Anda di halaman 1dari 7

Pendekatan Tatalaksana Demam

dr Ninny Meutia Pelupessy, SpA


Subdivisi Infeksi & Pediatri Tropis, Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Demam adalah respon tubuh yang normal terhadap berbagai keadaan, yang penyebabnya
antara lain karena infeksi, sindroma vaskulitis, gangguan sistem saraf pusat, neoplasma, keracunan,
imunisasi atau reaksi obat, dehidrasi, dan heat stroke. Selain itu dapat juga disebabkan oleh kasus
non infeksi ataupun keadaan fisiologis seperti latihan fisik, berada di lingkungan yang sangat panas
yang bisa meningkatkan suhu tubuh (demam). Meskipun keberadaannya telah diketahui merupakan
proses alamiah, tetapi ‘kehadiran’nya selalu membuat khawatir bagi para orangtua dan bahkan juga
petugas kesehatan. Pada kenyataannya, demam memang masih merupakan salah satu masalah
dalam Kesehatan Anak, terhitung 25%-30% kasus setiap tahunnya yang ditemui di Instalasi Rawat
Darurat dan kunjungan di tempat praktek dokter.1,2
“Fobia demam” atau ketakutan yang berlebihan pada dampak buruk demam membuat para
orangtua khawatir anaknya akan mengalami “stuip” (belanda:mata tinggi), kejang demam, sekuele
pasca kejang, hingga yang berpotensi menderita suatu penyakit serius. Kurangnya pemahaman
orangtua tentang demam mencerminkan kurangnya edukasi oleh petugas kesehatan. Fobia demam
ternyata masih berlanjut sampai sekarang, bahkan di kalangan petugas kesehatan terutama dokter
keluarga, sehingga banyak penanganan demam yang berlebihan. Pengetahuan petugas kesehatan
tentang demam dan pengobatannya sangat bervariasi. Diperlukan edukasi yang lebih baik untuk
petugas kesehatan agar mampu memberikan informasi yang tepat bagi keluarga. Intervensi edukasi
untuk orangtua akan mengurangi penggunaan antibiotik serta kunjungan pelayanan kesehatan yang
tidak perlu.3,4
Selain itu perlu diketahui bahwa pendekatan penatalaksanaan demam pada anak bersifat
age dependent sebab infeksi yang terjadi tergantung dengan pada maturitas sistem imun di
kelompok usia tertentu. Penilaian awal saat anak dibawa ke rumah sakit akan membantu
menentukan beratnya penyakit dan pengobatannya.5
Batasan Demam
Demam didefinisikan sebagai kenaikan suhu tubuh. Batas kenaikan suhu adalah
38.4 C(101.10F) pada pengukuran di rektal atau lebih dari 37.80C(1000F) bila diukur secara oral.
0

Demam tinggi bila suhu tubuh diatas 390C (102.20F) dan hiperpireksia 41.10C (1060F).1,6
Suhu tubuh normal pada anak berkisar antara 36.1-37.80C (97-1000F) atau (37±1-1.5)0C.
Berdasarkan tempat pengukuran, maka suhu normal pada pengukuran rektal sampai 380C (100.40F),
oral 37.60C (99.70F), aksila 37.20C (990F), membran timpani 37.60C (99.70F). Dikenal variasi diurnal
pada tubuh yaitu suhu terendah di pagi hari pkl 02.00-06.00 sebelum bangun tidur dan suhu
tertinggi di sore hari pukul 17.00-19.00. Untuk menetapkan anak menderita demam atau tidak harus
diperhatikan kondisi pengukuran, waktu dan dibagian tubuh mana suhu tubuh tersebut diukur.1,6,7
Mekanisme Demam
Suhu tubuh diatur oleh hipotalamus yang mengatur keseimbangan antara produksi dan
pelepasan panas. Peningkatan suhu tubuh yang tidak diatur oleh hipotalamus seperti hipertermia
terjadi karena ketidakseimbangan antara produksi dan pembatasan panas. Keadaan yang demikian

1
ditimbulkan oleh senyawa yang dinamakan pirogen. Dikenal dua jenis pirogen, yaitu pirogen eksogen
dan endogen. Pirogen eksogen merupakan senyawa yang berasal dari luar tubuh pejamu dan
sebagian besar terdiri dari produk mikroba, toksin atau mikroba itu sendiri.1
Rangsang eksogen seperti endotoksin dan eksotoksin menginduksi leukosit untuk
memproduksi pirogen endogen, dan yang poten diantaranya adalah IL-1 dan TNFα, selain IL-6 dan
interferon (IFN). Pirogen endogen ini akan bekerja di daerah SSP pada tingkat Organum Vasculosum
Laminae Terminalis (OVLT) yang dikelilingi oleh bagian medial dan lateral nukleus preoptik,
hipotalamus anterior, dan septum palosum. Sebagai respons terhadap sitokin tersebut maka pada
OVLT akan terjadi sintesis prostaglandin, terutama prostaglandin-E2 melalui metabolisme asam
arakidonat jalur siklooksigenase 2 (COX-2). PGE2 bekerja secara langsung pada sel nukleus preoptik
dengan hasil akhir peningkatan suhu tubuh berupa demam.8
Jadi tugas hipotalamus posterior meningkatkan produksi panas dan mengurangi pelepasan
panas. Bila hipotalamus posterior menerima informasi suhu luar lebih rendah dari suhu tubuh maka
pembentukan panas ditambah dengan meningkatkan metabolisme dan aktivitas otot rangka dalam
bentuk menggigil dan pengeluaran panas dikurangi dengan vasokonstriksi kulit dan pengurangan
produksi keringat sehingga suhu tubuh tetap dipertahankan. Hipotalamus anterior mengatur suhu
tubuh dengan cara melepaskan panas. Bila hipotalamus anterior menerima informasi suhu luar lebih
tinggi dari suhu tubuh maka pengeluaran panas ditingkatkan dengan vasodilatasi kulit dan
menambah produksi keringat.5,6
Etiologi Demam
Demam seringkali diikuti oleh gejala/tanda yang dapat mengarah ke suatu diagnosis seperti
sakit kepala, batuk, diare, disuria dan lainnya, tetapi tidak selamanya demam disertai dengan gejala
yang khas. Untuk itu diperlukan pengelompokkan terhadap penyebab demam seperti :7
1. Demam yang disertai dengan gejala fokal (tabel 1)
2. Demam dengan eksantema (tabel 2)
3. Demam tanpa gejala fokal (tabel 3)
Tatalaksana Demam
Behrman membuat beberapa tahapan algoritmik dalam penatalaksanaan demam, yaitu :1
1. Tahap pertama, anamnesis, pemeriksaan fisis dan laboratorium tertentu. Kemudian
dievaluasi untuk menentukan apakah ada gejala dan tanda spesifik atau tidak
2. Tahap kedua, dapat dibagi 2 kemungkinan, yaitu:
a. Bila ditemukan tanda dan gejala fokal tertentu maka dilakukan pemeriksaan
tambahan yang lebih spesifik yang mengarah pada penyakit yang dicurigai
b. Bila tidak ada tanda dan gejala fokal, maka dilakukan pemeriksaan darah lengkap
kembali
(a dan b kemudian dievaluasi untuk dilanjutkan dengan tahap 3)
3. Tahap ketiga, terdiri dari pemeriksaan yang lebih kompleks dan terarah, konsultasi ke bagian
lain dan tindakan invasif dilakukan seperlunya.

2
Tabel 1. Penyebab demam yang disertai dengan gejala fokal

Gejala Jenis Penyakit Keterangan


Umum Tidak Umum
Saluran Napas Selesma, influenza, faringitis Otitis media, croup , sinusitis Pada umumnya anak mudah
mis. batuk, pilek (penyebab tersering) terinfeksi oleh virus (terbanyak
saluran napas) setiap
tahunnya. Bila semua gejala
khas, maka bukan
penyebabnya gangguan
immunodefisiensi.
Saluran Kemih Infeksi saluran kemih (ISK) Vulvitis, balanoposthitis Semua anak bisa terkena ISK,
mis. disuria perlu evaluasi lanjut untuk
konfirmasi ISK
Saluran Cerna
Muntah Gastritis kausa virus, Demam tifoid, apendisitis akut,
gastroenteritis, keracunan hepatitis akut, meningitis akut
makanan Faktor risiko terhadap diare
Diare Gastritis kausa virus, Disentri, kolera, apendisitis akut kausa bakteri, bila ditemui :
gastroenteritis, keracunan a. riwayat darah pada feses
makanan b. Suhu > 390C
Nyeri perut Gastroenteritis : Apendisitis akut c. frekuesi diare > 10x per 24
- Shigella Hepatitis askut jam
- C jejuni
- Y enterocolitica
SSP
Perubahan - Meningoensefalitis akut,
sensorik ensefalitis akut (mikoplasma,
gastroenterits akut dengan
dehidrasi)
Sakit kepala Sinusitis akut Meningitis akut
Kaku kuduk - Meningitis
UU membonjol - Meningitis, peningkatan
tekanan intrakranial
Tulang
Nyeri/bengkak Artritis causa virus, mumps, Artritis sepsis, juvenile
sendi rubella, infeksi enteroviral rheumathoid arthritis, SLE
Sakit tulang Osteomielitis, artritis septis
Bising jantung Fungsional akibat takikardia Endokarditis bakteri, demam
rematik, miokarditis akut
Sumber: Chong CY, Allen DM.Childhood fever. Singapore Med J 1996;37:96-100.

Tabel 2. Penyebab demam dengan eksantema

Tipe Rash Penyebab Keterangan


Erupsi eritematosus Campak, rubella, roseola infantum/eksantem Eksantem subitum merupa eksantem
subitum, infeksi mononukleosis, demam dengue, yang biasa disebabkan oleh human
selulitis, erupsi obat, erythema multiforme, herpes virus 6 dan seringkali
penyakit Kawasaki. misdiagnosis sebagai alergi obat.
Erupsi vesikulopustuler Chiken-pox, penyakit tangan-kaki-mulut, herpes
simpleks, impetigo bulosa, sindrom kulit
Staphylococcus.
Erupsi vaskulitis/purpurik Sepsis bakteri, SBE, Henoch-Schonlein purpura
Sumber: Chong CY, Allen DM.Childhood fever. Singapore Med J 1996;37:96-100.

3
Tabel 3. Penyebab demam tanpa disertai gejala fokal
Umum Tidak Umum Komentar
ISK Sindrom Sepsis, demam tifoid, malaria, drug fever Risiko tinggi untuk sepsis adalah anak-anak
Demam kausa usia <3 bulan atau dengan gangguan
virus imunodefisiensi, asplenia, terapi steroid
Reaksi imunisasi
Lesi hipotalamus seperti perdarahan intrakranial,
ensefalitis, tumor otak, GBS
Metabolik seperti hipertiroid, dehidrasi akibat
diabetes
Sumber: Chong CY, Allen DM.Childhood fever. Singapore Med J 1996;37:96-100.

Anamnesis sangat penting dalam penegakan diagnosis etiologi, dan secara khusus perlu
ditanyakan status imunisasi dan adanya kontak dengan sumber infeksi. Bila ternyata sudah
mendapat imunisasi terhadap vaksin pneumokok akan mengurangi kemungkinan penyebab oleh
kuman tersebut.6,9
Pemeriksaan penunjang laboratorium harus direncanakan dengan baik, walaupun sebagian
besar penyebab demam sering dihubungkan dengan infeksi virus. Bila direncanakan, pemeriksaan
yang dianjurkan adalah pemeriksaan darah tepi lengkap dengan hitung jenis dan biakan darah,
pemeriksaan urin rutin dan biakan urin, dan pemeriksaan virus bila mungkin. Sedang bila ada
indikasi, juga dianjurkan pemeriksaan seperti foto rontgen dada, punksi lumbal dan biakan tinja.
Pemeriksaan darah tepi lengkap dan kultur darah tidak dianjurkan pada anak demam dengan
tampilan baik, sedang bila tampak sakit dan ada risiko infeksi bakteri serius sebaiknya dilakukan dan
sebaiknya diambil dari sisi yang lain dari ekstremitas dengan pemasangan infus. 6,7,9
Penampilan anak yang demam juga sangat menentukan tatalaksana selanjutnya terutama
bila didapatkan kasus anak dengan demam tanpa penyebab yang jelas. Baraff mengajukan istilah
anak ‘toksis’ untuk menyatakan tampilan yang berat.10 Pada RS Anak Cincinnati, ada pedoman
(CCHMC) tentang tampilan anak demam yang terbagi atas :9
 Tampilan baik :
o Anak bisa senyum, tidak gelisah, sadar, makan baik, menangis kuat namun
dapat dibujuk
o Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
o Perfusi perifer baik, ekstremitas kemerahan dan hangat
o Tidak ada kesulitan bernapas
 Tampilan sakit :
o Masih bisa tersenyum, gelisah dan menangis, kurang aktif bermain, nafsu
makan kurang
o Dehidrasi ringan atau sedang
o Perfusi perifer masih baik
 Tampilan toksis (sesuai Baraff dkk) merupakan gambaran klinis yang sejalan dengan
sindrom sepsis (seperti letargi, tanda penurunan perfusi jaringan, atau adanya
hipo/hiperventilasi, atau sianosis).

4
Penilaian tampilan seorang anak baik atau sakit juga dapat dilakukan dengan suatu kriteria
angka menggunakan sistim YOS (Yale Observation Scale) (tabel 4). Skala penilaian ini terdiri dari
enam kriteria yang masing-masing diberi nilai 1 (normal), 3 (moderat), 5 (berat). Hasil studi
prospektif penggunaan skala tersebut diatas, pada anak usia <2 tahun sebanyak 312 anak yang
mengalami demam, anak yang mempunyai nilai lebih dari 16 ternyata menderita penyakit yang
serius.1,8
Tabel 4. The Yale Observation Scale1
Pengamatan Normal (1) Gangguan (3) Gangguan Berat (5)
Kualitas tangisan Kuat atau senang Merengek atau terisak Lemah atau melengking
Stimulasi orangtua Tangisan segera berhenti/tidak Tangisan hilang timbul Terus menangis atau tangisan
menangis bertambah keras
Variasi keadaan Bila bangun tetap terbangun Mata segera menutup lalu Terus tertidur atau tidak
atau bila tidur dan distimulasi terbangun atau terbangun terstimulasi
anak segera bangun dengan stimulasi yang lama
Warna kulit Merah muda Ekstremitas pucat Pucat
Hidrasi Kulit, mata normal, membran Membran mukosa kering Turgor kulit buruk
mukosa basah
Respons terhadap kontak Senyum atau alert (<2 bulan) Segera tersenyum atau segera Tidak tersenyum, tampak
sosial alert (<2 bulan) cemas, bodoh, kurang
berekspresi
Sumber: Rothrock 1999

Beberapa hal penting yang harus disampaikan dokter atau petugas kesehatan kepada
orangtua agar segera memeriksakan anaknya, bila :6
1. Bayi <3 bulan dengan suhu 380C (100.40F) atau lebih, meskipun tampilan bayi baik.
2. Anak-anak usia >3 bulan yang suhu tubuh 380C (100.40F) atau lebih yang sudah mengalami
demam selama 3 hari dengan tampilan anak sakit (gelisah, cengeng dan menolak minum).
3. Anak-anak yang berusia 3-36 bulan dengan suhu tubuh 38.90C (1020F).
4. Semua golongan usia anak bila suhu tubuhnya lebih dari 400C (1040F).
5. Anak yang pernah mengalami kejang demam. Kejang demam pada usia 6 bulan-6 tahun
dengan suhu tubuh 380C (100.40F) atau lebih.
6. Anak yang mengalami demam berulang, bahkan hanya berselang beberapa jam sebelumnya.
7. Anak demam dan mempunyai masalah kesehatan kronik seperti penderita jantung, kanker,
lupus atau sicle cell anemia.
8. Anak demam dengan disertai kulit kemerahan.
Pada beberapa kasus, tidak diperlukan pengobatan pada anak demam. Seorang anak yang
berusia lebih dari 3 bulan dengan suhu tubuh <38.90C (1020F), yang kelihatan aktif dan tampak
normal, untuk itu tidak perlu diberikan antipiretik. Pada dasarnya menurunkan demam pada anak
dapat dilakukan secara fisik seperti :1
1. Anak demam tirah baring dan ditempatkan dalam ruangan bersuhu normal
2. Mengenakan pakaian yang tidak tebal
3. Memberikan minuman yang banyak (bila perlu sedikit-sedikit tapi sering) karena
kebutuhan air meningkat
4. Mengompres dengan air hangat, tidak lagi dianjurkan mengompres dengan air
dingin atau alkohol pada anak yang hiperpireksia.

5
Pemberian obat antipiretik merupakan pilihan pertama dalam menurunkan demam dan
sangat berguna khususnya pada pasien beresiko seperti kelainan kardiopulmonal kronis, kelainan
metabolik, penyakit neurologis dan pada anak yang berisiko kejang demam.
Pemilihan obat antipiretik ideal harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Mengurangi demam secara efektif paling tidak 10C.
2. Pada dosis terapeutik mempunyai efek samping ringan dan bila terjadi dosis berlebih
toksisitasnya rendah.
3. Tersedia dalam bentuk cair atau supositoria.
4. Mempunyai daya interaksi yang rendah dengan obat lain.
5. Harganya murah.
Obat anti piretik dapat dikelompokkan dalam 4 golongan, yaitu para-aminoferol
(parasetamol), derivat asam propionat (ibuprofen dan naproksen), salisilat (aspirin, salisilamid) dan
asam asetik (indomethasin).
Parasetamol
Saat ini parasetamol merupakan antipiretik yang biasa dipakai sebagai antipiretik dan
analgesik dalam pengobatan demam pada anak. Dosis 5 mg/kgBB tidak akan menurunkan suhu,
tetapi dosis yang tidak memadai ini sering dipakai oleh orangtua pasien. Dosis yang digunakan
adalah 10-15 mg/kgBB direkomendasikan setiap 4 jam. Dosis 20 mg/kgBB tidak akan menambah
daya penurunan suhu tapi memperpanjang daya antipiretik sampai 6 jam.
Parasetamol mempunyai efek samping ringan bila diberikan dalam dosis biasa. Keracunan
parasetamol jarang terjadi pada anak, kejadian fatal di bawah usia 13 tahun hampir tidak pernah
dilaporkan. Toksisitas terjadi apabila anak makan melebihi dosis rekomendasi yaitu lebih dari 10-15
mg/kgBB.
Ibuprofen
Ibuprofen adalah suatu derivat asam propionat yang mempunyai kemampuan antipiretik,
analgesik dan anti-inflamasi. Seperti antipiretik lain dan NSAID (non steroid anti inflammatory drug),
ibuprofen beraksi dengan memblok sintesis PGE2 melalui penghambatan COX-2. Kadar efek
maksimal untuk antipiretik (±10 mg/l) dapat dicapai dengan dosis 5 mg/kgBB, yang akan
menurunkan suhu tubuh 20C selama 3-4 jam. Dosis 10 mg/kgBB/hari dilaporkan lebih poten dan
mempunyai efek supresi demam lebih lama dibandingkan dengan dosis setara parasetamol. Onset
antipiretik tampak lebih dini dan efek lebih besar pada bayi daripada anak yang lebih tua. Ibuprofen
pun mempunyai keuntungan pengobatan dengan efek samping ringan dalam penggunaan yang luas.
Salisilat (Aspirin)
Aspirin sampai dengan tahun 1980 merupakan antipiretik-analgesik yang luas dipakai dalam bidang
kesehatan anak. Dalam penelitian perbandingan antara aspirin dan parasetamol dengan dosis setara
terbukti kedua kelompok mempunyai efektivitas antipiretik yang sama, tetapi aspirin lebih efektif
sebagai analgesik. Namun karena efek samping aspirin yang merangsang lambung, perdarahan usus
dan sindrom Reye, maka tidak dianjurkan untuk demam ringan.
Indomethasin
Indomethasin tidak digunakan sebagai antipiretik pada anak oleh karena ketersediaan obat-obat lain
yang efek sampingnya lebih rendah. Reaksi samping indomethasin berupa gejala gastrointestinal

6
dan SSP seperti sakit kepala, pusing dan bingung. Obat ini lebih efektif untuk mengobati demam
pada anak dengan keganasan.
Kesimpulan
Demam pada umumnya merupakan respon tubuh terhadap suatu infeksi. Fobia demam
yang dialami oleh orangtua dan bahkan petugas medis, menyebabkan seringkali memberikan obat-
obatan yang berlebihan sebagai penanganan demam pada anak. Pendekatan tatalaksana demam
yaang harus dilakukan mengacu pada pendekatan diagnosis dan terapi kedokteran melalui
anamnesis dan pemeriksaan fisis serta ditunjang pemeriksaan laboratorium. Pemberian antipiretik
merupakan terapi alternatif dalam penatalaksanaan demam pada anak.

Daftar Pustaka
1. Demam: patogenesis dan pengobatan. Dalam: Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS,
Satari HI, editor. Buku ajar infeksi dan pediatri tropis. Jakarta: Badan Penerbit IDAI 2008; 21-
46.
2. Carson SM. Alternating acetaminophen and ibuprofen in the febrile child: examination of the
evidence regarding efficacy and safety. Pediatr Nurs 2003;29(5).
3. Soedjatmiko. Persepsi orangtua tentang demam dan pentingnya edukasi oleh dokter. Dalam:
Tumbelaka AR, Trihono PP, Kurniati N, Widodo DP, editor. Penanganan demam pada anak
secara profesional. Jakarta: Dep. IKA FKUI-RSCM 2005; 32-41.
4. Avner JR. Acute Fever. Pediatr.Rev.2009;30;5-13.
5. Kania N. Penatalaksanaan demam pada anak.Siang klinik penanganan kejang pada anak; 12
Feb 2007; Bandung, Indonesia.
6. Ward MA. Patient information: fever in children. Available from:
http://www.uptodate.com/contents/
7. Chong CY, Allen DM.Childhood fever. Singapore Med J 1996;37:96-100.
8. Akib AAP. Manfaat demam dari sudut imunologi. Dalam: Tumbelaka AR, Trihono PP, Kurniati
N, Widodo DP, editor. Penanganan demam pada anak secara profesional. Jakarta: Dep. IKA
FKUI-RSCM 2005; 15-20.
9. Tumbelaka AR. Demam tanpa penyebab yang jelas pada anak. Dalam: Tumbelaka AR,
Trihono PP, Kurniati N, Widodo DP, editor. Penanganan demam pada anak secara
profesional. Jakarta: Dep. IKA FKUI-RSCM 2005; 1-5.
10. Baraff LJ, Bass JW, Fleisher GR, Klein JO, McCracken GH, Powell KR, dkk. Practice guidelines
for the management of infants and chidren 0 – 36 months of age with fever without source.
Pediatric 1993; 92:1-12.

Anda mungkin juga menyukai