Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEBIDANAN AKSEPTOR KB SUNTIK

PADA NY. I USIA 21 TAHUN


DI PUSKESMAS BEJEN TEMANGGUNG

Disusun oleh:
MARIANA MAR’ATUSSOLIHAH
P1337424818118

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG


PRODI KEBIDANAN MAGELANG
2018
BAB I
TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori Medis


1. Definisi Kontrasepsi
Kontrasepsi merupakan bagian dari pelayanan kesehatan
reproduksi untuk pengaturan kehamilan dan merupakan hak setiap
individu sebagai makhluk seksual (Saifuddin, 2010: U-46). Kontrasepsi
berasal dari kata kontra yang berarti mencegah atau melawan, sedangkan
konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dan sel sperma
yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah
menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan
antara sel telur matang dengan sel sperma tersebut (BKKBN, 2011).

2. Definisi Kontrasepsi Suntik Progestin


KB suntik (depo provera) adalah suntikan medroksi progesteron
asetat yang biasanya diberikan pada hari ke-3 sampai 5 pasca persalinan,
segera setelah keguguran dan pada masa interval sebelum hari ke-3 haid
(Wiknjosastro, 2007:921). KB suntik Depot Medroksi Progesteron Asetat
(DMPA) merupakan suatu progestin yang mekanisme kerjanya
menghambat sekresi hormon pemicu filikes (FSH) dan LH serta lonjakan
LH (Varney, 2007: 481).

3. Jenis Kontrasepsi Suntik Progestin


Tersedia dua jenis kontrasepsi suntikan yang hanya mengandung
progestin, yaitu:
a. Depo provera 150 mg, depo provera berisi progestin, mengandung
150 mg DMPA (Depo Medroxy Progesterone Asetat).
b. Noristerat 200 mg, noristerat berisi progesterone 200 mg
norethindrone enanthate (Saifuddin, 2010:MK-41)

4. Cara Kerja Kontrasepsi Suntik Progestin


a. Mencegah ovulasi
b. Mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan
penetrasi sperma

1
c. Menjadikan selaput lendir rahim tipis dan atrofi
d. Menghambat transportasi gamet oleh tuba (Saifuddin, 2010).

5. Keuntungan Kontrasepsi Suntik Progestin


a. Sangat efektif
b. Pencegahan kehamilan jangka panjang
c. Tidak berpengaruh pada hubungan suami istri
d. Tidak mengandung estrogren
e. Tidak memiliki pengaruh terhadap ASI
f. Sedikit efek samping
g. Klien tidak perlu menyimpan obat suntik
h. Dapat digunakan oleh perempuan usia > 35 tahun sampai perimenopouse
i. Membantu mencegah kanker endometrium dan kehamilan ektopik
j. Menurunkan kejadian penyakit jinak payudara
k. Menurunkan krisis anemia bulan sabit (Saifuddin, 2010 : MK-42).

6. Keterbatasan Kontrasepsi Suntik Progestin


a. Sering ditemukan gangguan haid seperti:
1) siklus haid yang memendek atau memanjang
2) perdarahan yang banyak atau sedikit
3) perdarahan tidak teratur atau perdarahan bercak (spotting)
4) tidak haid sama sekali
b. Klien sangat bergantung pada tempat pelayanan kesehatan (harus
kembali untuk suntikan.
c. Tidak dapat dihentikan sewaktu – waktu sebelum suntikan berikutnya
d. Permasalahan berat badan merupakan efek samping tersering
e. Tidak menjamin terhadap perlindungan penularan IMS, Hep B/ HIV
f. Terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian pemakaian
g. Pada penggunaan jangka panjangdapat menimbulkan kekeringan pada
vagina, menurunkan libido, gangguan emosi (jarang), sakit kepala,
jerawat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rakhmawati (2018),
menyatakan bahwa timbulnya efek samping pada akseptor KB sangat
dipengaruhi oleh lamanya penggunaan KB suntik DMPA.

2
7. Indikasi dan Kontraindikasi Kontrasepsi Suntik Progestin
Yang dapat menggunakan kontrasepsi suntikan progestin:
a. Usia reproduksi.
b. Nulipara dan yang telah memiliki anak.
c. Menghendaki kontrasepsi jangka panjang dan yang memiliki
efektifitas tinggi.
d. Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi yang sesuai.
e. Setelah melahirkan dan tidak menyusui.
f. Setelah abortus atau keguguran
g. Perokok
h. Tekanan darah < 180/110 mmHg, dengan masalah gangguan
pembekuan darah atau anemia bulan sabit.
i. Menggunakan obat epilepsi (fenitoin dan barbiturat) atau obat
tuberkulosis (rimfamisin).
j. Tidak dapat menggunakan kontrasepsi yang mengandung esterogen
k. Sering lupa bila menggunakan pil.
l. Anemia defisiensi besi
m. Mendekati usia menopouse yang tidak mau atau tidak boleh
menggunakan pil kontrasepsi kombinasi
(Saifuddin, 2010: MK-43).
Yang tidak boleh menggunakan kontrasepsi suntikan progestin,
antara lain:
a. Hamil atau dicurigai hamil
b. Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya
c. Tidak dapat menerima terjadinya gangguan haid, terutama amenorrhea
d. Menderita kanker payudara atau riwayat kanker payudara
e. DM disertai komplikasi ( Saifuddin, 2010: MK-43)

8. Waktu Mulai Menggunakan Kontrasepsi Suntik Progestin


a. Setiap saat selama siklus haid asal ibu tersebut tidakhamil
b. Mulai hari pertama sampai hari ke-7 siklus haid
c. Pada ibu yang tidak haid, injeksi pertama dapatdiberikan setiap saat,
asalkan ibu tersebut tidak hamil.Selama 7 hari setelah suntikan tidak
boleh melakukan hubungan seksual.

