Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berbagai penelitian di Eropa, Amerika Serikat, dan Australia menunjukkan bahwa resiko
terjadinya patah tulang tidak hanya ditentukan oleh densitas massa tulang melainkan juga oleh
faktor-faktor lain yang berkaitan dengan kerapuhan fisik (frailty) dan meningkatkannya resiko
untuk jatuh.1 Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan
fraktur terjadi akibat trauma, beberapa fraktur terjadi secara sekunder akibat proses penyakit
seperti osteoporosis yang menyebabkan fraktur-fraktur yang patologis1

Penyebab fraktur adalah trauma, yang dibagi atas trauma langsung, trauma tidak
langsung, dan trauma ringan. Trauma langsung yaitu benturan pada tulang, biasanya penderita
terjatuh dengan posisi miring dimana daerah trokhater mayor langsung terbentur dengan benda
keras (jalanan). Trauma tak langsung yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan,
misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi. Trauma ringan yaitu keadaan yang dapat
menyebabkan fraktur bila tulang itu sendiri sudah rapuh atau underlying deases atau fraktur
patologis.1

Menurut Black dan Matasarin (1997), fraktur dibagi berdasarkan dengan kontak dunia
luar, yaitu meliput fraktur tertutup dan terbuka. Fraktur tertutup adalah fraktur tanpa adanya
komplikasi, kulit masih utuh, tulang tidak keluar melalui kulit. Fraktur terbuka adalah fraktur
yang merusak jaringan kulit, karena adanya hubungan dengan lingkungan luar, maka fraktur
terbuka sangat berpotensi menjadi infeksi. Fraktur terbuka dibagi lagi menjadi tiga grade, yaitu
Grade I, II, dan III. Grade I adalah robekan kulit dengan kerusakan kulit dan otot. Grade II
seperti grade 1 dengan memar kulit dan otot. Grade III luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan
pembuluh darah, syaraf, kulit dan otot.1

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Femur

Femur adalah tulang terkuat, terpanjang, dan terberat di tubuh dan amat penting untuk
pergerakan normal. Tulang ini terdiri atas tiga bagian, yaitu femoral shaft atau diafisis, metafisis
proximal, dan metafisis distal. Femoral shaft adalah bagian tubular dengan slight anterior bow,
yang terletak antara trochanter minor hingga condylus femoralis. Ujung atas femur memiliki
caput, collum, dan trochanter major dan minor. Bagian caput merupakan lebih kurang dua
pertiga bola dan berartikulasi dengan acetabulum dari os coxae membentuk articulatio coxae.
Pada pusat caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan
ligamen dari caput. Sebagian suplai darah untuk caput femoris dihantarkan sepanjang ligamen ini
dan memasuki tulang pada fovea.2

Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan kebawah,
belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat(pada wanita sedikit lebih kecil)
dengan sumbu panjang batang femur. Besarnya sudut ini perlu diingat karena dapat dirubah oleh
penyakit.2
Trochanter major dan minor merupakantonjolan besar pada batas leher dan batang. Yang
menghubungkan dua trochanter ini adalah linea intertrochanterica di depan dan crista
intertrochanterica yang mencolok di bagian belakang, dan padanya terdapat tuberculum
quadratum
Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke depan. Ia licin dan bulat
pada permukaan anteriornya, namun pada bagian posteriornya terdapat rabung, linea aspera.
Tepian linea aspera melebar ke atas dan ke bawah. Tepian medial berlanjut ke bawah sebagai
crista supracondylaris medialis menuju tuberculum adductorum pada condylus medialis. Tepian
lateral menyatu ke bawah dengan crista supracondylaris lateralis. Pada permukaan posterior
batang femur, di bawah trochanter major terdapat tuberositas glutealis, yang ke bawah
berhubungan dengan linea aspera. Bagian batang melebar ke arah ujung distal dan membentuk
daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya, disebut fascia poplitea.2

2
Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis, yang di bagian posterior
dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior condylus dihubungkan oleh
permukaan sendi untuk patella. Kedua condylus ikut membentuk articulatio genu. Di atas
condylus terdapat epicondylus lateralis dan medialis. Tuberculum adductorium berhubungan
langsung dengan epicondylus medialis2

Gambar 2.1 Anatomi Femur

2.2 Definisi Fraktur

Fraktur femur adalah hilangnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan epifisis dan
atau tulang rawan sendi baik yang bersifat total maupun yang parsial. Fraktur dapat terjadi akibat
peristiwa trauma tunggal, tekanan yang berulang-ulang, atau kelemahan abnormal pada tulang
(fraktur patologik).Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran, atau
penarikan. Fraktur dapat disebabkan trauma langsung atau tidak langsung. Trauma langsung
berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu. Trauma tidak langsung
bila titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan. Tekanan yang berulang-ulang
dapat menyebabkan keretakan pada tulang.3

Fraktur tertutup dengan gangguan neurovascular adalah fraktur pada tulang panjang dapat
mengakibatkan perdarahan yang cukup banyak. Perdarahan pada patah tulang tidak dapat keluar
3
sehingga sering menimbulkan peningkatan tekanan compartemen otot. Fraktur tungkai bawah
sering terjadi kompartemen syndrome sehingga periksa neuromuscular distal terutama bila
bengkak nyata dan kulit tegang. Pengenalan telambat terhadap compartement syndrome dapat
berakhir dengan kematian jaringan distal dari fraktur sehingga harus dilakukan amputasi.2

2.3Proses terjadinya fraktur

Untuk mengetahui terjadinya mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan harus
diketahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah.
Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama tekanan
membengkok, memutar, dan tarikan.3

Trauma dapat bersifat langsung atau tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan
tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Disebut trauma tidak
langsung jika trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh
dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada clavicula.3

2.4 Klasifikasi fraktur femur

Femur adalah tulang terkuat dan terpanjang pada tubuh manusia, fraktur dapat terjadi baik
dari distal sampai ke proksimal femur.Fraktur femur secara umum dibedakan atas: fraktur leher
femur, fraktur daerah trokanter, fraktur subtrokanter, fraktur diafisis femur, dan fraktur
suprakondiler femur.3

a.Fraktur leher femur

Fraktur leher femur terjadi pada proksimal hingga garis intertrokanter pada regio
intrakapsular tulang panggul. Fraktur ini seirng terjadi pada wanita usia di atas 60 tahun dan
biasanya berhubungan dengan osteoporosis. Fraktur leher femur disebabkan oleh trauma yang
biasanya terjadi karena kecelakaan, jatuh dari ketinggian atau jatuh dari sepeda dan biasanya
disertai trauma pada tempat lain. Jatuh pada daerah trokanter baik karena kecelakaan lalu
lintas atau jatuh dari tempat yang tidak terlalu tinggi seperti terpeleset di kamar mandi di
mana panggul dalam keadaan fleksi dan rotasi dapat menyebabkan fraktur leher femur.4

Berikut ini adalah klasifikasi fraktur leher femur berdasarkan Garden

4
• Stadium I adalah fraktur yang tak sepenuhnya terimpaksi.

• Stadium II adalah fraktur lengkap tetapi tidak bergeser.

• Stadium III adalah fraktur lengkap dengan pergeseran sedang.

• Stadium IV adalah fraktur yang bergeser secara hebat.

Gambar 2.2 Klasifikasi fraktur leher femur menurut Garden3

A. Stadium I C. Stadium III

B. Stadium II D. Stadium IV

Fraktur leher femur harus ditatalaksana dengan cepat dan tepat sekalipun merupakan
fraktur leher femur stadium I. jika tidak, maka akan berkembang dengan cepat menjadi
fraktur leher femur stadium IV8 Selain Garden, Pauwel juga membuat klasifikasi berdasarkan
atas sudut inklinasi leher femur seperti yang tertera pada gambar 4.2, yaitu sebagai berikut: 3

• Tipe I, yaitu fraktur dengan garis fraktur 30o.

• Tipe II, yaitu fraktur dengan garis fraktur 50o.

• Tipe III, yaitu fraktur dengan garis fraktur 70o.

5
A B C

Gambar 2.3 Klasifikasi fraktur leher femur menurut Pauwel3

A.Tipe I B. Tipe II C. Tipe III

b. Fraktur intertrokanter

Fraktur intertrokanter menurut definisi bersifat ekstrakapsular.2,8 Seperti halnya fraktur


leher femur, fraktur intertrokanter sering ditemukan pada manula ataun penderita
osteoporosis. Kebanyakan pasien adalah wanita berusia 80-an. 4

Fraktur terjadi jika penderita jatuh dengan trauma lansung pada trokanter mayor atau
pada trauma yang bersifat memuntir. Fraktur intertrokanter terbagi atas tipe yang stabil dan
tak stabil. Fraktur yang tak stabil adalah fraktur yang korteks medialnya hancur sehingga
terdapat fragmen besar yang bergeser yang mencakup trokanter minor; fraktur tersebut sangat
sukar ditahan dengan fiksasi internal.4

Gambar 2.4 Fraktur Intertrokanter

6
c.Fraktur batang femur

Fraktur batang femur merupakan fraktur yang sering terjadi pada orang dewasa muda.
Jika terjadi pada pasien manula, fraktur ini harus dianggap patologik sebelum terbukti
sebaliknya. Fraktur spiral biasanya disebabkan oleh jatuh dengan posisi kaki tertambat
sementara daya pemuntir ditransmisikan ke femur. Fraktur melintang dan oblik biasanya
akibat angulasi atau benturan lansung. Oleh karena itu, sering ditemukan pada kecelakaan
sepeda motor. Pada benturan keras, fraktur mungkin bersifat kominutif atau tulang dapat
patah lebih dari satu tempat.4

Femur diliputi oleh otot yang kuat dan merupakan proteksi untuk tulang femur, tetapi
juga dapat berakibat jelek karena dapat menarik fragmen fraktur sehingga bergeser. Femur
dapat pula mengalami fraktur patologis akibat metastasis tumor ganas. Fraktur femur sering
disertasi dengan perdarahan masif yang harus selalu dipikirkan sebagai penyebab syok.
Klasifikasi fraktur femur dapat bersifat tertutup atau terbuka, simpel, komunitif, fraktur Z,
atau segmental.3
d.Fraktur suprakondiler femur3

Daerah suprakondiler adalah daerah antara batas proksimal kondilus femur dan batas
metafisis dengan diafisis femur. Fraktur terjadi karena tekanan varus atau valgus disertai
kekuatan aksial dan putaran. Klasifikasi fraktur suprakondiler femur terbagi atas: tidak
bergeser, impaksi, bergeser, dan komunitif,

Gambar 2.5 Klasifikasi fraktur suprakondiler2

A. Fraktur tidak bergeser C&D. Fraktur bergeser

B. Fraktur impaksi E. Fraktur komunitif

7
e.Fraktur subtrokanter

Fraktur ini dapat terjadi pada setiap umur dan biasanya akibat trauma yang hebat.
Gambaran klinisnya berupa anggota gerah bawah keadaan rotasi eksterna, memendek, dan
ditemukan pembengkakan pada daerah proksimal femur disertai nyeri pada pergerakan. Pada
pemeriksaan radiologis dapat menunjukkan fraktur yang terjadi di bawah trokanter minor. Garis
fraktur bisa bersifat tranversal, oblik, atau spiral dan sering bersifat kominutif. Fragmen
proksimal dalam keadaan posisi fleksi sedangkan distal dalam keadaan posisi abduksi dan
bergeser ke proksimal.3

2.5 Gambaran Klinis

2.5.1 Anamnesa

Gejala klinis fraktur meliputi nyeri yang terus menerus, adanya krepitasi. Adapun gejala
pasti terjadinya fraktur yaitu shortening pada extermitas, rotasi, angulasi, dan false movement,
dari gejala pasti dari fraktur juga adanya gejala yang tidak terlalu tertuju pada fraktur namun
seringkali ikut mendominasi pada fraktur yaitu edema dan memar.5

2.5.2 Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan awal penderita perlu diperhatikan:6

 Syok, anemia atau perdarahan


 Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-
organ dalam rongga thoraks, panggul dan abdomen
 Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis
2.5.3 Pemeriksaan lokal
1. Inspeksi (look)6
 Bandingkan dengan bagian yang sehat
 Perhatikan posisi anggota gerak secara keseluruhan
 Ekspresi wajah karena nyeri
 Lidah kering atau basah
 Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan

8
 Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur
tertutup atau terbuka
 Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari
 Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan
 Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organ lain
 Perhatikan kondisi mental penderita
 Keadaan vaskularisasi
2. Palpasi (feel)6
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat
nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan:

a. Temperatur setempat yang meningkat

b. Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh
kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang

c. Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati

d. Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis,
arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang
terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal
daerah trauma, temperatur kulit

e. Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya


perbedaan panjang tungkai.

3. Pergerakan (move)6

Periksa pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan
pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada penderita dengan
fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh
dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan
lunak seperti pembuluh darah dan saraf.

9
4. Pemeriksaan neurologis

Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta
gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis.4

5. Pemeriksaan radiologi
a. Foto Polos5
Fraktur, film polos kemampuan metode penilaian awal utama pada pasien dengan
kecurigaan trauma skeletal, setiap tulang mengalami fraktur walaupun diantaranya sangat
rentan3. Tanda dan gambaran yang khas pada fraktur adalah:
 Garis fraktur dapat melintang diseluruh diameter tulang atau menimbulkan
keretekan pada tepi kortikal luar yang normal pada fraktur minor.
 Pembengkakan jaringan lunak, biasanya terjadi setelah fraktur
 Irregularitas kortikal, sedikit penonjolan atau berupa anak tangga pada korteks.
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan antara lain laboratorium meliputi darah rutin,
faktor pembekuan darah, golongan darah, cross-test, dan urinalisa. Pemeriksaan radiologis untuk
lokasi fraktur harus menurut rule of two: maka harus dibuat 2 foto tulang yang bersangkutan.
Sebaiknya dibuat foto anteroposterior (AP) dan lateral. Bila kedua proyeksi ini tidak dapat dibuat
karena keadaan pasien yang tidak mengizinkan, maka dibuat 2 proyeksi yang tegak lurus satu
sama lain. Perlu diingat bahwa bila hanya 1 proyeksi yang dibuat, ada kemungkinan fraktur tidak
dapat dilihat5

10
b. CT-Scan
Suatu jenis pemeriksaan untuk melihat lebih detail mengenai bagian tulang atau sendi,
dengan membuat foto irisan lapis demi lapis. Pemeriksaan ini menggunakan pesawat khusus.5

Gambar 2.6.Fraktur femur

2.6 Prinsip dan Metode Penanganan Fraktur

2.6.1 Penatalaksanaan awal

Sebelum dilakukan pengobatan definitf pada satu fraktur, maka diperlukan:4

 Pertolongan pertama
Pada penderita dengan fraktur yang penting dilakukan adalah membersihkan jalan napas,
menutup luka dengan verban yang bersih dan imobilisasi fraktur pada anggota gerak yang
terkena agar penderita merasa nyaman dan mengurangi nyeri
 Penilaian klinis
Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian klinis, apakah luka itu luka
tembus tulang, adakah trauma pembuluh darah/saraf ataukah ada trauma alat-alat dalam
lainnya.
 Resusitasi

11
2.6.2 Prinsip umum pengobatan fraktur
Ada empat prinsip pengobatan fraktur:6
1. Recognition, diagnosis dan penilaian fraktur
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis,
pemeriksan klinis dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan:
 Lokalisasi fraktur
 Bentuk fraktur
 Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan
 Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan
2. Reduction; reduksi fraktur apabila perlu
Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat diterima. Pada
fraktur intraartikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapat mungkin mengembalikan
fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas, serta perubahan
osteoartritis di kemudian hari.
Posisi yang baik adalah :
 Alignment yang sempurna
 Aposisi yang sempurna
3. Retention; imobilisasi fraktur
Artinya tindakan imonilisasi untuk mengistirahatkan alat gerak yang sakit tersebut
sampai mendapat kesembuhan. Dalam kasus ini laki- laki tersebut berarti harus istirahat
dengan tidak boleh banyak berjalan karena akan berdampak pada femurnya.

4. Rehabilitation; mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin

12
2.6.3 Metode Pengobatan Fraktur Tertutup

Metode pengobatan fraktur pada umumnya dibagi dalam:

1. Konservatif

Terdiri atas:

a. Proteksi semata-mata (tanpa reduksi atau imobilisasi) Proteksi fraktur terutama untuk
mencegah trauma lebih lanjut misalnya dengna cara memberikan sling (mitela) pada
anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah.1
b. Imobilisasi dengan bidai eksterna
Imobilisasi pada fraktur dengan bidai eksterna hanya memberikan sedikit imobilisasi,
biasanya mempergunakan plaster of Paris (gips) atau dengan bermacam-macam bidai
dari plastik atau metal. Indikasi: digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan
posisinya dalam proses penyembuhan1
c. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilissi eksterna, mempergunakan gips
Indikasi:9
 Sebagai bidai pada fraktur untuk pertolongan pertama
 Imobilisasi sebagai pengobatan definitif pada fraktur
 Diperlukan manipulasi pada fraktur yang bergeser dan diharapkan dapat direduksi
dengan cara tertutup dan dapat dipertahankan. Fraktur yang tidak stabil atau
bersifat kominutif akan bergerak di dalam gips sehingga diperlukan pemeriksaan
radiologis yang berulang-ulang
 Imobilisasi untuk mencegah fraktur patologis
 Sebagai alat bantu tambahan pada fiksasi interna yang kurang kuat
d. Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan imobilisasi
Metode traksi dilakukan dengan cara menarik tulang yang patah dengan tujuan
meluruskan atau mereposisi bentuk dan panjang tulang yang patah tersebut. Ada dua
macam jenis traksi yaitu skin traksi dan skeletal traksi.1
Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang patah dengan menempelkan pleter
langsung pada kulit untuk mempertahankan bentuk, membentuk menimbulkan spasme
otot pada bagian yang cidera, dan biasanya digunakan untuk jangka pendek (48 – 72
jam). Skeletal Traksi adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang yang cidera

13
pada sendi panjang untuk mempertahankan bentuk dengan memasukkan pins atau kawat
ke dalam tulang. Imobilisasi, setelah dilakukan reposisi secara reduksi atau traksi pada
fragmen tulang yang patah, dilakukan imobilisasi dan hendaknya anggota badan yang
mengalami fraktur tersebut diminimalisir gerakannya untuk mencegah tulang berubah
posisi kembali.1

e. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi

Dengan mempergunakan alat-alat mekanik seperti bidai Thomas, bidai Brown Bohler,
bidai Thomas dengan Pearson knee flexion attachment. Tindakan ini mempunyai dua
tujuan utama berupa reduksi yang bertahap dan imobilisasi.Indikasi:
 Bilamana reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi tidak
memungkinkan serta untuk mencegah tindakan operatif misalnya pada fraktur
batang femur, fraktur vertebra servikalis
 Bilamana terdapat otot yang kuat mengelilingi fraktur pada tulang tungkai
bawah yang menarik fragmen dan menyebabkan angulasi, over-riding, dan
rotasi yang dapat menimbulkan malunion, nonunion atau delayed union.
 Bilamana terdapat fraktur yang tidak stabil, oblik, fraktur spiral atau kominutif
pada tulang panjang
 Fraktur vertebra servikalis yang tidak stabil
2. Tidakan Operatif
a. Reduksi terbuka dengan fiksasi interna10

Lebih dikenal dengan tindakan ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Dengan
internal fiksasi dapat menjadi cara reduksi fraktur, khususnya pada permukaan sendi. Jika
fasilitas tersedia, terapi ini menjadi suatu pilihan yang baik. Pada pasien yang lebih tua,
imobilisasi yang lebih cepat merupakan hal penting dan fiksasi internal merupakan suatu
yang wajib dilakukan. Kadang keadaan tulang yang osteoporotic, namun perawatan di tempat
tidur lebih mudah dan pergerakan lutu dapat dimulai lebih cepat. Alat yang digunakan
adalah:

14
 Locked internal medullary nail untuk tipe fraktur ringan5

Gambar 2.7 Locked internal medullary nail

 Plat, dipasang pada permukaan lateral femur. (cocok untuk tipe fraktur berat)1

Gambar 2.8 Pemasangan Plat

15
 Lag screw, cocok untuk tipe fraktur sedang yang dipasang paralel dengan kepala screw
dimasukan kedalam sendi untuk menghindari pengelupasan dari permukaan sendi juga
menjaga untuk menghindari kerusakan supracondylar.1

Gambar 2.9 Lag Screw

Indikasi reduksi terbuka dengan fiksasi interna:

b. Fraktur intra-artikuler misalnya fraktur maleolus, kondilus, olekranon, patela

c. Reduksi tertutup yang mengalami kegagalan misalnya fraktur radius dan ulna
disertai malposisi yang hebat atau fraktur yang tidak stabil

d. Bila terdapat interposisi jaringan di antara kedua fragmen

e. Bila diperlukan fiksasi rigid misalnya pada fraktur leher femur

f. Bila terjadi fraktur dislokasi yang tidak dapat direduksi secara baik dengan
reduksi secara baik dengan reduksi tertutup misalnya fraktur Monteggia dan
fraktur Bennett

g. Fraktur terbuka

h. Bila terdapat kontraindikasi pada imobilisasi eksterna sedangkan diperlukan


mobilisasi yang cepat, misalnya fraktur pada orang tua

i. Eksisi fragmen yang kecil

j. Eksisi fragmen tulang yang kemungkinan mengalami nekrosis avaskuler misalnya


fraktur leher femur pada orang tua

16
k. Fraktur avulsi misalnya pada kondilus humeri

l. Fraktur multiple
m. Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis tinggi.

n. Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup

o. Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan.

p. Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan
operasi, misalnya fraktur femur.

Tanda dan gejala pada pasien post ORIF yaitu edema, nyeri, pucat, otot tegang dan
bengkak, menurunnya pergerakan, menolak bergerak, deformitas (perubahan bentuk), eritema,
parestesia atau kesemutan1

17
BAB III
KESIMPULAN

Fraktur femur adalah hilangnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan epifisis dan
atau tulang rawan sendi baik yang bersifat total maupun yang parsial. Fraktur dapat terjadi akibat
peristiwa trauma tunggal, tekanan yang berulang-ulang, atau kelemahan abnormal pada tulang
(fraktur patologik).

Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien dengan fraktur selain anamnesa dan
pemeriksaan fisik adalah Pemeriksaan rontgen dengan tujuan untuk menentukan lokasi / luasnya
fraktur / trauma. Scan tulang (fomogram, scan CT / MRI) untuk memperlihatkan fraktur dan juga
dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.
Pinsip penanggulangan cedera muskuloskeletal adalah rekognisi (mengenali), reduksi
(mengembalikan), retaining (mempertahankan), dan rehabilitasi. Agar penanganannya baik,
perlu diketahui kerusakan apa saja yang terjadi, baik pada jaringan lunaknya maupun tulangnya.
Imobilisasi fraktur adalah mengembalikan atau memperbaiki bagian tulang yang patah
kedalam bentuk yang mendekati semula (anatomis)nya, Cara-cara yang dilakukan meliputi
reduksi, traksi, dan imobilisasi. Reduksi terdiri dari dua jenis, yaitu tertutup dan terbuka. Reduksi
tertutup (Close reduction) adalah tindakan non bedah atau manipulasi untuk mengembalikan
posisi tulang yang patah, tindakan tetap memerlukan lokal anestesi ataupun umum. Reduksi
terbuka (Open reduction) adalah tindakan pembedahan dengan tujuan perbaikan bentuk tulang.
Sering dilakukan dengan internal fiksasi yaitu dengan menggunakan kawat, screws, pins, plate,
intermedulari rods atau nail.

18
Daftar Pustaka

1. Aditya R.2014. Closed Fracture 1/3 middle Femur Dextra. Medula, Volume 2, Nomor 3,
Medical Faculty of Lampung University
2. Gray H. 1918. The Femur. Anatomy of the Human Body. Available from: URL:
http://www.bartleby.com/107/59.html
3. Rasjad, C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi ke-3. Jakarta: Yarsif Watampone; 2007.
4. Apley GA, Solomon L. Buku ajar ortopedi dan fraktur sistem Apley. Edisi ke-7.
Jakarta:Widya Medika; 1995.
5. Salminen S. 2005. Femoral Shaft Fractures in Adult : Epidemiology, Fractures Patterns,
Nonunions, and Fatigue Fractures. A Clinical Study. Helsinki University Central
Hospital,Helsinky
6. Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC. 2004.
7. Cluett J. Femur fracture. [online]. 2005. [cited 2011 March 3]; Available from:
http://orthopedics.about.com/od/brokenbones/a/femur.htm.
8. Keany E. James. Femur Fracture. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/824856-treatment
9. Ruedi. P. Thomas. 2000. AO Principles of Fractures Management. New York: AO
Publishing.
10. Jeffrey D Open Reduction and Internal Fixation of Distal Femoral Fractures in Adults Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/824532-treatment

19

Anda mungkin juga menyukai