Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

GASTROENTERITIS AKUT

A. DEFINISI
Menurut Haroen N, S. Suraatmaja dan P.O Asdil (1998), diare adalah
defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau lendir dalam
tinja.
Sedangkan menurut C.L Betz & L.A Sowden (1996) diare merupakan suatu
keadaan terjadinya inflamasi mukosa lambung atau usus.
Menurut Suradi & Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu keadaan dimana
terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena
frekuensi buang air besar satu kali atau lebih dengan bentuk encer atau cair.
Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak normal
yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau
tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi pada
lambung atau usus.
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau
setengah cairan, dengan demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari
keadaan normal yakni 100-200 ml/sekali defekasi (Hendarwanto, 1999).
Menurut WHO (1980) diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari
tiga kali sehari. Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak dan berlangsung
singkat dalam beberapa jam atau beberapa hari
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah yinja yang lebih
banyak dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja). Dengan tinja berbentuk cair
/setengan padat, dapat disertai frekuensi yang meningkat. Menurut WHO (1980),
diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 x sehari. Diare terbagi 2 berdasarkan
mula dan lamanya , yaitu diare akut dan kronis (Mansjoer,A.1999,501).

B. ETIOLOGI
Menurut Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil (1998), ditinjau dari sudut
patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua golongan yaitu:
1. Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:
a) Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen seperti shigella, salmonela,
E. Coli, golongan vibrio, B. Cereus, clostridium perfarings, stapylococus aureus,
comperastaltik usus halus yang disebabkan bahan-bahan kimia makanan
(misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalau asam),
gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin, alergi dan
sebagainya.
b) Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin A) yang mengakibatkan
terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan jamur terutama canalida.
2. Diare osmotik (osmotik diarrhoea) disebabkan oleh:
a) malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak (LCT), protein, vitamin dan mineral.
b) Kurang kalori protein.
c) Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.

Sedangkan menurut Ngastiyah (1997), penyebab diare dapat dibagi dalam


beberapa faktor yaitu:
1. Faktor infeksi
a) Infeksi enteral
Merupakan penyebab utama diare pada anak, yang meliputi: infeksi
bakteri, infeksi virus (enteovirus, polimyelitis, virus echo coxsackie). Adeno
virus, rota virus, astrovirus, dll) dan infeksi parasit : cacing (ascaris, trichuris,
oxyuris, strongxloides) protozoa (entamoeba histolytica, giardia lamblia,
trichomonas homunis) jamur (canida albicous).
b) Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis
media akut (OMA) tonsilitis/tonsilofaringits, bronkopeneumonia, ensefalitis dan
sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur
dibawah dua (2) tahun.
2. Faktor malaborsi
Malaborsi karbohidrat, lemak dan protein.
3. Faktor makanan
4. Faktor psikologis

Diare akut karena infeksi (gastroenteritis) dapat ditimbulkan oleh:


1. Bakteri : Escherichia coli, Salmonella typhi, Salmonella para typhi A/B/C,
Shigella dysentriae, Shigella flexneri, Vivrio cholera, Vibrio eltor,
Vibrio parahemolyticus, Clostridium perfrigens, Campilobacter
(Helicobacter) jejuni, Staphylococcus sp, Streptococcus sp, Yersinia
intestinalis, Coccidiosis.
2. Parasit : Protozoa (Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia, Trichomonas
hominis, Isospora sp) dan Cacing ( A. lumbricodes, A. duodenale, N.
americanus, T. trichiura, O. velmicularis, S. stercoralis, T. saginata
dan T. solium)
3. Virus : Rotavirus, Adenovirus dan Norwalk.
Penelitian di RS Persahabatan Jakarta Timur (1993-1994) pada 123
pasien dewasa yang dirawat di bangsal diare akut didapatkan hasil
isolasi penyebab diare akut terbanyak adalah E. coli (38 %), V.
cholera Ogawa (18 %) dan Aeromonas sp. 14 %).
C. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar diare akut di sebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang
terjadi karena infeksi saluran cerna antara lain: pengeluaran toksin yang dapat
menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorbsi cairan dan elektrolit dengan akibat
dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit dan gangguan keseimbangan asam
basa. Invasi dan destruksi pada sel epitel, penetrasi ke lamina propia serta
kerusakan mikrovili yang dapat menimbulkan keadaan maldigesti dan
malabsorbsi,dan apabila tidak mendapatkan penanganan yang adekuat pada
akhirnya dapat mengalami invasi sistemik.
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotavirus,
Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter,
Salmonella, Escherichia coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia,
Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi
pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau sitotoksin dimana merusak sel-sel,
atau melekat pada dinding usus pada Gastroenteritis akut. Penularan
Gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu penderita ke yang lainnya. Beberapa
kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang
terkontaminasi. Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan
osmotic (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic
dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit
kedalam rongga usus,isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu
menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air
dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan moltilitas usus yang
mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri
adalah kehilangan air dan elektrolit (Dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan
asam basa (Asidosis Metabolik dan Hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang,
output berlebih), hipoglikemia dangangguan sirkulasi darah.
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan
osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan
ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya
diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan
mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan
sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan
bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup
ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme
tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin
tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:
1. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan
(input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja. Metabolisme
lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya
penimbunan asam laktat karena adanya anorexia jaringan. Produk metabolisme
yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi
oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler
kedalam cairan intraseluler.
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering pada
anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena adanya
gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan adanya gangguan
absorbsi glukosa.Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah
menurun hingga 40 mg% pada bayi dan 50% pada anak-anak.
4. Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan oleh:
- Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah
yang bertambah hebat.
- Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu
yang encer ini diberikan terlalu lama.
- Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan
baik karena adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, akibatnya
perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat
mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera
diatasi klien akan meninggal.
D. MANIFESTASI KLINIS
Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus,
hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang
berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi
yang menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis
metabolik yang berlanjut. Seseoran yang kekurangan cairan akan merasa haus,
berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih
menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini
disebabkan oleh deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam
karbonat berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat
pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam
(pernapasan Kussmaul)
Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa
renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah
menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan
kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan kalium pada diare akut juga dapat
timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun
sampai timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul
penyulit nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.
1. Mula-mula anak/bayi cengeng gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu
makan berkurang.
2. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang disertai
wial dan wiata.
3. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.
4. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi lebih
asam akibat banyaknya asam laktat.
5. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit menurun),
ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan disertai penurunan
berat badan.
6. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah turun, denyut
jantung cepat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun (apatis, samnolen,
sopora komatus) sebagai akibat hipovokanik.
7. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).
8. Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat dan pernafasan cepat
dan dalam. (Kusmaul).

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan tinja
a) Makroskopis dan mikroskopis
b) PH dan kadar gula dalam tinja
c) Bila perlu diadakan uji bakteri
2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan
menentukan PH dan cadangan alkali dan analisa gas darah.
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat.

F. KOMPLIKASI
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
2. Renjatan hipovolemik.
3. Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi,
perubahan pada elektro kardiagram).
4. Hipoglikemia.
5. Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena
kerusakan vili mukosa, usus halus.
6. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
7. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga
mengalami kelaparan.

G. DERAJAT DEHIDRASI
Menurut banyaknya cairan yang hilang, derajat dehidrasi dapat dibagi
berdasarkan:
a. Kehilangan berat badan
1) Tidak ada dehidrasi, bila terjadi penurunan berat badan 2,5%.
2) Dehidrasi ringan bila terjadi penurunan berat badan 2,5-5%.
3) Dehidrasi berat bila terjadi penurunan berat badan 5-10%
b. Skor Mavrice King
Bagian tubuh Nilai untuk gejala yang ditemukan
Yang diperiksa 0 1 2
Keadaan umum Sehat Gelisah, cengeng Mengigau, koma,
Apatis, ngantuk atau syok
Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Ubun-ubun besar Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Mulut Normal Kering Kering & sianosis
Denyut nadi/mata Kuat <120 Sedang (120- Lemas >40
140)
Keterangan
- Jika mendapat nilai 0-2 dehidrasi ringan
- Jika mendapat nilai 3-6 dehidrasi sedang
- Jika mendapat nilai 7-12 dehidrasi berat
c. Gejala klinis
Gejala klinis
Gejala klinis
Ringan Sedang Berat
Keadaan umum
Kesadaran Baik (CM) Gelisah Apatis-koma
Rasa haus + ++ +++
Sirkulasi
Nadi N (120) Cepat Cepat sekali
Respirasi
Pernapasan Biasa Agak cepat Kusz maull
Kulit
Uub
Agak cekung Cekung Cekung sekali
Agak cekung Cekung Cekung sekali
Biasa Agak kurang Kurang sekali
Normal Oliguri Anuri
Normal Agak kering Kering/asidosis

