Anda di halaman 1dari 46

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Persyaratan Air Bersih

2.1.1 Definisi Air Bersih

Air bersih adalah air yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari dan akan

menjadi air minum setelah dimasak terlebih dahulu. Sebagai batasannya, air bersih

adalah air yang memenuhi persyaratan bagi sistem penyediaan air minum. Adapun

persyaratan yang dimaksud adalah persyaratan dari segi kualitas air yang meliputi

kualitas fisik, kimia, biologi dan radiologis, sehingga apabila dikonsumsi tidak

menimbulkan efek samping (Ketentuan Umum Permenkes No.

416/Menkes/PER/IX/1990 (Dalam Modul Gambaran Umum Penyediaan dan

Pengolahan Air Minum Edisi Maret 2003 hal. 3 dari 41)

2.1.2 Persyaratan Air Bersih

2.1.2.1 Persyaratan Kualitas

Persyaratan kualitas menggambarkan mutu dari air baku air bersih. Dalam

Modul Gambaran Umum Penyediaan dan Pengolahan Air Minum Edisi Maret 2003

hal. 4-5 dinyatakan bahwa persyaratan kualitas air bersih adalah sebagai berikut :

1. Persyaratan fisik

Secara fisik air bersih harus jernih, tidak berbau dan tidak berasa. Selain

itu juga suhu air bersih sebaiknya sama dengan suhu udara atau kurang lebih

250C, dan apabila terjadi perbedaan maka batas yang diperbolehkan adalah

250C ± 30C.

Universitas Sumatera Utara


2. Persyaratan kimiawi

Air bersih tidak boleh mengandung bahan-bahan kimia dalam jumlah

yang melampaui batas. Beberapa persyaratan kimia antara lain adalah : pH,

total solid, zat organik, CO2 agresif, kesadahan, kalsium (Ca), besi (Fe),

mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), chlorida (Cl), nitrit, flourida (F),

serta logam.

3. Persyaratan bakteriologis

Air bersih tidak boleh mengandung kuman patogen dan parasitik yang

mengganggu kesehatan. Persyaratan bakteriologis ini ditandai dengan tidak

adanya bakteri E. coli atau fecal coli dalam air.

4. Persyaratan radioaktifitas

Persyaratan radioaktifitas mensyaratkan bahwa air bersih tidak boleh

mengandung zat yang menghasilkan bahan-bahan yang mengandung

radioaktif, seperti sinar alfa, beta dan gamma.

2.1.2.2 Persyaratan Kuantitas (Debit)

Persyaratan kuantitas dalam penyediaan air bersih adalah ditinjau dari

banyaknya air baku yang tersedia. Artinya air baku tersebut dapat digunakan untuk

memenuhi kebutuhan sesuai dengan kebutuhan daerah dan jumlah penduduk yang

akan dilayani. Persyaratan kuantitas juga dapat ditinjau dari standar debit air bersih

yang dialirkan ke konsumen sesuai dengan jumlah kebutuhan air bersih. Kebutuhan

air bersih masyarakat bervariasi, tergantung pada letak geografis, kebudayaan,

tingkat ekonomi, dan skala perkotaan tempat tinggalnya.

Universitas Sumatera Utara


2.1.2.3 Persyaratan Kontinuitas

Air baku untuk air bersih harus dapat diambil terus menerus dengan fluktuasi

debit yang relatif tetap, baik pada saat musim kemarau maupun musim hujan.

Kontinuitas juga dapat diartikan bahwa air bersih harus tersedia 24 jam per hari, atau

setiap saat diperlukan, kebutuhan air tersedia. Akan tetapi kondisi ideal tersebut

hampir tidak dapat dipenuhi pada setiap wilayah di Indonesia, sehingga untuk

menentukan tingkat kontinuitas pemakaian air dapat dilakukan dengan cara

pendekatan aktifitas konsumen terhadap prioritas pemakaian air. Prioritas pemakaian

air yaitu minimal selama 12 jam per hari, yaitu pada jam-jam aktifitas kehidupan,

yaitu pada pukul 06.00 – 18.00.

Kontinuitas aliran sangat penting ditinjau dari dua aspek. Pertama adalah

kebutuhan konsumen. Sebagian besar konsumen memerlukan air untuk kehidupan

dan pekerjaannya, dalam jumlah yang tidak ditentukan. Karena itu, diperlukan pada

waktu yang tidak ditentukan. Karena itu, diperlukan reservoir pelayanan dan fasilitas

energi yang siap setiap saat.

Sistem jaringan perpipaan didesain untuk membawa suatu kecepatan aliran

tertentu. Kecepatan dalam pipa tidak boleh melebihi 0,6–1,2 m/dt. Ukuran pipa harus

tidak melebihi dimensi yang diperlukan dan juga tekanan dalam sistem harus

tercukupi. Dengan analisis jaringan pipa distribusi, dapat ditentukan dimensi atau

ukuran pipa yang diperlukan sesuai dengan tekanan minimum yang diperbolehkan

agar kuantitas aliran terpenuhi.

Universitas Sumatera Utara


2.2 Sistem Penyediaan Air Bersih

Menurut Ray K. Linsey and Joseph B. Franzini, 1991. Suatu penyediaan air

bersih yang mampu menyediakan air yang dapat diminum dalam jumlah yang cukup

merupakan hal penting bagi suatu kota besar yang modern. Unsur-unsur yang

membentuk suatu sistem penyediaan air yang modern meliputi :

1. Sumber-sumber penyediaan

2. Sarana-sarana penampungan

3. Sarana-sarana penyaluran

4. Sarana-sarana pengolahan

5. Sarana-sarana penyaluran (dari pengolahan) tampungan sementara

6. Sarana-sarana distribusi

Dalam pengembangan persediaan air bagi masyarakat, jumlah dan mutu air

merupakan hal yang paling penting. Hubungan antara kedua faktor ini kepada

masing-masing unsur fungsional terlihat dalam tabel 2.1:

Tabel 2.1: Unsur-unsur fungsional dari sistem penyediaan air minum

Masalah utama
dalam
Unsur fungsional
perencanaan Uraian
sarana
(utama / sekunder) Sumber-sumber air permukaan bagi
Sumber penyediaan Jumlah / mutu penyediaan, misalnya sungai, danau
dan waduk atau sumber air tanah

Sarana-sarana yang dipergunakan


penampungan Jumlah / mutu untuk menampung air permukaan
biasanya terletak pada atau dekat
sumber penyediaan
Sarana-sarana untuk menyalurkan
Penyaluran Jumlah / mutu
air dari tampungan ke sarana
pengolah
Sarana-sarana yang dipergunakan
pengolahan Jumlah / mutu
untuk memperbaiki atau merubah
mutu air

Universitas Sumatera Utara


Sarana-sarana untuk menyalurkan
Penyaluran & penampungan Jumlah / mutu air yang sudah diolah ke sarana
penampungan sementara serta ke
satu atau beberapa titik distribusi
Sarana-sarana yang dipergunakan
Distribusi Jumlah / mutu untuk membagi air ke masing-
masing pemakai yang terkait di
dalam sistem
Sumber: Ray K. Linsey and Joseph B. Franzini. Teknik Sumber Daya Air Jilid II .
Erlangga. Jakarta. 1991. Hal 90.

Dalam hal ini pembahasan lebih dipusatkan pada hal sistem distribusi jaringan

pipa air bersih. Sistem distribusi yang ekstensif diperlukan untuk menyalurkan air ke

masing-masing langganan dalam jumlah yang dibutuhkan dengan tekanan yang

diharapkan. Sistem distribusi seringkali merupakan investasi utama dalam jaringan

air kota. Suatu sistem distribusi seperti pohon dengan banyak titik-titik ujung yang

mati tidaklah baik, karena air dapat berhenti di ujung-ujung sistem itu. Lebih dari itu

bila diperlukan perbaikan, suatu daerah yang luas harus ditutup penyaluran airnya.

Akhirnya dengan kebutuhan lokal yang besar pada waktu terjadinya kebakaran,

kehilangan tinggi tekanan dapat besar sekali, kecuali jika pipanya cukup besar.

Suatu sistem pipa tunggal adalah sistem dengan sebuah pipa yang melayani

kedua sisi suatu jalan. Suatu sistem pipa rangkap mempunyai sebuah pada masing-

masing sisi jalan. Keuntungan utama dari sistem dua pipa ini adalah bahwa perbaikan

dapat dikerjakan tanpa mengganggu lalu lintas dan tanpa merusak lapis penutup

jalan. Dalam perencanaan sistem jaringan distribusi pipa air bersih kebutuhan

tekanan haruslah dipertimbangkan.

Perencanaan suatu sistem jaringan pendistribusian air bersih menuntut adanya

peta detail dari kota yang bersangkutan, yang memuat garis-garis kontur (atau semua

elevasi yang menentukan) serta jalan-jalan dan petak-petak yang ada sekarang

maupun yang ada dibangun di masa depan. Setelah menelaah kondisi topografi dan

menetapkan sumber air bersih untuk distribusi, kota itu dapat dibagi atas daerah-

Universitas Sumatera Utara


daerah yang masing-masing harus dilayani oleh sistem distribusi yang terpisah. Pipa-

pipa penyalur haruslah cukup besar mengalirkan kebutuhan yang diperkirakan

dengan tekanan yang memadai. Program-program komputer yang mempergunakan

metode Hardy Cross atau teknik-teknik matriks yang lebih efisien dipergunakan

untuk menetapkan besranya debit dan kehilangan tinggi tekanan di masing-masing

pipa dalam jaringan yang bersangkutan.

Pengaruh aliran dalam pipa-pipa pelengkap pada awalnya diabaikan, tetapi

dapat dihitung kemudian. Aliran didalam jaringan pipa penyalur dianalisis untuk

memenuhi kebutuhan di berbagai wilayah yang berbeda. Dalam memilih pipa-pipa

penyalur, kebutuhan kapasitas masa depan haruslah dipertimbangkan. Akan lebih

bijaksana memperkirakan kebutuhan masa depan daripada menggantikan pipa-pipa

yang bersangkutan dengan yang lebih besar di waktu yang akan datang. Setelah

jaringan pipa penyalur ditetapkan, pipa-pipa distribusi ditambahkan ke sistem yang

bersangkutan. Perhitungan hidrolik hanyalah akan merupakan perkiraan, karena

semua faktor yang mempengaruhi aliran barangkali tidak dapat di perhitungkan.

2.3 Studi Kebutuhan Air Bersih

Untuk sebuah sistem penyediaan air minum, perlu diketahui besarnya

kebutuhan dan pemakaian air. Kebutuhan air dipengaruhi oleh besarnya populasi

penduduk, tingkat ekonomi dan faktor-faktor lainnya. Oleh karena itu, data mengenai

keadaan penduduk daerah yang akan dilayani dibutuhkan untuk memudahkan

permodelan evaluasi sistem distribusi air minum.

Kebutuhan air bersih berbeda antara kota yang satu dengan kota yang lainnya.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan air bersih menurut Ray K.

Linsey and Joseph B. Franzini, 1991 adalah :

Universitas Sumatera Utara


1. Iklim

Kebutuhan air untuk mandi, menyiram taman, pengaturan udara dan sebagainya

akan lebih besar pada iklim yang hangat dan kering daripada di iklim yang

lembab. Pada iklim yang sangat dingin, air mungkin diboroskan di keran-keran

untuk mencegah bekunya pipa-pipa.

2. ciri-ciri Penduduk

Pemakaian air dipengaruhi oleh status ekonomi dari para langganan. Pemakaian

perkapita di daerah miskin jauh lebih rendah daripada di daerah-daerah kaya. Di

daerah-daerah tanpa pembuangan limbah, konsumsi dapat sangat rendah hingga

hanya sebesar 10 gpcd (40 liter / kapita per hari).

3. Masalah Lingkungan Hidup

Meningkatnya perhatian masyarakat terhadap berlebihannya pemakaian sumber-

sumber daya telah menyebabkan berkembangnya alat-alat yang dapat

dipergunakan untuk mengurangi jumlah pemakaian air di daerah pemukiman.

4. Keberadaan Industri dan Perdagangan

Keberadaan industri dan perdagangan dapat mempengaruhi banyaknya kebutuhan

air per kapita dari suatu kota.

5. Iuran Air dan Meteran

Bila harga air mahal, orang akan lebih menahan diri dalam pemakaian air dan

industri mungkin mengembangkan persediaannya sendiri dengan biaya yang lebih

murah. Para langganan yang jatah air diukur dengan meteran akan cenderung

untuk memperbaiki kebocoran-kebocoran dan mempergunakan air dengan jarang.

Pemasangan meteran pada beberapa kelompok masyarakat telah menurunkan

pengguanaan air hingga sebanyak 40 persen.

Universitas Sumatera Utara


6. Ukuran Kota

Penggunaan air per kapita pada kelompok masyarakat yang mempunyai jaringan

limbah cenderung untuk lebih tinggi di kota-kota besar daripada di kota kecil.

Secara umum, perbedaan itu diakibatakan oleh lebih besarnya pemakaian oleh

industri, lebih banyaknya taman-taman, lebih banyaknya pemakaian air untuk

perdagangan dan barang kali juga lebih banyak kehilangan dan pemborosan di

kota-kota besar.

Untuk memproyeksi jumlah kebutuhan air bersih dapat dilakukan berdasarkan

perkiraan kebutuhan air untuk berbagai macam tujuan ditambah perkiraan kehilangan

air. Adapun kebutuhan air untuk berbagai macam tujuan pada umumnya dapat dibagi

dalam :

a. Kebutuhan domestik

- sambungan rumah

- sambungan kran umum

b. Kebutuhan non domestik

- Fasilitas sosial (Masjid, panti asuhan, rumah sakit dan sebagainya)

- Fasilitas perdagangan/industri

- Fasilitas perkantoran dan lain-lainnya

Sedangkan kehilangan air dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu :

a. Kehilangan air akibat faktor teknis, misalnya kebocoran dari pipa distribusi

b. Kehilangan air akibat faktor non teknis, antara lain sambungan tidak terdaftar.

kerusakan meteran air, untuk kebakaran dan lain-lainnya.

Universitas Sumatera Utara


2.3.1. Kebutuhan domestik

Merupakan kebutuhan air bersih untuk rumah tangga dan sambungan kran

umum. Jumlah kebutuhan didasarkan pada banyaknya penduduk, persentase yang

diberi air dan cara pembagian air yaitu dengan sambungan rumah atau melalui kran

umum.

Kebutuhan air per orang per hari disesuaikan dengan standar yang biasa

digunakan serta kriteria pelayanan berdasarkan pada kategori kotanya. Di dalamnya

setiap kategori tertentu kebutuhan air per orang per hari berbeda-beda.

Tabel 2.2 Standar Kebutuhan Air Bersih


Kebutuhan air bersih
Kategori kota
(liter / orang / hari)
Kota Metropolitan 190

Kota Besar 170

Kota Sedang 150

Kota Kecil 130

Desa 60

Sumber : DPU Cipta Karya

2.3.2. Kebutuhan non domestik

Kebutuhan non domestik adalah kebutuhan air bersih selain untuk keperluan

rumah tangga dan sambungan kran umum, seperti penyediaan air bersih untuk

perkantoran, perdagangan serta fasilitas sosial seperti tempat-tempat ibadah, sekolah,

hotel, puskesmas, militer serta pelayanan jasa umum lainnya

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.3 Rata-rata Kebutuhan Air Per Orang Per Hari
Jangka
Pemakaian Perbandinga
waktu
air rata rata n luas lantai
Jenis Gedung pemakaian Keterangan
No. per hari efektif/total
air rata rata
(liter) (%)
sehari (jam)

Perumahan
1 250 8-10 42-45 Setiap penghuni
mewah

2 Rumah biasa 160-250 8-10 50-53 Setiap penghuni

Mewah: 250 liter


3 Apartemen 200-250 8-10 45-50 Menengah : 180 ltr
Sendiri : 120 ltr
4 Asrama 120 8 45-48 Sendiri

(setiap tempat tidur


pasien) Pasien luar :
Rumah sakit
5 1000 8-10 50-55 500 ltr
Staf/pegawai :120 ltr
Kelg.pasien : 160 ltr

6 SD 40 5 58 Guru : 100 liter

7 SLTP 50 6 58 Guru : 100 liter

SLTA dan lebih


8 80 6 - Guru/Dosen:100 liter
tinggi
9 Rumah-toko 100-200 8 - Penghuninya: 160 ltr

10 Gedung kantor 100 8 60-70 Setiap pegawai

Toko serba ada


11 departement 3 7 55-60 -
store
Buruh pria: Per orang, setiap
12 Pabrik/industri 60 wanita: 8 - giliran (kalau kerja
100 lebih dari 8 jam/hari)
Setiap penumpang
13 Stasiun/terminal 3 15 - (yang tiba maupun
berangkat
30 5
14 Restoran - Untuk penghuni 160 ltr

Untuk penghuni: 160


15 Restoran umum 15 7 - ltr,
pelayan: 100 ltr

Universitas Sumatera Utara


70% dari jumlahl tamu
perlu 15 ltr/org untuk
kakus, cuci tangan dsb.
Kalau digunakan siang
dan malam, pemakaian
air dihitung per
Gedung
16 30 5 53-55 penonton, jam
pertunjukan
pemakaian air dalam
tabel adalah untuk satu
kali pertunjukan
Gedung
17 10 7 - -
bioskop
Pedangan besar: 30
liter/tamu, 10 liter/staff
Toko pengecer 40 6 -
18 atau, 5 liter per hari
setiap m2 luas lantai

Untuk setiap tamu,


Hotel/penginap untuk staf 120-150
19 250-300 10 -
an liter; penginapan 200
liter
Gedung Didasarkan jumlah
20 10 2 -
peribadatan jemaah per hari

Untuk setiap pembaca


21 Perpustakaan 25 6 -
yang tinggal

22 Bar 30 6 - Setiap tamu

Perkumpulan
23 30 - - Setiap tamu
sosial

24 Kelab malam 120-350 - - Setiap tempat duduk

Gedung
25 150-200 - - Setiap tamu
perkumpulan

26 Laboratorium 100-200 8 - setiap staff

Sumber: : Soufyan Moh. Noerbambang & Takeo Morimura. Perancangan Dan


Pemeliharaan Sistem Plambing . Pradnya Paramita. Jakarta. 2005. Hal 48.

2.3.3. Fluktuasi kebutuhan air

Menurut Soufyan Moh. Noerbambang & Takeo Morimura, 2005. Kebutuhan

air tidak selalu sama untuk setiap saat tetapi akan berfluktuasi. Fluktuasi yang terjadi

Universitas Sumatera Utara


tergantung pada suatu aktivitas penggunaan air dalam keseharian oleh masyarakat.

Pada umumnya kebutuhan air dibagi dalam tiga kelompok :

1. Kebutuhan rerata

Pemakaian air rata-rata menggunakan persamaan berikut:


  (2.1)


Dimana Qh : Pemakaiaan air rata-rata (m3/jam)

Qd : Pemakaian air rata-rata sehari (m3)

T : Jangka waktu pemakaian (jam)

2. Kebutuhan harian maksimum

Kebutuhan air harian dengan menggunakan rumus:

Kebutuhan air per hari = Jumlah penduduk x kebutuhan rata-rata per hari (2.2)

3. Kebutuhan pada jam puncak

Kebutuhan harian maksimum dan jam puncak sangat diperlukan dalam

perhitungan besarnya kebutuhan air baku, karena hal ini menyangkut kebutuhan pada

hari-hari tertentu dan pada jam puncak pelayanan. Sehingga penting

mempertimbangkan suatu nilai koefisien untuk keperluan tersebut. Kebutuhan air

harian maksimum dan jam puncak dihitung berdasarkan kebutuhan dasar dan nilai

kebocoran dengan pendekatan sebagai berikut :

Qh-max = C1. Qh (2.3)

C 1adalah konstanata (1,2–2,0).

2.4 Konsep Dasar Pada Aliran Pipa

Menurut Bambang Triatmodjo, 1993. Jumlah zat cair yang mengalir melalui

tampang lintang aliran tiap suatu satuan waktu disebut debit aliran dan diberi notasi

Universitas Sumatera Utara


Q. Debit aliran biasanya diukur dalam volume zat cair tiap satuan waktu, sehingga

satuannya adalah meter kubik per detik (m3/det) atau satuan lain (liter/det,

liter/ment,dan sebagainya)

Di dalam zat cair ideal, dimana tidak terjadi gesekan, kecepatan aliran V adalah

sama di setiap titik pada tampang lintang, sedangkan kecepatan zat cair riil tidak

sama di setiap titik pada tampang lintang. Gambar 2.1. menunjukkan distribusi

kecepatan aliran untuk zat cair riil melaui pipa dan saluran terbuka.

Gambar 2.1.a. Kecepatan aliran melalui pipa

Gambar 2.1.b. Kecepatan aliran melalui saluran terbuka

Apabila tampang tegak lurus pada arah aliran adalah A. maka debit aliran

diberikan bentuk seperti terlihat pada persamaan 2.4 berikut:

Q=VxA (2.4)

Di mana : Q = Debit aliran (m3/s)

V = Kecepatan aliran (m/s)

A = luas penampang aliran (m2)

Universitas Sumatera Utara


2.5 Persamaan Bernoulli

Menurut Bambang Triatmodjo, 1993. Penurunan persamaan Bernoulli untuk

aliran sepanjang garis arus didasarkan pada hukum Newton II. Persamaan ini

diturunkan dengan anggapan bahwa:

1. Zat cair adalah ideal, jadi tidak mempunyai kekentalan (kehilangan energi

akibat gesekan adalah nol).

2. Zat cair adalah homogen dan tidak termampatkan (rapat massa zat cair adalah

konstan).

3. Aliran adalah kontiniu dan sepanjang garis arus.

4. Kecepatan aliran adalah merata dalam suatu penampang.

5. Gaya yang bekerja hanya gaya berat dan tekanan.

Energi yang ditunjukkan dari persamaan energi total di atas, atau dikenal

sebagai head pada suatu titik dalam aliran steady adalah sama dengan total energi

pada titik lain sepanjang aliran fluida tersebut. Hal ini berlaku selama tidak ada

energi yang ditambahkan ke fluida atau yang diambil dari fluida. Konsep ini

dinyatakan ke dalam bentuk persamaan yang disebut dengan persamaan Bernoulli,

yaitu:


 

Z1 + + = Z2 + + (2.5)

Di mana: p1 dan p2 = tekanan pada titik 1 dan 2

v1 dan v2 = kecepatan aliran pada titik 1 dan 2

z1 dan z2 = perbedaan ketinggian antara titik 1 dan 2

γ = berat jenis fluida

g = percepatan gravitasi = 9,81 m/s2

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.2 : Ilustrasi persamaan Bernoulli

Persamaan di atas digunakan jika diasumsikan tidak ada kehilangan energi

antara dua titik yang terdapat dalam aliran fluida. Untuk zat cair yang riil, dalam

aliran zat cair akan terjadi kehilangan energi yang harus diperhitungakan dalam

aplikasi Bernoulli. Kehilangan tenaga akibat adanya gesekan antara zat cair dengan

dinding batas (hf) atau karena adanya perubahan tampang aliran (he). Kehilangan

energi yang disebabkan karena gesekan disebut kehilangan energi primer, sedangkan

karena perubahan tampang aliran dikenal kehilangan energi skunder. Dengan

memperhitungkan kedua kehilangan tersebut , maka persamaan Bernoulli menjadi:


 

Z1 + + = Z2 + + + ∑hf + ∑he (2.6)

2.6 Aliran Laminar dan Turbulen

Aliran fluida yang mengalir di dalam pipa dapat di klasifikasikan ke dalam dua

tipe aliran yaitu “laminar” dan “turbulen”. Aliran dikatakan laminar jika partikel-

partikel fluida yang bergerak mengikuti garis lurus yang sejajar pipa dan bergerak

dengan kecepatan sama. Aliran dikatakan turbulen jika tiap partikel fluida bergerak

mengikuti lintasan sembarang di sepanjang pipa dan hanya gerakan rata-ratanya saja

yang mengikuti sumbu pipa.

Universitas Sumatera Utara


Dari hasil eksperimen diperoleh bahwa gesekan untuk pipa silindris merupakan

fungsi dari bilangan Reynold (Re). dalam menganalisia aliran didalam saluran

tertutup, sangatlah penting untuk mengetahui tipe aliran yang meengalir dalam pipa

tersebut. Untuk itu harus dihitung besarnya bilangan Reynold dengan mengetahui

parameter-parameter yang diketahui besarnya. Besarnya Reynold (Re) menurut

Gupta S.Ram, 1989 dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.7 berikut:


Re = (2.7)


Di mana : µ = viskositas dinamik (Pa.dtk)

D = diameter dalam pipa (m)

v = kecepatan aliran dalam fluida (m/dtk)

Re = Reynold number

Aliran akan laminar jika bilangan Reynold kurang dari 2000 dan akan turbulen

jika bilangan Reynold lebih besar dari 4000. Jika bilangan Reynold terletak antara

2000-4000 maka aliran disebut aliran transisi.

2.7 Kehilangan Tinggi Tekanan (Head Losses)

2.7.1 Kehilangan Tinggi Tekanan Mayor (Mayor Losses)

Aliran fluida yang melalui pipa akan selalu mengalami kerugian head. Hal ini

disebabkan oleh gesekan yang terjadi antara fluida dengan dinding pipa atau

perubahan kecepatan yang dialami oleh aliran fluida (kerugian kecil). Kerugian head

akibat gesekan dapat dihitung dengan menggunakan salah satu dari dua rumus

berikut, yaitu:

Universitas Sumatera Utara


2.7.1.1 Persamaan Darcy – Weisbach

Menurut Ram Gupta S, 1989. Persamaan Darcy-Weisbach (1845) adalah

formula umum yang banyak diaplikasikan dialiran pipa. Aliran fluida yang mengalir

melalui pipa akan selalu mengalami kerugian head. Hal ini disebabkan oleh gesekan

yang terjadi antara fluida dengan dinding pipa. Persamaan Darcy-Weisbach adalah

sebagai berikut:

 
hf = f (2.8)


di mana: hf = kerugian head karena gesekan (m)

f = faktor gesekan (diperoleh dari diagram Moody)

d = diameter pipa (m)

L = panjang pipa (m)

v = kecepatan aliran fluida dalam pipa (m/s)

g = percepatan gravitasi (m/s2)

Dimana faktor gesekan (f) dapat dicari dengan menggunakan diagram Moody

(Gambar 2.3). Moody(1944) menyediakan diagram untuk mendapatkan faktor

gesekan dengan menggunakan bilangan Reynold dan kekasaran relatif. Untuk

mengaplikasikan diagram Moody, kecepatan aliran dan diameter pipa harus

diketahui maka bilangan reynold dapat diketahui. Kemudian tarik garis vertikal

sampai batas garis kekasaran relatif (ε/D) sehingga didapatkan koefisien

kekasaran(f).

Menurut Hagen-Poiseuille untuk aliran laminar (Re<2000), faktor gesekan

adalah hanya fungsi bilangan Reynolds saja. Seperti terlihat pada persamaan 2.9

berikut:

Universitas Sumatera Utara



f =  (2.9)

Menurut Victor L. Streeter and E. Benjamin Wylie, 1990. Dalam tiap ikhwal

maka persamaan Darcy-Weisbach, persamaan kontinuitas, dan diagram Moody

digunakan untuk mencari besaran yang tidak diketahui. Sebagai ganti diagram

Moody, rumus eksplisit untuk f adalah sebagai berikut:

, 
f=
⁄ ,"⁄#$,% '(

(2.10)

Persamaan 2.10 dapat dipergunakan dengan syarat:

10-6 ≤ ε/D ≤ 10-2 & 5000 ≤ R ≤ 108

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.3. :Moody Diagram

Universitas Sumatera Utara


Nilai kekasaran untuk beberapa jenis pipa dapat disajikan pada tabel 2.4

berikut:

Tabel 2.4 : Nilai kekerasan dinding untuk berbagai pipa komersil

Kekasaran (ε)
Bahan
mm ft
Brass 0.0015 0.000005
Concrete
-Steel forms, smooth 0.18 0.0006
-Good joints,average 0.36 0.0012
-Rough, visible form mark 0.60 0.002
Copper 0.0015 0.000005
Corrugated metal (CMP) 45 0.15
Iron
-Asphalted lined 0.12 0.0004
-Cast 0.26 0.00085
-Ductile; DIP-Cement mortar lined 0.12 0.0004
-Galvanized 0.15 0.0005
-Wrought 0.045 0.00015
Polyvinyl chloride (PVC) 0.0015 0.000005
Polyethylene,high density (HDPE) 0.0015 0.000005
Steel
-Enamel coated 0.0048 0.000016
-Riveted 0.9 ~ 9.0 0.003-0.03
-Seamless 0.004 0.000013
-Commercial 0.045 0.00015
Sumber: Robert J.Houghtalen, Ned H. C. Hwang, A. Osman Akan. “Fundamental of
Hydraulic Engineering Systems Fourth Edition”. Pearson. New Jersey. 2010.
Hal. 83.

2.7.1.2 Persamaan Hazen – Williams

Menurut Ram Gupta S, 1989. Rumus ini pada umumnya dipakai untuk

menghitung kerugian head dalam pipa yang relatif sangat panjang seperti jalur pipa

penyalur air minum. Bentuk umum persamaan Hazen – Williams, yaitu:

Universitas Sumatera Utara


-, ,./
hf = L
0 ,./ 1,./

(2.11)

di mana: hf = kerugian gesekan dalam pipa (m)


Q = laju aliran dalam pipa (m3/s)
L = panjang pipa (m)
C = koefisien kekasaran pipa Hazen – Williams
d = diameter pipa (m)

Koefisien kekasaran pipa untuk formula Hazen-Williams dapat dilihat pada

tabel 2.5 berikut:

Tabel 2.5 : koefisien kekasaran Hazen – Wiliam, C

Material Pipa Koefisien C


Brass, copper, aluminium 140
PVC, plastic 150
Cast iron new and old 130
Galvanized iron 100
Asphalted iron 120
Commercial and welded steel 120
Riveted steel 110
Concrete 130
Wood stave 120
Sumber : Ram Gupta. S, “Hydrology & Hydraulic Engineering Systems. Pearson. New
Jersey. 1989. Hal. 550.

2.7.2 Kehilangan Tinggi Tekan Minor (Minor Losses)

Kerugian yang kecil akibat gesekan pada jalur pipa yang terjadi pada

komponen-komponen tambahan seperti katup, sambungan, belokan, reduser, dan

lain-lain disebut dengan kerugian head minor (minor losses).

Universitas Sumatera Utara


Besarnya kerugian minor akibat adanya kelengkapan pipa dirumuskan

sebagai berikut:



hm = ∑ k (2.12)

dimana: g = percepatan gravitasi


v = kecepatan aliran fluida dalam pipa
k = koefisien kerugian
untuk pipa yang panjang (L/d >>> 1000), minor losses dapat diabaikan tanpa

kesalahan yang cukup berarti tetapi menjadi penting pada pipa yang pendek.

Berikut tabel 2.6 yang memperlihatkan nilai koefisien kerugian (k)

berdasarkan bentuk dari pipa tersebut.

Tabel 2.6 : kehilangan tinggi tekanan pada katup, alat penyesuaian dan pipa yang
digunakan
23
Harga K dalam h= K
34
1.Katup pintu
- Terbuka penuh 0.19
- ¾ terbuka 1.15
- ½ terbuka 5.6
- ¼ terbuka 24
2. Katup bola, terbuka 10
3. Katup sudut, terbuka 5
4. Bengkokan 90o,
- Jari-jari pendek 0.9
- Jari-jari pertengahan 0.75
- Jari-jari panjang 0.6
5. Lengkungan pengembalian 180o 2.2
6. Bengkokan 45o 0.42
7. Bengkokan 22 ½ o (45cm) 0.13
8. Sambungan T 1.25
9. Sambungan pengecil (katup pada ujung yang keci) 0.25
10. Sambungan Pembesar 0.25 (5 6 5 '/28

11. Sambungan pengecil mulut lonceng 0.10


12. lubang terbuka 1.80
Sumber : J.M.K. Dake, Endang P.Tachyan, Y.P. Pangaribuan “Hidrolika Teknik Edisi
Kedua. Erlangga. Jakarta.1985 . Hal. 78

Universitas Sumatera Utara


2.8 Mekanisme Aliran Pada Pipa

2.8.1 Pipa Hubungan Seri

Gambar 2.4 : Pipa hubungan seri

Menurut Ram Gupta S, 1989. Jika dua buah pipa atau lebih dihubungkan secara

seri dengan perbedaan ukuran diameter pipa maka semua pipa akan dialiri oleh aliran

yang sama (Gambar 2.4). Total kerugian head pada seluruh sistem adalah jumlah

kerugian pada setiap pipa dan perlengkapan pipa yang dirumuskan sebagai :

Q = Q1 = Q2 = Q3 (2.13)

hf = hf1 + hf2 + hf3 (2.14)

Universitas Sumatera Utara


2.8.2 Pipa Hubungan Paralel

Gambar 2.5 : Pipa Hubungan Paralel

Jika ada dua buah pipa atau lebih yang dihubungkan secara pararel (Gambar

2.5), total laju aliran sama dengan jumlah laju aliran yang melalui setiap cabang dan

rugi head pada sebuah cabang sama dengan yang lain yang dirumuskan sebagai :

Q = Q1 + Q2 + Q3 (2.15)

hf = hf1 = hf2 = hf3 (2.16)

2.9 Jaringan Pipa

2.9.1 Jenis Sistem Jaringan Pipa

2.9.1.1 Sistem Jaringan Pipa Seri

Sistem pemipaan dengan susunan seri merupakan jaringan pipa tanpa cabang

ataupun loop. Jaringan ini memiliki satu sumber ,satu ujung dan node yang

menyambung 2 pipa yang berada dalam satu jalur. Jaringan pemipaan jenis ini

sangat kecil dan dipakai untuk pendistribusian air kawasan yang kecil.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.6 : Sistem jaringan pipa seri

2.9.1.2 Sistem Jaringan Pipa Bercabang

Sistem pemipaan dengan susunan bercabang merupakan kombinasi dari jaringan

pemipaan susunan seri. Dimana, jaringannya terdiri dari satu sumber dan memiliki

banyak cabang. Sistem ini cukup untuk memenuhi kebutuhan sebuah komunitas dan

investasi yang dikeluarkan tidaklah besar.

Gambar 2.7 : Sistem jaringan pipa bercabang

2.9.1.3 Sistem Jaringan Pipa Tertutup (Loop)

Sistem pemipaan ini merupakan sistem yang mana jaringannya saling

terhubung yang terdiri dari node-node yang menerima aliran air lebih dari satu

bagian. Dengan sistem ini masalah – masalah yang dihadapi pada sistem seri ataupun

bercabang dapat ditangani seperti masalah tekanan. Namun, sistem pemipaan dengan

jaringan ini lebih rumit jika dibandingkan dengan sistem seri atau bercabang. Untuk

Universitas Sumatera Utara


biaya operasi dan investasi yang cukup besar. Sistem ini biasanya dipakai pada

daerah yang cukup luas dengan jumlah pemakai yang cukup besar.

Gambar 2.8 : Sistem jaringan pipa loop

2.9.1.4 Sistem Jaringan Pipa Kombinasi

Sistem perpipan jenis ini merupakan sistem jaringan pemipaan yang umum

digunakan untuk daerah yang luas. Sistem ini merupakan gabungan antara sistem

dengan jaringan bercabang dan loop

Gambar 2.9 : Sistem jaringan pipa kombinasi

Universitas Sumatera Utara


2.9.2 Analisa Sistem Jaringan Pipa

Menurut J.M.K. Dake, Endang P.Tachyan, dan Y.P. Pangaribuan. 1985.

Sistem jaringan pipa mungkin tidak sesederhana seperti gambar 2.10. Suatu jaringan

suplai kota sering rumit dan di desain suatu sistem distribusi air yang efektif untuk

seluruh kota diperlukan untuk memperhitungkan tekanan dan debit pada setiap titik

di dalam jaringan.

Gambar 2.10 : Contoh Skema Jaringan Perpipaan

Dalam menganalisa sistem jaringan pipa dapat digunakan metode Hardy Cross.

Metode Hardy Cross merupakan suatu metode yang lebih efisien dipergunakan

untuk menetapkan besarnya debit dan kehilangan tinggi tekanan di masing-masing

pipa dalam jaringan yang bersangkutan. Metode Hardy Cross adalah metode yang

mencoba arah aliran dan debit aliran pada semua


semua pipa. Jika ternyata persamaan

kontinuitas dan energi belum terpenuhi maka percobaan diulang dengan

menggunakan harga yang baru yang telah dikoreksi. Metoda Hardy Cross juga

disebut sebagai persamaan Loops. Persamaan tersebut terdiri dari persamaan

kontinuitas dan persamaan energi

Universitas Sumatera Utara


Menurut Radianta Triatmadja. 2009:

Pada tiap node berlaku Persamaan kontinuitas : ∑ Q = q external (2.17)

Pada setiap pipa berlaku persamaan energi : ∑ KpQn = 0 (2.18)

Suatu jaringan kota dapat dibagi menjadi beberapa putaran atau “cincin” yang

sesuai. Dua kebutuhan teoretis yaitu penurunantinggi tekan netto sekeliling putaran

harus nol dan besarnya aliran netto ke arah cabang juga harus nol (0)

Andaikan kehilangan tinggi tekan terhadap gesekan dan lain-lainnya pada

masing-masing pipa dinyatakan dalam bentuk :

hf = Kp.Qn (2.19)

dimana Kp dan indeks n diumpamakan tetap dan Q adalah debit yang melalui pipa,

kita umpamakan :

Q = Qo + ∆Q (2.20)

dimana Qo adalah debit yang diumpamakan (memenuhi kondisi kesinambungan)

yang besarnya di bawah debit yang sebenarnya dengan perbedaan yang kecil seharga

∆Q.

Dengan mensubstitusikan (2.19) kedalam (2.20) dan dengan

mengembangkannya dengan teori binomial (dengan menghilangkan faktor yang

mempunyai (∆Q)2 dan pangkat yang lebih besar).

hf = Kp ( -9 : ;-9< ∆Q) (2.21)

Dalam gerakan sekeliling putaran , ∑hf = 0, sehingga :

∑nKp -9< ∆Q = - ∑Kp -9 (2.22)

Untuk memenuhi kebutuhan kesinambungan pada setiap cabang (untuk aliran

masuk dan keluar yang tetap ke dalam putaran tertentu), harga ∆Q harus sama pada

Universitas Sumatera Utara


setiap pipa. Dengan demikian ∆Q dapat dikeluarkan dari tanda pejumlahan. Sehingga

persamaan (2.22) menghasilkan:

6 ∑Kp ;0 < ∑CD


∆Q = = EF (2.23)
∑nKp ;61
0 ∑
GH

Persamaan 2.23 memberikan koreksi yang akan digunakan untuk debit yang

diumpamakan Qo untuk membuat harga tersebut sangat mendekati harga debit yang

nyata Q.

Harga n adalah eksponen dalam persamaan Hazen – Williams bila digunakan



untuk menghitung hf dan besarnya adalah  1.85 dan n menyatakan suku-suku
-.

yang terdapat dalam persamaan yang menggunakan satuan British, yaitu :

." 
; (2.24)
0 ../ 1..L

Cara lain yang dapat digunakan adalah dengan persamaan Darcy – Weisbach

dengan n = 2 dan Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa faktor gesekan

selalu berubah untuk setiap iterasi.

MN 
; (2.25)
O /

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.7 : Harga Kp untuk pipa

Metode Satuan Snit Kp

4.73 S
Q,cfs ; L,ft ; d,ft ; hf,ft
T .M
U.M"

Hazen – Wiliam 10.44 S


Q,gpm ; L,ft ; d,inc ; hf,ft
T .M U.M"

10.70 S
Q,m3/s ; L,m ; d,m ; hf,m
T .M U.M"

VS
Q,cfs ; L,ft ; d,ft ; hf,ft
39.70 U

VS
Darcy – Weisbach Q,gpm ; L,ft ; d,inc ; hf,ft
32.15 U

VS
Q,m3/s ; L,m ; d,m ; hf,m
12.10 U

Sumber : Ram Gupta. S, “Hydrology & Hydraulic Engineering Systems. Pearson. New
Jersey. 1989. Hal. 567.

2.10 Prosedur Hitungan Metode Hardy – Cross

Adapun prosedur pengerjaannya Metode Hardy-Cross menurut J.M.K. Dake,

Endang P.Tachyan, dan Y.P. Pangaribuan. 1985 sebagai berikut:

1. Misalkan setiap debit distribusi aliran (kolom 4) yang layak yang memenuhi

kebutuhan yang berkesinambungan pada setiap cabang dan untuk

keseluruhan putaran.

2. Hitunglah kehilangan tinggi tekan pada setiap pipa dengan hf = kp.Q2 (kolom

9), harga kp (kolom 8) didapat dari tabel 2.7 juga dengan menggunakan

diagram Moody untuk mendapatkan nilai faktor kekasaran, f (kolom 7). Nilai

tersebut didapat dari nilai bilangan Rynold,Re (kolom 6) dan nilai kekasaran

relatif (ε/D ) (kolom 5).

Universitas Sumatera Utara


3. Kehilangan tinggi tekan adalah positif apabila aliran ada dalam arah yang

tetap dan negatif(yaitu tinggi tekan naik) apabila aliran berlawanan dengan

arah tadi. Dengan menjumlahkan kehilangan tinggi tekan secara aljabar, ∑hf

= ∑kp.Q2.

4. Hitung nilai ∑ |2kQ| (kolom 10) untuk tiap jaringan, nilai tersebut selalu

positif.

∑YZ[
5. Hitung koreksi debit ∆  6 ∑ | ]^_| , Qo =debit permisalan (kolom 11)

6. Koreksi debit, Q =Qo + ∆Q, Gunakan aliran yang telah dikoreksi untuk

mengulang prosedur 1 – 5 sampai ketelitian yang diinginkan dicapai nol.

Pada suatu jaringan perpipaan harus dipenuhi ketentuan berikut:

 Perjumlahan tekanan disetiap circuit = 0 (nol)

 Aliran yang masuk pada setiap titik simpul = aliran keluar

 Persamaan Darcy – Weisbach atau rumus exponensial berlaku untuk masing-

masing pipa.

Prosedur diatas dapat digambarkan pada sebuah tabel 2.8 berikut :

Tabel 2.8 : Tabel perhitungan Metode Hardy-Cross

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

No. Pipa D L Qo ε/D Re f K hf 2KQ ∆Q

m m m3/s m

Ditentukan Diketahui Diketahui Ditaksir Rumus Dari grafik rumus rumus


6∑`a[
∑ |2kQ|
∑ Hf ∑2KQ

Universitas Sumatera Utara


BAB III

GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

3.1. Gambaran Umum Lokasi Survei

3.1.1. Kondisi Umum Kota Tebing Tinggi

Kota Tebing Tinggi merupakan salah satu pemerintah daerah administrasi

dari 25 kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara dengan luas wilayah 38,3 km2.

Berjarak sekitar 80 km dari Kota Medan (ibukota Propinsi Sumatera Utara) serta

terletak pada lintas utama Sumatera, yaitu yang menghubungkan lintas timur dan

lintas tengah Sumatera melalui lintas diagonal pada ruas jalan Tebing Tinggi –

Pematang siantar – Parapat – Balige - Siborong-borong.

Gambar 3.1: Letak Kota Tebing Tinggi pada peta

Secara geografis Kotamadya Tebing Tinggi terletak pada posisi 3o 19’ - 3o 21’

Lintang Utara dan 98o 9’ - 98o 11’ Bujur Utara dengan batas - batas:

• Sebelah utara dengan PTPN III Kebun Rambutan, Kabupaten Serdang

Bedagai.

Universitas Sumatera Utara


• Sebelah selatan dengan PTPN IV Kebun Pabatu dan Perkebunan Paya Pinang,

Kabupaten Serdang Bedagai.

• Sebelah timur dengan PT. Socfindo Tanah Besi dan PTPN III Kebun

Rambutan, Kabupaten Serdang Bedagai.

• Sebelah barat dengan PTPN III Kebun Gunung Pamela, Kabupaten Serdang

Bedagai.

Berdasarkan letak geografisnya Kota Tebing Tinggi beriklim tropis.

Ketinggian 26-34 meter di atas permukaan laut dengan topografi mendatar dan

bergelombang. Temperatur udara di kota ini relatif sedang yaitu berkisar 250 – 270 C.

Sebagaimana kota di Sumatera Utara, Kota Tebing Tinggi mempunyai dua musim,

penghujan dan kemarau dengan jumlah curah hujan sepanjang tahun rata-rata 1.776

mm/tahun dengan kelembaban udara 80% - 90%.

Di wilayah Kota Tebing Tinggi terdapat empat buah sungai yang mengalir dari

barat menuju timur. Keempat sungai tersebut adalah Sungai Padang, Sungai

Bahjalinggai, Sungai Kalembah dan Sungai Bahbulian. Kondisi air tanah cukup baik

dan air tanah ini dipakai oleh 69,2 % penduduk untuk air minum/mandi/cuci, akan

tetapi air tanah tersebut pada musim kemarau airnya kering (dalam 1 tahun

kekeringan dapat terjadi selama 5 bulan). Dengan kondisi yang demikian maka

kebutuhan masyarakat untuk dapat menjadi pelanggan PDAM sangat besar sehingga

untuk menanggulangi masalah tersebut peningkatan prasarana air bersih merupakan

prioritas utama.

3.1.2. Wilayah dan Kependudukan

Luas wilayah Kota Tebing Tinggi adalah 3.843,8 hektar (38,438 km2). Secara

administratif Kota Tebing Tinggi dibagi menjadi 3 (tiga) kecamatan dengan 27 (dua

Universitas Sumatera Utara


puluh tujuh) kelurahan. Luas kecamatan dan kelurahan se-Kota Tebing Tinggi dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.1: Luas Kecamatan dan Kelurahan se-Kota Tebing Tinggi


Kecamatan Kelurahan Luas Rasio terhadap Rasio Terhadap luas
(km2) Luas Kecamatan Kota Tebing Tinggi
1. Padang Hulu 12,069 100,00 31,40
Pabatu 2,660 22,04 6,92
Lubuk Baru 2,420 20,05 6,30
Persiakan 0,902 7,47 2,35
Bandarsono 1,397 11,58 3,63
Mandailing 0,242 2,01 0,63
Pasar Baru 0,282 2,34 0,73
Tualang 1,132 9,38 2,95
Pasar Gambir 0,334 2,77 0,87
Durian 1,404 11,63 3,65
Pelita 1,296 10,73 3,37
2. Rambutan 13,726 100,00 35,71
Bulian 1,501 10,93 3,90
Pinang Mancung 1,630 11,87 4,24
Berohol 2,466 17,97 6,42
Karya Jaya 2,292 16,70 5,96
Bandar Sakti 0,781 5,69 2,03
Bandar Utama 0,980 7,14 2,55
Badak Bejuang 0,433 3,15 1,13
Sri Padang 0,613 4,47 1,59
Rantau Laban 0,998 7,27 2,60
Lalang 0,897 6,54 2,33
Tanjung marulak 1,135 8,27 2,96
3. Padang Hilir 12,643 100,00 32,89
Bagelen 2,537 20,06 6,60
Tebing Tinggi 4,550 35,99 11,84
Rambung 0,772 5,71 1,88
T.Tinggi Lama 0,480 3,80 1,25
Satria 0,589 4,66 1,53
Tambangan 3,765 29,79 9,79
Kota Tebing Tinggi 38,438 100,00
Sumber: Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2006

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan Sensus Penduduk (SP) Tahun 2000, penduduk Kota Tebing

Tinggi berjumlah 125.081 jiwa, yang terdiri dari 61.874 jiwa penduduk laki-laki dan

63.204 jiwa penduduk perempuan dengan sex ratio sebesar 97,89. Sedangkan

menurut hasil P4B Tahun 2003 (Pendaftaran Pemilih dan Pendataan Penduduk

Berkelanjutan), penduduk Kota Tebing Tinggi menjadi 132.760 jiwa naik sebesar

6% selama kurun waktu 3 tahun. Selanjutnya jumlah penduduk pada tahun 2004

menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) menjadi 134.976 jiwa,

mengalami kenaikan sebesar 1,7% pertahun dengan kepadatan penduduk sebesar

3.512 jiwa/km2.

Tabel 3.2: Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Tebing Tinggi Tahun 2000-2004
Tahun Jumlah Penduduk (jiwa) Kepadatan (jiwa/km2)
2000 125.081 3,252
2003 132.760 3,454
2004 134.976 3,512
Sumber: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota tebing Tinggi
2006 – 2010.

Berdasarkan SP periode 1990-2000, besarnya angka pertumbuhan penduduk

Kota Tebing Tinggi adalah 0,71% per tahun. Angka ini merupakan angka

pertumbuhan terendah di antara 6 (enam) daerah kota di Sumatera Utara.

Selanjutnya, pertumbuhan penduduk periode tahun 2000-2004, naik menjadi 2,22 %

per tahun.

Universitas Sumatera Utara


3.2. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Bulian

3.2.1. Sejarah Singkat PDAM Tirta Bulian

Kota Tebing Tinggi telah memiliki sistem penyediaan air minum sejak tahun

1924 dengan menggunakan sumber air bawah tanah yaitu berupa sumur bor dalam

yang bermuatan positif (Arthesis).

Pelayanan ini berlangsung sampai tahun 1982 dengan dibangunnya sistem

pengolahan air lengkap yaitu Water Treatment Plant (WTP) yang sumber air

bakunya dari Sungai Padang dengan Kapasitas produksi 40 l/det dan pada tahun

1983 ditambah kapasitas produksi menjadi 60 l/det yang sumber dananya diperoleh

dari Bantuan Pemerintah Pusat.

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Tebing Tinggi baru dibentuk

pada tahun 1977 yang tertuang sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Kotamadya

Tebing Tinggi dengan Nomor: 8 Tahun 1977, yang pelaksanaannya berdasarkan

Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Nomor 18 Tahun 1983

Tanggal 14 Maret 1983.

Sebelum Perusahaan Daerah Air Minum ini terbentuk pengelolaan air minum

Kota Tebing Tinggi berada di bawah naungan Unit Departemen Pekerjaan Umum

(Seksi Air Minum) yang sistem anggaran biayanya terpisah dan pada Tahun 1986

Perusahaan Daerah Air Minum diberi nama Perusahaan Daerah Air Minum Tirta

Bulian Tebing Tinggi sesuai dengan Peraturan Daerah Kotamadya Tebing Tinggi

Nomor 11 Tahun 1986 dengan pelaksanaan berdasarkan Surat Keputusan

Walikotamadya Nomor 188.342/314 Tahun 1986 Tanggal 25 Nopember 1986.

Tugas Pokok PDAM adalah menyediakan air bersih yang cukup dan sehat

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah sesuai dengan kemampuan untuk

Universitas Sumatera Utara


membangun Perekonomian Daerah dan menambah Pendapatan Asli Daerah. Dalam

menjalankan tugasnya Direksi PDAM bertanggung jawab kepada Kepala Daerah

melalui Badan Pengawasan.

Pada Tahun 1997 PDAM Tirta Bulian baru dapat melayani ± 30% dari total

penduduk atau sekitar 33.307 jiwa yang dilayani melalui 4.639 unit Sambungan

Rumah dan 116 unit Hidran Umum. Dalam meningkatkan upaya pelayanan terhadap

pelanggan, PDAM Tirta Bulian memiliki motto: “KAMI ADA UNTUK

MELAYANI ANDA”.

Tagihan rekening air berjalan setiap bulannya dapat dicapai rata-rata 90%.

Walaupun PDAM Tirta Bulian mengikuti pola 5 hari kerja, namun pelayanan

terhadap pelanggan tetap dilaksanakan 6 hari kerja karena loket pembayaran

rekening air tetap dibuka setiap hari Sabtu guna melayani pelanggan yang akan

membayar, demikian juga guna menampung keluhan-keluhan pelanggan yang

berkaitan dengan gangguan pelayanan air. Operasi pendistribusian air dilaksanakan

nonstop selama 24 jam.

Universitas Sumatera Utara


STRUKTUR ORGANISASI

PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTA BULIAN

KOTA TEBING TINGGI

WALIKOTAMADYA KDH TK. II


TEBING TINGGI

BADAN PENGAWAS

DIREKTUR

KEPALA BAGIAN KEPALA BAGIAN


UMUM & KEUANGAN TEKNIK

SUB BAGIAN SUB BAG. SUB BAG. SUB BAG.


SUB BAGIAN SUB BAGIAN SUB BAGIAN SUB BAGIAN SUB BAG. SUB BAG.
HUBUNGAN. PRODUKSI/ PERALATAN KELUHAN
KEUANGAN UMUM PENGADAAN KAS/PENAGIHAN PERENCANAAN DISTRIBUSI
LANGGANAN PENGELOLAAN TEKNIK PELANGGAN

Gambar 3.2: Struktur Organisasi PDAM Tirta Bulian Tebing Tinggi

Universitas Sumatera Utara


3.2.2. Kriteria Penggolongan Tarif Air Minum PDAM Tirta Bulian Tebing

Tinggi

Total pelanggan Tirta Bulian Tebing Tinggi sebanyak 9.241 sampai akhir juni

2011. Tarif yang diberikan oleh PDAM Tirta Bulian kepada pelanggan memiliki

beberapa jenis golongan. Golongan tersebut adalah sebagai berikut:

A. Golongan Sosial

1. Sosial Umum (SU)

Pelanggan yang memberikan pelayanan umum, khususnya bagi

masyarakat yang berpenghasilan rendah, seperti rumah ibadah, fire

hydrant, kamar mandi umum, kran umum, dan terminal air.

2. Sosial Khusus (SK)

Pelanggan yang memberikan pelayanan umum dan mendapatkan dana

dari kegiatannya, seperti kantor organisasi massa/parpol, panti asuhan,

sekolah negeri/swasta, dan yayasan sosial.

B. Golongan Non Niaga

1. Rumah Tangga “A” (RT-1)

Bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang terbuat dari bahan

tepas dan kayu dengan luas sampai dengan 36 m2.

2. Rumah Tangga “B” (RT-2)

Bangunan semi permanen dan permanen yang berfungsi sebagai tempat

tinggal dengan luas sampai 45 m2.

3. Rumah Tangga “C” (RT-3)

Bangunan permanen yang berfungsi sebagai tempat tinggal dengan luas

sampai 70 m2.

Universitas Sumatera Utara


4. Rumah Tangga “D” (RT-4)

Rumah dengan bangunan yang termasuk menengah sampai dengan

mewah, tidak ada kegiatan usaha di dalam dan atau di luar bangunan,

antara lain:

a) Rumah permanen berlantai 2 atau berbentuk ruko ataupun tidak

b) Rumah permanen dengan luas lebih dari 70 m2

5. Instansi Pemerintahan dan TNI, POLRI (IP)

Sarana dan prasarana instansi pemerintahan/TNI/POLRI termasuk

gedung, kantor, kolam renang, rumah dinas/asrama dan fasilitas lainnya

yang rekening air minumnya ditanggung oleh instansi tersebut.

C. Golongan Niaga

1. Niaga Kecil (N-1)

Bangunan semi permanen dan permanen dengan luas sampai dengan 45

m2 yang digunakan sebagai tempat usaha, seperti: kios, warung, pedagang

kaki lima, kedai kopi, rumah makan, bengkel, tukang pangkas, klinik

swasta, doorsmeer, toko/percetakan, rumah sakit tipe D, perusahan

swasta, notaris, dan pengacara.

2. Niaga Menengah (N-2)

Bangunan permanen dengan luas lebih dari 45 m2 atau bangunan rumah

toko yang digunakan sebagai usaha, seperti: toko dan grosir yang

menyediakan sandang dan pangan, swalayan, rumah sakit swasta tipe A,

B, dan C, kolam renang umum, hotel, losmen, restauran, dan usaha

peternakan.

Universitas Sumatera Utara


3. Niaga Besar (N-3)

Pelanggan yang dalam kegiatan/usahanya memperoleh keuntungan yang

lebih tinggi dari niaga menengah, seperti: kerajinan rumah tangga, SPBU,

karaoke, industri, night-club, hotel berbintang, super market, BUMN,

BUMD, PT, CV, Fa, dan UD, sevice station, showroom, dan usaha besar

lainnya seperti eksport dan import.

Tabel 3.3: Tarif Air Minum PDAM Tirta Bulian Tebing Tinggi
Harga (Rp) Blok
JUMLAH
NO GOLONGAN TARIF Konsumsi (m3)
PELANGGAN
0 – 10 > 10
A. Sosial
I. Sosial Umum (SU) 128 550 750
II. Sosial Khusus (SK) 89 650 1.000
B. Non Niaga
I. R. Tangga “A” (RT-1) 879 1.100 1.550
II. R. Tangga “B” (RT-2) 3.445 1.400 2.150
III. R. Tangga “C” (RT-3) 2.070 1.600 2.400
IV. R. Tangga “D” (RT-4) 1.459 1.800 2.650
V. Instansi Pemerintahan 98 1.400 2.150
C. Niaga
I. Niaga Kecil (N-1) 481 2.150 3.100
II. Niaga Menengah (N-2) 407 3.000 4.550
III. Niaga Besar (N-3) 185 3.600 5.500
D. Biaya Beban
I. Kelompok Sosial 5.000
II. Kelompok Ins. Pemerintahan 15.000
III. Kelompok Non Niaga (RT) 7.500
IV. Kelompok Niaga 15.000
Sumber: PDAM Tirta Bulian Tebing Tinggi

Universitas Sumatera Utara


3.2.3 Sistem Penyediaan Air Minum

a. Keadaan Sumber Air

Di daerah Kotamadya Tebing Tinggi terdapat empat sungai besar yang

mengalir dari selatan dan barat daya ke arah kota. Keempat sungai tersebut di atas

terdiri dari Sungai Sibarau, Bahilang, dan Sungai Kelembah yang berkumpul

menjadi satu di Sungai Padang.

Gambar 3.3: Kondisi Eksisting Sungai Padang

Lebar sungai ± 50 m, kedalaman sampai 5 m, dasar sungai terdiri dari pasir

kasar dan halus. Pada tahun 1995 data yang diamati di Kampung Naga Kesiangan

dan Kelurahan Bulian mendapat hasil pengukuran bahwa kapasitas sungai (Q) =

38.943 l/det, dengan kualitas air yang sangat memungkinkan untuk air baku yang

dijadikan air minum pada saat perencanaan. Tetapi pada saat ini debit air baku yang

dihasilkan Sungai Padang tersebut menurun dibandingkan seperti hasil pada

pengukuran tahun 1995.

Universitas Sumatera Utara


b. Sistem Penyadap/Intake

Sistem Penyediaan air minum Kota Tebing Tinggi yang dikelola oleh PDAM

Tirta Bulian menggunakan sumber dari air permukaan (sungai) yang berkapasitas

38.943 l/det tetapi yang disadap sumber air baku air minum untuk kota adalah 60

l/det. Penyadapan air dari sumber menggunakan pompa sentrifugal sebagai alat

penghantar ke unit pengolahan yang diletakkan pada suatu intake dan prasedimentasi

di pinggiran sungai dengan data sebagai berikut:

- Jumlah pompa : 4 unit

- Kapasitas : 25l/det/unit

- Data penggerak : PLN dan genset sebagai cadangan

Tetapi dari hasil optimalisasi dapat memakai pompa tersebut di atas sebanyak

dua buah untuk mencapai kapasitas 60 l/det karena perbedaan elevasi muka air

minimum dengan elevasi unit pengolahan ±14 m dengan panjang pipa transmisi

distribusi sepanjang 140 m.

c. Sistem Transmisi

Dengan adanya jarak antara penyadap/intake dengan unit pengolahan (Water

Treatment Plan) sepanjang 140 m maka direncanakan pipa transmisi sebagai

penghantar dengan diameter 200 mm, juga pipa transmisi ini dimanfaatkan sebagai

floculator pengolahan dengan jarak ±30 m sebelum pengolahan dan juga

menempatkan flat mixing pada tempat penginjeksian bahan kimia.

Universitas Sumatera Utara


d. Instalasi Pengolahan Air

Instalasi pengolahan air di PDAM Tirta Bulian Tebing Tinggi adalah

pengolahan lengkap sebanyak 3 unit dengan kapasitas desain 20 l/det/unit yang

terdiri dari bangunan plat baja. Adapun unit-unit pengolahan sebagai berikut:

- Koagulasi/flokulasi

- Sedimentasi

- Filtrasi

Gambar 3.4: Water Treatment Plan (WTP)

e. Reservoir Distribusi

Untuk memenuhi kualitas air minum kepada masyarakat di daerah pelayanan

Kotamadya Tebing Tinggi secara kontiniu selama 24 jam mada dari dasar yang

direncanakan oleh DHV Consulting Engineers – Anersfoort – The Nederlands

Incooperation with PT. Deserco Development Service Jakarta telah membuat dua

unit reservoir distribusi antara lain:

Universitas Sumatera Utara


- Satu unit reservoir distribusi di dalam tanah sebagai penampung hasil air

yang diolah dari unit pengolahan (Water Treatment Plan) yang

kapasitasnya 1200 m3 untuk dapat disalurkan ke pipa distribusi melalui

perpompaan.

- Satu unit reservoir di atas yang berfungsi sebagai penerimaan kelebihan

air yang didistribusikan pada saat jam minimum dan sebagai penambahan

kapasitas pada saat jam puncak pemakaian air pada masyarakat dengan

cara gravitasi. Namun pada saat ini reservoir tersebut tidak lagi

digunakan.

f. Jaringan Distribusi

Jaringan Distribusi air di Kota Tebing Tinggi yang dikelola PDAM Tirta

Bulian adalah sistem LOOP dengan berbagai jenis dan diameter pipa:

Tabel 3.4: Diameter dan total panjang pipa yang digunakan


Diameter dan Panjang Pipa Total
300 mm 250 mm 200 mm 150 mm 100 mm 75 mm 50 mm
(m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m)

2.200 2.878 9.104 1.507 15.276 60.137 101.273 205.938


Sumber: PDAM Tirta Bulian Tebing Tinggi

Universitas Sumatera Utara


3.2.4. Lokasi dan Data Survei

Lokasi yang akan ditinjau adalah daerah Kelurahan Lalang di Kecamatan

Rambutan yang memiliki jumlah penduduk 5.962 orang dan memiliki 785 pelanggan

yang terdiri dari beberapa golongan, yaitu:

Tabel 3.5: Jumlah pelanggan berdasarkan golongan


JUMLAH
NO GOLONGAN
PELANGGAN
A. Sosial
I. Sosial Umum (SU) 10
II. Sosial Khusus (SK) 11
B. Non Niaga
I. R. Tangga “A” (RT-1) 50
II. R. Tangga “B” (RT-2) 251
III. R. Tangga “C” (RT-3) 275
IV. R. Tangga “D” (RT-4) 176
V. Instansi Pemerintahan 0
C. Niaga
I. Niaga Kecil (N-1) 12
II. Niaga Menengah (N-2) 0
III. Niaga Besar (N-3) 0
Total Pelanggan 785
Sumber: PDAM Tirta Bulian Tebing Tinggi

Untuk mengatasi debit puncak pada pukul 06.00 – 08.30 WIB dan pukul

16.00 – 18.30 WIB, peran booster sangat diperlukan untuk memberikan atau

mendistribusikan air ke pelanggan agar pelayanan pendistribusian air ke pelanggan

dapat terpenuhi secara merata. Booster merupakan salah satu reservoir penampung

sementara yang dibutuhkan untuk membantu pada jam puncak. Booster

menggunakan pompa sentrifugal sebanyak 2 unit pompa yang masing-masing pompa

berkapasitas 60 liter/det.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai