Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kelenjar getah bening merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh kita
dan terdapat di beberapa tempat di tubuh kita. Tubuh memiliki kurang lebih 600
kelenjar getah bening, namun pada orang sehat yang normal hanya teraba di daerah
submandibula, aksila, atau inguinal. Seringkali timbul benjolan-benjolan di daerah
tempat kelenjar getah bening berada dan seringkali pula hal itu menimbulkan
kecemasan baik pada pasien, ataupun orang tua pasien apakah pembesaran ini
merupakan hal yang normal, penyakit yang berbahaya ataukah merupakan suatu
gejala dari keganasan. Sekitar 55% pembesaran kelenjar getah bening terjadi pada
daerah kepala dan leher. Organ ini sangat penting untuk fungsi sistem kekebalan
tubuh, dimana tugasnya adalah menyerang infeksi dan menyaring cairan getah
bening (Bazemore, 2002 dan Ferrer, 1998).
Angka kejadian limfadenopati di Amerika Serikat belum diketahui, tetapi
diperkirakan limfadenopati pada anak-anak berkisar 38-45%. Dari studi di Belanda
terdapat 2.556 kasus limfadenopati yang tidak dapat dijelaskan dan 10% dirujuk
kepada subspesialis, 3,2% membutuhkan biopsi dan 1,1% mengalami keganasan.
Studi kedokteran keluarga di Amerika Serikat tidak ada dari 80 pasien dengan
limfadenopati yang tidak dapat dijelaskan yang mengalami keganasan dan tiga dari
238 pasien yang mengalami keganasan dari limadenopati yang tidak dapat
dijelaskan. Pasien usia >40tahun dengan limfadenopati yang tidak dapat dijelaskan
memiliki risiko keganasan 4% dibanding risiko keganasan 0,4% bila ditemukan
pada pasien <40tahun (Bazemore, 2002 dan Ferrer, 1998).
2

1.2 Tujuan
1.2.1 Mengetahui anatomi dan fisiologi kelenjar limfe pada leher
1.2.2 Mengetahui level kelenjar getah bening pada leher
1.2.3 Mengetahui gambaran klinis, diagnosis serta penatalaksanaan limfadenopati
colli

1.3 Manfaat
1.3.1 Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran pada umumnya, dan ilmu
THT-KL
1.3.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti
kepaniteraan klinik bagian ilmu THT KL
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Limfadenopati


Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening dengan
ukuran lebih besar dari 1 cm.2 Kepustakaan lain mendefinisikan limfadenopati
sebagai abnormalitas ukuran atau karakter kelenjar getah bening (Bazemore, 2002).

2.2 Kelenjar Getah Bening Normal


2.2.1 Anatomi Kelenjar Limfa pada Leher
Menurut Fletcher, 2010 pembesaran KGB dapat dibedakan menjadi
pembesaran KGB local (limfadenopati lokalisata) dan pembesaran KGB umum
(limfadenopati generalisata). Limfadenopati lokalisata didefinisikan sebagai
pembesaran KGB hanya pada satu daerah saja, sedangkan limfadenopati
generalisata apabila pembesaran KGB pada dua atau lebih daerah yang berjauhan
dan simetris. Ada sekitar 300 KGB di daerah kepala dan leher, gambaran lokasi
terdapatnya KGB pada daerah kepala dan leher adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Lokasi kelenjar getah bening (KGB) di daerah kepala dan leher.
4