H. KEBUTUHAN CAIRAN ANAK


Tubuh dalam keadaan normal terdiri dari 60 % air dan 40 % zat padat seperti
protein, lemak dan mineral. Pada anak pemasukan dan pengeluaran harus
seimbang, bila terganmggu harus dilakukan koreksi mungkin dengan cairan
parentral, secara matematis keseimbangan cairan pada anak dapat di gambarkan
sebagai berikut :
Kebutuhan
Umur Berat Badan Total/24 jam Cairan/Kg BB/24
jam
3 hari 3.0 250-300 80-100
10 hari 3.2 400-500 125-150
3 bulan 5.4 750-850 140-160
6bulan 7.3 950-1100 130-155
9 bulan 8.6 1100-1250 125-165
1 tahun 9.5 1150-1300 120-135
2 tahun 11.8 1350-1500 115-125
4 tahun 16.2 1600-1800 100-1100
6 tahun 20.0 1800-2000 90-100
10 tahun 28.7 2000-2500 70-85
14 tahun 45.0 2000-2700 50-60
18 tahun 54.0 2200-2700 40-50
Whaley and Wong (1997), Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil 1998),
Suharyono, Aswitha, Halimun (1998) dan Bagian Ilmu Kesehatan anak FK UI
(1988), menyatakan bahwa jumlah cairan yang hilang menurut derajat dehidrasi
pada anak di bawah 2 tahun adalah sebagai berikut :
Derajat
PWL NWL CWL Jumlah
Dehidrasi
Ringan 50 100 25 175
Sedang 75 100 25 200
Berat 125 100 25 250
Keterangan :
PWL : Previous Water loss (ml/kg BB)
NWL : Normal Water losses (ml/kg BB)
CWL : Concomitant Water losses (ml/kg BB)

I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan diare akut karena infeksi pada orang dewasa terdiri atas:
1. Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi.
2. Tata kerja terarah untuk mengidentifkasi penyebab infeksi.
3. Memberikan terapi simtomatik
4. Memberikan terapi definitif.

1. Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi.


Ada 4 hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat
dan akurat, yaitu:
1) Jenis cairan yang hendak digunakan.
Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena tersedia
cukup banyak di pasaran meskipun jumlah kaliumnya rendah bila dibandingkan
dengan kadar kalium tinja. Bila RL tidak tersedia dapat diberiakn NaCl isotonik
(0,9%) yang sebaiknya ditambahkan dengan 1 ampul Nabik 7,5% 50 ml pada
setiap satu liter NaCl isotonik. Pada keadaan diare akut awal yang ringan dapat
diberikan cairan oralit untuk mencegah dehidrasi dengan segala akibatnya.
2) Jumlah cairan yang hendak diberikan.
Pada prinsipnya jumlah cairan pengganti yang hendak diberikan harus
sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Jumlah kehilangan cairan
dari badan dapat dihitung dengan cara/rumus:
a. Mengukur BJ Plasma
Kebutuhan cairan dihitung dengan rumus:
BJ Plasma – 1,025
---------------------- x BB x 4 ml
0,001
b. Metode Pierce
Berdasarkan keadaan klinis, yakni:
* diare ringan, kebutuhan cairan = 5% x kg BB
* diare sedang, kebutuhan cairan = 8% x kg BB
* diare ringan, kebutuhan cairan = 10% x kg BB

c. Metode Daldiyono
Berdasarkan skoring keadaan klinis sebagai berikut:
* Rasa haus/muntah =1
* BP sistolik 60-90 mmHg =1
* BP sistolik <60 mmHg =2
* Frekuensi nadi >120 x/mnt =1
* Kesadaran apatis =1
* Kesadaran somnolen, sopor atau koma =2
* Frekuensi napas >30 x/mnt =1
* Facies cholerica =2
* Vox cholerica =2
* Turgor kulit menurun =1
* Washer women’s hand =1
* Ekstremitas dingin =1
* Sianosis =2
* Usia 50-60 tahun =1
* Usia >60 tahun =2
Kebutuhan cairan =
Skor
-------- x 10% x kgBB x 1 ltr
15

