Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

BIOSEL DAN MOLEKULER


STRUKTUR DAN FUNGSI RIBOSOM

Disusun oleh :
KELOMPOK V

Septi Widiastuti 13308141010


Cahyo Aji Putra Anggara 13308141015
Yuniar Ajeng Pratiwi 13308141018
Fanti Restika Fitriyanti 13308141020
Ismiyati Marfuah 13308141034

PROGRAM STUDI BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014
A. Sruktur Ribosom
Ribosom merupakan organel berbentuk butiran kecil (nucleoprotein) yang tersebar di dalam
sitoplasma dan ada yang melekat pada permukaan eksternal dari Retikulum Endoplasma. Ribosom
merupakan struktur yang paling kecil yang tersuspensi dalam sitoplasma sel. Ribosom berfungsi
untuk tempat sintesis protein.
Secara fisik ribosom terdiri atas dua sub-unit, ialah sub-unit kecil, dan subunit besar. Pada
dasarnya ribosom pada eukariot sedikit lebih besar disbanding ribosom prokariot. Masing-masing
subunit tersusun atas bagian protein dan bagian rRNA. RNA ribosom/rRNA disintesis di dalam
nukleolus inti sel dan diekspor dan difungsikan di sitoplasma. Secara tiga dimensi unit besar dapat
digambarkan seperti mempunyai tangan berjumlah tiga, sedangkan pada sub unit kecil ribosom
tidak memiliki tonjolan yang mirip tangan tersebut. Keduanya sub unit ribosome bersama-sama
menyusun nucleoprotein. Kedua subunit itu hanya bergabung pada saat melaksankana sintesis
protein. Jika telah selesai sub-unit ribosom itu akan melakukan disosiasi.
Di dalam ribosom juga diketahui memiliki bagian atau tempat E,P,A, masing-masing bagian
ini memiliki fungsi yang berbeda. Tempat P (tempat tRNA peptidil), mengikat tRNA yang
membawa rantai polipeptida yang sedang tumbuh, sementara tempat A (tempat amino-asil)
mengikat tRNA yang membawa asam amino berikut yang akan ditambahkan pada rantai
polipeptida. tRNA yang tidak bermuatan meninggalkan ribosom dari tempat E(tempat keluar).
Bertindak seperti alat penjepit, ribosom mengikat tRNA dan mRNA agar tetap berdekatan dan
menempatkan asam amino baru untuk penambahan pada ujung karboksil dan rantai polipeptida
yang sedang tumbuh.

Pada permukaan ribosom, butiran nukleoprotein memiliki dua letak persebaran. Butiran
nukleoprotein yang tersebar bebas pada sitoplasma disebut ribosom bebas. Sementara, butiran
nukleoprotein yang menempel pada permukaan retikulum endoplasma disebut ribosom terikat.
Ribosom bebas berperan dalam proses sintesis enzim. Enzim yang dihasilkan berfungsi menjadi
katalisator di dalam cairan sitosol. Adapun ribosom terikat berguna dalam sintesis protein

Ribosom prokariaot mempunyai massa total molekuler 2.520.000 dalton dengan ukuran 29 nm x 21
nm (1 nm = 10A0). Ribosom eukariot lebih besar, 4.220.000 dalton dengan ukuran (32 nm x 22
nm).
Ukuran ribosom ditentukan dengan analisis sedimentasi. Ribosom seperti banyak
makromolekul dan perakitan multimolekul berukuran sangat besar dan sukar untuk diduga beratnya,
suatu cara untuk mengukur yaitu dengan mengukur kecepatan pengendapan pada larutan padat
(sering digunakan sucrose) dengan kekuatan sentrifugasi 700.000 gr atau lebih. Koefisien
sedimentasi ini dinyatakan sebagai nilai S (S=unit Svedberg). Ribosom prokariot mempunyai
koefisien sedimentasi 70 S, lebih kecil daripada ribosom eukariot 80SS ditambah 21 polipeptida.

Ribosom terdiri atas dua subunit : pada prokariotik subunit ini mempunyai koefisien
sedimentasi 50 S dan 30 S, kemudian kedua sub unit tersebut masing-masing terdiri dari dua
komponen yaitu protei dan RNA. Sub unit 50 S memiliki 2 molekul RNA yaitu 23S dan 5Sserta
34protein. Sedangkan pada ribosom eukariot memiliki koefisien sedimentasi 80S dengan sub unit
besar 60S( memiliki 3 molekul RNA dan 45 macam protein) dan pada sub unit kecil terdiri dari 1
molekul RNA dan 30 macam protein.
Tabel Komposisi ribosom prokariotik dan eukariotik
Ribosom Prokariotik Eukariotik
Koefisien sedimentasi 70 S 80 S
Massa molekul (Dalton) 2.520.000 4.220.000
Jumlah subunit 2 2
Subunit besar
Koefisien sedimentasi 50 S 60 S
Massa molekul (Dalton) 1.590.000 2.820.000
Molekul RNA
Jumlah 2 3
Ukuran 23 S dengan 3000 nukleotida 28 S dengan 5000 nukleotida
5S 5,8 S
5S
Jumlah polipetida 31 49
Subunit kecil
Koefisien pengendapan 30 S 40 S
Massa molekul (Dalton) 930.000 1.400.000
Molekul RNA
Jumlah 1 1
Ukuran 16 S 18 S
Jumlah polipeptida 21 33ss

Komposisi kimia dari ribosom antara lain sebagai berikut :


1. Asam Nukleat Ribosom
a. Sub unit besar dibentuk dari protein dan RNA dalam kuantitas yang seimbang, mengandung 2
tipe rRNA, yakni:
- Satu rRNA 28S
- Satu rRNA 5S

b. Sub unit kecil mengandung r RNA 18s


Diketahui bahwa, dengan ketiadaan RNA 185, maka sub unit besar tidak dapat berasosiasi pada
sub unit kecil. Sedangkan RNA 28s memungkinkan asosiasi tersebut. RNA SS melekat pada
sequence asam nukleat ini yaitu tRNA. Bilamana terbaca maka tRNA melekat pada site yang
merupakan bagian RNA 285. Perpindahan dari tRNA yang melekat pada molekul mRNA
menyebabkan pergerakan translasi mRNA masing-masing.
2. Protein Ribosomal
a.Sub unit kecil (30S prokariot): 21 protein digambarkan berturut-turut dengan huruf S dan satu
angka antara 1 dan 21 (S1, S2, S21). Berat moleku130.000 - 40.000 Dalton. Berada pada
permukaan ribosom, mengelilingi rRNA. Protein memainkan peranan sebagai reseptor pada
faktor pemanjangan sedangkan yang lainnya mengontrol transducti.
b.Sub unit besar: 33 protein dikenal sebagai Li sampai L33. Terlibat dalam:
- Translokasi oleh adanya GTP (melekat pada ribosam) yang memberikan energi untuk
memindahkan inRNA dan pembebasan tRNA asetil.
- Fiksasi (protein L7 dan L1z) dari suatu faktor pemanjangan (EF-6)
- Dalam pembentukan suatu ikatan peptida antar rantai peptida yang telah dibentuk dan suatu
asetil-NH2 baru.
- Dalam konstruksi suatu alur longitudinal, menempatkan rantai protein dengan pembentukan
dan melindunginya meiawan enzim proteolitik. Alur ini memiliki panjang sesuai dengan
rantai polipeptida 35 asetil-NH2.
Poliribosom atau Polisom
Baik pada prokariot maupun pada eukariot, sintesis protein membutuhkan banyaka ribosom
yang melekat pada satu untaian benang nRNA. Banyaknya ribosom pada benang mRNA ini dapat
kelihatan di bawah mikroskop electron sebagai butiran-butiran (ribosom) yang menempel pada satu
mRNA. Struktur demikian disebut polisoma atau poliribosom. Polisoma bertujuan agar kecepatan
trnaslasi menjadi meningkat sesuai dengan kebutuhan sel yang sedang tumbuh dan aktif melakukan
sintesis protein.
Strukur dari ribosom memilki sifat sebagai berikut :
1. Bentuknya universal, pada potongan longitudinal berbentuk elips.
2. Pada teknik pewarnaan negatif, tampak adanya satu alur transversal, tegak lurus pada
sumbu, terbagi dalam dua sub unit yang memiliki dimensi berbeda.
3. Setiap sub unit dicirikan oleh koefisiensi sedimentasi yang dinyatakan dalam unit Svedberg
(S). Sehingga koefisien sedimentasi dari prokariot adalah 70S untuk keseluruhan ribosom
(50S untuk sub unit yang besar dan 30S untuk yang kecil). Untuk eukariot adalah 80S untuk
keseluruhan ribosom (60S untuk sub unit besar dan 40S untuk yang kecil).
4. Dimensi ribosom serta bentuk menjadi bervariasi. Pada prokariot, panjang ribosom adalah
29 nm dengan besar 21 nm. Dan eukariot, ukurannya 32 nm dengan besar 22 nm.
5. Pada prokariot sub unitnya kecil, memanjang, bentuk melengkung dengan 2 ekstremitas,
memiliki 3 digitasi, menyerupai kursi. Pada eukariot, bentuk sub unit besar menyerupai
ribosom E. coli. Berikut skema struktur ribosom:
B. Fungsi Ribosom
Fungsi ribosom adalah melangsungkan sintesis protein. Diduga fungsi ini dilaksanakan oleh
rRNA sebagai katalisator pembentukan ikatan peptide pada sintesis tersebut (dengan kata lain yang
bertindak sebagai ‘enzim’ untuk sintesis protein adalah rRNA pada ribosom itu sendiri).
Untuk mencetak protein diperlukan beberapa komponen bahan dasar, ialah:
1. Tempat cetakan protein ialah mRNA. RNA utusan ini disalin dari suatu gen di dalam DNA
di dalam inti, kemudian diekspor menuju ke sitoplasma untuk diterjemahkan sebagai protein
dengan bantuan ribosom.
2. Bahan baku sintesis protein yaitu kedua puluh asam amino.
3. Pembawa asam amino spesifik, adalah tRNA yang memiliki antikodon triplet yang
komplementer dengan kodon triplet mRNA. Dengan komplementasi kodon - antikodon
maka urutan asam amino akan didikte oleh urutan kodon mRNA.
4. Dua sub unit ribosom bertindak untuk mempertemukan kodon dengan antikodon dan
melangsungkan reaksi pembentukan ikatan peptide diantara asam amino yang berdekatan.

5. Faktor-faktor inisiasi (untuk mengawali pembentukan ribosom pada kodon pertama tempat
mRNA), faktor elongasi (pemanjangan rantai peptide), dan faktor terminasi ( yang akan
menghentikan pemanjangan ikatan peptide dan berarti mengakhiri sintesis protein).
6. Molekul GTP guna mengganti energy sintesis yang diperlukan.