Gambar 2. Lokasi kelenjar getah bening leher dan daerah drainasenya

Secara anatomi aliran getah bening aferen masuk ke dalam KGB melalui
simpai (kapsul) dan membawa cairan getah bening dari jaringan sekitarnya dan
aliran getah bening eferen keluar dari KGB melalui hilus. Cairan getah bening
masuk kedalam kelenjar melalui lobang-lobang di simpai. Di dalam kelenjar, cairan
getah bening mengalir dibawah simpai di dalam ruangan yang disebut sinus perifer
yang dilapisi oleh sel endotel (Ferrer, 1998).
Jaringan ikat trabekula terentang melalui sinus-sinus yang menghubungkan
simpai dengan kerangka retikuler dari bagian dalam kelenjar dan merupakan alur
untuk pembuluh darah dan syaraf (Ferrer, 1998 dan Fletcher, 2010).
Dari bagian pinggir cairan getah bening menyusup kedalam sinus
penetrating yang juga dilapisi sel endotel. Pada waktu cairan getah bening di dalam
sinus penetrating melalui hilus, sinus ini menempati ruangan yang lebih luas dan
disebut sinus meduleri. Dari hilus cairan ini selanjutnya menuju aliran getah bening
eferen (Ferrer, 1998 dan Fletcher, 2010).
5

Pada dasarnya limfosit mempunyai dua bentuk, yang berasal dari sel T
(thymus) dan sel B (bursa) atau sumsum tulang. Fungsi dari limfosit B dan sel-sel
turunanya seperti sel plasma, imunoglobulin, yang berhubungan dengan humoral
immunity, sedangkan T limfosit berperan terutama pada cell-mediated immunity
(Ferrer, 1998 dan Fletcher, 2010).
Terdapat tiga daerah pada KGB yang berbeda: korteks, medula, parakorteks,
ketiganya berlokasinya antara kapsul dan hilus. Korteks dan medulla merupakan
daerah yang mengandung sel B, sedangkan daerah parakorteks mengandung sel T
(Ferrer, 1998 dan Fletcher, 2010).
Dalam korteks banyak mengandung nodul limfatik (folikel), pada masa
postnatal, biasanya berisi germinal center. Akibatnya terjadi stimulasi antigen, sel B
didalam germinal centers berubah menjadi sel yang besar, inti bulat dan anak inti
menonjol. Yang sebelumnya dikenal sebagai sel retikulum, sel-selnya besar yang
ditunjukan oleh Lukes dan Collins (1974) sebagai sel noncleaved besar, dan sel
noncleaved kecil. Sel noncleaved yang besar berperan pada limphopoiesis atau
berubah menjadi immunoblas, diluar germinal center, dan berkembang didalam sel
plasma (Ferrer, 1998 dan Fletcher, 2010).

2.2.2 Fungsi Kelenjar Getah Bening


Fungsi utama KGB adalah sebagai penyaring (filtrasi) dari berbagai
mikroorganisme asing dan partikel-partikel akibat hasil dari degradasi sel-sel atau
metabolism (Ferrer, 1998).

2.3 Epidemiologi
Insiden limfadenopati belum diketahui dengan pasti. Sekitar 38% sampai
45% pada anak normal memiliki KGB daerah servikal yang teraba. Limfadenopati
adalah salah satu masalah klinis pada anak-anak. Pada umumnya limfadenopati
pada anak dapat hilang dengan sendirinya apabila disebabkan infeksi virus
(Bazemore, 2002).
6

Studi yang dilakukan di Amerika Serikat, pada umumnya infeksi virus


ataupun bakteri merupakan penyebab utama limfadenopati. Infeksi mononukeosis
dan cytomegalovirus (CMV) merupakan etiologi yang penting, tetapi kebanyakan
disebabkan infeksi saluran pernafasan bagian atas. Limfadenitis lokalisata lebih
banyak disebabkan infeksi Staphilococcus dan Streptococcus beta-hemoliticus
(Bazemore, 2002).
Dari studi yang dilakukan di Belanda, ditemukan 2.556 kasus limadenopati
yang tidak diketahui penyebabnya. Sekitar 10% kasus diantaranya dirujuk ke
subspesialis, 3,2% kasus membutuhkan biopsi dan 1.1% merupakan suatu
keganasan. Penderita limfadenopati usia >40 tahun memiliki risiko keganasan
sekitar 4% dibandingkan dengan penderita limfadenopati usia <40 tahun yang
memiliki risiko keganasan hanya sekitar 0,4% (Bazemore, 2002).

