PENDAHULUAN
sekitarnya dan mampu menyebar ke bagian tubuh yang lain. Tumor kulit
keadaan fisiologis, sistem pertumbuhan sel dalam individu diatur oleh sistem
terbentuk tumor (Sudiana, 2008). Penyakit tumor kulit dapat dibagi menjadi 2
jenis yaitu tumor jinak (benigna tumor) dan tumor ganas (malignant tumor). Kulit
merupakan sistem organ yang kompleks, dimana tumor jinak maupun ganas bisa
timbul pada tiap bagian.Dewasa ini, insidensi tumor kulit di Indonesia mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Penyebab tumor kulit yang paling utama adalah
akan digunakan untuk terapi banyak terdapat pada tanaman obat (Abbas et al,
antioksidan dengan melindungi sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas,
1
2
mengikat radikal bebas secara langsung oleh penambahan atom hidrogen (Engida
karsinoma serviks pada tanaman sarang semut sudah dilakukan Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada tahun 2010 dan memberikan hasil yang
signifikan dalam membasmi sel kanker pada kultur sel HeLa dan MCM-B2
dalam penyebab kematian nomor tujuh di Indonesia dengan persentase 5,7 persen
tahun 2007). Hal tersebut dibuktikan bahwa setiap 1000 orang akan terdapat
sekitar 4 penderita yang mengidap penyakit tumor. Dalam kurun waktu 10 tahun
(2005-2015) kejadian ini akan terus meningkat. insidensi terjadinya kanker kulit
di Indonesia berada pada urutan ketiga terbanyak setelah kanker leher rahim
Indonesia kaya akan berbagai jenis tanaman obat yang banyak digunakan
dalam pengobatan tradisional atau modern. Salah satunya adalah spesies sarang-
(Myrmecodia pedens) terhadap peningkatan volume sel tumor kulit pada mencit
ekstrak sarang semut (Myrmecodia pedens) terhadap volume sel tumor kulit
1.3.2.1. Mengetahui jumlah volume sel tumor kulit pada mencit strain BALB/c
mg/hari, 16 mg/hari.
1.3.2.2. Mengetahui perbedaan volume sel tumor kulit mencit strain BALB/c
mg/hari, 16 mg/hari.
terhadap volume sel pada mencit strain BALB/c yang diinduksi DMBA dan TPA
TINJUAN PUSTAKA
Secara umum jumlah sel yang ada pada suatu jaringan merupakan fungsi
kumulatif antara tumbuhnya sel baru dan keluarnya sel yang ada pada populasi.
Tumbuhnya sel baru dalam suatu jaringan sebagian besar ditentukan oleh
kematian sel atau berdiferensiasi menjadi jenis sel lain. Oleh karena itu,
Pada umumnya sel kanker tumbuh binear, secara eksponensial dari 1 sel
menjadi 2 sel, 4 sel, 8 sel, dan seterusnya menjadi 2n sel sampai terbentuk
gerombolan sel berupa tumor. Makin besar tumor tersebut seakan-akan makin
cepat kanker itu tumbuh. Setelah mencapai besar tertentu pertumbuhan sel kanker
itu berubah dari tumbuh secara eksponensial menjadi secara Gompertz, yaitu
darah, ruang tempat tumbuh dan daya imunitas tubuh. Besar rata-rata sel kanker
ialah 10 mμ dan tumor sebesar 1cm3 terdiri dari 109 (1 milyar) sel, sebesar 1dm3
terdiri dari 1012. Dengan beban sel sebanyak 1 trilyun (1012) sel atau setelah
menjalani 40 kali ganda sel kanker telah dapat membunuh penderita dan tidak ada
5
6
orang yang tahan hidup bila beban sel kanker itu telah mencapai jumlah 1013 sel
atau setelah sel itu menjalani 44-45 kali ganda. Karena kecepatan tumbuh kanker
tidak seimbang dengan kecepatan pasokan darah maka ada sebagian sel kanker
2.1.1. Patofisiologi
perkembangan kanker. Proses perubahan sel normal menjadi sel kanker disebut
berlangsung melalui banyak tahap yang berasal dari satu sel yang berkembang
karsinogenesis, yaitu:
1. Tahap inisiasi
Pada tahap ini terjadi perubahan dalam bahan genetik sel yang memancing
sel menjadi ganas.Perubahan ini disebabkan oleh suatu karsinogen berupa bahan
kimia, virus, radiasi atau sinar matahari yang berperan sebagai organ inisiator dan
bereaksi dengan DNA yang menyebabkan DNA pecah dan mengalami hambatan
perbaikan DNA. Kelainan genetik dalam sel atau bahan lainnya yang disebut
pada tahap ini masih memungkinkan untuk dipulihkan atau sebaliknya berlanjut
menjadi mutasi genetik. Pada proses berikutnya, mutasi genetik berlanjut secara
perlahan menuju keganasan. Tahap inisiasi yang ireversibel terjadi jika telah
2. Tahap promosi
Pada tahap ini, suatu sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah
menjadi ganas. Tahap promosi merupakan hasil interaksi antara faktor kedua
dengan sel yang terinisiasi pada tahap sebelumnya. Faktor kedua sebagai agen
tahap promosi. Agen promosi bekerja dengan mengubah informasi genetik dalam
3. Tahap Progresi
Setelah tumor mencapai ukuran 1 cm, difusi nutrisi kedalam sel tidak efisien
baru kedalam tumor. Tahap ini melibatkan perubahan morfologi dan fenotif dalam
jaringan sekitarnya dan melakukan metastase ke bagian tubuh lain yang jauh.
4. Metastasis
jauh dari tempat asalnya yang dapat terjadi melalui perluasan sel ke jaringan
1. Grading
grading ini bermakna dalam menilai prognosis dan terapi yang tepat.
sebagai berikut:
2. Staging
ke kelenjar limfe dan ada atau tidaknya metastase melintasi jalur darah
terapi.
sistem TNM dinilai tiga faktor utama yaitu Tumor size (T) atau ukuran
tumor, Node (N) atau kelenjar getah bening regional dan Metastase
berikut:
yang berdekatan.
regional
bening regional)
dan fase yang sudah ditentukan yang disebut siklus sel (Kumar et al., 2007).
1. Fase G1 (Gap 1)
mengalami duplikasi. Pada saat ini sel mengecek hasil sintesis potein
yang telah dibuat pada fase sintesis. Bila ada kerusakan DNA maka
4. Fase mitosis.
a. Profase
mikrotubulus kinetokor.
b. Metafase
c. Anafase
sempurna.
d. Telofase
dan fase yang sudah ditentikan yang disebut siklus sel. Masuk dan berkembangya
sel melalui siklus sel dikendalikan melalui perubahan pada kadar dan aktivitas
suatu kelompok protein yang disebut cyclin. Pada tahapan tertentu siklus sel,
kadar berbagai cyclin meningkat setelah didegradasi dengan cepat saat sel
disintesis secara konstitutif yang disebut kinase yang bergantung cyclin (CDK,
berkaitan dengan setiap transisi penting dalam siklus sel, dan kombinasi ini
2007).
G2 menjadi M. Pada saat sel masuk ke dalam G2, cyclin B disintesis, dan berikatan
mitosis, meliputi protein yang telibat dalam replikasi DNA, depolimerisasi lapisan
inti sel, dan pembentukan spindle mitosis. Setelah pembelahan sel, cyclin B
dipecah melalui jalur proteasom yang tersebar luas. Sel tidak akan mengalami
mitosis lebih lanjut sampai terdapat rangsang pertumbuhan dan sintesis cyclin
yang bekerja secara bersamaan. Sinyal pertama berasal dari molekul terlarut,
yang kedua melibatkan unsur tidak terlarut pada ekstra seluler matrik yang
diatur melalui pengikatan inhibitor CDK. Kompleks ini sangat penting dalam
mengatur tahapan siklus sel (G1 S dan G2 M), yaitu tahapan saat memeriksa
bahwa DNA-nya telah direplikasi dengan cukup atau semua kesalahan telah
transformasi ganas yang mungkin terjadi. Oleh karena itu, sebagai contoh, pada
saat DNA dirusak, protein suppressor tumor TP53 akan distabilkan dan
menginduksi transkripsi CDKN1A (dulu p21), suatu inhibitor CDK. Inhibitor ini
menahan sel dalam fase G1 atau G2 sampai DNA dapat diperbaiki; pada tahapan
tersebut, kadar TP53 menurun, CDKN1A berkurang, dan sel dapat melanjutkan
tahapan. Jika kerusakan DNA terlalu luas, TP53 akan memulai suatu kaskade
peristiwa untuk meyakinkan sel agar melakukan bunuh diri (Kumar et al., 2007).
2.4. Apoptosis
Apoptosis adalah jalur “bunuh diri” sel bukan “pembunuhan” sel yang
terjadi pada kematian sel nekrotik. Apoptosis merupakan proses yang aktif dan
Apoptosis diinduksi oleh dua jalur utama yaitu jalur intrinsik dan
dengan reseptor kematian sel yang berada di permukaan sel, seperti reseptor
17
(TRAIL) dan FAS receptor (APO-1 atau CD95). Struktur ini lalu berikatan
internal seperti kerusakan DNA dan stress oksidatif. Aktivasi jalur ini diikuti
(Hartono, 2009).
2.5.1. Biologi
semut. Tanaman ini bersifat epifit, artinya tanaman yang menempel pada tanaman
lain, tetapi tidak hidup secara parasit pada inangnya, hanya sebagai tempat
semut. Semua spesies dari tanaman tersebut memiliki batang menggelembung dan
berongga-rongga serta dihuni oleh semut. Tanaman ini dapat ditanam dengan
18
mudah tanpa adanya semut dan tetap membentuk batang menggelembung dan
2.5.2. Taksonomi
berikut:
Divisi : Tracheophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Lamiidae
Ordo : Rubiales
Famili : Rubiaceae
Genus : Myrmecodia
Spesies : Myrmecodia pendens Merr. & Perry
(Subroto dan Saputro, 2006).
dan tokoferol. Flavonoid merupakan golongan senyawa bahan alam dari senyawa
19
fenolik yang banyak merupakan pigmen tanaman. Saat ini lebih dari 6.000
merupakan bagian penting dari diet manusia karena banyak manfaatnya bagi
antara lain adalah untuk melindungi struktur sel, memiliki hubungan sinergis
keropos tulang, dan sebagai antibiotik. Flavonoid dapat berperan secara langsung
termasuk untuk virus HIV (AIDS) dan virus herpes. Flavonoid juga dilaporkan
berperan dalam pencegahan dan pengobatan beberapa penyakit lain seperti asma,
katarak, diabetes, rematik, migren, wasir, dan periodontitis (radang jaringan ikat
fungsi lain dari flavonoid, tidak saja untuk pencegahan, tetapi juga untuk
2.5.4.1. Flavonoid
Proses apoptosis pada sel-sel kanker dapat dihambat oleh flavonoid yang
(Triana Hertiani et al, 2010). Flavonoid juga melindungi struktur sel, peningkatan
pengeroposan tulang, dan sebagai antibiotik. Flavonoid juga mampu sebagai anti
virus HIV (AIDS) dan virus herpes. Beberapa penelitian juga berhasil
tetapi juga untuk pengobatan kanker. Mekanisme kerja flavonoid yang sudah
Saputro, 2006).
2.5.4.2. Tanin
polifenol tanaman rasa pahit. Umumnya tanin digunakan untuk penyamakan kulit
2.5.4.3. Polifenol
faktor yang berperan penting dalam regulasi molekul pembentukan protein anti
apoptosis melalui jalur TNF-α, di mana apoptosis sel akan dimulai dari Fas /
2.5.4.4. Tokoferol
Tokoferol adalah salah satu antioksidan penting yang bersifat larut dalam
lemak, termasuk di dalamnya adalah α-, β-, γ-, δ-tokoferol. Alfa-tokoferol dapat
juga berperan dalam mengurangi kerusakan DNA yang disebabkan oleh ROS.
(Kasmanto, 2010).
2.6. Pengaruh DMBA dan TPA dengan Pertumbuhan Sel Tumor Kulit
dilakukan dengan cara menginduksi kulit mencit dengan memberikan bahan kimia
secara topikal. Bahan kimia yang digunakan adalah 7,12-dimetilbenz [a] antrasena
(DMBA) dan TPA.DMBA merupakan salah satu zat karsinogen kuat dan sebagai
DMBA, TPA memegang peranan penting dalam proses promosi sel tumor.
Dengan adanya pengaruh dari DMBA dan TPA maka tumor kulit dapat
2001).
22
Tumor terjadi akibat adanya perubahan perilaku sel abnormal, yaitu sel
tinggi. Dalam keadaan fisiologis, sistem pertumbuhan sel dalam individu diatur
diinduksi oleh dua jalur utama yaitu jalur intrinsik dan ekstrinsik. Jalur ekstrinsik
diaktifkan saat ligan spesifik (flavonoid) berikatan dengan reseptor kematian sel
yang berada di permukaan sel, seperti reseptor tumor necrosis factor (TNF),
1 atau CD95). Fas receptor akan aktif setelah berikatan dengan Fas ligand lalu
internal seperti kerusakan DNA dan stress oksidatif. Aktivasi jalur ini diikuti
(IAPs) family. Diantara molekul yang sangat berperan dalam mengatur apoptosis
yaitu protein Bcl-2 famili, yang terdiri dari kelompok protein pro-apoptotis
(misalnya Bax dan Bak) dan protein anti-apoptosis (misalnya, Bcl-2, Bcl-Xl, Bcl-
W, dan Mcl-1). Bax dan Bak dibutuhkan untuk sinyal apoptosis. Pada sel yang
sehat, Bak dieliminasi oleh Mcl-1 dan Bcl-Xl pada membran selular, Sedangkan
membran dimana dia juga dieliminasi oleh anti-apoptotic seperti Bcl-2 (Hartono,
2009).
24
Sel
Transisi Transisi
G1 ke S G2 ke M FADD Bax
Caspase 8 Cyt-C
Apaf-1
Caspase 3
Poliferasi Apoptosis
2.10. Hipotesis
umbi tanaman sarang semut (Myrmecodia pendens) terhadap volume sel tumor
kulit.
BAB III
METODE PENELITIAN
laboratorium dengan rancangan “randomized post test only control group design“.
(Myrmecodia pendens).
Ekstrak sarang semut adalah ekstrak yang dibuat dari 149 g ekstrak
sarang semut kering menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol 96%
sebanyak 1,2 liter, di dapatkan hasil 6,9 g ekstrak kental sarang semut. Dosis yang
diberikan dalam 0,2 ml aquadest secara peroral dengan sonde setiap hari selama 4
Skala : rasio
26
27
R = P x L2 x 0,52
Keterangan :
P = Panjang (mm)
L = Lebar (mm)
3.3.1. Populasi
Gadjah Mada.
3.3.2. Sampel
lebih. Dalam penelitian ini jumlah mencit strain BALB/c semua kelompok uji
3. Umur 3 bulan.
aktif).
1. Maserator
2. Corong Buchner
3. Kertas saring
4. Tabung reaksi
5. Rotavapor
6. Lemari es
7. Freeze drying
29
1. sarang semut
2. quadest
3. Etanol 96%
3. Pinset anatomi 10 cm
4. Alas fiksasi
2. Etanol 96%
4. Aseton
1. Micrometer 0-25x0.001 mm
30
maserasi. Metode maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk kering bahan
dalam cairan penyari. Cairan penyari yang digunakan pada ekstrak ini adalah
etanol 96%. Umbi tanaman kering dengan berat 149 gram dipotong kecil-kecil
lalu dihaluskan dengan blender dan dihasilkan serbuk kering. Sebanyak 149 gram
serbuk kering dimasukkan ke dalam maserator berisi 1,2 L ethanol 96% lalu
ditutup dan dibiarkan selama 3 hari. Setelah itu maserat disaring dengan corong
Buchner dan kertas saring dan dipindahkan dari endapan dengan hati-hati.
Maserat diuapkan dengan rotavapor dengan suhu 50oC sehingga diperoleh ekstrak
kental (dalam bentuk pasta). Lalu dimasukan dalam freeze drying sampai
mengering.
Dosis ekstrak sarang semut yang digunakan adalah dosis dengan konversi
dosis lazim ekstrak umbi tanaman sarang semut untuk manusia dewasa pada obat
ekstak sarang semut dalam bentuk kapsul terhadap dosis mencit dengan bobot 20
gram. Dosis lazim untuk manusia dewasa tersebut adalah 3 kali 1-2 kapsul perhari
dimana tiap kapsul mengandung tanaman sarang semut sebesar 500 mg. Sehingga
dosis tanaman tersebut perhari adalah sebesar 1500 -3000 mg. Faktor konversi
manusia terhadap mencit 20 gram adalah 0,0026 (Laurence & Bacharach, 1964).
Perhitungan :
= 3000 mg × 0,0026
x 1,5 cm.
2. Induksi DMBA secara topikal dengan dosis 400 nmol (0,1 mg), yang
dilarutkan dalam 0,4 ml reagen aseton per ekor mencit ke daerah yang
interscapular dengan dosis 1,7 nmol (0,001 mg) dalam 0,1 ml aceton
inspeksi visual.
1. Dua puluh ekor mencit strain BALB/c jantan berusia 3 bulan dengan
masing 6 ekor.
Kelompok 1 (K-)
Terdiri dari 6 ekor mencit bertumor yang diberi pakan standar dan
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4
kapas dalam tabung bejana, mencit dimasukan dalam bejana yang bagian atasnya
atas Styrofoam dan difiksasi dengan jarum pentul pada kedua kaki dan tangan.
: (Cox, 2003).
R = P x L2 x 0,52
Keterangan :
P = Panjang (mm)
L = Lebar (mm)
3.6.1. Tempat
minggu untuk induksi DMBA dan TPA. Tempat pengukuran volume tumor kulit
Agung Semarang.
34
3.6.2. Waktu
dilakukan uji normalitas data dengan menggunakan uji Shapiro Wilks, dan uji
homogenitas varian data dengan menggunakan uji Levene test. Didapatkan hasil
distribusi data tidak normal dan varian data homogen dilanjutkan untukuji
hipotesis dengan uji Kruskal wallis dilanjutkan dengan uji mann whitney untuk
Randomisasi
Terminasi
99
Pemeriksaan makroskopis volume tumor kulit
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, A., Lichtman, A.H., Pober, J.S., Cellular and Molecular Immunology. 5th
ed. Philadelphia: Elsevier-Saunders; 2005. p. 4-15,22-3,65-80,81-103,182-
7,247-53,258-9,266,268-9,279-80,290-5.
Brown, Graham, 2005, Lecture notes Dermatology Ed: 8, Erlangga Jakarta. 219-
232
Claudio, G, Beatrice, S., Rosaria, V., Carmela, S., Massimo D’Archivio, and
Roberta, M, 2007, Apoptosis in Cancer and Atherosclerosis: Polyphenol
Activities, Ann 1st Super Sanita, Vol.43, No.4, 406 – 416
Cox, C., Merajver, SD., Yoo,S., Dick, RD., Brewer, GJ., Lee, J., Teknos, TN.
2003. Inhibition of the growth of squamous cell carcinoma by
tetrathiomolybdate-induced copper suppression in a murine model.
Dalam : http://archotol.ama-assn.org/cgi/content/abstract/129/7/.
Dikutip tanggal 28 maret 2011
Engida, A.M., Kasim, N.S., Tsigie, Y.A., Ismadji, S., Huynh, L.H., Ju, Y.H. 2013.
Extraction, identification and quantitative HPLC analysis of flavonoids
from sarangsemut (Myrmecodia pendens). Ind. Crops Products 41: 392-
396.
Freedland SJ, 2009, Obese men have higher-grade and larger tumors: an analysis
of the duke prostate center database, Prostate Cancer and Prostatic
Diseases, vol 12, 259-263
36
37
Kasmanto, 2010, Efek Sari Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.) Terhadap
Kadar Interleukin 22 Pada Mencit Model Kanker Kolorektal, FK
Maranatha, Jakarta, hal. 2
Kumar V., Abbas, Fausto AK. Pathologic basis of disease 7th ed.
Philadelphia:Pennsylvania. Elsevier Saunders; 2005. p 26-32, 89-91,812-
13, 880-881, 956-59, 1129-38.
Kumar, V., Cotran, RS., Robbins,SL., 2007, Buku Ajar Patologi, Vol. 2, Penerbit
Buku kedokteran EGC, Jakarta, 794-796
Muhammad, 2011, Sarang Semut dan Buah Merah Pembasmi Raga Penyakit
Ganas, Laksana, Yogyakarta H: 10-108
Nam, S., Smith, D.M., Dou, Q.P., 2001, Tannic Acid Potently Inhibits Tumor Cell
Proteosome Activity Increase p27 and Bax Expression, and Induces G1
Arrest and Apoptosis, Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention
10: 1083-1088.
Prochazkova, D., Bousova, I., Wilhelhelmova, N., 2011. Antioxidant and
prooxidantproperties of flavonoids. Fitoterapia 82: 513–523.
Putra, A., 2012, Molekuler Onkogenesis, Ed. I, Unissula Press, Semarang, 107-
119
38
Rastogi, R.P., Richa., Sinha., R.P., 2009, Apoptosis: Molecular Mechanisms and
Pathogenicity, EXCLI Journal 8: 155-181.
Ren, W., Qiao, Z., Wang, H., Zhu L., Zhang, L., 2003, Flavonoids: Promising
AnticancerAgents,Medicinal research Reviews, 23(4) : 519- 534.
Sarjadi, 2000, Patologi Umum dan Sistematik. 2nd ed. vol 2. Jakarta : EGC.24-37
Soeksmanto, A., Subroto, M.A., Wijaya, H., Simanjuntak, P., 2010, Anticancer
Activity test for Extract of Sarang Semut Plant( Myrmecodya Pendens)
to HeLa and MCM-B2 Cells, Pakistan Journal of Biological Science
13(3): 148-151.
Subroto, M.A., Saputro, H.. 2006. Gempur Penyakit Dengan Sarang Semut.
Penebar Swadaya : Jakarta. 15-16