SKENARIO 3
JARI TABUH
Seorang laki-laki berusia 40 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit
dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari yang lalu. Pasien bekerja sebagai buruh di
pabrik kapur sejak 10 tahun. Pada pemerikaan fisik pasien tampak sesak, tekanan
darah 120/80mmHg, nadi 80x/menit, nafas 24x/menit, suhu 36,70C. Pada
ekstremitas didapatkan jari tabuh, pada auskultasi dada terdengar ronkhi dianterior
dan posterior. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan ground glass plak
fibrokalsifikasi dan penebalan garis pleura. Dokter segera menangani dan
memberikan saran kepada pabrik untuk dilakukan evaluasi lingkungan kerja.
STEP 1
1. Jari Tabuh : kelainan bentuk dan jari dan kuku tangan/kaki, yang biasanya
bentuknya membulat. Penambahan jaringan ikat yag terjadi pada jaringan
lunak.
2. Ronkhi : suara abnormal paru-paru pada suara saat ekspirasi.
3. Grund glass : area yang mengalami peningkatan, densitas di dasar bronkhial.
STEP 2
1. Bagaimana mekanisme sesak nafas, jari tabuh, ronkhi, ground glass serta
hubungan dengan pekerjaan?.
2. Bagaimana kondisi pasien dhubungkan dengan pekerjaan pasien?.
3. Bagaimana penegakkan diagosis pada kasus?.
4. Bagaimana pencegahan dan tatalaksana pada kasus?.
5. Bagaimana komplikasi pada kasus tersebut?.
STEP 3
1. Pabrik kapur → teinhalasi → ke alveolar → makrofag → sesak nafas dan jari
tabuh.
Asbes → terinhalasi → makrofag mati → dinding alveolus → jaringan parut
→ pernafasan terganggu.
Jari tabuh → pembuluh darah perifer menurun → sianosis.
2
STEP 4
1. Pertikel → terinhalasi → fagositosis → makrofag → lisis dan sitokin : fibrosis
dan radang → gagal penukaran O2 → sesak nafas.
Ground glass → partikel menumpuk.
Jari tabuh → kekurangan O2 dan jaringan ikat.
Jari tabuh → tak ada celah tidak normal.
Bradikinin, 5-dihidrotriptamia → vasodilator.
Gangguan saraf → gangguan pada organ tersebut.
Fibronektin : untuk proliferasi pada paru → ground glass.
Silikosis → sesak nafas, mudah lela, penurunan berat badan, demam, nyeri
pleuritik, batuk.
Pemeriksaan penunjang : gambaran opasitas bulat dan kecil, pola nodul dan
jarigan parut.
5. Ca paru.
Remodelling → pertumbuhan sel → tumor.
4
MIND MAP
MACAM-MACAM
FAKTOR RESIKO
PENYAKIT
OCCUPTIONAL
LUNG DISEASE
STEP 5
1. Macam-macam penyakit paru akibat kerja (dilihat dari anamnesis hingga
pemeriksaan penunjang)
2. Patofisiologi penyakit paru akibat kerja dihubungkan dengan etiologi dan
faktor resiko.
3. Penatalaksanaan dan pencegahan penyakit paru akibat kerja.
STEP 6
BELAJAR MANDIRI
STEP 7
1. Macam-macam penyakit paru akibat kerja
A. Bagasossis
a. Pengertian
Bagasossis adalah penyakit paru pada petani atau pekerja pabrik
tebu atau pabrik kertas yang mendapat paparan sisa atau debu batang
tebu (bagasse). Yang berperan terhadap timbulnya penyakit ini adalah
5
- Umur
Umur merupakan salah satu karateristik yang mempunyai
resiko tinggi terhadap gangguan paru terutama yang berumur 40
tahun keatas, dimana kualitas paru dapat memburuk dengan cepat.
Faktor umur berperan penting dengan kejadian penyakit dan
gangguan kesehatan. Hal ini merupakan konsekuensi adanya
hubungan faktor umur dengan : potensi kemungkinan untuk
terpapar terhadap suatu sumber infeksi, tingkat imunitas kekebalan
tubuh, aktivitas fisiologis berbagai jaringan yang mempengaruhi
perjalanan penyakit seseorang. Bermacam-macam perubahan
biologis berlangsung seiring dengan bertambahnya usia dan ini
akan mempengaruhi kemampuan seseorang dalam bekerja. 1
-
Alat pelindung diri
Alat pelindung diri adalah perlengkapan yang dipakai untuk
melindungi pekerja terhadap bahaya yang dapat mengganggu
kesehatan yang ada di lingkungan kerja. Alat yang dipakai disini
untuk melindungi sistem pernapasan dari partikel-partikel
berbahaya yang ada di udara yang dapat membahayakan kesehatan.
Perlindungan terhadap sistem pernapasan sangat diperlukan
terutama bila tercemar partikel-partikel berbahaya, baik yang
berbentuk gas, aerosol, cairan, ataupun kimiawi. Alat yang dipakai
adalah masker, baik yang terbuat dari kain atau kertas wo. 1
-
Riwayat merokok
Riwayat merokok merupakan faktor pencetus timbulnya
gangguan pernapasan, karena asap rokok yang terhisap dalam
saluran nafas akan mengganggu lapisan mukosa saluran napas.
Dengan demikian akan menyebabkan munculnya gangguan dalam
saluran napas. Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur
jalan nafas. Perubahan struktur jalan nafas besar berupa hipertrofi
dan hiperplasia kelenjar mukus. Sedangkan perubahan struktur
jalan nafas kecil bervariasi dari inflamasi ringan sampai
penyempitan dan obstruksi jalan nafas karena proses inflamasi,
8
B. Kanker Paru
a. Pengertian
Kanker paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali
dalam jaringan paru yang dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen.
Menurut World Health Organization (WHO), kanker paru merupakan
penyebab kematian utama dalam kelompok kanker. Kanker paru
memerlukan penanganan yang tepat. 1
b. Etiologi
Penyebab Kanker Paru Penyebab pasti kanker paru belum
diketahui, tetapi paparan zat yang bersifat karsinogen merupakan
faktor penyebab utama. 1
c. Jenis Kanker Paru
Terdapat dua jenis kanker paru, yaitu:
- Small Cell Lung Cancer (SCLC)
SCLC adalah jenis kanker paru yang tumbuh lebih cepat
daripada jenis kanker NSCLC, akan tetapi pertumbuhan SCLC
lebih dapat terkendali dengan kemoterapi. Sekitar 20% kasus
kanker paru adalah SCLC, atau sekitar 30.000 pasien setiap
tahunnya terdiagnosis penyakit tersebut. 1
- Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC) Sekitar 75%-80% kasus
kanker paru adalah NSCLC. Terdapat 3 tipe NSCLC, yaitu: 1
o Adenokarsinoma
Adenokarsinoma adalah jenis dari NSCLC yang paling
umum dari kanker paru dan lebih banyak muncul pada wanita.
Kanker tipe ini berkembang dari sel-sel yang memproduksi
lendir pada permukaan saluran udara. 1
o Karsinoma skuamosa
Jenis ini paling umum dari kanker paru serta paling
banyak terjadi pada pria dan orang tua. Karsinoma skuamosa
berkembang dalam sel yang mengisi saluran udara, dan kanker
ini tumbuh relatif lambat. 1
11
paru yang tidak sehat akan terdapat nodul di paru-paru pada citra
foto paru. 1
o Foto toraks
Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral, kelainan dapat
dilihat bila massa tumor berukuran >1 cm. Tanda yang
mendukung keganasan adalah tepi yang ireguler, disertai
indentasi pleura, tumor satelit, dan lain-lain. 1
o CT scan toraks
CT scan toraks (Computerized Tomographic Scans) dapat
mendeteksi tumor yang berukuran lebih kecil yang belum dapat
dilihat dengan foto toraks, dapat menentukan ukuran, bentuk,
dan lokasi yang tepat dari tumor oleh karena 3 dimensi. CT
scan toraks juga dapat mendeteksi pembesaran kelenjar getah
bening regional. Tanda-tanda proses keganasan tergambar
dengan baik, bahkan bila terdapat penekanan terhadap bronkus,
tumor intrabronkial, atelektasis, efusi pleura yang tidak massif
dan telah terjadi invasi ke mediastinum dan dinding dada meski
tanpa gejala. Demikian juga ketelitiannya mendeteksi
kemungkinan metastasis intrapulmoner. Pemeriksaan CT scan
toraks sebaiknya diminta hingga suprarenal untuk dapat
mendeteksi ada/tidak adanya pembesaran KGB adrenal. 1
o MRI (Magnetic Resonance Imaging Scans)
MRI tidak rutin digunakan untuk penjajakan pasien kanker
paru. Pada keadaan khusus, MRI dapat digunakan untuk
mendeteksi area yang sulit diinterpretasikan pada CT scan
toraks seperti diafragma atau bagian apeks paru (untuk
mengevaluasi keterlibatan pleksus brakial atau invasi ke
vertebra). 1
14
Gambar 1.1 Gambaran radiologi paru – paru penderita coal worker pneumoconiosis2
16
D. Silikosis
a. Pengertian
Silikosis dikenal juga dengan istilah miner's phthisis, grinder's
asthma, potter's rot, merupakan bentuk penyakit paru akibat pekerjaan
yang disebabkan karena menghirup debu silika secara kronik dan
ditandai dengan adanya inflamasi dan pembentukan jaringan parut dari
lesi nodular pada lobus paru bagian atas. Silikosis merupakan salah
satu jenis dari pneumoconiosis.1
b. Klasifikasi
Terdapat tiga jenis silikosis, yaitu:
- Silikosis kronik
Silikosis kronis merupakan bentuk silikosis yang paling
umum terjadi. Silikosis kronis terjadi akibat paparan sejumlah kecil
debu silika dalam jangka panjang (lebih dari 10 tahun). Nodul-
nodul peradangan kronis dan jaringan parut akibat silika terbentuk
di paru-paru dan kelenjar getah bening dada. 3
- Silikosis akselerata
Silikosis akselerata terjadi setelah terpapar oleh sejumlah
silika yang lebih banyak selama waktu yang lebih pendek (5-15
tahun). Peradangan, pembentukan jaringan parut dan gejala-
gejalanya terjadi lebih cepat. Silikosis akselerata berhubungan
dengan berbagai macam gangguan autoimun. 3
- Silikosis akut
Silikosis akut jarang terjadi tetapi bersifat sangat fatal yang
terjadi akibat paparan silikosis dalam jumlah yang sangat besar,
dalam waktu yang lebih pendek terutama partikel debu yang
mengandung konsisteni tinggi quartz. Paru-paru sangat meradang
dan terisi oleh cairan, sehingga timbul sesak nafas yang hebat dan
kadar oksigen darah yang rendah. 3
Pada silikosis simplek dan akselerata bisa terjadi fibrosif
masif progresif. Fibrosis ini terjadi akibat pembentukan jaringan
17
E. Bisinosis
a. Penegakan Diagnosis
Diagnosis bisinosis ditegakkan atas dasar gejala subjektif. Dalam
bentuk dini bisinosis berupadada rasa tertekan dan atau sesak napas
pada hari kerja sesudah hari libur akhir minggu (hari Senin). Gejala
khas yang hanya ditemukan pada bisinosis itu disebut Monday feeling
yang dapat menghilang bilakaryawan meninggalkan lingkungan
tempat kerjanya. Keluhan bisinosis tersebut didugadisebabkan oleh
karena obstruksi saluran napas. Obstruksi yang terjadi setelahkaryawan
terpapar pada hari Senin disebut obstruksi akut. Bila karyawan tidak
disingkirkan dari lingkungan kerjanya yang berdebu, obstruksi akut
yang mula-mula reversibel akan menjadi menetap. Maka obstruksi
saluran napas tersebut sudah ditemukan pada hari Senin sebelum
karyawan terpapar. Obstruksi demikian disebut obstruksi kronik.4
Dalam penegakan diagnosis penyakit paru lingkungan atau
penyakit paru kerja,maka anamnesis tentang riwayat pekerjaan atau
lingkungan merupakan hal yang penting dalam menentukan apakah
suatu problem respirasi ada hubungannya dengan suatu paparan debu
tertentu. 4
- Anamnesis
o Riwayat sekarang. Adanya keluhan : sesak napas, batuk batuk,
batuk berdahak, napas berbunyi (mengi), kesulitan napas.
o Adanya riwayat merokok, jenis rokok, jumlah rokok yang
dikonsumsi rerata tiap hari.
o Problem pernapasan sebelumnya, obat-obatan yang dikonsumsi
o Bagi pekerja apakah ada hari-hari tidak dapat masuk kerja dan
apa alasannya.
o Kapan keluhan-keluhan di atas mulai dan apakah ada hubungan
dengan pekerjaan.
o Riwayat penyakit dahulu apakah sebelumnya menderita : asma,
atopi, penyakit .kardiorespirasi.
22
F. Berilliosis
a. Pengertian
Suatu keadaan kelainan paru akibat paparan debu berilium. Debu
berilium merupakan debu paling halus dari sejenis metal. Debu timbul
pada tiap pekerjaan membuat membuat campuran berilium dengan
logam (alumunium, nikel, tembaga), pada industri lampu nuklir
(reaktor) dan senjata miliiter.1
Efek debu berilium pada paru ada dua macam, efek akut dan efek
kronis. Efek akut berupa bercak infiltrat paru, bronkopneumoni. Efek
kronis bisa timbul beberapa kerusakan paru (granulom pada septm
alveoli dan timbul nodul halus fibrosis, kerusakan jaringan elastis dan
timbul emfisema paru). 1
b. Manifstasi kliniknya
Ada dua bentuk, yaitu bentuk akut dan bentuk kronis.
- Penyakt beriliosis akut, suatu keadaan toksis, deserelated beryliosis
injury syndrome, umumnya menyerang saluran nafas bagian atas,
dan bila paparanya hebat dapat timbul bronkitis dan pneumonitis
kemikal (bronkopneumonitis kemikal).
- Penyakit beriliosis kronis, timbul 6-18 bulan sesudah paparan
partikel berilium. Gejala awal biasanya asimtomatik. Kemudian
timbul gejala berupa sesak nafas saat aktvitas, batuk-batuk. Bila
penyakt bertambah berat timbul gejala penyakt paru intertisial
meliputi batuk nonproduktif, nyeri dada dan sesak nafas saat
aktivitas. Pada pemeriksaan fisik di temukan ronki kering pada
25
G. Asbestosis
a. Pengertian
Asbes merupakan nama mineral silikat berserat yang secara
alamiah terdapat di alam. Terdapat tiga jenis utama asbes yaitu krisotil
(sering disebut asbes putih), krokidolit (asbes biru) dan amosit (asbes
cokelat). Bentuk asbes lain namun tidak terlalu banyak yaitu aktinolit,
antofilit serta tremolit asbes. Ketika asbes dipengaruhi oleh panas, zat
kimia atau dikombinasikan dengan substansi yang lainnya, maka
warna dan bentuknya dapat berubah. Asbes merupakan komponen
umum yang digunakan dalam berbagai hal misalnya industri, pabrik,
bangunan dan konstruksi. Asbes digunakan untuk memproduksi lebih
26
dari dari 3.000 produk dikarenakan daya tahannya (tahan api) dan
untuk isolasi.1
b. Pengaruh Asbes Terhadap Kesehatan
Semua jenis asbes dapat mengganggu kesehatan, terhirup serat
asbes merupakan risiko kesehatan serius yang dapat menyebabkan
timbulnya mesotelioma, kanker paru dan asbestosis.6 Mesotelioma
merupakan salah satu jenis kanker ganas dimana ditemukan pada
lapisan dada atau perut. Insidensinya meningkat sepanjang
berkembangnya dunia industri sebagai akibat dari paparan yang
berkepanjangan terhadap asbes. Kanker paru terbentuk pada jaringan
paru, biasanya pada lapisan sel saluran nafas. Asbestosis berisiko
untuk terjadinya kanker paru dan keganasan mesotelioma. Terdapat
rentang waktu beberapa tahun di antara paparan pertama serat asbes
dan timbulnya gejala penyakit asbestosis, periode laten mesotelioma
umumnya terjadi antara 35-40 tahun. Masyarakat umumnya tidak
sadar terhadap perubahan seketika pada kesehatan saat terpapar.
Penyakit tersebut sering berakibat fatal sehingga terapi tidak lagi
efektif. 1
c. Faktor Risiko
Material mengandung asbes digunakan secara luas pada proyek
konstruksi bangunan sejak tahun 1980. Risiko terhadap pekerja
meningkat selama proses renovasi dan pengangkatan asbes. Pekerja
yang berisiko terpapar asbes adalah sebagai berikut: 1
- Penambang asbes
- Penggiling asbes
- Ahli mekanik dan pesawat terbang
- Pekerja konstruksi bangunan
- Pekerja yang memperbaiki penyekat yang terbuat dari asbes
- Ahli elektronik
- Pekerja di perkapalan
- Operator mesin uap
- Pekerja di jalan kereta api
27
- Kontraktor konstruksi
- Teknisi (pemanasan, ventilasi atau telekomunikasi )
- Pengecat dan dekorator
- Pengawas bangunan
- Pekerja pemeliharaan bangunan1
d. Nilai Ambang Batas
Paparan terhadap asbes harus dicegah sebisa mungkin. Nilai
ambang batas serat asbes yang masih diperkenankan di tempat kerja
adalah tidak melebihi dari 0,1 serat/mL. Pengukuran dan pengontrolan
sebaiknya dinilai ulang ketika monitoring udara mengindikasikan
levelnya melebihi 0,01 serat/mL (10% dari nilai ambang batas) 1
e. Gejala
Efek paparan asbes jangka panjang biasanya tidak tampak hingga
20-30 tahun setelah paparan pertama. Tanda dan gejala asbestosis
yaitu: 1
- Sesak nafas Gejala utama asbestosis adalah sesak nafas, pada
awalnya sesak hanya terjadi saat bekerja, lama kelamaan akan
terjadi ketika pasien beristirahat
- Batuk dan nyeri dada Semakin memburuknya penyakit, pasien
akan mengalami batuk kering yang menetap serta nyeri dada yang
hilang timbul.
- Deformitas jari Pada kasus asbestos yang sudah lanjut, terkadang
menyebabkan deformitas jari yang dinamakan clubbing finger. 1
f. Pemeriksaan dan Diagnosis
Asbestosis terkadang sulit untuk didiagnosa karena gejala dan
tanda yang dimilikinya mirip dengan penyakit saluran nafas lainnya.
Pemeriksaan Penunjang yang digunakan untuk menegakkan diagnosis
yaitu: 1
- Tes pencitraan
o Foto Thorax: Asbestosis tampak sebagai corakan radioopak
yang berlebihan pada jaringan paru. Jika asbestosis terus
berlanjut memberikan gambaran seperti sarang tawon.1
28
biologi debu. Jika pajanan terhadap debu anorganik cukup lama maka timbul
reaksi inflamasi awal.
Gambaran utama inflamasi ini adalah pengumpulan sel di saluran napas
bawah. Alveolitis dapat melibatkan bronkiolus bahkan saluran napas besar
karena dapat menimbulkan luka dan fibrosis pada unit alveolar yang secara
klinis tidak diketahui. Sebagian debu seperti debu batubara tampak relatif inert
dan menumpuk dalam jumlah relatif banyak di paru dengan reaksi jaringan
yang minimal. Debu inert akan tetap berada di makrofag sampai terjadi
kematian oleh makrofag karena umurnya, selanjutnya debu akan keluar dan
difagositosis lagi oleh makrofag lainnya, makrofag dengan debu di dalamnya
dapat bermigrasi ke jaringan limfoid atau ke bronkiolus dan dikeluarkan
melalui saluran napas. 1
Pada debu yang bersifat sitoktoksik, partikel debu yang difagositosis
makrofag akan menyebabkan kehancuran makrofag tersebut yang diikuti
dengan fibrositosis. Partikel debu akan merangsang makrofag alveolar untuk
mengeluarkan produk yang merupakan mediator suatu respons peradangan
dan memulai proses proliferasi fibroblast dan deposisi kolagen. Mediator yang
paling banyak berperan pada patogenesis pneumokoniosis adalah Tumor
Necrosis Factor (TNF)-α, Interleukin (IL)-6, IL-8, platelet derived growth
factor dan transforming growth factor (TGF)-β. Sebagian besar mediator
tersebut sangat penting untuk proses fibrogenesis. Mediator makrofag penting
yang bertanggung jawab terhadap kerusakan jaringan. Sitokin telah terbukti
berperan dalam patogenesis pneumokoniosis. Pappas merangkum sitokin yang
dihasilkan oleh makrofag alveolar dalam merespon partikel debu yang masuk
ke paru yang selanjutnya menyebabkan fibrosis pada jaringan interstitial paru.
Sitokin ini terdiri atas faktor fibrogenesis seperti TNF-α, PDGF, IGF-1 dan
fibronektin serta faktor proinflamasi seperti LBT4, IL-8, IL-6, MIP1a.
Disamping proses fagositosis debu oleh makrofag alveolar, yang lebih
penting adalah interstisialisasi partikel debu tersebut. Bila partikel debu telah
difagositosis oleh makrofag dan ditransfer ke sistem mukosilier maka proses
pembersihan debu yang masuk dalam saluran napas dikategorikan berhasil.
Hilangnya integritas epitel akibat mediator inflamasi yang dilepaskan
30
b. Silikosis
Bahwa tidak ada pengobatan khusus untuk silikosis, namun untuk
mencegah agar penyakit silikosis tidak semakin memburuk yaitu dengan cara
menghilangkansumber pemaparan atau dengan menurunkan kadar debu
silika.4
Salah satu terapi yang cocok untuk penderita silikosis adalah terapi
suportif. Terapi ini terdiri dari obat antitusif atau penekan batuk,
bronkodilator, dan oksigen. Jika terjadi infeksi, bisa diberikan antibiotik.
Tindakan prefentif lebih penting dan berarti dibandingkan dengan tindakan
pengobatannya. Penyakit silikosis akan lebih buruk kalau penderita
sebelumnya juga sudah menderita penyakit paru-paru, bronkitis, asma
bronkial dan penyakit saluran pernapasan lainnya. Pengawasan dan
pemeriksaankesehatan secara berkala bagi pekerja akan sangat membantu
dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit-penyakit akibat kerja.
Datakesehatan pekerja sebelum masuk kerja, selama bekerja dan sesudah
bekerja perlu dicatat untuk pemantauan riwayat penyakit pekerja jika sewaktu-
waktu diperlukan. 4
Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah:
- Membatasi pemaparan terhadap debu silika.
- Perubah pola hidup denga berhenti merokok.
- Menjalani tes kulit untuk TBC secara rutin setiap tahunnya karena
penderita silikosis memiliki resiko tinggi menderita tuberkulosis (TBC) 4
Silika diduga dapat mempengaruhisistem kekebalan tubuh terhadap
bakteri penyebab TBC. Jika hasilnya positif, maka diberikan obat anti TBC.4
c. Bisinosis
Pengobatan terpenting bagi pasien byssinosis adalah menyingkirkannya
dari lingkungan kerja yang potensial risiko tinggi. Dalam pelaksanaannya
biasanya para pekerja dilakukan putar kerja. Uji faal paru serial perlu
dilakukan untuk mengetahui perubahan faal paru masing-masing pekerja pada
akhir waktu tertentu. Tidak ada obat spesifik untuk byssinosis dan bila ada
tanda-tanda obstruksi bronkus dapat diberikan bronkodilator. 4
34
d. Berilliosis
Pada bentuk akut pengobatan yang diberikan adalah menyingkirkan pasien
dari paparan berilium, istirahat. terapi oksigen, bantuan ventilasi mekanik (bila
perlu) dan kortikosteroid. Pada bentuk kronis pengobatannya belum ada yang
spesifik.
e. Asbestosis
Tatalaksana diberikan secara simtomatis
- Bronkodilator
Bronkodilator, misalnya albuterol inhalan, bekerja cepat, aman,
dan murah. Pasien yang hanya sesekali mengalami gejala asma tidak
memerlukan terapi selain agonis reseptor β2 inhalan yang digunakan
sesuai kebutuhan. Jika gejala mengharuskan terapi "penyelamatan" ini
dilakukan lebih dari dua kali seminggu, jika gejala malam hari terjadi lebih
dari dua kali sebulan, atau jika FEV1 kurang dari 80% dari perkiraan,
diperlukan terapi tambahan. Terapi yang pertama dianjurkan adalah
kortikosteroid inhalan dosis rendah, meskipun terapi dengan antagonis
reseptor leukotrien atau dengan kromolin juga dapat diberikan. Teofilin
kini umumnya dicadangkan bagi pasien yang gejalanya tetap sulit
dikontrol meskipun telah diberikan terapi reguler dengan obat anti-
inflamasi inhalan dan agonis β2 sesuai kebutuhan. Jika penambahan
teofilin gaga! memperbaiki gejala atau jika efek samping menimbulkan
gangguan, perlu dilakukan pemeriksaan kadar plasma teofilin untuk
memastikan bahwa kadar itu berada dalam kisaran terapeutik (10-
20mg/L). Hal penting bagi pasien dengan asma ringan adalah bahwa
meskipun risiko serangan berat yang mengancam nyawa lebih rendah
daripada mereka yang asmanya berat, risiko itu tidak nol. Semua pasien
dengan asma perlu diberi tahu tentang tindakan sederhana untuk serangan
berat yang menakutkan: menghirup empat semprotan albuterol setiap 20
menit selama 1 jam. Jika mereka tidak mengalami perbaikan yang nyata
setelah empat semprotan pertama, mereka perlu menggunakan terapi
tambahan sewaktu pergi ke departemen gawat darurat atau ke level
perawatan yang lebih tinggi6.
35
Bronkodilator
Nama Obat Dosis Sediaan Nama Paten
Adrenalin Dewasa: 1mg/ml/ampul
0,01mg/kgBB/hari SC: 1:1000
<2 th: 0,2ml IV: 1:10ribu
>2 th: 0,5ml Dapat diulang tiap 20
menit s/d 3x
Aminofilin LD IV: 6mg/kgBB 20- Tab 150;200mg, Inj. Dexafil
40menit 240mg/10ml
MD IV: dewasa
0,5mg/kgBB/jam;
anak&dewasa perokok
0,8-0,9mh/kgBB/jam;
geriatri
0,25mg/kgBB/jam;
geriatri perokok
0,4mg/kgBB/jam
Salbutamol 0,1-0,15mg/kgBB/kali (3- Tab 2;4mg, Syr 2mg/5ml Salbuven
4x)
Teofilin Hitung dengan Caps 130;150mg, Syr Amilex
menggunakan dosis 130;150mg/5ml Theobron
aminofilin, 80% teofilin Euphyllin
adalah aminofilin Retard
Terbutalin 0,075mg/kgBB/kali (3- Tab 2,5mg, Syr Bricasma
4x) 1,5mg/ml
Fenoterol 0,1mg/kgBB/kali (4x)
Tabel 1: Daftar bronkodilator6
batuk jenis ekspektoran yang telah ada saat ini memiliki efek samping
yang tidak diharapkan. Kalium iodida memiliki efek samping kuat berupa
gangguan tiroid dan hiperkaliemia apabila dikonsumsi pada pasien dengan
fungsi ginjal buruk, amonium klorida memiliki efek samping yang terjadi
pada dosis tinggi berupa asidosis (khusus pada anak-anak dan pada pasien
ginjal), gliseril guaiakol dan ipekak memiliki efek samping berupa iritasi
lambung pada dosis tinggi.6
- Antibiotik
Tetrasiklin adalah antibiotik bakteriostatik spektrum luas yang
menghambat sintesis protein. Tetrasiklin masuk ke dalam mikroorganisme
sebagian melalui difusi pasif dan sebagian melalui proses transpor aktif
dependen-energi. Organisme yang rentan menimbun obat di dalam selnya.
Setelah berada di dalam sel, tetrasiklin berikatan secara reversibel dengan
subunit 30S ribosom bakteri, menghambat pengikatan aminoasil-tRNA ke
tempat akseptor di kompleks mRNA-risobom. Hal ini mencegah
penambahan asam amino ke peptida yang sedang terbentuk. Tetrasiklin
aktif terhadap banyak bakteri positif gram dan negatif gram, termasuk
anaerob tertentu, riketsia, klamidia, dan mikoplasma. Aktivitas antibakteri
sebagian besar tetrasiklin serupa, kecuali bahwa galur-galur resisten
tetrasiklin mungkin masih rentan terhadap doksisiklin, minosiklin, dan
tigesiklin, dan semuanya bukan substrat yang baik bagi pompa efluks yang
menimbulkan resistensi. Perbedaan efikasi klinis untuk organisme yang
rentan tidak banyak dan terutama disebabkan oleh perbedaan dalam
absorpsi, distribusi, dan ekskresi masing-masing obat.6
Dosis oral untuk tetrasiklin yang cepat diekskresikan, yang ekivalen
dengan tetrasiklin hidroklorida, adalah 0,25-0,5 g empat kali sehari untuk
dewasa dan 20-40 mg/kg/hari untuk anak (usia 8 tahun atau lebih). Untuk
infeksi sistemik yang parah, diindikasikan dosis yang lebih tinggi, paling
tidak selama beberapa hari pertama. Dosis harian adalah 600 mg untuk
demeklosiklin atau metasiklin, 100 mg sekali atau dua kali sehari untuk
doksisiklin, dan 100 mg dua kali sehari untuk minosiklin. Doksisiklin
adalah tetrasiklin oral pilihan karena dapat diberikan dua kali sehari dan
penyerapannya tidak banyak dipengaruhi oleh makanan. Semua tetrasiklin
berikatan dengan logam, dan jangan ada yang diberikan per oral bersama
dengan susu, antasid, atau fero sulfat. Untuk menghindari pengendapan di
gigi atau tulang yang sedang tumbuh, tetrasiklin sebaiknya dihindari pada
wanita hamil dan anak berusia kurang dari 8 tahun.6 Tersedia beberapa
tetrasiklin untuk injeksi intravena dalam dosis 0,1-0,5 g setiap 6-12 jam
(serupa dengan dosis oral), tetapi doksisiklin biasanya dijadikan pilihan,
38
ANTIBIOTIK
Nama Obat Dosis Sediaan Nama Paten
Amoxicillin 20-40mg/kgBB/hari (3x) Caps 250mg, Kaptab Amoxan
500mg, Syr Kalmoxillin
125;250mg/5ml, Inj.
1g/vial
Ampicillin 50-100mg/kgBB/hari (4x) Caps 250mg, Kaptab Sanpicillin
IV: 100- 500mg, Syr Viccilin
200mg/kgBB/hari (4x) 125;250mg/5ml, Inj.
0,5;1g/vial
As. Nalidiksat 55mg/kgBB/hari (4x) Tab 500mg Negram
Urineg
Ceftriaxone 50-80mg/kgBB/hari (1x) Inj. 500mg;1g/vial Broadcef
(IM/IV) Elpicef
Cefixime 3-10mg/kgBB/hari (2x) Caps 50;100mg, Syr Cefspan
100mg/5ml Sporetik
Cefadroxil 25-30mg/kgBB/hari (2x) Caps 250;500mg, Syr Cefat
Dewasa 500mg/kali (2- 125;500mg/5ml
4x)
Cefuroxime 20mg/kgBB/hari (2x) Tab 500mg, Kap Sharox
250;500mg, Inj. Cefor
750mg;1g/vial Rycef
Cefotaxime Anak: 50- Inj. 500mg;1g/vial Clacef
100mg/kgBB/hari (3x) Cefor
BB <50kg: 100- Rycef
200mg/kgBB/hari (3-4x)
IM/IV BB>50kg: 1-2g (3-
4x)
Dewasa: 1g/kali (2x)
39
Penatalaksanaan Lanjutan
- Transplantasi Paru
Tidak ada obat untuk CWP, terapi pendukung termasuk
bronkodilator untuk pembatasan aliran udara, antibiotik untuk infeksi
pernafasan, oksigen tambahan untuk mengelola hipoksemia, dan program
berhenti merokok. Mereka yang memiliki bukti radiografi CWP harus
disarankan untuk pindah ke lingkungan kerja yang kurang berdebu, tetapi
hal ini tidak selalu memungkinkan, dan penyakit dapat terus berkembang
bahkan setelah penghentian paparan debu tambang batu bara
Terapi suportif tidak memperlambat perkembangan CWP, dan
transplantasi paru bisa dilakukan pada pasien CWP stadium akhir atau
sudah parah.
41
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2014.
2. Putri Rinawati. Coal Worker’s Pneumoconiosis. J Majority. 4 (1) hal:49-56;
Januari 2015.
3. Salawati L. Silikosis. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. 17 (1) Hal: 20-26; April
2017.
4. Darmanto D. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC. 2014.
5. Salawati L. Penyakit Akibat Kerja dan Pencegahannya. Jurnal Kedokteran
Syiah Kuala. 15 (2) hal: 91-95; Agustus 2015.
6. Katzung B.G., Masters S.B.,Trevor A.J. Farmakologi Dasar & Klinik. Edisi
ke-12. Jakarta: Lange Medical Publication; 2012.