C. Ribosom Bebas dan Ribosom terikat


Ribosom sitoplasma pada sel eukariotik, dibagi menjadu dua kelas, yaitu ribosom bebas dan
ribosom terikat. Ribosom bebas adalah ribosom yang terdapat bebas di sitoplasma sedangkan
ribosom terikat adalah ribosom yang melekat pada intrasellular membrane terutama pada retikulum
endoplasma. Retikulum endoplasma yang mengandung ribosom terikat disebut Retikulum
Endoplasma Kasar (REK) sedangkan retikulm endoplasma tanpa ribosom terikat disebut Retikulum
Endoplasma Halus (REH).

Protein yang dibuat oleh ribosom bebas akan berfungsi/digunakan dalam sitosol itu sendiri.
Sedangkan ribosom terikat umumnya membuat protein yang dimasukkan ke dalam membran, untuk
pembungkusan organel tertentu seperti lisosom atau dikirim ke luar sel.
Ribosom bebas maupun terikat secara struktural identik dan dapat saling bertukar tempat.
Sel dapat menyesuaikan jumlah relatif dari masing-masing jenis ribosom begitu metabolismenya
berubah.
D. Proses Pembentukan RNA
1. Proses pembentukan rRNA
rRNA yang telah terbentuk selanjtnya digunakan untuk menyusun ribosom melalui
biosintesis ribosom.
 Biosintesis Ribosom Pada Sel Eukariotik
Enzim RNA Polimerase mentranskripsi untai cetakan DNA (template) ke dalam
RNA. Enzim polymerase ini harus mengenali tenpat spesifik di dalam promoter untuk
memulai transkripsi yang tepat. Padas sel eukariotik faktor yang berperan penting dalam
meletakkan RNA polymerase pada tempat yang tepat adalah TATA Box.
Gen RNA ditranskripsikan sebagai unit, yang masing-masing mengkodekan (5’ ke
3’) RNA ribosom 18S, 5,8S, dan 28S. Sebagai transkrip primer adalah sebuah molekul 45S
yang sangat termetilasi di dalam nukleolus. Di dalam prekusor 45S, segmen 28S yang
terbentuk memiliki 65 gugus ribose-metil dan 5 gugus basa-metil. Metilasi hanya dialami
oleh bagian prekusor yang akan membentuk molekul mRNA stabil. Prekusor 45S akan
mengalami pemrosesan nukleolitik, pemrosesan rRNA diperantarai oleh serangkaian reaksi
endonukleolisis dan eksonukleolisis.
Hampir seluruh transkrip primer asli diuraikan melalui reaksi nukleolitik ini.
Selama pemrosesan rRNA, terjadi metilasi lebih lanjut dan pada akhirnya di dalam
nukleolus terjadi perakitan sendiri antara rantai 28S dengan sekitar 50 buah protein ribosom,
untuk membentuk sub unit 60S yang berukuran lebih besar. Molekul rRNA 5,8S yang juga
terbentuk dari prekusor RNA 45S didalalam nukleolus akan menjadi bagian intrgral dari sub
unit ribosom yang lebih besar. Sub unit ribosom yang berukuran lebih kecil (40S) terbentuk
melalui pengikatan sekitar 30 buah protein ribosom dengan molekul rRNA 18S.
 Biosintesis Ribosom Pada Sel Prokariotik
Secara keseluruhan proses pembentukan ribosom pada prokariotik sama dengan
pembentukan ribosom padda eukariotik. Hasil transkripsi berupa prekusor 30S yang terdiri
dari 16S, 23S, 2 tRNA, 5S RNA dan daerah specer. Prekusor 30S selanjutnya akan
mengalami proses splicing dan metilasi lanjut dan pada akhirnya di dalam sitoplasma terjadi
perakitan sendiri antara rantai 16S dengan sekitar 21 buah protein ribosom, untuk
membentuk sub unit kecil 30S. Sedangkan sub unit besar 50S terbentuk dari pemrosesan
lanjut dari segmen 23S yang berikatan dengan sekitar 34 buah protein. Segmen 5S RNA
terdapat dibagian sub unit beser dan kecil.
 Splicing (pemotongan dan penyambungan)
Mekanisme untuk mengeluarkan intron dari transkrip primer di dalam nucleus, ligasi
ekson untuk membentuk molekul mRNA, dan pengangkutan molekul mRNA ke dalam
sitoplasma kini tengah dipelajari. Empat mekanisme reaksi penyambungan (splicing) yang
berbeda telah diketahui. Salah satu diantaranya yang paling sering digunakan pada sel
eukariotik akan dijelaskan dibawah ini. Meskipun rangkaian nukleotida di dalam intron
berbagai transkrip eukariotik dan bahkan di dalam satu transkrip tunggal terlihat sangat
heterogen, terdapat rangkaian yang cukup terlestarikan pada setiap satu atau dua taut
emkson-intron serta pada tapak percabangan, yang terletak 20-40 nukleotida disebelah hulu
tapak penyambungan 3’.sebuah struktur istimewa yang dinamakan spliceosome, terlibat di
dalam proses konversi transkrip primer menjadi mRNA. Spliceosome terdiri atas transkrip
primer , 5 RNA nucleus yang kecil dan lebih dari 50 buah protein. Keseluruhan bangunan
ini membentuk sebuah kompleks nucleoprotein kecil (snRNP)yang kadang-kadang disebut
snurp. Snurp diperkirakan bekerja mengatur posisi segmen RNA bagi reaksi penyambungan
yang diperlukan. Reaksi penyambungan dimulai dengan memotong pada taut ekson 5’
(donor atau kiri) dan intron. Pemotongan dilakukan lewat serangan nukleofilik oleh residu
adenilil di dalam rangkaian titik cabang yang terletak tepat di sebelah hulu ujung 3’ intron
ini. Ujung 5’ kemudian membentuk gelungan (loop) atau struktur lariat, yang lewat suatu
ikatan fosfodiester 5’-2’ yang tidak lazim, dirangkaikan pada A yang reaktif di dalam
rangkaian tapak cabang PyNPyPyPuAPy. Residu adenilil secara tipikal terletak 28-37
nukleotida disebelah hulu ujung 3’ intron yang dikeluarkan. Tapak cabang akan
mengidentifikasi tapak penyambungan 3’. Pemotongan kedua dilakukan pada taut intron
dengan ekson 3’(donor atau kanan). Pada reaksi transesterifikasi yang kedua ini, gugus 3’
hidroksil ekson hulu akan menyerang gugus 5’ fosfat pada perbatasan ekson-intron di
sebelah hilir, dan struktur lariat yang mengandung intron akan dilepas serta dihidrolisis.
Ekson 5’ fdan 3’ diligasi untuk membentuk sebuah rangkaian yang berkesinambungan.
Molekul snRNA dan protein berhubungan diperlukan untuk membentuk berbagai
struktur serta intermediat. U1 merupakan yang pertama-tama berikatan dengan taut intron-
ekson 5’, melalui pembentukan pasangan bas. U2 kalau berikatan melalui pembentukan
pasangan basa pada tapak percabangan, dan hal ini akan akan memajan residu A yang
nukleofilik. Berikutnya kompleks U5/U4/U6 menyatu dengan spliceosome. Proses
pembentukan lilitan yang diperantarai oleh protein dan bergantung ATP ini akan
mengakibatkan disrupsi kompleks U4/U6 yang berpasangan basa dengan dilepaskannya U4.
U6 kemudian menjadi mampu berinteraksi pertama-tama dengan U2, dan kemudian dengan
U1. Interaksi di atas berfungsi mendekatkan tapak penyambungan 5’, tapak percabangan
dengan A reaktifnya, dan tapak penyambungan 3’; penyegarisan dibantu oleh U5. Proses ini
juga mengakibatkan pembentukan gelungan atau struktur lariat. Kedua ujung diputus
mungkin oleh kompleks U2/U6. U6 jelas merupakan struktruktur yang esensial karena ragi
yang kekuranga snRNP tidak akan dapat hidup. Perlu diperhatikan bahwa RNA berfungsi
sebagai preparat katalitik. Rangkaian ini kemudian diulang dalam gen yang mengandung
intron multipel. Pada keadaan seperti ini, terdapat sebuah pola pasti tyang akan diikuti setiap
gen, dan intron tidak harus dikrluarkan secara berangkaian 1 kemudian 2 kemudian 3, dst.
Hubungan antara hnRNA dan mRNa matur yang bersesuaian di dalam sel eukariotik
kini sudah jelas. Molekul hnRNA adalah transkrip primer sekaligus berbagai produknya
yang mengalami pemrosesan dini, yang sudah terjadi penambahan tudung dan ekor poli A
serta pengeluaran yang bersesuaian dengan intron, di bawa ke sitoplasma sebagai molekul
mRNA matur.
2. Proses pembentukan mRNA
Pembentukan mRNA terjadi melalui proses transkripsi DNA. Pada ujung 5’
rantai mRNA segera dimodifikasi. Satu phospat dilepaskann dengan cara dihidrolisis. Ujung
5’ diphospat kemudian menyerang atom phospat alpha pada GTP untuk membentuk suatu
ikatan 5’-5’ triphospat yang tidak biasa. Nitrogen no 7 pada guanin terminal kemudian
dimetilasi oleh S adenosil metionil untuk membentuk tudung 0. Ribosa yang bersebelahan
bisa dimetilasi membentuk tudung 1 dan tudung 2. Tudung meningkatkan stabilitas mRNA
dengan cara melindungi ujung 5’nya terhadap [hospatase dan nuklease. Selain itu juga
tudung meningkatkan translasi mRNA pada proses sintesis protein eukariot.
Pada ujung ekor sebagian besar mRNA ekukariot mempunyai suatu ekor
poliadenilat (poli A) pada ujung 3’nya. Ekor poli A ini tidak disandi oleh DNA. Selain itu,
nukleotida yang mendahului nukleotida bukan nukleotida terakhir yang ditranskripsikan.
Transkrip awal pada eukariot dipotong oleh suatu endonuklease spesifik yang mengenali
urutan AAU AAA . pemotongan tidak terjadi bila ada delesi urutan ini atau suatu segmen
kira-kira 20 nukleotida pada sisi 3’. Adanya urutan internal AAU AAA pada beberapa
mRNA yang matang menunjukkan bahwa AAU AAA hanya merupakan sebagian dari sinyal
pemotongan. Setelah pemotongsn oleh endonuklease, suatu poli A polimerase
menambahkan sekitar 250 residu A pada ujung 3’. Donor pada reaksi ini adalah ATP.
Peranan ekor poli A sekarang menjadi lebih jelas. Sintesisnya dapat dihambat
oleh 3’ deoksi adenosin (kordisepin), yang tidak menganggu sintesis transkrip primer.
mRNA yang sama sekali tidak memiliki ekor poli A dapat dikeluarkan dari inti. Suatu
mRNA yang tidak memiliki ekor poli A biasanya merupakan cetakan untuk mensintesis
protein yang efektifitasnya jauh kurang dibandingkan dengan yang mempunyai ekor poli A.
Selain itu suatu ekor yang panjang melindungi molekul mRNA dari pemotongann oleh
nuklease.
3. Proses pembentukan tRNA
Molekul tRNA berfungsi sebagai molekul penyelaras untuk translasi mRNA menjadi
rangkaian protein. Molekul tRNA mengandung banyak basa standar A, U, G, dan C yang
termodifikasi., termasuk metilasi, reduksi, deaminasi dan ikatan glikosidat yang disusun
ulang. Molekul tRNA, baik pada sel prokariot maupun eukariot ditranskripsikan sebagai
molekul prekursor besar.
Pada prokariot, molekul mRNA sedikit atau bahkan sama sekali tidak mengalami
modifikasi setelah sintesis oleh RNA polimerase. Banyak molekul mRNA ditranslasi
sewaktu proses transkripsi berlangsung. Sebaliknya molekul tRNA dan rRNA dihasilkan
dengan cara pemotongan dan modifikasi lain dari rantai RNA nasens. Tiga macam molekul
rRNA dan satu molekul tRNA dipotong dan dikeluarkan dari suatu transkrip RNA awal yang
juga mengandung daerah-daerah pemisah. Transkrip-transkrip yang lain mengandung
susunan beberapa macam tRNA atau sejumlah salinan tRNA yang sama. Nuklease-nuklease
yang memotong dan merapikan prekursor-prekursor rRNA dan tRNA ini mempunyai
ketepatan yang tinggi. Ribonuklease P misalnya membuat ujung 5’ yang tepat pada semua
molekul tRNA E. coli. Enzim yang menarik ini mengandung suatu molekul RNA yang
bersifat katalitik. Enzim ribonuklease III memotong prekursor rRNA 5S, 16S, dan 23S dari
transkrip awal dengan cara memotong daerah tusuk konde yang berupa heliks ganda pada
situs-situs yang spesifik.
Tipe kedua pengolahan RNA adalah penambahan nukleotida pada ujung sejumlah
rantai RNA. Contohnya, CCA ditambahkan pada ujung 3’ molekul tRNA yang belum
memiliki urutan terminal ini. Modifikasi satuan-satuan basa dan ribosa rRNA merupakan
kategori yang ketiga. Pada prokariot, sejumlah basa mengalami metilasi, sedangkan eukariot
satu gugus 2’-hidroksil setiap kira-kira seratus satuan ribosa mengalami metilasi. Basa-basa
yang tidak lazim, ditemukan pada semua molekul tRNA. Basa-basa ini dibentuk melalui
modifikasi enzimatik suatu ribonukleotida yang biasa ditemikan dalam perkursor tRNA.
Sebagai contoh, ribotimidilat dan pseudouridilat dibentuk melalui modifikasi residu uridilat
setelah transkripsi. Modifikasi ini menghasilkan keanekaragaman, seolah-olah ada usaha
tRNA untuk menandingi protein.

