaat adalah
bisfosfonat, kalsitonin, dan NSAID bila ada nyeri. Dari sudut rehabilitasi medik,
pemakaian ortose spinal/ korset dan program fisioterapi/ okupasi terapi akan
mengembalikan kemandirian pasien secara optimal.

DIAGNOSA
Pada seseorang yang mengalami patah tulang, diagnosis osteoporosis ditegakkan
berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik dan rontgen tulang. Pemeriksaan lebih lanjut mungkin
diperlukan untuk menyingkirkan keadaan lainnya yang bisa di atasi, yang bisa menyebabkan
osteoporosis.
Untuk mendiagnosis osteoporosis sebelum terjadinya patah tulang dilakukan pemeriksaan
yang menilai kepadatan tulang. Pemeriksaan yang paling akurat adalah DXA (dual-energy x-
ray absorptiometry). Pemeriksaan ini aman dan tidak menimbulkan nyeri, bisa dilakukan
dalam waktu 5-15 menit. DXA sangat berguna untuk:
 wanita yang memiliki risiko tinggi menderita osteoporosis
 penderita yang diagnosisnya belum pasti
 penderita yang hasil pengobatannya harus dinilai secara akurat.

Jurnal Kesehatan Masyarakat, Maret 2010-Scptember 2010, Vol. 4, No. 2


https://id.wikipedia.org/wiki/Osteoporosis

DEFINISI
 Osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga tulang
menjadi rapuh dan mudah patah.
 Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium dan fosfat, sehingga tulang
menjadi keras dan padat.
 Untuk mempertahankan kepadatan tulang, tubuh memerlukan persediaan kalsium dan
mineral lainnya yang memadai, dan harus menghasilkan hormon dalam jumlah yang
mencukupi (hormon paratiroid, hormon pertumbuhan, kalsitonin, estrogen pada
wanita dan testosteron pada pria). Juga persediaan vitamin D yang adekuat, yang
diperlukan untuk menyerap kalsium dari makanan dan memasukkan ke dalam tulang.
 Secara progresif, tulang meningkatkan kepadatannya sampai tercapai kepadatan
maksimal (sekitar usia 30 tahun). Setelah itu kepadatan tulang akan berkurang secara
perlahan.
 Jika tubuh tidak mampu mengatur kandungan mineral dalam tulang, maka tulang
menjadi kurang padat dan lebih rapuh, sehingga terjadilah osteoporosis.

GEJALA
 Kepadatan tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita osteoporosis
senilis), sehingga pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala.
 Beberapa penderita tidak memiliki gejala.

 Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi kolaps atau hancur,
maka akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk.
 Kolaps tulang belakang menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang belakang
yang rapuh bisa mengalami kolaps secara spontan atau karena cedera ringan.
 Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari punggung,
yang akan bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan.
 Jika disentuh, daerah tersebut akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan
menghilang secara bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan.
 Jika beberapa tulang belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan yang
abnormal dari tulang belakang (punuk Dowager), yang menyebabkan ketegangan otot
dan sakit.
 Tulang lainnya bisa patah, yang seringkali disebabkan oleh tekanan yang ringan atau
karena jatuh.Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul.
 Hal yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius) di daerah
persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles. Selain itu,
pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung menyembuh secara perlahan.

DIAGNOSA
 Pada seseorang yang mengalami patah tulang, diagnosis osteoporosis ditegakkan
berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik dan rontgen tulang.
 Pemeriksaan lebih lanjut mungkin diperlukan untuk menyingkirkan keadaan lainnya
yang bisa diatasi, yang bisa menyebabkan osteoporosis.
 Untuk mendiagnosis osteoporosis sebelum terjadinya patah tulang dilakukan
pemeriksaan yang menilai kepadatan tulang.
 Pemeriksaan yang paling akurat adalah DXA (dual-energy x-ray absorptiometry).
Pemeriksaan ini aman dan tidak menimbulkan nyeri, bisa dilakukan dalam waktu 5-15
menit.
DXA sangat berguna untuk:
 Wanita yang memiliki resiko tinggi menderita osteoporosis
 Penderita yang diagnosisnya belum pasti
 Penderita yang hasil pengobatannya harus dinilai secara akurat.