3) Jalan masuk atau cara pemberian cairan


Rute pemberian cairan pada orang dewasa meliputi oral dan intravena.
Larutan orali dengan komposisi berkisar 29 g glukosa, 3,5 g NaCl, 2,5 g NaBik
dan 1,5 g KCl stiap liternya diberikan per oral pada diare ringan sebagai upaya
pertama dan juga setelah rehidrasi inisial untuk mempertahankan hidrasi.
4) Jadual pemberian cairan
Jadual rehidrasi inisial yang dihitung berdasarkan BJ plasma atau sistem
skor diberikan dalam waktu 2 jam dengan tujuan untuk mencapai rehidrasi
optimal secepat mungkin. Jadual pemberian cairan tahap kedua yakni untuk jam
ke-3 didasarkan pada kehilangan cairan selama 2 jam fase inisial sebelumnya.
Dengan demikian, rehidrasi diharapkan lengkap pada akhir jam ke-3.
2. Tata kerja terarah untuk mengidentifkasi penyebab infeksi.
Untuk mengetahui penyebab infeksi biasanya dihubungkan dengan dengan
keadaan klinis diare tetapi penyebab pasti dapat diketahui melalui pemeriksaan
biakan tinja disertai dengan pemeriksaan urine lengkap dan tinja lengkap.
Gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa diperjelas melalui
pemeriksaan darah lengkap, analisa gas darah, elektrolit, ureum, kreatinin dan BJ
plasma.
Bila ada demam tinggi dan dicurigai adanya infeksi sistemik pemeriksaan
biakan empedu, Widal, preparat malaria serta serologi Helicobacter jejuni sangat
dianjurkan. Pemeriksaan khusus seperti serologi amuba, jamur dan Rotavirus
biasanya menyusul setelah melihat hasil pemeriksaan penyaring.
Secara klinis diare karena infeksi akut digolongkan sebagai berikut:
1) Koleriform, diare dengan tinja terutama terdiri atas cairan saja.
2) Disentriform, diare dengan tinja bercampur lendir kental dan kadang-kadang
darah.
Pemeriksaan penunjang yang telah disinggung di atas dapat diarahkan sesuai
manifestasi klnis diare.

3. Memberikan terapi simtomatik


Terapi simtomatik harus benar-benar dipertimbangkan kerugian dan
keuntungannya. Antimotilitas usus seperti Loperamid akan memperburuk diare
yang diakibatkan oleh bakteri entero-invasif karena memperpanjang waktu
kontak bakteri dengan epitel usus yang seyogyanya cepat dieliminasi.

4. Memberikan terapi definitif.


Terapi kausal dapat diberikan pada infeksi:
1) Kolera-eltor: Tetrasiklin atau Kotrimoksasol atau Kloramfenikol.
2) V. parahaemolyticus,
3) E. coli, tidak memerluka terapi spesifik
4) C. perfringens, spesifik
5) A. aureus : Kloramfenikol
6) Salmonellosis: Ampisilin atau Kotrimoksasol atau golongan Quinolon seperti
Siprofloksasin
7) Shigellosis: Ampisilin atau Kloramfenikol
8) Helicobacter: Eritromisin
9) Amebiasis: Metronidazol atau Trinidazol atau Secnidazol
10) Giardiasis: Quinacrine atau Chloroquineitiform atau Metronidazol
11) Balantidiasis: Tetrasiklin
12) Candidiasis: Mycostatin
13) Virus: simtomatik dan suportif
J. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien : Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor
register, diagnose medis
b. Keluhan utama : Feses semakin cair,muntah,bila kehilangan banyak air
dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi,berat badan menurun. Turgor kulit
berkurang,selaput lendir mulut dan bibir kering,frekwensi BAB lebih dari 4
kali dengan konsistensi encer.
a. Riwayat penyakit saat ini : buang air besar lebih dari 3 hari disertai nyeri
perut.
c. Riwayat penyakit sebelumnya : alergi akibat penggunaan obat dan
makanan seperti obat pencahar, antibiotik dan atau mengkonsumsi
makanan yang mengandung sorbitol dan fruktosa.
a. Riwayat penyakit keluarga. : adanya riwayat keluarga yang menderita
penyakit serius seperti diabetes mellitus, hipertensi.

