Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

AGROKLIMATOLIGI

PENGARUH IKLIM TERHADAP EKOSISTEM PERTANIAN

Dosen Pengampu : Nurul Istiqomah, SP., MP

Oleh :
Laila Ikrimah

YAYASAN BAKTI MUSLIMIN


SEKOLAH TINGGI ILMU PERTANIAN
PRODI AGRIBISNIS
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin


masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................. i

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1


1.2. Tujuan Masalah ............................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Penyuluh Pertanian .................................................... 3


2.2. Peran Penyuluh Pertanian dalam Pembangunan Pertanian ......... 5

BAB III PENUTUPAN


3.1. Kesimpulan ................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perubahan iklim global disebabkan antara lain oleh peningkatan emisi


Gas Rumah Kaca (GRK) akibat berbagai aktivitas yang mendorong
peningkatan suhu bumi. Mengingat iklim adalah unsur utama dalam sistem
metabolisme dan fisiologi tanaman, maka perubahan iklim global akan
berdampak buruk terhadap keberlanjutan pembangunan pertanian.

Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di daerah katulistiwa


termasuk wilayah yang sangat rentan terhadap perubahan iklim. Perubahan pola
curah hujan, kenaikan muka air laut, dan suhu udara, serta peningkatan kejadian
iklim ekstrim berupa banjir dan kekeringan merupakan beberapa dampak serius
perubahan iklim yang dihadapi Indonesia.

Perubahan iklim yang telah menimbulkan beberapa bencana


yang memiliki kemungkinan untuk menjadi lebih buruk di masa mendatang.
Dengan menggunakan asumsi kenaikan suhu di Indonesia antara 0,40 - 30 C
di tahun 2030 dan 0,90 - 40 C di tahun 2070, terbukti bahwa perubahan iklim
akibat memanasnya bumi secara negatif akan menurunkan produksi pertanian
dan tingkat kesejahteraan antara 2,5 - 18 persen per tahun.

Beberapa penemuan terakhir mulai memperjelas pengaruh iklim terhadap


produksi pertanian. Pengaruh pada produksi pertanian dapat disebabkan paling
tidak oleh pengaruhnya terhadap produktivitas tanaman, organisme pengganggu
tanaman, dan kondisi tanah. Iklim dan cuaca merupakan faktor penentu utama
bagi pertumbuhan dan produktifitas tanaman pangan. Produktifitas pertanian
berubah-ubah secara nyata dari tahun ke tahun. Perubahan drastis cuaca, lebih
berpengaruh terhadap pertanian dibanding perubahan rata-rata. Tanaman sangat
peka terhadap perubahan cuaca yang sifatnya sementara dan drastis. Perbedaan
cuaca antar tahun lebih berpengaruh dibanding dengan perubahan iklim yang

1
diproyeksikan (Munawar, 2010). Makalah ini akan membahas mengenai
penyebab terjadinya perubahan iklim dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan
dan produktifitas tanaman.

1.3. Tujuan Masalah


1. Untuk mengetahui penyebab terjadinya perubahan iklim
2. Mengetahui dampak perubahan iklim terhadap pertumbuhan tanaman

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Penyebab Terjadinya Perubahan Iklim

Perubahan iklim global disebabkan antara lain oleh peningkatan emisi


Gas Rumah Kaca (GRK) akibat berbagai aktivitas yang mendorong
peningkatan suhu bumi (Las, 2007). IPCC (2007) dalam Noordwijk (2008).
telah memberikan banyak bukti kuat secara ilmiah bahwa iklim global telah
berubah pada tingkatan yang cukup besar sepanjang sejarah geologi. Perubahan
tersebut terjadi karena adanya
peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, terutama
tersusun dari gas-gas CO2, CH4 dan N2O.

Gas rumah kaca utama yang terus meningkat adalah karbon dioksida
(CO2). Sebagian dari karbon dioksida ini dapat diserap kembali, antara lain
melalui proses fotosintesis yang merupakan bagian dari proses pertumbuhan
tanaman atau pohon. Namun, kini kebanyakan negara memproduksi karbon
dioksida secara jauh lebih cepat ketimbang kecepatan penyerapannya oleh
tanaman atau pohon, sehingga konsentrasinya di atmosfer meningkat secara
bertahap. Ada beberapa gas rumah kaca yang lain. Salah satunya adalah metan
(CH4), yang dapat dihasilkan dari lahan rawa dan sawah serta dari tumpukan
sampah dan kotoran ternak. Gas-gas rumah kaca lainnya, meski jumlahnya
lebih sedikit, antara lain adalah nitrogen oksida (N2O) dan sulfur heksaflorida
(SF6) (United Nations Development Programme Indonesia, 2007).

Beberapa jenis gas di atmosfir, seperti CO2, CH4, dan N2O


mempengaruhi iklim permukaan bumi karena kemampuanya dalam membantu
proses transmisi radiasi dari matahari ke permukaan bumi, dan juga
menghambat keluarnya sebagian radiasi dari permukaan bumi. Kalau
konsentrasi dari gas-gas ini di atmosfir meningkat, radiasi yang keluar dari
permukaan bumi akan terhambat, sehingga suhu permukaan bumi bertambah

3
besar. Prediksi peningkatan suhu bumi bukanlah suatu hal yang mudah iklim di
suatu daerah merupakan hasil interaksi dari proses-proses fisika dan mekanik
yang saling berhubungan. Peningkatan suhu, akan menyebabkan peningkatan
evapotranspirasi yang berdampak pada meningkatnya konsentrasi. Apabila
konsentrasi dari gas-gas ini di atmosfir meningkat, radiasi yang berupa uap air,
H2O(gas). Uap air juga merupakan gas penghambat keluarnya radiasi dari
permukaan bumi, sementara di lain pihak keberadaan uap air tersebut juga
menimbulkan umpan balik negatif karena peningkatan pertumbuhan awan,
menyebabkan terhambatnya transmisi radiasi matahari ke permukaan bumi
(Syarifuddin, 2011).

Aktifitas-aktifitas yang menghasilkan GRK adalah perindustrian,


penyediaan energi listrik, dan transportasi. Sedangkan dari peristiwa secara
alam juga menghasilkan/ mengeluarkan GRK seperti dari letusan gunung
berapi, rawa-rawa, kebakaran hutan, peternakan hingga kita bernafaspun
mengeluarkan GRK. Komposisi dan konsentrasi gas rumah kaca yang berada di
lapisan atmosfer akan sangat bergantung dari gas-gas emisi yang dihasilkan
berbagai kegiatan manusia dalam merekayasa sistem tatanan ekologi di planet
ini (Hamid, 2009).

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCC)


mengklasifikasi enam jenis gas yang dapat menyerap radiasi matahari di lapisan
atmosfer yaitu Karbondioksida (CO2), Dinitroksida (NO2), Metana (CH4),
Sulfurheksaflorida (SF6), Perfluorokarbon (PFCs) dan hidrofluorokarbon
(HFCs). Gas karbondioksida (CO2), dinitrooksida (NO2) dan metana (CH4)
terutama dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil di sektor energi,
transportasi dan industri. Gas metana (CH4) juga dihasilkan dari kegiatan
pertanian dan peternakan. Sementara untuk gas sulfurheksaflorida (SF6),
perflorokarbon (PFCs) dan hidroflorokarbon (HFCs) dihasilkan dari industri
pendingin dan penggunaan aerosol (partikel kecil/debu) (Hamid, 2009).

4
2.2. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Pertumbuhan Tanman dan Pertanian
Perubahan iklim global akan mempengaruhi setidaknya tiga unsur iklim
dan komponen alam yang sangat erat kaitannya dengan pertanian, yaitu: (1)
naiknya suhu udara yang juga berdampak terhadap unsur iklim lain, terutama
kelembaban dan dinamika atmosfer, (2) berubahnya pola curah hujan, (3)
makin meningkatnya intensitas kejadian iklim ekstrim (anomali iklim) seperti
El-Nino dan La-Nina, dan (4) naiknya permukaan air laut akibat pencairan
gunung es di kutub utara. (Direktorat Pengelolaan Air, 2009).
1. Dampak Peningkatan Konsentrasi CO2 di Atmosfer.
Gas CO2 merupakan sumber karbon utama bagi pertumbuhan tanaman.
Konsentrasi CO2 di atmosfir saat ini belum optimal, sehingga penambahan
CO2 kepada tanaman di dalam industri pertanian di dalam rumah kaca
merupakan kegiatan normal untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman
seperti tomat, selada, timun dan bunga potong.

Pengaruh fisiologis utama dari kenaikan CO2 adalah meningkatnya laju


assimilasi (laju pengikatan CO2 untuk membentuk karbohidrat,fotosintesis)
di dalam daun. Efisiensi penggunaan faktor-faktor pertumbuhan lainnya
(seperti radiasi matahari, air dan nutrisi) juga akan ikut meningkat.

Selain pengaruh positif terhadap proses fotosintesis, kenaikan CO2 juga


akan mempunyai pengaruh positif terhadap penggunaan air oleh tanaman.
Stomata mempunyai fungsi sebagai pintu gerbang masuknya CO2 dan
keluarnya uap air ke/dari daun. Besar kecilnya pembukaan stomata
merupakan regulasi terpenting yang dilakukan oleh tanaman, dimana
tanaman berusaha memasukkan CO2 sebanyak mungkin tetapi dengan
mengeluarkan H2O sesedikit mungkin, untuk mencapai effisiensi
pertumbuhan yang tinggi. Jika CO2 di atmosfir meningkat, tanaman tidak
membutuhkan pembukaan stomata maksimum untuk mencapai konsentrasi
CO2 optimum di dalam daun, sehingga laju pengeluaran H2O dapat

5
dikurangi. Dengan kondisi tersebut maka laju pembentukan biomassa akan
meningkat (Syarifuddin, 2011).

Efek langsung dari meningkatnya CO2, berdampak positif terhadap


pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sebagaimana dijelaskan diatas.
Akan tetapi dampak pengikutan berupa peningkatan suhu dan perubahan
siklus hidrologi menyebabkan pengaruh positif dari kenaikan CO2 menjadi
berkurang atau terhambat sama sekali (Munawar, 2010).

2. Naiknya Suhu Udara yang Juga Berdampak Terhadap Usur Iklim Lain.

Suhu merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap


pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Suhu udara dipengaruhi oleh
radiasi yang diterima di permukaan bumi sementara tinggi rendahnya suhu
disekitar tanaman ditentukan oleh radiasi matahari, kerapatan tanaman,
distribusi cahaya dalam tajuk tanaman, kandungan lengas tanah. Umumnya
laju metabolisme makhluk hidup akan bertambah dengan meningkatnya
suhu hingga titik optimum tertentu. Beberapa proses metabolisme tersebut
antara lain bukaan stomata, laju transpirasi, laju penyerapan air dan nutrisi,
fotosintesis, dan respirasi. Setelah melewati titik optimum, proses tersebut
mulai dihambat: baik secara fisik maupun kimia, menurunnya aktifitas
enzim (enzim terdegradasi)

Pengaruh peningkatan suhu dapat mengurangi atau bahkan mengurangi


dampak positif yang diberikan dari meningkatnya konsentrasi CO2 di
atmosfir. Peningkatan suhu disekitar iklim mikro tanaman akan
menyebabkan cepat hilangnya kandungan lengas tanah (kadar air tanah)
akibat evaporasi. Hal tersebut dapat berpengaruh negatif terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tanaman terutama pada daerah yang lengas
tanahnya terbatas.

Setiap tanaman memiliki suhu dasar yang merupakan suhu minimum bagi
tanaman untuk bermetabolisme. Besaran suhu dasar ini akan mempengaruhi

6
besarnya Thermal unit yang diperlukan oleh tanaman untuk melewati setiap
fase perkembangannya. Hubungan antara thermal unit dengan suhu
lingkungan adalah berbanding lurus sementara berbanding terbalik dengan
umur tanaman. Artinya semakin tinggi suhu, maka umur tanaman akan
semakin pendek yang akhirnya berdampak pada waktu penumpukan
fotosintat dan pembentukan biomassa yang lebih rendah (Syarifuddin, 2011).

Dampak peningkatan suhu terhadap tanaman pangan menurut Las (2007)


adalah terjadinya peningkatan transpirasi yang menurunkan produktivitas,
peningkatan konsumsi air, percepatan pematangan buah/biji yang
menurunkan mutu hasil, dan perkembangan beberapa organisme
pengganggu tanaman. Bahkan dirjen IRRI (International Rice Researh
Institute) menyatakan bahwa dengan peningkatan suhu udara rata-rata 1°C
dapat menurunkan produktivitas beras dunia sekitar 5-10 %.

Peningkatan temperatur dapat menyebabkan penurunan produksi pada


berbagai jenis tanaman pangan, Menurut Tang et al., (2006) dan Weerakoon
et al., (2008), Pada tanaman padi, fase pembentukan malai sangat sensitif
terhadap temperatur tinggi. Selama tahap ini, stress akibat panas sangat
memungkinkan untuk terjadinya sterilitas floret, menurunnya kesuburan dan
kehilangan hasil. Hal ini terutama disebabkan oleh menurunnya aktifitas
serta perkecambahan polen, terbatasnya pertumbuhan tabung polen,
rendahnya daya dehiscence polen dan penyerbukan yang tidak sempurna.

Di samping itu temperatur juga secara langsung berperan terhadap


perkembangan biji seperti pengisian biji dan laju produksi bahan kering pada
biji (Kobata dan Uemuki, 2004) Temperatur tinggi dapat menghambat
perkembangan biji pada padi (Zakaria et al., 2002) gandum (Hawker dan
Jenner, 1993).

Peningkatan temperatur selama kemasakan juga dapat menyebabkan


penurunan kualitas biji terutama yang diakibatkan oleh terhambatnya

7
akumulasi cadangan makanan pada biji (Zakaria, 2005). Munculnya bagian
“putih buram” yang biasanya di dapatkan pada bagian gabah yang kurang
sempurna pada musim panas diperkirakan mempunyai hubungan yang erat
dengan sistem transfer dan transportasi cadangan makanan selama
pembentukan biji. Bagian putih buram ini adalah bagian dari kerusakan yang
disebabkan oleh temperatur tinggi selama kemasakan.

3. Berubahnya Pola Curah Hujan.


Perubahan iklim juga menyebabkan terjadinya perubahan jumlah
hujan dan pola hujan yang mengakibatkan pergeseran awal musim dan
periode masa tanam. Penurunan curah hujan telah menurunkan potensi
satu periode masa tanam padi (Runtunuwu dan Syahbuddin, 2007).
Dampak perubahan pola hujan diantaranya mempengaruhi waktu dan
musim tanam, pola tanam, degradasi lahan, kerusakan tanaman dan
produktivitas, luas areal tanam dan areal panen, serta perubahan dan
kerusakan keanekaragaman hayati.
4. Makin Meningkatnya Intensitas Kejadian Iklim Ekstrim (Anomali Iklim)
Seperti El-Nino dan La-Nina.

Perubahan siklus hidrologi terutama ditunjukkan oleh periode La-Nina


dan El-Nino yang semakin sering. La-Nina merupakan fenomena alam yang
ditandai dengan kondisi suhu muka laut di perairan Samudra Pasifik ekuator
berada di bawah nilai normalnya (dingin), sementara kondisi suhu muka laut
di perairan Benua Maritim Indonesia berada di atas nilai normalnya (hangat).
Kondisi suhu muka laut di samudra pasifik yang dingin menimbulkan
tekanan udara tinggi, sementara kondisi hangat perairan Indonesia yang
berada di sebelah barat pasifik menimbulkan tekanan udara rendah. Kondisi
ini menyebabkan mengalirnya massa udara dari pasifik ke wilayah
Indonesia. Aliran tersebut mendorong terjadinya konvergensi massa udara
yang kaya uap air. Akibatnya semakin banyak awan yang terkonsentrasi dan
menyebabkan turunnya hujan yang lebih banyak di daerah tersebut (lebih

8
dari 40 mm/bulan di atas rata-rata normalnya). Kebalikan dari La-Nina
adalah El-Nino ketika suhu permukaan laut di Samudra Pasifik menghangat
dan menyebabkan terjadinya musim kemarau yang kering dan panjang di
Indonesia. Penurunan curah hujan pada saat El-Nino dapat mencapai 80
mm/bulan (Boer 2002).

Bencana kekeringan sering terjadi di Indonesia.


Hasil pengamatan jangka panjang menunjukkan bahwa terjadinya musim
kemarau panjang akibat adanya fenomena anomali iklim global El-Nino
pada umumnya terjadi secara periodik setiap 5 tahun sekali (Bey et al.,
1992). Pada tahun El-Nino 1991, 1994, 1997 dan 2003 luas pertanaman
tanaman padi telah mengalami kekeringan berturut-turut seluas 868 ribu ha,
544 ribu ha, 504 ribu ha dan 568 ribu ha dengan luasan gagal panen (puso)
masing-masing seluas 192 ribu ha (22%), 161 ribu ha (30%), 88 ribu ha
(18%) dan 117 ribu ha (21%). Penurunan luas panen karena kekeringan
tersebut mengakibatkan penurunan produksi atau kehilangan hasil pada
tahun 1991 diperkirakan mencapai 1,455 juta ton GKG atau setara dengan
0,873 juta ton beras, sedangkan pada tahun 1994 dan 1997 menyebabkan
kehilangan hasil 640 ton GKG (Jasis dan Karama, 1998).

Kekeringan merupakan faktor lingkungan utama yang dapat menghambat


pertumbuhan tanaman dan menurunkan produksi bergantung pada besarnya
tingkat cekaman yang dialami dan fase pertumbuhan tanaman ketika
mendapat cekaman kekeringan. Pada periode cekaman kekeringan yang
panjang akan mempengaruhi seluruh proses metabolismeme di dalam sel dan
mengakibatkan penurunan produksi tanaman.

Pada saat terjadi kekeringan, sebagian stomata daun menutup


sehingga terjadi hambatan masuknya CO2 dan menurunkan aktivitas
fotosintesis. Selain menghambat aktivitas fotosintesis, cekaman kekeringan
juga menghambat sintesis protein dan dinding sel (Salisbury and Ross,

9
1995). Pengaruh cekaman kekeringan tidak saja menekan pertumbuhan dan
hasil bahkan menjadi penyebab kematian tanaman.

Penurunan laju fotosintesis akibat cekaman kekeringan, merupakan


kombinasi dari beberapa proses, yaitu : (1) penutupan stomata secara
hidroaktif mengurangi suplai CO2 kedalam daun, (2) dehidrasi kutikula,
dinding epidermis, dan membran sel mengurangi permeabilitas terhadap
CO2, (3) bertambahnya tahanan sel mesofil terhadap pertukaran gas, dan (4)
menurunnya efisiensi sistem fotosintesis berkaitan dengan proses biokimia
dan aktifitas enzim dalam sitoplasma. Dimana dalam proses fotosintesis
terdapat proses hidrolisis yang memerlukan air.

Sedangkan La-Nina menyebabkan kerusakan tanaman akibat banjir, dan


meningkatkan intensitas serangan hama dan penyakit. La-Nina
menyebabkan kelembaban dan curah hujan tinggi yang disukai oleh
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Pada daerah rawan banjir,
kehadiran La-Nina menyebabkan gagal panen akibat terendamnya tanaman.
Pengaruh kelebihan air terhadap tanaman akan lebih sensitif pada tanaman
muda dibandingkan tanaman dewasa (Syarifuddin, 2011). Jasis dan Karama
(1998) menyatakan, banjir menyebabkan kehilangan hasil tanaman padi
sebesar 214 ton GKG per tahun.

5. Naiknya Permukaan Air Laut.

Dampak naiknya muka air laut di sektor pertanian terutama adalah


penciutan lahan pertanian di pesisir pantai, kerusakan infrastruktur pertanian,
dan peningkatan salinitas yang merusak tanaman (Las, 2007).

Selain akan menciutkan luas lahan pertanian akibat terendam air laut,
peningkatan permukaan air laut juga akan meningkatkan salinitas
(kegaraman) tanah sekitar pantai. Salinitas pada tanah bersifat racun bagi
tanaman sehingga mengganggu fisiologis dan fisik pada tanaman, kecuali
tumbuhan laut dan pantai atau varietas adaptif. Salinitas pada padi sangat

10
erat kaitannya dengan keracunan logam berat, terutama Fe dan Al. Indonesia
sebagai negara kepulauan mempunyai garis dan hamparan pantai yang
sangat panjang, sehingga penciutan lahan pertanian akibat peningkatan
permukaan air laut menjadi sangat luas (Direktorat Pengelolaan Air, 2009).

Pengaruh garam terlarut terhadap tanaman adalah melalui osmotik karena


konsentrasi garam yang tinggi menyulitkan tanaman menyerab air. Akar
tanaman memiliki membran semi permeabel yang melalukan air tapi tidak
dapat melewatkan hampir semua garam terlarut. Jadi air secara osmotik
semakin sulit diperoleh tanaman dengan semakin meningkatnya kadar garam
larutan tanah. Tanaman yang tumbuh pada media salin pada tingkat tertentu
dapat meningkatkan kosentrasi osmotik internalnya melalui produksi asam-
asam organik atau peningkatan serapan garam. Proses ini disebut sebagai
penyesuaian osmotik (osmotic adjusment). Pengaruh salinitas terhadap
tanaman nampaknya berupa perubahan energi dari proses pertumbuhan
menjadi untuk mempertahankan perbedaan osmotik. Salah satu proses
pertama adalah deversi energi pertumbuhan untuk perpanjangan sel. Jadi,
untuk dapat mempertahankan perbedaan osmotik, sel jaringan daun
membelah tetapi tidak menyebabkan pemanjangan. Gejala terjadinya
pertambahan jumlah sel tapi tidak diikuti dengan perpanjangan sel
dikarenakan adanya stres osmotik ini adalah terjadinya warna daun yang
menjadi hijau gelap (Anwar dan Sudadi, 2007).

11
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1. Perubahan iklim berdampak sekali terhadap pembanguna pertanian,
sehingga apabila perubahan ini terus menerus bumi akan kering sehinga
bahan pangan pun menjadi berkurang.
2. Indonesia yaitu sebagai Negara kepulauan dan di daerah katulistiwa yaitu
sangat rentan terhadap perubahan iklim perubahan pola hujan kenaikan air
laut, dan suhu udara dan kekeringan segagai dampak serius yang di hadapi
Indonesia.
3. Sebagai warga Negara Indonesia sebaik nya kita berhemat dalam kebutuhan
seperti makanan, air , listrik dan lain lain . perubahan cuaca yang dasyat
tidak sepenuh nya dapat di peridiksi. Memang sudah takdir ALLAH SWT
jadi sebelum itu terjadi sebaik nya kita bersiap siap dengan dating nya
perubahan iklim tersebut.
4. Perubahan iklim tidak hanya berpengaruh terhadap tanaman tetapi juag
berdampak dalam kesehatan manusia segala macam penyakit ada dalam
perubahan iklim, Meningkatnya penyakit pernapasan, jantung, dan alergi
akibat buruknya kualitas udara, misalnya, sebagai akibat seringnya terjadi
kebakaran hutan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ance Gunarsih Kartasapoetra. (2006). Klimatologi Pengaruh Iklim Terhadap Tanah


dan Tanaman. Bumi Aksara: Jakarta
Anonim. (2012). Berat per Kilogram Tanaman Sawi dan Selada.http://sayur-
buahsehat.blogspot.co.id/2012/10/berat-per-kilogram.html. Diakses pada
14 Januari 2017.
Ariyanti, Merjin M.B, Kuswata. K, Sri S.T, Guhardja, S. Robbert. G, (2008).
Bryophytes on Tree Trunks in Natural Forests, Selectively Logged Forests
and Cacao Agroforests in Central Sulawesi, Indonesia.Article in Press
Biological Conservation.

13

Anda mungkin juga menyukai