Anda di halaman 1dari 69

LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Umum

Di era modern, konstitusi menjadi kebutuhan mutlak sebuah negara


baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Konstitusi ada karena adanya negara,
dan negara membutuhkan konstitusi untuk mengatur penyelenggaraan
kekuasaan negara agar tidak disalahgunakan secara kesewenang-wenangan.
Oleh karena itu setiap negara yang lahir dan/atau negara yang mengalami
metamorfosa dari kerajaan absolut menjadi kerajaan konstitusional, atau dari
sebuah rejim otoriter menjadi rejim demokratis akan diikuti dengan
pembentukan konstitusi dan/atau penyesuaian (amandemen) konstitusi.
Lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tanggal 17
Agustus 1945 diikuti kemudian dengan pengesahan konstitusi yang sekarang
dikenal dengan sebutan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) pada tanggal 18 Agustus 1945.

UUD NRI Tahun 1945 sebagai norma hukum yang bersifat mengikat
terhadap pemerintah, setiap lembaga negara, atau setiap warga negara
Indonesia di seluruh wilayah NKRI, yang berisi norma-norma yaitu sebagai
dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara yang harus
dilaksanakan dan ditaati. UUD NRI Tahun 1945 itu sendiri merupakan sumber
hukum tertulis tertinggi. Konsekuensinya adalah setiap produk hukum yang
berada dibawahnya tidak boleh bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945.
Selain itu UUD NRI Tahun 1945 menjadi dasar dari setiap kebijakan
pemerintah, sekaligus alat kontrol untuk mengecek apakah norma hukum
yang lebih rendah sesuai dengan ketentuan UUD NRI Tahun 1945, dan
membatasi kekuasaan penguasa agar tidak bertindak sewenang-wenang,
melindungi hak asasi manusia bagi seluruh warga negaranya. Dengan
demikian, peran dan pentingnya UUD NRI Tahun 1945 sebagai konstitusi
bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara adalah untuk
menjaga kredibilitas dan efektivitas pelbagai lembaga publik, menjamin

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 2

kehidupan demokrasi dan “public enggagement”, serta menumbuhkan


kepercayaan masyarakat dalam rangka akuntabilitas badan-badan publik.

Terbentuknya konstitusi negara Republik Indonesia yang disebut


dengan UUD NRI Tahun 1945 tidak terlepas dari upaya para founding father
dalam menggali dan mengkristalisasikan Nilai-Nilai Pancasila dan Nilai-Nilai
luhur budaya masyarakat Indonesia. Dari hasil penggalian dan
pengkristalisasi para founding father tersebut, Lemhannas RI berupaya
menelusuri dan merumuskan lebih lanjut Nilai-Nilai Kebangsaan yang
bersumber dari UUD NRI Tahun 1945 baik yang termaktub di dalam
Pembukaan maupun Pasal-pasalnya. Adapun Nilai-Nilai Kebangsaan yang
terkandung di dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 adalah nilai
kemanusiaan, religius, nilai produktivitas, dan nilai keseimbangan yang
secara substantif, pembahasannya dimasukkan kedalam materi pelajaran
implementasi Nilai-Nilai Kebangsaan yang bersumber dari Pancasila. Nilai-
Nilai tersebut dijabarkan kedalam Pasal-pasal UUD NRI Tahun 1945. Secara
esensial, Nilai-Nilai yang terkandung di dalam pasal-pasal UUD NRI Tahun
1945 dalam rangka Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan di Indonesia adalah
nilai demokrasi, nilai kesamaan derajat, dan nilai ketaatan hukum yang
selanjutnya merupakan substansi dari materi pelajaran ini. Nilai demokrasi
dalam hal ini mengandung makna bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat,
artinya setiap warga negara memiliki kebebasan yang bertanggungjawab
terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Nilai kesamaan derajat
mengandung makna bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama,
kewajiban yang sama, dan kedudukan yang sama di depan hukum dan
pemerintahan. Sedangkan nilai ketaatan hukum mengandung makna bahwa
setiap warga negara tanpa pandang bulu wajib mentaati setiap hukum dan
peraturan yang berlaku. Ketiga nilai tersebut merupakan satu kesatuan yang
utuh dan mutlak dalam penerapan, penegakkan dan pengembangannya.
Nilai-Nilai tersebut di era reformasi ini sangat menentukan perjalanan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sebagai rambu-rambu
dalam mencapai cita-cita nasional dan tujuan nasional.

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 3

B. Maksud dan Tujuan

Materi Nilai-Nilai Kebangsaan yang bersumber dari UUD NRI Tahun


1945 disusun dengan maksud memberikan panduan dan gambaran yang
berisi pokok-pokok substansi materi yang menjadi core material (materi inti)
Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan yaitu Nilai-Nilai UUD NRI 1945
merupakan salah satu dari Nilai-Nilai Kebangsaan yang bersumber dari
Empat Konsensus Dasar Bangsa. Diberikannya materi pembelajaran ini
bertujuan untuk memantapkan pemahaman, penghayatan dan kemampuan
menjelaskan, mengidentifikasi dan mengimplementasikan dalam rangka
membentuk karakter ke-Indonesia-an dalam bentuk sikap dan perilaku yang
konstitusional dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

C. Ruang Lingkup dan Tata Urut

Ruang lingkup Materi ini adalah Nilai-Nilai Kebangsaan yang


bersumber dari UUD NRI Tahun 1945, disusun dengan Tata Urut sebagai
berikut :

BAB I PENDAHULUAN
BAB II TINJAUAN HISTORIS NILAI-NILAI KONSTITUSI DALAM
UUD NRI TAHUN 1945
BAB III KEDUDUKAN UUD NRI 1945 SEBAGAI KONSTITUSI
DI INDONESIA
BAB IV NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI
UUD NRI TAHUN 1945.
BAB V IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KONSTITUSI DALAM
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA DAN
BERNEGARA
BAB VI PENUTUP.

D. Pengertian dan Istilah

1. Bangsa menurut teori klasik yang diangkat oleh Ernest Renan, adalah
jiwa yang mengandung kehendak untuk bersatu atau hidup bersama,
le desir d’etre ensemble. Sedangkan Otto Bauer menekankan pada
NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 4

kesatuan karakter, eine Schiksalgemeinshaft erwachsene


Karaktergemeinschaft, yakni himpunan manusia sebagai satu
kesatuan karakter. Sesuai dengan pendapat ini, Soekarno mengatakan
bahwa manusia tidak dapat dipisahkan dari tanah yang dipijaknya.
Dengan demikian pengertian tentang bangsa (menurut Soekarno)
adalah satu kelompok manusia yang tinggal di dalam satu kesatuan
geopolitik (ruang hidup)
2. Pemantapan merupakan proses, cara, perbuatan memantapkan
(meneguhkan, menjadikan stabil: Kamus Besar Bahasa Indonesia,
1990). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pemantapan adalah
suatu proses kegiatan yang mengedepankan upaya-upaya untuk
membuat seseorang atau keadaan menjadi teguh, stabil dan lebih
kokoh, sehingga dapat berlangsung lebih baik dari sebelumnya untuk
menunjang kehidupan seseorang atau kehidupan bersama sebagai
suatu masyarakat
3. Kesatuan ialah keesaan, sifat tunggal, atau keseutuhan (W.J.S.
Poerwadarminta, 1987).
4. Ketahanan Nasional adalah kondisi dinamik bangsa Indonesia yang
meliputi segenap aspek kehidupan nasional dalam menghadapi dan
mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan, baik
yang datang dari luar maupun dari dalam, serta yang langsung
maupun tidak langsung untuk menjamin identitas, integritas,
kelangsungan hidup bangsa dan negara, serta perjuangan mencapai
tujuan nasional.
5. Nilai-nilai Kebangsaan adalah nilai yang melekat pada diri setiap
warga negara atau norma-norma kebaikan yang terkandung dan
menjadi ciri kepribadian bangsa Indonesia yang bersumber dari nilai-
nilai Pancasila, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka
Tunggal Ika yang dicerminkan dari sikap dan perilaku setiap warga
negara sebagai bangsa Indonesia yang senantiasa mengutamakan
persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, tanpa
NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 5

mengesampingkan tanggung jawab untuk menghargai bangsa dan


negara lain. Bagi bangsa Indonesia yang beradab, kedaulatan
(sovereignty) tidak hanya mengandung “privilege” berupa jurisdiksi
untuk mengatur, menegakkan hukum dan mengadili segala hal yang
berada dalam wilayah negara, tetapi juga mengandung tanggungjawab
(responsibility) untuk menghormati nilai-nilai kemanusiaan atas dasar
norma, nilai dan standar universal dan menghormati pula negara lain
untuk dapat menjamin kesejahteraan serta keamanan nasional,
regional dan internasional
6. Pembangunan Nasional adalah ikhtiar untuk mengubah keadaan
nasional masa lampau yang tidak sesuai dengan cita-cita kehidupan
bangsa, baik lahir maupun batin, dengan tujuan agar dapat mewaris-
kan masa depan yang membahagiakan bagi generasi mendatang.
7. Persatuan ialah gabungan (ikatan, kumpulan, dan sebagainya)
beberapa bagian yang sudah bersatu.
8. Politik adalah segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat dsb)
mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain.
9. Rasa Kebangsaan adalah jiwa atau semangat kebangsaan yang
bersumber dari falsafah Pancasila, Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan Sesanti Bhinneka Tunggal Ika, yang
dicerminkan dari sikap dan perilaku setiap warga negara sebagai
bangsa Indonesia yang senantiasa mengutamakan persatuan dan
kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
10. Strategi ialah ilmu dan seni menggunakan semua sumber daya
bangsa untuk melaksanakan kebijaksanaan tertentu dalam perang dan
damai; rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai
sasaran khusus. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka
1993).
11. Wawasan adalah pandangan atau paham tentang suatu hal atau
konsepsi cara pandang.

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 6

BAB II

TINJAUAN HISTORIS NILAI-NILAI KONSTITUSI DALAM UUD NRI TAHUN 1945

A. Umum

Konstitusi dapat dimaknai sebagai pembentukan atau membentuk, dan


yang dibentuk adalah negara secara teoritis dapat mencegah kemerosotan
kekuasaan seseorang yang berarti harus ada pemerintahan oleh hukum
menurut Plato. Namun demikian, kompleksitasnya permasalahan mendasar
yang harus diatur oleh negara, maka konstitusi memiliki kedudukan, fungsi
dan tujuan untuk mencapai tujuan dalam penyelenggaraan negara. Dalam hal
ini, harus ditegakkan sebuah prinsip konstitusi yaitu untuk membatasi
kesewenang-wenangan tindakan pemerintah dalam rangka menjamin hak-
hak yang diperintah dan merumuskan pelaksanaan kekuasaan negara yang
berdaulat.

Manusia mengenal konstitusi sesungguhnya sudah sejak lama.


Masyarakat Yunani kuno mengenalnya sebagai “politea”, istilah konstitusi
masa masa itu terkait erat dengan Resblica Constituere, yang kemudian
melahirkan semboyan ”Prinsip Legibus Solutus est, Salus Publica Suprema
lex” (Rajalah yang berhak menentukan organisasi/struktur daripada negara,
oleh karena itu ia adalah satu-satunya pembuat undang-undang). Mengenai
konstitusi ini semakin luas dikenal masyarakat dunia setelah adanya revolusi
Perancis dan revolusi kemerdekaan Amerika Serikat. Di era modern,
konstitusi menjadi kebutuhan mutlak sebuah negara baik yang tertulis
maupun tidak tertulis. Konstitusi ada karena adanya negara, dan negara
membutuhkan konstitusi untuk mengatur penyelenggaraan kekuasaan negara
agar tidak disalahgunakan secara kesewenang-wenangan. Terbentuknya
UUD NRI Tahun 1945 sebagai konstitusi tidak terlepas dari upaya para
founding father dalam menggali dan mengkristalisasi Nilai-Nilai luhur budaya
masyarakat Indonesia sejak masa pra sejarah, masa kerajaan-kerajaan,
masa kebangkitan nasional, dan masa pergerakan kemerdekaan hingga
menjelang pengesahannya.

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 7

B. Pengesahan UUD NRI 1945

Pada peristiwa detik-detik Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945


adalah momentum utama yang kemudian diikuti oleh peristiwa pengesahan
UUD NRI Tahun 1945 sebagai konstitusi sebuah negara baru yang bernama
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pesan Sang Proklamator Indonesia,
sebelum mendeklarasikan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Soekarno
mengucapkan pidato pendahuluan singkat, sebagai berikut :

“Saudara-saudara sekalian ! saya telah minta saudara hadir di sini,


untuk menyaksikan suatu peristiwa maha penting dalam sejarah kita.
Berpuluh-puluh tahun kita bangsa Indonesia telah berjuang untuk
kemerdekaan tanah air kita. Bahkan telah beratus-ratus tahun.
Gelombangnya aksi kita untuk mencapai kemerdekaan kita itu ada naiknya
ada turunnya. Tetapi jiwa kita tetap menuju ke arah cita-cita. Juga di dalam
jaman Jepang, usaha kita untuk mencapai kemerdekaan nasional tidak
berhenti. Di dalam jaman Jepang ini tampaknya saja kita menyandarkan diri
kepada mereka. Tetapi pada hakekatnya, tetap kita menyusun tenaga kita
sendiri. Tetap kita percaya pada kekuatan sendiri. Sekarang tibalah saatnya
kita benar-benar mengambil nasib bangsa dan nasib tanah air kita di dalam
tangan kita sendiri. Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam
tangan sendiri, akan dapat berdiri dengan kuatnya. Maka kami, tadi malam
telah mengadakan musyawarah dengan pemuka-pemuka rakyat Indonesia
dari seluruh Indonesia, permusyawaratan itu seia-sekata berpendapat,
bahwa sekaranglah datang saatnya untuk menyatakan kemerdekaan kita.

Saudara-saudara! Dengan ini kami menyatakan kebulatan tekad itu.


Dengarkanlah Proklamasi kami :

PROKLAMASI

Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan


Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-
lain, diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang
sesingkat-singkatnya.

Jakarta , 17 Agustus 1945

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 8

Atas nama bangsa Indonesia

Soekarno/Hatta

Demikianlah saudara-saudara! Kita sekarang telah merdeka. Tidak ada


satu ikatan lagi yang mengikat tanah air kita dan bangsa kita! Mulai saat ini
kita menyusun Negara kita! Negara Merdeka. Negara Republik Indonesia
merdeka, kekal, dan abadi. Insya Allah, Tuhan memberkati kemerdekaan kita
itu”.

Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan, pada tanggal 18 Agustus 1945


Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menyelenggarakan sidang
untuk pertama kali yang dipimpin oleh Soekarno. Dalam sidang PPKI itu
dibahas berbagai persoalan untuk melengkapi keberadaan negara Republik
Indonesia yang baru diproklamasikan. Bahkan materi yang dibahas dalam
sidang PPKI itu merupakan kelanjutan dari sidang BPUPKI tanggal 10-16 Juli
1945. Dalam sidang PPKI itu berhasil diambil suatu keputusan yang sangat
penting bagi pemerintahan negara Republik Indonesia yang baru berdiri.
Keputusan yang berhasil dicapai dalam sidang PPKI adalah sebagai berikut.

1. Mengesahkan rancangan Undang-Undang Dasar Negara yang


dibahas dalam sidang BPUPKI menjadi Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia. Selanjutnya Undang-Undang Dasar itu lebih
dikenal dengan istilah Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).

2. Memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden sebagai


pelaksana pemerintahan yang sah dari Negara Republik Indonesia
yang baru berdiri. Selanjutnya PPKI memilih dan mengangkat Ir.
Soekarno sebagai Presiden serta Drs. Moh. Hatta sebagai Wakil
Presiden.

3. Membentuk Komite Nasional Indonesia sebagai lembaga yang


membantu Presiden dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebelum
terbentuknya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui pemilihan
umum (pemilu).

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 9

Dengan demikian Sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 berjalan


dengan lancar dan berhasil membentuk serta mengesahkan UUD 1945,
memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden serta membentuk
Komite Nasional Indonesia (KNI). Dengan demikian, sejak tanggal 18 Agustus
1945, yaitu sehari setelah Indonesia merdeka, negara Republik Indonesia
telah memiliki sistem pemerintahan yang sah dan diakui oleh seluruh rakyat
Indonesia. Maka sejak itu, UUD 1945 resmi dan sah menjadi konstitusi NKRI.

C. Nilai-Nilai Kebangsaan Yang Bersumber dari UUD NRI 1945

Para founding father yang tidak kenal lelah dalam upaya penggalian
dan kristalisasi Nilai-Nilai luhur budaya bangsa, yang kemudian dituangkan
dan dirumuskan rumusan sila-sila Pancasila dan pokok-pokok pikiran dalam
Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, merupakan contoh tauladan dalam
pembangunan karakter bangsa yang dijiwai oleh rasa, paham dan semangat
kebangsaan tanpa pamrih. Nilai-Nilai Pancasila dan pokok-pokok pikiran
dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 kemudian dituangkan dan
dijabarkan dalam Pasal-Pasal UUD NRI Tahun 1945.

