Anda di halaman 1dari 12

2.

159 Warga Jakarta Terserang Diare


Oleh:

Tempo.co
Rabu, 1 Februari 2006 07:35 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta: Akibat musim hujan bulan ini, penyakit diare
menyerang warga DKI Jakarta dan sekitarnya. Dalam sebulan ini,
setidaknya ada 2.159 orang terserang wabah ini. Angka ini sedikit
meningkat dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 23 ribu dalam
setahun atau rata-rata 1.900 orang dengan 23 orang meninggal."Angka
2.159 itu kami dapat dari sejumlah rumah sakit yang ada di DKI. Ini
sebagai akibat banjir dan hujan yang terjadi di Jakarta," kata Kepala
Bidang Promosi Kesehatan Dinas Kesehatan DKI Evi Zalfino di Jakarta,
Selasa (31/1).Menurut Evi, diare umumnya terjadi di wilayah Jakarta yang
terkena banjir. Luapan air yang ada itu umumnya berasal dari comberan
dan WC. Ini menyebabkan sumber air tanah yang digunakan untuk
keperluan sehari-hari warga menjadi tercemar.Penegasan juga
disampaikan Kepala Pengendalian Pencemaran Badan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta Junani Kartawiria. Menurut dia,
sumber air Jakarta telah tercemar bakteri coliform dan coli fecal. Untuk air
tanah, pemantauan terhadap 48 sumur pantau di Jakarta menunjukkan
sebagian besar telah tercemar bakteri coliform dan coli fecal (keduanya
penyebab diare). "Sebagian besar tercemar limbah domestik dari septic
tank," ujarnya.Kondisi ini diperparah oleh banyaknya rumah yang tak
memiliki septic tank sehingga membuang tinjanya langsung ke comberan.
Pemandangan ini bisa dilihat di Kelurahan Petojo Selatan, Jakarta Pusat,
khususnya di wilayah RW 09 dan sekitarnya.Di wilayah ini, hujan yang
datang kadang menyebabkan genangan air meluap sampai ke rumah
penduduk. "Warga di sini memang sering sekali terkena diare, apalagi di
musim hujan dan banjir seperti ini," kata Lurah Petojo Selatan
Muhammadong.Daerah lain yang potensial terkena diare adalah
Kampung Melayu. Setiap hujan wilayah ini menjadi langganan banjir.
Wabah diare kali ini menyerang warga RW 01, 02, dan 03 Kelurahan
Kampung Melayu. "Lemes banget, berak-berak dari tadi," kata Ucup,
warga korban banjir yang ditemui Tempo di lokasi pengungsian SD Santa
Maria, Kampung Melayu, Jakarta Timur.Menurut Amin, petugas
kesehatan dari Puskesmas Jatinegara, setiap harinya sekitar 200 orang
berobat di klinik pengungsian. "Selain diare, mereka menderita gatal-gatal
dan demam."Agar wabah ini tak meluas, pihak dinas kesehatan mengaku
menyiagakan petugas kesehatan dan mobil klinik yang bersiaga 24 jam di
lokasi pengungsian. Bagi warga yang terkena banjir, pihaknya juga
membebaskan biaya berobat di rumah sakit pemerintah pusat dan daerah
yang ada di Jakarta. Amal Ihsan

Minggu 19 Januari 2014 10:58 WIB

Derita Korban Banjir, Mulai dari ISPA, Diare hingga Keram


Perut
Jurnalis - Aisyah

JAKARTA - Sebanyak 138 orang menderita penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Kelurahan Bukit
Duri, Kampung Melayu, Jakarta Selatan.

Petugas posko kesehatan Kelurahan Bukit Duri, Hendi, mengungkapkan jumlah penderita ISPA semakin
meningkat di wilayah ini sejak Senin, . "Pasti meningkat. Karena kan ini kondisinya dingin kena air. Satu
diantaranya kakek-kakek menderita penyakit kolikabdomen (keram perut) dirujuk ke puskesmas terdekat," kata
Hendi di lokasi, Minggu (19/1/2014). Sementara untuk diare, kata Hendi, masih sedikit yakni sekitar delapan
orang. Hendi menjelaskan, sebenarnya jika makanan sebagai pendukung kesehatan baik, maka penyakit tak
akan banyak muncul. "Tapi sementara asupan makanan ke pengungsi masih cukup dan baik lah," ujar
Hendi. Selain itu, kondisi posko yang menampung para pengungsi sangat sempit tempatnya. Sehingga
memungkinkan virus ISPA menyebar dengan cepat kepada pengungsi. "ISPA kan menulat. Jadi kalau mereka
berada di satu tempat, virus menyebar. Apalagi ditambah daya tahan tubuh yang semakin menurun,"
terangnya. Sementara Posko BNPB di lokasi mencatat ada 522 jiwa mengungsi di posko Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) di Kelurahan Bukit Duri. Mereka semua merupakan warga Jalan Kampung
Melayu Kecil 3 yang sudah mengungsi sejak Jumat sore karena tempat tinggal mereka terendam air setinggi dua
meter. "Ada 105 KK, pengungsi 522 jiwa, balita ada 36, lansia 26 dan ibu hamil 2. Ini untuk warga Kampung
Melayu kecil 3 RW 10," ujar Petugas Posko BNPB, Didin. Didin juga mengungkapkan, hingga pukul 08.00 WIB
pagi tadi, kondisi pintu air Manggarai 910 cm/G, Katulampa 90, dan Depok 230. "Ini kita masih terus stand by,"
tukasnya.
Waspadai ISPA di Musim Hujan
Thursday, 23 Feb 2017 10:35 WIB

Hujan lebat (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mayoritas pasien mengeluhkan


penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada musim hujan
ini. Petugas unit pelaksana teknis (UPT) Puskesmas Pondok Benda,
Tangerang Selatan, Banten, Dr Dedi Herlianto meminta warga tetap
menjaga kesehatan.

"Penyakit yang banyak timbul ketika musim hujan adalah ISPA dan
demam berdarah (DBD)," kata Dedi di Tangerang Selatan, Kamis
(23/2).

Menurut Dedi, penyakit tersebut dapat muncul tergantung dari daya


tahan tubuh masyarakat sendiri. "Penyakit ISPA dan DBD dapat
terjadi bergantung dari daya tahan tubuh dan pola hidup
masyarakatnya, penyakit ISPA biasanya timbul secara tiba-tiba
apalagi saat musim hujan seperti ini, sedangkan DBD tergantung dari
trombosit si pasien," ujarnya.

Dedi juga menyampaikan tindakan pertama yang dilakukan dokter


kepada pasien yang sudah terkena penyakit ISPA dan DBD adalah
menganalisis terlebih dahulu penyakit pasien. "Kami analisis dulu,
kalau ISPA biasanya diikuti demam, demamnya sudah lama atau
belum. Kalau lebih dari tiga sampai empat hari kami akan lakukan
pemeriksaan penunjang secara rutin. Sedangkan, kalau DBD kami
akan perhatikan trombositnya," ujarnya.

Dedi menyarankan masyarakat agar menjaga daya tahan tubuh


melalui pola makan yang sehat dan pola hidup yang bersih supaya
tidak terkena penyakit tersebut. "Biasanya istirahat yang cukup, pola
makan diperhatikan, perilaku hidup bersih dan sehat, konsumsi
suplemen jika aktivitas padat serta terapkan gerakan 3M (menguras,
mengubur, menutup) pada air, sampah dan sebagainya," katanya.

Sementara, Kepala UPT Puskesmas Pondok Benda, Rita menyatakan


setiap harinya mayoritas pasien yang datang mengeluhkan penyakit
ISPA. "Setiap harinya, hampir sekitar 75 persen pasien mengeluhkan
penyakit ISPA," ujar Rita. Rita juga menambahkan jika pasien yang
terkena penyakit ISPA rata-rata adalah anak-anak.

"Penderita ISPA di puskesmas ini rata-rata anak-anak yang berumur


sekitar 5-12 tahun," tambahnya.

ISPA adalah penyakit saluran pernapasan akut yang mengakibatkan


seseorang mengalami batuk, bersin-bersin, dan demam. ISPA juga
merupakan penyakit yang mudah menular kepada orang yang
memiliki daya tahan tubuh rendah. Banyak dampak buruk yang
diakibatkan oleh musim penghujan di bulan Februari 2017 ini
terhadap masyarakat, di antaranya adalah banjir, kemacetan, dan
terutama pada kesehatan masyarakat.

JELAJAHI

HOME
NASIONAL

REGIONAL
MEGAPOLITAN
INTERNASIONAL
MONEY

BOLA
TEKNO
SAINS
VIK
ENTERTAINMENT
OTOMOTIF
LIFESTYLE
PROPERTI
TRAVEL

EDUKASI
KOLOM
IMAGES
JEO

KOMPAS TV
KOMPASIANA
GRIDOTO
GRAMEDIA

KONTAN
BOLASPORT
KOMPASKARIER
GRID.ID
KGMEDIA.ID
TERPOPULER

NEWS

BOLA

TEKNO

MONEY

VIK

OTOMOTIF
ENTERTAINMENT

LIFESTYLE

SAINS

TRAVEL

PROPERTI

IMAGES

JEO

News

Megapolitan

Jakarta Diguyur Hujan Deras, Waspadai Penyakit Leptospirosis!


6/03/2019 | 20:32 WIB

Komentar
Ilustrasi.

JAKARTA, KOMPAS.com - Suku Dinas Kesehatan Jakarta Barat meminta warga segera
mendatangi puskesmas dan rumah sakit terdekat jika mengalami gejala leptospirosis atau
kencing tikus.

Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Barat Kristy Wathini mengatakan, beberapa gejala
leptospirosis adalah demam dan nyeri otot.

"Gejala leptospirosis adalah demam disertai menggigil, sakit kepala, nyeri otot terutama di
betis dan paha, serta munculnya bintik merah di selaput mata," ujar Kristy, Rabu (6/3/2019).

Baca juga: Mengenal Leptospirosis, Penyakit yang Harus Diwaspadai di Wilayah


Rawan Banjir

Warga harus semakin waspada karena beberapa akhir ke belakang, Jakarta kerap diguyur
hujan deras.

Genangan yang disebabkan hujan sering terkontaminasi dengan kencing tikus.

Pihaknya meminta warga melindungi kaki saat melewati genangan. Selain itu, pihaknya juga
meminta warga selalu menjaga kebersihan.

"Tiap keluarga harus menyimpan makanan dan minuman di tempat aman yang terhindar dari
kotoran dan kencing tikus. Selain itu juga meminimalisasi genangan di sekitar rumah agar
tidak terkontaminasi kencing tikus," katanya.

Baca juga: Penyakit Leptospirosis Bisa Sebabkan Gagal Ginjal hingga Kematian
Ia mengatakan, penyakit leptospirosis tidak boleh dianggap sepele karena dapat
menyebabkan kematian.

"Maka segera bawa ke puskesmas dan rumah sakit terdekat. Petugas biasanya akan mencari
tahu dengan bertanya apakah tempat tinggal pasien itu daerah banjir atau bukan," ujar Kristy.

Adapun, hujan deras terus mengguyur Jakarta pada Selasa (5/3/2019) dan Rabu. Hujan deras
menyebabkan genangan hingga banjir di Jakarta Barat dan Jakarta Utara.

Baca juga: Cegah Leptospirosis, Warga Diimbau Bersihkan Sarang Tikus dan
Genangan Air

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengumumkan tujuh wilayah di


Indonesia masih berpotensi hujan hingga 12 Maret 2019.

DKI Jakarta disebut sebagai salah satu wilayah tersebut.

 M E NU

o Home
o Nasional
o Regional
o Megapolitan
o Internasional
o Olahraga
o Sains
o Ekonomi
o Bola
o
o Tekno
o Entertainment
o Otomotif
o Lifestyle
o Properti
o Travel
o Edukasi
o Kolom
o Images
o
o KOMPASIANA
o BOLASPORT
o GRIDOTO
o KOMPASKARIER
o GRID.ID
o KONTAN
o

 TERPOPULER

 TOPIK

 KOLOM

 VIK
Terendam Banjir, Warga Petogogan Mulai Terserang Penyakit Kulit

Selasa, 4 Februari 2014 | 14:07 WIB


Kompas.com/Robertus BelarminusRumah warga yang berada di Kelurahan Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru terendam
banjir akibat luapan Kali Krukut, Jakarta Selatan. Selasa (4/2/2014).

JAKARTA, KOMPAS.com — Luapan Kali Krukut yang membanjiri sejumlah permukiman warga yang
berada di RW 01 Kelurahan Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, membuat
sejumlah warga mulai terserang penyakit kulit.

Beberapa minggu belakangan, kawasan tersebut kerap dilanda banjir. Warga pun harus bersentuhan
dengan air kotor yang menggenangi tempat tinggal mereka.

Toni (50), warga Petogogan yang tinggal di Jalan Pulo Raya, RT 13 RW 01, mengatakan, sudah
beberapa minggu menderita penyakit kulit kutu air akibat banjir. Meski demikian, Toni nengaku
sudah biasa dengan penyakit semacam itu.

"Sakit-sakit sudah biasa, apalagi kena kutu air kayak gini," kata Toni saat ditemui Kompas.com,
Selasa (4/2/2014).

Toni menunjukkan luka akibat kutu air yang menyerang di sela-sela jari kaki kanannya itu.
Menurutnya, selama banjir masih terjadi, penyakit kulitnya itu tentunya akan lama sembuh. Sebab,
air yang berada di rumahnya masih sekitar 60-80 cm. Oleh karena itu, sulit baginya untuk mengobati
penyakit kulit tersebut.

"Sakit begini selama banjir enggak bakal sembuh," ujar Toni.

Banjir yang berasal dari Kali Krukut tersebut, kata dia, datang tidak menentu selama tiga minggu
belakangan ini. Kadang satu atau dua hari banjir surut. Namun, apabila hujan deras, air kembali naik
dan menggenangi rumah warga.

"Minggu lalu dari Rabu malam sampai Jumat itu 1,2 meter. Jumat sore baru surut," ujar Toni.

Meski demikian, lanjutnya, warga tidak ada yang mengungsi. Hanya warga di permukiman yang
berbatasan langsung dengan Kali Krukut yang pergi mengungsi.

"Kalau di belakang sana dekat kali memang yang lebih parah," ujar Toni.
Berdasarkan pantauan Kompas.com, air juga menggenangi RT 08, RT 13, RT 2, di RW 01. Banjir paling
parah terjadi di permukiman padat di Gang Langgar, dekat SD Bakti Luhur, dengan ketinggian 60-80
cm.

Permukiman yang memiliki jalan selebar 1 sampai 2 meter itu kini terlihat ibarat sebuah saluran air
sebab kondisi air mengalir. Kendaraan bermotor tidak dapat melintas di Gang Langgar. Adapun
warga mengungsikan kendaraannya di daerah yang lebih tinggi agar tidak terendam banjir.

Anda mungkin juga menyukai