BAB II
melakukan upaya kemitraan usaha antara usaha besar dengan usaha kecil dalam
berbagai pola hubungan. Pola hubungan kemitraan ini ditujukan agar pengusaha kecil
dapat lebih aktif berperan bersama-sama dengan pengusaha besar, hal ini juga
difaktori bahwa usaha kecil merupakan bagian yang integral dari dunia usaha
nasional dan mempunyai eksistensi, potensi, peranan yang sangat penting dan
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Kemitraan adalah kerja sama dalam keterkaitan
usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan,
Usaha Kecil dengan Usaha Menengah dan atau dengan Usaha Besar disertai
27
pembinaan dan pengembangan oleh Usaha Menengah dan atau Usaha Besar dengan
menguntungkan.
dalam mengatur pola kemitraan pengusaha besar, menengah dan kecil tertuang dalam
ketentuan umum Pasal 1 ayat (8) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 yang
menyebutkan tentang: 27
“Kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan
mampu menjadi mitra yang handal untuk menarik keuntungan dan kesejahteraan
bersama. Selanjutnya dari definisi tersebut dapat diketahui unsur-unsur penting dari
kemitraan, yaitu:28
derajat yang sama bagi kedua pihak yang bermitra, tidak ada pihak yang
27
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, Pasal 1
Ayat 8.
28
Ian Linton, Kemitraan Meraih Keuntungan Bersama, (Jakarta : Hailarang, 1997), hlm. 10.
3. Pembinaan dan pengembangan, yang dilakukan oleh usaha besar atau usaha
menengah terhadap usaha kecil, yang dapat berupa pembinaan mutu produksi,
lain.
yang akan terjalin karena para mitra akan dan saling mengenal posisi
prinsip win-win solution partnership, maka para mitra akan mempunyai posisi
tawar yang akan setara berdasarkan peran masing-masing. Ciri dari kemitraan
adalah kesejajaran kedudukan, tidak ada pihak yang dirugikan dan bertujuan
mengeksploitasi satu dan yang lain dan tumbuhnya rasa saling percaya
diantara mereka.
bisnis dimana pemasok dan pelanggan berniaga satu sama lain untuk mencapai tujuan
pada tanah atau media lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengelola dan
memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu
perusahaan inti atau perusahaan pembina atau perusahaan pengelola atau perusahaan
“Kemitraan adalah kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau
Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan. Dari pengertian tentang kemitraan ini ada
29
Ibid
30
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, Pasal 1
Ayat 1.
2) Pihak-pihak adalah usaha skala kecil dengan usaha skala menengah dan usaha
skala besar.
menengah atau usaha besar sebagai inti membina dan mengembangkan usaha
diperlukan keseriusan dan kesiapan, baik pihak usaha kecil sebagai pihak
31
Op.cit, Pasal. 27.
3. Dagang umum adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha
kecil mitra usahanya untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh usaha
franchisee diberikan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan ciri khas
franchisor dalam rangka penyediaan atau penjualan barang dan atau jasa.
6. Bentuk-bentuk lain diluar pola sebagaimana yang tertulis di atas, yang saat ini
sudah berkembang tetapi belum dibakukan atau pola-pola baru yang timbul
Pasal 26 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan
a. Inti-plasma;
b. Subkontrak;
c. Waralaba;
d. Perdagangan umum;
berupa kerja sama penyediaan sarana produksi, kerja sama produksi, pengeolaan dan
pendukung lainnya.
Bentuk perjanjian kemitraan inti plasma ini adalah tertulis. Sesuai dengan
Perizinan Usaha Perkebunan Pasal 23 Ayat (2) sebagai syarat formal yang
32
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah, Pasal 26.
mengesampingkan prinsip konsensualitas yang dianut dalam Pasal 1338 Buku ke III
KUH Perdata.
antara satu pihak/ lebih, dengan satu pihak/lebih lainnya dalam memenuhi kebutuhan
sendiri oleh masing-masing pihak akan sangat sulit diselesaikan jika ada beberapa
sebagai makhluk sosial (zoon politikon) apabila dilakukan secara bersama-sama tentu
akan menghasilkan nilai maksimal. Begitu pula dalam kemitraan usaha perkebunan
antara perusahaan mitra dengan masyarakat sebagai kelompok mitra akan mempunyai
bidang usaha perkebunan dengan meingkatkan profit bagi perusahaan, serta akan
membentuk pondasi dasar ekonomi yang kuat bagi masyarakat dilain pihak.
adil dan makmur yang merata. Dalam upaya mewujudkan hal tersebut perlu
program yang akuntabel serta penyusunan perangkat regulasi yang dapat menampung
adalah salah satu upaya Pemerintah dalam menyusun langkah strategis guna
Selain itu, juga sebagai perlindungan hukum secara preventif bagi para pihak yang
yang semakin dinasmis dan global dibentuk Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008
pendekatan partial dan integreted. Pendekatan partial adalah bantuan yang diberikan
pada perkebunan dalam bentuk penyediaan sebagian dari faktor produksi yang
pendekatan integreted adalah dalam bentuk pola UPP (Unit Pelaksana Proyek) dan
Menurut Hafsah dalam Junaidi, pada dasarnya maksud dan tujuan kemitraan
harus saling memiliki kemampuan dan kekuatan yang sama, tetapi yang dipentingkan
kecil dan menengah diperlukan upaya yang secara menyeluruh, optimal, dan
33
Mubyarto, Pengantar Ekonomi Pertanian, Edisi III (Jakarta: LP3ES, 1989), hlm.243.
34
Junaidi, “Kajian Pelaksanaan Kemitraan antara Petani Paprika HIdroponik dengan PT
Saung Mirwan”, (Institut Pertanian Bogor, Bogor. 2000).
dan potensi usaha kecil dan menengah dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi,
pengentasan kemiskinan.
Dalam pra pelaksanaan kemitraan, pasti ada sesuatu nilai tambah yang ingin
diraih oleh masing-masing pihak yang bermitra. Harapan adanya peningkatan nilai
tambah ini selain diwujudkan dalam bentuk nilai ekonomi seperti peningkatan modal
dan keuntungan, perluasan pangsa pasar, tetapi juga ada nilai tambah yang non
kepuasan tertentu. Hal ini merupakan konsekuensi logis dan alamiah dari adanya
kemitraan. Hal tersebut pula harus didasari sampai sejauh mana kemampuan untuk
yang dimilikinya, sehingga dengan bermitra terjadi suatu sinergi antara para pelaku
yang bermitra sehingga nilai tambah yang diterima akan lebih besar.
hidup, mencerdaskan, mensejahterakan seluruh rakyat secara adil dan merata serta
pembangunan nasional guna mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur, dengan
salah satu caranya adalah mengadakan kemitraan usaha yang dapat dilakukan oleh
kemiskinan.
dengan cara melakukan upaya kemitraan usaha antara usaha besar dengan usaha kecil
dalam berbagai pola hubungan. Pola hubungan kemitraan ini ditujukan agar
pengusaha kecil dapat lebih aktif berperan bersama-sama dengan pengusaha besar,
oleh karenanya bagaimanapun juga usaha kecil merupakan bagian yang integral dari
dunia usaha nasional dan mempunyai eksistensi, potensi, peranan yang sangat penting
terus berusaha untuk membuka sebesar-besarnya lapangan kerja baru. Salah satu
usaha yang ditempuh untuk memperluas lapangan kerja adalah dengan memberikan
peluang bagi pengusaha besar dan pengusaha kecil untuk melakukan kerja sama
dengan bentuk kemitraan dengan prinsip saling memerlukan. Pengusaha besar yang
cenderung mempunyai permodalan dan ketersediaan sarana dan prasarana usaha yang
Dengan adanya kerjasama yang demikian masyarakat yang pada dasarnya hanya
memiliki kemampuan dalam hal jasa tenaga kerja, setidaknya mampu ditampung oleh
yang terus, sedang dan akan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan
produksi naik.35
dan struktural. Berdasarkan pendekatan kultural, tujuan kemitraan adalah agar mitra
usaha dapat menerima dan mengadaptasi nilai-nilai baru dalam berusaha, seperti
perluasan wawasan, prakarsa dan kreatifitas berani mengambil resiko, etos kerja,
35
Ibid
adalah: 36
menguntungkan antara usaha kecil dan usaha besar melalui ikatan kerjasama
2. Menciptakan nilai tambah efisiensi dan produktifitas usaha bagi kedua belah
pihak yang akan memperkuat ekonomi dan industri nasional sehingga menjadi
teknologi sehingga menjadi bekal masyarakat untuk bisa turut berperan sebagai
4. Mengatasi kesenjangan sosial yang selama ini merupakan masalah yang sulit.
Beberapa definisi perjanjian atau persetujuan itu sendiri menurut beberapa ahli
adalah:
Subekti, mengatakan: 37
36
Ubaidillah, “Dampak Pelaksanaan Kemitraan Pendapatan Petani Mitra”, Fakultas
Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2012.
37
Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1984), hlm. 1.
seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan
sesuatu hal”.
dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk
melakukan sesuatu hal atau tidak melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak lain
“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
(perjanjian yang merupakan salah satu sumber dari perikatan, disamping sumber
lainnya yaitu undang-undang). Dengan mengacu pada ketentuan Pasal 1313 KUH
perjanjian tersebut adalah mengikat kedua belah pihak seperti undang-undang, artinya
menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang membuatnya, karena pada
Di dalam hukum perjanjian terdapat beberapa asas yang harus ditaati bagi
4. Asas kekuatan mengikat, yaitu terikatnya para pihak pada perjanjian tapi tidak
hanya terbatas pada apa yang diperjanjikannya, akan tetapi juga terhadap
derajat, tidak ada perbedaan kulit, bangsa, kekayaan, kekuasaan, jabatan dan
lain-lain.
7. Asas kepastian hukum, yaitu perjanjian sebagai suatu figur hukum harus
39
Mariam D. Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung : Citra Aditya Bakti,
2001), hlm. 82-89.
8. Asas moral, yaitu seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan sukarela
9. Asas kepatutan, yaitu melalui asas ini ukuran tentang hubungan ditentukan
10. Asas kebiasaan, yaitu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara
tegas diatur, tetapi juga hal-hal yang dalam keadaan dan kebiasaan yang lazim
diikuti.
Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata telah ditentukan untuk
Disamping itu, kata sepakat dapat diungkapkan dalam berbagai cara, yaitu:
1. Secara lisan
40
Ibid, hlm. 79-82.
2. Tertulis
3. Dengan tanda
4. Dengan symbol
5. Dengan diam-diam
dalam suatu perjanjian tertulis cukup dengan pembubuhan tanda tangan pada
perjanjian tersebut.
sebagaimana bunyi Pasal 1330 KUH Perdata, yaitu sudah dewasa (jo. Pasal 330 KUH
Perdata, umur 21 tahun ke atas), dan sedang tidak berasa di bawah pengampunan (jo.
Pasal 433 KUH Perdata). Namun selain itu juga memerlukan ketentuan-ketentuan
tertentu yaitu mengenai orang yang berhak atau memiliki kapasitas untuk membuat
perjanjian. Misalnya suatu perseroan terbatas, maka pihak yang memiliki kapasitas
sebagaimana diatur dalam Pasal 92 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
Suatu perjanjian harus memiliki suatu obyek tertentu. Pada Pasal 1332 KUH
Perdata menerangkan bahwa barang yang dapat dijadikan objek perjanjian saja yang
dapat diperdagangkan. Kemudian pada Pasal 1333 KUH Perdata, mempertegas apa
yang dimaksud dengan suatu hal tertentu, yakni barang yang sudah ditentukan
jenisnya, termasuk juga barang yang dapat ditentukan atau dihitung kemudian,
persetujuan yang dibuat menurut hukum atau secara sah (Pasal 1320 KUH Perdata)
realisasi asas kepastian hukum. Pasal 1338 Ayat (1) KUH Perdata menunjukkan
kekuatan kedudukan kreditur dan sebagai konsekuansinya perjanjian itu tidak dapat
ditarik kembali secara sepihak. Namun kedudukan ini diimbangi dengan Pasal 1338
debitur, sehingga kedudukan antara kreditur dan debitur menjadi seimbang. Hal ini
Syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata mengenai hak dan
kewajiban bagi para pihak dan atau pihak ketiga, yang meliputi subyek dan obyek
perjanjian. Syarat pertama dan kedua menyangkut subyeknya, sedangkan syarat yang
ketiga dan keempat menyangkut obyeknya. Suatu perjanjian yang mengandung cacat
pada subyeknya, maka perjanjian itu dapat dibatalkan, sedangkan suatu perjanjian
yang mengandung cacat pada obyeknya, maka perjanjian tersebut adalah batal demi
hukum.
