Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fraktur adalah patah tulang atau terganggunya kesinambungan jaringan
tulang yang disebabkan oleh trauma langsung maupun trauma tidak langsung.
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat jumlah kejadian fraktur pada tahun
2011-2012 terdapat 1,3 juta orang yang menderita fraktur. Menurut DEPKES
RI tahun 2011 di Indonesia sendiri juga banyak yang mengalami fraktur,
fraktur di Indonesia terdapat 45.987 orang yang mengalami fraktur,
prevalensi kejadian fraktur yang paling tinggi adalah fraktur femur yaitu
terdapat 19.729 orang yang mengalami fraktur, sedangkan ada 14.037 orang
yang mengalami fraktur cluris dan terdapat 3.776 orang mengalami fraktur
tibia. Salah satu cara untuk mengembalikan fraktur seperti semula yaitu salah
satu cara adalah rekognisi atau dilakukan tindakan pembedahan
(Sjamsuhidayat, 2011 dalam wijaya dan putri, 2013 : 237).
Pembedahan adalah segala upaya tindakan pengobatan yang secara
invasif dengan cara membuka bagian organ tubuh yang akan ditangani.
Setelah tindakan pembedahan akan dilakukan tindakan untuk menangani rasa
nyeri yaitu dengan menggunakan obat penghilang rasa nyeri (Sjamsuhidajat,
R. & Jong, 2011 dalam wijaya dan putri, 2013 : 237).
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui asuhan konsep medis dan keperawatan pada
fraktur femur
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui defenisi fraktur femur
b. Untuk mengetahui etiologi fraktur femur
c. Untuk mengetahui patofisiologi fraktur femur
d. Untuk mengetahui manisfestasi klinis fraktur femur
e. Untuk mengetahui komplikasi fraktur femur
f. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik fraktur femur
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan fraktur femur
h. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada fraktur femur
C. Manfaat
Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan yang tepat untuk klien
dengan masalah fraktur femur, sehingga apabila nanti kita sudah bekerja
dapat menerapkan asuhan keperawatan ke klien dengan masalah fraktur
femur secara tepat.
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Konsep Medis
a. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas atau kesenambungan tulang
dan sendi, baik sebagian atau seluruh tulang termasuk tulang rawan.
Luka dan fraktur dapat menyebabkan perdarahan . Perdarahan adalah
keluarnya darah dari ruang vaskuler ( BTCLS-GADAR Medik Indonesia,
2013).
Fraktur Femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas
tulang pangkal paha yang disaebabkan oleh trauma langsung, kelelahan
otot, dan kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang atau osteoporosis (
(Nurarif & Kusuma, 2015).
b. Etiologi
Penyebab fraktur femur antara lain:
1. Fraktur femur tertutup
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena kulit
masih utuh) tanpa komplikasi. Disebabkan oleh trauma langsung
pada paha.
2. Fraktur femur terbuka
Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan
kulit yang memungkinkan / potensial untuk terjadi infeksi dimana
kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang
patah. Disebabkan oleh trauma langsung atau kondisi tertentu,
seperti degenerasi tulang (osteoporosis) dan tumor atau keganasan
tulang paha yang menyebabkan fraktur patologis (Arif Muttaqin,
2011).
c. Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup
bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. Sewaktu tulang patah
perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan
lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Arif
Muttaqin, 2011).
Sel- sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan
peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan
fibrin direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk
membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan
serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di
tangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan
mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi
darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut
syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan sindrom
compartment (Brunner dan Suddarth, 2013).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan
ketidak seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan
fraktur tertutup. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak
seperti tendon, otot, ligament dan pembuluh darah ( Smeltzer dan Bare,
2001). Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita
komplikasi antara lain : nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya
kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di
imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan prawatan diri.
Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen
tulang di pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun
pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan
itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang
seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau
mengalami kerusakan selama tindakan operasi.
d. Tanda dan gejala
1. Nyeri
Terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
dimobilisasi.Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirncang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
2. Gerakan luar biasa
Bagian –bagian yang tidak dapat digunkan cendrung bergerak
secara tidak alamiah bukannya tetap rigid seperti normalnya.
3. Pemendekan tulang
Terjadi pada fraktur panjang. Karena kontraksi otot yang
melekat di atas dan dibawah tempat fraktur.
4. Krepitus tulang (derik tulang)
Akibat gerakan fragmen satu dengan yang lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna tulang
Akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini
terjadi setelah beberapa jam atau hari (Brunner Suddarth, 2001)
e. Komplikasi
1. Fraktur leher femur
Komplikasi bergantung pada beberapa faktor. Komplikasi yang
bersifat umum adalah trombosis vena, emboli paru, pneumonias, dan
dekubitus. Nekrosis avaskular terjadi pada 30% klien fraktur femur
yang disertai pergeseran dan 10% fraktur tanpa pergeseran. Apabila
lokasi fraktur lebih ke proksimal, kemungklinan terjadi nekrosis
avaskular lebih besar.
2. Fraktur diafisis femur
1) Komplikasi dini
a) Syok. Terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walapun fraktur
bersift tertutup.
b) Emboli lemak. Sering didapatkan pada penderita muda
dengan fraktur femur. Klien perlu menjalani pemeriksaan
gas darah.
c) Trauma pembuluh darah besar. Ujung fragmen tulang
menembus jaringan lunak dan merusak arteri femoralis
sehingga menmyebakan kontusi dan oklusi atau terpotong
sama sekali.
d) Trauma saraf. Trauma pada pembuluh darah akibat tusukan
fragmen dapat disertai kerusakan saraf yang berfariasi dari
neuropraksia sampai ke aksonotemesis. Trauma saraf dapat
terjadi pada nervus iskiadikus atau pada cabangnya, yaitu
nervus tibialis dan nervus peroneus komunis.
e) Trombo emboli. Klien yag mengalami tirah baring lama,
misalnya distraksi di tempat tidur, dapat mengalami
komplikasi trombo-emboli.
f) Infeksi. Infeksi terjadi pada fraktur terbuka akibat luka yang
terkontaminasi. Infeklsi dapat pula terjadi setelah dilakukan
operasi.
f. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan rongent: Menentukan lokasi atau luasnya fraktur atau
trauma .
2. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI: Memperlihatkan fraktur: juga
dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Hitung Darah Lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi)
atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ
jauh pada trauma multipel). Peningkatan jumlah SDP adalah respon
stress normal setelah trauma.
4. Arteriogram: dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
5. Kreatinin: Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal.
6. Profil Koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
tranfusi multipel, atau cedera hati (Dongoes: 1999)
g. Penatalaksanaan
1. Fraktur Femur Terbuka
Menurut Apley (1995), fraktur femur terbuka harus dinilai
dengan cermt untuk mengetahui ada tidaknya kehilangan kulit,
kontaminasi luka, iskemia otot, cedera pada pembuluh darah dan
saraf. Intervensi tersebut meliputi:
a) Profilaksis antibiotik
b) Debridemen : Pembersihan luka dan debridemen harus
dilakukan dengan sedikit mungkin penundaan. Jika terdapat
kematian jaringan yang mati dieklsisi dengan hati-hati. Luka
akibat penetrasi fragmen luka yang tajam juga perlu dibersihkan
dan dieksisi, terapi yang cukup dengan debridemen terbatas saja.
c) Stabilisasi : Dilakukan pemasangan fiksasi interna atau eksterna.
1) Penundaan tertutup
2) Penundaan rehabilitasi
2. Fraktur Femur Tertutup
Pengkajian ini diperlukan oleh perawat sebagai peran
kolaboratif dalam melakukan asuhan keperawatan. Denagn
mengenal tindakan medis, perawat dapat mengenal impliksi pada
setiap tindakan medis yang dilakukan.
a) Fraktur trokanter dan sub trokanter femur, meliputi:
1. Pemasangan traksi tulang selama 6-7 minggu yang
dilanjutkan dengan gips pinggul selama 7 minggu merupakn
alternaltif pelaksanaan pada klien usia muda.
2. Reduksi terbuka dan fiksasi interna merupakan pengobatan
pilihan dengan memergunakan plate dan screw.
b) Fraktur diafisis femur, meliputi:
1. Terapi konserfativ
2. Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum
dilakukan terapi definitif untuk mengurangi spasme otot.
3. Traksi tulang berimbang denmgan bagian pearson pada
sendi lutut. Indikasi traksi utama adalah faraktur yang
bersifat kominutif dan segmental.
4. Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah union
fraktur secara klinis
5. Terapi Operasi
a) Pemasangan plate dan screw pada fraktur proksimal
diafisis atau distal femur
b) Mempengaruhi k nail, AO nail, atau jenis lain, baik
dengan operasi tertutup maupun terbuka. Indikasi K
nail, AO nail terutama adalah farktur diafisis.
c) Fiksassi eksterna terutama pada fraktur segmental,
fraktur kominutif, infected pseudoarthrosis atau
fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak yang
hebat.
c) Fraktur suprakondilar femur, meliputi:
1. Traklsi berimbang dengan menggunakan bidai Thomas dan
penahan lutut Pearson, cast bracing, dan spika panggul.
2. Terapi operatif dilakukan pada fraktur yang tidak dapat
direduksi secara konservatif. Terapi dilakukan dengan
mempergunakan nail-phorc dare screw dengan berbagai tipe
yang tersedia. (Arif Muttaqin, 2011)
2 Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Anamnesis
a) Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahsa
yang digunkan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
asuransi, golongan darah, nomor register, tanggal dan jam
masuk rumah sakit, dan diagnosis medis.
Pada umumnya, keluhan utama pada kasus fraktur femur
adalah rasa nyeri yang hebat. Untuk memperoleh pengkajian
yang lengkap mengenai rasa nyeri klien, perawat mengunakan
OPQRST.
O (onset)
P (Provoking Incident): hal yang menjadi faktor presipitasi
nyeri adalah trauma bagian pada
Q (quality of pain): klien merasakan nyeri yang bersifat
menusuk.
R (Region, Radiation, Relief): nyeri yang terjadi di bagian paha
yang mengalami patah tulang. Nyeri dapt reda dengan
imobilisasi atau istirahat.
S (Scale of pain): Secara subyektif, nyeri yang dirasakan klien
antara 2-4 pada skala pengukuran 0-4
T (Treatment)
b) Riwayat penyakit sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah
tulang paha, pertolongan apa yang telah didapatkan, dan apakah
sudah berobt ke dukun patah. Dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaaan, perawat dapat mengetahui luka
kecelakaan yang lain.
c) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget
menybabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit untuk
menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki
sangat beresiko terjadi osteomielitis akut dan kronis dan penyaklit
diabetes melitus menghambat proses penyembuhan tulang.
d) Riwayat penyaklit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang
paha adalah faktor predispossisi terjadinya fraktur, seperti
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan
kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
e) Riwayat psikospiritual
Kaji respon emosis klien terhadap penyakit yang dideritanya,
peran klien dalam keluarga, masyarakat, serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga
maupun masyarakat.
f) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan
umum (status gheneral) untuk mendapatkan gambaran umum dan
pemeriksaan setempat (lokal)
1. Keadaan umum
Keadaan baik dan buruknya klien. Tanda-tanda gejala
yang perlu dicatat adalah kesadaran diri pasien (apatis, sopor,
koma, gelisah, komposmetis yang bergantung pada keadaan
klien), kesakitan atau keadaaan penyakit (akut, kronis, berat,
ringan, sedang, dan pada kasus fraktur biasanya akut) tanda
vital tidak nmormal karena ada gangguan lokal baik fungsi
maupun bentuk.
2. B1 (Breathing)
Pada pemeriksaan sistem pernafasan, didapatkan bahwa
klien fraktur femur tidak mengalami kelainaan pernafasan.
Pada palpasi thorak, didapatkan taktil fremitus seimbang
kanan dan kiri. Pada auskultasi tidak terdapat suara
tambahan.
3. B2 (Blood)
Inspeksi tidak ada iktus jantung, palpasi nadi meningkat
iktus tidak teraba, auskultasui suara S1 dan S2 tunggal, tidak
ada murmur.
4. B3 (Brain)
a) Tingkat kesadaran biasanya komposmentis.
 Kepala: Tidak ada gangguan, yaitu normosefalik,
simetris., tidak ada penonjolan, tidak ada sakit kepala.
 Leher: Tidak ada gangguan, simetris, tidak ada
penonjolan, reflek menelan ada.
 Wajah : Wajah terlihat menahan sakit dan bagian
wajah yang lain tidak mengalami perubahan fungsi
dan bentuk. Wjah simetris, tidak ada lesi dan edema.
 Mata: Tidak ada gangguan, konjungtiva tidak anemis
(pada klien dengan patah tulang tertutup tidak terjadi
perdarahan). Klien yang mengalami fraktur femur
terbuka biasanya mengfalami perdarahan sehingga
konjungtiva nya anemis.
 Telinga : Tes bisik dan weber msih dalam keadaan
normal. Tidak ada lesi dan nyeri tekan.
 Hidung: Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan
cuping hidung.
 Mulut dan Faring: Tidak ada pembesaran tonsil, gusi
tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
b) Pemeriksaan fungsi serebral
Status mental, observasi penampilan, dan tingkah laku
klien. Biasanya status mental tidak mengalami
perubahan.
c) Pemeriksaan saraf kranial
 Saraf I: fungsi pendiuman tidak ada gangguan.
 Saraf II: ketajaman penglihatan normal
 Saraf III, IV, VI: tidak ada gangguan mengangkat
kelopak mata, pupil isokor.
 Saraf V: tidak mengal;ami paralisis pada otot wajah
dan reflek kornea tidak ada kelainan.
 Saraf VII: persepsi pengecapan dalam batas normal
dan wajah simetris.
 Saraf VIII: tidak ditemukan tuli konduktif dan tuli
persepsi.
 Saraf IX dan X: kemampuan menelan baik
 Saraf XI: tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus
dan trapezius.
 Saraf XII: ;idah simeteris, tidak ada deviasi pada satu
sisi dan tidak ada faskulasi. Indra pengecapan normal.
d) Pemeriksaan refleks
Biasnya tidak ditemukan reflek patologis.
e) Pemeriksaan sensori
Daya raba klien fraktur femur berkurang terutama pada
bagian distal fraktur, sedangkan indra yang lain dan
kognitifnya tidak menga;lami gangguan. Selian itu,
timbul nyeri akibat fraktur.
5. B4 (Bladder)
Kaji urine yang meliputi wana, jumlah dan karakteristik
urine, termasuk berat jenis urine. Biasanya klien fraktur
femur tidak mengalami gangguan ini.
6. B5 (Bowel)
Inspeksi abdomen: bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi: turgor baik, tidak ada defans muskular dan hepar tidk
teraba. Perkusi: suiara timpani, ada pantulan gelombang
cairan. Auskultasi peristaltik normal. Inguinal,genital: hernia
tidak teraba, tidak ada pembesaran limfe dan tidak ada
kesulitan BAB.
7. B6 (Bone)
Adanya fraktur femur akan mengganggu secara lokal, baik
fungsi motorik, sensorik maupun peredaran darah.
8. LOOK
Pada sistem integumen terdapat eritema, suhu disekitar
daerah trauma meningkat, bengkak, edema dan nyeri tekan.
Perhatikan adanya pembengklakan yang tidak biasa
(abnormal) dan deformitas. Perhatikan adanya sindrom
kompartemen pada bagian distal fraktur femur. Apabila
terjadi fraktur terbuka, perawat dapat menemukan adanya
tanda-tanda trauma jaringan lunak sam[pai kerusakann
intergritas kulit. Fraktur obli, spiral atau bergeser
mengakibatkan pemendekan batang femur. Ada tanda cedera
dan kemungkinan keterlibatan berkas neurovaskular (saraf
dan pembuluh darah) paha, sepertoi bengkak atau edema.
Ketidakmampuan menggerakkan tungkai.
9. FEEL
Kaji adnya nyeri tekan dan krpitasi pada daerah paha.
10. MOVE
Pemeriksaan dengan menggerakkan eksteremitas apakh
terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Dilakukan
pencatatan rentang gerak. Dilakukan pemeriksaan gerak aktif
dan pasif. Berdasar pemeriksaan didapat adanya gangguan /
keterbatasan gerak tungkai, ketidakmampuan menggerakkan
tungkai, penurunan kekuatan otot.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal, kerusakan integritas struktur tulang, penurunan
kekuatan otot.
3. Defisit perawatan diri (mandi, eliminasi) berhubungan dengan
gangguan muskuloskeletal, hambatan mobilitas.
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tonjolan tulang.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pemasangan fiksasi
interna.
c. Rencana Asuhan keperawatan
Diagnosa Rencana Perawatan
No
Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan
1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan MENEJEMEN NYERI
berhubungan keperawatan selama 3x24 Observasi
dengan agen jam diharapkannyeri a. Identifikasi lokasi,
cedera fisik. hilang/ berkurang dengan karakteristik,durasi,
kriteria hasil: frekuensi, kualitas,
a. Melaporkan nyeri intesitas nyeri
pada skala 0-1 b. Identifikasi skala nyeri
b. TTV dalam batas c. Identifikasi respons
normal nyeri non verbal
c. Ekspresi wajah
d. Identifikasi faktor yang
tidak menahan
memperberat dan
nyeri
memperingan nyeri
e. Identifikasi
pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
f. Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas
hidup
g. Monitor keberhasilan
terapi komplomenter
yang sudah diberikan
h. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
i. Berikan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
j. Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri (mis.suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan).
k. Fasilitas istirahat dan
tidur
l. Pertimbangakan jenis
dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredahkan nyeri
Edukasi
m. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
n. Jelaskan strategi
meredahkan nyeri
o. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
p. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
q. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
r. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

PEMBERIAN
ANALGESIK
Observasi
a. Identifikasi
karakteristik nyeri (mis.
Pencetus, pereda,
kualitas lokasi,
intesitas, frekuensi
durasi)
b. Identifikasi riwayat
alergi obat
c. Identifikasi kesesuaian
jenis analgesik (mis.
Narkotika, non-
narkotika, atau NSAID)
dengan tingkat
keparahan nyeri.
d. Minitor tanda-tanda
vital sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik
e. Monitor efektifitas
analgesik
Terapeutik
f. Diskusikan jenis
analgesik yang disukai
untuk mencapai
analgesia optimal
g. Pertimbangkan
penggunaan infus
kontinu, atau bolus
oploid untuk
mempertahankan kadar
dalam serum
h. Tetapkan target
efektifitas analgesik
untuk mengoptimalkan
respon pasien
i. Dokumentasikan
respons terhadap efek
analgesik dan efek yang
tidak diinginkan
Edukasi
j. Jelaskan efek terapi dan
efek samping obat
Kolaborasi
k. Kolaborasi pemberian
dosis dan jenis
analgesik, sesuai
indikasi.
2 Gangguan Setelah dilakukan tindakan DUKUNGAN
mobilitas fisik keperawatan selama 3x24 AMBULASI
berhubungan jam diharapkan pasien Observasi
dengan mampu melakukan a. Identifiaasi adanya
gangguan aktifitas fisik sesuai nyeri atau keluhan fisik
muskuloskelet dengan kemampuannya lainnya
al, kerusakan dengan kriteria hasil: b. Identifikasi toleransi
integritas a. Mampu melakukan fisik melakukan
struktur perpindahan ambulasi
tulang, b. Meminta bantuan c. Monitor frekuensi
penurunan untuk aktifitas jantung dan tekanan
kekuatan otot. mobilisasi. darah sebelum memulai
c. Tidak terjadi ambulasi
kontraktur Terapeutik
d. Fasilitasi aktifitas
ambulasi dengan akat
bantu
e. Fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik, jika
perlu
f. Libatkan keluarga
untuk membantu pasien
dalam meningkatkan
ambulasi
Edukasi
g. Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
h. Anjurkan melakukan
ambulasi dini
i. Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan
3 Defisit Setelah dilakukan tindakan DUKUNGAN
perawatan diri keperawatan selama 3x24 PERAWATAN DIRI
(mandi, jam diharapkan pasien Observasi
eliminasi) mengalami peningkatan a. Identifikasi kebiasaan
berhubungan perilaku dalam merawat aktifitas perawatan diri
dengan diri dengan kriteria hasil: sesuai usia
gangguan a. Klien mampu b. Monitor tingkat
muskuloskelet melakukan aktifitas kemandirian
al, hambatan perawatan c. Identifikasi kebutuhan
mobilitas. dirisesuai denmgan alat bantu kebersihan
tingkat kemampuan diri, berpakaian,
b. Mengungkapkan berhias, dan makan
secara verbal Terapeutik
kepuasan tentang d. Sediakan lingkungan
kebersihantubuh, yang terapeutik
hygiene mulut. e. Sediakan keperluan
pribadi
f. Dampingi dalam
melakukan perawatan
diri sampai mandiri
g. Fasilitasi untuk
menerima keadaan
ketergantungan
h. Fasilitasi kemandirian,
bantu jika tidak mampu
melakukan perawatan
diri
i. Jadwalkan rutinitas
perawatan diri
Edukasi
j. Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan
4 Gangguan Setelah dilakukan tindakan PERAWATAN
integritas kulit keperawatan selama 3x24 INTEGRITAS KULIT
berhubungan jam diharapkan tidak Observasi
dengan faktor terjadi kerusakan integritas a. Identifikasi penyebab
mekanis, kulit secara luas dengan gangguan integritas
penurunan kriteria hasil: kulit
mobilitas a. Nyeri lokal Terapeutik
ekstremitas tidak b. Ubah posisi tiap 2 jam,
terjadi jika perlu
b. Menunjukkan c. Lakukan pemijatan
rutinitas perawatan pada area penonjolan
kulit yang efektif. tulang, jika perlu
d. Bersihkan perinaeal
dengan air hangat,
terutama selama
periode diare
e. Gunakan produk
berbahan petroline atau
minyak pada kulit
kering
f. Gunakan produk
berbahan ringan/alami
dan hipoalergik pada
kulit sensitif
g. Hindari produk
berbahan dasar alkohol
pada kulit kering
Edukasi
h. Anjurkan menggunakan
pelembab
i. Anjurkan minum yang
cukup
j. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
k. Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
l. Ajurkan menghindari
terpapar suhu yang
ektrem
m. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
5 Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan MENEJEMEN
berhubungan keperawatan selama 2x24 IMUNISASI
dengan jam diharapkan infeksi Observasi
prosedur tidak terjadi dengan a. Identifikasi riwayat
pemasangan kriteria hasil: kesehatan dan riwayat
fiksasi interna. a. Tidak alergi
menunjukkan tanda b. Identifikasi
tanda infeksi kontraindikasi
pemberian imunisasi
c. Identifikasi status
imunisasi setiap
kunjungan kepelayanan
kesehatan
Terapeutik
d. Berikan suntikan pada
bayi dibagian paha
anterolateral
e. Dokumentasikan
informasi vaksinisasi
f. Jadwalkan imunisasi
pada interval waktu
yang tepat
Edukasi
g. Jelaskan tujuan,
manfaat, reaksi yang
terjadi, jadwal dan efek
samping.
h. Informasikan imunisasi
yang diwajibkan
pemerintah (mis.
Hepatitis B, BCG,
difteri)
i. Informasikan imunisasi
yang melindungi
terhadap penyakit
namun saat ini tidak di
wajibkan pemerintah
(mis. Influenza,
pneumokokus)
j. Informasikan vaksinasi
untuk kejadian khusus
(mis. Rabies, tetanus ).
k. Informasikan
penundaan pemberian
imunisasi tidak berarti
mengulang jadwal
imunisasi kembali
l. Informasikan penyedia
layanan pekan
imunisasi nasional yang
menyediakan vaksin
gratis.
PENCEGAHAN INFEKSI
Observasi
a. Monitor tanda dan
gejala infeksi lokal dan
sistemik
Terapeutik
b. Batasi jumlah
pengunjung
c. Berikan perawatan kulit
pada area edema
d. Cuci tangan sebelum
dan sesudah kontak
dengan pasien dan
lingkungan pasien
e. Pertahankan teknik
aseptik pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi
f. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
g. ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
h. ajarkan etika batuk
i. ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
j. anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
k. anjurkan meningkatkan
asupan cairan
kolaborasi
l. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu

d. Evaluasi
1. Nyeri akut teratasi
2. Gangguan mobilitas fisik teratasi
3. Defisit perawatan teratasi
4. Gangguan integritas kulit teratasi
5. Resiko infeksi teratasi
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Fraktur adalah patah tulang atau terganggunya kesinambungan jaringan


tulang yang disebabkan oleh trauma langsung maupun trauma tidak langsung.
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat jumlah kejadian fraktur pada tahun
2011-2012 terdapat 1,3 juta orang yang menderita fraktur. Menurut DEPKES RI
tahun 2011 di Indonesia sendiri juga banyak yang mengalami fraktur, fraktur di
Indonesia terdapat 45.987 orang yang mengalami fraktur, prevalensi kejadian
fraktur yang paling tinggi adalah fraktur femur yaitu terdapat 19.729 orang yang
mengalami fraktur.

Fraktur Femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang
pangkal paha yang disaebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan kondisi
tertentu, seperti degenerasi tulang atau osteoporosis (Arif Muttaqin, 2008). fraktur
femur terbagi atas 2 antara lain: Fraktur femur tertutup san fraktur femur terbuka.
DAFTAR PUSTAKA

Arif Muttaqin. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Muskuloskeletal. Jakarta:EGC
Arif Muttaqin. 2011. Buku Saku Gangguan Mulskuloskeletal Aplikasi pada
Praktik Klinik Keperawatan. Jakarta:EGC.
Brunner, Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol
3. Jakarta: EGC.
Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2
nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.
http://eprints.ums.ac.id/44867/6/BAB%20I.pdf

NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi


2012-2014. Jakarta: EGC.
Price A.S. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC:
Jakarta.
Smeltzer,S.C & Bare B.G. (2006) . Buku ajar keperawatan medical bedah , Edisi
8. EGC : Jakarta
LAPORAN PENDAHULUAN PADA “Ny. P” DENGAN
DIAGNOSA MEDIS FRAKTUR FEMUR DI RUANG
PERAWATAN BEDAH ( BAJI KAMASE) DI RSUD LABUANG
BAJI

OLEH
KELOMPOK I
Mamul Fadli
Nasriana
Misra
Desy Octaviani Indra
Rahmatullah
Aswar Suhud
Anggi angraeni

STIKES PANRITA HUSADA BULUKUMBA


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2018/2019
ASUHAN KEPERAWATAN PADA “Ny. P”
DENGAN DIAGNOSA MEDIS FRAKTUR FEMUR
DI RUANG PERAWATAN BEDAH ( BAJI KAMASE) DI RSUD
LABUANG BAJI

OLEH
KELOMPOK I
Mamul Fadli
Nasriana
Misra
Desy Octaviani Indra
Rahmatullah
Aswar Suhud
Anggi angraeni

STIKES PANRITA HUSADA BULUKUMBA


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2018/2019

Anda mungkin juga menyukai