Pada eukariot, prekursor tRNA dikonversi menjadi tRNA matang melalui


serangkaian perubahan:
 Pemutusan kepala 5’ oleh Ribonuklease P (RNase P). Proses ini membutuhkan ribonukleo
komplek.
Transkrip awal yang mempunyai 950 nukleotida dipecahkan oleh Ribonuklease P pada sisi 5’
nukleotida pertama setiap tRNA matang yang akan dibuat.
 proses potong sambung (splicing) untuk membuang intron
proses potong sambung prekursor tRNA dimulai dengan pemutusan ikatan fosfodiester antara
ekson arah ke hulu dan ujung 5’ intron dan ekson arah ke hilir dengan ujung 3’ intron. Intron
dengan 14 nukleotida yang terletak langsung setelah antikodon dipotong oleh suatu
endonuklease yang menghasilkan 2’,3’-fosfat siklik pada ujung ekson di hulu dan 5’ –OH pada
ujung ekson di hilir.
 penggantian UU pada ujung 3’ menjadi CCA
pemangkasan UU oleh ribonuklease D dan dilanjutkan dengan penambahan CCA pada ujung 3’
tersebut.
 modifikasi sejumlah basa
beberapa basa pada tRNA dimodifikasi secara khas dengan proses metilasi, beberapa lainnya
dengan proses deaminasi ataupun dengan reduksi. Delapan atau lebih residu nukleotida semua
tRNA memilki basa termodifikasi yang tidan umum dijumpai, banyak diantaranya merupakan
turunan metil basa utamanya. Basa yang tidak umum dijumpai tersebut antara lain inosin (I),
pseudouridin (ѱ), dihidrouridin (UH2), ribotimidin (T), metilinosin (mI), metilguanosin (mG)
dan dimetilguanosin (m2G).
E. Aktivasi tRNA
Asam Amino Diaktivasi dan Diikatkan pada tRNA Tertentu oleh Aminoasil-tRNA Sintetase
Pengaktifan asam amino dan pengikatannya ke tRNA dikatalisis oleh suatu enzim khas yaitu
aminoasil-tRNA sintetase, atau disebut juga enzim pengaktif. Di dalam sel terdapat 20 macam
enzim pengaktif ini, satu enzim satu macam asam amino yang spesifik.
Langkah awal pada reaksi ini ialah pembentukan aminoasil-adenilat darisuatu asam amino
dan ATP. Bentuk aktif ini merupakan suatu campuran anhidrid dimana gugus karboksil dari asam
amino itu diikatkan pada gugus 5’-fosfat dari AMP (aminoasil-AMP), dengan pelepasan pirofosfat.
Asam amino + ATP → aminoasil-adenilat (aminoasil AMP) + PPi
Langkah selanjutnya adalah pemindahan gugus aminoasil dari aminoasil-AMP ke molekul
tRNA membentuk aminoasil-tRNA. Gugus aminoasil dipindahkan ke gugus 2’ atau 3’ hidroksil
paada residu terminal A molekul tRNA, akan tetapi sesekali terikat aminoasil ini dapat pindah
(bolak-balik) di antara gugus 2’ dan 3’ hidroksil.
Aminoasil-AMP + tRNA → aminoasil-tRNA + AMP
Hasil keseluruhan reaksi-reaksi aktivasi dan pemindahan itu adalah sebagai berikut
Asam amino + ATP + tRNA → aminoasil- tRNA + AMP + PPi
∆Go reaksi ini mendekati 0, karena energi bebas dihidrolisis ikatan ester aminoasil tRNA itu
hampir sama dengan energi hidrolisis gugus fosforil terminal ATP. Reaksi ini digerakkan oleh
hidrolisis pirofosfat. Hasil reaksi ketiga reaksi di atas adalh sebagai berikut :
Asam amino + ATP + tRNA + H2O→ aminoasil-tRNA + AMP + 2Pi
Jadi ada dua P yang dipakai pada sintesis satu aminoasil-tRNA. Satunya dipakai sewaktu
membentuk ikatan erter aminoasil-tRNA sedangkan yang lainnya dipakai untuk menggerakkan
reaksi itu ke depan.
Proses aktivasi dan langkah-langkah pemindahan untuk suatu asam amino tertentu
dikatalisis oleh enzim yang sama yaitu aminoasil tRNA sintetase. Aminoasil-tRNA sintetase sangat
spesifik bagi kedua tRNA dan asam amino yang bersangkutan. Aminoasil-tRNA sintetase ini dapat
digolongkan dalam dua kelas berdasarkan pada adanya urutan jati diri yang pendek, yaitu kelas I
dan kelas II. Sintetase untuk 10 dari ke 20 asam amino dasar tergolong enzim-enzim kelas I, dan
untuk ke 10 asam amino lainnya tergolong dalam enzim-enzim kelas II. Asam-asam amino yang
lebih kecil umumnya diaktifkan oleh sintetase kelas II sedangkan yang besar-besar dan juga bersifat
lebih hidrofobik diaktifkan oleh enzim kelas II.
Bilamana asam amino yang salah bergabung dengan tRNA membentuk aminoasil-tRNA
yang salah berpasangan, residu asam amino ini akan ikut disisipkan dalam rantai polipeptida. Akan
tetapi beberapa aminoasil-tRNA merupakan enzim yang cerdas seperti DNA polimerase, enzim ini
mampu memeriksa dan mengoreksi kesalahannya sendiri. Contohnya karena struktur gugus-R asam
amino valin dan isoleusin menyerupai satu sama lain (perbedaan satu-satunya adalah bahwa
isoleusin memiliki tambahan gugus -CH2). Mungkin kita akan menduga bahwa valin akan sering
bergabung di dalam polipeptida menggantikan isoleusin. Akan tetapi frekuensi kesalahan dalam
penggabungan isoleusin nyatanya tidak lebih besar dari asam amino lainnya, kira-kira 1 bagi setiap
3000-4000 residu, karena isoleusin-tRNA sintetase dapat memeriksa dan mencegah terjanya
kesalahan ini. Enzim ini mengenali kesalahan ini jika terjadi pengikatan adenilat aminoasil yang
tidak benar, dan memperbaikinya dengan menghidrolisis valin AMP. Dan lebih lanjut hidrolisis
akan membebaskan sintetase itu untuk aktivasi dan memindahkan isoleusin, yaitu asam amino yang
benar. Sintetase dapat mencegah hidrolisis isoleusin-AMP dimungkinkan karena situs hidrolisis
terlalu besar untuk diisi oleh valin-AMP akan tetapi tidak cukup besar untuk masuknya isoleusin-
AMP. Untuk membedakan asam amino yang memiliki ukuran yang hampir sama, misalkan valin
dan treonin yang hanya berbeda pada gugus –OH menggantikan gugus –CH 3, sintetase valin
mempunyai dua situs katalitik yang berdekatan, satu untuk asilasi tRNA dan satunya untuk hidrolsis
tRNA yang diasilasi secara salah. Asilasi lebih cenderung pada valin dibanding treonin karena situs
asilasi yang bersifat hidrofobik. Sebaliknya treonil-tRNA dihidrolisis lebih cepat daripada valil-
tRNA karena situs hidrolisisnya lebih hidrofilik. Sintetase untuk valin melakukan hampir semua
proses penyuntingan ini pada tingkat aminoasil-tRNA, sedangkan sintetase untuk isoleusin
mengerjakannya pada tingkat aminoasil-AMP.
Kebanyakkan aminoasil-tRNA sintetase memiliki situs hidrolitik disamping untuk asilasi.
Pasangan komplemen situs-situs ini berfungsi sebagai penyaring ganda untuk lebih meningkatkan
ketepatan. Situs asilasi menolak asam amino yang lebih besar daripada yang benar, karena ruang
tidak mencukupi untuk menerima yang lebih besar sedangkan situs hidrolitik menghancurkan zat
antara aktif yang lebih kecil daripada yang benar. Pemeriksaan hidrolitik merupakan pokok
ketepatan untuk kebanyakan aminoasil-tRNA sintetase, seperti juga terdapat pada DNA polymerase.
Meskipun begitu sebagian kecil sintetase menjalankan ketepatan yang tinggi tanpa menyunting
dahulu zat-zat antara yang terikat secara kovalen.
Interaksi Kodon dan Antikodon
Pada prinsipnya, interaksi (pengenalan) kodon-antikodon adalah proses pemasangan basa
antara antikodon tRNA dan kodon pada mRNA (Figure 11.6). Pemasangan basa ini sesuai dengan
pemasangan basa suatu polinukleotida yang bersifat antiparalel. Oleh karena mRNA dibaca dengan
5′→3′, maka nukleotida pertama, kedua, dan ketiga kodon mRNA akan berpasangan dengan
nukleotida ke 36, 35, dan 34 antikodon tRNA. Ribosom mengontrol topologi interaksi tersebut
sedemikian rupa sehingga hanya triplet nukleotida tersebut yang berpasangan.
Pemasangan basa kodon-antikodon tidak seluruhnya mengikuti aturan pemasangan basa
standard. Hal ini disebabkan antikodon pada loop tRNA agak melengkung sehingga interaksi basa
antikodon dengan basa kodon tidak sejajar seluruhnya. Akibatnya, pemasangan basa ke-34
antikodon dengan kodon ketiga tidak mengikuti aturan pemasangan basa standar. Fenomena ini
disebut ‘wobble'. Suatu variasi pasangan basa pada pososi tersebut bisa saja terjadi, terutama jika
nukleotida pada posisi 34 yang dimodifikasi.
Pasangan basa nonstrandar Bakteri mempunyai dua tampilan utama dari wooble tersebut
yaitu:
Pasangan basa G-U (diperbolehkan). Artinya sebuah anti kodon dengan sekuennya yaitu 3′-
xxG-5′ bisa saja jika dipasangkan dengan 5′-xxC-3′ maupun 5′-xxU-3′. Sama saja dengan anti
kodon 3′-xxU-5′ dapat berpasangan dengan 5′-xxA-3′ maupun 5′-xxG-3′. Hanya saja ada
konsekuensinya, daripada menggunakan tRNA yang berbeda untuk tiap kodon, untuk keempat
anggota kelompok kodon (seperti 5′-GCN-3′, semua kode untuk alanin) dapat di kode hanya dengan
dua tRNAs.
Kedua: Inosin, adalah modifikasi dari purin yang dapat berpasangan dengan A, C dan U.
Inosin hanya dapat dibentuk di tRNA karena mRNA tidak dimodifikasi pada jalur ini. Triplet 3′-
UAI-5′ terkadang digunakan sebagai anti kodon pada molekul tRNA illeusin karena pasangan 3′-
UAI-5′ ini berpasangam dengan 5′-AUA-3′, 5′-AUU-3′, yang mana bentuk dari ketiga kelompok
kodon untuk asam amino pada kode standar genetik.

