BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1.2.1 Mengetahui anatomi dan fisiologi kelenjar limfe pada leher
1.2.2 Mengetahui level kelenjar getah bening pada leher
1.2.3 Mengetahui gambaran klinis, diagnosis serta penatalaksanaan limfadenopati
colli
1.3 Manfaat
1.3.1 Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran pada umumnya, dan ilmu
THT-KL
1.3.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti
kepaniteraan klinik bagian ilmu THT KL
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 1. Lokasi kelenjar getah bening (KGB) di daerah kepala dan leher.
4
Secara anatomi aliran getah bening aferen masuk ke dalam KGB melalui
simpai (kapsul) dan membawa cairan getah bening dari jaringan sekitarnya dan
aliran getah bening eferen keluar dari KGB melalui hilus. Cairan getah bening
masuk kedalam kelenjar melalui lobang-lobang di simpai. Di dalam kelenjar, cairan
getah bening mengalir dibawah simpai di dalam ruangan yang disebut sinus perifer
yang dilapisi oleh sel endotel (Ferrer, 1998).
Jaringan ikat trabekula terentang melalui sinus-sinus yang menghubungkan
simpai dengan kerangka retikuler dari bagian dalam kelenjar dan merupakan alur
untuk pembuluh darah dan syaraf (Ferrer, 1998 dan Fletcher, 2010).
Dari bagian pinggir cairan getah bening menyusup kedalam sinus
penetrating yang juga dilapisi sel endotel. Pada waktu cairan getah bening di dalam
sinus penetrating melalui hilus, sinus ini menempati ruangan yang lebih luas dan
disebut sinus meduleri. Dari hilus cairan ini selanjutnya menuju aliran getah bening
eferen (Ferrer, 1998 dan Fletcher, 2010).
5
Pada dasarnya limfosit mempunyai dua bentuk, yang berasal dari sel T
(thymus) dan sel B (bursa) atau sumsum tulang. Fungsi dari limfosit B dan sel-sel
turunanya seperti sel plasma, imunoglobulin, yang berhubungan dengan humoral
immunity, sedangkan T limfosit berperan terutama pada cell-mediated immunity
(Ferrer, 1998 dan Fletcher, 2010).
Terdapat tiga daerah pada KGB yang berbeda: korteks, medula, parakorteks,
ketiganya berlokasinya antara kapsul dan hilus. Korteks dan medulla merupakan
daerah yang mengandung sel B, sedangkan daerah parakorteks mengandung sel T
(Ferrer, 1998 dan Fletcher, 2010).
Dalam korteks banyak mengandung nodul limfatik (folikel), pada masa
postnatal, biasanya berisi germinal center. Akibatnya terjadi stimulasi antigen, sel B
didalam germinal centers berubah menjadi sel yang besar, inti bulat dan anak inti
menonjol. Yang sebelumnya dikenal sebagai sel retikulum, sel-selnya besar yang
ditunjukan oleh Lukes dan Collins (1974) sebagai sel noncleaved besar, dan sel
noncleaved kecil. Sel noncleaved yang besar berperan pada limphopoiesis atau
berubah menjadi immunoblas, diluar germinal center, dan berkembang didalam sel
plasma (Ferrer, 1998 dan Fletcher, 2010).
2.3 Epidemiologi
Insiden limfadenopati belum diketahui dengan pasti. Sekitar 38% sampai
45% pada anak normal memiliki KGB daerah servikal yang teraba. Limfadenopati
adalah salah satu masalah klinis pada anak-anak. Pada umumnya limfadenopati
pada anak dapat hilang dengan sendirinya apabila disebabkan infeksi virus
(Bazemore, 2002).
6
2.6 Etiologi
Penyebab yang paling sering limfadenopati adalah:
A. Infeksi
1. Infeksi virus
Infeksi yang disebabkan oleh virus pada saluran pernapasan bagian
atas seperti Rinovirus, Parainfluenza Virus, influenza Virus, Respiratory
Syncytial Virus (RSV), Coronavirus, Adenovirus ataupun Retrovirus. Virus
lainnya Ebstein Barr Virus (EBV), Cytomegalo Virus (CMV), Rubela,
9
B. Penyebab Lain
Penyakit lainnya yang salah satu gejalanya adalah limfadenopati adalah
penyakit Kawasaki, penyakit Kimura, penyakit Kikuchi, penyakit Kolagen,
penyakit Cat-scratch, penyakit Castleman, Sarcoidosis, Rhematoid arthritis dan
Sisestemic lupus erithematosus (SLE) (Ferrer, 1998 dan Fletcher, 2010).
Obat-obatan dapat menyebabkan limfadenopati generalisata.
Limfadenopati dapat timbul setelah pemakaian obat-obatan seperti fenitoin dan
isoniazid. Obat-obatan lainnya seperti allupurinol, atenolol, captopril,
12
2.7 Diagnosis
Menurut Bazemore, 2002 dan Ferrer, 1998 diagnosis limfadenopati
memerlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang apabila
diperlukan.
2.7.1 Anamnesis
Dari anamnesis dapat diperoleh keterangan lokasi, gejala-gejala penyerta,
riwayat penyakit, riwayat pemakaian obat dan riwayat pekerjaan.
a. Lokasi
Lokasi pembesaran KGB pada dua sisi leher secara mendadak biasanya
disebabkan oleh infeksi virus saluran pernapasan bagian atas. Pada infeksi oleh
penyakit kawasaki umumnya pembesaran KGB hanya satu sisi saja. Apabila
berlangsung lama (kronik) dapat disebabkan infeksi oleh Mikobakterium,
Toksoplasma, Ebstein Barr Virus atau Citomegalovirus.
b. Gejala penyerta
Demam, nyeri tenggorok dan batuk mengarahkan kepada penyebab infeksi
saluran pernapasan bagian atas. Demam, keringat malam dan penurunan berat
badan mengarahkan kepada infeksi tuberkulosis atau keganasan. Demam yang
13
tidak jelas penyebabnya, rasa lelah dan nyeri sendi meningkatkan kemungkinan
oleh penyakit kolagen atau penyakit serum (serum sickness), ditambah adanya
riwayat pemakaian obat-obatan atau produk darah.
c. Riwayat penyakit
Riwayat penyakit sekarang dan dahulu seperti adanya peradangan tonsil
sebelumnya, mengarahkan kepada infeksi oleh Streptococcus; luka lecet pada
wajah atau leher atau tanda-tanda infeksi mengarahkan penyebab infeksi
Staphilococcus; dan adanya infeksi gigi dan gusi juga dapat mengarahkan
kepada infeksi bakteri anaerob. Transfusi darah sebelumnya dapat
mengarahkan kepada Citomegalovirus, Epstein Barr Virus atau HIV.
d. Riwayat pemakaian obat
Penggunaan obat-obatan Limfadenopati dapat timbul setelah pemakaian obat-
obatan seperti fenitoin dan isoniazid. Obat-obatan lainnya seperti allupurinol,
atenolol, captopril, carbamazepine, cefalosporin, emas, hidralazine, penicilin,
pirimetamine, quinidine, sulfonamida, sulindac. Pembesaran karena obat
umumnya seluruh tubuh (limfadenopati generalisata).
e. Riwayat pekerjaan
Paparan terhadap infeksi paparan/kontak sebelumnya kepada orang dengan
infeksi saluran napas atas, faringitis oleh Streptococcus, atau tuberculosis turut
membantu mengarahkan penyebab limfadenopati. Riwayat perjalanan atau
pekerjaan, misalnya perjalanan ke daerah-daerah di Afrika dapat
mengakibatkan penyakit Tripanosomiasis, orang yang bekerja dalam hutan
dapat terkena Tularemia.
tekan, kemerahan, hangat pada perabaan, dapat bebas digerakkan atau tidak dapat
digerakkan, apakah ada fluktuasi, konsistensi apakah keras atau kenyal.
a. Ukuran: normal bila diameter 0,5 cm dan lipat paha >1,5 cm dikatakan
abnormal.
b. Nyeri tekan: umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan.
c. Konsistensi: keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat seperti
karet mengarahkan kepada limfoma; lunak mengarahkan kepada proses infeksi;
fluktuatif mengarahkan telah terjadinya abses/pernanahan.
d. Penempelan/bergerombol: beberapa KGB yang menempel dan bergerak
bersamaan bila digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis, sarkoidosis atau
keganasan.
Pembesaran KGB leher bagian posterior biasanya terdapat pada infeksi
rubela dan mononukleosis. Supraklavikula atau KGB leher bagian belakang
memiliki risiko keganasan lebih besar daripada pembesaran KGB bagian anterior.
Pembesaran KGB leher yang disertai daerah lainnya juga sering disebabkan
oleh infeksi virus. Keganasan, obat-obatan, penyakit kolagen umumnya dikaitkan
degnan pembesaran KGB generalisata.
Pada pembesaran KGB oleh infeksi virus, umumnya bilateral lunak dan
dapat digerakkan. Bila ada infeksi oleh bakteri, kelenjar biasanya nyeri pada
penekanan, baik satu sisi atau dua sisi dan dapat fluktuatif dan dapat digerakkan.
Adanya kemerahan dan suhu lebih panas dari sekitarnya mengarahkan infeksi
bakteri dan adanya fluktuatif menandakan terjadinya abses. Bila limfadenopati
disebabkan keganasan tanda-tanda peradangan tidak ada, KGB keras dan tidak
dapat digerakkan oleh karena terikat dengan jaringan di bawahnya.
Pada infeksi oleh mikobakterium, pembesaran kelenjar berjalan berminggu-
minggu sampai berbulan-bulan, walaupun dapat mendadak, KGB menjadi fluktuatif
dan kulit diatasnya menjadi tipis, dan dapat pecah dan terbentuk jembatan-jembatan
kulit di atasnya.
Adanya tenggorokan yang merah, bercak-bercak putih pada tonsil,
bintikbintik merah pada langit-langit mengarahkan infeksi oleh bakteri
15
c. Biopsi Kelenjar
Jika diputuskan tindakan biopsi, idealnya dilakukan pada kelenjar yang
paling besar, paling dicurigai, dan paling mudah diakses dengan pertimbangan
nilai diagnostiknya. Kelenjar getah bening inguinal mempunyai nilai diagnostik
paling rendah. Kelenjar getah bening supraklavikular mempunyai nilai
diagnostik paling tinggi. Meskipun teknik pewarnaan imunohistokimia dapat
meningkatkan sensitivitas dan spesifi sitas biopsi aspirasi jarum halus, biopsi
eksisi tetap merupakan prosedur diagnostik terpilih. Adanya gambaran arsitektur
kelenjar pada biopsi merupakan hal yang penting untuk diagnostik yang tepat,
terutama untuk membedakan limfoma dengan hyperplasia reaktif yang jinak.
2.8 Terapi
Pengobatan limfadenopati KGB leher didasarkan kepada penyebabnya.
Banyak kasus dari pembesaran KGB leher sembuh dengan sendirinya dan tidak
membutuhkan pengobatan apapun selain observasi (Bazemore, 2002).
Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6 minggu dapat menjadi indikasi untuk
dilaksanakan biopsi KGB. Biopsi dilakukan terutama bila terdapat tanda dan gejala
yang mengarahkan kepada keganasan. KGB yang menetap atau bertambah besar
walau dengan pengobatan yang adekuat mengindikasikan diagnosis yang belum
tepat (Bazemore, 2002).
Antibiotik perlu diberikan apabila terjadi limfadenitis supuratif yang biasa
disebabkan oleh Staphyilococcus. aureus dan Streptococcus pyogenes (group A).
Pemberian antibiotik dalam 10-14 hari dan organisme ini akan memberikan respon
positif dalam 72 jam. Kegagalan terapi menuntut untuk dipertimbangkan kembali
diagnosis dan penanganannya (Bazemore, 2002).
Pembedahan mungkin diperlukan bila dijumpai adanya abses dan evaluasi
dengan menggunakan USG diperlukan untuk menangani pasien ini (Bazemore,
2002).
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening dengan ukuran
lebih besar dari 1 cm. Limfadenopati dapat disebabkan oleh infeksi dan penyebab lain
seperti keganasan, penyakit autoimun, dan iatrogenik (obat-obatan). Berdasarkan
luasnya limfadenopati dibagi menjadi 2 yaitu lokalisata dan generalisata, dan lokasi
kelenjar getah bening di daerah leher dapat dibagi menjadi 6 level.
Diagnosis limfadenopati dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis penting untuk mengevaluasi usia
penderita, lokasi, karakteristik, dan lamanya limfadenopati, serta gejala lain yang
menyertai untuk mengarahkan pada penyebab limfadenopati. Pemeriksaan fisik
penting untuk mengevaluasi ukuran, bentuk, konsistensi dan penempelannya. Serta
untuk pemeriksaan penunjang dapat dilakukan melalui USG, CT-Scan dan biopsi,
biopsi eksisi merupakan prosedur diagnostik terpilih bila dicurigai keganasan.
Pengobatan limfadenopati KGB leher didasarkan kepada penyebabnya dan
pembedahan mungkin diperlukan bila dijumpai adanya abses.
19
DAFTAR PUSTAKA