Anda di halaman 1dari 15

KEGIATAN BELAJAR 1: JENIS-JENIS PAJAK

A. URAIAN MATERI
1. PENGERTIAN PAJAK
Menurut UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak
adalah kontribusi kepada negara yang terutang orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dari definisi pajak tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan berikut:
1. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan
pelaksanaannya.
2. Dalam membayar pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh
pemerintah.
3. Pajak dipungut oleh negara, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari
pemasukannya masih terdapat surplus, digunakan untuk membiaya public investment.

A. Pungutan Lain Selain Pajak


Di samping pajak, ada pungutan lain yang serupa dengan pajak, tetapi mempunyai perlakuan dan
sifat yang berbeda dengan pajak yang dilakukan oleh negara terhadap rakyatnya. Pungutan tersebut
antara lain:
1. Bea meterai
Merupakan pungutan yang dikenakan atas dokumen dengan menggunakan benda materai
ataupun benda lain.
2. Bea masuk dan bea keluar
Bea masuk adalah pungutan atas barang yang dimasukkan ke dalam daerah pabean
berdasarkan harga/nilai barang itu atau berdasarkan tarif yang sudah ditentukan. Bea keluar
adalah pungutan yang dilakukan atas barang yang dikeluarkan dari daerah pabean
berdasarkan tarif yang sudah ditentukan bagi masing-masing golongan barang.

1
3. Cukai
Merupakan pungutan yang dikenakan atas barang-barang tertentu yang sudah ditetapkan
untuk masing-masing jenis barang tertentu.
Contoh: tembakau, gula, bensin, minuman keras, dan sebagainya.
4. Retribusi
Merupakan pungutan yang dikenakan sehubungan dengan suatu jasa atau fasilitas yang
diberikan oleh pemerintah secara langsung dan nyata kepada pembayar.
Contoh: parkir, pasar, jalan tol, dan sebagainya.
5. Iuran
Merupakan pungutan yang dikenakan sehubungan dengan suatu jasa atau fasilitas yang
diberikan pemerintah secara langsung dan nyata kepada kelompok atau golongan
pembayar.
6. Pungutan lain yang sah/legal berupa sumbangan wajib.

B. Fungsi Pajak
Terdapat dua fungsi pajak, yaitu:
1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)
Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan
pemerintah untuk membiayai pengeluaran, baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber
keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas
negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi dan intensifikasi pemungutan pajak
melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak, seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB), dan sebagainya.
2. Fungsi Regularend (Pengatur)
Pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi serta mencapai tujuan-
tujuan tertentu di luar bidang keuangan.
Contoh penerapan pajak sebagai fungsi pengatur:
a. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dikenakan pada saat terjadi transaksi jual
beli barang tergolong mewah. Semakin mewah suatu barang, tarif apajknya semakin tinggi

2
sehingga barang tersebut harganya semakin mahal. Pengenaan pajak ini dimaksudkan agar
rakyat tidak berlomba-lomba untuk mengkonsumsi barang mewah (mengurangi gaya hidup
mewah).
b. Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan, dimaksudkan agar pihak yang
memperoleh penghasilan tinggi memberikan kontribusi (membayar pajak) yang tinggi pula
sehingga terjadi pemerataan pendapatan.
c. Tarif pajak ekspor 0%, dimaksudkan agar para pengusaha terdorong mengekspor hasil
produksinya di pasar dunia sehingga dapat memperbesar devisa negara.
d. Pajak penghasilan dikenakan atas penyerahan barang hasil industri tertentu, seperti industri
semen, industri kertas, industri baja, dan lainnya, dimaksudkan agar terdapat penekanan
produksi terhadap industri tersebut karena dapat mengganggu lingkungan atau polusi
(membahayakan kesehatan).
e. Pengenaan pajak 1% bersifat final untuk kegiatan usaha dan batasan peredaran usaha
tertentu, dimaksudkan untuk penyederhaan penghitungan pajak.
f. Pembrlakuan tax holiday, dimaksudkan untuk menarik investor asing agar menanamkan
modalnya di Indonesia.

2. JENIS PAJAK
Terdapat berbagai jenis pajak yang dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu pengelompokan
menurut golongan, menurut sifat, dan menurut lembaga pemungutnya.
A. Menurut Golongan
Pajak digolongkan menjadi dua, yaitu:
a. Pajak langsung, pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak
dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi
beban Wajib Pajak yang bersangkutan.
Contoh:
Pajak Penghasilan (PPh). PPh dibayar atau ditanggung oleh pihak-pihak tertentu yang
memperoleh penghasilan tersebut.
b. Pajak Tidak Langsung, pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada
orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan,

3
peristiwa, atau perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan
barang atau jasa.
Contoh:
Pajak Pertambahan Nilai (PPN). PPn terjadi karena terdapat pertambahan nilai terhadap
barang atau jasa. Pajak ini dibayarkan oleh produsen atau pihak yang menjual barang, tetapi
dapat dibebankan kepada konsumen baik secara eksplisit maupun implisit (dimasukkan
dalam harga jual barang atau jasa).

Cara menentukan apakah suatu pajak langsung atau tidak langsung dalam arti ekonomis, yaitu
dengan cara melihat ketiga unsur yang terdapat dalam kewajiban pemenuhan perpajakannya,
yaitu:
1) Penanggung jawab pajak adalah orang yang secara formal yuridis diharuskan melunasi
pajak.
2) Penanggung pajak adalah orang yang dalam faktanya memikul terlebih dahulu beban
pajaknya.
3) Pemikul pajak adalah orang yang menurut undang-undang harus dibebani pajak.
Jika ketiga unsur tersebut ditemukan pada seseorang, pajaknya disebut Pajak Langsung,. Jika
insur tersebut terpisah atau terdapat lebih dari satu orang, pajaknya disebut Pajak Tidak
Langsung.

B. Menurut Sifat
a. Pajak Subjektif
Pajak yang pengenaannya memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak atau pengenaan
pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya.
Contoh:
Pajak Penghasilan (PPh). Dalam PPh terdapat subjek pajak (Wajib Pajak) orang pribadi.
Pengenaan PPh untuk orang pribadi tersebut memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak
(status perkawinan, banyaknya anak, dan tanggungan lainnya). Keadaan pribadi Wajib
Pajak tersebut selanjutnya digunakan untuk menentukan besarnya penghasilan tidak kena
pajak.

4
b. Pajak Objektif
Pajak yang pengenaannya memperhatikan objeknya, baik berupa benda, keadaan,
perbuatan, maupun peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak,
tanpa memperhatikan keadaan pribadi Subjek Pajak (Wajib Pajak), dan tempat tinggal.

C. Menurut Lembaga Pemungut


a. Pajak Negara (Pajak Pusat)
Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga
negara pada umumnya.
Contoh: PPh, PPN dan PPnBM, Bea Meterai
b. Pajak Daerah
Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, baik daerah tingkat I (pajak propinsi), maupun
daerah tingkat II (pajak kabupaten/kota), dan digunakan untuk membiayai rumah tangga
daerah masing-masing.
Contoh:
Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan diatas Air, Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor dan Kendaraan diatas Air, Pajak Air Permukaan, Pajak Rokok, Pajak, Bahan
Bakar kendaraan, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak
Penerangan Jalan, Papan Reklame, Pajak Penerangn Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam
dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang burung walet, Pajak Bumi dan
Bangunan Pedesaaan dan Perkotaan.
Pajak Propinsi meliputi Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor,
Pajak Air Permukaan, Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air
Permukaan. Pajak Kabupaten/Kota meliputi Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan,
Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Papan Reklame, Pajak Pengambilan Bahan Galian
Golongan C, Pajak Parkir, Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan, serta Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

5
3. HAMBATAN PEMUNGUTAN PAJAK
Mengingat pentingnya peran masyarakat untuk membayar pajak dalam peran sertanya
menanggung pembiayaan negara, maka dituntut kesadaran warga negara untuk memenuhi
kewajiban kenegaraan. Terlepas dari kesadaran sebagai warga negara, pada sebagian besar
masyarakat tidak memenuhi kewajiban membayar pajak. Dalam hal demikian timbul perlawanan
terhadap pajak.
Perlawanan terhadap pajak dapat dibedakan menjadi:
1. Perlawanan Pasif
Perlawanan pasif berupa hambatan yang mempersulit pemhungutan pajak dan mempunyai
hubungan erat dengan struktur ekonomi.
2. Perlawanan Aktif
Perlawanan aktif secara nyata terlkihat pada semua usaha dan perbuatan yang secara langsung
ditujunak kepada pemerintah (fiskus) dengan tujuan untuk menghindari pajak.

4. TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK


A. Stelsel Pajak
a. Stelsel Nyata (Riil).
Stensel ini dinyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan pada objek yang sesungguhnya
terjadi (untuk PPh, objeknya adalah penghasilan). Oleh karena itu, pemungutan pajaknya
baru dapat dilakukan pada akhitr tahun pajak, yaitu setelah semua penghasilan yang
sesungguhnya dalam satu tahun pajak diketahui.
Contoh: PPh Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 4 ayat (2), dan pasal 26.
Kelebihan stelsel nyata adalah penghitungan pajak didasarkan pada penghasilan yang
sesungguhnya sehingga lebih akurat dan realistis. Kekurangan stelsel nyata adalah pajak
baru dapat diketahui pada akhir periode sehingga:
1) Wajib pajak akan dibebani jumlah pembayaran pajak yang tinggi pada akhir tahun,
sementara pada waktu tersebut belum tentu tersedia jumlah kas yang memadai.
2) Semua Wajib Pajak akan membayar pada akhir tahun sehingga jumlah uang beredar
secara makro akan terpengaruh.

6
b. Stelsel Anggapan (Fiktif).
Stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur
oleh undang-undang.
Contoh, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan penghasilan tahun sebelumnya
sehingga pajak yang terutang pada suatu tahun juga dianggap sama dengan pajak yang
terutang pada tahun sebelumnya. Dengan stelsel ini, berarti besarnya pajak yang terutang
pada tahun berjalan sudah dapat ditetapkan atau diketahui pada awal tahun yang
bersangkutan.
Contoh angsuran bulanan PPh Pasal 25:
Penghasilan tahun 2015 sebesar Rp50.000.000. Dengan anggapan bahwa penghasilan tahun
2016 sama dengan penghasilan tahun 2015, PPh tahun 2016 sudah dapat dihitung pada awal
tahun 2016. Misalnya, tarif pajak yang berlaku 5%, berarti besarnya PPh yang terutang
tahun 2016 adalah Rp2.500.000 yang pembayarannya dapat diangsur pada saat-sat tertentu
dalam tahun tersebut.
Kelebihan stelsel fiktif adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan tanpa harus
menunggu sampai akhir suatu tahun, misalnya pembayaran pajak dilakukan pada saat Wajib
Pajak memperoleh penghasilan tinggi atau mungkin dapat diangsur dalam tahun berjalan.
Kekurangannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang
sesungguhnya, sehingga penentuan pajak menjadi tidak akurat.
c. Stelsel Campuran.
Stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan pada kombinasi antara stelsel
nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu
anggapan. Kemudian, pada akhir tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan keadaan yang
sesungguhnya. Jika besarnya pajak berdasarkan keadaan yang sesungguhnya lebih besar
daripada besarnya pajak menurut anggapan, Wajib Pajak harus membayar kekurangan
tersebut (PPh Pasal 29). Sebaliknya, jika besarnya pajak sesunggunya lebih kecil daripada
besarnya pajak menurut anggapan, kelebihna tersebut dapat diminta kembali (restitusi) atau
dikompensasikan pada tahun-tahun berikutnya, setelah diperhitungkan dengan utang pajak
yang lain (PPh Pasal 28 (a)).

7
5. ASAS PEMUNGUTAN PAJAK
A. Asas Domisili (Asas Tempat Tinggal)
Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan
Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari
dalam maupun luar negeri. Setiap Wajib Pajak yang berdomisili atau bertempat tinggal di
wilayah Indonesia (Wajib Pajak dalam negeri) dikenakan pajak atas seluruh penghasilan
yang diperolehnya, baik dari Indonesia mauapun dari luar Indonesia.
Contoh:
Wahyudin bertempat tinggal di Indonesia dalam jangka waktu tertentu yang menurut
peraturan perpajakan Indonesia telah memenuhi ketentuan sebagai Wajib Pajak dalam
Negeri. Pada tahun 2011, Wahyudin memperoleh penghasilan di Indonesia sebesar
Rp50.000.000 dan dari luar negeri Rp75.000.000. Penghasilan Wahyudin yang dikenakan
di Indonesia pada tahun 2011 adalah sebesar Rp125.000.000.
B. Asas Sumber
Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang
bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak. Setiap orang
yang memperoleh penghasilan dari Indonesia dikenakan pajak atas penghasilan yang
diperolehnya tadi.
Contoh:
Nomura adalah warga negara Jepang yang pada bulan Juli 2015 memperoleh penghasilan
dari Indonesia sebesar Rp100.000.000 dan dari negara lain sebesar Rp50.000.000. Menurut
peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia, Nomura bukan Wajib Pajak dalam Negeri,
sehingga penghasilan Nomura yang dikenakan pajak di Indonesia pada bulan Juli 2015
hanya penghasilan yang bersumber dari Indonesia saja sebesar Rp100.000.000.
C. Asas Kebangsaan
Asas ini menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu
negara. Misalnya, pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan atas setiap orang asing uang
bukan berkebangsaan Indonesia, tetapi bertempat tinggal di Indonesia.

8
6. SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK
A. Official Assessment System
Sistem pemungutan pajak yang memberikan kewenangan aparatur perpajakan untuk
menentukan sendiri jumlah paajk yang terutang setiap tahunnnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan
menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan aparatur perpajakan.
Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung
pada aparatur perpajakan (peranan dominan ada pada aparatur perpajakan).
B. Self Assessment System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib Pajak dalam menentukan sendiri
jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan peundang-undangan
perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan
memungut pajak sepenuhnya berada di tangan Wajib Pajak. Wajib Pajak dianggap mampu
menghitung pajak, memahami undang-undang perpajakan yang sedang berlaku,
mempunyai kejujuran yang tinggi, dan menyadari akan arti pentingnya membayar pajak.
Oleh karena itu, Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk:
1) Menghitung sendiri pajak yang terutang
2) Memperhitungkan sendiri pajak yang terutang
3) Membayar sendiri jumlah pajak yang terutang
4) Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang
5) Mempertanggungjawabkan pajak yang teurtang
Sehingga berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak sebagian besar tergantung
pada Wajib Pajak sendiri (peranan dominan ada pada Wajib Pajak).
C. With Holding System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak yang sesuai dengan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Penunjukan pihak ketiga ini
dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan, keputusan presiden,
dan peraturan lainnya untuk memotong serta memungut pajak, menyetor, dan
mempertanggungjawabkan melalui sarana perpajakan yang tersedia. Berhasil atau tidaknya
pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada pihak ketiga yang ditunjuk.
Peranan dominan ada pada pihak ketiga.

9
7. TIMBULNYA UTANG PAJAK
Saat timbulnya utang pajak mempunyai peranan yang sanagat penting karena berkaitan dengan:
1. Pembayaran pajak
2. Memasukkan surat keberatan
3. Menentukan saat dimulai dan berakhirnya jangka waktu kadaluwarsa
4. Menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, dan sebagainya.
5. Menentukan besanya denda maupun sanksi administrasi lainnya.
Terdapat dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak (saat pengakuan adanya utang pajak),
yaitu:
A. Ajaran Materiil
Ajaran materiil menyatakan bahwa utang pajak timbul karena diberlakukannya undang-
undang perpajakan. Dalam ajaran ini, seseorang akan secara aktif menentukan apakah
dirinya dikenakan pajak atau tidak, sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
Ajaran ini konsisten dengan penerapan self assessment system.
B. Ajaran Formil
Ajaran formil menyatakan bahwa utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat
ketetapan pajak oleh fiskus (pemerintah). Untuk menentukan apakah seseorang dikenakan
pajak atau tidak, berapa jumlah pajak yang harus dibayar, dan kapan jangka waktu
pembayarannya dapat diketahui dalam surat ketetapan pajak. Ajaran ini konsisten dengan
penerapan official assessment system.

8. BERAKHIRNYA UTANG PAJAK


Utang pajak akan berakhir atau terhapus jika terjadi hal-hal sebagai berikut:
A. Pembayara/Pelunasan
Pembayaran pajak dapat dilakukan dengan pemotongan/pemungutan oleh pihak lain,
pengkreditan pajak luar negeri, maupun pembayaran sendiri oleh Wajib Pajak ke kantor
penerima pajak (bank-bank persepsi dan kantor pos).
B. Kompensasi
Kompensasi dapat diartikan sebagai kompensasi kerugian maupun kompensasi karena
kelebihan pembayaran pajak.

10
a. Contoh penerapan kompensasi karena kerugian yang dapat menyebabkan terhapusnya atau
berakhirnya utang pajak:
Pada awal kepemilikan tahun 2013, Wajib Pajak A menderita kerugian sebesar
Rp10.000.000. Pada tahun 2014, mulai memperoleh laba sebesar Rp5.000.000. Seharusnya
pada tahun 2014, Wajib Pajak A terutang pajak penghasilan sebesar persentase tertentu dari
laba tahun 2014. Akan tetapi, utang pajak tahun 2014 terhapusnya karena jumlah kerugian
pada tahun 2013 dapat dikompensasikan atau dikurangkan dari laba tahun 2014.
Kerugian suatu usaha dapat dikompensasikan pada tahun-tahun setelahnya dengan jangka
waktu paling lama lima tahun setekah tahun terjadinya kerugian tersebut.
b. Contoh penerapan kompensasi karena kelebihan pembayaran pajak yang dapat
menyebabkan terhapusnya atau berakhirnya utang pajak:
1) Wajib Pajak B pada tahun 2014, membayar pajak sebesar Rp8.000.000. Setelah dilakukan
penghitungan kembali pada akhir tahun 2014, ditemukan bahwa pajak yang sebenarnya
terutang oleh Wajib Pajak B adaalh Rp5.000.000. Kelebihan pembayaran sebesar
Rp3.000.000 di tahun 2014 tersebut dapat dikompensasikan atau dikurangkan dari total
pajak pada tahun 2015.
2) Wajib Pajak C kelebihan membayar PPh tahun 2014 sebesar Rp1.000.000, sedangkan
untuk jenis PPN terdapat kekurangan pajak sebesar Rp1.500.000. Kelebihan pembayaran
PPh tahun 2014 dapat dikompensasikan pada kekurangan PPN di tahun yang sama,
sehingga utang PPN yang sebesar Rp1.000.000 pada tahun 2014 menjadi terhapus. Sisa
utang PPN menjadi Rp500.000.
C. Kedaluwarsa
Kedaluwarsa berarti telah lewat batas waktu tertentu. Jika dalam jangka waktu tertentu suatu
utang pajak tidak ditagih oleh pemungutnya, utang pajak tersebut dianggap telah
lunas/dihapus/berakhir dan tidak dapat ditagih lagi. Utang pajak akan kedaluwarsa setelah
melewati waktu 10 tahun, terhitung sejak terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak,
Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang bersangkutan.
D. Pembebasan/Penghapusan
Kewajiban pajak oleh Wajib Pajak tertentu dinyatakan hapus oleh fiskus karena setelah
dilakukan penyidikan, ternyata Wajib Pajak tidak mampu lagi memenuhi kewajibannya. Hal
ini biasanya terjadi karena Wajib Pajak mengalami kebangkrutan maupun mengalami kesulitan
likuiditas.

11
Dalam pelaksanannya memang piutang pajak bagi otoritas pajak atau utang pajak bila ditinjau
dariWajib Pajak dapat dihapuskan yang tata caranya diatur dengan atau berdasarkan peraturan
Menteri Keuangan yang wewenang tersebut diberikan oleh Pasal 24 UU KUP. Besarnya piutang
pajak pihak otoritas pajak yang yang tidak dapat ditagih lagi, antar lain karena Wajib Pajak telah
meninggal dunia dan tidak mempunyai harta warisan atau kekayaan, Wajib Pajak Badan yang telah
selesai proses pailitnya tau Wajib Pajak yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai subjek pajak dan
hak untuk melakukan penagihan pajak telah kedaluwarsa. Melalui penghapusan piutang pajak ini
dapat diperkirakan secara efektif besarnya saldo piutang pajak yang dapat ditagih ataupun
dicairkan. Pengaturan penghapusan piutang pajak untuk daerah tertentu pun pernah terjadi sebagai
akibat peristiwa tertentu sebagai contoh peristiwa gempa di yogyakarta pada tahun 2006, tetapi
juga dapat pengaturan secara umum.

9. TARIF PAJAK
Untuk menghitung besarnya pajak yang terutang diperlukan dua unsur, yaitu tarif pajak dan dasar
pengenaan pajak. Tarif pajak dapat berupa angka atau persentase tertentu. Jenis tarif pajak
dibedakan menjadi tarif tetap, tarif proporsional (sebanding), tarif progresif (meningkat), dan tarif
degresif (menurun).

A. Tarif Tetap
Tarif tetap adalah tarif berupa jumlah atau angka yang tetap, berapapun besarnya dasar pengenaan
pajak.
Contoh:
No Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak
1. Rp 1.000.000 Rp6.000
2. Rp 2.000.000 Rp6.000
3. Rp15.000.000 Rp6.000
4. Rp50.000.000 Rp6.000

Di Indonesia, tarif tetap diterapkan pada bea meterai. Pembayaran dengan menggunakan cek atau
bilyet giro untuk berapa pun jumlahnya dikenakan pajak sebesar Rp6.000. Bea Meterai juga

12
dikenakan atas dokumen-dokumen atau surat perjanjian tertentu yang ditetapkan dalam peraturan
tentang Bea Meterai.

B. Tarif Proporsional (Sebanding)


Tarif proporsional adalah tarif berupa persentasetertentu yang sifatnya tetap terhadap berap pun
dasar pengenaan pajaknya. Makin besar dasar pengenaan pajak, makin besar pula jumlah pajak
yang terutang dengan kenaikan secara proporsional atau sebanding.

Contoh:
No Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak Utang Pajak
1. Rp1.000 10% Rp100
2. Rp20.000 10% Rp2.000
3. Rp500.000 10% Rp50.000
4. Rp90.000.000 10% Rp9.000.000
Di Indonesia, tarif proporsional diterapkan pada PPN (tarif 10%), PPh Pasal 26 (tarif 20%), PPh
Pasal 23 (tarif 15% dan 2% untuk jasa lain), PPh WP Badan dalam negeri, dan BUT (tarif Pasal
17 ayat (1) b atau 28% untuk tahun 2009 serta 25% untuk tahun 2010 dan seterusnya).

C. Tarif Progresif (Meningkat)


Tarif prgresif adalah tarif berupa persentase tertentu yang semakin meningkat dengan
meningkatnya dasar pengenaan pajak. Tarif progresif dibedakan menjadi tiga yaitu:
1. Tarif Progresif-Proporsional, tarif persentase tertentu yang semakin meningkat dengan
semakin meningkatnya dasar pengenaan pajak dan kenaikan persentase tersebut adalah tetap.
Contoh:
No Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak Kenaikan Tarif
1. Sampai dengan Rp10.000.000 15% -
2. Di atas Rp10.000.000 s.d. Rp25.000.000 25% 10%
3. Di atas Rp25.000.000 35% 10%

13
Tarif Progresif-Proporsional pernah diterapkan di Indonesia untuk menghitung PPh. Tarif ini
diberlakukan sejak tahun 1984 sampai dengan tahun 1994 dan diatur dalam Pasal 17 UU No. 7
tahun 1983.
2. Tarif Progresif-Progresif, tarif berupa persentase tertentu yang semakin meningkat dengan
meningkatnya dasar pengenaan pajak dan kenaikan persentase tersebut juga makin meningkat.
Contoh:
No Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak Kenaikan % Tarif
1. Sampai dengan Rp25.000.000 10% -
2. Di atas Rp25.000.000 s.d. Rp50.000.000 15% 5%
3. Di atas Rp50.000.000 30% 15%

Tarif Progresif-Progresif pernah diterapkan di Indonesia untuk menghitung Pajak Penghasilan.


Tarif ini diberlakukan sejak tahun 1995 sampai dengan tahun 2000 dan diatur dalam Pasal 17
UU No. 10 tahun 1994. Mulai tahun 2001, jenis tarif ini masih diberlakukan sampai dengan
akhir tahun 2008, tetapi hanya untuk Wajib Pajak badan dan bentuk usaha tetap dengan
perubahan pada dasar pengenaan pajak sebagai berikut:
No Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak Kenaikan % Tarif
1. Sampai dengan Rp50.000.000 10% -
2. Di atas Rp50.000.000 s.d. Rp100.000.000 15% 5%
3. Di atas Rp100.000.000 30% 15%

3. Tarif Progresif-Degresif, tarif berupa persentase tertentu yang semakin meningkat dengan
meningkatnya dasar pengenaan pajak, tetapi kenaikan persentase tersebut makin menurun.
Contoh:
No Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak Kenaikan % Tarif
1. Rp50.000.000 10% -
2. Rp100.000.000 15% 5%
3. Rp200.000.000 18% 3%

D. Tarif Degresif (Menurun)


Tarif degresif merupakann tarif berupa persentase tertentu yang semakin menurun dengan makin
meningkatnya dasar pengenaan pajak.
Contoh:
14
No Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak
1. Rp50.000.000 30%
2. Rp100.000.000 20%
3. Rp200.000.000 10%

B. RANGKUMAN
Menurut UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak
adalah kontribusi kepada negara yang terutang orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdsarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Di samping pajak, ada
pungutan lain yang serupa dengan pajak, tetapi mempunyai perlakuan dan sifat yang berbeda
dengan pajak yang dilakukan oleh negara terhadap rakyatnya, yaitu: bea meterai, bea masuk dan
bea keluar, cukai, retribusi, iuran, dan pungutan. Secara umum, pajak di Indonesia dibedakan
menjadi dua yaitu Pajak Pusat dan Pajak Daerah.
Sejak reformasi perpajakan tahun1983, undang - undang yang mengatur ketentuan material Pajak
Penghasilan dipisahkan dari undang - undang yang megatur ketentuan formal. Hukum pajak
material mengatur tentang subjek pajak, objek pajak, dan tarif pajak sehingga bisa dihitung
besarnya pajak terutang. Sedangkan bagaimana tatacara agar pajak tersebut terealisasi sehingga
masuk ke kas negara diatur dalam hukum pajak formal.

15

Anda mungkin juga menyukai