3
d. Ibu yang menggunakan kontrasepsi hormonal laindan ingin
mengganti dengan kontrasepsi suntikan.Bila ibu tidak hamil, suntikan
pertama dapat segeradiberikan atau tidak perlu menunggu sampai
haidberikutnya datang.
e. Bila ibu sedang menggunakan kontrasepsi suntikanjenis lain dan
ingin mengganti dengan kontrasepsisuntikan yang lain lagi,
kontrasepsi suntikan yangakan diberikan dimulai pada saat jadwal
kontrasepsisuntikan yang sebelumnya.
f. Ibu yang menggunakan kontrasepsi nonhormonal dan ingin
menggantikannya dengan kontrasepsi hormonal, suntikan pertama
kontrasepsi hormonal yang akan diberikan dapat segera diberikan,
asal saja ibu tersebut tidak hamil, dan pemberiannya tidak perlu
menunggu haid berikutnya datang. Bila ibu disuntik setelah hari ke-7
haid, ibu tersebut selama 7 hari setelah suntikan tidak boleh
melakukan hubungan seksual.
g. Ibu ingin menggantikan AKDR dengan kontrasepsi hormonal.
Suntikan pertama dapat diberikan pada hari pertama sampai hari ke-7
siklus haid, atau dapat diberikan setiap saat setelah hari ke-7 siklus
haid, asal saja yakin ibu tersebut tidak hamil.
h. Ibu tidak haid atau ibu dengan perdarahan tidak teratur. Suntikan
pertama dapat diberikan setiap saat, asal saja ibu tersebut tidak hamil,
dan selama 7 hari setelah suntikan tidak boleh melakukan hubungan
seksual (Saifuddin, 2010).

9. Cara Penggunaan Kontrasepsi Suntik Progestin


Cara penggunaan kontrasepsi DMPA menurut Saifuddin (2010)
adalah:

a. Kontrasepsi suntikan DMPA diberikan setiap 3 bulan dengan cara


disuntik intramuscular (IM) dalam daerah pantat. Apabila suntikan
diberikan terlalu dangkal penyerapan kontrasepsi suntikan akan
lambat dan tidak bekerja segera dan efektif. Suntikan diberikan tiap
90 hari.

4
b. Bersihkan kulit yang akan disuntik dengan kapas alkohol yang
dibasahi etil/ isopropyl alcohol 60-90%. Biarkan kulit kering sebelum
disuntik, setelah kering baru disuntik.
c. Kocok dengan baik dan hindarkan terjadinya gelembung-gelembung
udara. Kontrasepsi suntik tidak perlu didinginkan. Bila terjadi
endapan putih pada dasar ampul, upayakan menghilangkannya dan
dengan menghangatkannya.

B. Tinjauan Teori Kebidanan


I. Identitas Pasien
1. Biodata
a. Nama
Nama lengkap ibu, termasuk nama panggilannya perlu dikaji. Nama
merupakan identitas khusus yang membedakan seseorang dengan
orang lain. Sebaiknya memanggil klien sesuai dengan nama
panggilan yang biasa baginya atau yang disukainya agar ia merasa
nyaman serta lebih mendekatkan hubu ngan interpersonal bidan
dengan klien. (Widatiningsih, dkk. 2017: 162)
b. Umur
Wanita yang berusia kurang dari 18 tahun masih dalam masa
pertumbuhan, sehingga panggulnya relatif masih kecil. (Hartanto,
2004: 23)
Selain itu umur dikaji untuk mengetahui apakah ibu termasuk dalam
fase sebagai berikut:
1) Fase Menunda/Mencegah Kehamilan
PUS (Pasangan Usia Subur) dengan usia istri <20 tahun
dianjurkan untuk menunda kehamilannya.
2) Fase Menjarangkan Kehamilan
Periode usia istri 20-30/35 tahun merupakan periode usia yang
paling baik untuk melahirkan dengan jumlah anak 2 orang dan
jarak antara kelahiran adalah 2-4 tahun.
3) Fase Menghentikan/Mengakhiri Kehamilan/Kesuburan

5
Periode istri diatas 30 tahun, terutama diatas 35 tahun.
Sebaiknya mengakhiri kehamilan setelah mempunyai 2 orang
anak.
(Hartanto, 2004: 30-31)
c. Agama
Informasi ini perlu dikaji sebagai faktor pembenaran terhadap
prinsip-prinsip pembatasan keluarga dan konsep dasar tentang
keluarga berencana oleh semua agama (Varney, 2007: 414)
d. Pendidikan
Pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima dan memahami
penjelassan yang disampaikan. (Hartanto, 2010: 28)
e. Pekerjaan
Mengetahui pekerjaaan klien adalah penting untuk mengetahui
apakah klien memiliki kemungkinan perpisahan yang lama karena
melakukan wajib militer; kebutuhan untuk mengalokasi sumber-
sumber ekonomi untuk pendidikan atau sedang memulai suatu
pekerjaan atau bidang usaha; kemampuan ekonomi untuk
menyediakan calon anak-anaknya dnegan makanan, pakaian, tempat
berlindung, perawatan medis dan gigi, pendidikan di masa depan;
pengangguran; tuna wisma. (Varney, 2007: 414)
f. Suku Bangsa
Suku bangsa perlu dikaji karena merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi keputusan dalam memilih metode kontrasepsi. Saat
ini tren sosial budaya suku bangsa tentang jumlah keluarga; dampak
jumlah keluarga tempat individu tersebut. Pentingnya memiliki
anak laki-laki di mata masyarakat karena akan meneruskan nama
keluarga; apakah masyarakat menghubungkan secara langsung
antara jumlah anak yang dimiliki seorang laki-laki dengan
kejantanannya; nilai dalam masyarakat tentang menjadi seorang
“wanita” hanya bila ia dapat “memberi” anak kepada pasangannya.
(Varney, 2007: 414).
Faktor berperan dalam mempengaruhi kecepatan suntikan misal:

6
1) DMPA 100mg
Wanita India berovulasi dalam waktu 2-5 tahun sedangkan
wanita tidak berovulasi minimal 5 bulan.
2) NET-EN 200mg
Wanita India dan Thailand ovulasinya 2x lebih lama.
(Hartanto, 2010: 168)
II. Data Subyektif
1. Alasan Datang
Alasan wanita datang ke tempat klinik/bidan yang diungkapkan
dengan kata-katanya sendiri (Hani, dkk. 2011: 47). Ibu datang ke
pelayanan klinik atas keinginan untuk mengendalikan kehamilan secara
permanen atau sementara (Varney, 2007:416)
2. Keluhan Utama
Keluhan utama ditanyakan untuk mengetahui alasan pasien
datang ke fasilitas pelayanan kesehatan (Sulistyawati.2009: hal. 167).
maksud kunjungan antara lain untuk mengetahui apakah klien ingin
menunda, menjarangkan, mengakhiri kehamilan. (Hartanto, 2004: 30)
3. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan harus diketahui pada ibu yang akan menjadi
akseptor KB. Perlu untuk dikaji tentang keadaan atau kondisi yang
mempengaruhi persyaratan medis dalam setiap penggunaan metode
kontrasepsi menurut Affandi (2012: U-27) yang mana keadaan atau
syarat medis dalam penggunaan setiap kontrasepsi tidak permanen
dikelompokkan dalam kategori:
1: Kondisi di mana tidak ada pembatasan apa pun dalam penggunaan
metode kontrasepsi.
2: Penggunaan kontrasepsi lebih besar manfaatnya dibandingkan dengan
resiko yang diperkirakan akan terjadi.
3: Risiko yang diperkirakan lebih besar daripada manfaat penggunaan
kontrasepsi.
4: Risiko akan terjadi bila metode kontrasepsi tersebut dapat digunakan.
Beberapa penyakit yang dapat memberikan resiko lebih pada
setiap penggunaan kontrasepsi antara lain:

7
a. TBC dan epilepsy
Apabila klien sedang menggunakan obat-obatan tuberculosis
(rifampisin) atau obat epilepsi (Fenitoin dan barbiturat dapat
menyebabkan metabolisme progestine di hati dipercepat dan terjadi
beberapa kasus kegagalan penggunaan kontrasepsi (Saifuddin,
2014: MK-37).
b. Penyakit Hati
Perempuan dengan penyakit hati akut tidak dianjurkan
menggunakan suntik.Hormon progesterone sulit dimetabolisme
wanita dengan kelainan hati.Penggunaan kontrasepsi hormonal jenis
etinil estradid/progesterone pada penderita kelainan hati dapat
menyebabkan kelostasis yang dapat menyebabkan prunitas dan
ikterus. (Saifudin, 2014: MK-34)
c. Hipertensi
Kontrasepsi hormonal pada penderita hipertensi mengakibatkan TD
meningkat 2-3x lipat. (Sarwono, 2014: 73). Jika sudah menderita
hipertensi sebelumnya kontrasepsi hormonal dapat menyebabkan
peningkatkan tekanan darah. Kejadian hipertensi meningkat hampir
2-3 kali lipat setelah 4 tahun penggunaan kontrasepsi yang
mengandung estrogen.
d. Jantung
Kontrasepsi suntik menaikan HDL kolesterol yang menimbulkan
aterosklerosis yang akan memperparah penyakit jantung
Perubahan dalam metabolisme lemak, terutama penurunan HDL-
kolesterol, baik pada DMPA maupun NET EN dicurigai dapat
menambah risiko timbulnya penyakit kardiovaskuler. HDL-
kolesterol yang rendah menyebabkan timbulnya aterosclerosis.
Sedangkan terhadap trigliserida dan kolesterol total tidak ditemukan
efek apapun dari kontrasepsi suntikkan.
(Hartanto, 2010: 171)
e. DM
Kontrasepsi hormonal menyebabkan resistensi insulin ringan
sehingga memperburuk toleransi glukosa. Perempuan dengan

8
riwayat DM lebih dari 20 tahun merupakan kontraindikasi
pemakaian suntik.
f. Kanker
Pada suntikan jenis kombinasi tidak dianjurkan karena mengandung
esterogen yang mempengaruhi karsinoma tersebut.
g. Perdarahan pervaginam tidak diketahui penyababnya
Pada pemberian kontrasepsi suntik, kadang kala dapat terjadi
perdarahan diluar siklus haid. Kondisi ini dapat menyebabkan
tertutupnya gejala kehamilan diluar kandungan, radang serviks, dan
walaupun jarang adanya kanker pada Rahim (Manuaba, I.B.G,
2008: 29).
h. Migren
Migren menjadi lebih sering ditemukan pada wanita yang
menggunakan alat kontrasepsi hormonal dan ini umumnya
disebabkan karena komponene estrogen.
i. Stroke
Baik estrogen maupun progestin tampaknya memengaruhi tekanan
darah, yaitu meningkat sedikit.Tetapi bila cukup tinggi dapat
menyebabkan komplikasi yang permanen termasuk stroke, sehingga
dapat membahayakan jiwa.
4. Riwayat Kehamilan
Yang tidak boleh menggunakan suntikkan kombinasi salah
satunya adalah hamil atau diduga hamil. (Saifuddin, 2010;MK-35).
Yang tidak boleh menggunakan suntikkan progestin salah satunya
adalah hamil atau dicurigai hamil (resiko cacat pada janin 7 per 100.000
kelahiran). (Saifuddin, 2010; MK-43).
5. Riwayat KB
Ibu yang menggunakan metode kontrasepsi non hormonal dan
ingin menggantinya dengan suntikan kombinasi, maka suntikan pertama
dapat segera diberikan, asal saja diyakini ibu tersebut tidak hamil, dan
pemberiannya tanpa perlu menunggu datangnya haid. Bila diberikan
pada hari 1-7 siklus haid, metode kontrasepsi lain tidak diperlukan. Bila
sebelumnya menggunakan AKDR dan ingin menggantikan dengan

9
suntikan kombinasi, maka suntikan pertama diberikan hari 1-7 siklus
haid.Cabut segera AKDR. (Saifuddin, 2014; MK-39).
Bila ibu sedang menggunakan jenis kontrasepsi jenis lain dan
ingin menggantinya dengan jenis kontrasepsi suntikan yang lain lagi,
kontrasepsi suntikan yang akan diberikan dimulai pada saat jadwal
kontrasepsi suntikan yang sebelumnya.Ibu yang menggunakan alat
kontrasepsi non hormonal dan ingin menggantinya dengan kontrsepsi
hormonal, suntikan pertama kontrasepsi hormonal yang akan diberikan
dapat segera diberikan, asal saja ibu tersebut tidak hamil, dan
pemberianya tidak perlu menunggu haid berikutnya datang. Bila ibu
disuntik setelah hari ke-7 haid, ibu tersebut selama 7 hari setelah
suntikan tidak boleh melakukan hubungan seksual.Ibu ingin
menggantikan AKDR dengan kontrasepsi hormonal.Suntikan pertama
dapat diberikan pada hari ke-7 siklus haid, asal saja yakin ibu tersebut
tidak hamil.
(Saifuddin, 2010: MK-45)
6. Riwayat Perkawinan
Pasangan yang baru saja menikah mungkin menginginkan lebih banyak
informasi mengenai masalah penjarangan kehamilan, (Saifuddin, 2014:
U-2).
Riwayat perkawinan perlu dikaji karena menurut Hartanto (2010: 41)
keadaan yang paling ideal adalah bahwa isteri dan suami harus
bersama-sama:
a. Memilih metode kontrasepsi terbaik.
b. Saling kerjasama dalam pemakaian kontrasepsi.
c. Membiayai pengeluaran untuk kontrasepsi.
Memperhatikan tanda-tanda bahaya pemakaian kontrasepsi
7. Riwayat Obstetrik
a. Riwayat Haid
1) Menarche
Menarche adalah usia pertama kali mengalami menstruasi.
Wanita Indonesia umumnya mengalami menarche sekitar usia
12 tahun sampai 16 tahun. (Sulistyawati, 2009 : 167).

10
Perlu dikaji umur berapa ibu mendapatkan haid pertama kali
karena resiko untuk mendapatkan karsinoma payudara pada
pemakaian kontrasepsi hormonal adalah lebih kecil pada gadis-
gadis yang mendapatkan menarche yang lebih tua. (Hartanto,
2010: 119)
2) Siklus Haid
Variasi dalam panjang siklus haid sangat beragam ada yang
siklusnya sangat pendek (11-17 hari, pada 10-20% kasus), ada
yang sangat panjang >45 hari (5-10%) (Hartanto, 2010: 160)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Anisa dan Titi
(2015), mengatakan bahwa penggunaan KB Suntik 3 Bulan
yang lama dapat mempengaruhi siklus haid. Penyebabnya
karena adanya ketidakseimbangan hormone sehingga
endometrium mengalami perubahan histology.
3) Volume
Volume darah menstruasi perlu dikaji karena data ini
menjelaskan seberapa banyak darah menstruasi yang
dikeluarkan. Kadang kita akan kesulitan untuk mendapatkan
data yang valid. Sebagai acuan biasanya kita gunakan kriteria
banyak, sedang, dan sedikit. Jawaban yag diberikan oleh pasien
biasanya bersifat subjektif, namun kita dapat kaji lebih dalam
lagi dengan beberapa pertanyaan pendukung, misalnya sampai
berapa kali mengganti pembalut dalam sehari. (Sulistyawati,
2009: 167)
Dikaji jumlah darah haid yang keluar selama penggunaan
kontrasepsi akan berkurang hingga 50-70% terutama pada hari
pertama dan kedua. Khasiat ini sangat terlihat jelas pada
penggunaan kontrasepsi hormonal. Setelah penggunaan jangka
lama jumlah darah yang keluar juga makin sedikit dan bahkan
kadang-kadang sampai terjadi amenorea (Baziad, 2008: 24)
Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Muslihati,
dkk (2016), menyatakan bahwa pengunaan kontrasepsi
hormonal dapat berpengaruh pada jumlah perdarahan saat
menstruasi.

11
4) Lama
Perlu dikaji berapa lama ibu menstruasi, biasanya durasi
menstruasi normal yaitu sekitar 4-7 hari (Manuaba, 2009: 209).
Perubahan terhadap lamanya perdarahan umumnya disebabkan
oleh komponen gestagen dalam sediaan kontrasepsi hormonal.
Pada penggunaan kontrasepsi hormonal lamanya perdarahan
berkisar antara 3-5 hari. (Baziad, 2008: 24)
5) Keluhan (Dismenorhea, Fluor Albus)
Beberapa wanita menyampaikan keluhan yang dirasakan ketika
mengalami menstruasi, misalnya nyeri hebat, sakit kepala.
(Sulistyawati, 2009: 167)
Dikaji apakah ibu mengalami dismenorhea pada saat
menstruasi karena pemberian kontrasepsi hormonal dapat
menyebabkan perubahan terhadap steroid seks dari ovarium
hingga keluhan-keluhan yang timbul sebelum atau selama haid,
seperti nyeri haid (dismenorhea), sindroma premenstrual (PMS)
dan mastodini (nyeri payudara) dapat diobati dengan pemberian
kontrasepsi hormonal. (Baziad, 2008: 23-24).
Dikaji apakah ibu sering mengalami flour albus karena selama
penggunaan kontrasepsi hormonal terjadi peningkatan kejadian
fluor albus vaginalis. (Baziad, 2008: 29).
Selain dismenorea dan flour albus keluhan yang bisa dialami
selama penggunaan kontrasepsi hormonal yaitu spotting atau
perdarahan bercak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Susanti (2015), bahwa lama penggunaan kontrasepsi suntik 3
bulanan memiliki hubungan dengan terjadinya spotting.
Hormone yang ada di dalam kontrasepsi suntik 3 bulan
terhadap endometrium menyebabkan sekrettorik, hal inilah
yang menyebabkan terjadinya spotting pada akseptor KB
suntuk 3 bulan.
6) HPHT
Dikaji apakah klien dalam 7 hari pertama haid terakhir dan
tidak haid untuk meyakini bahwa klien tidak hamil. (Saifuddin,
2014: U-10)

12
8. Pola Kebutuhan Sehari-hari
a. Pola nutrisi
Dikaji bagaimana pola nutrisi ibu karena komponen progestin
dalam kontrasepsi hormonal dapat menyebabkan nafsu makan
Makan bertambah dan makan banyak (efek anabolik) (Hartanto,
2010; h. 140)
b. Personal Hygiene
Daerah insersi dibiarkan kering dan tetap bersih selama 4 hari
(Hartanto, 2010: 186)
Daerah insisi (jika sudah sembuh) bisa disentuh dan dicuci dengan
tekanan wajar (Saifuddin, 2014: MK – 56)
c. Pola aktivitas
Dikaji bagaimana aktivitas yang dilakukan ibu sehari-hari karena
kesibukan bisa mengakibatkan ibu sehari-hari karena kesibukan
bisa mengakibatkan penurunan frekuensi hubungan seksual.
(Saifuddin, 2014; h. MK-56)
d. Pola seksual
Perlu dikaji mengenai apakah klien tidak bersenggama sejak haid
terakhir untuk mengetahui klien tidak sedang hamil (Saifuddin,
2014; h.U-12). Hubungan seksual secara teratur dalam kaitannya
terjadi kehamilan ialah sekitar duakali seminggu sehingga kualitas
dan kuantitas spermatozoon cukup baik untuk dapat membuahi sel
telur). Dispareunia yang mungkin menderita PID yang merupakan
kontraindikasi pemasangan IUD (Hartanto, 2010; h. 221)
e. Pola hidup sehat
Dikaji apakah ibu merokok karena dapat meningkatkan tekanan
darah dan retensi cairan sehingga resiko stroke dan gangguan
pembekuan darah pada vena dalam sedikit meningkat (Saifuddin,
2014: MK -29)
9. Data psikososial dan spiritual
Tren saat ini tentang jumlah keluarga, dampak jumlah keluarga tempat
individu tersebut, pentingnya memiliki anak laki-laki dimata masyarakat
karena akan meneruskan nama keluarga, apakah masyarakat
menghubungkan secara langsung antara jumlah anak yang dimiliki

13
seorang laki-laki dan kejantanannya, nilai dalam masyarakat tentang
menjadi seorang “wanita” hanya bila ia dapat “memberi” anak kepada
pasangannya (Varney, 2007; h. 414-15)

III. DATA OBYEKTIF


1. Pemeriksaan Umum
a. Berat Badan
Dikaji berat badan ibu saat ini, pada penggunaan kontrasepsi hormonal
dapat menaikkan berat badan dari 5-10 kg atau lebih pertambahan
berat badan pada pemakaian kontrasepsi hormonal karena adanya
retensi cairan yang disebabkan karena komponen progestin atau
esterogan (Hartanto. 2010; h.140)
Efek samping dari kontrasepsi progestin salah satunya yaitu
meningkatnya atau menurunnya BB, bahwa penaikan atau penurunan
BB dapat terjadi sebanayak 1-2 kg.Perhatikan diit klien bila perubahan
BB terlalu mencolok. Bila BB berlebihan, hentikan suntikan dan
anjurkan metode kontrasepsi lain (Saifuddin, 2014; MK-50).
Didukung penelitian yan dilakukan oleh Kurniawati dan Wulan
(2015), bahwa penggunaan KB suntik dapat mempengaruhi
peningkatan IMT (Indeks Masa Tubuh) pada akseptor KB. Sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulistiyaningsih (2017), bahwa
peningkatan berat badan akseptor KB dapat berhubungan dengan lama
pemakaian KB suntik 3 bulan.
b. Vital Sign
1) Tekanan darah perlu dikaji karena:
a) Kontrasepsi pil progestin boleh digunakan pada tekanan darah
tinggi (selama <180/110 mmHg) atau dengan masalah
pembekuan darah (saifuddin, 2014; h.MK-52)
b) Kontrasepsi suntik progestin boleh digunakan pada tekanan
dara tinggi (selama <180/110 mmHg) atau dengan masalah
pembekuan darah atau anemia bulan sabit (saifuddin, 2014; h.
MK-45)
c) Perhatikan dengan lebih seksama tekanan darah pada klien,
apabila tekanan darah >140/90mmHg atau diastoliknya >110

14
mmHg, metode kontrasepsi non hormonal mungkin
merupakan pilihan yang lebih karena cenderung mengalami
kenaikan tekanan darah (Saifuddin, 2010; h. MK-41)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Susanti dan
Satriyanto (2018), bahwa penggunaan kontrasepsi hormal dapat
berpengaruh terhadap tekanan darah sistolik dan distolik.
Kontrasepsi hormonal dapat memberikan dampak metabolik dan
kardiovaskuler terkait dengan kandungan estrogen –
progesterone.
2) Respirasi
Perli dikaji apakah klien merasa sesak nafas atau nadi lebih cepat
dari 100x/menit (jauh diatas normal). Apabila ditemukan calon
akseptor kemungkinan mempunyai penyakit jantung yang serius.
Bantu calon akseptor memilih kontrasepsi non hormonal.
(Saifudin, 2014: MK-41).
c. Status Present
1) Rambut
Dikaji apakah rambut mudah dicabut dan kering atau tidak, karena
komponen progesteron menyebabkan rambut kering dan rontok
(Manuaba, 2008: 442-443)
Pada wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal kadang
kadang terjadi kerontokan rambut yang dapat terus menerus
berlanjut meskipun penggunaannya telah dihentikan (Baziad,
2008; h.81)
2) Pipi
Dikaji adakah chloasma pada pipi, yaitu munculnya warna
kecoklatan pada daerah pipi, hidung, dagu,atau mulut sering
ditemukan pada penggunaan kontrasepsi hormonal jangka
panjang. Kelainan ini lebih sering ditemukan pada penggunaan
kontrasepsi hormonal dengan dosis esterogen tinggi (Baziad,
2008; h.80)
Dikaji juga adanya jerawat pada wajah karena komponen
progestin menyebabkan akne (kukulan) dan kulit berminyak)
karena pil kontrasepsi yang mengandung komponen gestagen

15
yang memiliki sifat androgenic kuat sepeti levonorgestrel
noretisteron, dan linestrol yang mudah menimbulkan akne.
(Hartanto, 2010: 110)