2.4 Klasifikasi Limfadenopati


Menurut Bazemore, 2002 berdasarkan luas limfadenopati dibagi menjadi 2
yaitu :
1. Generalisata: limfadenopati pada 2 atau lebih regio anatomi yang berbeda.
2. Lokalisata: limfadenopati pada 1 regio.
Dari semua kasus pasien yang berobat ke sarana layanan kesehatan primer,
sekitar ¾ penderita datang dengan limfadenopati lokalisata dan 1/4 sisanya datang
dengan limfadenopati generalisata (Ferrer, 1998).
Limfadenopati generalisata lebih sering disebabkan oleh infeksi serius,
penyakit autoimun, dan keganasan, dibandingkan dengan limfadenopati lokalisata.
Penyebab jinak pada anak adalah infeksi adenovirus. Limfadenopati generalisata
dapat disebabkan oleh leukemia, limfoma, atau penyebaran kanker padat stadium
lanjut. Limfadenopati generalisata pada penderita luluh imun
(immunocompromised) dan AIDS dapat terjadi karena tahap awal infeksi HIV,
tuberkulosis, kriptokokosis, sitomegalovirus, toksoplasmosis, dan sarkoma Kaposi.
Sarkoma Kaposi dapat bermanifestasi sebagai limfadenopati generalisata sebelum
timbulnya lesi kulit (Ferrer, 1998).
7

2.5 Level Kelenjar Getah Bening Leher


Lokasi kelenjar getah bening daerah leher dapat dibagi menjadi 6 level.
Pembagian ini berguna untuk memperkirakan sumber keganasan primer yang
mungkin bermetastasis ke kelenjar getah bening tersebut dan tindakan diseksi leher
(Robbins, 2002). Pembagian level kelenjar getah bening dapat dilihat pada tabel 1
dan gambar 5.

Gambar 3. Level kelenjar getah bening leher


8

Tabel 1. Kelompok kelenjar getah bening leher berdasarkan level

2.6 Etiologi
Penyebab yang paling sering limfadenopati adalah:
A. Infeksi
1. Infeksi virus
Infeksi yang disebabkan oleh virus pada saluran pernapasan bagian
atas seperti Rinovirus, Parainfluenza Virus, influenza Virus, Respiratory
Syncytial Virus (RSV), Coronavirus, Adenovirus ataupun Retrovirus. Virus
lainnya Ebstein Barr Virus (EBV), Cytomegalo Virus (CMV), Rubela,
9

Rubeola, Varicella-Zooster Virus, Herpes Simpleks Virus, Coxsackievirus,


dan Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Bazemore, 2002).
Infeksi HIV sering menyebabkan limfadenopati serivikalis yang
merupakan salah satu gejala umum infeksi primer HIV. Infeksi primer atau
akut adalah penyakit yang dialami oleh sebagian orang pada beberapa hari
atau minggu setelah tertular HIV. Gejala lain termasuk demam dan sakit
kepala, dan sering kali penyakit ini dianggap penyakit flu (influenza like
illness) (Fletcher, 2010).
Segera setelah seseorang terinfeksi HIV, kebanyakan virus keluar
dari darah. Sebagian melarikan diri ke sistem limfatik untuk bersembunyi
dan menggandakan diri dalam sel di KGB, diperkirakan hanya sekitar 2%
virus HIV ada dalam darah. Sisanya ada pada sistem limfatik, termasuk
limpa, lapisan usus dan otak (Fletcher, 2010).
Pada penderita HIV positif, aspirat KGB dapat mengandung
immunoblas yang sangat banyak. Pada beberapa kasus juga tampak sel-sel
imatur yang banyak. Pada fase deplesi, pada aspirat sedikit dijumpai sel
folikel, immunoblas dan tingible body macrophage, tetapi banyak dijumpai
sel-sel plasma (Spleman, 2010).
Limfadenopati generalisata yang persisten (persistent generalized
lymphadenopathy/PGL) adalah limfadenopati pada lebih dari dua tempat
KGB yang berjauhan, simetris dan bertahan lama. PGL adalah gejala khusus
infeksi HIV yang timbul pada lebih dari 50% Orang Dengan HIV/AIDS
(ODHA) dan PGL ini sering disebabkan oleh infeksi HIV-nya itu sendiri
(Fletcher, 2010).
PGL biasanya dialami waktu tahap infeksi HIV tanpa gejala, dengan
jumlah CD4 di atas 500, dan sering hilang bila kadar CD4 menurun hingga
kadar CD4 200. Kurang lebih 30% orang dengan PGL juga mengalami
splenomegali (Fletcher, 2010).
Batasan limfadenopati pada infeksi HIV adalah sebagai berikut:
a. Melibatkan sedikitnya dua kelompok kelenjar getah bening
10

b. Sedikitnya dua kelenjar yang simetris berdiameter lebih dari 1 cm dalam


setiap kelompok
c. Berlangsung lebih dari satu bulan
d. Tidak ada infeksi lain yang menyebabkannya
Pembengkakan kelenjar getah bening bersifat tidak sakit, simetris
dan kebanyakan terdapat di leher bagian belakang dan depan, di bawah
rahang bawah, di ketiak serta di tempat lain, tidak termasuk di inguinal.
Biasanya kulit pada kelenjar yang bengkak karena PGL akibat HIV tidak
berwarna merah. Kelenjar yang bengkak kadang kala sulit dilihat, dan lebih
mudah ditemukan dengan cara menyentuhnya. Biasanya kelenjar ini
berukuran sebesar kacang polong sampai sebesar buah anggur (Fletcher,
2010).
2. Infeksi bakteri
Peradangan KGB (limfadenitis) dapat disebabkan Streptokokus beta
hemolitikus Grup A atau stafilokokus aureus. Bakteri anaerob bila
berhubungan dengan caries dentis dan penyakit gusi, radang apendiks atau
abses tubo-ovarian (Ferrer, 1998 dan Fletcher, 2010).

Tabel 2. Penyebab Infeksi pada Limfadenopati Servikalis


Bacteria Viruses
Gram-positive cocci DNA enveloped viruses
—Staphylococcus aureus —Cytomegalovirus
—Streptococcus pyogenes (group A) —Epstein-Barr virus
—Streptococcus agalactiae (group B) —Herpes simplex virus types 1 and 2
—Anaerobic organisms —Human herpesvirus 6
Peptococcus sp —Varicella-zoster virus
Peptostreptococcus sp DNA nonenveloped viruses
Gram-positive rods —Adenovirus
—Bacillus anthracis RNA enveloped viruses
—Corynebacterium diphtheriae —Human immunodeficiency virus
Gram-negative rods —Influenza virus
—Bartonella henselae —Measles virus
11

—Calymmatobacterium granulomatis —Mumps virus


—Haemophilus influenzae —Parainfluenza virus
—Serratia marcescens —Respiratory syncytial virus
—Associated with the enteric tract —Rubella virus
Acinetobacter sp RNA nonenveloped viruses
Escherichia coli —Coxsackieviruses
Proteus sp —Rhinoviruses
Pseudomonas aeruginosa Fungi
Salmonella typhi Aspergillus fumigatus
Shigella sp Candida sp
—Associated with zoonoses Cryptococcus neoformans
Brucella sp Dermatophytes
Francisella tularensis Histoplasma capsulatum
Yersinia pestis Paracoccidioides brasiliensis
Yersinia enterocolitica Sporothrix schenckii
Yersinia pseudotuberculosis Protozoa
—Anaerobic Leishmania sp
Bacteroides sp Toxoplasma gondii
Mycobacteria and Actinomycetes Trypanosoma brucei gambiense
Actinomyces israelii Trypanosoma brucei rhodesiense
Mycobacterium tuberculosis Spirochetes
Mycobacterium avium-intracellulare Leptospira interrogans
Mycobacterium scrofulaceum Treponema pallidum
Nocardia asteroids Rickettsiae
Rickettsia tsutsugamushi

B. Penyebab Lain
Penyakit lainnya yang salah satu gejalanya adalah limfadenopati adalah
penyakit Kawasaki, penyakit Kimura, penyakit Kikuchi, penyakit Kolagen,
penyakit Cat-scratch, penyakit Castleman, Sarcoidosis, Rhematoid arthritis dan
Sisestemic lupus erithematosus (SLE) (Ferrer, 1998 dan Fletcher, 2010).
Obat-obatan dapat menyebabkan limfadenopati generalisata.
Limfadenopati dapat timbul setelah pemakaian obat-obatan seperti fenitoin dan
isoniazid. Obat-obatan lainnya seperti allupurinol, atenolol, captopril,
12

carbamazepine, cefalosporin, emas, hidralazine, penicilin, pirimetamine,


quinidine, sulfonamida, sulindac). Imunisasi dilaporkan juga dapat menyebabkan
limfadenopati di daerah leher, seperti setelah imunisasi DPT, polio atau tifoid.
Meskipun demikian, masing-masing penyebab tidak dapat ditentukan hanya dari
pembesaran KGB saja, melainkan dari gejala-gejala lainnya yang menyertai
pembesaran KGB tersebut (Ferrer, 1998 dan Fletcher, 2010).
Banyak keadaan yang dapat menimbulkan limfadenopati. Keadaan-
keadaan tersebut dapat diingat dengan mnemonik MIAMI: malignancies
(keganasan), infections (infeksi), autoimmune disorders (kelainan autoimun),
miscellaneous and unusual conditions (lain-lain dan kondisi tak-lazim), dan
iatrogenic causes (sebab-sebab iatrogenik) (Bazemore, 2002).

2.7 Diagnosis
Menurut Bazemore, 2002 dan Ferrer, 1998 diagnosis limfadenopati
memerlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang apabila
diperlukan.

2.7.1 Anamnesis
Dari anamnesis dapat diperoleh keterangan lokasi, gejala-gejala penyerta,
riwayat penyakit, riwayat pemakaian obat dan riwayat pekerjaan.
a. Lokasi
Lokasi pembesaran KGB pada dua sisi leher secara mendadak biasanya
disebabkan oleh infeksi virus saluran pernapasan bagian atas. Pada infeksi oleh
penyakit kawasaki umumnya pembesaran KGB hanya satu sisi saja. Apabila
berlangsung lama (kronik) dapat disebabkan infeksi oleh Mikobakterium,
Toksoplasma, Ebstein Barr Virus atau Citomegalovirus.
b. Gejala penyerta
Demam, nyeri tenggorok dan batuk mengarahkan kepada penyebab infeksi
saluran pernapasan bagian atas. Demam, keringat malam dan penurunan berat
badan mengarahkan kepada infeksi tuberkulosis atau keganasan. Demam yang
13

tidak jelas penyebabnya, rasa lelah dan nyeri sendi meningkatkan kemungkinan
oleh penyakit kolagen atau penyakit serum (serum sickness), ditambah adanya
riwayat pemakaian obat-obatan atau produk darah.
c. Riwayat penyakit
Riwayat penyakit sekarang dan dahulu seperti adanya peradangan tonsil
sebelumnya, mengarahkan kepada infeksi oleh Streptococcus; luka lecet pada
wajah atau leher atau tanda-tanda infeksi mengarahkan penyebab infeksi
Staphilococcus; dan adanya infeksi gigi dan gusi juga dapat mengarahkan
kepada infeksi bakteri anaerob. Transfusi darah sebelumnya dapat
mengarahkan kepada Citomegalovirus, Epstein Barr Virus atau HIV.
d. Riwayat pemakaian obat
Penggunaan obat-obatan Limfadenopati dapat timbul setelah pemakaian obat-
obatan seperti fenitoin dan isoniazid. Obat-obatan lainnya seperti allupurinol,
atenolol, captopril, carbamazepine, cefalosporin, emas, hidralazine, penicilin,
pirimetamine, quinidine, sulfonamida, sulindac. Pembesaran karena obat
umumnya seluruh tubuh (limfadenopati generalisata).
e. Riwayat pekerjaan
Paparan terhadap infeksi paparan/kontak sebelumnya kepada orang dengan
infeksi saluran napas atas, faringitis oleh Streptococcus, atau tuberculosis turut
membantu mengarahkan penyebab limfadenopati. Riwayat perjalanan atau
pekerjaan, misalnya perjalanan ke daerah-daerah di Afrika dapat
mengakibatkan penyakit Tripanosomiasis, orang yang bekerja dalam hutan
dapat terkena Tularemia.

2.7.2 Pemeriksaan Fisik


Secara umum malnutrisi atau pertumbuhan yang terhambat mengarahkan
kepada penyakit kronik seperti tuberkulosis, keganasan atau gangguan system
kekebalan tubuh.
Karakteristik dari KGB dan daerah sekitarnya harus diperhatikan. KGB
harus diukur untuk perbandingan berikutnya. Harus dicatat ada tidaknya nyeri
14

tekan, kemerahan, hangat pada perabaan, dapat bebas digerakkan atau tidak dapat
digerakkan, apakah ada fluktuasi, konsistensi apakah keras atau kenyal.
a. Ukuran: normal bila diameter 0,5 cm dan lipat paha >1,5 cm dikatakan
abnormal.
b. Nyeri tekan: umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan.
c. Konsistensi: keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat seperti
karet mengarahkan kepada limfoma; lunak mengarahkan kepada proses infeksi;
fluktuatif mengarahkan telah terjadinya abses/pernanahan.
d. Penempelan/bergerombol: beberapa KGB yang menempel dan bergerak
bersamaan bila digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis, sarkoidosis atau
keganasan.
Pembesaran KGB leher bagian posterior biasanya terdapat pada infeksi
rubela dan mononukleosis. Supraklavikula atau KGB leher bagian belakang
memiliki risiko keganasan lebih besar daripada pembesaran KGB bagian anterior.
Pembesaran KGB leher yang disertai daerah lainnya juga sering disebabkan
oleh infeksi virus. Keganasan, obat-obatan, penyakit kolagen umumnya dikaitkan
degnan pembesaran KGB generalisata.
Pada pembesaran KGB oleh infeksi virus, umumnya bilateral lunak dan
dapat digerakkan. Bila ada infeksi oleh bakteri, kelenjar biasanya nyeri pada
penekanan, baik satu sisi atau dua sisi dan dapat fluktuatif dan dapat digerakkan.
Adanya kemerahan dan suhu lebih panas dari sekitarnya mengarahkan infeksi
bakteri dan adanya fluktuatif menandakan terjadinya abses. Bila limfadenopati
disebabkan keganasan tanda-tanda peradangan tidak ada, KGB keras dan tidak
dapat digerakkan oleh karena terikat dengan jaringan di bawahnya.
Pada infeksi oleh mikobakterium, pembesaran kelenjar berjalan berminggu-
minggu sampai berbulan-bulan, walaupun dapat mendadak, KGB menjadi fluktuatif
dan kulit diatasnya menjadi tipis, dan dapat pecah dan terbentuk jembatan-jembatan
kulit di atasnya.
Adanya tenggorokan yang merah, bercak-bercak putih pada tonsil,
bintikbintik merah pada langit-langit mengarahkan infeksi oleh bakteri
15