F. Kode Genetik
Kode genetik adalah cara pengkodean urutan nukleotida pada DNA atau RNA untuk
menentukan urutan asam amino pada saat sintesis protein. Informasi pada kode genetik ditentukan
oleh basa nitrogen pada rantai DNA yang akan menentukan susunan asam amino.
Para peneliti melakukan penelitian pada bakteri E. Coli mula-mula digunakan basa nitrogen
singlet maka diperoleh 4 asam amino saja yang dapat diterjemahkan padahal ke 20 asam amino ini
harus diterjemahkan semua agar protein yang dihasilkan dapat digunakan, kemudian para ilmuwan
mencoba lagi dengan kodon duplet dan baru dapat untuk menterjemahlkan 16 asam amino, maka ini
pun belum cukup juga. Kemudian dicoba dengan triplet dan dapat menterjemahkan 64 asam amino.
Hal ini menjadikan ada beberapa kodon yang memiliki simbul/fungsi yang sama diantaranya
(kodon asam asparat (GAU dan GAS) sama dengan asam-asam tirosin (UAU, UAS) sama juga
dengan triptofan (UGG) bahkan ini sangat menguntungkan pada proses pembentukkan protein
karena dapat menggantikan asam amino yang kemungkinan rusak. Selain itu dari 20 asam amino
diantaranya ada yang berfungsi sebagai agen pemotong gen atau tidak dapat bersambung lagi
dengan doubel helix. Asam amino yang berfungsi sebagai agen pemotong gen diantaranya (UAA,
UAG, UGA).
Beberapa sifat dari kode triplet diantaranya:
1. Kode genetik bersifat berdegenerasi
Ciri kode genetik yang paling mencolok adalah degenerate (degenerasi), maksudnya
suatu asam amino yang diuji bisa dispesifikasi lebih dari satu kodon. Hanya metionin dan
triptofan yang mempunyai kodon tunggal. Degenerasi tidak berarti tak sempurna; kode
genetik jelas karena tidak ada kodon yang mengkode asam amino lebih dari satu. Perlu
diketahui bahwa degenerasi kode tidaklah seragam. Sebagai contoh, leusina dan serina
mempunyai enam kodon, glisina dan alanina mempunyai empat kodon, dan glutamat,
tirosina, dan histidina mempunyai dua kodon. Ketika satu asam amino mempunyai kodon
ganda, perbedaan antara kodon biasanya terlihat pada basa yang ketiga (pada ujung 3').
Sebagai contoh, alanina dikode oleh triplet GCU, GCC, GCAA, dan GCG. Kodon tersebut,
hampir semua asam amino disimbolkan dengan XY GA atau XY CU. Dua huruf pertama
dari tiap kodon kemudian faktor penentu yang utama dari kekhususan. Hal ini memberikan
beberapa konsekuensi yang menarik.

2. Tidak tumpang tindih


Artinya tiada satu basa tungggalpun yang dapat mengambil bagian dalam
pembentukan lebih dari satu kodon, sehingga 64 itu berbeda-beda nukleotidanya. Kode
genetik dapat mempunyai dua arti yaitu kodon yang sama dapat memperinci lebih dari satu
asam amino.
Semenjak tahun 1960an semakin nyata bahwa ada paling sedikit tiga residu
nukleotida DNA diperlukan untuk mengkode untuk masing-masing asam amino. Empat
huruf kode DNA (A, T, G, dan C) dalam grup dua huruf menghasilkan 4 2 =16 kombinasi
yang berbeda, tidak cukup untuk mengkode 20 asam amino. Empat basa tiga huruf
menghasilkan 43 = 64 kombinasi yang berbeda. Genetik eksperimen awal membuktikan
bahwa tidak hanya kode genetik atau kodon untuk asam amino berupa susunan tiga huruf
(triplet) dari nukleotida tetapi juga bahwa kodon tidak tumpang-tindih dan tidak ada jeda
antara kodon residu asam amino yang berurutan. Susunan asam amino protein kemudian
digambarkan oleh suatu susunan yang linier dari kodon triplet yang berdekatan. Kodon yang
pertama pada susunan menetapkan suatu kerangka pembacaan (reading frame), dimana
kodon yang baru memulai pada setiap tiga residu nukleotida. Pada skema ini, ada tiga
kerangka pembacaan yang mungkin untuk setiap urutan DNA yang diberi, dan masing-
masing secara umum akan memberi suatu urutan berbeda terhadap kodon.
3. Tidak bersifat ambigu
Kode genetic tidak bersifat ambigu (bermakna ganda). Artinya sebuah kodon
spesifik hanya menunjukkan satu asam amino tunggal. Perbedaan antara ambigu dan sifat
berdegenerasimerupakan konsep yang sangat penting. Kode yang tidak ambigu tetapi
bersifat degenerasi dapat dijelaskan secara molekuler. Pengenalan tRNA bergantung pada
region antikodon dan kaidah spesifik, komplementer terhadap kodon yang dinamakan
antikodon. Untuk sebuah kodon tertentu di dalam mRNA, hanya satu spesies tunggal
molekul tRNA hanya dapat dimuati oleh satu asam amino spesifik. Dengan demikian
masing-masing kodon menspesifikasi satu asam amino. Meskipun demikian sebagian
molekul tRNA dapat memanfaatkan antikodonnya untuk mengenali lebioh dari satu kodon.
Inilah yang menunjukkan bahwa kode genetic bersifat tidak ambigu.
4. Bersifat universal
Kode genetic bersifat universal karena pada mitokondria eukariota derajat rendah
sampai tinggi termasuk manusia membaca empat buah kodon dalam cara yang berbeda dari
pembacaan yang dilakukan di sitoplasma., bahkan pada satu sel yang sama.
Tabel kode genetik universal

Pada tahun 1961 Marshall Nirenberg dan Heinrich Matthaei mengumumkan hasil observasi
yang mengusulkan terobosan pertama. Mereka menginkubasi polyribonucleotide polyuridylate
sintetis (poly(U) yang didesign) dengan ekstrasi E. coli, GTP, dan campuran 20 asam amino dalam
20 tabung berbeda. Pada masing-masing tabung suatu asam amino yang berbeda diberi label secara
radioaktif. Poly(U) dapat dikatakan sebagai mRNA tiruan yang berisi triplet UUU berurutan, dan
triplet ini harus mempromosikan sintesis polipeptida hanya dari salah satu 20 asam amino yang
berbeda dari yang dilabel dengan triplet UUU. Suatu polipeptida radioaktif dibentuk di dalam salah
satu dari 20 tabung yang berisi fenilalanin radioaktif. Nirenberg dan Matthaei menyimpulkan bahwa
triplet UUU cocok untuk fenilalanin. Pendekatan yang sama mengungkapkan bahwa
polyribonucleotide polycytidylate atau poly(C) sintetis mengkode formasi.
Polipeptida yang hanya berisi prolina (polyproline) dan ilyadenylate atau poly(A) mengkode
polylysine. Dengan demikian triplet CCC mengkode daftar prolina dan triplet AAA untuk lisina.
Polinukleotida sintetik yang digunakan dalam eksperimen dibuat sedemikian dengan aksi
fosforilase polinukleotida, menganalisis formasi polimer RNA dari ADP, UDP, CDP dan GDP.
Enzim ini tidak memerlukan template polimer dan membuat polimer dengan sebuah komposisi basa
bahwa secara langsung mencerminkan konsentrasi yang relatif dari precursor nukleotida 5'-
diphosphate di dalam medium. Jika fosforilase polynukleotida diperkenalkan dengan UDP, hal ini
hanya poly(U). Jika diperkenalkan dengan suatu campuran dari lima bagian ADP dan satu CDP
akan membuat polimer dimana 65 residu adalah adenylate dan 61 sytidylate. Polimer acak seperti
itu mungkin memiliki banyak triplet urutan AAA, sedikit triplet AAC, ACA, dan CAA, beberapa
triplet ACC, CCA, dan CAC, dan sangat sedikit triplet CCC. Dengan penggunaan mRNA tiruan
yang berbeda yang dibuat dari fosforilase polinukleotida dari campuran permulaan ADP, GDP,
UDP, dan CDP yang berbeda, komposisi basa triplet yang mengkode hampir semua asam amino
diidentifikasi segera.
Ditahun 1964 Nirenberg dan Filipus menemukan terobosan baru. Mereka menemukan
bahwa ribosom bakteri E.coli yang terisolasi akan mengikat suatu aminoasil-tRNA khusus jika
polinukleotida sintetik yang sesuai ada. Sebagai contoh, ribosom yang diinkubasi dengan poly(U)
dan phenylalanyl-tRNAPhe (atau Phti-tRNAPhe) akan mengikat kedua polimer, tetapi jika ribosom
iinkubasi dengan poly(U) dan beberapa aminoacyU-tRNA yang lain, aminoasil-tRNA itu tidak akan
terikat karena itu tidak akan mengenali triplet UUU pada poly(U), perlu dicatat bahwa oleh
konvensi, identitas tRNA ditandai superscript dan aminoacylated-tRNA ditandai dengan nama yang
menyambung garis. Sebagai contoh, aminoacylated tRNAALa yang benar adalah alanyl-tRNA Ala
atau Ala-tRNAAla. Jika tRNA tersebut adalah salah aminoacylated, misalkan dengan valina, akan
memiliki Val-tRNAAla. Polinukleotida terpendek yang bisa mempromosikan ikatan khusus Phe-
tRNAPhe adalah trinucleotida UUU. Dengan menggunakan trinucleotida sederhana dari urutan
yang dikenal, hal ini mungkin untuk menentukan aminoasil-tRNA yang mana yang terikat dengan
masing-masing dari sekitar 50 dari 64 kodon triplet yang mungkin. Beberapa kodon, baik tidak ada
aminoasil-tRNA akan berikatan, atau lebih dari satu terikat. Metoda lain diperlukan untuk
melengkapi dan mengkonfirmasikan seluruh kode genetik.
Saat ini, suatu pendekatan yang komplementer diperkenalkan oleh H.Gobind Khorana, yang
mengembangkan metoda-metoda untuk mensintesis polyribonucleotida dengan yang digambarkan.
Susunan pengulangan dari dua sampai empat basa. Polipeptida yang dihasilkan dengan memakai
RNAs ini sebagai pengirim pesan (messanger) mempunyai satu atau beberapa asam amino dengan
pola berulang. Pola-pola ini ketika dikombinasikan dengan informasi dari polimer acak yang
digunakan oleh Nirenberg dan rekan-rekannya, memunculkan tugas kodon yang tidak jelas.
Polipeptida yang disintesis responnya atas polimer ini ditemukan untuk memiliki jumlah treonina
dan histidina yang sama. Dengan cara yang sama, satu RNA dengan tiga basa pada pola
pengulangan harus menghasilkan tiga jenis polipeptida yang berbeda. Masing-masing polipeptida
berasal dari kerangka pembacaan (reading frame) yang berbeda dan berisi suatu jenis asam amino.
Satu RNA dengan empat basa pada pola pengulangan harus menghasilkan satu jenis
polipeptida dengan pola pengulangan empat asam amino. Hasil dari semua percobaan dengan
polimer ini menghasilkan tugas dari kodon 61 dan 64 yang mungkin. Dan tiga yang lain
diidentifikasi sebagai kodon penghentian (termination), sebagian karena ketiganya mengacaukan
pola persandian asam amino ketika dimasukkan dalam urutan dari RNA polimer sintetis. Dengan
pendekatan ini, urutan basa dari semua kode triplet masing-masing asam amino dibentuk tahun
1966. Sejak itu, kode ini telah diuji melalui banyak cara. "kamus" lengkap kodon untuk asam
amino. Urutan kode genetik diakui sebagi penemuan terbesar di tahun 1060an.
Kode genetik mempunyai beberapa karakteristik penting. Kunci organisasi informasi
genetika dalam protein dapat ditemukan pada kodon dan pada susunan kodon pada kerangka
pembacaan (reading frame). Perlu diingat bahwa tanpa tanda baca atau isyarat diperlukan untuk
menandai ujung kodon dan permulaan kodon berikutnya. Kerangka pembacaan harus ditetapkan
dengan benar pada permulaan molekul mRNA dan lalu dipindahkan secara berurutan dari satu
triplet ke triplet berikutnya. Jika kerangka pembacaan awal diputus oleh satu atau dua basa, atau
jika ribosom tanpa sengaja melompati suatu nukleotida dalam mRNA, semua kodon berikutnya
akan berantakan dan akan menjurus kepada pembentukan protein "missense" dengan susunan asam
amino yang kacau. Beberapa kodon memiliki fungsi khusus. Kodon inisiasi, AUG, menandakan
awal dari rantai polipeptida. AUG tidak hanya adalah kodon inisiasi dari prokaryota dan eukaryot
tetapi juga mengkode residu Met pada posisi internal polipeptida. Dari 64 triplet nukleotida yang
mungkin, tiga (UAA, UAG, dan UGA) tidak mengkode asam amino yang dikenal. Ketiganya
dikenal sebagai kodon penghentian (termination) atau juga disebut stop codon atau nonsense codon,
yang secara normal menandai akhir sintesis rantai polipeptida. Ketiga kodon penghentian dinamai
"nonsense codon" karena kodon-kodon ini pertama kali ditemukan berasal dari mutasi basa tunggal
bakteri E.coli di mana rantai polipeptida tertentu diakhiri secara prematur. Mutasi nonsens ini,
dinamai amber, ochre, dan opal, membantu identifikasi yang mungkin dari UAA, UAG, dan UGA
sebagai kodon penghentian. Pada urutan acak nukleotida, satu dari setiap 20 kodon pada masing-
masing kerangka pembacaan rata-rata merupakan kodon penghentian. Dimana kerangka pembacaan
ada tanpa kodon penghentian dari 50 atau lebih kodon, daerah itu disebut satu kerangka pembacaan
terbuka (open reading frame). Kerangka pembacaan terbuka panjang biasanya berhubungan dengan
gen yang mengkode protein. Pengkodean gen protein khusus tak terputuskan dengan berat
molekular 60.000 akan memerlukan open reading frame dengan 500 atau lebih kodon.

G. Sintesis Protein
 Transkripsi
1. Transkripsi pada Prokariotik
Transkripsi pada dasarnya adalah proses penyalinan urutan nukleotida yang
terdapat pada molekul DNA. Dalam proses transkripsi hanya ada satu untaian DNA yang
disalin menjadi urutan nukleotida RNA (transkrip RNA). Urutan nukleotida pada
transkrip RNA bersifat komplementer dengan urutan DNA cetakan (DNA template)
tetapi identik dengan urutan nukleotida DNA pada untaian pengkode (coding DNA
strand). Pada RNA tidak ada nukleotida T karena struktur T digantikan oleh U.
Nukleotida T dan U mempunyai cincin yang serupa yaitu cincin pirimidin, tetapi pada
basa T ada gugus metil pada atom C nomor 5 sedangkan pada basa U tidak ada.
Secara umum proses transkripsi pada prokariotik berjalan serupa pada
eukariotik, meskipun ada beberapa rincian proses yang berbeda antara kedua sistem
tersebut. Pada prokariotik transkripsi dimulai dengan penempelan RNA polimerase
holoenzim pada bagian promoter suatu gen. Pada awal penempelan RNA polimerase
masih belum terikat kuat dan promoter masih dalam keadaan tertutup. Selanjutnya RNA
polimerase terikat secara kuat dan ikatan hidrogen molekul DNA pada bagian promoter
mulai terbuka. Pada prokariotik RNA polimerase menempel secara langsung pada DNA
di daerah promoter tanpa melalui suatu ikatan dengan protein lain. Dalam proses
penempeln promoter tersebut subunit σ berperanan dalam menemukan bagian promoter
suatu gen sehingga RNA polimerase dapat menempel. Proses pengenalan suatu promoter
oleh RNA polimerase diawali dengan penempelan enzim tersebut secara tidak spesifik
pada molekul DNA. Selanjutnya RNA polimerase akan mencari bagian DNA yang
mempunyai struktur khas suatu promoter. Struktur khas tersebut berupa suatu kelompok
ikatan hidrogen antara kedua untaian DNA pada posisi -35 dan -10. Kecepatan suatu
polimerase dalam menemukan promoter diperkirakan mencapai 1000 pasangan basa per
detik.
Setelah RNA polimerase menempel pada promoter, subunit σ melepaskan diri
dari stuktur holoenzim. Pelepasan subunit σ biasanya terjadi setelah terbentuk molekul
RNA sepanjang 8-9 nukleotida. RNA polimerase inti yang sudah menempel pada
promoter akan tetap terikat kuat pada DNA sehingga tidak lepas. Ikatan ini sangat
penting dalam proses transkripsi sebab jika ikatannya tidak kuat maka RNA polimerase
akan lepas sebelum transkripsi selesai.

Inisiasi Transkripsi
Tahapan inisiasi transkripsi meliputi 4 langkah yaitu :
1. Pembentukan kompleks promoter tertutup
2. Pembentukan kompleks promoter terbuka
3. Penggabungan beberapa nukleotida awal (sekitar 10 nukleotida)
4. Perubahan konformasi RNA polimerase karena subunit σ dilepaskan dari
kompleks holoenzim.
Selanjutnya subunit σ tersebut dapat digunakan lagi dalam proses inisiasi
transkripsi selanjutnya. Bagian DNA yang terbuka setelah RNA polimerase menempel
biasanya terjadi pada daerah sekitar -9 sampai +3 sehingga menjadi struktur untai
tunggal. Bagian DNA yang berikatan dengan RNA polimerase membentuk suatu struktur
gelembung transkripsi sepanjang kurang lebih 17 pasangan basa. Setelah struktur
promoter terbuka secara stabil maka selanjitnya RNA polimerase melakukan proses
inisiasi transkripsi dengan menggunakan urutan DNA cetakan sebagai panduannya.
Dalam proses transkripsi , nukleotida RNA digabungkan sehungga membentuk transkrip
RNA.
Subunit σ mempunyai peranan dalam menstimulasi inisiasi transkripsi tetapi
tidak mempercepat laju pertambahan untaian RNA. Inisiasi transkripsi dapat dihambat
dengan pemberian anti biotik rifampisin, tetapi tidak menghambat proses pemanjangan
transkrip. Subunit RNA polimerase yang menentukan kepekaan atau ketahanan terhadap
antibiotik rifampisin adalah subunit β. Setelah proses inisiaasi transkripsi terjadi, subunit
σterlepas dari enzim inti RNA polimerase yang lain. Jika transkripsi berlangsung pada
kekuatan ionik yang rendah, maka RNA polimerase inti tidak terlepas dari DNA cetakan
pada ujung suatu gen. Hal inimenyebabkan inisiasi transkripsi berhenti. Jika ke dalam
sistem tersebut dimasukkan RNA polimerase inti yang baru, maka transkripsi kemudian
berjalan kembali. Keadaan ini menunjukkan bahwa RNA polimerase inti yang baru
tersebut kemudian bergabung dengan subunit σ yang sebelumnya telah dilepaskan dari
enzim RNA polimerase inti yang lain.

Proses Pemanjangan Transkrip


Pada bagian gelembung transkripsi, basa-basa molekul RNA membentuk hibrid
dengan DNA cetakan sepanjang kurang lebih 12 nukleotida. Hibrid RNA-DNA ini
bersifat sementara sebab setelah RNA polimerasenya berjalan, maka hibrid tersebut akan
terlepas dan bagian DNA yang terbuka tersebut akhirnya akan menutup lagi. RNA
polimerase akan berjalan membaca DNA cetakan untuk melakukan proses pemanjangan
(elongation) untaian RNA. Proses pemanjangan transkrip dqpat dihambat oleh antibiotik
streptoligidin. Kepekaan atau ketahanan terhadap sterptoligidin juga ditentukan oleh
subunit β pada RNA polimerase.
Dalam pemanjangan transkrip, nukleotida ditambahkan secara kovalen pada
ujung 3’ molekul RNA yang baru terbentuk. Nukleotida RNA yang ditambahkan tersebut
bersifat komplementer dengan nukleotida pada untaian DNA cetakan. Sebagai contoh,
jika nukleotida pada DNA cetakan adalah A, maka nukleotida RNA yang ditambahkan
adalah U.
Dalam proses pemanjangan transkrip ada dua hipotesis yang diajukan mengenai
perubahan topologi DNA. Hipotesis perta,a menyatakan bahwa enzim RNA polimerase
bergerak melingkari untaian DNA sepanjang perjalanannya. Dengan cara demikian maka
dapat dihindari terjadinya pelintiran pada struktur DNA, tetapi untaian RNA
hasiltranskripsinya akan melintir sepanjang untaian DNA. Sebaliknya, hipotesis kedua
menyatakan bahwa enzim RNA polimerase bergerak lurus sepanjang untaian DNA
sehingga RNA yang terbentuk tidak mengalami pelintiran, tetapi untaian DNA yang
ditranskripsi harus mengalami punturan. Untaian DNA yang ada di depan RNA
polimerase akan membuka sedangkan DNA yang berada di belakangnya akan memuntir
kembali untuk menutup.
Dalam proses pemanjangan transkrip RNA, demikian juga pada proses inisiasi
sintesis RNA, terjadi pembentukan ikatan fosfodiester antara nukleotida RNA yang satu
dengan nukleotida berikutnya. Pembentukan ikatan fosfodiester tersebut ditentukan oleh
keberadaan subunit β pada RNA polimerase. Transkripsi akan berakhir pada saat RNA
polimerase mencapai ujung gen yang disebut terminator. Pada bakteri E. colli ada 2
macam terminator yaitu:
a. Terminator yang tidak bergantung pada protein rho (rho-dependent terminator)
b. Terminator yang bergantung pada protein rho (rho-independent terminator)

Pengakhiran Transkripsi yang Tidak Tergantung pada Faktor Rho


Pengakhiran terminasi yang tidak tergantung pada rho dilakukan tanpa harus
melibatkan suatu proses khusus, melainkan ditentukan oleh adanya suatu urutan
nukleotida tertentu pada bagian terminator. Sinyal yang akan mengakhiri transkripsi
dengan mekanisme semacam ini ditentukan oleh daerah yang mengandung banyak
urutan GC yang dapat membentuk struktur batang dan lengkung ( syem-and-loop) pada
RNA dengan panjang sekitar 20 basa di sebelah hulu dari ujung 3’-OH dan diikuti oleh
rangkaian 4-8 residu uridin berurutan. Struktur batang lengkung tersebut menyebabkan
RNA polimerase berhenti dan merusak bagian 5’ dari hibrid RNA-DNA. Bagian sisa
hibrid RNA-DNA tersebut berupa urutan oligo (rU) yang tidak cukup stabil berpasangan
dengan dA. Akibatnya ujung 3’ hibrid tersebut akan terlepas sehingga transkripsi
berakhir.
Pengakhiran transkripsi tanpa melibatkan faktor rho mempunyai dua ciri utama,
yaitu :
1. Adanya rangkaian basa berulang-balik (inverted repeat) yang dapat
membentuk lengkungan
2. Adanya rangkaian basa T pada untaian DNA kan cetakan (nontemplate
strand) sehingga terbentuk pasangan basa yang lemah antara rU-dA yang menahan
transkrip RNA pada untaian DNA cetakan.
Pada waktu lengkungan RNA terbentuk, maka RNA polimerase berhenti dan
ikatan basa yang lemah menyebabkan RNA yang baru terbentuk akan terlepas.

Pengakhiran Transkripsi yang Tergantung pada Faktor Rho


Mekanisme pengakhiran transkripsi senacam ini memerlukan protein ρ (rho).
Pengaktifan transkripsi yang memerlukan faktor rho hanya terjadi pada daerah jeda yang
terletak pada jarak tertentu dari promoter. Dengan demikian jika ada daerah jeda yang
terletak dekat promoter maka daerah itu tidak dapat berfungsi sebagai daerah
pengakhiran transkripsi. Terminator yang tergantung pada rho terdiri atas suatu urutan
berulang-balik yang dapat membentuk lengkungan (loop), tetapi tidak ada rangkain basa
T seperti pada daerah terminator yang tidak melibatkan faktor rho. Faktor rho diduga
ikut terikat pada transkrip dan mengikuti pergerakan RNA polimerase sampai akhirnya
RNA polimerase berhenti pada daerah terminator yaitu sesaat setelah menyintesis
lengkungan RNA. Selanjutnya faktor rho menyebabkan destabilisasi ikatan RNA-DNA
sehingga transkrip RNA terlepas dari DNA cetakan.

2. Transkripsi pada Eukariotik


RNA Pol II terdapat di dalam nukleoplasma dan bertanggung jawab untuk transkripsi
semua gen penyandi protein dan beberapa gen snRNA. Pra-mRNA (transkrip primer)
yang baru disintesis harus mengalami prosesing melalui pembentukan pelindung (cap)
pada ujung 5’ RNA dan penambahan poli A pada ujung 3’ di samping pembuangan
intron dan penyatuan (splicing) ekson.
Banyak promoter eukariot mengandung suatu urutan konservatif yang dinamakan
kotak TATA. Letaknya sekitar 25 hingga 35 pb dari tapak inisiasi transkripsi, berisi
urutan konsensus sepanjang 7 pb, yaitu 5’- TATAAT – 3’. Meskipun demikian, saat ini
diketahui bahwa protein yang mengikat kotak TATA. Kotak TATA bekerja dengan cara
yang sama dengan urutan -10 pada promoter E. coli dalam menempatkan RNA Pol II
agar diperoleh inisiasi transkripsi yang benar.
Beberapa gen eukariot tidak mempunyai kotak TATA tetapi memiliki suatu elemen
insiator, yang terletak di sekitar tapak inisiasi transkripsi. Namun, beberapa promoter
tidak memiliki baik kotak TATA maupun elemen inisiator. Gen-gen semacam ini
biasanya ditranskripsi dengan lambat, dan inisiasi transkripsi dapat terjadi di tempat-
tempat yang berbeda sepanjang 200 pb. Gen-gen ini sering kali mengandung daerah
yang kaya GC sepanjang 20 hingga 50 pb pada posisi 100 hingga 200 pb arah hulu dari
tapak inisiasi transkripsi.
 Kompleks Inisiasi
Aktivitas promoter basal yang rendah akan sangat ditingkatkan oleh adanya elemen-
elemen lain di sebelah hulu promoter. Elemen-elemen ini dijumpai pada kebanyakan gen
dengan tingkat ekspresi yang sangat bervariasi di antara jaringan yang berbeda. Dua
contoh yang umum adalah kotak SP1, yang terletak di sebelah hulu dari banyak gen baik
yang mempunyai maupun yang tidak mempunyai kotak TATA, dan kotak CCAAT.
Promoter dapat memiliki salah satu, keduanya, atau bahkan banyak salinan urutan/kotak
tersebut. Urutan yang pada umumnya terletak 100 hingga 200 pb arah hulu dari
promoter ini dinamakan elemen regulator hulu atau upstream regulatory elements
(UREs). UREs memegang peranan penting dalam menjamin berlangsungnya transkripsi
yang efisien.
Transkripsi kebanyakan promoter eukariot dapat dipacu oleh elemen kontrol yang
letaknya beribu-ribu pasang basa dari tapak inisiasi transkripsi. Hal ini pertama kali
ditemukan pada genom virus SV40. Suatu urutan sepanjang kira-kira 100 pb pada DNA
virus ini dapat dengan nyata meningkatkan transkripsi dari promoter basal. Urutan
pemacu (enhancer) ini mempunyai panjang 100 hingga 200 pb dan mengandung banyak
elemen yang menghasilkan aktivitas totalnya. Pemacu dapat dijumpai pada sembarang
sel atau hanya pada tipe sel tertentu.
Dengan makin banyaknya pemacu dan promoter yang ditemukan, terlihat bahwa
motif kedua elemen tersebut ternyata tumpang tindih, baik secara fisik maupun
fungsional. Dengan demikian, terdapat spektrum elemen regulator yang sinambung,
mulai dari elemen-elemen pemacu yang sangat panjang rentangnya hingga elemen-
elemen promoter yang pendek rentangnya.
Serangkaian faktor transkripsi basal yang kompleks telah diketahui berikatan dengan
promoter RNA Pol II dan bersama-sama melakukan inisiasi transkripsi. Pada promoter
yang mengandung kotak TATA, TFIID merupakan faktor pertama yang akan mengikat
promoter tersebut. Faktor ini terdiri atas banyak molekul protein, tetapi hanya salah satu
di antaranya, yakni protein pengikat TATA atau TATA-binding protein (TBP), yang akan
berikatan dengan kotak TATA. Seperti pada RNA Pol I, pada TFIID juga terdapat faktor-
faktor yang berasosiasi dengan TBP atau TBP-associated factors (TAFIIS). Pada sel-sel
mamalia TBP nampaknya akan berikatan dengan kotak TATA dan kemudian bergabung
dengan sekurang-kurangnya delapan TAFIIS untuk membentuk TFIID.
TBP dijumpai pada ketiga kompleks transkripsi eukariot (dalam SL1, TFIIB, dan
TFIID), dan dapat dipastikan memegang peranan penting dalam inisiasi transkripsi. TBP
merupakan protein monomerik. Semua TBP eukariot mempunyai domain yang terdiri
atas 180 residu asam amino pada ujung C yang sangat konservatif, dan dapat berfungsi
sebagai molekul protein seutuhnya pada transkripsi in vivo. Oleh karena itu, fungsi
domain pada ujung N yang kurang konservatif belum sepenuhnya diketahui. TBP
mempunyai struktur fisik seperti pelana, yang akan mengikat lekukan kecil molekul
DNA pada kotak TATA dan menghasilkan sudut 45° di antara kedua pasang basa
pertama dan kedua pasang basa terakhir dari 8pb elemen TATA. Mutasi TBP pada
domain pengikatannya dengan kotak TATA tetap mempertahankan fungsinya sebagai
faktor transkripsi untuk RNA Pol I dan RNA Pol III, tetapi menghalangi inisiasi
transkripsi oleh RNA Pol II. Hal ini menunjukkan bahwa RNA Pol I dan RNA Pol III
menggunakan TBP untuk inisiasi transkripsi, tetapi peranan TBP itu sendiri yang
sesungguhnya pada kompleks transkripsi tersebut masih belum jelas.
Faktor transkripsi berikutnya, TFIIA, akan mengikat TFIID dan meningkatkan
stabilitas pengikatan TFIID pada kotak TATA. TFIIA sekurang-kurangnya tersusun dari
tiga subunit. Pada studi transkripsi in vitro, yang dilakukan dengan memurnikan TFIID,
TFIIA ternyata menjadi tidak dibutuhkan lagi. Namun, pada sel-sel yang utuh TFIIA
nampaknya akan menghilangkan pengaruh faktor-faktor penghambat yang berasosiasi
dengan TFIID. Jadi, pengikatan TFIIA pada TFIID rupanya akan mencegah masuknya
faktor-faktor penghambat tersebut sehingga proses transkripsi dapat berlanjut.
Begitu TFIID terikat dengan stabil pada DNA, faktor transkripsi lainnya, yakni
TFIIB, akan berikatan dengan TFIID. Faktor ini akan berperan sebagai perantara yang
memungkinkan masuknya RNA Pol II ke dalam kompleks inisiasi transkripsi bersama
dengan masuknya faktor berikutnya, TFIIF.
Setelah RNA Pol II terikat pada kompleks inisiasi transkripsi, tiga faktor lainnya,
masing-masing TFIIE, TFIIH, dan TFIIJ, segera berasosiasi dengan kompleks tersebut.
Ketiga faktor ini diperlukan untuk transkripsi in vitro dan penggabungannya dengan
kompleks tersebut terjadi melalui urutan tertentu. Di antara ketiga faktor tersebut, TFIIH
merupakan molekul protein terbesar yang sekurang-kurangnya terdiri atas lima subunit.
TFIIH mempunyai aktivitas kinase dan helikase. Aktivasi oleh TFIIH akan
menyebabkan fosforilasi domain ujung C atau carboxyl-terminal domain (CTD) pada
RNA Pol II sehingga terbentuk kompleks RNA Pol II yang siap untuk diproses dan
meninggalkan daerah promoter. Dengan demikian, TFIIH nampaknya mempunyai fungsi
yang sangat penting dalam kontrol elongasi transkripsi. Komponen-komponen TFIIH
juga penting dalam mekanisme perbaikan DNA dan dalam fosforilasi kompleks kinase
yang mengatur daur sel.
Pada kebanyakan promoter RNA Pol II yang tidak memiliki kotak TATA terdapat
suatu elemen inisiator yang letaknya tumpang tindih dengan tapak inisiasi transkripsi.
Rupanya pada promoter semacam ini TBP dimasukkan ke promoter oleh suatu protein
pengikat DNA yang terikat pada elemen inisiator. TBP kemudian memasukkan faktor-
faktor transkripsi lainnya beserta RNA Pol II dengan cara seperti pada promoter yang
mempunyai kotak TATA.
 Elongasi
RNA polimerase akan terus bergerak dan menambahkan nukleotida dari 5’ ke 3’
dan terus berlangsung di sepanjang DNA. Satu gen tunggal dapat di transkripsi oleh
beberapa molekul RNA polimerase. Banyak molekul polimerase yang secara simultan
mentranskripsi gen tunggal akan meningkatkan jumlah molekul mRNA yang dihasilkan
dan membantu membuat protein dalam jumlah besar.
 Terminasi
Transkripsi berlangsung sampai RnA polimerase mentransfer urutan DNA yang
disebut terminator, termintor merupakan suatu urutan rna yang berfungsi sebagai sinyal
terminasi sesungguhnya. Pada sel eukariotik RNA polimerase terus melewati sinyal
terminasi melalui suatu urutan AAU,AAA, di dalam mRNA. Pada titik yang lebih jauh
kira-kira 10-25 nukleotida di belakang sinyal terminasi, mRNA akan dipotong dan
menghasilkan prekusor mRNA.
 Translasi
Translasi adalah proses penerjemahan urutan nukleotida yang ada pada molekul
mRNA menjadi rangkaian asam-asam amino yang menyusun suatu polipeptida atau protein.
Perlu dipahami bahwa hanya molekul mRNA yang ditranslasi, sedangkan rRNA dan tRNA
tidak ditranslasi. Molekul mRNA merupakan transkrip (salinan) urutan DNA yang
menyusun suatu gen dalam bentuk kerangka baca terbuka. Suatu ORF (open reading
frame,kerangka baca terbuka) dicirikan oleh:
1. Kodon inisiasi translasi, yaitu urutan ATG (pada DNA) atau AUG (pada mRNA),
2. Serangkaian urutan nukleotida yang menyusun banyak kodon dan
3. Kodon terminasi translasi, yaitu TAA (UAA pada mRNA). TAG (UAG pada
mRNA) dan TGA (UGA pada mRNA). Kodon (kode genetik) adalah urutan
nukleotida yang terdiri atas 3 nukleotida berurutan (sehingga sering disebut triplet
kodon) yang menyandi asam amino tertentu, misalnya urutan ATG (AUG pada
mRNA) mengkode asam amina metionin.
Sebelum pembelahan sel, DNA di dalam kromosom mengganda sehingga setiap sel
anak memiliki kromosom yang sama. DNA bertanggungjawab untuk mengkode semua
protein. Setiap asam amino di kode oleh satu atau lebih triplet nukleotida. Kode ini
dihasilkan dari satu untai DNA melalui proses yang disebut dengan transkripsi. Proses ini
menghasilkan mRNA yang akan dibawa keluar dari inti untuk selanjutnya diterjemahkan
menjadi protein. Translasi berlangsung di ribosom. Ribosom disusun oleh molekul-molekul
rRNA dan beberapa macam protein.
Kode seperti yang disebut di atas diterjemahkan pada suatu struktur yang disebut
ribosom yang juga dibuat di dalam inti. Ribosom ini merupakan tempat bagi mRNA di mana
mRNA akan terikat. Asam amino untuk sintesis protein akan di bawa ketempat ini oleh RNA
transfer (tRNA). Setiap tRNA memiliki triplet yang akan berikatan dengan urutan nuklotida
yang sesuai pada mRNA. Sebagai contoh fenil alanin yang terikat pada tRNA yang miliki
tiplet AAA (adenin-adenin-adenin) akan berikatan dengan urutan nukleotida yang sesuai
pada mRNA yaitu UUU (urasil, urasil, urasil).
Translasi suatu protein terdiri dari tiga langkah: inisiasi, pemanjangan (elongasi) dan
penghentian ( terminasi).Translasi berawal dengan pembentukan kompleks inisiasi,
kemudian sintesis polipeptida melalui serangkaian langkah pemanjangan yang diulang-ulang
sewaktu masing-masing asam amino ditambahkan kerantai polipeptida yang tumbuh. Terjadi
penghentian sintesis di tempat dimana mRNA mengandung kodon stop, dalam rangka rantai
polipeptida yang telah lengkap tersebut dilepaskan.
1. Translasi Prokaryot
Pada dasarnya mekanisme translasi pada prokaryot sama seperti eukaryot, dengan
tahapan inisiasi, elongasi, dan terminasi. Hanya saja sintesis protein pada prokaryot dimulai
dengan N-formilmetionin (fMet) yang dibawa oleh tRNA khusus. (tRNAf dan tRNAm).
Kompleks inisiasi 70S menempatkan formilmetionine tRNA pada situs P ribosom.
Kompleks inisiasi ini terdiri dari 30S dan 50S. Untuk membawa formilmetionil dan mRNA
ke ribosom diperlukan tiga macam protein yang merupakan faktor inisiasi (IF1, IF2, IF3).
 Inisiasi
Tahap pertama dalam proses translasi pada prokaryot adalah penggabungan mRNA,
subunit 30S dan formilmetionil tRNA membentuk kompleks inisias 30S. Pembentukan
kompleks ini memerlukan GTP (guanosin trifosfat) dan beberapa protein yang disebut faktor
inisiasi (IF). IF-3 secara sendirian dapat berikatan dengan 30S. Tetapi ikatan tersebut