PENGOBATAN
 Obat -obatan antiresorbsi antara lain Bisphosphonate (Alendronat , Risedronate ,
Ibandronate , Zoledronic ) , selektif reseptor estrogen seperti Raloxifene , calcitonin ,
Denosumab , dan obat anabolik Teriparatide.
 Tujuan pengobatan adalah meningkatkan kepadatan tulang. Semua wanita, terutama
yang menderita osteoporosis, harus mengkonsumsi kalsium dan vitamin D dalam
jumlah yang mencukupi.
 Wanita pasca menopause yang menderita osteoporosis juga bisa mendapatkan
estrogen (biasanya bersama dengan progesteron) atau alendronat, yang bisa
memperlambat atau menghentikan penyakitnya.
 Bifosfonat juga digunakan untuk mengobati osteoporosis.

PENCEGAHAN
Pencegahan osteoporosis meliputi:
 Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dengan mengkonsumsi
kalsium yang cukup
 Melakukan olah raga dengan beban
 Mengkonsumsi kalsium dalam jumlah yang cukup sangat efektif, terutama sebelum
tercapainya kepadatan tulang maksimal (sekitar umur 30 tahun).
 Minum 2 gelas susu dan tambahan vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan
kepadatan tulang pada wanita setengah baya yang sebelumnya tidak mendapatkan
cukup kalsium. Sebaiknya semua wanita minum tablet kalsium setiap hari, dosis
harian yang dianjurkan adalah 1,5 gram kalsium.
 Olah raga beban (misalnya berjalan dan menaiki tangga) akan meningkatkan
kepadatan tulang. Berenang tidak meningkatkan kepadatan tulang.
 Estrogen membantu mempertahankan kepadatan tulang pada wanita dan sering
diminum bersamaan dengan progesteron.

Terapi sulih estrogen


 Paling efektif dimulai dalam 4-6 tahun setelah menopause; tetapi jika baru dimulai
lebih dari 6 tahun setelah menopause, masih bisa memperlambat kerapuhan tulang
dan mengurangi resiko patah tulang.
 Raloksifen merupakan obat menyerupai estrogen yang baru, yang mungkin kurang
efektif daripada estrogen dalam mencegah kerapuhan tulang, tetapi tidak memiliki
efek terhadap payudara atau rahim.
 Untuk mencegah osteroporosis, bisfosfonat (contohnya alendronat), bisa digunakan
sendiri atau bersamaan dengan terapi sulih hormon.

http://medicastore.com/
https://bukusakudokter.org/2012/11/04/osteoporosis/

C. ETIOLOGI
Osteoporosis postmenopausal terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama
pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita.
Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia diantara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai
muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki risiko yang sama
untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih
mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam.
Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang
berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan
pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia
lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering
menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal.
Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder, yang
disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan
oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan
obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang
berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan
ini.
Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak
diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi
hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas
dari rapuhnya tulang.

Defenisi Osteoporosis
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous
berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu
penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai
gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat
menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra, 2009).

Menurut WHO pada International Consensus Development Conference, di Roma, Itali,


1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah,
disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada
akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan tulang dengan resiko terjadinya patah
tulang (Suryati, 2006).

Menurut National Institute of Health (NIH), 2001 Osteoporosis adalah kelainan kerangka,
ditandai dengan kekuatan tulang mengkhawatirkan dan dipengaruhi oleh meningkatnya risiko
patah tulang. Sedangkan kekuatan tulang merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu
densitas tulang dan kualitas tulang (Junaidi, 2007)

Komplikasi

1. Fraktur pangkal paha, pergelangan tangan, kolumna vertebralis dan panggul.

2. Hospitalisasi, penempatan di nursing home dan penurunan kemampuan untuk


melakukan aktifitas hidup sehari-hari dapat terjadi setelah fraktur osteoporosis.

1. Fraktur Panggul
Fraktur panggul paling sering terjadi akibat osteoporosis. Insidensi fraktur panggul
meningkat setiap dekade dari urutan ke 6 menjadi urutan ke 9 baik untuk wanita maupun pria
pada semua populasi. Insidensi tertingi ditemukan pada pria dan wanita usia 80 tahun ke atas.

· Fraktur Vertebral

Antara 35-50% dari seluruh wanita usia di atas 50 tahun setidaknya satu mengidap fraktur
vertebral. Dalam urutan kejadian 9.704 wanita usia 68,8 tahun pada studi selama 15 tahun,
didapatkan 324 wanita sudah menderita fraktur vertebral pada saat mulai dimasukkan ke
dalam penelitian; 18.2% berkembang menjadi fraktur vertebra, tapi resiko meningkat hingga
41.4% pada wanita yang sebelumnya telah terjadi fraktur vertebra.
· Fraktur Pergelangan Tangan

Fraktur pergelangan tangan merupakan tipe fraktur ketiga paling umum dari osteoporosis.
Resiko waktu hidup yang ditopang fraktur Colles sekitar 16% untuk wanita kulit putih.
Ketika wanita mencapai usia 70 tahun, sekitar 20%-nya setidaknya terdapat satu fraktur
pergelangan tangan.

· Fraktur Tulang Rusuk

Fragility fracture dari tulang iga umumnya terjadi pada laki-laki usia muda 25 tahun ke atas.
Tanda-tanda osteoporosis pada pria ini sering diabaikan karena sering aktif secara fisik dan
menderita fraktur pada saat berlatih aktifitas fisik.

Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan radiologik

Dilakukan untuk menilai densitas massa tulang sangat tidak sensitif. Gambaran radiologik
yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen.
Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame
vertebra.

2. Pemeriksaan densitas massa tulang (Densitometri)

Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan untuk menilai densitas massa
tulang, seseorang dikatakan menderita osteoporosis apabila nilai BMD ( Bone Mineral
Density ) berada dibawah -2,5 dan dikatakan mengalami osteopenia (mulai menurunnya
kepadatan tulang) bila nilai BMD berada antara -2,5 dan -1 dan normal apabila nilai BMD
berada diatas nilai -1.

Beberapa metode yang digunakan untuk menilai densitas massa tulang:

a. Single-Photon Absortiometry (SPA)

Pada SPA digunakan unsur radioisotop I yang mempunyai energi photon rendah
guna menghasilkan berkas radiasi kolimasi tinggi. SPA digunakan hanya untuk
bagian tulang yang mempunyai jaringan lunak yang tidak tebal seperti distal radius
dan kalkaneus.
b. Dual-Photon Absorptiometry (DPA)

Metode ini mempunyai cara yang sama dengan SPA. Perbedaannya berupa sumber
energi yang mempunyai photon dengan 2 tingkat energi yang berbeda guna mengatasi tulang
dan jaringan lunak yang cukup tebal sehingga dapat dipakai untuk evaluasi bagian-bagian
tubuh dan tulang yang mempunyai struktur geometri komplek seperti pada daerah leher
femur dan vetrebrata.

c. Quantitative Computer Tomography (QCT)

Merupakan densitometri yang paling ideal karena mengukur densitas tulang secara
volimetrik.

3. Sonodensitometri

Sebuah metode yang digunakan untuk menilai densitas perifer dengan menggunakan
gelombang suara dan tanpa adanya resiko radiasi.

4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI dalam menilai densitas tulang trabekula melalui dua langkah yaitu pertama T2 sumsum
tulang dapat digunakan untuk menilai densitas serta kualitas jaringan tulang trabekula dan
yang kedua untuk menilai arsitektur trabekula.

5. Biopsi tulang dan Histomorfometri

Merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk memeriksa kelainan metabolisme tulang.

6. Radiologis

Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang menurun yang dapat
dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya merupakan lokasi yang
paling berat. Penipisa korteks dan hilangnya trabekula transfersal merupakan kelainan yang
sering ditemukan. Lemahnya korpus vertebra menyebabkan penonjolan yang
menggelembung dari nukleus pulposus ke dalam ruang intervertebral dan menyebabkan
deformitas bikonkaf.

7. CT-Scan

CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai penting
dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm3 baisanya tidak
menimbulkan fraktur vetebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65
mg/cm3 ada pada hampir semua klien yang mengalami fraktur.
8. Pemeriksaan Laboratorium

a. Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata.

b. Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi ekstrogen
merangsang pembentukkan Ct)

c. Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun.

d. Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat kadarnya.

osteoporosis dapat diobati dengan cara menghambat kerja osteoklas dan atau meningkatkan kerja
osteoblas. Akan tetapi saat ini obat-obat yang beredar pada umumnya bersifat anti resorpsi. Yang
termasuk obat antiresorpsi misalnya: estrogen, kalsitonin, bisfosfonat. Sedangkan Kalsium dan
Vitamin D tidak mempunyai efek antiresorpsi maupun stimulator tulang, tetapi diperlukan untuk
optimalisasi meneralisasi osteoid setelah proses pembentukan tulang oleh sel osteoblas.

a. Estrogen Mekanisme estrogen sebagai antiresorpsi. Pemberian terapi estrogen dalam pencegahan
dan pengobatan osteoporosis dikenal sebagai Terapi Sulih Hormon (TSH). Estrogen sangat baik
diabsorbsi melalui kulit, mukosa vagina, dan saluran cerna. Efek samping estrogen meliputi nyeri
payudara (mastalgia), retensi cairan, peningkatan berat badan, tromboembolisme, dan pada
pemakaian jangka panjang dapat meningkatkan risiko kanker payudara. Kontraindikasi absolut
penggunaan estrogen adalah: kanker payudara, kanker endometrium, hiperplasi endometrium,
perdarahan uterus disfungsional, hipertensi, penyakit tromboembolik, karsinoma ovarium, dan
penyakit hait yang berat Beberapa preparat estrogen yang dapat dipakai dengan dosis untuk anti
resorpsi, adalah estrogen terkonyugasi 0,625 mg/hari, 17- estradiol oral 1 Ð 2mg/ hari, 17-estradiol
perkutan 1,5 mg/hari, dan 17-estradiol subkutan 25 Ð 50 mg setiap 6 bulan.46 Kombinasi estrogen
dengan progesteron akan menurunkan risiko kanker endometrium dan harus diberikan pada setiap
wanita yang mendapatkan TSH, kecuali yang telah menjalani histerektomi. Saat ini pemakaian
fitoestrogen (isoflavon) sebagai suplemen mulai digalakkan pemakaiannya sebagai TSH. Beberapa
penelitian menyatakan memberikan hasil yang baik untuk keluhan defisiensi estrogen, atau
mencegah osteoporosis.34 Fitoestrogen terdapat banyak dalam kacang kedelai, daun semanggi. Ada
golongan preparat yang mempunyai efek seperti estrogen yaitu golongan Raloksifen yang disebut
juga Selective Estrogen Receptor Modulators (SERM). Golongan ini bekerja pada reseptor estrogen-b
sehingga tidak menyebabkan perdarahan dan kejadian keganasan payudara. Mekanisme kerja
Raloksifen terhadap
2.2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan bertujuan untuk meningkatkan kepadatan tulang. Semua wanita,
terutama yang menderita osteoporosis, harus mengkonsumsi kalsium dan vitamin D dalam
jumlah yang mencukupi.Wanita pascamenopause yang menderita osteoporosis juga bisa
mendapatkan estrogen (biasanya bersama dengan progesteron) atau alendronat, yang bisa
memperlambat atau menghentikan penyakitnya. Bifosfonat juga digunakan untuk mengobati
osteoporosis.

1. Terapi hormon pengganti bagi osteoporosis

Terapi hormon pengganti di pakai untuk pengobatan dengan estrogen dengan progesteron
di buat oleh indung telur dan jumlahnya menurun selama menupause. Estrogen yang di
gunakan dalam THP adalah estrogen alami sedangkan yang dipakai untuk kontrasepsi adalah
sintetik dan lebih kuat. Karena progesteron alami sulit di berikan lewat oral (terurai dalam
saluran pencernaan) dan mempunyai efek samping, bentuk sintesis yang di bentuk di gunakan
dalam THP. Jika THP gabungan di berikan progesteron biasa di berikan selama 10-14 hari
dari siklus 28 hari dan estrogen selama 21-28 hari

2. Terapi non-hormonal bagi osteoporosis

a. Bisfosfonat

Golongan obat sintesis untuk terapi osteoporosis. Efek utamanya untuk menonaktifkan sel-sel
penghancur tulang sehingga penurunan masa tulang dapat di cegah

b. Etidronat

Adalah preparat bisfosfonat pertama yang di gunakan untuk mengatasi osteoporosis. Preparat
ini diberikan dalam siklus 90 hari bersama kalsium dalam bentuk didronel PMO.

c. Alendronat

Alendronat jarang menimbulkan efek samping,namun bisa timbul diare,rasa sakit dan
kembung pada perut dan gangguan pada tenggorokan atau esofagus.tablet alendronat harus
diminum dengan benar sesuai ketentuan untuk menekan risiko gangguan tenggorokan.

d. Vitamin D
Vitamin D sangat penting untuk kesehatan tulang.vitamin D meningkatkan penyerapan
kalsium oleh usus sehingga cukup tersedia kalsium untuk tulang.terdapat dua bentuk vitamin
D dengan efek yang sama atau serupa yaitu D3 yang dibuat dalam kulit saat terkena sinar
matahari dan vitamin D2 yang dioeroleh dari makanan.vitamin D bisa diberikan peroral atau
suntikan.dalam bentuk tablet dosis yang dianjurkan adalah 800 international units perhari.

e. Kalsitriol

Kalsitriol terbukti mencegah hilangnya massa tulang dan mengurangi resiko patah tulang
belakang,diberikan dalam bentuk tablet dengan dosis 0,25 mg perhari.daya kerjanya yang
kuat mungkin menyebabkan tingginya kadar kalsium dalam darah dan urin.

2.2.10 Pencegahan
Ada beberapa langkah pencegahan :

 Mengkonsumsi kalsium dalam jumlah yang cukup sangat efektif, terutama sebelum
tercapainya kepadatan tulang maksimal (sekitar umur 30 tahun).

 Konsumsi vitamin D (lewat makanan kaya vitamin D)

 Olah raga beban (misalnya berjalan dan menaiki tangga) akan meningkatkan kepadatan
tulang.

 Estrogen membantu mempertahankan kepadatan tulang pada wanita dan sering diminum
bersamaan dengan progesteron. Terapi sulih estrogen paling efektif dimulai dalam 4-6 tahun
setelah menopause; tetapi jika baru dimulai lebih dari 6 tahun setelah menopause, masih bisa
memperlambat kerapuhan tulang dan mengurangi resiko patah tulang.

http://youngqie.blogspot.co.id/2014/12/epidemiologi-osteoporosis.html

3.2 Saran

Lebih baik mencegah dari pada mengobati, maka dari itu sebelum terjadi Osteoporosis
hendaklah kita rajin berolah raga dan menkonsumsi makanan yang mengandung Vitamin D
dan Kalsium
PATOFIS

Anda mungkin juga menyukai