Hasil penelusuran Lemhannas RI terhadap Nilai-Nilai konstitusi yang


bersumber dari UUD NRI Tahun 1945 menghasilkan Nilai-Nilai esensial
yang secara holistik akan bersinergis didalam upaya pemantapan Nilai-Nilai
Kebangsaan bangsa Indonesia dalam menghadapi permasalahan dan
dinamika kehidupan nasional, regional dan global. Nilai-Nilai didalam
Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 sebagai grandnorm yakni nilai
kemanusiaan, nilai religius, nilai produktivitas, nilai keseimbangan yang
kemudian dijabarkan lebih konkrit kedalam nilai demokrasi, nilai kesamaan
derajat, dan nilai ketaatan hukum yang terkandung didalam Pasal-pasal
UUD NRI Tahun 1945. Nilai-Nilai tersebut di era reformasi ini sangat
menentukan perjalanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,
sebagai rambu-rambu dalam mencapai cita-cita nasional dan tujuan nasional
sebagaimana termaktub didalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 10

BAB III

KEDUDUKAN UUD NRI TAHUN 1945 SEBAGAI KONSTITUSI DI INDONESIA

A. Umum

Konstitusi negara-negara di dunia pada umumnya bersifat kodifikasi dan


berupa sebuah dokumen yang berisikan aturan-aturan dasar untuk
menjalankan suatu organisasi pemerintahan negara. Konstitusi suatu negara
pada dasarnya memuat tujuan nasional yang ingin dicapai dalam kehidupan
negara, memuat landasan ideologi yang melandasi folosofi kebijakan politik
kenegaraan, memuat aturan-aturan dasar tentang bentuk negara, bentuk
pemerintahan, penetapan kelembagaan negara, sistem dan tata kelola
pemerintahan negara, sistem kewilayahan negara, sistem politik dan
kekuasaan, sistem hukum, sistem ekonomi, sistem sosial, hak dan kewajiban
negara, hak dan kewajiban warga negara, bahasa, lagu kebangsaan,
lambang dan simbol-simbol negara. Sehingga konstitusi berkedudukan
sebagai pedoman dan panduan bagi suatu bangsa dalam menyelenggarakan
dan membangun sistem kenegaraan (Nation System Building) yang dicita-
citakan sesuai dengan Nilai-Nilai tata kehidupan dari masyarakat bangsa
tersebut. Demikian pula dengan UUD NRI Tahun 1945 merupakan pedoman
dan panduan bagi bangsa Indonesia dalam melakukan nation system
building berdasarkan Nilai-Nilai tata kehidupan bangsa Indonesia.

B. Kedudukan UUD NRI 1945

Konstitusi bagi suatu negara juga mempunyai kedudukan yang penting


dan strategis. Adapun kedudukan konstitusi tersebut adalah merupakan
sumber hukum dari seluruh hukum negara, sehingga semua peraturan
perundang-undangan yang dibentuk dan ditetapkan sebagai kebijakan politik
tidak boleh bertentangan dengan Nilai-Nilai yang terkandung dalam konstitusi
negara. Bila suatu peraturan perundang-undangan dianggap menyimpang
dari Nilai-Nilai dalam konstitusi maka dapat dilakukan judicial review (uji
materi) melalui lembaga peradilan yang diberi kewenangan, seperti
Mahkamah Konstitusi untuk uji materiil peraturan di bawah Undang-Undang.

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 11

Konstitusi juga mempunyai kedudukan sebagai landasan diwujudkannya


cita-cita nasional suatu bangsa. Bagi bangsa Indonesia cita-cita nasional
dimaksud terdapat dalam alinea IV Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 yaitu
“....melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tunpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial”. Disamping itu, UUD NRI Tahun 1945
merupakan sumber hukum tertinggi dari keseluruhan produk hukum di
Indonesia. Produk-produk hukum seperti undang-undang, peraturan
pemerintah, atau peraturan Presiden, dan lain-lainnya, bahkan setiap
tindakan atau kebijakan pemerintah harus dilandasi dan bersumber pada
peraturan yang lebih tinggi, yang pada akhirnya harus dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan UUD NRI Tahun 1945.

UUD NRI Tahun 1945 merupakan hukum dasar tertulis di Indonesia.


Disamping itu ada hukum dasar yang tidak tertulis, yaitu yang biasa dikenal
dengan nama Konvensi. Meskipun konvensi juga merupakan hukum dasar
(tidak tertulis), namun tidak boleh bertentangan dengan UUD NRI Tahun
1945. Contoh : Konvensi yang masih terpelihara sampai saat ini adalah pidato
pertanggung jawaban Presiden RI kepada Dewan Perwakilan Rakyat setiap
tanggal 16 Agustus. Praktek yang demikian tidak diatur dalam UUD NRI
Tahun 1945, namun tetap dijaga dan dipelihara dalam praktek
penyelenggaraan kenegaraan di Indonesia. Contoh lain konvensi dalam
ketatanegaraan di Indonesia adalah Upacara Bendera Peringatan Hari
Kemerdekaan RI 17 Agustus; peletakan posisi photo Presiden dan Wakil
Presiden di Kantor-kantor pemerintahan; pemberian grasi, amnestis, abolisi
atau rehabilitasi pada hari kemerdekaan, hari raya keagamaan secara
serentak; setiap Sidang DPR dengan anggota baru maka dipilih menjadi
ketua sementara dan wakil ketua sementara sebelum terpilihnya Ketua dan
wakil ketua MPR/DPR dengan memperhatikan umur anggota yang tertua dan
yang termuda, dan lain-lain.

Konstitusi bukanlah undang-undang biasa. Ia tidak ditetapkan lembaga


legislatif biasa, tetapi oleh badan yang lebih khusus dan lebih tinggi
kedudukannya. Jika norma hukum yang terkandung di dalamnya
NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 12

bertentangan dengan norma hukum yang terdapat dalam undang-undang,


maka ketentuan undang-undang dasar itulah yang berlaku, sedangkan
undang-undang harus memberikan jalan untuk itu (it prevails and the ordinary
law must give way).Konstitusi Negara Republik Indonesia adalah Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang merupakan
konstitusi tertulis yang disyahkan dan ditetapkan oleh Panitia persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 yang diketuai
oleh Ir. Soekarno1).

Dari uraian diatas, maka kedudukan UUD NRI Tahun 1945 adalah :

1. Sebagai hukum dasar. UUD NRI Tahun 1945 merupakan sumber


hukum tertulis (tertinggi), setiap produk hukum (UU, PP, Perpres,
Perda) dan setiap kebijaksanaan pemerintah harus berlandaskan UUD
NRI Tahun 1945. Sebagai alat kontrol, yaitu mengecek apakah norma
hukum yang lebih rendah sesuai dengan ketentuan UUD NRI Tahun
1945.

2. Sebagai (norma) hukum. UUD NRI Tahun 1945 bersifat mengikat


terhadap pemerintah, setiap lembaga negara/ masyarakat, setiap WNI
dan penduduk di NKRI. Berisi norma-norma, yaitu sebagai dasar dan
garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara harus dilaksanakan
dan ditaati.

Dalam kerangka tata urutan perundangan atau hirarki peraturan


perundangan di Indonesia, UUD NRI Tahun 1945 di dalam konstitusi di
Indonesia menempati kedudukan yang tertinggi. Dalam hubungan ini, UUD
NRI Tahun 1945 mempunyai fungsi sebagai alat kontrol, dalam arti UUD NRI
Tahun 1945 mengontrol apakah norma hukum yang lebih rendah sesuai atau
tidak dengan norma hukum yang lebih tinggi, dan pada akhirnya apakah
norma-norma hukum tersebut bertentangan atau tidak dengan ketentuan
dalam UUD NRI Tahun 1945. Konstitusi juga berfungsi untuk membatasi
kekuasaan penguasa agar pemegang kekuasaan tidak bertindak sewenang-
wenang, melindungi HAM bagi seluruh warga negaranya. Setiap penguasa

1PersiapanKemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945–22 Agustus 1945. Jakarta: Sekretariat


Negara Republik Indonesia, 1995
NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 13

(rejim) wajib menghormati HAM dari setiap warga negara dan memberikan
jaminan perlindungan hukum dalam rangka melaksanakan haknya.
Selanjutnya kedudukan dan fungsi UUD NRI Tahun 1945 ditentukan oleh cita
hukum (rechtsidee) bangsa Indonesia yaitu Pancasila.

Selain hal di atas usaha negara untuk mencapai tujuan masyarakat


negaranya, dalam konstitusi telah ditentukan adanya bermacam-macam
lembaga negara. Supaya tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan,
kedudukan serta tugas dan wewenang masing-masing lembaga negara juga
ditentukan. Hal ini berarti adanya pembatasan kekuasaan terhadap setiap
lembaga politik. Pembatasan terhadap lembaga-lembaga tersebut meliputi
dua hal: (1) Pembatasan kekuasaan yang meliputi isi kekuasaannya; dan (2)
Pembatasan kekuasaan yang berkenaan dengan waktu dijalankannya
kekuasaan tersebut. Pembatasan kekuasaan dalam arti isi mengandung arti,
bahwa dalam konstitusi ditentukan tugas serta wewenang lembaga-lembaga
negara. Bahkan terhadap lembaga negara yang mempunyai kedudukan dan
peranan penting dalam usaha pencapaian tujuan negara, dalam hal ini
pemerintah, masih mendapat pengawasan dari lembaga / permusyawaratan
rakyat.

C. Tingkat Keberlakuan Nilai-Nilai Konstitusi

Namun demikian tingkat keberlakuan konstitusi di Indonesia dan juga


di negara-negara lain di dunia pada hakekatnya berada dalam tiga nilai, yang
oleh Karl Loewenstein dalam bukunya “Reflection on the Value of
Constitutions” membedakan 3 macam nilai atau the values of the constitution,
yaitu : (i) normative value; (ii) nominal value; dan (iii) semantical value2.

1. Nilai Normatif. Suatu konstitusi yang telah resmi diterima oleh suatu
bangsa dan bagi mereka konstitusi tersebut bukan hanya berlaku
dalam arti hukum, akan tetapi juga merupakan suatu kenyataan yang
hidup dalam arti sepenuhnya diperlukan dan efektif. Dengan kata lain,
konstitusi itu dilaksanakn secara murni dan konsekuen. Norma-norma

2 Karl Loewenstein, “Reflection on the Value of Constitutions”.


NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 14

konstitusi itulah yang mengatur dan mejadi guideline pada proses-


proses politik yang terjadi di masyarakat.

2. Nilai Nominal. Konstitusi yang mempunyai nilai nominal berarti secara


hukum konstitusi itu berlaku, tetapi kenyataannya kurang sempurna,
sebab pasal-pasal tertentu dari konstitusi tersebut dalam kenyataannya
tidak berlaku. Pasal-pasal yang ada dalam konstitusi tersebut hanya
menjadi dokumen hukum semata, dan ketundukan politiknya tidak
berdasarkan pada Nilai-Nilai yang ada dalam konstitusi itu sendiri.
Dalam Praktiknya dapat pula terjadi percampuran antara nilai nominal
dan normatif. Hanya sebagian saja dari ketentuan undang-undang
dasar yang dilaksanakan, sedangkan sebagian lainnya tidak
dilaksanakan dalam praktik, sehingga dapat dikatakan bahwa yang
berlaku normatif hanya sebagian, sedangkan sebagaian lainnya hanya
bernilai nominal

3. Nilai Semantik. Suatu konstitusi mempunyai nilai semantik jika


konstitusi tersebut secara hukum tetap berlaku, namun dalam
kenyataannya adalah sekedar untuk memberikan bentuk dari tempat
yang telah ada, dan dipergunakan untuk melaksanakan kekuasaan
politik. Jadi, konstitusi hanyalah sekedar istilah saja sedangkan
pelaksanaannya hanya dimaksudkan untuk kepentingan pihak
penguasa. Sehingga banyak kalangan yang menilai konstitusi hanya
sebagai “jargon” atau semboyan pembenaran sebagai alat
pelanggengan kekuasaan saja. Pada intinya keberlakuan dan
penerapan konstitusinya hanya untuk kepentingan bagaimana
mempertahankan kekuasaaan yang ada.

Menurut pandangan Karl Loewenstein, dalam setiap konstitusi selalu


terdapat dua aspek penting, yaitu sifat idealnya sebagai teori dan sifat
nyatanya sebagai praktek. Artinya, sebagai hukum tertinggi di dalam
konstitusi itu selalu terkandung Nilai-Nilai ideal sebagai das sollen yang tidak
selalu identik dengan das sein atau keadaan nyatanya di lapangan. Apabila
dalam suatu negara, Nilai-Nilai konstitusinya bernilai normatif dan setidaknya
bernilai nomimal, maka Nilai-Nilai itu dapat diterima dan berlaku. Namun

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 15

apabila Nilai-Nilai konstitusi yang ada bernilai semantik, tentu akan banyak
rintangan dapat merongrong kewibawaan negara. Keberlakuan Nilai-Nilai
konstitusi itu akan mempengaruhi sejauhmana suatu negara dapat
mempertahankan eksistensi, identitas dan integritasnya dalam menghadapi
tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan baik yang bersumber dari
dalam maupun luar negeri.

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 16

BAB IV

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945

A. Umum

Nilai-Nilai Kebangsaan adalah nilai yang melekat pada diri setiap


warga negara atau norma-norma kebaikan yang terkandung menjadi ciri
kepribadian bangsa Indonesia yang bersumber dari Nilai-Nilai Pancasila,
UUD NRI Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka
Tunggal Ika yang mencerminkan dari sikap dan perilaku setiap warga negara
sebagai bangsa Indonesia yang senantiasa mengutamakan persatuan dan
kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara tanpa mengesampingkan tanggungjawab untuk
menghargai bangsa dan negara lain. Bagi bangsa Indonesia yang beradap,
kedaulatan (sovereignity) tidak hanya mengandung “privilege” berupa
jurisdiksi untuk mengatur, menegakkan hukum dan mengadili segala hal yang
berada dalam wilayah negara, tetapi juga mengandung tanggung jawab
(responbility) untuk menghormati Nilai-Nilai kemanusiaan atas dasar norma,
nilai standar universal dan menghormati pula negara lain untuk menjamin
kesejahteraan serta keamanan nasional dan internasional.

Nilai-Nilai Kebangsaan yang bersumber dari UUD NRI Tahun 1945


pada Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 sebagaimana dijabarkan secara
lebih konkrit kedalam Pasal-Pasal di dalam UUD NRI Tahun 19453 meliputi :

 Nilai Demokrasi, yang menempatkan kedaulatan berada di tangan


rakyat, berarti setiap warga negara memiliki kebebasan yang
bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pemerintahan sehingga
dapat terwujud persatuan dan kesatuan Indonesia.

 Nilai Kesamaan Derajat, yang menempatkan setiap warga negara


memiliki hak, kewajiban dan kedudukan yang sama di depan hukum.
Masyarakat menilai bahwa upaya penegakkan HAM yang paling

3Jimly Ashidiqie. Konsep Nilai Demokratis, Kebersamaan dan Ketaatan Hukum Dalam

Meningaktkan Pemahaman Nilai-Nilai Konstitusi.

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 17

menonjol adalah penegakkan hak mengeluarkan pendapat, kebebasan


beragama, perlindungan dan kepastian hukum, serta bebas dari
perlakuan tidak manusiawi, hak untuk mendapatkan kehidupan yang
layak, mendapatkan pendidikan dan pelayanan kesehatan, serta aman
dari ancaman ketakutan.

 Nilai Ketaatan Hukum, yang menempatkan setiap warga negara


tanpa pandang bulu wajib mentaati setiap hukum dan peraturan yang
belaku. Seorang warga masyarakat mentaati hukum karena pelbagai
sebab. Pertama, Takut karena sanksi negatif, apabila hukum dilanggar.
Kedua, untuk menjaga hubungan baik dengan penguasa. Ketiga, untuk
menjaga hubungan baik dengan rekan-rekan sesamanya. Keempat,
karena hukum tersebut sesuai dengan Nilai-Nilai yang dianut. Kelima,
kepentingan terjamin. Suatu norma hukum akan dihargai oleh warga
masyarakat apabila ia telah mengetahui, memahami, dan menaatinya.
Artinya, dia benar-benar dapat merasakan bahwa hukum tersebut
menghasilkan ketertiban serta ketentraman dalam dirinya.

Berdasarkan uraian Nilai-Nilai yang terkandung dalam pasal-pasal


UUD NRI Tahun 1945 tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dalam
penyusunan perumusan pasal-pasal UUD NRI Tahun 1945 telah
mengakomodasi segala aspek dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara yang disesuaikan dengan kondisi sosial budaya bangsa
Indonesia saat itu. Nilai-Nilai yang terkandung dalam pasal-pasal tersebut
sampai saat ini masih sangat relevan dengan situasi dan kondisi kehidupan
bangsa Indonesia. Sehingga diharapkan Nilai-Nilai tersebut untuk dapat
dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara dalam wadah NKRI.

B. Nilai Demokrasi

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan yang


digunakan Indonesia sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat
(kekuasaan warganegara) atas negara yang dijalankan oleh pemerintah
Republik Indonesia. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica
NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 18

yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan


legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling
lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain.
Namun dalam konteks demokrasi di Indonesia, lembaga negara tersebut tidak
saling lepas melainkan harus saling bersinergis, sehingga bukan pemisahan
kekuasaan yang dipraktekkan melainkan pembagian kekuasaan. Tetapi
kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini perlu, agar
ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol
berdasarkan prinsip checks and balances.

Nilai Demokrasi adalah salah satu dari Nilai-Nilai Kebangsaan yang


bersumber dari UUD NRI Tahun 1945 yang keberadaan dan manfaatnya
sangat diperlukan oleh peserta pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan
Indonesia. Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang diselenggarakan
“dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Dalam sistem pemerintahan
demokrasi, kedaulatan (kekuasaan tertinggi) berada di tangan rakyat. Hal itu
bukan berarti rakyat akan melaksanakan kedaulatannya secara langsung,
namun rakyat akan mewakilkan kepada wakil-wakil rakyat, sehingga dengan
pengertian itu demokrasi yang dipraktikkan disebut demokrasi perwakilan
atau demokrasi tak langsung. Para wakil rakyat yang duduk dalam lembaga
perwakilan rakyat itu mempunyai kewajiban untuk menyalurkan keinginan
atau aspirasi rakyat dalam pemerintahan. Para penyelenggara pemerintahan
harus menjalankan kekuasaannya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Dalam hubungan ini, DPR bertugas mengawasi
jalannya pemerintahan, dan pemerintah wajib memperhatikan suara lembaga
perwakilan rakyat itu.

Terdapat beberapa unsur demokrasi, yaitu :

Pertama, adanya partisipasi masyarakat secara aktif dalam


kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam budaya
demokrasi, setiap warga berhak ikut menentukan kebijakan publik
seperti penentuan anggaran, peraturan-perauran dan kebijakan-
kebijakan publik lainnya. Namun oleh karena secara praktis tidak
mungkin melibatkan seluruh warga suatu negara terlibat dalam

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 19

pengambilan keputusan, maka digunakan prosedur pemilihan wakil.


Para warga negara memilih wakil-wakil mereka di pemerintahan.Para
wakil inilah yang diserahi mandat untuk mengelolah masa depan
bersama warga negara melalui berbagai kebijakan dan peraturan
perundang-undangan. Pemerintah demokrasi diberi kewenangan
membuat keputusan melalui mandat yang diperoleh melalui Pemilihan
Umum (PEMILU).

Kedua, adanya pengakuan akan supremasi hukum (daulat


Hukum).

Ketiga, adanya pengakuan akan kesamaan di antara warga


negara. Setiap orang memiliki hak politik yang sama, yakni setiap
individu berhak secara bebas memiliki, menjadi anggota salah satu
partai politik sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Juga memiliki hak dalam pengambilan keputusan baik dalam lingkup
keluarga atau masyarakat melalui mekanisme yang disepakati dengan
dengan tidak membedakan status, kedudukan, jenis kelamin, agama,
dan sebagainya.

Keempat, adanya kebebasan, diantaranya adalah kebebasan


berekspresi dan berbicara/berpendapat, kebebasan untuk berkumpul
dan berorganisasi, berkebebasan beragama, berkeyakinan, kebebasan
untuk menggugat pemerintah, kebebasan untuk memilih dan dipilih
dalam pemilihan umum, kebebasan untuk mengurus nasib sendiri.
Kebebasan memungkinkan demokrasi berfungsi. Kebebasan
berekspresi memungkinkan segala masalah bisa diperdebatkan,
memungkikan pemerintah dikritik, dan memungkikan adanya pilihan-
pilihan lain. Kebebasan berkumpul memungkinkan rakyat berkumpul
untuk melakukan diskusi. Kebebasan berserikat memungkinkan orang-
orang untuk bergabung dalam suatu partai atau kelompok penekan
untuk mewujudkan pandangan atau cita-cita politik mereka. Ketiga
kebebasan ini memungkinkan rakyat mengambil bagian dalam proses
demokrasi.

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 20

Kelima, adanya pengakuan akan supremasi sipil atas militer.


Kata sipil dalam frase supremasi sipil atau civil supremacy diatas,
sebenarnya merujuk kepada masyarakat secara keseluruhan.
Supremasi sipil harus dimaknai sebagai pengakuan bahwa rakyat atau
masyarakat beradab adalah pemegang kekuasaan tertinggi.
Kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat, itu adalah filosofi demokrasi.
Rakyat kemudian memilih representasi dan dengan mekanisme
nasional yang telah disepakati memberikan mandat itu kepada
Pemerintah. Pemerintah yang dipilih atau diangkat oleh masyarakat itu
adalah pemerintah yang legitimate. Pemerintah yang demikian itu akan
mengedepankan kepentingan bangsa dan negara. Oleh karena itu,
Pemerintah harus menjadi pemimpin dan pengelola bagi semua
aparatur negara yang ada di dalam pemerintahan, termasuk angkatan
bersenjata atau militer. Jadi, militer dalam konteks ini ditempatkan
sebagai aparatur negara yang harus tunduk kepada Pemerintah yang
merupakan entitas yang merepresentasikan kekuasaan rakyat.

Nilai demokrasi sudah tertuang di dalam pasal-pasal UUD NRI


Tahun 1945 sebagai konstitusi di Indonesia. Misalnya dalam hal sistem
perwakilan dan sistem ketatanegaraan pasca Amandemen UUD 1945.
Di dalam susunan ketatanegaraan terdiri dari 8 (delapan)
kelembagaan, yaitu:

a. Majelis Permusyawaratan Rakyat, diatur dalam Pasal 2.


b. Dewan Perwakilan Rakyat, diatur di dalam Pasal 19, Pasal 20A
ayat (2) – (4), dan Pasal 22B.
c. Dewan Perwakilan Daerah, diatur dalam Pasal 22C dan Pasal
22D ayat (5).
d. Presiden dan Wakil Presiden, diatur dalam Pasal 4 ayat (2),
Pasal 6, pasal 6A dan Pasal 7. Di dalam kelembagaan ini
termasuk lembaga kementerian yang keberadaannya diatur
dalam Pasal 17 ayat 91) dan ayat (4).
e. Badan Pemeriksa keuangan, diatur dalam Pasal 23E ayat (1),
pasal 23F dan Pasal 23G.

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 21

f. Mahkamah Agung, diatur dalam Pasal 24 ayat (2), Pasal 24A


ayat (2) -ayat (5).
g. Mahkamah Konstitusi, diatur dalam Pasal 24C ayat (3) – ayat
(6).
h. Komisi Yudisial, diatur dalam Pasal 24B ayat (2) – ayat (4).
Sedangkan dalam hal pembagian dan pembatasan Tugas-tugas
ketatanegaraan, UUD NRI Tahun 1945 mengaturnya di dalam Pasal-
Pasal sebagai berikut :
a. Majelis permusyawaratan Rakyat, diatur Pasal 3, Pasal 7A,
Pasal 7B ayat (6) dan ayat (7), Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3).
b. Dewan Perwakilan Rakyat, diatur dalam Pasal 7B ayat (1) –
ayat (3), Pasal 11 ayat (2), Pasal 13 ayat (2) dan ayat (3), Pasal
14 ayat (2), Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 20A, Pasal 21,
Pasal 22 ayat (2), Pasal 22A, Pasal 22B, Pasal 23 ayat (2),
Pasal 23E ayat (2), Pasal 23F ayat (1), Pasal 24A ayat (3),
pasal 24B ayat (3), Pasal 24C ayat (3).
c. Dewan Perwakilan Daerah, diatur dalam Pasal 22D ayat (1) –
ayat (3), Pasal 23 ayat (2), Pasal 23E ayat (2) dan Pasal 23F.
d. Presiden, diatur dalam Pasal 4 ayat (1), Pasal 5, Pasal 6, Pasal
6A, Pasal 7, Pasal 7C, Pasal 8 ayat (1), Pasal 10, Pasal 11 ayat
(1) dan ayat (2), Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal
16 dan Pasal 17 ayat (2), Pasal 20 ayat (2) dan ayat (4), Pasal
22 ayat (1), Pasal 23 ayat (2), Pasal 24A ayat (3), Pasal 24B
ayat (3), Pasal 24C ayat (3).
e. Kewenangan Menteri diatur dalam Pasal 17 ayat (3).
f. Badan pemeriksa Keuangan, diatur dalam Pasal 23E ayat (1)
dan ayat (2).
g. Mahkamah Agung, diatur dalam pasal 14 ayat (1), Pasal 24A
ayat (1).
h. Mahkamah Konstitusi, diatur dalam pasal 7B ayat (4) dan ayat
(5), Pasal 24C ayat (1) dan ayat (2).

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 22

Selain hal di atas, UUD NRI Tahun 1945 juga mengatur hal-hal
lainnya, yaitu :

a. Sistem Pemerintahan, ketentuan ini diatur dalam Pasal 1 ayat


(1).
b. Sumpah jabatan Presiden dan Wakil Presiden, ketentuan ini
diatur dalam Pasal 9.
c. Pemerintah Daerah, diatur dalam Pasal 9.
d. Pemilihan Umum, diatur dalam Pasal 22E.
e. Sistem Peradilan, diatur dalam Pasal 24 ayat (1).
f. Wilayah Negara, diatur dalam Pasal 25A.
g. Kewarganegaraan dan Kependudukan, diatur dalam Pasal 26.
h. Agama, diatur dalam Pasal 29 ayat (1).
i. Pertahanan dan Keamanan, diatur dalam Pasal 30 ayat (2).
j. Perekonomian dan kesejahteraan sosial, diatur dalam Pasal 33
ayat (1) – (5).
k. Pendidikan dan Kebudayaan, tentang pendidikan diatur dalam
Pasal 31 ayat (2) – (5).
l. Ketentuan tentang kebudayaan diatur dalam Pasal 32.
m. Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu
Kebangsaan, tentang bendera diatur dalam Pasal 35. Tentang
bahasa diatur dalam Pasal 36.
n. Ketentuan tentang Lambang Negara diatur dalam Pasal 36A.
o. Ketentuan tentang Lagu Kebangsaan diatur dalam Pasal 36B.
p. Ketentuan lebih lanjut tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang
Negara serta Lagu Kebangsaan diatur dalam Pasal 36C.
q. Perubahan UUD, diatur dalam Pasal 37 ayat (1) – ayat (4).
r. Aturan Peralihan dan Aturan Tambahan. Aturan Peralihan terdiri
dari tiga pasal, sedangkan aturan tambahan terdiri dari dua
pasal.

Arah kekuasaan berbanding terbalik dengan suasana sebelum


diamandemen. Kini MPR diposisikan sederajat dengan lembaga-
lembaga negara lainnya. Perlu dipahami pula seluruh lembaga negara
berkedudukan langsung di bawah UUD NRI Tahun 1945. Dan sistem
NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 23

konstitusional berdasarkan asas berimbang dalam kekuasaan (check


and balance), yaitu setiap lembaga dibatasi oleh undang-undang
berdasarkan fungsinya masing-masing. Hingga munculah lembaga
negara perwakilan daerah yaitu Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang
dibuat atas dasar membawa kepentingan-kepentingan daerah yang
diwakilkannya. Kemudian lembaga ini yang disebut-sebut sebagai
konsekuensi dinamakannya sistem perwakilan dua kamar (bicameral).
Penamaan sistem ini bukan tanpa alasan, paling tidak dapat kita
buktikan dengan keberadaan anggotanya di dalam struktur MPR, yang
di dalam struktur keanggotaan MPR tersebut terdapat pula anggota
DPR. Artinya, hal ini dinilai adanya dua lembaga perwakilan di dalam
satu majelis. Karena DPD disebut-sebut membawa perwakilan daerah
yang diwakilkannya, maka sesungguhnya konsep Bicameralism
konteks Indonesia terinspirasi dari sistem pengaturan perwakilan
negara federal yang untuk melindungi kehendak rakyat dari setiap
negara bagian, yang berbeda artinya dengan kehendak federasi
sebagai suatu keseluruhan. Dalam hal Dewan Perwakilan Daerah
diharapkan dapat mewadahi pluralitas yang ada dalam suatu daerah
provinsi. (Jurnal Konstitusi, vol. I, No. 1, Nov. 2009)

Ditinjau dari tataran real politic, ide bicameral yang dianggap


berlaku sekarang masih saja menghadapi keraguan bagi beberapa ahli
Hukum Tata Negara. Ditambah pula keterangan bahwa sistem
perwakilan yang dianut oleh Indonesia makin tidak jelas karena secara
teori tidak dapat dikategorikan sebagai unikameral maupun bikameral,
melainkan terdapat tiga badan perwakilan yang juga tidak dapat
disebut sebagai sistem perwakilan tiga kamar. Dalam konteks
pembahasan kali ini, menurut penulis entah itu perwakilan DPR, MPR
ataupun DPD harus sesuai dengan impian bagi yang diwakilkan untuk
dijalankan pada pelaksanaan pemerintahan. Kepentingan-kepentingan
yang diwakilkan harus benar-benar dijamin oleh yang mewakili, jangan
sampai hanya kepentingan kelompok tertentu saja yang dijalankan.

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 24

C. Nilai Kesamaan Derajat

Nilai kesamaan derajat adalah bagian dari materi Nilai-Nilai konstitusi


yang keberadaannya sangat bermanfaat bagi kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Kesamaan derajat dapat dikatakan sebagai
sesuatu yang memiliki status, tingkatan yang sama dalam lingkungan atau
daerahnya. Kesamaan derajat dalam istilah dibidang kewarganegaraan
adalah sama dalam arti tidak membedakan atau mengistimewakan
seseorang.

Nilai kesamaan derajat sudah tertuang di dalam pasal-pasal konstitusi


UUD NRI Tahun 1945. Dalam sistem kewarganegaraan di Indonesia,
kedudukan warga negara pada dasarnya adalah sebagai pilar terwujudnya
negara. Sebagai sebuah negara yang berdaulat dan merdeka Indonesia
mempunyai kedudukan yang sama dengan negara lain di dunia, pada
dasarnya kedudukan warganegara bagi negara Indonesia diwujudkan dalam
berbagai peraturan perundang-undangan tentang kewarganegaraan. Dalam
UUD NRI Tahun 1945. Kedudukan warga negara dan penduduk diatur pasal
26 yaitu :

1. Yang menjadi warga negara ialah orang-orang warga Indonesia asli


dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang-Undang
sebagai warga negara.

2. Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang tinggal
di Indonesai.

3. Hal-hal mengenai warga negara penduduk di atur dengan Undang-


Undang.

Warga negara adalah sama kedudukannya, hak dan kewajibannya.


Setiap individu mendapat perlakuan yang sama dari negara. Ketentuan ini
secara tegas termuat dalam konstitusi tertinggi kita, yaitu UUD NRI Tahun
1945 Bab X sampai Bab XIV pasal 27 sampai pasal 34. berikut ini dijelaskan
secara lebih rinci tentang persamaan kedudukan warga negara, dalam
berbagai bidang kehidupan.

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 25

1. Persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintah. Pasal 27


ayat (1) menyatakan bahwa “segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya.” Pasal ini juga memperlihatkan kepada kita adanya
kepedulian adanya hak asasi dalam bidang hukum dan politik.

2. Persamaan atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi


kemanusiaan (ekonomi). Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa “tiap-
tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan.” Pasal ini memencarkan persamaan akan keadilan
sosial dan kerakyatan. Ini berarti hak asasi ekonomi warga negara
dijamin dan diatur pelaksanaanya.

3. Persamaan dalam hal kemerdekaan berserikat dan berkumpul


(politik). Pasal 28 E ayat (3) menetapkan warga negara dan setiap
orang untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Pasal
ini mencerminkan bahwa negara Indonesia bersifat demokratis dan
memberi kebebasan yang bertanggung jawab bagi setiap warga
negaranya untuk melaksanakan hak dan kewajibannya dalam bidang
politik.

4. Persamaan dalam HAM. Dalam Bab X A tentang hak asai manusia


dijelaskan secara tertulis bahwa negara memberikan dan mengakui
persamaan setiap warga negara dalam menjalankan HAM. Mekanisme
pelaksanaan HAM secara jelas ditetapkan melalui Pasal 28 A sampai
dengan Pasal 28 J.

5. Persamaan dalam agama. Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 menyatakan


bahwa “negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu.” Berdasar pasal ini tersurat jelas
bahwa negara menjamin persamaan setiap penduduk untuk memeluk
agama sesuai dengan keinginannya. Agama dan kepercayaan
terhadap Tuhan YME dijalankan tanpa ada paksaan dari pihak
manapun.
NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 26

6. Persamaan dalam upaya pembelaan negara. Pasal 27 ayat (3) UUD


1945 menyatakan bahwa “setiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam upaya pembelaan negara.” Lebih lanjut, Pasal 30 UUD
1945 memuat ketentuan pertahanan dan keamanan negara. Kedua
pasal tersebut secara jelas dapat kita ketahui bahwa negara
memberikan kesempatan yang sama kepada setiap warga negara
yang ingin membela Indonesia.

7. Pesamaan dalam bidang pendidikan dan kebudayaan. Pasal 31


dan 32 UUD 1945 menyatakan bahwa setiap warga negara
mempunyai hak dan kedudukan yang sama dalam masalah pendidikan
dan kebudayaan. Kedua pasal ini menunjukan bahwa begitu konsen
dan peduli terhadap pendidikan dan kebudayaan warga negara
Indonesia. Setiap warga negara mendapat porsi sama dalam kedua
masalah ini.

8. Persamaan dalam perekonomian dan kesejahteraan sosial.


Persamaan kedudukan warga negara dalam perekonomian dan
kesejahteraan diatur dalam Bab XIV Pasal 33 dan 34. Pasal 33
mengatur masalah Perekonomian Nasional yang diselenggarakan
berdasar atas asas kekeluargaan dengan prinsip demokrasi ekonomi
untuk kemakmuran rakyat secara keseluruhan. Selanjutnya Pasal 34
memuat ketentuan tentang kesejahteraan sosial dan jaminan sosial
diman fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara
(Pasal 1) dan negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak (pasal
3).

Dalam University Declaration of Human Right (1948), kesamaan


derajat antara lain dinyatakan sebagai berikut :

1. (Pasal 1) sekalian orang dilahirkan merdeka dan mempunyai


martabat dan hak yang sama, mereka dikaruniai akal budi dan
hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan

2. (Pasal 2 ayat 1) setiap orang berhak atas semua hak dan


kebebasan yang tercantum tanpa terkecuali apapun seperti
NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 27

bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik, dan


lain-lain.

Dengan demikian kesamaan derajat ini menjadi sesuatu yang


membuat bagaimana semua masyarakat ada dalam kelas yang sama
tiada perbedaan kekuasaan dan memiliki hak yang sama sebagai
warga negara, sehingga tidak ada dinding pembatas antara kalangan
atas dan kalangan bawah. Ini adalah tantangan bersama bangsa
Indonesia untuk mengembangkan sikap positif dan mewujudkan Nilai-
Nilai kesamaan derajat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.

D. Nilai Ketaatan Hukum

Pasal 1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”.
Sebagaimana dikutip Ridwan HR menurut Hamid S. Attamini, bahwa Negara
Indonesia memang sejak didirikan bertekad menetapkan dirinya sebagai
Negara berdasar Negara hukum (rechstaat), bahkan rechstaat Indonesia itu
adalah yang “memajukan kesejahteraan umum”, “mencerdaskan kehidupan
Bangsa” dan mewujdukan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Rechstaat itu adalah rechstaat yang materiil, yang sosial yang oleh
Bung Hatta disebut sebagai Negara Pengurus, suatu terjemahan dari
Verzogningstaat. Salah satu karakteristik konsep ngara kesejahtreraan
adalah kewajiban pemerintah untuk mengupayakan kesejahteraan umum.
Menurut E. Utrecht, adanya unsur kesejahteraan umum menjadi suatu tanda
yang menyatakan adanya suatu “welfare state”. Bagir Manan menyebutkan
bahwa dimensi sosial dari Negara berdasar atas hukum adalah berupa
kewajiban negara atas pemerintah untuk mewujudkan dan menjamin
kesejahteraan sosial dalam suasana sebesar-besarnya kemakmuran menurut
asa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dimensi ini secara spesifik
melahirkan paham negara kesejahteraan. Jika adanya kewajiban pemerintah
untuk memajukan kesejahteraan umum merupakan ciri konsep dari negara
kesejahteraan, Indonesia tergolong negara kesejahteraan, karena tugas
NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 28

pemerintah tidaklah semata-mata hanya di bidang pemerintahan saja,


melainkan harus juga mengupayakan kesejahteraan sosial dalam rangka
mencapai tujuan Negara, yang dijalankan melalui pembangunan nasional.

Para pendiri negara telah berfikir jauh ke depan bahwa negara hukum
yang dibentuknya dalam kerangka Negara Kesejahteraan dalam
kenyataannya saat ini sangat relevan dengan kebutuhan bangsa Indonesia
dalam memantapkan nilai ketaatan hukum. Ketaatan hukum adalah suatu
perilaku berupa tindakan nyata/mentaati hukum atau peraturan yang berlaku.
Adanya ketaatan hukum apabila kesadaran hukum itu timbul, kesadaran
hukum memiliki makna Nilai-Nilai yang terdapat dalam diri manusia
mengenai hukum yang ada, dan perilaku tertentu yang diatur oleh hukum.
Kesadaran hukum akan memiliki makna mendalam apabila pengetahuan,
pemahaman dan sikap hukum bermuara pada perilaku berupa tindakan
nyata/mentaati hukum atau peraturan seperti membayar pajak, retribusi
kebersihan, mematuhi rambu-rambu lalu lintas dan sebagainya.

Kepatuhan atau ketaatan terhadap hukum adalah merupakan hal yang


substansial dalam membangun budaya hukum di negeri ini, dan kepatuhan
atau ketaatan hukum masyarakat pada hakikatnya adalah kesetiaan
masyarakat atau subyek hukum itu terhadap hukum yang kesetiaan tersebut
diwujudkan dalam bentuk prilaku yang nyata patuh atau taat pada hukum.
Masyarakat tidak patuh pada hukum karena masyarakat tersebut dihadapkan
pada dua tuntutan kesetiaan dimana antara kesetiaan yang satu
bertentangan dengan kesetiaan lainnya.

Paham konstitusi yang dijadikan landasan pelaksanaan


ketatanegaraan erat dikaitkan hubungannya dengan tujuan negara pada
umumnya. Hal ini menunjukan bahwa konstitusi memiliki posisi yang begitu
strategis terhadap pelaksanaan negara. Dalam hal ini ada kaitannya antara
tujuan negara dengan tujuan hukum. Beberapa tujuan hukum menciptakan :
Keadilan (justice), Kepastian (certainty atau zekerheid) atau ketertiban
(order), Kebergunaan atau kemanfaatan (utility). Ketaatan hukum dikaitkan
dengan tujuan negara adalah untuk memelihara ketertiban dan ketentraman,

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 29

mempertahankan kekuasaan, dan mengurus hal-hal yang berkenaan dengan


kepentingan-kepentingan umum. Pasal 28D menyatakan bahwa :

1. “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan


kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan
hukum”

2. “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan


perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”

3. “Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama


dalam pemerintahan”

4. “Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan”

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 30

BAB V

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KONSTITUSI DALAM KEHIDUPAN


BERMASYARAKAT, BERBANGSA DAN BERNEGARA

A. Umum

Keberadaan UUD NRI Tahun 1945 sebagai konstitusi dijadikan


pedoman dalam praktik kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Oleh karena itu budaya sadar konstitusi perlu dikembangkan agar masyarakat
memahami norma-norma dasar dalam konstitusi dan menerapkannya dalam
wujud sikap positif terhadap pelaksanaan UUD NRI Tahun 1945. Dalam
rangka menumbuhkan sikap positif terhadap pelaksanaan UUD NRI Tahun
1945, kita perlu membangun budaya sadar konstitusi agar masyarakat
memiliki kesadaran akan hak dan kewajiban konstitusionalnya sebagai warga
negara baik secara perorangan maupun kelompok melalui pelaksanaan
pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan Indonesia. Kontitusi mengikat segenap
lembaga negara dan seluruh warga negara. Oleh karena itu, yang menjadi
pelaksana konstitusi adalah semua lembaga negara dan segenap warga
negara sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing sebagaimana diatur
dalam UUD NRI Tahun 1945. Pemahaman tersebut menjadi dasar bagi
masyarakat untuk dapat selalu menjadikan konstitusi sebagai rujukan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Jika masyarakat telah memahami norma-norma dasar dalam konstitusi


dan menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, maka pasti mengetahui dan dapat mempertahankan hak-hak
konstitusionalnya yang dijamin dalam UUD NRI Tahun 1945. Selain itu,
masyarakat dapat berpartisipasi secara penuh terhadap pelaksanaan UUD
NRI Tahun 1945 baik melalui pelaksanaan hak dan kewajibannya sebagai
warga negara, berpartisipasi dalam penyelenggaraan negara dan
pemerintahan, serta dapat pula melakukan kontrol terhadap penyelenggaraan
negara dan jalannya pemerintahan. Kondisi tersebut dengan sendirinya akan
mencegah terjadinya penyimpangan ataupun penyalahgunaan konstitusi.

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 31

Budaya berkonstitusi terkandung maksud ketaatan kepada aturan


hukum sebagai aturan main (rule of the game) dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Segenap komponen bangsa harus bertindak sesuai dengan
aturan yang ditetapkan, serta apabila timbul permasalahan atau sengketa,
harus diselesaikan melalui mekanisme hukum. Budaya mematuhi aturan
hukum merupakan salah satu ciri utama masyarakat beradab. Hal ini sangat
diperlukan terutama dalam konteks politik, misalnya dalam pelaksanaan
Pemilu, baik Pemilu legislatif, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, maupun
Pemilukada. Tanpa adanya sikap positif terhadap Nilai-Nilai UUD NRI Tahun
1945 yang mendorong tumbuhnya kedasaran mematuhi rambu-rambu
permainan dan mekanisme penyelesaian sengketa, momentum politik yang
sejatinya adalah untuk membentuk pemerintahan yang demokratis dapat
tergelincir ke dalam konflik yang justru merugikan masyarakat serta
kepentingan bangsa dan negara.

Dengan demikian diperlukan sikap positif baik dari para penyelenggara


negaranya maupun warga masyarakat. Semua permasalahan yang muncul
harus dipercayakan dan diselesaikan melalui mekanisme hukum yang telah
ditentukan. Sebaliknya, lembaga yang memiliki kewenangan sesuai tugas
pokok dan fungsinya harus menjalankan wewenangnya itu dengan sebaik-
baiknya. Sehingga harus ada upaya secara terus-menerus untuk membangun
sikap positif terhadap Nilai-Nilai konstitusi di dalam UUD NRI Tahun 1945.
Sikap positif ini tercipta tidak hanya sekedar mengetahui norma dasar dalam
konstitusi. Lebih dari itu, juga dibutuhkan pengalaman nyata untuk melihat
dan menerapkan konstitusi dalam praktik kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Sikap positif ini harus ditanamkan secara terus-
menerus sebagai suatu proses panjang yang berkelanjutan dan
berkesinambungan dari satu generasi ke generasi berikutnya agar esensi
Nilai-Nilai konstitusi di dalam UUD NRI Tahun 1945 seperti nilai demokrasi,
nilai kesamaan derajat, dan nilai ketaatan hukum yang terkandung di dalam
UUD NRI Tahun 1945 dapat menjamin hak dan kewajiban warga negara
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 32

B. Implementasi Nilai Demokrasi di Indonesia

Nilai demokrasi tidak terlepas dari sejarah peradaban suatu bangsa. Di


Indonesia, demokrasi bukanlah sesuatu yang baru, karena Nilai-Nilai yang
terkandung di dalam demokrasi sebenarnya telah dipraktekkan dalam
kehidupan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia sejak lama. Di masa
kerajaan-kerajaan telah dikenal istilah musyawarah dan rembug desa atau
istilah lain, untuk menggambarkan tumbuh dan berkembangnya nilai
demokrasi di wilayah nusantara. Di Jawa, khususnya di kerajaan Mataram
Islam, apabila warga masyarakat tidak sepakat dengan kebijakan kerajaan
dapat melakukan “aksi pepe” yaitu aksi duduk-duduk di lapangan terbuka
(biasanya alun-alun keraton/ kerajaan) di siang hari. Artinya, seorang raja
sekali-kali tidak boleh berbuat sewenang-wenang terhadap rakyat yang
diperintahnya. Aksi pepe atau aksi-aksi serupa merupakan saluran demokrasi
di masa kerajaan-kerajaan nusantara. Namun di masa kerajaan ini, tidak
dikenal dewan perwakilan dewan rakyat yang memiliki fungsi sebagai
lembaga legislatif, karena kekuasaan secara absolut berada di satu tangan
yaitu Raja baik di bidang eksekutif, legislatif, yudikatif maupun auditif.

1. Demokrasi Di Masa Kolonial

Sementara di masa kolonial, para pejuang sebelum masa


kebangkitan nasional, mendapat dukungan dari rakyat untuk
memperjuangkan kepentingan bersama yaitu mengusir penjajahan
yang telah merugikan kehidupan mereka. Artinya rakyat dalam suatu
daerah/wilayah mempercayakan kepada para pejuang (umumnya
adalah seorang raja, pangeran, tokoh agama, tokoh adat, tokoh
masyarakat, dll) untuk memperjuangkan aspirasinya dalam rangka
mencapai derajat kehidupan yang bebas, lepas dari penjajahan
kolonial.

Pemerintahan kolonial Belanda memperkenalkan suatu bentuk


demokrasi “dalam alam penjajahan” atas desakan dari para pemikir
dan aktivis demokrasi baik dari di dalam negeri Belanda sendiri
ataupun kaum pergerakan nasional. Pada 1927 pemerintah Belanda
membentuk lembaga perwakilan yang bernama Volksraad, lembaga ini
NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 33

memiliki wewenang sebagai co-legislative bersama Gubernur Jenderal.


Selama 15 tahun yaitu sejak 1927 sampai dengan 1941, Volksraad
hanya menghasilkan 6 (enam) undang-undang, dan hanya 3 (tiga)
yang diterima Pemerintah Hindia Belanda. Seorang anggota Volksraad
mengeluarkan sebuah petisi yang dikenal dengan Petisi Soetardjo
pada 15 Juli 1936 kepada Ratu Wilhelmina dan Staten Generaal
(Parlemen) Belanda, yang mengusulkan kemerdekaan Indonesia.

2. Demokrasi Parlementer/ Liberal

Setelah kemerdekaan, Pemerintah Indonesia mengeluarkan


Maklumat Wakil Presiden No. X pada 3 November 1945 yang menjadi
dasar berdirinya partai-partai politik sebagai bagian dari demokrasi,
sebagai langkah awal menjelang pelaksanaan rencana pemerintah
menyelenggarakan pemilu pada Januari 1946. Namun rencana ini
tidak dapat dilaksanakan. Pada tahun 1953 Kabinet Wilopo berhasil
menyelesaikan regulasi pemilu dengan ditetapkannya UU No. 7 tahun
1953 Pemilu, yang dijadikan dasar pelaksanaan Pemilu multipartai
secara nasional pada 29 September 1955 untuk pemilhan parlemen,
dan 15 Desember 1955 untuk pemilihan anggota konstituante. Jumlah
kursi DPR yang diperebutkan berjumlah 260, sedangkan kursi
Konstituante berjumlah 520 (dua kali lipat kursi DPR) ditambah 14
wakil golongan minoritas yang diangkat pemerintah.

Pemilu pertama nasional ini dinilai berbagai kalangan sebagai


proses politik yang mendekati kriteria demokratis, sebab selain jumlah
parpol tidak dibatasi, berlangsung dengan langsung umum bebas
rahasia (luber), serta mencerminkan pluralisme dan representativness.
Fragmentasi politik yang kuat berdampak kepada ketidakefektifan
kinerja parlemen hasil Pemilu 1955 dan pemerintahan yang
dibentuknya. Parlemen baru ini tidak mampu memberikan terobosan
bagi pembentukan pemerintahan yang kuat dan stabil, tetapi justru
mengulangi kembali fenomena politik sebelumnya, yakni “gonta-ganti”
pemerintahan dalam waktu relatif pendek.

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 34

Kebobrokan demokrasi liberal yang sedang diterapkan, dalam


penilaian Soekarno, merupakan penyebab utama kekisruhan politik.
Maka, Soekarno menyatakan demokrasi parlementer tidak dapat
digunakan untuk revolusi, “parliamentary democracy is not good for
revolution”. Pemilu 1955 tidak dilanjutkan sesuai jadwal 5 tahun
berikut-nya, 1960, dikarenakan pada 5 Juli 1959, dikeluarkan Dekrit
Presiden yang membubarkan Konstituante dan pernyataan kembali ke
UUD 1945.

3. Demokrasi Terpimpin

Berawal dari gagalnya usaha untuk menyusun konstitusi baru


melalui Konstituante hasil Pemilu 1955, dan rentetan peristiwa-
peristiwa politik yang mencapai klimaksnya dalam bulan Juni 1959
yang akhirnya mendorong Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit
Presiden pada tanggal 5 Juli 1959. Dengan dikeluarkannya Dekrit
Presiden 5 Juli 1959, maka demokrasi liberal diganti dengan
demokrasi terpimpin. UUD yang digunakan adalah UUD 1945 dengan
sistem demokrasi terpimpin. Pengertian demokrasi terpimpin menurut
Tap MPRS No. VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. yang
berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong diantara
semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner dengan
berporoskan nasakom. Di masa ini diantaranya dicirikan oleh dominasi
Presiden, terbatasnya peran partai politik, dan berkembangnya
pengaruh PKI.

Demokrasi Terpimpin sebenarnya, dapat dianggap sebagai


suatu alat untuk mengatasi perpecahan yang muncul di tataran politik
Indonesia dalam pertengahan tahun 1950-an. Untuk menggantikan
pertentangan antara partai-partai di parlemen, suatu sistem yang lebih
tegas diciptakan dimana peran utama dimainkan oleh Presiden
Soekarno. Soekarno berusaha mengumpulkan seluruh kekuatan politik
yang saling bersaing dari Demokrasi Terpimpin dengan jalan turut
membantu mengembangkan kesadaran akan tujuan-tujuan nasional.

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 35

Soekarno bermaksud menciptakan suatu kesadaran akan tujuan


nasional yang akan mengatasi persaingan politik yang mengancam
kelangsungan hidup sistem Demokrasi Terpimpin.

Pada pidato kenegaraan Presiden Soekarno, yang berjudul


“Penemuan Kembali Revolusi Kita”, sebagian besar memuat alasan-
alasan yang membenarkan mengapa harus kembali ke UUD 1945.
Sesungguhnya hanya sedikit tema-tema baru dalam pidato presiden,
tetapi pidato itu penting karena berkaitan dengan diberlakukannya
kembali UUD revolusioner (UUD 1945) tersebut. Tiga bulan setelah
pidato kenegaraannya itu, Presiden Soekarno menyatakan naskah
pidato itu menjadi “Manifesto Politik Republik Indonesia”. Bersamaan
dengan itu presiden mengesahkan rincian sistematikanya yang
disusun oleh Dewan Pertimbangan Agung. Dalam pidato-pidatonya di
awal tahun 1959, presiden selalu mengungkapkan bahwa revolusi
Indonesia memiliki lima gagasan penting, yaity (1) Undang-Undang
Dasar 1945; (2) Sosialisme ala Indonesia; (3) Demokrasi Terpimpin;
(4) Ekonomi Terpimpin; dan yang terakhir (5) Kepribadian Indonesia.
Dengan mengambil huruf pertama masing-masing gagasan itu maka
muncullah singkatan USDEK. “Manifesto politik Republik Indonesia”
disingkat “Manipol”, dan ajaran baru itu dikenal dengan nama
“Manipol-USDEK”.

Soekarno dengan konsep Demokrasi Terpimpinnya menilai


Demokrasi Barat yang bersifat liberal tidak dapat menciptakan
kestabilan politik. Menurut Soekarno, penerapan sistim Demokrasi
Barat menyebabkan tidak terbentuknya pemerintahan kuat yang
dibutuhkan untuk membangun Indonesia. Pandangan Soekarno
terhadap sistem liberal ini pada akhirnya berpengaruh terhadap
kehidupan partai politik di Indonesia. Partai politik dianggap sebagai
sebuah penyakit yang lebih parah daripada perasaan kesukuan dan
kedaerahan. Penyakit inilah yang menyebabkan tidak adanya satu
kesatuan dalam membangun Indonesia. Partai-partai yang ada pada
waktu itu berjumlah sebanyak 40 partai dan ditekan oleh Soekarno
untuk dibubarkan. Demokrasi Terpimpin masih menyisakan sejumlah
NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 36

partai untuk berkembang. Demokrasi terpimpin yang dianggapnya


mengandung Nilai-Nilai asli Indonesia dan lebih baik dibandingkan
dengan sistim ala Barat, ternyata dalam pelaksanaannya lebih
mengarah kepada praktek pemerintahan yang otoriter.

4. Demokrasi Pancasila ala Orde Baru

Konsepsi demokrasi di era Orde Baru, rencana praksis


politiknya awalnya tidak cukup jelas. Ia lebih sering mengemukakan
gagasan demokrasinya, yang kemudian disebutnya sebagai
Demokrasi Pancasila, dalam konsep yang sangat abstrak. Pada
dasarnya, konsep dasar Demokrasi Pancasila memiliki titik berangkat
yang sama dengan konsep Demokrasi Terpimpin Soekarno, yakni
suatu demokrasi asli Indonesia. Demokrasi Pancasila adalah
demokrasi yang sesuai dengan tradisi dan filsafat hidup masyarakat
Indonesia. Demokrasi Pancasila merupakan demokrasi yang sehat dan
bertanggungjawab, berdasarkan moral dan pemikiran sehat,
berlandaskan pada ideologi tunggal, yaitu Pancasila.

Langkah politik awal Pak Soeharto untuk membuktikan bahwa


dirinya tidak anti demokrasi adalah dengan merespons penjadwalan
pelaksanaan Pemilu, sebagaimana dituntut partai-partai politik.
Sebagai upaya lanjut mengatasi “peruncingan ideologi” Soeharto
melakukan inisiatif penggabungan partai politik pada 1973, dari 10
partai menjadi 3 partai politik (Partai Persatuan Pembangunan,
Golongan Karya/Golkar, Partai Demokrasi Indonesia). Fusi atau
penggabungan partai ini merupakan wujud kekesalan Soeharto
terhadap parpol dan hasratnya untuk membangun kepolitikan
“kekeluargaan” (politik patron klien). Menjaga citra sebagai “negara
demokrasi” terus dijaga oleh rezim Orde Baru dengan melaksanakan
Pemilu secara periodik setiap lima tahun sekali sejak tahun 1971
hingga tahun 1997. Terhadap tuntutan demokrasi yang berkembang
kuat sejak pertengahan 1980-an, sebuah momen perkembangan yang
oleh Huntington dinamakan “gelombang demokrasi ketiga” Soeharto
menjawab dengan kebijakan “mulur mungkret” (mengendor dan

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 37

mengerut) liberalisasi politik terbatas, yang oleh para pengkritik disebut


sebagai demokrasi seolah-olah (democracy as if), tetapi sekaligus
mempertahankan instrumen represif terhadap kelompok yang
mencoba-coba keluar dari “aturan main” yang ditentukan rezim. Praktik
demokrasi diktatorship (misalnya dalam pemilihan ketua lembaga-
lembaga negara, pemilihan kepala daerah harus mendapat restu dari
Presiden) yang diterapkan Soeharto mulai tergerus dan jatuh dalam
krisis bersamaan dengan runtuhnya mitos ekonomi Orde Baru sebagai
akibat terjadinya krisis moneter mulai 1997.

5. Demokrasi Di Era Reformasi

Berakhirnya Orde Baru melahirkan era reformasi. Beberapa


kemajuan penting dalam arsitektur demokrasi yang dilakukan
pemerintahan Habibie antara lain adanya kebebasan pers,
pembebasan para tahanan politik (tapol), kebebasan pendirian partai-
partai politik, kebijakan desentralisasi (otonomi daerah), amandemen
konstitusi antara lain berupa pembatasan masa jabatan Presiden
maksimal dua periode, pencabutan beberapa UU politik yang represif
dan tidak demokratis, dan netralitas birokrasi dan militer dari politik
praktis. Kesuksesan dalam melangsungkan demokrasi prosedural ini
merupakan prestasi yang mendapatkan pengakuan internasional,
tetapi di lain pihak, transisi juga ditandai dengan meluasnya konflik
kesukuan, agama, dan rasial yang terjadi di beberapa wilayah di tanah
air sejak 1998.

Pemerintahan baru hasil Pemilu 1999 memunculkan pasangan


Abdurrahman Wahid (Gusdur) - Megawati Soekarnoputri jauh dari
performance yang optimal. Praktik berdemokrasi pada masa transisi
era reformasi mendapatkan pengakuan luas dari dunia internasional.
Dalam indeks yang disusun oleh Freedom House tentang hak politik
dan kebebasan sipil Indonesia sejak pemilu 1999 hingga masa
konsolidasi demokrasi saat ini berhasil masuk dalam kategori “negara
bebas”. Hal ini berbeda dengan kepolitikan masa Orde Baru yang
dikategorikan sebagai dengan kebebasan yang sangat minimal (partly

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 38

free)4.Pada tahun 2004 diselenggarakan Pemilu Legislatif secara


langsung di era reformasi untuk memilih anggora DPR, DPD dan
DPRD. Di tahun yang sama juga dilakukan pemilihan Presiden/Wakil
Presiden secara langsung. Momentum pemilihan demikian
memungkinkan rakyat menentukan hak pilihnya tanpa tekanan dari
pihak manapun. Susilo Bambang Yudoyono terpilih sebagai Presiden
dan Yusuf Kala sebagai Wakil Presiden. Presiden Susilo Bambang
Yudoyono terpilih kembali menjadi Presiden untuk periode kedua,
sedangkan Wakil Presidennya adalah Budiono.

Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan NKRI, semua


konstitusi yang pernah berlaku menganut prinsip demokrasi. Hal ini
dapat dilihat misalnya:

a. Dalam UUD NRI Tahun 1945 (sebelum diamandemen) Pasal 1


ayat (2) berbunyi: “Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan
dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”.

b. Dalam UUD NRI Tahun 1945 (setelah diamandemen) Pasal 1


ayat (2) berbunyi : “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut undang-undang dasar”.

c. Dalam konstitusi Republik Indonesia Serikat, Pasal 1 ayat (1)


berbunyi: “Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan
berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokrasi dan
berbentuk federasi”.

d. Konstitusi Republik Indonesia Serikat ayat (2) berbunyi:


“Kekuasaan kedaulatan Republik Indonesia Serikat dilakukan
oleh pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat dan
Senat”.

e. Dalam UUDS 1950 Pasal 1:1) Ayat (1) berbunyi: “Republik


Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat ialah suatu
negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan”. 2)

4
Masmadi Rauf, dkk, 2009. Indeks Demokrasi Indonesia 2009 : Menakar Demokrasi Di
Indonesia. Jakarta : United Nations Development Programme, Indonesia.

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 39

Ayat (2) berbunyi: “Kedaulatan Republik Indonesia adalah di


tangan rakyat dan dilakukan oleh pemerintah bersama-sama
dengan Dewan Perwakilan rakyat”.

Demokrasi di era reformasi dilandasi oleh semangat


membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
yang menjunjung tinggi kebebasan dan keterbukaan untuk
mewujudkan kesejahteraan hidup bangsa dalam bernegara.

Dari uraian diatas, konsep demokrasi di Indonesia merupakan


wujud dari rasa kebersamaan rakyat Indonesia dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dinamikanya sangat
dipengaruhi (didasari) oleh kehendak dari pemahaman, penghayatan,
dan pengamalan Nilai-Nilai Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945.
Namun dalam perkembangannya harus diakui bahwa konsep
demokrasi sesungguhnya mengandung dua sisi, yaitu sisi baik yang
mengantarkan sistem kehidupan nasional tertata dalam mekanisme
yang menjunjung tinggi hak asasi manusia, kebebasan dan
keterbukaan terjamin, dan kesejahteraan rakyat menjadi orientasi
dasarnya. Di sisi lain konsep demokrasi bisa menjatuhkan rezim
penguasa bila penguasa tersebut melanggar konstitusi, people power,
bisa dijatuhkan oleh MPR, atau kekuatan demonstrasi besar-besaran
dari seluruh elemen masyarakat baik yang ada di pusat pemerintahan
maupun di daerah.

Sampai saat ini, demokrasi telah menjadi pilihan bagi hampir


semua bangsa di dunia, termasuk bangsa Indonesia. Namun
demokrasi di setiap negara berbeda-beda karena perbedaan cara
menyikapi Nilai-Nilai yang terkandung di dalam demokrasi. Sikap
bangsa yang sudah sedemikian maju dalam berdemokrasi dan ada
yang masih dalam pertumbuhan. Di samping itu ada perbedaan latar
belakang sosial-budaya yang berpengaruh terhadap corak demokrasi
di masing-masing negara. Bangsa Indonesia tentu menginginkan
perkembangan demokrasi yang semakin baik. Oleh karena itu kita
wajib menunjukkan sikap positif terhadap pelaksanaan demokrasi

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 40

dalam berbagai bidang kehidupan. Sikap positif itu perlu dibuktikan


dengan sikap dan perilaku yang sejalan dengan unsur-unsur rule of
law. Bagi penyelenggara negara, kekuasaan yang dimiliki harus
dijalankan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi. Penyelenggara
negara harus menunjukkan kemauan politik (political will) untuk
menyesuaikan setiap langkah dan kebijakannya dengan demokrasi.
Selain itu, sikap dan perilakunya harus mencerminkan sosok pribadi
seorang demokrat. Sedangkan bagi warga negara Indonesia, harus
menyadari berbagai hak dan kewajibannya sebagai warga negara dan
melaksanakannya dengan sebaik-baiknya. Setiap warga negara harus
mampu memilih pemimpin secara cerdas, berani menyatakan
pendapat, serta ikut mengawasi jalannya pemerintahan. Disamping
harus mematuhi hukum, menghormati pemerintahan yang sah,
menjaga ketertiban umum, dan lain-lain.

Namun demikian sikap positif terhadap nilai demokrasi bukan


berarti sikap yang penurut, namun lebih dari pada itu, yaitu kreatif,
kritis, mandiri dan berani membela kebenaran serta menjunjung tinggi
prinsip-prinsip, asas-asas dan tujuan yang disepakati bersama. Oleh
karenanya sikap positif terhadap nilai demokrasi pertama adalah sikap
kreatif, kritis, mandiri, berani membela kebenaran dan menjunjung
tinggi prinsip-prinsip, asas-asas serta tujuan hidup yang bernilai
demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, sebagaimana sebagaimana terkandung di dalam UUD NRI
Tahun 1945, dan nilai luhur bangsa Indonesia yang bersumber dari
Pancasila.

Penerapan demokrasi dapat dilakukan dalam berbagai


kehidupan melalui sikap positif terhadap pelaksanaan demokrasi
dalam berbagai kehidupan. Sikap positif itu perlu dibuktikan dengan
sikap dan perbuatan yang sejalan dengan unsur-unsur rule of law atau
syarat-syarat demokrasi. Demokrasi dengan segala cirinya itu perlu
diwujudkan menjadi suatu kenyataan hidup dalam bidang apapun dan
dimanapun. Semua warga negara tanpa kecuali baik penguasa
maupun rakyat biasa harus membiasakan hidup demokratis. Bagi
NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 41

penyelenggara negara, maka kekuasaan/wewenang pejabat negara


dan aparatur pemerintahan yang dimilikinya harus dijalankan sesuai
dengan prinsip-prinsip demokrasi.

Contoh sikap positif dalam kehidupan sehari-hari dapat


dilakukan di berbagai lingkungan, antara lain :

a. Di Lingkungan keluarga

Penerapan budaya demokrasi di lingkungan keluarga


dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:

1) Kesediaan untuk menerima kehadiran sanak saudara;


2) Menghargai pendapat anggota keluarga lainya;
3) Senantiasa musyawarah untuk pembagian kerja;
4) Terbuka terhadap suatu masalah yang dihadapi
bersama.

b. Di Lingkungan Masyarakat

Penerapan budaya demokrasi di lingkungan masyarakat


dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:

1) Bersedia mengakui kesalahan yang telah dibuatnya;


2) Kesediaan hidup bersama dengan warga masyarakat
tanpa diskriminasi;
3) Menghormati pendapat orang lain yang berbeda
dengannya;
4) Menyelesaikan masalah dengan mengutamakan
musyawarah untuk mufakat;
5) Tidak merasa benar atau menang sendiri dalam
berbicara dengan warga lain.

c. Di Lingkungan Sekolah

Penerapan budaya demokrasi di lingkungan sekolah


dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:

1) Bersedia bergaul dengan teman sekolah tanpa


membeda-bedakan;

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 42

2) Menerima teman-teman yang berbeda latar belakang


budaya, ras dan agama;
3) Menghargai pendapat teman meskipun pendapat itu
berbeda dengan kita;
4) Mengutamakan musyawarah, membuat kesepakatan
untuk menyelesaikan masalah;
5) Sikap anti kekerasan.

d. Di Lingkungan Kehidupan Bernegara

Penerapan budaya demokrasi di lingkungan kehidupan


bernegara dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:

1) Besedia menerima kesalahan atau kekalahan secara


dewasa dan ikhlas (dalam Pilkada, atau pelaksanaan
pengambilan keputusan publik melalui voting);

2) Kesediaan para pemimpin untuk senantiasa mendengar


dan menghargai pendapat warganya;

3) Memiliki kejujuran dan integritas;

4) Memiliki rasa malu dan bertanggung jawab kepada


publik;

5) Menghargai hak-hak kaum minoritas;

6) Menghargai perbedaan yang ada pada rakyat;

7) Mengutamakan musyawarah untuk kesepakatan


bersama untuk menyelesaikan masalah-masalah
kenegaraan.

C. Implementasi Nilai Kesamaan Derajat

Sikap positif terhadap terhadap nilai kesamaan derajat berarti menjunjung


tinggi kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; kesamaan hak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak; kesamaan perlakuan atas
kebebasan berserikat, berpendapat dan berpolitik; kesamaan hak dalam
menjalankan kebebasan memeluk dan melaksanakan agama/kepercayaan;
NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 43

kesamaan hak dan kewajiban membela negara; kesamaan hak mendapatkan


pengajaran; kesamaan sebagai orang dilahirkan merdeka dan mempunyai
martabat dan hak yang sama, mereka dikaruniai akal budi dan hendaknya
bergaul satu sama lain dalam persaudaraan; dan kesamaan sebagai orang
yang berhak atas semua hak dan kebebasan yang tercantum dalam konstitusi
tanpa terkecuali apapun seperti bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahasa,
agama, politik, dan lain-lain. Menjunjung terhadap Nilai-Nilai kesamaan
derajat dapat ditunjukkan dengan berbagai upaya agar kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara bernegara dapat menjamin
kesamaan derajat bagi setiap warga negara Indonesia tanpa perkecualian (non
diskriminatif). Jaminan ini sudah tertuang di dalam UUD NRI Tahun 1945, yang
terperinci di dalam pasal-pasalnya.

Namun demikian sikap positif terhadap nilai kesamaan derajat bukan


berarti sikap yang penurut, namun lebih dari pada itu, yaitu kreatif, kritis,
mandiri dan berani membela kebenaran serta menjunjung tinggi prinsip-
prinsip, asas-asas dan tujuan yang disepakati bersama. Oleh karenanya
sikap positif terhadap nilai kesamaan derajat pertama adalah sikap kreatif,
kritis, mandiri, berani membela kebenaran dan menjunjung tinggi prinsip-
prinsip, asas-asas serta tujuan hidup yang bernilai kesamaan derajat dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sebagaimana
sebagaimana terkandung di dalam UUD NRI Tahun 1945.

Penerapan nilai kesamaan derajat dapat dilakukan dalam berbagai


kehidupan melalui sikap positif terhadap pelaksanaan nilai kesamaan derajat
dalam berbagai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sikap
positif itu perlu dibuktikan dengan sikap dan perbuatan dalam rangka
mengamalkan Nilai-Nilai kesamaan derajat sebagaimana termaktub di dalam
Pasal-Pasal UUD NRI Tahun 1945. Nilai kesamaan derajat dengan segala
cirinya itu perlu diwujudkan menjadi suatu kenyataan hidup dalam bidang
apapun dan dimanapun. Semua warga negara tanpa kecuali baik
penyelenggara Negara maupun warga negara biasa harus membiasakan
hidup dengan menjunjung tinggi nilai kesamaan derajat.

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 44

Berikut adalah sikap dan perilaku positif terhadap nilai kesamaan


derajat dalam kehidupan sehari-hari di berbagai lingkungan, antara lain :

1. Di Lingkungan Keluarga

a. Kesamaan hak dan kewajiban antara Ayah dan Ibu dalam


mendidik anak.

b. Anak melaksanakan pekerjaan sesuai hak dan kewajibannya


sebagai anak;

c. Tidak membedakan anak laki-laki dan perempuan sesuai


kodratnya.

2. Di Lingkungan Masyarakat

a. Melaksanakan gotong royong dalam membangun desa/nagari/


negara.

b. Menghormati pelaksanaan ibadah kepada pemeluk agama lain.

c. Menghadiri pertemuan/ rapat warga RT atau RW atau


pertemuan-pertemuan yang diadakan oleh komunitas.

d. Menghadiri undangan warga yang sedang punya hajat.

e. Menghargai orang lain tidak berdasarkan kaya-miskin, pejabat/


ningrat – rakyat biasa, dan laki-laki – perempuan melainkan atas
dasar kemanusiaan semata.

3. Di Lingkungan Sekolah/ Pendidikan

a. Tidak membedakan wanita dan laki-laki dalam pelayanan


pendidikan.

b. Bekerjasama dalam kelompok dalam melaksanakan tugas dari


guru/dosen.

c. Mengadakan study tour bersama.

d. Melaksanakan ibadah bersama sesuai ajaran agamanya di


sekolah.

4. Di Lingkungan Kehidupan Bernegara

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 45

a. Negara menjamin adanya persamaan hak dan kewajiban antara


laki-laki dan perempuan antara lain dalam bela negara.

b. Negara menjamin adanya persamaan hak dan kewajiban bagi


semua suku, agama, ras/etnis dan golongan, antara lain dalam
hal mendapatkan pelayanan pendidikan dan pelayanan
kesehatan.

c. Negara menjamin hak para penyandang cacat / distabilitas.

d. Negara menjamin persamaan hak dan kewajiban beragama


bagi para pemeluk-pemeluknya.

e. Negara menjamin persamaan hak mendapatkan pekerjaan yang


layak bagi seluruh warga negaranya.

f. Negara menjamin persamaan hak didepan hukum dan


pemerintahan bagi seluruh warga negaranya.

g. Negara menjamin hak kebebasan berserikat, berkumpul, dan


menyampaikan pendapat.

h. Negara menjamin hak masyarakat untuk tahu.

D. Implementasi Nilai Ketaatan Hukum

Dewasa ini kondisi pelaksanaan nilai ketaatan hukum masih diwarnai


beberapa permasalahan penegakkan hukum. Masalah penegakkan hukum
(rule of law) di Indonesia merupakan masalah yang kompleks dan multifaktor.
Penegakkan hukum tentunya bermuara pada tercapainya tujuan-tujuan
hukum yang meliputi keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Ketiga
variabel tersebut sering kali saling bertabrakan satu terhadap yang lain.
Keadilan merupakan hal yang sangat abstrak, hal tersebut disebabkan karena
setiap individu memiliki perspektif yang berbeda mengenai keadilan.
Terkadang yang anggap adil belum tentu adil bagi orang lain. Kemanfaatan
juga bersifat abstrak. Sementara kepastian hukum cenderung lebih statis,
variabel ini cenderung kaku karena dibatasi oleh ketentuan yang sudah
dilegalisasi secara permanen.

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 46

Dari segi pelaksanaan hukum (law enforcement) dapat dikatakan tidak


ada ketegasan sikap dalam menghadapi pelanggaran-pelanggaran hukum.
Banyak pelanggaran-pelanggaran hukum yang tidak diusut. Tidak sedikit
pengaduan-pengaduan dan laporan-laporan dari masyarakat tentang
terjadinya pelanggaran-pelanggaran atau kejahatan kepada yang berwajib
tidak ditanggapi atau dilayani. Banyak pegawai pengusut yang tidak wenang
mendeponir perkara membiarkan perkara tidak diusut, sedangkan perkara
perdata yang bukan wewenangnya diurusinya. Peristiwa-peristiwa tersebut di
atas hampir setiap hari kita baca di dalam media massa. Boleh dikatakan
tidak ada berita di dalam media massa mengenai suatu daerah yang
keadaannya serba teratur tidak ada pelanggaran, tidak ada kejahatan dan
tidak pula ada sengketa. Tidak ada media massa yang memberitakan tentang
suatu daerah yang oleh Ki Dalang lazimnya digambarkan sebagai “Panjang
punjung pasir wukir loh jinawi gemah ripah karta tur raharja”. Kalau adapun
maka selalu dihubungkan atau dibandingkan dengan tempat lain atau kedaan
sebelumnya yang lebih buruk. Jadi bukan semata-mata hendak
memberitahukan yang ”hukum”, tetapi yang menjadi ukuran adalah yang
”tidak hukum” (”onrecht”).

1. Rendahnya Nilai Ketaatan Hukum

Ditinjau dari segi hukum, maka makin banyaknya pemberitaan


tentang pelanggaran hukum, kejahatan atau kebatilan berarti
kesadaran akan makin banyak terjadinya ”onrecht”. Dengan makin
banyaknya pelanggaran hukum makin berkurangnya toleransi dan
sikap berhati-hati di dalam masyarakat, penyalahgunaan hak dan
sebagainya dapatlah dikatakan bahwa kesadaran hukum masyarakat
dewasa ini menurun, yang mau tidak mau mengakibatkan merosotnya
kewibawaan pemerintah juga. Menurunnya kesadaran hukum dalam
hal ini berarti belum cukup tinggi. Kesadaran hukum yang rendah
cenderung pada pelanggaran hukum, sedangkan makin tinggi
kesadaran hukum seseorang makin tinggi ketaatan hukumnya.

Kurang tegas dan konsekuensinya para petugas penegak


hukum terutama Polisi, Jaksa dan Hakim dalam menghadapi

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 47

pelanggaran-pelanggaran hukum pada umumnya merupakan peluang


terjadinya pelanggaran-pelanggaran atau kejahatan-kejahatan. Tidak
adanya atau kurangnya pengawasan pada petugas penegak hukum
merupakan perangsang menurunnya kesadaran hukum masyarakat.
Adanya golongan, pejabat-pejabat dan pemimpin-pemimpin tertentu
yang seakan-akan kebal terhadap hukum karena mereka berbuat dan
”dapat” berbuat semaunya, menimbulkan kesadaran kepada kita
bahwa tidak demikianlah seyogyanya. Sistem pendidikan kita kiranya
kurang menaruh perhatiannya dalam menanamkan pengertian tentang
kesadaran hukum. Mengingat bahwa hukum adalah perlindungan
kepentingan manusia, maka menurunnya kesadaran hukum
masyarakat disebabkan karena orang tidak melihat atau menyadari
lagi bahwa hukum melindungi kepentingannya. Menurunnya kesadaran
hukum masyarakat disebabkan juga karena para pejabat kurang
menyadari akan kewajibannya untuk memelihara hukum dan
kurangnya pengertian akan tujuannya serta fungsinya dalam
pembangunan.

Sepanjang memasuki era reformasi di Indonesia yang sampai


saat ini, yang berarti sudah berjalan selama 17 Tahun, belum
mendatangkan angin segar yang berhembus menyangkut penegakkan
hukum (law enforcement) yang menjanjikan atau memuaskan tuntutan
pencari keadilan, namun yang terasa dan menjadi sorotan publik
penegakkan hukum di Indonesia belum sebagaimana yang
diharapkan, (kalau tidak ingin dikatakan macet atau terbengkalai).
Dalam realisasinya kasus-kasus besar mulai Bank Bali, BLBI, Kasus
Bank Century, Lapindo, Munir, Trisakti dan lain-lain, tidak jelas
penyelesaiannya. Realitas penegakkan hukum di Indonesia mendapat
raport dari dunia Internasional belum menggembirakan, sehingga
melahirkan potret kenyataan hukum tersebut yang menggambarkan
masih rendahnya nilai ketaatan hukum di Indonesia, seperti :

a. Masyarakat tidak menghormati hukum.

b. Wibawa aparat penegak hukum sangat rendah

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 48

c. Hukum tidak mampu memberikan rasa aman bagi seluruh


rakyat.

d. Hukum tidak mampu menyelesaikan persoalan masyarakat


yang semakin komples.

e. Kepastian hukum dan keadilan patut dipertanyakan

Menurut Soerjono faktor-faktor yang menyebabkan warga


masyarakat mematuhi hukum, setidak-tidaknya dapat dikembalikan
pada faktor-faktor atau hal-hal sebagai berikut5:

a. Compliance

Compliance diartikan sebagai “an overt acceptance


induced by expectation of rewards and an attempt to avoid
possible punishment – not by any conviction in the desirability of
the enforced nile. Power of the influencing agent is based on
‘means-control” and, as a consequence, the influenced person
conforms only under surveillance”. Orang mentaati hukum
karena takut terkena hukuman. Ketaatan sebagai pemenuhan
suatu penerimaan terang yang dibujuk oleh harapan
penghargaan dan suatu usaha untuk menghindari kemungkinan
hukuman, bukan karena keinginan yang kuat untuk menaati
hukum dari dalam diri. Kekuatan yang mempengaruhi
didasarkan pada ”alat-alat kendali” dan, sebagai
konsekuensinya, orang yang dipengaruhi menyesuaikan diri
hanya di bawah pengawasan.

b. Identification

Identification diartikan sebagai“an acceptance of a rule


not because of its intrinsic value and appeal but because of a
person’s desire to maintain membership in a group or
relationship with the agent. The source of power is the

5
Soerjono Soekanto, 2004, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta :
PT RajaGrafindo Persada.

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 49

attractiveness of the relation which the persons enjoy with the


group or agent, and his conformity with the rule will be
dependent upon the salience of these relationships”. Ketaatan
yang bersifat identification, artinya ketaatan kepada suatu
aturan karena takut hubungan baiknya dengan seseorang
menjadi rusak. Identifikasi, yaitu: suatu penerimaan terhadap
aturan bukan karena nilai hakikinya, dan pendekatan hanyalah
sebab keinginan seseorang untuk memelihara keanggotaan di
dalam suatu hubungan atau kelompok dengan ketaatan itu.
Sumber kuasa menjadi daya pikat dari hubungan orang-orang
yang menikmati kebersamaan kelompok itu, dan
penyesuaiannya dengan aturan akan bergantung atas
hubungan utama ini.

c. Internalization

Internalization diartikan sebagai“the acceptance by an


individual of a rule or behavior because he finds its content
intrinsically rewarding … the content is congruent with a
person’s values either because his values changed and adapted
to the inevitable”. Ketaatan yang bersifat internalization, artinya
ketaatan pada suatu aturan karena ia benar-benar merasa
bahwa aturan itu sesuai dengan nilai instrinsik yang dianutnya.
Internalisasi, yaitu: ”penerimaan oleh aturan perorangan atau
perilaku sebab ia temukan isinya yang pada hakekatnya
memberi penghargaan. Isi adalah sama dan sebangun dengan
Nilai-Nilai seseorang yang manapun, sebab Nilai-Nilai nya
mengubah dan menyesuaikan diri dengan – yang tak bisa
diacuhkan. Ada kesadaran dari dalam diri yang membuatnya
mentaati hukum dengan baik.

Kesadaran hukum dan ketaatan hukum sering kita dengar atau


kita membaca pernyataan-pernyataan yang menyampaikan
“Kesadaran hukum” dengan “Ketaatan Hukum” atau “Kepatuhan

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 50

Hukum”, suatu persepsi keliru. Pemahaman Kesadaran hukum dan


ketaatan hukum yang mana dijelaskan bahwa :

1) Kesadaran hukum yang baik, yaitu ketaatan hukum.

2) Kesadaran hukum yang buruk, yaitu ketidaktaatan


hukum.

Kewajiban moral masyarakat secara individu untuk mentaati


hukum. Dalam hal ini, kita memiliki alasan moral yang kuat untuk
melakukan apa yang diperintahkan oleh hukum, seperti, tidak
melakukan penghinaan, penipuan, atau mencuri dari orang lain. Kita
harus mentaati hukum, karena hukum diciptakan yang berupa aturan
hukum yang disertai dengan ancaman hukuman memang untuk ditaati.
Karena jika tidak ditaati akan terjadi suatu ketidakteraturan hidup baik
dalam bermasyarakat, berbangsa maupun bernegara. Ketidakteraturan
ada karena kesadaran hukum yang buruk yaitu tidak adanya ketaatan
hukum masyarakat yang baik. Ini berarti, Nilai-Nilai ketaatan hukum
menjadi vital, sangat penting serta menentukan sejauhmana manusia-
manusia hidup dalam keteraturan, kepastian dan keadilan.

Hukum adalah kompas ilmu untuk manusia, atau sosial ilmu,


karena merupakan bagian integral dan penting dalam komponen
manusia masyarakat dan budaya. Tidak ada kejadian yang dikenal dari
suatu keadaan dalam pengalaman manusia, di mana masyarakat yang
heterogen ada dan budaya telah tanpa, atau sudah bebas dari, hukum.
Dimanapun dan kapanpun masyarakat dan budaya yang ditemukan,
ada hukum juga ditemukan, menggenangi seluruh masyarakat sebagai
bagian dari budaya. Seperti komponen lain dari masyarakat manusia
dan budaya, hukum adalah fenomena, rentan terhadap ketakutan
intelektual dengan bantuan dari indra manusia, dan tunduk pada
penyelidikan empiris dan ilmiah deskripsi. Hukum merupakan salah
satu bentuk budaya untuk kendali dan regulasi perilaku manusia, baik
individual atau kolektif dalam penerapannya. Hukum adalah alat utama
dari kontrol sosial pada masyarakat modern serta dalam masyarakat
primitif.
NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 51

Oleh karena itu diperlukan pembentukan kesadaran hukum di


masyarakat. Pembentukan masyarakat sadar hukum dan taat akan
hukum merupakan cita-cita dari adanya norma-norma yang
menginginkan masyarakat yang berkeadilan sehingga sendi-sendi dari
budaya masyarakat akan berkembang menuju terciptanya suatu
sistem masyarakat yang menghargai satu sama lainnya, membuat
masyarakat sadar hukum dan taat hukum bukanlah sesuatu yang
mudah dengan membalik telapak tangan, banyak yang harus
diupayakan oleh pendiri atau pemikir negeri ini untuk memikirkan hal
tersebut. Hukum bukanlah satu-satunya yang berfungsi untuk
menjadikan masyrakat sadar hukum dan taat hukum, Indonesia yang
notabene adalah negara yang sangat heterogen tampaknya dalam
membentuk formulasi hukum positif agak berbeda dengan negara-
negara yang kulturnya homogen, sangatlah penting kiranya sebelum
membentuk suatu hukum yang akan mengatur perjalanan masyarakat,
haruslah digali tentang filsafat hukum secara lebih komprehensif yang
akan mewujudkan keadilan yang nyata bagi seluruh golongan, suku,
ras, agama yang ada di Indonesia.

Peranan hukum di dalam masyarakat sebagimana tujuan hukum


itu sendiri adalah menjamin kepastian dan keadilan, dalam kehidupan
masyarakat senantiasa terdapat perbedaan antara pola-pola perilaku
atau tata-kelakuan yang berlaku dalam masyarakat dengan pola-pola
perilaku yang dikehendaki oleh norma-norma (kaidah) hukum. Hal ini
dapat menyebabkan timbulnya suatu masalah berupa kesenjangan
sosial sehingga pada waktu tertentu cenderung terjadi konflik dan
ketegangan-ketegangan sosial yang tentunya dapat mengganggu
jalannya perubahan masyarakat sebagaimana arah yang dikehendaki.
Keadaan demikian terjadi oleh karena adanya hukum yang diciptakan
diharapkan dapat dijadikan pedoman (standard) dalam bertindak bagi
masyarakat tidak ada kesadaran hukum sehingga cenderung tidak ada
ketaatan hukum.

2. Membangun Kesadaran Hukum

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 52

Kesadaran hukum diartikan secara terpisah dalam bahasa yang


kata dasarnya “sadar” tahu dan mengerti, dan secara keseluruhan
merupakan mengetahui dan mengerti tentang hukum, menurut Ewick
dan Silbey : “Kesadaran Hukum”, mengacu ke cara-cara dimana
orang-orang memahami hukum dan intitusi-institusi hukum, yaitu
pemahaman-pemahaman yang memberikan makna kepada
pengalaman dan tindakan orang-orang.Bagi Ewick dan Silbey,
“kesadaran hukum” terbentuk dalam tindakan dan karenannya
merupakan persoalan praktik untuk dikaji secara empiris. Dengan kata
lain, kesadaran hukum adalah persoalan “hukum sebagai perilaku”,
dan bukan “hukum sebagai aturan norma atau asas”6.

Membangun kesadaran hukum tidaklah mudah, tidak semua


orang memiliki kesadaran tersebut. Hukum sebagai Fenomena sosial
merupakam institusi dan pengendalian masyarakat. Di dalam
masyarakat dijumpai berbagai intitusi yang masing-masing diperlukan
di dalam masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dan
memperlancar jalannya pemenuhan kebutuhan tersebut, oleh karena
fungsinya demikian masyarakat perlu akan kehadiran institusi sebagai
pemahaman kesadaran hukum.Pentingnya kesadaran membangun
masyarakat yang sadar akan hukum inilah yang diharapkan akan
menunjang dan menjadikan masyarakat menjunjung tinggi intitusi/
aturan sebagai pemenuhan kebutuhan untuk mendambakan ketaatan
serta ketertiban hukum. Peran dan fungsi membangun kesadaran
hukum dalam masyarakat pada umumnya melekat pada intitusi
sebagai pelengkap masyarakat dapat dilihat dengan : (1) Stabilitas, (2)
Memberikan kerangka sosial terhadap kebutuhan-kebutuhan dalam
masyarakat, (3) Memberikan kerangka sosial institusi berwujud norma-
norma, (4) Jalinan antar institusi7.

6
Erry Meta, 2011. Membangun Kesadaran Hukum dan Ketaatan Hukum. http://errymeta.
blogspot.com/2011/05
7
Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (JudicialPrudence)
Termasuk Interpretasi Undang-undang (Legisprudence), Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 53

Adapun faktor-faktor yang mempengarui masyarakat tidak sadar


akan pentingnya hukum, menurut Rahardjo Satjipto meliputi8 tiga hal
yaitu :

a. Adanya ketidak pastian hukum.


b. Peraturan-peraturan bersifat statis.
c. Tidak efisiennya cara-cara masyarakat untuk mempertahankan
peraturan yang berlaku.

Disamping itu, ada juga faktor-faktor yang berlawanan dengan


faktor-faktor yang relevan untuk mengkaji tentang kesadaran hukum.
Oleh Ahmad Ali faktor-faktor tersebut meliputi9 :

a. Penekanan bahwa hukum sebagai otoritas, sangat berkaitan


dengan lokasi dimana suatu tindakan hukum terjadi.

b. Studi tentang kesadaran hukum tidak harus mengistimewakan


hukum sebagai sebuah sumber otoritas atau motivasi untuk
tindakan.

c. Studi tentang kesadaran hukum memerlukan observasi, tidak


sekedar permasalahan sosial dan peranan hukum dalam
memperbaiki kehidupan mereka, tetapi juga apa mereka
lakukan.

3. Membangun Ketaatan Hukum

Bahwa ketaatan hukum itu tidak lepas dari kesadaran hukum,


dan kesadaran hukum yang baik adalah ketaatan hukum, dan dengan
logika yang sama, maka ketidaksadaran hukum adalah ketidaktaatan
hukum. Ini berarti ketaatan hukum sebagai sebab dan akibat dari
kesadaran hukum.Sebagai hubungan yang tidak dapat dipisahkan,
maka beberapa literaur yang di ungkap oleh beberapa pakar mengenai
ketaatan hukum bersumber pada kesadaran hukum, hal tersebut
tercermin dua macam kesadaran, yaitu :

8
Rahardjo Satjipto, 1991. Ilmu Hukum,Bandung : Citra aditya Bakti, Edisi Revisi Hal.112.
9AliAchmad, 2009. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial
Prudence) Termasuk Interprestasi Undang-undang (legisprudence),Jakarta : Kencana Prenada
Media Group hal 342.
NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 54

a. Legal consciouness as within the law, kesadaran hukum


sebagai ketaatan hukum, berada dalam hukum, sesuai dengan
aturan hukum yang disadari atau dipahami;

b. Legal consciouness as against the law, kesadaran hukum dalam


wujud menentang hukum atau melanggar hukum10.

Ilmu hukum berbeda dengan ilmu yang lain dalam kehidupan


umat manusia. Ini karena struktur hukum pada dasarnya berbasis
kepada kewajiban dan tidak diatas komitmen. Kewajiban moral untuk
mentaati, dan peranan peraturan membentuk karakteristik masyarakat.
Di dalam kenyataannya ketaatan hukum tidak identik dengan ketaatan
sosial lainnya, ketaatan hukum adalah kewajiban, maka apabila tidak
dilaksanakan timbul sanksi. Sedangkan pada ketaatan sosial manakala
tidak dilaksanakan maka sanksi-sanksi sosial yang berlaku pada
masyarakat yang menjadi penghakim.

Sikap positif terhadap nilai ketaatan hukum akan melahirkan


kesadaran hukum. Kesadaran hukum mengacu ke cara-cara dimana
orang-orang memahami hukum dan intitusi-institusi hukum, yaitu
pemahaman-pemahaman yang memberikan makna kepada
pengalaman dan tindakan orang-orang. kesadaran hukum terbentuk
dalam tindakan dan karenannya merupakan persoalan praktik untuk
dikaji secara empiris. Dengan kata lain, kesadaran hukum adalah
persoalan hukum sebagai perilaku, dan bukan hukum sebagai aturan
norma atau asas.

Untuk itulah diperlukan sikap positif terhadap nilai ketaatan


hukum dalam bentuk sikap dan perilaku sebagai berikut :

a. Yakin bahwa ketaatan hukum merupakan kewajiban yang harus


dilaksanakan dan apabila tidak dilaksanakan akan timbul sanksi
b. Menaati suatu aturan karena merasa bahwa aturan itu sesuai
dengan nilai-nila intristik yang dianutnya.
c. Sadar akan kewajiban moral masyarakat untuk mentaati hukum

10
Ibid, Ali, Achmad, hal.510
NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 55

d. Bertingkah laku baik untuk memenuhi harapan dari


kelompoknya yang menjadi loyalitas, kepercayaan dan
perhatiannya seperti keluarga dan teman.
e. Loyal kepada lingkungan yang lebih luas seperti kelompok
masyarakat atau negara.
f. Menyadari bahwa orang memiliki pandangan/ opini pribadi yang
sering bertentangan dan menekankan cara-cara adil mencapai
konsensus dengan perjanjian, kontrak dan proses yang wajar
g. Memahami bahwa suatu tindakan dibenarkan berdasarkan
prinsip-prinsip moral yang dipilih karena secara logis,
komprehensif, universal, dan konsisten.
h. Menanamkan pandangan bahwa merupakan “kewajiban moral”
bagi setiap warga negara untuk melakukan yang terbaik yaitu
senantiasa mentaati hukum
i. Menanamkan pandangan bahwa kewajiban utama bagi setiap
orang (Prima facie) adalah kewajiban mentaati hukum.
j. Menyadari dan mau mentaati semua aturan yang berlaku.
k. Kesadaran masyarakat untuk terlibat dalam menegakkan aturan
hukum tumbuh dan berkembang
l. Bersikap dan berperilaku sesuai harapan dan tujuan hukum
yang dibuat.
m. Bersikap dan menanamkan Nilai-Nilai yang positif agar hukum
dapat diterima oleh masyarakat.
n. Berbudaya hukum yang tinggi tidak melakukan pelanggaran
hukum meskipun tidak diawasi oleh aparat hukum sehingga
tegaknya hukum di tengah masyarakat tumbuh secara
menyeluruh.

Penerapan ketaatan hukum dapat dilaksanakan dalam berbagai


kehidupan, seperti :

a. Dalam Diri Pribadi

1) Mendukung upaya pemerintah untuk menegakkan hukum


di Indonesia.

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 56

2) Mendukung upaya alat penegak hukum melaksanakan


tugas.
3) Meningkatkan pemahaman hukum masyarakat.
4) Meningkatkan kesadaran hukum anggota masyarakat.
5) Mematuhi berbagai peraturan perundang-undangan.

b. Dalam Keluarga

1) Tidak menganiaya anggota keluarga


2) Taat pada aturan keluarga
3) Tidak menipu anggota keluarga
4) Tidak menghina anggota keluarga.

c. Dalam Sekolah

1) Tidak terlambat masuk sekolah


2) Tidak membolos sekolah
3) Tidak menyontek bila sedang ulangan
4) Selalu mengikuti upacara di sekolah
5) Membayar SPP tepat pada waktunya

d. Dalam Masyarakat

1) Membayar arisan dan iuran RT, RW, dan PKK tepat


waktu.
2) Jika memiliki utang kepada tetangga, bayarlah tepat
waktu.
3) Tidak menghina tetangga yang lebih lemah.
4) Tidak menyakiti hati tetangga
5) Tidak main hakim sendiri.

e. Dalam Kehidupan berbangsa dan Bernegara

1) Mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.


2) Mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan pribadi atau golongan.
3) Mengamalkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945
dengan baik.

4)
NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 57

f. Dalam Partai Politik

1) Mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas


kepentingan pribadi atau golongan/partai politik.

2) Menerima kekalahan, kalau partainya kalah dalam


pemilihan umum, dan tidak membanggakan diri kalau
partainya menang dalam pemilihan umum.

g. Dalam Media Massa

1) Menyampaikan informasi secara benar/tidak bohong


yang dapat dipertanggungjawabkan, dan tidak
mempunyai maksud tertentu yang merugikan
ketentraman dan ketertiban masyarakat.

2) Menyampaikan informasi yang membuat kondusif


masyarakat.

3) Tidak menyalahgunaan kewenangan sesuai undang-


undang pers untuk menyerang lawan politik.

4) Menyampaikan berita yang proporsional, netral dan tidak


provokatif.

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 58

BAB VI

PENUTUP

Setiap negara memiliki konstitusi. Ada negara yang konstitusinya merupakan


konstitusi tertulis yang disebut Undang-Undang Dasar, dan ada pula negara yang
konstitusinya tidak tertulis seperti di Inggris ada Magna Charta. Setiap konstitusi
yang dilaksanakan dalam sebuah negara, seperti UUD NRI Tahun 1945 ada yang
bernilai normatif, nomimal bahkan ada pula yang bernilai semantik semata. UUD
NRI Tahun 1945 adalah konstitusi yang mengandung Nilai-Nilai Kebangsaan seperti
nilai kemanusiaan, nilai religius, nilai produktivitas, nilai keseimbangan, nilai
demokrasi, nilai kesamaan derajat, dan nilai ketaatan hukum.

Di dalam UUD NRI Tahun 1945, Nilai-Nilai yang melekat pada diri setiap warga
negara atau norma-norma kebaikan yang terkandung dan menjadi ciri kepribadian
bangsa Indonesia yang bersumber dari Nilai-Nilai luhur bangsa Indonesia, yang
dicerminkan dari sikap dan perilaku setiap warga negara sebagai bangsa Indonesia
yang senantiasa mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan
wilayah dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, tanpa
mengesampingkan tanggung jawab untuk menghargai bangsa dan negara lain.

Oleh karena itu, Nilai-Nilai Kebangsaan yang terkandung di dalam konstitusi


harus dihidupkan dalam rasa, paham dan semangat kebangsaan setiap warga
negara Indonesia. Nilai kebangsaan yang terkandung di dalam UUD NRI Tahun
1945 dapat ditelusuri dari sejarah pembentukan negara dan sejarah konstitusi baik
di dunia internasional seperti pada zaman klasik, revolusi Perancis dan revolusi
kemerdekaan Amerika Serikat maupun sejarah terbentuknya NKRI telah memenuhi
syarat-syarat terbentunya negara yaitu adanya wilayah negara, rakyat/ penduduk,
pemerintahan yang berdaulat, dan pengakuan dari negara lain. Dari sejarah tersebut
dapat dipetik Nilai-Nilai apakah yang harus diperjuangkan, dipertahankan dan
dikembangkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara guna
tetap tegak dan utuhnya NKRI. Hal ini akan mendorong setiap penyelenggara
negara dan setiap warga negara Indonesia untuk terus-menerus menggali Nilai-Nilai
Kebangsaan yang terkandung di dalam UUD NRI Tahun 1945.

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 59

Dalam menggali Nilai-Nilai Kebangsaan tersebut, yang harus ditanamkan


pertama-tama dan yang paling utama adalah sikap positif terhadap Nilai-Nilai UUD
NRI Tahun 1945. Sikap positif terhadap terhadap suasana kebatinan dan Nilai-Nilai
Konstitusi berarti menjunjung tinggi cita-cita kehidupan bernegara dengan tata
hukum bernegara di dalam negara yang didirikan pada pada tanggal 17 Agustus
1945.Menjunjung tinggi cita-cita kehidupan bernegara dapat ditunjukkan dengan
berbagai upaya agar kehidupan bernegara sesuai dengan tata aturan bernegara
yang diharapkan. Upaya yang dilakukan adalah dengan kegiatan, aktivitas dan
perbuatan yang mengarah kepada tercapainya tujuan nasional dalam tata aturan
bernegara yang sesuai dengan hukum dasar negara, dan ini dapat dilakukan
dengan beberapa aktivitas sesuai profesinya.

UUD NRI Tahun 1945 sebagai konstitusi bangsa Indonesia yang menegara di
dalamnya terdiri dari dua bagian, yaitu Bagian Pembukaan dan Bagian Pasal-Pasal.
Bagian Pembukaan UUD 1945 merupakan suasana kebatinan dari UUD NRI Tahun
1945, dikarenakan di dalamnya terkandung pokok-pokok pikiran yang pada
hakikatnya merupakan penjelmaan asas kerohanian negara Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang berdasarkan Pancasila. Dalam hal ini,
Proklamasi Kemerdekaan berhubungan sebagai suatu yang tidak dapat dipisahkan
karena merupakan satu kesatuan dengan UUD 1945 terutama bagian Pembukaan
UUD 1945.

Pemahaman demokrasi dan praktek demokrasi sampai saat ini masih diwarnai
tarik-menarik antara budaya kepemimpinan lokal dengan budaya kepemimpinan
trans nasional. Budaya-budaya lokal yang telah memiliki akar kepemimpinan dan
tata pemerintahan turut menentukan cara pandang pemimpin untuk aplikasi
demokrasi. Demikian pula pengetahuan-pengetahuan demokrasi antar negara yang
dimiliki oleh sejumlah pemimpin juga turut menentukan implementasi demokrasi di
Indonesia. Itulah sebabnya ada istilah demokasi parlementer yang liberal, demokrasi
terpimpin yang katanya ala Indonesia, dan demokrasi Pancasila ala Orba yang
katanya sesuai roh Pancasila dan UUD 1945.

Sesungguhnya para elite harus kembali ke konsep awal. Apa pun pilihannya,
yang terpenting harus menempatkan suara rakyat, kepentingan rakyat di atas
segala-galanya. Sehingga dalam mengelola negara perhatian terhadap rakyat

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 60

menjadi yang utama. Jika sudah terpilih wakil rakyat dan presiden problem yang
jauh lebih penting apakah mereka mampu mengemban amanat rakyat. Janji-janji
kampanye apakah dapat direalisasikan. Jika tidak, maka di masa selanjutnya rakyat
dapat mengalihkan suaranya kepada yang lain.

Di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, nilai kesamaan


derajat memegang peranan vital yang mendorong lahirnya keseimbangan,
keselarasan dan keserasian hidup antar suku, agama, ras/etnis dan golongan,
antara manusia dengan lingkungannya yang serba berubah dari waktu ke waktu.
Nilai kesamaan derajat, telah tertuang di dalam pasal-pasal UUD NRI Tahun 1945
yaitu antara lain pasal 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, dan 34. Dengan adanya
kesamaan derajat ini, maka setiap warga negara berhak mendapatkan hak-hak
azasinya yang meliputi hak asasi pribadi, hak asasi ekonomi, hak asasi politik, hak
asasi sosial dan kebudayaan, hak asasi mendapatkan pengayoman dan perlakuan
yang sama dalam hukum dan pemerintahan serta hak asasi terhadap perlakuan
tata cara peradilan dan perlindungan hukum.

Pelaksanaan nilai kesamaan derajat saat ini mulai tergerus oleh perkembangan
jaman yang cenderung mengagung-agungkan individu dan mengabaikan Nilai-Nilai
kebersamaan. Akibatnya Nilai-Nilai kesamaan derajat mulai berkurang seperti
memelihara persamaan dalam perbedaan dan memelihara perbedaan dalam
persamaan. Oleh karena itu, dalam rangka menanamkan nilai kesamaan derajat
diperlukan pemahaman dan pemaknaan yang tepat, serta menumbuhkan sikap
positif yang tidak saja akan melahirkan sikap positif itu sendiri tetapi juga diharapkan
akan memupuk perilaku positif terhadap nilai kesamaan derajat. Dengan sikap dan
perilaku positif tersebut diharapkan, Nilai-Nilai kesamaan derajat akan dapat
terwujud dalam kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa maupun bernegara dalam berbagai bidang dan lingkup kehidupan
nasional.

Nilai ketaatan hukum merupakan salah satu dari tiga nilai kebangsaan yang
terkandung di dalam UUD NRI Tahun 1945. Nilai ketaatan hukum dewasa ini
menghadapi masa-masa krusial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Keberhasilan amandemen UUD NRI Tahun 1945 dan aplikasinya sangat
menentukan implementasi Nilai-Nilai ketaatan hukum. Nilai ini berkaitan langsung

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 61

dengan penegakkan hukum baik dalam materi hukum, aparatur penegak hukum,
sarana dan prasarana hukum, maupun budaya hukumnya. Kesadaran hukum di
Indonesia belum tumbuh dengan baik, seperti adanya anggapan bahwa
kesenjangan antara das sollen (keadaan ideal/normatif) dan das sein (realitas/
implementasi) merupakan hal yang dianggap biasa oleh para penegak hukum kita
saat ini. Masih banyak pelanggaran hukum seperti kejahatan atau kebatilan berarti
kesadaran akan makin banyak terjadinya ”onrecht”.

Dengan makin banyaknya pelanggaran hukum makin berkurangnya toleransi


dan sikap berhati-hati di dalam masyarakat, penyalahgunaan hak dan sebagainya
menunjukkan kurang dihormatinya atau kurang berfungsinya hukum dan nilai
ketaatan hukum di masyarakat. Oleh karena itu harus secara dini ditanamkan sikap
positif terhadap nilai ketaatan hukum, sehingga diharapkan akan melahirkan,
menumbuhkan, dan mengembangkan kesadaran hukum.

Jakarta, Oktober 2015

Penulis

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 62

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Induk, Nilai-Nilai Kebangsaan Indonesia Yang Bersumber Dari Empat


Konsensus Dasar Negara, Penerbit : Lemhannas RI Tahun 2012, Jakarta.

2. Pokja BSI Pancasila dan UUD NRI 1945 Lemhannas RI, 2012. SBS
Pancasila dan UUD NRI 1945. Penerbit : Lemhannas RI, Jakarta.

3. Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicial Prudence) Termasuk Interpretasi Undang-undang (Legisprudence),
Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

4. Ali Achmad, 2009. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicial Prudence) Termasuk Interprestasi Undang-undang (legisprudence,
Kencana).

5. Erry Meta, Mei 2011. Membangun Kesadaran Hukum dan Ketaatan Hukum.
errymeta.blogspot.com.

6. Jimly Ashidique. 2012. Nilai Demokratis, Kebersamaan dan Ketaatan Hukum


Dalam Meningaktkan Pemahaman Terhadap Konstitusi. Jimly Ashidique

7. Mahfud MD, Moh. 2000. Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia. Jakarta:


Rineka Cipta

8. Masmadi Rauf, dkk, 2009. Indeks Demokrasi Indonesia 2009 : Menakar


Demokrasi Di Indonesia. Jakarta : United Nations Development Programme,
Indonesia.

9. Raharjo Satjipto, 2003. Sisi-Sisi Lain Dari Hukum di Indonesia, Jakarta :


Penerbit Kompas.

10. Ridwan HR, mengutip A. Hamid Attamini, Der Rechstaat Republik Indonesia
dan Prespektifnya menurut Pancasila dan UUD 1945, makalah pada Seminar
Sehari dalam Rangk Dies Natalis Universitas 17 Agustus Jakarta ke 42,
diselenggarakan Univerrsitas 17 Agustus Jakarta 9 Juli 1994 dalam Hukum
Adminsitrasi Negara (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada : 2011)

11. Soerjono Soekanto, 2004, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakkan


Hukum, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 63

Lampiran-1

PERMASALAHAN DAN SOLUSI

Beberapa permasalahan dalam implementasi Nilai-nilai Kebangsaan yang


bersumber dari UUD NRI Tahun 1945 dapat diungkapkan melalui beberapa contoh
kasus sebagai berikut :

1. Kasus Permasalahan Demokrasi.

UUD NRI Tahun 1945 (lama) tidak membatasi masa jabatan presiden,
sehingga Presiden RI pertama Bung Ir. Soekarno memegang jabatan Presiden
Indonesia selama 21 tahun dan Presiden RI kedua Pak Harto selama 32 tahun.
Suksesi kepemimpinan nasional dari Presiden pertama kepada Presiden kedua
diawali oleh terjadinya peristiwa Gestapu (G.30.S/PKI) dan krisis ekonomi (1965-
1966) yang menyebabkan inflasi hingga diatas 600 persen. Presiden pertama Ir.
Soekarno diturunkan bersamaan semakin kuatnya tuntutan rakyat (Tritura) dan
kemudian digantikan oleh Presiden kedua Pak Harto. Pada tahun 1997-1998 terjadi
krisis ekonomi dan moneter yang berkembang menjadi krisis multidimensional, dan
berkembanglah tuntutan Reformasi Nasional. Presiden kedua Pak Harto dipaksa
untuk mengundurkan diri (Mei 1998), digantikan oleh Presiden Ketiga Pak Habibie.
Kedua peristiwa suksesi kepemimpinan nasional tersebut menimbulkan korban jiwa
dan berpotensi menyebabkan disintegrasi bangsa seperti lepasnya Timor Timur dan
Sipadan-Ligitan, serta gesekan/konflik di masyarakat. Di kedua masa Presiden
tersebut memimpin Indonesia, lembaga kepresidenan memiliki kekuasaan yang
besar dan mempengaruhi seluruh pengambilan keputusan di semua lembaga
negara baik eksekutif, legislatif, yudikatif, maupun auditif karena lembaga-lembaga
Negara yang lain berada dibawah kontrol Presiden baik langsung (pimpinan
Lembaga Tinggi Negara dijadikan menteri di masa Demokrasi Terpimpin) maupun
tidak langsung (karena semua keputusan politik lembaga tinggi negara harus
mendapat restu dari Presiden di masa Orde Baru).

Fungsi konstitusi dalam membatasi kekuasaan Presiden bukan merupakan


pemikiran baru, karena selain memang merupakan fungsi utama konstitusi,
NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 64

beberapa kajian sebelumnya juga telah mengupas masalah ini secara luas, bahwa
konstitusi tidak saja berfungsi membatasi kekuasaan Presiden, tetapi juga
bagaimana semestinya kekuasaan Presiden itu diatur secara tepat, tegas dan jelas
di dalam konstitusi, sehingga walaupun kekuasaan Presiden dibatasi, tetapi
konstitusi juga dapat mengatur, bahwa kewenangan yang dimiliki Presiden adalah
kewenangan yang proporsional. Dalam perspektif pembatasan kekuasaan Presiden,
sebenarnya ada korelasi antara kekuasaan Presiden dengan masa jabatannya. Jika
masa jabatan Presiden tidak dibatasi secara tegas dan jelas, maka Presiden dapat
memperluas, memperkuat dan memperpanjang jabatannya selama ia mau. Oleh
karena itu, amandemen UUD NRI Tahun 1945 yang membatasi masa jabatan
Presiden RI dipandang sebagai tindakan yang tepat. Terbukti pada tahun 2004 dan
2009, suksesi kepemimpinan nasional berjalan secara demokratis tanpa adanya
pertumpahan darah diantara sesama komponen masyarakat, bangsa dan negara.

2. Kasus Permasalahan Kesamaan Derajat.

Salah satu potensi konflik yang terjadi pada masyarakat desa secara
langsung dan terbuka adalah antara warga dusun (masyarakat kampung) dengan
warga perumahan (masyarakat pendatang) sebagai masyarakat desa transisi.
Masyarakat desa transisi merupakan masyarakat yang bertempat tinggal di
perumahan dan permukiman baru di daerah pinggiran kota/pinggiran pedesaan yang
terjadi interaksi sosial sehingga terjadi tumpang tindih nilai-nilai tradisional peralihan
menuju nilai-nilai modern. Pada masyarakat desa transisi, peluang konflik warga
perumahan dengan warga dusun tersebut bisa terjadi akibat dari adanya pihak
ketiga, yakni pihak developer perumahan dalam pembangunan sarana dan
prasarana yang selalu mengabaikan pembangunan di dusun, sehingga
menimbulkan kecemburuan sosial warga dusun, kurang memberikan peluang
integrasi sosial antara warga perumahan dengan warga dusun, serta kesempatan
peluang kerja warga dusun sebagai masyarakat asli yang sudah lama bertempat
tinggal di desa tersebut.

Pada masa lalu masyarakat desa dikenal dengan sifat gotong royong. Gotong
royong merupakan suatu bentuk saling tolong menolong yang berlaku di daerah
pedesaan Indonesia. Berdasarkan sifatnya gotong royong terdiri atas gotong royong
bersifat tolong menolong dan bersifat kerja bakti. Gotong royong merupakan perilaku

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 65

yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat kita sebagai petani (agraris).


Gotong royong sebagai bentuk kerjasama antar individu, antar individu dengan
kelompok, dan antar kelompok, membentuk suatu norma saling percaya untuk
melakukan kerjasama dalam menangani permasalahan yang menjadi kepentingan
bersama. Bentuk kerja-sama gotong royong semacam ini merupakan salah satu
bentuk solidaritas sosial.

Guna memelihara nilai-nilai solidaritas sosial dan partisipasi masyarakat


secara sukarela dalam pembangunan di era sekarang ini perlu ditumbuhkan dari
interaksi sosial yang berlangsung karena ikatan kultural sehingga munculnya
kebersamaan komunitas yang unsur-unsurnya meliputi: seperasaan,
sepenanggungan, dan saling membutuhkan. Pada akhirnya menumbuhkan kembali
solidaritas sosial. Karena solidaritas sosial adalah kekuatan persatuan internal dari
suatu kelompok dan merupakan suatu keadaan hubungan antara individu atau
kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut
bersama serta diperkuat pengalaman emosional bersama.

Solidaritas sosial adalah perasaan yang secara kelompok memiliki nilai-nilai


yang sama atau kewajiban moral untuk memenuhi harapan-harapan peran (role
expectation). Sebab itu prinsip solidaritas sosial masyarakat meliputi saling
membantu, saling peduli, bisa bekerjasama, saling membagi hasil panen, dan
bekerjasama dalam mendukung pembangunan di desa baik secara keuangan
maupun tenaga dan sebagainya.

3. Kasus Permasalahan Ketaatan Hukum

Masih ingat kasus pencurian sandal jepit. Tersangka dalam kasus ini adalah
seorang anak dibawah umur yang berusia 15 tahun berinisial AAL. Anak dengan
inisial AAL terancam (dan dituntut) hukuman 5 tahun penjara, itu sesuai dengan
ketentutan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku di negara
kita. Pada pasal 362 “Barang siapa mengambil barang, yang semuanya atau
sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memilikinya dengan
melawan hukum, di hukum karena pencurian dengan hukuman penjara selama-
lamanya 5 tahun“. Setelah terjadi banyak perbincangan tentang kasus yang sangat
menyayangkan dapat terjadi, barulah banyak respon yang muncul. Salah satunya
adalah respon dari Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo berjanji bahwa kasus “sandal
NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 66

jepit” yang terjadi di Palu tidak akan terulang kembali. Hakim Pengadilan Negeri
Palu memvonis terdakwa AAL (15) bersalah dalam kasus pencurian sandal jepit
milik seorang anggota kepolisian. Namun demikian, sesuai tuntutan Jaksa Penuntut
Umum, AAL tidak dijatuhkan hukuman kurungan penjara melainkan dikembalikan ke
orang tua untuk mendapatkan pembinaan.

Kasus-kasus seperti yang dialami AAL ini sebenarnya belakangan memang


sering terjadi di Indonesia, sebut saja kasus pencurian Semangka di Kediri, kasus
pencurian Randu di Batang, dan yang paling heboh kasus pencurian 3 buah kakao
oleh seorang nenek di Banyumas. Dalam dunia hukum, kasus seperti ini masuk
kategori “pidana ringan”. Pencurian dalam peraturan apapun dan dimanapun adalah
tindakan salah dan tidak dapat dibenarkan, bahkan dalam kasus sekecil apapun.
Yang membedakan adalah besarnya tindakan pencurian yang dilakukan, yang
nantinya akan mempengaruhi juga berat hukuman yang akan dijatuhkan kepadanya.

Selain kasus-kasus tadi masih ingatkah kita dengan tragedi “Tugu Tani” yang
menewaskan 9 nyawa sekaligus. Tersangka dari kasus ini yang berinisial AS divonis
6 tahun penjara. Setelah melihat dari kasus “sandal jepit” dan kasus “Xenia maut”
ada seseorang yang mengatakan, “Mencuri sepasang sandal jepit = vonis hukuman
5 tahun penjara. Menghilangkan nyawa 9 orang = vonis hukuman 6 tahun penjara.
Kesimpulannya adalah nyawa 9 orang = sepasang sandal jepit“. Sudah setragis
inilah penegakan hukum di Indonesia ?

Selain kasus di atas, kasus lain yang tak kalah menariknya adalah kisah dari
para koruptor yang hidup dengan kemakmurannya dengan cara menyengsarakan
rakyat. Salah satunya adalah seorang koruptor berinisia GT. Walaupun terdakwa
telah ditempatkan ke dalam jeruji akan tetapi ia masih bisa berwisata ke Bali
ataupun ke luar negeri yaitu ke Macau. Dan masih ingat kah dengan “ruang penjara
elit” untuk kalangan elit pula? Layaknya sebuah ruangan di dalam gedung atau
perkantoran, yang berada di dalam kompleks rutan tersebut, seharusnya gedung
untuk perkantoran petugas rutan, disulap menjadi ruang pribadi mewah yang dipakai
beberapa narapidana semacam terpidana kasus suap Arthalyta Suryani dan
terpidana seumur hidup kasus narkoba, Limarita. Fasilitas mewah yang ada di setiap
ruangan keduanya adalah alat penyejuk ruangan, pesawat televisi layar datar merek
terkenal, perlengkapan tata suara dan home theatre, lemari pendingin dan

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 67

dispenser, serta telepon genggam merek Blackberry. Apakah ini yang di namakan
“uang berbicara”? Dan apakan hukum di negeri ini semudah itu menjadi lunak?
Kalau sudah seperti itu Anda pun dapat menilainya sendiri sebenarnya apa yang
telah melanda hukum di negeri tercinta kita ini.

4. Solusi

Solusi atas permasalahan di atas adalah melalui analisa kasus dari sudut
pandang Nilai-nilai Kebangsaan yang bersumber dari UUD NRI Tahun 1945 yang
meliputi Nilai Demokrasi, Nilai Kesamaan Derajat, dan Nilai Ketaatan Hukum.

a. Perhatikan contoh-contoh kasus tersebut di atas, kemudian dipahami,


di dalami, dan diungkapkan kedalam sikap dan perilaku dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dan dikaitkan
dengan Nilai-nilai Kebangsaan yang bersumber dari UUD NRI Tahun
1945.

b. Analisa ini ditujukan untuk menggali dan memantapkan pemahaman


serta kemampuan mencermati persoalan-persoalan hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang telah dan akan
dihadapi bangsa Indonesia secara jernih dengan menggunakan
pendekatan Nilai-nilai Kebangsaan yang bersumber dari UUD NRI
Tahun 1945 yang telah kita sepakati dan dijadikan sebagai landasan
konstitusional dalam penyelenggaraan pemerintahan negara
Indonesia. Mungkin saja persoalan/kasus tersebut ada di sekeliling
kita, dan melibatkan diri kita, maka melalui analisa ini kita dituntut
menentukan langkah-langkah yang sesuai dengan Nilai-nilai
Kebangsaan yang bersumber dari UUD NRI Tahun 1945.

c. Analisa dilakukan dengan menguraikan secara singkat, jelas dan padat


dengan menggunakan metoda ORID (Obyective Reflective
Interpretative dan Decision) sebagai berikut :

1) Objective. Saudara diminta mereview contoh kasus-kasus


tersebut di atas dengan mengemukakan kembali fakta-fakta
yang relevan dengan kasus. Kata kuncinya adalah “Apakah
yang kita ketahui tentang kasus tersebut ?”.

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 68

2) Reflective. Saudara diminta ikut merasakan “dampak” dari


kasus yang terjadi. Kata kuncinya adalah bagaimana kita ikut
merasakan kasus yang tersebut (senang/gembira dengan
alasan apa ....... atau sedih dengan alasan apa .......) ?

3) Interpretive. Saudara diminta menemukan makna/arti dari


kasus tersebut dari sudut pandang Nilai-nilai Kebangsaan yang
bersumber dari UUD NRI Tahun 1945. Pemahaman akan
makna/arti dari kasus ini akan memperkuat keinginan/tekad
untuk mencegah, memecahkan, dan menanggulangi persoalan
kasus serupa di lingkungan masing-masing. Kata kuncinya
adalah apa makna/arti dari kasus tersebut bagi kita sendiri
maupun organisasi? dan nilai-nilai demokrasi/ nilai-nilai
kesamaan derajat/ nilai-nilai ketaatan hukum apakah yang
dilanggar/ belum diimplementasikan?

4) Decision. Saudara diminta mengambil keputusan berupa


suatu tindakan tertentu terhadap kasus tersebut, sesuai dengan
profesi/kapasitas/ kompetensi yang Saudara miliki saat ini. Kata
kuncinya adalah apa yang akan Saudara kerjakan? Dengan
mencermati kasus tersebut di atas, maka bilamana saudara
sebagai .... (sesuai profesi masing-masing), saya akan
melakukan .... (keputusan yang akan saudara ambil) demi tetap
tegak dan utuhnya NKRI serta kelangsungan hidup yang
harmonis, seperti :

a) Bilamana saya sebagai Eksekutif, Legislatif, dan


Yudikatif, saya akan melakukan ......

b) Bilamana saya sebagai Birokrat, saya akan melakukan ...

c) Bilamana saya sebagai Pimpinan/ Anggota TNI/ Polri,


saya akan melakukan .....

d) Bilamana saya sebagai Pendidik/ Dosen/ Guru, saya


akan melakukan ....

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945


LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 69

e) Bilamana saya sebagai Mahasiswa/ Pelajar, saya akan


melakukan ....

f) Bilamana saya sebagai Tokoh Masyarakat, Tokoh


Agama, saya akan melakukan ....

g) Bilamana saya sebagai Pengusaha/ Wiraswasta, saya


akan melakukan ....

h) Bilamana saya sebagi Pemimpin/Anggota Ormas, LSM,


Organisasi Politik, saya akan melakukan ....

i) Bilamana saya sebagai Karyawan/Buruh, saya akan


melakukan

j) Bilamana saya sebagai Petani/Nelayan, saya akan


melakukan

k) Dan lain-lain

-- 0 --

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI UUD NRI TAHUN 1945

Anda mungkin juga menyukai