distabilkan oleh IF-1 dan IF-2. Setelah ketiga faktor inisiasi berikatan dengan subunit 30S,
mRNA dan amino asil tRNA yang pertama bergabung dengan rangkaian tersebut secara
acak. Asam amino yang digabungkan pertama adalah N-formil metionin (fMet). Dalam
proses inisiasi, IF-3 berperan dalam pengikatan mRNA pada unit 30S. Sedangkan IF-2
berperan dalam mengikatkan fMet-tRNAMet pada kompleks inisiasi 30S, dalam pengikatan
tersebut diperlukan molekul GTP.
Setelah kompleks inisiasi 30S terbentuk selanjutnya subunit 50S bergabung
membentuk kompleks inisiasi 70S. Pada pembentukan kompleks inisiasi ini IF-1 dan IF-3
terlepas dari kompleks. Pembentukan kompleks ini dilakukan dengan menggunakan hasil
hidrolisis GTP yang terjadi waktu IF-2 terlepas dari kompleks. Hidrolisis GTP mendorong
pelepasan IF-2 dan dapat menghambat pembentukan kompleks inisiasi 70S, IF-2 yang
terlepas dapat digunakan kembali dalam pembentukan kompleks inisiasi 30S yang lain.
Setelah tahapan ini terbentuk kompleks inisiasi 70S siap melakukan proses pemanjangan
(elongasi) polipeptida.
 Elongasi
Proses pemanjangan polipeptida disebut elongasi secara umum sama antara
prokaryot dan eukaryot terjadi tiga tahapan :
1. Pengikatan aminoasil-tRNA pada sisi A pada ribosom
Apabila fMet-tRNAMet berikatan dengan tempat P, kodon mRNA di tempat A
menentukan aminoasil-tRNA mana yang akan berikatan di tempat itu. Sebelum terikat ke
mRNA, aminosil-tRNAmula-mula berikatan dengan GTP dan suatu faktor pemanjangan
yaitu EF-Tu. Ketika aminoasil-tRNA berikatan dengan tempat A, GTP mengalami hidrolisis
membentuk GDP.
Kompleks GDP dan faktor pemanjangan (EF-Tu) berikatan dengan faktor lain yaitu
EF-Ts sehingga GDP dapat dibebaskan. Kompleks kemudian mengikat GTP , dan EF-Ts
terlepas meningggalkan EF-Tu terikat ke GTP, siap digunakan untuk pemanjangan
berikutnya.
2. Pembentukan ikatan peptida
Pada putaran pertama pemanjangan aminoasil-tRNA di tempat A sekarang
membentuk ikatan peptida dengan formilmetionil-tRNA di tempat . Peptidiltransferase yang
bukan protein melainkan rRNA subunit ribosom besar mengkatalisis pembentukan ikatan
peptida tRNA di tempat A sekarang mengandung rantai polipeptida yang sedang tumbuh dan
tRNA di tempat P tidak mengandung asam amino.
3.Translokasi ribosom sepanjang mRNA ke posisi kodon selanjutnya yang ada di sisi
A.
Translokasi melibatkan faktor EF-G yang membentuk kompleks dengan GTP dan
berikatan dengan ribosom menyebabkan perubahan konformasi yang menggerakan
mRNAdan tRNAyang berkenaan dengan ribosom, tRNA yang tidak mengandung asam
amino bergerak dari tempat P ke tempat E (exit). Dri tempat ini tRNA dilepaskan. Peptidil-
tRNA bergerak ke tempat P dan tempat A ditempati kodon berikutnya pada mRNA. Selama
translokasi, GTP mengalami hidrolisis menjadi GDP yang dilepaskan dari ribosom bersama
faktor elongasi.
 Terminasi
Translasi akan berakhir pada waktu salah satu dari ketiga kodon terminasi (UAA,
UGA,UAG) yang ada pada mRNA mencapai posisi A pada ribosom. Dalam keadaan normal
tidak ada aminoasil-tRNA yang membawa asam amino yang sesuai dengan ketiga kodon
tersebut. Oleh karena itu, jika ribosom mencapai salah satu dari ketiga kodon terminasi
tersebut, maka proses translasi berakhir. Pada E.coli ketiga sinyal penghentian tersebut
dikenali oleh suatu protein yaitu release factor (RF), misalnya RF1 mengenali kodon UAA
atau UAG, RF2 mengenali kodon UAA atau UGA. Penempelan RF pada kodon terminasi
tersebut mengaktifkan enzim peptidil transferase yang menghidrolisis ikatan antara
polipeptida dengan tRNA pada sisi Pdan menyebabkan tRNA yang kosong pada mengalami
translokasi ke sisi P. Polipeptida yang sudah dipotong dari tRNA lepas dari ribosom. Setelah
itu subunit 30S dan 50S terdisosiasi dan adpat digunakan untuk sintesis protein berikutnya.
2.Translasi Eukaryot
Pada dasarnya mekanisme translasi pada eukaryot sama seperti prokaryot, dengan
tahapan inisiasi, elongasi, dan terminasi. Hanya saja sintesis protein pada eukaryot dimulai
dengan metionin yang dibawa oleh tRNA khusus. Kompleks inisiasi ini terdiri dari 60S dan
40S. Untuk membawa metionin dan mRNA ke ribosom diperlukan merupakan faktor inisiasi
faktor inisiasi (eIF).
 Inisiasi
Pada eukaryot, kodon inisiasi adalah metionin molekul tRNA inisiator disebut
tRNAiMet . Ribosom bersama tRNAiMet dapat menemukan kodon awal dengan berikatan
dengan ujung 5’ (tudung), kemudian melakukan pelarikan (scanning) transkrip kearah hilir
(dengan arah 5’ ke 3’) sampai menemukan kodon awal.
Pada eukariotik, faktor inisiasi translasi yang diperlukan adalah eIF-1, -2, -3, -4, -5,
dan -6 (huruf e adalah singkatan dari eukariotik). Faktor eIF-3 mengubah sub unit kecil
ribosom eukariotik (40S) menjadi suatu bentuk yang siap untuk menerima amioasil-tRNA
pertama. Setelah aminoasil-tRNA yang pertama melekat dengan bantuan eIF-2, terbentuklah
kompleks 43S. Selanjutnya, dengan bantuan eIF-4, mRNA melekat ke kompleks 43S
membentuk kompleks 48S. Akhirnya, faktor eIF-5 membantu sub unit besar (60S) untuk
melekat pada kompleks 48S sehingga dihasilkan kompleks 80S yang siap untuk melakukan
translasi mRNA. Faktor eIF-6 adalah suatu faktor anti asosiasi yang mencegah sub unit 60S
untuk berasosiasi dengan subunit 40S sebelum terbentuk kompleks inisiasi. Faktor eIF-4F
adalah suatu faktor yang melekat pada struktur tudung pada ujung 5’. Faktor ini terdiri atas 3
bagian, yaitu eIF-4E, eIF-3, dan poly[A]-binding protein, faktor eIF-4G menarik sub unit
40S ke mRNA sehingga menstimulasi inisiasi translasi.
 Elongasi
Proses pemanjangan polipeptida disebut elongasi secara umum sama antara
prokaryot dan eukaryot terjadi tiga tahapan :
1. Pengikatan aminoasil-tRNA pada sisi A pada ribosom
Apabila Met-tRNAMet berikatan dengan tempat P, kodon mRNA di tempat A
menentukan aminoasil-tRNA mana yang akan berikatan di tempat itu. Sebelum terikat ke
mRNA, aminosil-tRNAmula-mula berikatan dengan GTP dan suatu faktor pemanjangan
yaitu EF1α Ketika aminoasil-tRNA berikatan dengan tempat A, GTP mengalami hidrolisis
membentuk GDP.
Kompleks GDP dan faktor pemanjangan (EF1α) berikatan dengan faktor lain yaitu
Eβ y sehingga GDP dapat dibebaskan. Kompleks kemudian mengikat GTP , dan EF terlepas
meningggalkan EF-Tu terikat ke GTP, siap digunakan untuk pemanjangan berikutnya.
2. Pembentukan ikatan peptida
Pada putaran pertama pemanjangan aminoasil-tRNA di tempat A sekarang
membentuk ikatan peptida dengan metionil-tRNA di tempat . Peptidiltransferase yang bukan
protein melainkan rRNA subunit ribosom besar mengkatalisis pembentukan ikatan peptida
tRNA di tempat A sekarang mengandung rantai polipeptida yang sedang tumbuh dan tRNA
di tempat P tidak mengandung asam amino.
3. Translokasi ribosom sepanjang mRNA ke posisi kodon selanjutnya yang ada
di sisi Translokasi melibatkan faktor EF-2 yang membentuk kompleks dengan GTP dan
berikatan dengan ribosom menyebabkan perubahan konformasi yang menggerakan
mRNAdan tRNAyang berkenaan dengan ribosom, tRNA yang tidak mengandung asam
amino bergerak dari tempat P ke tempat E (exit). Dri tempat ini tRNA dilepaskan. Peptidil-
tRNA bergerak ke tempat P dan tempat A ditempati kodon berikutnya pada mRNA. Selama
translokasi, GTP mengalami hidrolisis menjadi GDP yang dilepaskan dari ribosom bersama
faktor elongasi.
 Terminasi
Translasi akan berakhir pada waktu salah satu dari ketiga kodon terminasi (UAA,
UGA,UAG) yang ada pada mRNA mencapai posisi A pada ribosom. Dalam keadaan normal
tidak ada aminoasil-tRNA yang membawa asam amino yang sesuai dengan ketiga kodon
tersebut. Oleh karena itu, jika ribosom mencapai salah satu dari ketiga kodon terminasi
tersebut, maka proses translasi berakhir. Pada eukaryot ketiga sinyal penghentian tersebut
dikenali oleh suatu protein yaitu eukaryot release factor (eRF), Penempelan eRF pada kodon
terminasi tersebut mengaktifkan enzim peptidil transferase yang menghidrolisis ikatan
antara polipeptida dengan tRNA pada sisi Pdan menyebabkan tRNA yang kosong pada
mengalami translokasi ke sisi P. Polipeptida yang sudah dipotong dari tRNA lepas dari
ribosom. Setelah itu subunit 60S dan 40S terdisosiasi dan adpat digunakan untuk sintesis
protein berikutnya.
I. Poliribosom
Sewaktu satu ribosom bergerak sepanjang mRNA dan menghasilkan rantai polipeptida
ribosom kedua dapat berikatan dengan ujung 5’ pada mRNA yang tidak ditempati (kosong). Pada
ribosom dapat bersamaan melakukan translasi pada satu mRNA membentuk kompleks yaitu
poliriboso. Sebuah ribosom meliputi sekitar 80 nukleotida pada sebuah mRNA. Oleh karena itu
ribosom terdapat di mRNA dengan interval setiap sekitar 100 nukleotida. Rantai polipeptida yang
melekat diribosom tumbuh semakin panjang seiring dengan pergerakan masing-masing ribosom
dari ujung 5’ ke ujung 3’ mRNA.
Pengolahan protein pasca translasi
Pengolahan protein pasca translasi sewaktu dibentuk di ribosom, rantai polipeptida bergerak
melalui suatu terowongan dalam ribosom. Terowongan ini dapat memuat sekitar 30 residu asam
amino. Seiring dengan polimerisasi rantai, residu asam amino di ujung terminal-N mulai keluar dari
daerah yang terlindung di dalam ribosom ini lalu meengalami pelipatan membentuk konformasi 3
dimensi polipeptida.
Protein berikatan dengan polipeptida nascent (yaitu polipeptida yang sedang dalam proses sintesis)
dan memperantarai proses elipatan tersebut mediator ini disebut chparone karena mencegah
terjadinya intrraksi yang tidak sesuai. Pembentukan ikatan disulfida antara residu system juga
berperan membentuk struktur tiga dimensi polipeptida. Enzim dapat bekerja pada olipeptida nascent
dan memodifikasi residu tertentu. Metionin terminal-N biasanya dikeluarkan oleh protease. Juga
dapat terjadi pemutusan terhadap residu lainnya.
Residu asam amino dapat mengalami modifikasi dengan penambahan berbagai jenis gugus
fungsional. Asam amino terminal-N kadang-kadang mengalami asetilasi. Ke residu lisin dapat
ditambahkan gugus metil. Residu prolin dan lisin dapat mengalami modifikasi melalui hidroksilasi,
terutam pada kolagen. Karboksilasi merupakan modifikasi yang penting, terutama untuk fungsi
protein yang terlibat dalam pembekuan darah. Dapat ditambahkan asam lemak, yang dapat
membentuk region hidrofobik untuk merekatkan protein ke membrane. Penambahan dan
pengeluaran gugus phospat (yang berikatan kovalen dengan residu serin, treoin, dan tirosin)
berfungsi untuk mengubah akifitas banyak protein (missal enzim pada sintesis dn penguraian
glikogen). Glikosilasi, penambahan gugus karbohidrat, merupakan modifikasi terutama terjadi
padda protein yng akan disekresikan atau digabungkan ke membrane.

DAFTAR PUSTAKA
Amstrong, Frank B. 1995. Buku Ajar Biokomia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Arbianto, Purwo. 1994. Biokimia Konsep-Konsep Dasar. Bandung: Depdikbud.
Karlp, Gerald. 2002. Cell and Molecular Biology Concepts and Experiments 4th edition. USA: John
Wiley & Sons, Inc.
Lehninger, Albert L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 3. Bogor: Erlangga.
Marks, Dawn B dkk. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar. Jakarta: EGC.
Murray, Robert K, dkk. 2001. Biokimia Harper. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Reksoatmodjo, Issoegianti.1994. Biologi Sel.Yogyakarta: Depdikbud.
Stryer, Lubert. 2000. Biokimia Volume 3 Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Yuwono, Tribuwono.2002. Biologi Molekuler. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai