Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keindahan alam yang berlimpah, menjadikan Indonesia memiliki banyak
daerah tujuan wisata yang layak dibanggakan. Pantai, gunung, sungai, dataran
tinggi, hutan, dan sawah berderet dari Sabang sampai Merauke saling berebut
menampakkan keasriannya. Bahkan keindahan alam Indonesia mampu
menarik perhatian Wisatawan Asing untuk mengujungi setiap destinasi yang
ada di Indonesia.
Tapi dibalik semua pesona alam tersebut, lokasi atau objek wisata yang
ada di Indonesia sebagian besar merupakan daerah atau kawasan rawan
bencana. Pantai, gunung, dataran tinggi dan tebing merupakan beberapa
contoh tempat wisata yang termasuk rawan bencana namun paling banyak
dikunjungi wisatawan saat berlibur ke Indonesia. Hal ini disebabkan karena
letak geografis Indonesia yang berada di antara dua benua dan dua samudra,
dimana Indonesia terletak pada titik pertemuan tiga lempeng utama dunia.
Selain itu, Indonesia berada di atas kerak bumi yang aktif dimana ada lima
patahan lempeng bumi yang bertemu, bertumbukkan dan mengakibatkan
pergerakan bumi Indonesia dinamis. Indonesia juga terletak pada dataran
tropis sehingga curah hujannya cukup tinggi sehingga sering terjadi bencana
alam seperti banjir, tanah longsor, gempa bumi, tsunami, gunung meletus dan
sebagainya (United Nations Environment Programs, 2009).
Bali merupakan salah satu destinasi pariwisata yang paling banyak
dikunjungi oleh wisatawan asing. Namun, harus diketahui pula bahwa,
kondisi alam Provinsi Bali sangat rentan terhadap bencana alam. Berbagai
bencana pernah terjadi di Bali seperti gempabumi, letusan gunung api, banjir,
longsor, kekeringan dan angin kencang. Provinsi Bali memiliki dua
gunungapi aktif, yaitu Gunung Agung dan Gunung Batur.
Sejarah menunjukkan bahwa industri pariwisata di Bali mengalami
dampak yang signifikan akibat kejadian bencana, contohnya saat meletusnya
Gunung Agung (bencana alam) yang merupakan Gunung Berapi aktif yang
banyak dikunjungi oleh pendaki baik dari dalam maupun luar negeri serta
kejadian BOM Bali 1 dan 2 (Bencana non alam) yang terjadi di daerah tujuan

1
wisata utama di Bali yaitu di Legian dan Jimbaran, sehingga mengakibatkan
penurunan jumlah wisatawan yang datang ke daerah tersebut. Hal ini tidak
mengherankan karena menurut World Tourism Organitation, faktor keamanan
merupakan faktor utama pertimbangan para wisatawan untuk memilih tempat
tujuan wisata.
Undang-Undang No 24 Tahun 2007 mengenai penanggulangan bencana
mendefinisikan bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam ulah tangan
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan,kerugian harta benda serta dampak psikologis.
Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana
pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian,
luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau
kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat. Risiko bencana terdiri
dari berbagai jenis potensi kerugian yang sering sulit untuk diukur. Namun
demikian, dengan pengetahuan tentang bahaya, pola populasi, dan
pembangunan social ekonomi, risiko bencana dapat dinilai dan dipetakan,
setidaknya dalam arti luas.
Untuk itu, sebagai daerah tujuan wisata yang secara geografis termasuk
rawan bencana, maka diperlukan perencanaan dan pengelolaan yang
mempertimbangkan aspek kebencanaan di daerah pariwisata yang ada di Bali.
Salah satunya berupa menerapkan manajemen risiko bencana di daerah
pariwisata di Bali. Manajemen risiko bencana pariwisata adalah upaya untuk
mengurangi bahaya atau konsekuensi yang dapat terjadi pada penghidupan
masyarakat khususnya di daerah pariwisata yang disebabkan, baik oleh faktor
alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis dengan cara tindakan persiapan
sebelum bencana terjadi, dukungan, dan membangun kembali masyarakat
saat setelah bencana terjadi.
Berdasarkan latar belakang di atas, Prodi D-IV Keperawatan Reguler
Politeknik Kesehatan Denpasar menerapkan metode pembelajaran praktik
Manajemen Risiko Bencana Pariwisata dimana teori dari mata kuliah ini telah

2
didapatkan di semester IV dan VI. Hasil dari proses pembelajaran praktik
manejemen risiko bencana pariwisata ini dimuat dalam laporan kegiatan.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah terkait dengan latar belakang di atas adalah
sebagai berikut.
1. Bagaimana menetapkan konteks risiko bencana pariwisata ?
2. Bagaimana identifikasi risiko bencana pariwisata ?
3. Bagaimana analisis risiko bencana pariwisata ?
4. Bagaimana evaluasi risiko bencana pariwisata ?
5. Bagaimana penanganan risiko bencana pariwisata ?

1.3 Tujuan Praktik


Tujuan praktikum ini dapat dibagi menjadi dua yaitu,
1. Tujuan Umum
Setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran praktik dan orientasi
ditempat praktik, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan
mengimplementasikan proses manajemen risiko bencana pariwisata.
2. Tujuan Khusus
Capaian pembelajaran praktikum yang diharapkan adalah,
mahasiswa :
a. Mampu menetapkan konteks risiko bencana pariwisata
b. Mampu mengidentifikasi risiko bencana pariwisata
c. Mampu menganalisis risiko bencana pariwisata
d. Mampu mengevaluasi risiko bencana pariwisata
e. Mampu menangani risiko bencana pariwisata

1.4 Bobot Praktikum


Bobot Praktik Manajemen Risiko Bencana Pariwisata ini adalah 4 SKS.
Waktu yang dibutuhkan selama : 4 x 14 minggu x 170 menit = 9520 menit
setara dengan 4 minggu praktik.

1.5 Kegiatan Praktik


Adapun kegiatan praktik manajemen risiko bencana pariwisata ini adalah :
1. Menetapkan konteks risiko bencana pariwisata
2. Mengidentifikasi risiko bencana pariwisata
3. Menganalisis risiko bencana pariwisata
4. Mengevaluasi risiko bencana pariwisata
5. Menangani risiko bencana pariwisata
6. Mengikuti Pre dan Post conference
7. Mendokumentasikan kegiatan/membuat laporan

3
8. Melaksanakan seminar

Anda mungkin juga menyukai