Lebih jauh hubungan kemitraan antara perusahaan inti dan plasma dituangkan
dalam suatu perjanjian tertulis. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 29
atau bahasa lain, dapat dibawah tangan atau dengan akta notaris, dan sekurang-
kurangnya memuat:
1. Nama
7. Cara pembayaran
8. Bentuk pembinaan yang diberikan oleh usaha besar dan usaha menengah
memberikan bimbingan atau bantuan lain yang diperlukan usaha kecil bagi
dan bantuan tersebut meliputi antara lain penyusunan perjanjian dan persyaratannya,
tetapi dalam kenyataannya tidak ada bimbingan dalam penyusunan perjanjian dan
persyaratannya.
Pola kemitraan antara perusahaan inti dan plasma biasanya diikat dalam suatu
perjanjian standar yang dibuat dan dipersiapkan terlebih dulu oleh perusahaan inti.
42
Mariam D. Barulzaman. Op. cit. hlm 160-164.
pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak, untuk hal tersebut harus merujuk
kepada doktrin dan yurisprudensi yang menjabarkan kebebasan para pihak untuk
memilih hukum mana yang berlaku, tidak berarti bahwa pilihan boleh dilakukan
liberty of contract atau party autonomy adalah merupakan salah satu asas terpenting
di dalam hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak bebas,
pancaran hak asasi manusia. Sedangkan ruang lingkup dari asas kebebasan
berkontrak adalah meliputi kebebasan para pihak untuk menentukan sendiri isi
perjanjian yang ingin mereka buat serta adanya anggapan umum bahwa menurut
hukum seseorang adalah tidak dapat dipaksa untuk memasuki suatu perjanjian yang
kebebasan bagai para pihak untuk menentukan dengan siapa dia ingin membuat
perjanjian.
Ide dasar yang melandasi asas kebebasan berkontrak adalah bahwa setiap
individu dapat membuat perjanjian dalam arti seluas-luasnya, tanpa campur tangan
43
BM Kunjtoro Jakti, Pengaturan Perdagangan International Pengalaman Indonesia Dalam
Praktek, dalam Jual Beli Barang secara International, (Jakarta: Elips), hlm. 99.
dari pihak luar. Dengan demikian Hukum ataupun Negara tidak dapat campur tangan
terhadap perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Tetapi dalam perkembangannya,
kebebasan seperti tersebut di atas akhirnya bukan tanpa batas. Pengadilan juga
Pengaturan isi perjanjian tidak semata-mata dibiarkan kepada para pihak yang
akan melakukan perjanjian, akan tetapi perlu diawasi pemerintah sebagai pengemban
Perjanjian.
orang yang hidup dalam masyarakat boleh membuat perjanjian yang dianggap perlu
olehnya.”
44
Subekti dan R. Tjitrosudibyo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Pradnya
Paramita, 1961, hlm. 47.
standar).
3. Kebebasan untuk menentukan atau memilih causa dari perjanjian yang akan
KUHPerdata dijumpai dalam hal terpenuhinya tiga alasan yang dapat menyebabkan
2. kekhilafan (dwaling)
perjanjian tersebut, asas kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab, yang mampu
kepribadian” untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagian hidup lahir dan batin
perkembangannya, asas kebebasan berkontrak ini semakin sempit jika dilihat dari
yang mempunyai arah pada kesejahteraan rakyat, juga sebagai sumber perolehan
45
Mariam D. Barulzaman. Op.cit. hlm. 87
teknologi yang tepat melalui pola kemitraan antara, masyarakat pemerintah dan
investor.
Perkebunan dengan Pola Perusahaan Inti Rakyat yang dikaitkan dengan program
peserta adalah :
lagi dan diganti dengan pola KKPA yang didasarkan atas Keputusan Bersama
Pada tahun 1997, sebagai aturan pelaksana Peraturan Pemerintah Tahun 1997
substansi Keputusan tersebut dalam Pasal 2 Ayat (1) huruf a, menerangkan bahwa
perusahaan mitra, yang didalamnya perusahaan mitra bertindak sebagai inti dan
Hubungan kemitraan yang dilaksanakan antara perusahaan inti dan petani adalah
“Inti plasma merupakan hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha
menengah atau usaha besar yang di dalamnya usaha menengah atau usaha
besar bertindak sebagai inti dan usaha kecil selaku plasma, perusahaan inti
melaksanakan pembinaan mulai dari penyediaan sarana produksi, bimbingan
teknis, sampai dengan pemasaran hasil produksi”.
pengusaha kecil mitranya dalam memberikan bantuan dan pembinaan mulai dari
sarana produksi, bimbingan teknis sampai dengan pemasaran hasil produksi. Dalam
hubungan kemitraan antara perusahaan inti dengan Petani plasma ini, perusahaan inti
teknis dari perusahaan inti. Perusahaan inti akan menjamin pemasaran dengan
mengambil hasil panen dengan harga dasar yang berpedoman pada satuan harga yang
Berdasarkan kondisi yang ada maka dapat dilihat bahwa sebenarnya pola inti
plasma merupakan suatu hubungan kerja sama timbal balik yang saling
sebagai berikut:46
pasokan bahan baku kepada perusahaan inti lebih terjamin dalam jumlah dan
kualitas.
3. Usaha skala kecil/gurem yang dibimbing inti mampu memenuhi skala ekonomi,
5. Keberhasilan pola inti-plasma dapat menjadi daya tarik bagi investor lainnya
46
Lala M. Kolopaking, “Kemitraan dalam Pengembangan Usaha Ekonomi Skala
Kecil/Gurem”, (Makalah Lokakarya Nasional Pengembangan Ekonomi Daerah Melalui Sinergitas
Pengembangan Kawasan, Jakarta, 2002).
masyarakat.
Dalam pelaksanaan pola inti plasma tersebut ada beberapa catatan yang perlu
dicermati agar pelaksanaannya dapat berjalan saling menguntungkan baik itu di pihak
1. Persiapan dan tahapan awal merupakan proses yang menyita waktu, perhatian,
memerlukan kesabaran dan upaya yang terus menerus, sebelum menjadi pola
2. Pola inti plasma ini akan berhasil baik, bila jenis usaha inti sama atau terkait
3. Kemitraan akan berhasil baik bila dilaksanakan pada skala ekonomi layak
4. Kemitraan harus didasarkan pada perjanjian kerja yang merinci secara jelas
menciptakan sistem ekonomi yang efektif dan efisien. Namun pada kenyataannya,
hubungan kemitraan yang sering terjadi belum sepenuhnya seseuai dengan konsep-
konsep kemitraan, yaitu saling menguntungkan kedua belah pihak. pada umumnya
47
Ibid, hal. 10.
yang kuat dalam hal permodalan, teknologi, dan manajemen yang baik dibanding
petani.
perkebunan.48
48
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman
Perizinan Usaha Perkebunan, Pasal 1 Ayat 16.
perusahaan yang lebih kecil yang umumnya relatif lemah dalam hal
dimilikinya pasti akan terukur dengan kemampuan dan kekuatannya dan sulit
bidang manjemen dan permodalan pada salah satu pihak yang akan bermitra
dengan hubungan timbal balik. oleh karana itu, maka para pihak yang
bermitra akan saling mengisi dan saling melengkapi kekurangan yang ada.
49
John L. Marioti dalam Muhammaad Jafar Hafsah, Kemitraan Usaha, (Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan), hlm. 51
Pada kemitraan usaha, tidak mesti para pihak yang bermitra harus
mempunyai kekuatan yang sama, namun esensinya adalah pada posisi tawar
kedudukan dalam kemitra, maka para pihak yang bermitra tidak akan ada
yang merasa dirugikan dan tereksploitasi, justru akan timbulnya rasa saling
persyaratan teknik lain yang harus dipenuhi oleh perusahaan perkebunan yang
budidaya tanaman, dan pengolahan hasil produksi. Izin usaha perkebunan ini
harus dimiliki dan diperoleh dari pemerintah untuk dapat melakukan kegiatan
perkebunan.
Pemerintah Daerah belum membentuk suatu aturan yang secara khusus mengatur
Aceh Jaya, pihak Pemerintah Daerah juga belum mempunyai regulasi yang