2. Pengkajian Pola Gordon (Pola Fungsi Kesehatan).


a. Persepsi Kesehatan : pasien tidak mengetahui penyebab penyakitnya,
higienitas pasien sehari-sehari kurang baik.
b. Nutrisi metabolic : diawali dengan mual, muntah, anoreksia,
menyebabkan penurunan berat badan pasien.
c. Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali
sehari,BAK sedikit atau jarang.
d. Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya
nyeri akibat distensi abdomen yakni dibantu oleh orang lain.
e. Tidur/istirahat : akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang
akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
f. Kognitif/perceptual : pasien masih dapat menerima informasi namun kurang
berkonsentrasi karena nyeri abdomen.
g. Persepsi diri/konsep diri : pasien mengalami gangguan konsep diri karena
kebutuhan fisiologis nya terganggu sehingga aktualisasi diri tidak tercapai
pada fase sakit.
h. Seksual/reproduksi : mengalami penurunan libido akibat terfokus pada
penyakit.
i. Peran hubungan : pasien memiliki hubungan yang baik dengan
keluarga dan peran pasien pada kehidupan sehari-hari mengalami
gangguan.
j. Manajemen koping/stress : pasien mengalami kecemasan yang
berangsur-angsur dapat menjadi pencetus stress. Pasien memiliki
koping yang adekuat.
k. Keyakinan/nilai : pasien memiliki kepercayaan, pasien jarang
sembahyang karena gejala penyakit.

3. Pemerikasaan fisik.
a. Inspeksi : mata cekung,ubun-ubun besar,selaput lendir,mulut dan bibir
kering,berat badan menurun,anus kemerahan.
b. Perkusi : adanya distensi abdomen.
c. Palpasi : Turgor kulit kurang elastic
d. Auskultasi : terdengarnya bising usus.

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1) Defisit volume cairan b/d kehilangan cairan aktif
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d penurunan
intake makanan
3) Risiko kerusakan integritas kulit b/d ekskresi/BAB sering
4) Cemas b/d perubahan status kesehatan

L. RENCANA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan Reflek spasme otot pada dinding perut
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan nyeri pasien berkurang/terkontrol
Kriteria hasil :
• Pasien melaporkan hilang atau terkontrol.
• Pasien tampak rileks/mampu istirahat dengan tepat
• Pasien tidak gelisah.
Intervensi
1. Dorong pasien untuk melaporkan nyeri.
R/ : mencoba untuk mentoleransi nyeri, dari pada meminta analgesic.
2. Kaji laporan keram abdomen atau nyeri, catat lokasi, lamanya,. Selidiki dan
laporkan perubahan karakteristik nyeri.
R/ : nyeri kulit hilang timbul pada penyakit crohn. Nyeri sebelum defekasi
sering terjadi pada KU dengan tiba-tiba, dimana dapat berat dan terus
menerus. Perubahan pada karakteristik nyeri dapat menunjukan penyebaran
penyakit/terjadinya komplikasi, misalya pistula kandung kemih, perporasi,
toksik megakolon.
3. Catat petunjuk non verbal misalnya gelisah, menolak untuk bergerak, berhati-
hati dengan abdomen, menarik diri dan depresi. Selidiki perbedaan
penunjuk verbal dan non verbal.
R/ : bahasa tubuh/petunjuk non verbal dapat secara psikologis dan visiologis
dan dapat digunakan pada hubungan petunjuk verbal untuk mengidentifikasi
luas dari beratnya masalah.
4. Kaji ulang factor-faktor yang meningkatkan atau menghilangkan nyeri.
R/ : dapat menunjukan dengan tepat pencetus factor-factor pemberat (seperti
kejadian stress, tidak toleran terhadap makanan) atau mengidentifikasi
terjadinya komplikasi.
5. Atur posisi klien senyaman mungkin
R/ : menurunkan tegangan abdomen dan meningkatkan rasa control.
6. Kolaborasi dalam pemberikan obat analgetik sesuai indikasi.
R/ : nyeri bervariasi dari ringan sampai berat dan perlu penanganan untuk
memudahkan istirahat ade kuat dan penyembuhan. Catatan : kopiat harus
digunakan dengan hati-hati karena dapat menimbulkan toksik megakolon.

2. Hipertemi berhubungan dengan sirkulasi darah yang menurun


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x30 menit
diharapkan suhu tubuh pasien kembali normal
Kriteria hasil :
 Tanda-tanda vital stabil (TD : 100-120/70-90mmHg, N : 60- 100x/menit,
S : 36,5-37,50C, RR : 12-24x/menit)
 Membran mukosa lembab.
 Turgor kulit baik, kulit tidak kemerahan.
Intervensi
1. Kaji tanda gejala hipertemi
R/: Dapat didentifikasi pola/ tingkat demam
2. Ajarkan klien dan keluarga pentingnya mempertahankan masukan yang
adekuat sedikitnya 2000 ml/ hari
R/: Untuk memenuhi kebutuhan cairan dalam tubuh klien
3. Monitor intake dan output dehidrasi
R/: Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan cairan tubuh meningkat
sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
4. Monitor suhu dan tanda vital
R/: Suhu 38,9-41,1 C menunjukkan proses penyakit infeksius akut
5. Kolaborasi dengan TIM Medis (dokter) pemberian obat antipiretik
R/: Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi centralnya pada
hipotalamus, meskipun demam mungkin dapat berguna dalam
membatasi pertumbuhan organism, dan meningkatkan autodekstruksi dari
sel-sel yang terinfeksi.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake


tidak adekuat.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x30 menit
diharapkan gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi teratasi
Kriteria hasil : Intake nutrisi klien meningkat, diet habis 1 porsi yang disediakan,
mual,muntah tidak ada.
Intervensi
1. Kaji pola nutrisi klien dan perubahan yang terjadi.
R/: Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi
2. Timbang berat badan klien.
R/: Penimbangan BB harian adalah pengawasan status cairan terbaik.
3. Kaji faktor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi.
R/: Meminimalkan anoreksia dan mual
4. Berikan diet dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering.
R/: Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan
pemasukan juga mencegah distensi gaster
5. Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet klien.
R/: untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien

4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan output


cairan dan elektrolit berlebihan
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x30 menit
diharapkan pasien mampu mempertahankan volume cairan adekuat
Kriteria hasil :
 Tanda-tanda vital stabil (TD : 100-120/70-90mmHg, N : 60-100x/menit,
S : 36,5-37,50C, RR : 12-24x/menit).
 Membran mukosa lembab.
 Turgor kulit membaik.
 Keseimbangan masukan dan haluaran dengan urin normal dalam
konsentrasi/jumlah (0,5-1cc/kg BB/jam).
 Mata tidak cowong.
Intervensi :
1. Kaji tanda vital (TD, nadi, suhu).
R/ : hipotensi (termasuk postural), takikardial, demam dapat
menunjukan respon terhadap dan/ atau efek kehilangan cairan.
2. Awasi masukan haluaran, karakter, dan jumlah feses ; perkirakan
kehilangan yang tak terlihat misalnya berkeringat. Ukur berat jenis urine;
observasi oliguria.
R/ : memberikan informasi tentang keseimbangan cairan. Fungsi ginjal dan
control penyakit usus juga merupakan pedoman untuk penggantian cairan.
3. Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa, penurunan turgor
kulit, pengisian kapiler lambat.
R/ : menunjukan kehilangan cairan berlebih atau dehidrasi.
4. Kolaborasi
a) Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
R/ : mempertahankan istirahat usus akan memerlukan penggantian
cairan untuk memperbaiki kehilangan. Catatan : cairan
mengandung natrium dapat dibatasi pada adanya enteritis regional.
b) Berikan obat sesuai indikasi anti diare.
R/ : menurunkan kehilangan cairan dari usus.
c) Berikan obat antiemetic misalnya trimetobenzamida (tigan); hidroksin
(pistaril) ; proklorperasin (kompazine).
R/ : digunakan untuk mengontrol mual/muntah pada heksaserbasi akut.
d) Berikan cairan Elektrolit misalnya tambahan kalium
R/ : elektrolit hilang dalam jumlah besar, khususnya pada usus yang
gundul, area ulkus, dan diare dapat juga menimbulkan asedosis
metabolit karena kehilangan bikarbonat (HCO3).
DAFTAR PUSTAKA

Arjatmo T. 2001. Keadaan Gawat yang mengancam jiwa, Jakarta gaya baru
Bates. B, 1995. Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Ed 2. EGC. Jakarta
Betz Cecily L, Sowden Linda A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatik, Jakarta, EGC
Carpenitto.LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Ed 6. EGC.
Jakarta.
Doengoes,2000. Asuhan Keperawatan Maternal/ Bayi. EGC. Jakarta
Lab/ UPF IKA, 1994. Pedoman Diagnosa dan Terapi . RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.
Markum.AH. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak sakit. EGC. Jakarta
Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Buku 1, Ed.4,
EGC, Jakarta
Sachasin Rosa M. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatik. Alih bahasa : Manulang R.F.
Jakarta, EGC
Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Ed. Ke-3, BP FKUI, Jakarta.
Soetjiningsih, 1995. Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta
Suryanah,2000. Keperawatan Anak. EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai