Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

BRONKOPNEUMONIA DIRUANG POLI ANAK DI RSUD ULIN


BANJARMASIN

OLEH :
HERYANTO IQBAL
113063J118025

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN
BANJARMASIN
2019
A. ANATOMI & FISIOLOGI ANAK
1. Pengertian Anak
Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan
perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa
pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia
bermain/toddler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah (5-11 tahun)
hingga remaja (11-18 tahun). Rentang ini berada antara anak satu dengan yang lain
mengingat latar belakang anak berbeda. Pada anak terdapat rentang perubahan
pertumbuhan dan perkembangan yaitu rentang cepat dan lambat. Dalam proses
perkembangan anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola koping dan
perilaku sosial. Ciri fisik adalah semua anak tidak mungkin pertumbuhan fisik yang
sama akan tetapi mempunyai perbedaan dan pertumbuhannya. Demikian juga
halnya perkembangan kognitif juga mengalami perkembangan yang tidak sama.
Adakalanya anak dengan perkembangan kognitif yang lambat. Hal tersebut juga
dapat dipengaruhi oleh latar belakang anak. Perkembangan konsep diri ini sudah
ada sejak bayi, akan tetapi belum terbentuk secara sempurna dan akan mengalami
perkembangan seiring dengan pertambahan usia pada anak.
Demikian juga pola koping yang dimiliki anak hampir sama dengan konsep
diri yang dimiliki anak. Bahwa pola koping pada anak juga sudah terbentuk mulai
bayi, hal ini dapat kita lihat pada saat bayi menangis. Salah satu pola koping yang
dimiliki anak adalah menangis seperti bagaimanana anak lapar, tidak sesuai dengan
keinginannya, dan lain sebagainya. Kemudian perilaku sosial pada anak juga
mengalami perkembangan yang terbentuk mulai bayi. Pada masa bayi perilaku
sosial pada anak sudah dapat dilihat seperti bagaimana anak mau diajak orang lain,
dengan orang banyak dengan menunjukkan keceriaan. Hal tersebut sudah mulai
menunjukkan terbentuknya perilaku sosial yang seiring dengan perkembangan usia.
Perubahan perilaku sosial juga dapat berubah sesuai dengan lingkungan yang ada,
seperti bagaimana anak sudah mau bermain dengan kelompoknya yaitu anak-anak
(Hidayat, 2005).
Anak adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun
termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak merupakan individu yang
masih bergantung pada orang dewasa dan lingkungan, artinya membutuhkan
lingkungan yang dapat memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dan
untuk belajar mandiri (Supartini, 2012).

2. Konsep tumbuh kembang Anak


Istilah tumbuh kembang mencakup dua peristiwa yang berbeda sifatnya.
Namun, peristiwa itu saling berkaitan dan sulit untuk dipisahkan, yaitu
pertumbuhan dan perkembangan (Soetjiningsih, 2005).
Pertumbuhan (growth), merupakan masalah perubahan dalam besar, jumlah,
ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang dapat diukur dengan
ukuran berat (gram, pound, kilo). Ukuran panjang dengan cm atau meter, umur
tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh).
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan
fungsi tubuh yang lebih komplek dalam pola yang teratur sebagai hasil dari proses
pematangan.
1. Teori terkait tumbuh kembang
a. Freud (1856-1929)
Menurut Freud, memperkenalkan sejumlah konsep-konsep tentang
pikiran alam bawah sadar, mekanisme pertahanan diri, serta ide, ego, dan
superego. Berdasarkan teori perkembangan psikoseksual Freud, kepribadian
berkembang dalam lima tahap yang tumbang tindih dari lahir hingga
dewasa. Lokasi penekanan libido dari satu tahap perkembangan ketahap
perkembangan lain. Oleh sebab itu, area tubuh tertentu memiliki kemaknaan
khusus bagi individu ditahap tertentu. Jika individu tidak mencapai
perkembangan yang memuaskan pada satu tahap, kepribadian akan
terfiksasi pada tahap tersebut. Fiksasi adalah imobilisasi atau
ketidakmampuan kepribadian untuk beralih ketahap berikutnya yang
disebabkan oleh kecemasan.
b. Erick H. Erickson (1963)
Kehidupan sebagai rangkaian tingkat pencapaian. Setiap tahap
mengindikasikan tugas yang harus diselesaikan. Tugas dapat diselesaikan
seluruhnya, sebagaian, atau malah gagal diselesaikan. Erickson
menekankan bahwa manusia harus berubah dan menyesuaikan perilaku
mereka guna mempertahankan kontrol terhadap hidup mereka. Dalam
perkembangannya, tidak ada satu pun tahap didalam perkembangan
kepribadian yang dapat dilewatkan, tetapi dalam kondisi cemas atau stres,
individu dapat terfiksasi pada tahap perkembangannya tertentu atau
mundur ketahap perkembangan sebelumnya.
c. Piaget (1952)
Perkembangan kognitif merujuk pada cara manusia dalam belajar
berpikir, menalar, dan menggunakan bahasa. Perkembangan tersebut
melibatkan kecerdasan, kemampuan persepsi, dan kemampuan memproses
informasi yang dimiliki oleh individu. Perkembangan kognitif
menggambarkan peningkatan kemampuan mental dari pikiran yang tidak
logis menjadi pemikir logis, dari pemecahan masalah sederhana menjadi
pemecahan masalah komplek, dan dari pemahaman ide konkrit menjadi
pemahaman konsep abstrak.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang Anak


Faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang menurut Rohmah (2009)
secara umum ada 2 faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah herediter dan
faktor lingkungan.
1. Faktor herediter
Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil hasil
proses tumbuh kembang anak. Melalui instruksi genetik yang terkandung dalam
sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan kuantitas
pertumbuhan. Termasuk faktor genetik antara lain adalah berbagai faktor
bawaan yang normal dan patologik, jenis kelamin, suku atau bangsa.
2. Posisi anak pada keluarga
Posisi anak sebagai anak tunggal, anak sulung, anak tengah, anak
bungsu akan mempengaruhi pola anak tersebut diasuh dan dididik dalam
keluarga. Anak tunggal tidak mempunyai teman bicara atau beraktivitas kecuali
dengan orang tuanya. Oleh karena itu, kemampuan intelektual anak tunggal
anak akan dapat lebih cepat berkembang dan mengembangkan harga diri yang
positif karena terus-menerus berinteraksi dengan orang dewasa, yaitu orang
tuanya dan mendapat stimulasi secara psikososial. Akan tetapi, mereka akan
lebih bergantung dan kurang mandiri. Perkembangan motorik lebih lambat
karena tidak ada stimulasi untuk melakukan aktivitas fisik yang biasanya
dilakukan oleh saudara kandungnya.
3. Faktor lingkungan
Menurut Putra, dkk (2014), terdapat faktor lingkungan internal yang
mempengaruhi tumbuh kembang anak, adalah sebagai berikut :
a. Intelegensi
Kecerdasan anak dimiliki sejak ia dilahirkan. Anak yang dilahirkan
dengan tingkat kecerdasan yang rendah tidak akan mencapai prestasi yang
cemerlang walaupun stimulus yang diberikan lingkungan demikian tinggi.
Sementara anak yang dilahirkan dengan tingkat kecerdasan tinggi dapat
didorong oleh stimulus lingkungan untuk berprestasi secara cemerlang.
b. Hormon
Hormon-hormon yang berpengaruh terhadap tumbuh 2 kembang
antara lain : growth hormone, tiroid, hormone seks, insulin, IGFs (Insulin
Like Growth Factors), dan hormon yang dihasilkan kelenjar adrenal.
c. Emosi
Pendidikan dalam keluarga sangat berpengaruh pada tumbuh
kembang anak. Sebagian besar waktu anak dihabiskan dalam keluarga, apa
yang anak rasakan dan apa yang anak lihat akan menjadi model yang dapat
ia tiru dalam berperilaku sehari-hari. Cara anak berinteraksi dalam anak
akan mempengaruhi anak berinteraksi di luar rumah. Hubungan yang
hangat dengan ayah, ibu, saudara akan berpengaruh terhadap hubungan
dengan teman sebaya. Apabila kebutuhan emosi anak tidak terpenuhi dalam
tahap perkembangannya akan berpengaruh pada perkembangan selanjutnya.
Putra, dkk (2014), terdapat juga faktor lingkungan eksternal yang
mempengaruhi tumbuh kembang anak, adalah sebagai berikut :
a. Budaya lingkungan (mempengaruhi tingkah laku dan pola pemeliharaan
anak).
b. Nutrisi baik kuantitas maupun kualitas.
c. Penyimpangan dari keadaan sehat (sakit atau kecelakaan).
d. Olahraga (mempengaruhi sirkulasi dan menstimulasi perkembangan otak).
e. Urutan posisi anak dalam keluarga.
f. Status sosial dan ekonomi keluarga.
g. Iklim atau cuaca.

4. Periode perkembangan Anak


NO PERIODE SUB PERIODE WAKTU
1 Pranatal a. Embrio Konsepsi-8 minggu
b. Fetus Fetus muda (8-28
minggu)
Fetus tua (28 minggu-
lahir)
2 Post natal a. Lahir-28 minggu
b. 1-12 bulan
3 Awal masa anak a. Neonatal a. 1-3 tahun
b. Bayi b. 3-6 tahun
4 Pertengahan a. Toddler 6-12 tahun
masa anak b. Pra sekolah
5 Akhir masa anak Usia sekolah a. Perempuan 10-11
tahun
a. Pubertas b. Laki-laki 12-13 tahun
a. Perempuan 13-18
tahun
b. Laki-laki 14-19 tahun
a. Rata-rata 12-17 tahun
b. Adolesent

5. Arah Pertumbuhan dan perkembangan


1. Directional Trend
a. Cephalocaudal/head to toe (mengangkat kepala dulu kemudian dada dan
diakhiri ekstremitas bagian bawah). Kemudian dada dan di akhiri
ekstremitas bagian bawah).
b. Proximodistall from the center outward (menggerakkan anggota gerak yang
paling dekat dengan jantung pusat tubuh kemudian pada anggota yang jauh,
contohnya menggerakkan bahu dulu baru jari-jari).
c. Mass to spesifik/simple to complex (dari kemampuan yang sederhana dulu
baru kemampuan yang kompleks, contoh melambaikan tangan dulu baru
memainkan jari).
B. ANATOMI SISTEM PERNAPASAN

Gambar 1. Anatomi Saluran Pernapasan (Syaifuddin, 2012)

Organ pernafasan berguna bagi transgportasi gas-gas dimana organ-organ


pernafasan tersebut dibedakan menjadi bagian dimana udara mengalir yaitu rongga
hidung, pharynx, larynx, trakhea, dan bagian paru-paru yang berfungsi melakukan
pertukaran gas-gas antara udara dan darah.
A. Saluran nafas bagian atas, terdiri dari:
1. Hidung yang menghubungkan lubang-lubang sinus udara paraanalis yang masuk
kedalam rongga hidung dan juga lubang-lubang naso lakrimal yang menyalurkan
air mata kedalam bagian bawah rongga nasalis kedalam hidung
2. Parynx (tekak) adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tenggorokan sampai
persambungannya dengan esophagus pada ketinggian tulang rawan krikid maka
letaknya di belakang hidung (naso farynx), dibelakang mulut(oro larynx), dan
dibelakang farinx (farinx laryngeal)
B. Saluran pernafasan bagian bawah terdiri dari :
1. Larynx (Tenggorokan) terletak di depan bagian terendah pharnyx yang
memisahkan dari kolumna vertebra, berjalan dari farine-farine sampai ketinggian
vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya.
2. Trachea (Batang tenggorokan) yang kurang lebih 9 cm panjangnya trachea
berjalan dari larynx sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis ke lima dan
ditempat ini bercabang menjadi dua bronchus (bronchi).
3. Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira
vertebralis torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea yang
dilapisi oleh jenis sel yang sama. Cabang utama bronchus kanan dan kiri tidak
simetris. Bronchus kanan lebih pendek, lebih besar dan merupakan lanjutan
trachea dengan sudut lancip. Keanehan anatomis ini mempunyai makna klinis
yang penting.Tabung endotracheal terletak sedemikian rupa sehingga terbentuk
saluran udara paten yang mudah masuk kedalam cabang bronchus kanan. Kalau
udara salah jalan, maka tidak dapat masuk kedalam paru-paru akan kolaps
(atelektasis).Tapi arah bronchus kanan yang hampir vertical maka lebih mudah
memasukkan kateter untuk melakukan penghisapan yang dalam. Juga benda asing
yang terhirup lebih mudah tersangkut dalam percabangan bronchus kanan ke
arahnya vertikal.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang-cabang lagi menjadi
segmen lobus, kemudian menjadi segmen bronchus. Percabangan ini terus
menerus sampai cabang terkecil yang dinamakan bronchioles terminalis yang
merupakan cabang saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveolus.
Bronchiolus terminal kurang lebih bergaris tengah 1 mm. Bronchiolus tidak
diperkuat oleh cincin tulang rawan, tetapi di kelilingi oleh otot polos sehingga
ukurannya dapat berubah, semua saluran udara dibawah bronchiolus terminalis
disebut saluran pengantar udara karena fungsi utamanya dalah sebagai pengantar
udara ketempat pertukaran gas paru-paru. Di luar bronchiolus terminalis terdapat
asinus yang merupakan unit fungsional paru-paru, tempat pertukaran gas. Duktus
alveolaris yang seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan sakus alveolaris terminalis
merupakan struktur akhir paru-paru.
4. Paru merupakan organ elastik berbentuk kerucut yang terletak dalam rongga
toraks atau dada. Kedua paru-paru saling terpisah oleh mediastinum central yang
mengandung jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar. Setiap paru
mempunyai apeks (bagian atas paru) dan dasar. Pembuluh darah paru dan
bronchial, bronkus, saraf dan pembuluh limfe memasuuki tiap paru pada bagian
hilus dan membentuk akar paru. Paru kanan lebih banyak daripada kiri, paru
kanan dibagi menjadi tiga lobus dan paru kiri dibagi menjadi dua lobus. Lobus-
lobus tersebut dibagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen
bronchusnya. Paru kanan mempunyai 3 buah segmen pada lobus inferior, 2 buah
segmen pada lobus medialis, 5 buah pada lobus superior kiri. Paru kiri
mempunyai 5 buah segmen pada lobus inferior dan 5 buah segmen pada lobus
superior.Tiap-tiap segmen masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang
bernama lobulus. Didalam lobulus, bronkhiolus ini bercabang- cabang banyak
sekali, cabang ini disebut duktus alveolus.Tiap duktus alveolus berakhir pada
alveolus yang diameternya antara 0,2- 0,3 mm. Letak paru di rongga dada
dibungkus oleh selaput tipis yang bernama selaput pleura.
Pleura dibagi menjadi dua: 1) pleura visceral (selaput dada pembungkus) yaitu
selaput paru yang langsung membungkus paru; 2) pleura parietal yaitu selaput
yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara kedua pleura ini terdapat rongga
(kavum) yang disebut kavum pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini
vakum (hampa udara)sehingga paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat
sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaannya (pleura),
menghindarkan gesekan antara paru dan dinding sewaktu ada gerakan bernafas.
Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, sehingga
mencegah kolpas paru kalau terserang penyakit, pleura mengalami peradangan,
atau udara atau cairan masuk ke dalam rongga pleura, menyebabkan paru tertekan
atau kolaps.

C. DEFINISI BRONKOPNEUMONIA
Bronkopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola
penyebaran bercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi
dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya (Smeltzer & Suzanne
C,2002).
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang disebabkan
oelh bakteri, virus, jamur, atau benda asing dengan manifestasi klinis panas yang
tinggi, gelisah, dispnea, napas cepat dan dangkal, muntah, diare, serta btuk kering
dan produktif (Hidayat, 2008)
Bronkopnemonia disebut juga pneumonia lobularis, yaitu peradangan
parenkim paru yang melibatkan bronkus /bronkiolus yang berupa distribusi bercak-
bercak (patchy distribution. Konsolidasi bercak ini biasanya berpusat di sekitar
bronkus yang mengalami peradangan multifocal atau bilateral (Putri, 2010).
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang meluas
sampai bronkioli atau dengan kata lain peradangan terjadi pada jaringan paru
melalui cara penyebaran langsung dari saluran pernapasan atau hematogen sampai
ke bronkus )Sujono dan Sukarmin 2009 dalam Rufaedah 2010).
Bronkopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang merupakan
inflamasi akut pada parenkim paru yang dimulai pada ujung bronkiolus dan
mengenai ,lobuslus terdekat (Muscari, 2005).
Bronkopneumonia merupakan infeksi bacterial atau varial yang disebbakan
baik mikroorganisme gram-positif ataupun gram-negatif yang ditandai dengan
bercak-bercak konsolidasi eksudatif pada parenkim paru (Mitchell et al, 2009).
Bronkopneumonia adalah suatu peradangan paru yang biasanya menyerang di
bronkeoli terminal. Bronkopneumonia termasuk jenis infeksi paru yang disebabkan
agen infeksius dan terdapat pada daerah bronkus dan sekitar alveoli (Nurarif dan
Kusuma, 2013).
Jadi bronkopneumonia adalah salah satu jenis infeksi atau inflamasi pada
paru (pneumonia) yang meluas ke daerah bronkus dan disebabkan oleh bakteri atau
virus.
D. ETIOLOGI
Menurut perantaranya, bronkopneumonia dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai
berikut :
1. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram
posifif seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus
pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti Haemophilus influenza, klebsiella
pneumonia dan P. Aeruginosa.
2. Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet.
Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia
virus.
3. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui
penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada
kotoran burung, tanah serta kompos.
4. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya
menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi. (Reeves, 2001).
Bronkopneumonia dapat juga dikatakan sebagai suatu peradangan pada
parenkim paru yang disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur. Penyebab paling sering
adalah stafilokokus, streptococcus, H. influenza, Proteus sp dan pseudomonas
aeruginosa (Putri, 2011).

E. MANIFESTASI KLINIS
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktusrespiratoris bagian
atas selama beberapa hari suhu tubuh naik sangat mendadak sampai 39-40 derajat
celcius dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah,
dispenia pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung serta
sianosis sekitar hidung dan mulut, kadang juga disertai muntah dan diare. Batuk
biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit tapi setelah beberapa hari mula-
mula kering kemudian menjadi produktif.
Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik
tetapi dengan adanya nafs dangkal dan cepat, pernafasan cuping hidung dan sianosis
sekitar hidung dan mulut dapat diduga adanya pneumonia. Hasil pemeriksaan fisik
tergantung luas daerah auskultasi yang terkena, pada perkusi sering tidak ditemukan
kelainan dan pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronchi basah nyaring halus
dan sedang. (Ngastiyah, 2005).
1. Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan
a. Nyeri pleuritik
b. Nafas dangkal dan mendengkur
c. Takipnea
2. Bunyi nafas di atas area yang menglami konsolidasi
a. Mengecil, kemudian menjadi hilang
b. Krekels, ronki,
3. Gerakan dada tidak simetris
4. Menggigil dan demam 38,8 ° C sampai 41,1°C, delirium
5. Diafoesis
6. Anoreksia
7. Malaise
8. Batuk kental, produktif Sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi
kemerahan atau berkarat
9. Gelisah
10. Sianosis Area sirkumoral, dasar kuku kebiruan
11. Masalah-masalah psikososial : disorientasi, ansietas, takut mati

F. PATOFISIOLOGI
Kuman penyebab bronchopneumonia masuk ke dalam jaringan paru-paru
melaui saluran pernafasan atas ke bronchiolus, kemudian kuman masuk ke dalam
alveolus ke alveolus lainnya melalui poros kohn, sehingga terjadi peradangan pada
dinding bronchus atau bronchiolus dan alveolus sekitarnya.
Kemudian proses radang ini selalu dimulai pada hilus paru yang menyebar
secara progresif ke perifer sampai seluruh lobus. Dimana proses peradangan ini dapat
dibagi dalam empat (4) tahap, antara lain :
1. Stadium Kongesti (4 – 12 jam)
Dimana lobus yang meradang tampak warna kemerahan, membengkak, pada
perabaan banyak mengandung cairan, pada irisan keluar cairan kemerahan
(eksudat masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah yang berdilatasi)
2. Stadium Hepatisasi (48 jam berikutnya)
Dimana lobus paru tampak lebih padat dan bergranuler karena sel darah merah
fibrinosa, lecocit polimorfomuklear mengisi alveoli (pleura yang berdekatan
mengandung eksudat fibrinosa kekuningan).
3. Stadium Hepatisasi Kelabu (3 – 8 hari)
Dimana paru-paru menjadi kelabu karena lecocit dan fibrinosa terjadi konsolidasi
di dalam alveolus yang terserang dan eksudat yang ada pada pleura masih ada
bahkan dapat berubah menjadi pus.
4. Stadium Resolusi (7 – 11 hari)
Dimana eksudat lisis dan reabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan
kembali pada struktur semua (Sylvia Anderson Pearce, 1995 dalam putri 2011).
Menurut Muscari (2005) Bronkopneumonia berasal dari pneumonia yang
meluas peradangannya sampai ke bronkus. Bronkopneumonia biasanya diawali
dengan infeksi ringan pada saluran pernapasan atas, seiring dengan perjalanan
penyakit maka hal itu akan menyebabkan peradangan parenkim.
G. Pathway
Jamur, virus, bakteri, protozoa

- Penderita yang dirawat di RS


- Penderita yang mengalami supresi
sistem pertahanan tubuh
- Kontaminasi peralatan RS
Saluran pernapasan atas

Kuman berlebih di bronkus Kuman masuk melalui Stimulasi leukosit oleh Penge- Naiknya
peredaran darah pirogen eksogen luaran termo-
Pelepasan histamin (bakteri/virus/jamur) pirogen stat
Kuman terbawa di saluran cerna endogen Hipertermia
Peningkatan peristaltic (36,4-37,50 C)
Proses peradangan
Usus  Malabsorbsi
Rangsangan pada mukosa untuk memproduksi mukus Peningkatan flora normal dalam usus
Peningkatan metabolisme
Diare
Akumulasi secret di bronkus
Mucus bronkus meningkat Kehilangan cairan aktif
Ketidakefektifan bersihan
jalan napas Bau mulut tidak sedap Infeksi saluran
Resiko kekurangan volume cairan
Suara napas tambahan (+) pernapasan bawah
Anoreksia
(Ronkhi, crackles.)
Intake kurang

Eksudat plasma masuk Dilatasi pembuluh darah


Ketidakseimbangan nutrisi alveoli Gangguan pertukaran gas
kurang dari kebutuhan tubuh
Gangguan difusi dalam plasma PaO2 pada bayi: 45-95 mmHg
PaCO2 normal pada bayi : 27-40 mmHg
Edema paru Iritan PMN eritrosit pecah
Edema antara kapiler dan alveoli

Pergeseran dinding paru Penurunan capiliance paru

Suplai O2 menurun

Hiperventilasi Hipoksia

Dispneu Metabolic anaerob meningkat

H. KOMPLIKASI
Retraksi dada/ napas cuping hidung Akumulasi asam laktat

1. Otitis media akut (OMA) terjadi jika tidak diobati maka sputum yang berlebihan
Ketidakefektifan pola napas Fatique
akan
RR normalmasuk kedalam
: 40-60 x/menit tuba eusthacii sehingga menghalangi masulnya udara
ketelinga tengah dan mengakibatkan hampa udara kemudian gendang telinga
Intoleransi aktivitas
(Nurarif dan Hardhi, 2013)
akan tertarik kedalam timfus efusi (Asih, 2010).
2. Atelectasis terjadi akibat penyumbatan saluran udara pada bronkus atau
bronkiolus sehingga menyebabkan alveolus kurang berkembang atau bahkan
tidak berkembang dan akhirnya kolaps (Asih, 2010).
3. Meningitis disebabkan oleh baakteri yang sama dengan pneumonia. Pada
pneumonia bakteri masuk kesaluran nafas bagian bawah dan dapat menyerang
pembuluh darah dan masuk keotak sehingga menyebabkan radang selaput otak
(Prijanto, 2010).
4. Abses paru, pada pneumonia yang memberat akan menjadi abses paru dan
seringnya pada pneumonia aspirasi yang disebabkan oleh mikoroorganisme
anaerob (Prijanto, 2010).
5. Gagal nafas terjadi karena berkurangnya valume paru secara fungsional karena
proses inflamasi akan mengganggu proses difusi dan akan menyebabkan
gangguan pertukaran gas yang akan menyebabkan hipoksia. Pada keadaan berat
bisa terja gagal nafas (Prijanto, 2010).
Prognosis pneumonia : Prognosis baik jika cepat diobati atau cepat diberi
antibiotic yang tepat. Namun prognosisinya akan buruk jika terdapar leukopenia
(Kumar, 2010).

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Nurarif dan Hardhi (2013), untuk dapat menegakkan diagnosa
keperawatan dapat dilakukan pemeriksaan :
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
b. Pemeriksaan sputum
c. Analisa gas darah
d. Kultur darah
e. Sampel darah, sputum dan urin
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Rontgen Thorax
b. Laringoskopi/ bronkoskopi
Sedangkan menurut Muscari (2005), temuan yang sering muncul pada saat
pemeriksaan diagnostik dan laboratorium antara lain sebagai berikut :
1. Foto sinar-x dada akan menunjukkan infiltrasi difus atau bercak, konsolidasi,
infiltrasi menyebar luas atau bercak berkabut, bergantung jenis pneumonia.
2. HDL dapat menunjukkan peningkatan SDP.
3. Kultur darah, pewarnaan Gram, dan kultur sputum dapat menentukan organisme
penyebab.
4. Titer antistreptolisin-O (ASO) positif merupakan pemeriksaan diagnostik
pneumonia streptokokus.

J. COLABORATIVE CARE MANAGEMENT


A. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan menurut Mansjoer (2000) :
1. Oksigen 1-2 liter per menit
2. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makan eksternal bertahap melaui
selang nasogastrik dengan feeding drip
3. Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan
beta agonis untuk transport muskusilier
4. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa elektrolit.

B. Penatalaksanaan Keperawatan
Sedangkan penatalaksanaan umum keperawatan pada klien bronkopneumonia
adalah sebagai berikut menurut Hidayat (2008):
1. Latihan batuk efektif atau fisioterapi paru
2. Pemberian oksigenasi yang adekuat
3. Pemenuhan dan mempertahankan kebutuhan cairan
4. Pemberian nutrisi yang adekuat
5. Penatalaksanaan medis dengan medikasi, apabila ringan tidak perllu antibiotic.
Tetapi, apabila penyakit masuk stadium berat klien harus dirawat inap. Makah al
yang perlu diperhatikan adalah pemilihan antibiotic berdasarkan usia, keadaan
umum, dan kemungkinan penyebab. Antibiotic yang mungkin diberikan adalah
penosolin prokain dan kloramfenikol atau kombinasi ampisilin dan kloksasilin
atau eritromisin dan kloramfenikol dan sejenisnya.

K. PENGKAJIAN / PEMERIKSAAN FOKUS


Pengkajian fokus
a. Demografi meliputi : nama, umur, jenis kelamin, dan pekerjaan.
b. Keluhan utama
Saat dikaji biasanya penderita bronchopneumonia akan mengeluh sesak nafas,
disertai batuk ada secret tidak bisa keluar.
c. Riwayat penyakit sekarang
Penyakit bronchitis mulai dirasakan saat penderita mengalami batuk menetap
dengan produksi sputum setiap hari terutama pada saat bangun pagi selama
minimum 3 bulan berturut turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun produksi sputum
(hijau, putih/kuning) dan banyak sekali.
Penderita biasanya menggunakan otot bantu pernfasan, dada terlihat hiperinflasi
dengan peninggian diameter AP, bunyi nafas krekels, warna kulit pucat dengan
sianosis bibir, dasar kuku.
d. Riwayat penyakit dahulu
Biasanya penderita bronchopneumonia sebelumnya belum pernah menderita
kasus yang sama tetapi mereka mempunyai riwayat penyakit yang dapat memicu
terjadinya bronchopneumonia yaitu riwayat merokok, terpaan polusi kima dalam
jangka panjang misalnya debu/ asap.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya penyakit bronchopneumonia dalam keluarga bukan merupakan faktor
keturunan tetapi kebiasaan atau pola hidup yang tidak sehat seperti merokok.
f. Pola pengkajian
2) Pernafasan
Gejala : Nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan batuk menetap dengan
produksi sputum setiap hari ( terutama pada saat bangun) selama minimum 3
bulan berturut- turut) tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (Hijau,
putih/ kuning) dan banyak sekali. Riwayat pneumonia berulang, biasanya
terpajanpada polusi kimia/ iritan pernafasan dalam jangka panjang (misalnya
rokok sigaret), debu/ asap (misalnya : asbes debu, batubara, room katun,
serbuk gergaji) Pengunaaan oksigen pada malam hari atau terus menerus.
Tanda : Lebih memilih posisi tiga titik ( tripot) untuk bernafas,
penggunaan otot bantu pernafasan ( misalnya : meninggikan bahu,
retraksi supra klatikula, melebarkan hidung)
Dada : Dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP
( bentuk barel), gerakan difragma minimal.
Bunyi : crackels lembab, kasar
Warna : Pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku abu- abu keseluruhan.
3) Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan ekstremitas bawah
Tanda : Peningkatan tekanan darah. Peningkatan frekuensi jantung /
takikardi berat, disritmia Distensi vena leher (penyakit berat) edema
dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung.
Bunyi jantung redup ( yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP
dada).
Warna kulit / membrane mukosa : normal atau abu-abu/ sianosis perifer. Pucat
dapat menunjukan anemia.
4) Makanan / cairan
Gejala : Mual / muntah
Nafsu makan buruk / anoreksia ( emfisema)
Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan
Tanda : Turgor kulit buruk
Berkeringat
Palpitasi abdominal dapat menyebabkan hepatomegali.
5) Aktifitas / istirahat
Gejala : Keletihan, keletihan, malaise, Ketidakmampuan melakukan
aktifitas sehari- hari karena sulit bernafas. Ketidakmampuan untuk
tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi . Dispnea pada saat
istirahat atau respon terhadap aktifitas atau istirahat
Tanda : Keletihan, Gelisah/ insomnia, Kelemahan umum / kehilangan
masa otot
6) Integritas ego
Gejala : Peningkatan faktor resiko
Tanda : Perubahan pola hidup, Ansietas, ketakutan, peka rangsang
7) Hygiene
Gejala : Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan melakukan
aktifitas sehari- hari
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
8) Keamanan
Gejala : riwayat alergi atau sensitive terhadap zat / factor lingkungan. Adanya infeksi
berulang.

L. RENCANA KEPERAWATAN
Dx. Tujuan dan
No Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
1. Ketidakefektifan NOC NIC
bersihan jalan Respiratory status : Airway suction (3160)
napas b.d mucus Ventilation (0403) 1. Pastikan kebutuhan
dalam jumlah Respiratory status : Airway oral/tracheal suctioning
berlebihan patency (0410) 2. Auskultasi suara napas
Kriteria hasil : sebelum dan sesudah
1. Mendemonstrasikan batuk suctioning
efektif dan suara napas 3. Informasikan kepada klien
yang bersih, tidak ada dan keluarga tentang
sianosis dan dispneu suctioning
(mampu mengeluarkan 4. Minta klien napas dalam
sputum, mampu bernapas sebelum melakukan
dengan mudah, tidak ada suctioning
pursed lip) 5. Berikan O2 dengan
2. Menunjukkan jalan napas menggunakan nasal
yang paten (Klien tidak 6. Anjurkan pasien untuk
merasa tercekik, irama istirahat dan napas dalam
napas, frekuensi setelah kateter dikeluarkan
pernapasan dalam rentang dari nasotrakeal
normal, tidak ada suara 7. Monitor status oksigen
napas abnormal) pasien
3. Mampu mengidentifikasi 8. Anjurkan keluarga
dan mencegah factor yang bagaimana melakukan
dapat menghambat jalan suction
napas. 9. Hentikan suction dan berikan
oksigen apabila psien
menunjukkan bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll
Airway Management (3140)
1. Buka jalan napas
menggunakan teknik lift atau
jaw thrust bila perlu.
2. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan napas
buatan.
4. Lakukan fisioterapi dada bila
perlu.
5. Keluarkan secret dengan
batuk atau suction
6. Auskultasi suara napas, catat
adanya suara tambahan.
7. Berikan bronkodilator bila
perlu
8. Atur intake cairan untuk
mengoptimalkan
keseimbangan.
9. Monitor respirasi dan status
O2
2. Gangguan NOC NIC
pertukaran gas b.d Respiratory status : Gas Airway Management (3140)
ventilasi-perfusi. Exchange (0402) 1. Buka jalan napas
Respiratory status : menggunakan teknik lift atau
ventilation(0403) jaw thrust bila perlu.
Vital sign status (0802) 6. Posisikan pasien untuk
Kriteria hasil : memaksimalkan ventilasi
1. Klien mampu 7. Identifikasi pasien perlunya
mendemonstrasikan pemasangan alat jalan napas
peningkatan ventilasi dan buatan.
oksigenasi yang adekuat 8. Lakukan fisioterapi dada bila
2. Memelihara kebersihan perlu.
paru-paru dan bebas dari 9. Keluarkan secret dengan
tanda-tanda distress batuk atau suction
pernapasan 10. Auskultasi suara napas, catat
3. Mendemonstrasikan batuk adanya suara tambahan.
efektif dan suara napas 11. Berikan bronkodilator bila
yang bersih, tidak ada perlu
sianosis dan dispneu 12. Atur intake cairan untuk
(mampu mengeluarkan mengoptimalkan
sputum, mampu bernapas keseimbangan.
dengan mudah, tidak ada 13. Monitor respirasi dan status
pursed lip) O2
4. Tanda-tanda vital dalam Respiratory Monitoring (3350)
rentang normal 1. Monitor rata-rata kedalaman,
irama dan usaha respirasi.
2. Catat pergerakan dada, amati
kesimetrisan, penggunana
otot tambahan, retraksi otot
subklavikular dan
interkostal.
3. Monitor suara napas seperti
dengkur
4. Monitor pula pola napas
bradipneu, takipneu,
hiperventilasi,cheyne stoke
5. Monitor otot diafragma
(gerakan paradoksis)
6. Auskultasi suara napas, catat
area penurunan/ tidak adanya
ventilasi dan suara tambahan.
7. Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi
crackels dan ronkhi pada
jalan napas.
8. Auskultasi suara paru untuk
mengetashui hasil tindakan

3. Intoleransi NOC NIC


aktivitas b.d Energy conservation (0002) Activity therapy (4310)
ketidakseimbanga Activity tolerance (0005) 1. Kolaborasikan dengan tenaga
n antara suplai Self care: ADLs (0300) rehabilitasi medik dengan
dan kebutuhan Kriteria hasil : merencanakan program yang
oksigen 1. Berpartisipasi dalam tepat.
aktivitas fisik tanpa 2. Bantu klien untuk
disertai peningkatan mengidentifikasi aktivitas
tekanan darah, nadi dan yang mampu dilakukan.
RR 3. Bantu memilih aktivitas yang
2. Mampu melakukan konsisten sesuai dengan
aktivitas sehari-hari kemampuan fisik, psikologi
(ADLs) secara mandiri. dan social
3. Tanda-tanda vital normal 4. Bantu untuk mengidentifikasi
4. Energy psikomotor dan mendapatkan sumber
5. Level kelemahan yang diperlukan untuk
6. Mampu berpindah: dengan aktivitas yang diinginkan.
atau tanpa bantuan alat 5. Bantu klien membuat jadwal
7. Status kardiopulmonari latihan di waktu luang.
adekuat 6. Bantu keluarga untuk
8. Sirkulasi status baik mengidentifikasi kekurangan
9. Status respirasi: pertukaran dalam beraktivitas
gas dan ventilasi adekuat 7. Monitor respon fisik, emosi,
social dan spiritual.
4. Ketidakseimbang NOC NIC
an nutrisi kurang Nutritional status: food and Nutrition Management (1100)
dari kebutuhan fluid intake (1008) 1. Kaji adanya alergi makanan
tubuh b.d Nutritional status: nutrient 2. Kolaborasi dengan hali gizi
ketidakmampuan intake (1009) untuk menentukan jumlah
menelan makanan Weight control (1006) kalori dan nutrisi yang
Kriteria hasil : dibutuhkan pasien.
1. Adanya peningkatan berat 3. Anjurkan pasien untuk
badan sesuai dengan meningkatkan protein dan
tujuan vitamin C
2. Berat badan ideal sesuai 4. Berikan subtansi gula.
dengan tinggi badan 5. Yakinkan diit yang dimakan
3. Mengidentifikasi mengandung tinggi serat
kebutuhan nutrisi untuk mencegah konstipasi
4. Tidak ada tanda-tanda mal 6. Ajarkan pasien/keluarga
nutrisi untuk membue=at catatan
5. Menunjukan peningkatan makanan harian
fungsi pengecapan dari 7. Berikan informasi tentang
menelan. kebutuhan nutrisi
6. Tidak terjadi penurunan 8. Kaji kemampuan pasien untuk
BB yang berarti mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
Nutrition Monitoring(1160)
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan
berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
5. Monitor lingkungan selama
makan
6. Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
7. Monitor turgor kulit
8. Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah.
9. Monitor mual dan muntah
10. Monitor kadar albumin, total
protein, Hb dan kadar Ht
11. Monitor pucat, kemerahan
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
12. Catat adanya edema,
hipereremik, hipertonik
papilla lidah dan cavitas oral.
13. Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet.
5. Hipertermia b.d NOC: NIC
Penanganan Demam (3740)
proses penyakit - Thermoregulation (0800)
1. Monitor suhu setiap 4 jam
sekali
Setelah dilakukan tindakan 2. Monitor kehilangan cairan
keperawatan selama 3x24 jam 3. Monitor warna kulit dan
suhu
klien menunjukan 4. Monitor tekanan darah,
Thermoregulasi yang baik denyut jantung, dan
respirasi, jike dibutuhkan
dengan criteria hasil sebagai 5. Monitor level kesadraan
berikut : 6. Monitor nilai WBC, Hgb,
dan HCt
7. Monitor masukan dan
1. HR klien dalam rentang
keluaran cairan
normal (Neonatus 120- 8. Beri obat antiseptik, jika
dibutuhkan
140 rpm)
9. Beri obat penurun panas
2. Suhu tubuh klien dalam 10. Ganti pakaian pasien
dengan pakaian tipis
batas normal (36,5 –
11. Kaji peningkatan
37,50 C untuk aksila) pengeluaran dan masukkan
dari cairan
3. Tidak ada perubahan
12. Beri cairan IV
warna kulit 13. Aplikasikan compress
hangat dengan handuk di
4. RR dalam batas normal
lipatan paha dan ketiak
(30-60 rpm)

6. Resiko NOC : Fluid Management (4120)


1. Kaji cairan yang disukai klien
Kekurangan - Fluid Balance (0601)
dalam batasan diet.
Volume Cairan - Hydration (0602)
2. Rencanakan target pemberian
b.d kehilangan Setelah dilakukan intervensi
asupan cairan untuk setiap sif,
volume cairan selama 3 x 24 jam klien
misalnya siang 1000 ml, sore
aktif terbebas dari resiko
800ml, dan malam 200ml.
kekurangan cairan dengan 3. Kaji pemahaman klien tentang
criteria hasil sebagai berikut : alasan atau pentingnya
1. Mempertahankan urine mempertahankan hidrasi yang
output sesuai usia dan BB adekuat dan metode yang dapat
2. Tanda-tanda vital dalam digunakan untuk
batas normal mempertahankan hidrasi yang
3. Tidak ada tanda-tanda adekuat.
4. Catat asupan dan haluaran.
dehidrasi (elastisitas kulit
5. Pantau asupan cairan per oral,
baik, mukosa lembab, dan
minimal 1500ml/24 jam.
tidak ada rasa haus 6. Pantau haluaran cairan,
berlebihan). minimal 1000-1500ml/24 jam.
Pantau penurunan berat jenis
urine.
7. Timbang berat badan setiap
hari pada waktu yang sama dan
dengan mengenakan pakaian
yang sama. Penurunan BB 2% -
4% menunjukkan dehidrasi
ringan; penurunan BB 5% - 9%
menunjukkan dehidrasi sedang.
8. Pantau kadar elektrolit urine
dan serum, BUN, dan
osmolalitas, kreatinin,
hematrokit, dan hemoglobin.
9. Jelaskan bahwa kopi, teh, dan
jus buah anggur merupakan
diuretik dan dapat
menyebabkan kehilangan
cairan.
10. Pertimbangkan pengeluaran
cairan lain akibat demam,
diare, dan drainase tubuh.

7. Ketidakefektifan NOC : NIC :


pola napas b.d - Respiratory Status :
- Airway Management (3140)
hiperventilasi Airway Pattency(0410)
- Vital Sign Status (0802) 1. Buka jalan napas
Setelah dilakukan intervensi menggunakan teknik lift atau
selama 3 x 24 jam klien akan jaw thrust bila perlu.
menunjukkan pola napas yang 2. Posisikan pasien untuk
efektif, dengan KH : memaksimalkan ventilasi
1. TTV dalam batas normal 3. Identifikasi pasien perlunya
2. Irama dan frekuensi napas pemasangan alat jalan napas
dalam rentang normal buatan.
3. Tidak suara napas 4. Lakukan fisioterapi dada bila
tambahan perlu.
4. Tidak ada pernapasan bibir 5. Keluarkan secret dengan
dan cuping hidung batuk atau suction
6. Auskultasi suara napas, catat
adanya suara tambahan.
7. Berikan bronkodilator bila
perlu
8. Atur intake cairan untuk
mengoptimalkan
keseimbangan.
9. Monitor respirasi dan status
O2
Oxigen Therapy(3320)
1. Atur peralatan oksigenasi
2. Monitor aliran oksigen
3. Pertahankan posisi klien
4. Observasi adanya tanda tanda
hipoventilusi
5. Monitor adanya kecemasan
klien terhadap oksigenasi
Vital Sign Monitoring (6680)
1. Monitor TD, nadi, suhu dan
RR klien
2. Monitor kualitas nadi
3. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
4. Monitor suara paru
5. Monitor pola pernapasan
abnormal.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Pocket Book of Hospital Care for Children: Guidelines for the
management of Common Childhood Illnesses 2th Edition. Switzerland: WHO.
http://www.ichrc.org/sites/www.ichrc.org/files/pocket%20book%20high
%20res_0.pdf
Corwin, Elisabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin Ed.3. Jakarta: EGC.
Dwijaya, A. 2012. Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Ibu dalam Pemberian
Parasetamol kepada Anak sebagai Penatalaksanaan Awal Demam di Kelurahan
Tegal Sari Mandala II Kecamatan Medan Denai Medan. Medan : Repository USU.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31365/4/Chapter%20II.pdf diakses
pada tanggal 30 Maret 2014 pukul 19.00 WIB.
Ghofarina, Ruffaedah. 2011. Asuhan Keperawatan Anak pada An.Z dengan
Bronkopneumonia di R.Lukman RS Roemani Muhammadiyah Semarang. Digilib
Unimus: Semarang. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-
ruffaedahg-6294-2-babii.pdf diakses pada tanggal 25 Maret 2013 pukul 01. 50 am.
Hertman, T.Heather. 2012. Nursing Diagnoses: Definitions and Classifications 2012-2014.
Jakarta: EGC.
Hidayat, A.Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika
diakse pada tanggal 30 Maret 2014 pukul 20.00 WIB.
M., Gloria Bulechek & Joanne M. Dochterman. 2008. Nursing Interventions Classification
(NIC). Ed. 5. Mosby : United States of America

Mitchell, Richard N et al. 2009. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins dan Cotran
ed.7. Jakarta : EGC.
Moorhead, Sue, dkk (ed). 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). Ed. 5 . Mosby :
United States of America.

Muscari, Mary E. 2005. Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik Ed.3. Jakarta : EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA (North American Nursing Diagnosis
Association) NIC – NOC. Yogyakarta : Mediaction Publishing.
Putri, ES. 2011.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20330/4/Chapter%20II.pdf
. diakses tanggal 25 Maret 2013 pukul 01.45 am.
Riyadi, Sujono dan Sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan pada Anak Ed.1. Graha Ilmu :
Jogjakarta.
Soemantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Gangguan Sisem Pernapasan. Jakarta: Salemba.

Anda mungkin juga menyukai