Anda di halaman 1dari 6

*Flashback 7 tahun yang lalu

"Kau anak kurang ajar! Sudah berapa kali aku katakan kepadamu huh?! Jangan berani kau pulang
sebelum membawa akohol kepadaku. Apa kau tidak mengerti apa yang kumaksu?!"

Suara teriakan seorang laki laki yang sudah berumur terdengar sampai ke luar dan membuat tetangga
yang mendengarkan teriakannya itu saling berbisik satu sama lain.

Mereka tidak peduli sama sekali saat ada anak laki laki berusia 10 tahun yang sedang dipukul atau
ditendang oleh laki laki yang berteriak barusan di depan mata mereka. Bagi mereka hal ini adalah sebuah
pertunjukan dimana penonton tidak boleh ikut campur tangan dalam naskah.

"Penjual toko tidak memperbolehkan aku untuk membawa minuman itu!!" Tidak mau kalah dari
ayahnya, anak itu berteriak kembali di depan wajah pria itu yang sedikit merah karena mabuk padahal
hari masih pagi.

Pria itu menarik kerah atas baju anak kandungnya sendiri lalu mengangkat sedikit tubuhnya membuat
anak itu, Jongin, tidak bisa bernafas. "Bodoh! Kau bisa mencurinya!!!"

Suara teriakan lantang dan perlakuan apa yang dilakukan pria itu membuat Jongin kesal. Ia mengigit
dengan kuat cengkraman pada bajunya kemudian lari sekencang mungkin. "Anak sialan! Berani
beraninya kau kabur!! Awas jika nanti kau dirumah!!!" Marah pria itu melihat anaknya melarikan.

"tsk! kau tidak akan ingat kejadian saat kau mabuk, pria tua jelek!"

Jongin menendang batu batu kecil tak berdosa yang ada di jalan meluapkan rasa kesalnya yang sedari
tadi ia pendam. Setiap hari ayahnya selalu melakukan hal kekerasan kepadanya. Bahkan ibunya kerap
terkena imbas dari kekerasan ayahnya ketika dia melindungi Jongin.
Ia sama sekali tidak mengerti kenapa ibunya menikah dengan pria tidak bertanggung jawab seperti itu.
Semua wanita bukankah menginginkan pria yang selalu mencintai pasangannya sepenuh hati?

Argh! Memikirkannya saja membuat Jongin pusing. Hubungan percintaan orang dewasa benar benar
sangat rumit ternyata. Mungkin itu karena ia masih kanak-kanak dan pola berpikir juga jauh lebih
sederhana dibanding orang dewasa.

Jongin dengan sendal biru rumahnya masuk ke dalam gang sempit. Saat berjalan santai gang itu tiba tiba
ia mendengar suara anak kecil laki laki yang meminta tolong. Suaranya benar benar sangat pelan sampai
ia kira itu adalah suara bisikan.

Suara ini berasal dari balik tembok yang cukup lumayan tinggi berada di sebelah kanannya. Cukup lama
Jongin mengadahkan kepala melihat tembok itu. Namun akhirnya, ia melompati tembok itu karena rasa
penasarannya.

Sebuah gudang kecil yang tertutup rapat dengan peralatan peralatan yang sudah tidak terpakai berjejer
di sisi depan kanan dan kiri gudang itu. Jongin dengan hati hati mendekati pintu gudang yang terkunci itu
lalu menempelkan telinganya.

Sunyi.

Tidak ada suara sama sekali. Ini aneh. Barusan Jongin mendengar sesuatu dan firasat hati kecilnya
menuntun ia untuk ke sini. "Aku akan mengecek sebentar. Jika tidak ada apa apa aku akan pergi." ujarnya
kepada diri sendiri.

Cahaya terang yang berasal dari luar langsung masuk ke dalam gudang itu saat Jongin membuka pintu.
Terlihat seorang anak kecil laki laki tergeletak meringkuk di lantai. Jongin dengan panik berlari
menghampiri anak itu.

"Hey kau bangun! Sedang apa tertidur disini?! Kau akan sakit jika .." Mata Jongin melebar dengan
sempurna tidak sengaja melihat anak laki laki itu menangis dalam diam.
"Kau .. kau kenapa menangis?!" Anak laki laki itu tetap terdiam dan tidak menjawab pertanyaan Jongin.

Jongin mengangkat tubuh anak kecil itu kemudian memeluknya. Dapat dia rasakan tubuhnya gemetar
sangat kencang seperti ia takut akan sesuatu. Sebuah pelukan hangat ia berikan sembari mengelus pelan
punggung anak kecil berambut blonde itu.

"Tenang. Tenang. Aku disini." Bisik Jongin menenangkan anak kecil itu dengan sabar. Dulu ia juga seperti
ini saat pertama kali ayahnya melakukan kekerasaan. Namun karena ia sering diperlakukan keras oleh
ayahnya jadi ia sudah terbiasa.

Ternyata apa yang dilakukan Jongin berhasil, terbukti dengan melihat anak kecil itu sudah lebih tenang
dan tubuhnya tidak gemetar lagi. Anak kecil laki laki itu mendongakkan kepala menatap sosok Jongin
yang tersenyum kecil padanya dengan mata bulat menggemaskan.

**

" .. jadi apakah kau ingin bersekolah lagi Luhan?"

Jongin hanya termenung diam sambil menatap kosong ke arah makanannya dan tidak mendengarkan
pertanyaan Moon Jae sama sekali. Yae Ra yang berada di samping Jongin mengelus lembut kepala
anaknya agar kembali tersadar.

Kini Jongin sudah kembali tersadar dari lamunannya tentang kenangan buruk masa kecilnya, "ah .. maaf,
kenapa?" dan meminta mengulang kembali pertanyaan yang diajukan.

"Kami merencanakan agar kau bisa kembali masuk ke sekolah lagi. Tapi kami tidak memaksa jika kau
tidak ingin bersekolah. Aku akan meminta guru privat untuk datang ke sini. Jadi bagaimana? Apa kau
ingin bersekolah atau tidak?" Dengan sabar Moon Jae menjelaskan kembali pertanyaan apa yang
barusan dia ajukan.
Hmm. Sekolah ya? Entah ini ide yang bagus untuk masuk ke sekolah atau tidak tapi dikehidupan Jongin,
dia hanya bersekolah sampai sekolah menengah pertama sedangkan Luhan, dia sudah di sekolah
menengah akhir. "Sepertinya itu bukan ide yang bagus ayah, mengingat kecelakaan yang terjadi pada
hyung. Bukankah polisi mengatakan hyung melakukan bunuh diri? Itu mungkin terkait dengan
sekolahnya."

Jongin melirik Rou Han yang sedang duduk di depannya dengan senyuman miring. "Tidak. Aku tidak
keberatan. Aku ingin bersekolah. Kalian tidak perlu khawatir, mulai sekarang aku tidak akan melakukan
hal bodoh lagi dan mempunyai banyak teman."

Mendengar kalimat persetujuan yang diajukan oleh Jongin tentang dia ingin bersekolah lagi membuat
Rou Han tiba tiba tersedak. Tidak dia sangka, kakaknya itu akan melakukan hal sejauh ini. Namun, lihat
saja seberapa tangguh dia mampu bertahan dalam kehidupannya saat ini. gumam Rou Han dalam hati.

Tiga hari mendatang pagi pagi sekali Jongin sudah memakai baju seragam sekolahnya untuk pertama
kali. Dia mendesah pelan sepanjang jalan menuju ke area sekolah yang asing baginya. "Jadi benar rumor
tentang Luhan masuk sekolah hari ini." Pria yang mengenakan seragam sama sepertinya datang entah
dari mana dan tiba tiba saja merangkul pundak Jongin.

"Kau pasti benar benar merindukan kami bukan?" Goda pria itu seraya memegang dagu Jongin dengan
wajah yang sangat menjijikan.

Jongin mengusir tangan pria itu yang berada di pundaknya dan menatap datar ke arah pria itu. "Siapa
kau?" Sontak pria dan teman temannya itu tertawa lebar mendengar pertanyaan yang di ajukan oleh
Jongin.

"Uwah! kau benar benar mengalami amnesia? Aku baru pertama kali ini melihat orang yang amnesia
secara langsung. Jangan khawatir. Kami ini temanmu, Luhan." Sekali lagi Jongin memutarkan bola
matanya. Dia masih sangat jelas, ingat akan mimpi yang memperlihatkan mereka membully Luhan.
Jongin tertawa pelan, "maaf. Tapi aku tidak ingat mempunyai teman seperti kalian. Walaupun ingatanku
sudah kembali aku juga tetap tidak ingat kalau kalian adalah temanku." Nada dingin serta tatapan tajam
yang diberikan olehnya membuat mereka termasuk murid yang ada di sekitar mereka.

Jongin dengan santai meninggalkan mereka dan mengabaikan teriakan marah dari pria itu. "Apakah tadi
itu benar benar Luhan?" Tanya pria itu dengan ekspresi wajah yang masih terkejut dan juga teman
temannya.

"Jadi, kau benar benar melupakan semuanya, teman temanmu, kelas, wali kelas, termasuk pelajaran kau
sudah lupa akibat kecelakaan itu?" Tanya wali kelas Luhan yang sedang mewawancari muridnya. Dia
sudah mengetahui muridnya mengalami amnesia. Tapi entah kenapa dia benar benar sedikit kurang
percaya.

Jongin hanya bisa tersenyum kikuk serta mengangguk anggukkan kepala beberapa kali bermaksud
menutupi kebohongannya. "Saem sudah tahu dari orang tuaku bukan?"

Wali kelas Luhan itu menghelai nafas berat, sepertinya ini akan menjadi hari hari terberatnya. "Baiklah.
Tidak apa apa jika kau melupakan semua hal, yang terpenting kau masih bisa mengikuti pelajaran serta
menjawab soal soal. Aku harap kau bisa Luhan."

Setelah melaporkan tentang hari ini Jongin masuk sekolah kepada wali guru kelasnya. Dia bersama guru
itu berjalan menuju ke kelas 2-B yang nantinya akan menjadi sebuah ruang penyiksaan baginya. Dimana
buku, tugas ataupun ulangan menjadi alat penyiksaannya.

"ini belum ada setengah hari dan aku sudah kelelahan. Apakah kehidupan sekolah seberat ini?" Helaian
nafas Jongin semakin berat seiring berjalan menuju kelas.

Saat pintu terbuka, suara bisikan dan aura tajam dari murid murid yang berada di dalam, menusuk
Jongin saat itu juga. Tidak hanya itu kesialannya berjalan ketika tidak sengaja melihat sesosok pria yang
sangat menonjol berada di depannya. Seketika kata kata tentang ia masuk sekolah, ingin ia tarik ketika
tahu bahwa Luhan sekelas dengan Sehun.
"takdir macam apa ini lagi?!"

Anda mungkin juga menyukai