3) Mata
a) Konjungtiva
Dikaji apakah cyanosis/pucat pada konjungtiva. Apabila
ditemukan, calon akseptor mungkin mempunyai penyakit
jantung yang serius, bantu calon akseptor memilih metode
kontrasepsi non hormonal (Saifuddin, 2014; h.MK-41)
b) Sklera
Sklera yang berwarna kuning terdapat kemungkinan indikasi
penyakit hati. Bantu klien memilih kontrasepsi non hormonal
(saifuddin, 2014; h. MK-41)
4) Dada
a) Mammae
Dikaji adanya benjolan yang dicurigai sebagai kanker
biasanya tidak sensitif, unilateral, tidak biasa bentuknya
dengan decresed mobility, apabila klien memiliki hal diatas
dianjurkan memilih kontrasepsi non hormonal dan rujuk ke
dokter spesialis (Saifuddin, 2014: MK-41).
b) Auskultasi jantung
Pada jantung perlu dikaji adanya mur-mur yang merupakan
tanda adanya gangguan pada jantung seperti infark pada
jantung, komponen gestagen memiliki khasiat vasokonstriksi
terutama bila telah terjadi kerusakan pada pembuluh darah.
Hal ini dapat menyebabkan terjadinya thrombosis arterial
bahkan sampai terjadi infark sehingga pil kontrasepsi
merupakan kontraindikasi bagi wanita yang menderita
penyakit jantung. (Baziad, 2008: 72-73).
5) Abdomen
Klien dengan pembengkakan hati dimungkinkan adanya indikasi
penyakit hati. Sebaiknya bantu pilih kontrasepsi non hormonal
(Saifuddin, 2014; h. MK-40)

16
6) Ekstermitas
a) Ada klien dengan adanya varices, rasa sakit dan kaki bengkak
dimungkinkan adanya indikasi pengumpulan darah, karena
kontrasepsi hormonal menyebabkan varices dan juga
memperkirakan mengurangi kecepatan aliran darah dan
menambah, sehingga beresiko thromboplebitis (Saifuddin,
2014; h. MK-40)
b) Dikaji juga apakah kakinya sangat bengkak dan mengandung
cairan yang juga memungkinkan indikasi penyakit hati
(Saifuddin, 2010; h. MK-39) terjadi karena adanya retensi
cairan yang disebabkan karrena komponen progestin atau
esterogen (Hartanto, 2010; h. 140)
7) Genetalia
Apabila dijumpai perdarahan pervaginam yang belum diketahiu
penyebabnya, sebaiknya cari penyebab perdarahan, bila perlu obat
dahulu sebelum memberikan pil kombinasi.(Saifuddin, 2014: MK-
45)

IV. Analisa
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah
berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan.
Data dasar yang telah dikumpulkan, diinterpretasikan sehingga dapat
merumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik.
1. Diagnosa Kebidanan
Diagnosa kebidanan adalah rumusan dari hasil pengkajian mengenai
kondisi klien. Berdasarkan hasil analisa data yang di dapat. (Marmi dan
Rahardjo, 2012)
Dalam bagian ini disimpulkan oleh bidan antara lain sebagai berikut:
a. Nama
Dikaji untuk mengenal klien dan memanggil pasien agar tidak keliru
dengan pasien lain.
b. Maternal

17
Untuk mengetahui apakah ibu termasuk usia reproduksi atau tidak.
Usia reproduksi dapat menggunakan kontrasepsi hormonal suntik
(Saifudin, 2014: MK-45)
c. Paritas
Paritas adalah riwayat reproduksi seorang wanita. Kontrasepsi
hormonal suntik dapat digunakan oleh wanita yang belum atau sudah
memiliki anak. (Saifudin, 2014: MK37). Contoh cara penulisan paritas
dalam interpretasi data sebagai berikut:
P0 (partus 0) berarti belum pernah partus atau melahirkan
A0 (abortus 0) berarti belum pernah mengalami abortus

Ny… umur (< 35 tahun) P…A…akseptor aktif KB suntik.


2. Masalah
Masalah yang mungkin timbul pada akseptor KB suntik diantaranya
amenore (tidak adanya perdarahan atau spoting pervaginam), perdarahan
hebat atau tidak teratur, sakit kepala, mual/pusing/muntah, pertambahan
atau kehilangan berat badan (penurunan nafsu makan). (Saifuddin, 2014:
MK62-63)
a. Gangguan menstruasi
b. Sakit kepala
c. Penambahan berat badan.
d. Pusing, mual, muntah.
e. Keputihan.
f. Depresi.
g. Kekeringan pada vagina.
h. Menurunkan libido.
(Marmi, 2016: 221)
3. Diagnosa Potensial
Pada langkah ini mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial
berdasarkan diagnosa masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini
membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan,
sambil mengamati klien. Bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila
diagnosa atau masalah potensial ini benar-benar terjadi. (Varney, 2007:
60).

18
a. Amenore
Efek pada pola haid tergantung pada lama pemakaian. Perdarahan
intermenstrual dan perdarahan bercak berkurang dengan jalannya
waktu, sednag kejadian amenorea bertambah besar. DMPA lebih
sering menyebabkan perdarahan, perdarahan berak dan amenorea
dibandingkan dengan NET-EN, dan DMPA tampaknya lebih sering
terjadi pada akseptor dengan berat badan tinggi. Insidens amenorea
berhubungan dengan atrofi endometrium. Bila teradi amenorea,
berkurangnya darah haid sebenarnya memberikan efek yang
menguntungkan yakni berkurangnya insidensi anemia.
(Hartanto, 2010: 169-170)
b. Perdarahan pervaginam atau spotting
Efek pada pola haid tergantung pada lama pemakaian. Perdarahan
intermenstrual dan perdarahan bercak berkurang dengan jalannya
waktu, sednag kejadian amenorea bertambah besar. DMPA lebih
sering menyebabkan perdarahan, perdarahan berak dan amenorea
dibandingkan dengan NET-EN.
(Hartanto, 2010: 169-170)
c. Perdarahan banyak atau memanjang
(Marmi, 2016: 221)
4. Antisipasi Tindakan Segera, Konsultasi, dan Kolaborasi.
Menunjukkan bahwa bidan dalam melakukan tindakan harus sesuai
dengan prioritas masalah atau kebutuhan dihadapi kliennya. Setelah bidan
merumuskan tindakan yang dilakukan untuk mengantisipasi diagnosa/
masalah potensial pada step sebelumnya, bidan juga harus merumuskan
tindakan emergency/segera. Dalam rumusan ini termasuk tindakan segera
yang mampu dilakukan secara mandiri, secara kolaborasi atau bersifat
rujukan. (Varney, 2007: 55).
a. Amenore
1) Apabila terjadi kehamilan, rujuk klien dan hentikan penyuntikkan.
Menjelaskan pada klien bahwa hormon progestin tidak
menimbulkan kelainan pada bayi.
2) Apabila terjadi kehamilan ektopik, rujuk segera klien.

19
3) Jangan memberikan terapi hormonal untuk menimbulkan
perdarahan karena tidak akan berhasil. Tunggu 3-6 bulan
kemudian. Bila tidak terjadi perdarahan juga, rujuk klien ke klinik.
b. Perdarahan pervaginam atau spotting
1) Menginformasikan bahwa perdarahan ringan sering terjadi. Tetapi
hal ini bukanlah masalah serius dan biasanya tidak memerlukan
pengobatan. Bila klien tidak dapat menerima perdarahan tersebut
dan ingin melanjutkan suntikkan, maka dapat disarankan dua
pilihan pengobatan yaitu preparat atau progesteron.
c. Perdarahan banyak atau memanjang (lebih dari delapan hari atau dua
kali lebih banyak dari perdarahan yang biasanya dialami pada siklus
haid normal.
1) Menjelaskan bahwa perdarahan yang banyak atau memanjang
tersebut biasa di temukan pada buan pertama setelah di suntik
d. Sakit kepala
1) Menjelaskan kepada klien bahwa rasa berputar atau sakit kepala
yang dapat terjadi pada satu sisi, kedua sisi, atau keseluruhan dari
bagan kepala biasanya bersifat sementara dan akan hilang setelah
suntikan pertama dan kedua.
e. Penambahan berat badan
1) Umumnya pertambahan berat badan tidak terlalu besar, bervariasi
anatar kurang dari 1kg-5kg dalam setahun pertama.
2) Hipotesa para ahli: DMPA merangsang pusat pengendali nafsu
makan di hipotalamus, yang menyebabkan akseptor makan lebih
banyak dari basanya. (Hartanto, 2010: 171)

(Sulistiyawati, 2011: 80)

V. Penatalaksanaan
Bidan mengembangkan rencana asuhan/tindakan yang komprehensif berdasar
langkah yang telah dilakukan sebelumnya. Rencana asuhan harus disetujui
bersama dengan klien agar pelaksanaannya efektif. (Widatiningsih, dkk.,
2017: 186)
1. Memberikan konseling

20
Menurut varney (2007: 483) sebagian pendidikan kesehatan ,konseling
dan petunjuk untuk klien yang berkaitan dengan depo-provera diberikan
selama proses pemilihan metode kontrasepsi ini konseling yang adekuat
sebelum metode dilakukan bertujuan untuk memastikan klien tidak
menghentikan metode tersebut karena ia mengalami perubahan
menstruasi.
Konseling akan mempengaruhi antara petugas dan klien dengan
meningkatkan hubungan dan kepercayaan yang sudah ada. Konseling
adalah proses yang berjalan menyatu dengan aspek pelayanan KB dan
bukan hanya informasi yang diberikan dan dibicarakan pada satu
kesempatan yakni pada saat pembagian pelayanan.
Bila klien belum pernah menggunakan kontrasepsi suntik dengan
pasanganya disetujui atau tidak dan factor apa yang menyebabkan klien
menggunakan kb suntik. Bila klien memilih kontrasepsi, maka pelaksana
konseling harus mampu memberikan informasi spesifik mengenai
bagaimana kontrasepsi suntik dapat mencegah kehamilan, keuntungan,
kerugian dan syarat serta efek samping dan tanda-tanda bahaya.
a. DMPA
1) Keuntungan
a) Sangat efektif
b) Pencegahan kehamilan jangka panjang
c) Tidak mengandung esterogen, sehingga tidak berdampak
penyakit jantung dan gangguan pembekuan darah
d) Tidak berpengaruh pada ASI
e) Klien tidak perlu menyimpan obat suntik
f) Dapat digunakan wanita >35 th sampai menopause
g) Membantu mencegah kanker endometrium dan kehamilan
ektopik
h) Menurunkan kanker jinak payudara
i) Mencegah beberapa penyebab PSD
j) Menurunkan resiko anemia bulan sabit
(Saifuddin, 2014: MK-44)
2) Kerugian
a) Sering ditemukan gangguan haid seperti:

21
(1) Siklus haid yang memanjang/memendek
(2) Perdarahan tidak teratur/perdarahan bercak
(3) Perdarahan yang banyak
(4) Tidak haid sama sekali
b) Permasalahan berat badan merupakan efek samping tersering
c) Tidak menjamin perlindungan terhadap PMS/ hepatitis B/ HIV
atau AIDS
d) Terlambatnya pemulihan kesuburan setelah penghentian
pemakaian
e) Pada penggunaan jangka panjang dapat menurunkan
densitas/kepadatan tulang
f) Pada penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan
kekeringan pada vagina menurunkan libido, gangguan emosi,
sakit kepala, nervasitas, jerawat. ( Saifuddin 2014: MK- 44 )
3) Cara Kerja
a) Mencegah ovulasi dan mengentalkan lendir serviks dan
menurunkan kemampuan penetrasi sperma
b) Menjadikan selaput lendir, rahim tipis dan atrofi
c) Menghambat transportasi gamet oleh tuba.
(Saifuddin, 2014: MK-43)
b. Cyclofeam
1) Cara Kerja
a) Menahan ovulasi
b) Membuat lendir serviks menjadi kental sehingga penetrasi
sperma terganggu
c) Perubahan pola endometrium (atrofi) sehingga penetrasi
terganggu
d) Menghambat transportasi gamet oleh tuba.
(Saifuddin 2014: MK-36)
2) Keuntungan
a) Resiko terhadap kesehatan kecil
b) Tidak berpengaruh terhadap kehidupan seksual
c) Tidak diperlukan pemeriksaan dalam
d) Efek samping kecil

22
e) Mengurangi jumlah perdarahan
f) Mengurangi nyeri saat haid
g) Mengurangi penyakit jinak payudara dan kista ovarium
h) Pada keadaan tertentu dapat diberikan pada wanita
premenopause
i) Jangka panjang
j) Mencegah anemia
k) Mencegah ca endometrium/ovarium
l) Mencegah KET
m) Melindungi klien dari PRP
n) Tidak perlu menyimpan obat suntik.
(Saifuddin, 2014: MK-36-37).
3) Kerugian
a) Terjadinya perubahan haid seperti tidak teratur
spoting/perdarahan sampai dengan 10 hari
b) Mual, sakit kepala, nyeri payudara ringan dan kelainan akan
hilang setelah suntikan ke-2 dan ke-3
c) Efektivitas berkurang bila digunakan bersama nifamplisin
femitan, barbiturate
d) Tidak menjamin terhadap PMS, hepatitis B, HIV/AIDS
e) Kemungkinan terlambatnya pemulihan kesaburan setelah
penghentian pemakaian
f) Pertambahan BB.
(Saifuddin, 2014: MK-37).
2. Menyerahkan pengambilan keputusan penuh pada klien dan suami.
(Sarwono, 2014: 4)
3. Mengisi informed consent yang ditandatangani klien dan petugas.
a. Setelah pemakaian kontrasepsi harus memperhatikan hak-hak
reproduksi
b. Individu/perorangan diberi informasi lengkap
4. Menyuntikan obat kontrasepsi DMPA diberikan setiap 3 bulan dengan
cara disuntik IM dalam didaerah pantat. Apabila suntikkan diberikan
terlalu dangkal, penyerapan kontrasepsi suntikkan akan lambat dan tidak
bekerja segera dan efektif. Suntikan diberikan setiap 90 hari. Pemberian

23
kontrasepsi suntikkan Noristerat unuk 3 injeksi berikutnya diberikan setiap
8 minggu. Mulai dengan injeksi kelima diberikan setiap 12 minggu.
Membersihkan kulit yang akan disuntik dengan kapas alkohol yang
dibahasi oleh ethil atau isopropil alkohol 60-90%. Membiarkan kulit
kering sebelum disuntik.Setelah kulit kering baru disuntik.
Mengkocok dengan baik dan menghindari terjadinya gelembung-
gelembung udara.Kontrasepsi suntik tidak perlu didinginkan. Bila terdapat
endapan putih pada dasar ampul, upayakan menghilangkannya dengan
menghangatkannya.
(Saifuddin, 2014; MK-47)
5. Memberi jadwal kunjungan ulang 3 bulan 1x atau bila ada keluhan
6. Mendokumentasikan tindakan yang telah dilakukan ke dalam buku KB
dan buku akseptor KB.

Mengetahui,

Pembimbing Prodi Mahasiswa

Sri Winarsih, S.Pd, S.SiT, M.Kes Mariana Mar’atussoliah

24
DAFTAR PUSTAKA

Anisa, K. A. dan Titi A. 2015. Hubungan Penggunaan Kontrasepsi Suntik DMPA


dengan Siklus Haid. Lampung: Jurnal Keperawatan. ISSN: 1907 – 0357;
Volume XI; No. 1.
Baziad, Ali. 2008. Kontrasepsi Hormonal. Jakarta : Sagung Seto.
BKKBN. 2011. Evaluasi Hasil Pencapaian Program Keluarga Berencana.
Departemen Kesehatan RI. 2008. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : Depkes RI.
Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
EGC.
Hani, Ummi, dkk. 2010. Asuhan Kebidanan pada Kehamilan Fisiologis. Jakarta:
Salemba Medika.
Handayani, Sri. 2010. Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta:
Pustaka Rihama
Hartanto, dkk, editor. 2010. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.
Kurniawati dan Wulan A. 2015. Pengaruh Penggunaan KB Suntik 3 Bulan Terhadap
Peningkatan Nilai Indeks Massa Tubuh Pada Akseptor KB. Jombang: Jurnal
EDU Health. ISSN: 2087 – 3271; Vol. 5; No. 1.
Manuaba, I.B.G. 1998. Ilmu Kebidanan. Jakarta : EGC
Manuaba, I,B,G.2008. Gawat Darurat Obstetri Ginekologi. Jakarta : EGC.
Muslihatun, dkk. 2016. Hubungan Penggunaan Kontrasepsi Hirmonal dengan
Jumlah Perdarahan Menstruasi Saat Menstruasi. Palembang: Jurnal
Keperawatan Soedirman; Volume 11, No. 3.
Nursalam, 2009. Buku Panduan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.
Rakhmawati, D. 2018. Hubungan Antara Lama Pemakaian KB Suntik DMPA dengan
Timbulnya Efek Samping pada Akseptor KB. Jember: The Indonesian
Journal Of Health Science. ISSN-p: 2087 – 5053, ISSN-Online: 2476 –
9614; Vol. 10, No. 1.
Saifuddin, Abdul Bari, dkk. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi.
Jakarta: PT.Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sulistiyaningsih, S. H. 2017. Hubungan Lama Penggunaan KB Suntik DMPA dengan
Peningkatan Berat Badan pada Akseptor KB. Pati: Jurnal Kebidanan dan
Kesehatan. ISSN: 2088 – 4109; Vol. 7; No. 1.
Susanti, L. dan Satriyanto, M. D. 2018. Pengaruh Kontrasepsi Hormonal terhadap
Tekanan Darah. Riau: Collaborative Medical Journal (CMJ); Vol. 1, No. 3.
Susanti, L. W. 2015. Hubungan Lama Pneggunaan Kontrasepsi Suntik 3 Bulan
dengan Kejadian Spotting. Boyolali: Jurnal Kebidanan dan Ilmu Kesehatan.
ISSN: 2407 – 2656; Volume 2, Nomer 2.
Varney, H.2007. Varney’s Midwifery. Bandung : Sekeloa Publisher.

Anda mungkin juga menyukai