streptokokus. Adanya selaput pada dinding tenggorok, tonsil, langit-langit yang


sulit dilepas dan bila dilepas berdarah, pembengkakan pada jaringan lunak leher
(bull neck) mengarahkan kepada infeksi oleh bakteri difteri. Faringitis, ruam-ruam
dan pembesaran limpa mengarahkan kepada infeksi Epstein Barr Virus (EBV).
Adanya radang pada selaput mata dan bercak koplik mengarahkan kepada
campak. Adanya pucat, bintik-bintik perdarahan (bintik merah yang tidak hilang
dengan penekanan), memar yang tidak jelas penyebabnya, dan pembesaran hati dan
limpa mengarahkan kepada leukemia. Demam panjang yang tidak berespon dengan
obat demam, kemerahan pada mata, peradangan pada tenggorok, strawberry
tongue, perubahan pada tangan dan kaki (bengkak, kemerahan pada telapak tangan
dan kaki) dan limfadenopati satu sisi (unilateral) mengarahkan kepada penyakit
Kawasaki.

2.7.3 Pemeriksaan Penunjang


a. Ultrasonografi (USG)
USG merupakan salah satu teknik yang dapat dipakai untuk mendiagnosis
limfadenopati servikalis. Penggunaan USG untuk mengetahui ukuran, bentuk,
echogenicity, gambaran mikronodular, nekrosis intranodal dan ada tidaknya
kalsifikasi.
USG dapat dikombinasi dengan biopsi aspirasi jarum halus untuk
mendiagnosis limfadenopati dengan hasil yang lebih memuaskan, dengan nilai
sensitivitas 98% dan spesivisitas 95%.
b. CT Scan
CT scan dapat mendeteksi pembesaran KGB servikalis dengan diameter 5
mm atau lebih. Satu studi yang dilakukan untuk mendeteksi limfadenopati
supraklavikula pada penderita nonsmall cell lung cancer menunjukkan tidak ada
perbedaan sensitivitas yang signifikan dengan pemeriksaan menggunakan USG
atau CT scan.
16

c. Biopsi Kelenjar
Jika diputuskan tindakan biopsi, idealnya dilakukan pada kelenjar yang
paling besar, paling dicurigai, dan paling mudah diakses dengan pertimbangan
nilai diagnostiknya. Kelenjar getah bening inguinal mempunyai nilai diagnostik
paling rendah. Kelenjar getah bening supraklavikular mempunyai nilai
diagnostik paling tinggi. Meskipun teknik pewarnaan imunohistokimia dapat
meningkatkan sensitivitas dan spesifi sitas biopsi aspirasi jarum halus, biopsi
eksisi tetap merupakan prosedur diagnostik terpilih. Adanya gambaran arsitektur
kelenjar pada biopsi merupakan hal yang penting untuk diagnostik yang tepat,
terutama untuk membedakan limfoma dengan hyperplasia reaktif yang jinak.

Skema 1. Alur Diagnosis (Royal Children Hospital)


17

2.8 Terapi
Pengobatan limfadenopati KGB leher didasarkan kepada penyebabnya.
Banyak kasus dari pembesaran KGB leher sembuh dengan sendirinya dan tidak
membutuhkan pengobatan apapun selain observasi (Bazemore, 2002).
Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6 minggu dapat menjadi indikasi untuk
dilaksanakan biopsi KGB. Biopsi dilakukan terutama bila terdapat tanda dan gejala
yang mengarahkan kepada keganasan. KGB yang menetap atau bertambah besar
walau dengan pengobatan yang adekuat mengindikasikan diagnosis yang belum
tepat (Bazemore, 2002).
Antibiotik perlu diberikan apabila terjadi limfadenitis supuratif yang biasa
disebabkan oleh Staphyilococcus. aureus dan Streptococcus pyogenes (group A).
Pemberian antibiotik dalam 10-14 hari dan organisme ini akan memberikan respon
positif dalam 72 jam. Kegagalan terapi menuntut untuk dipertimbangkan kembali
diagnosis dan penanganannya (Bazemore, 2002).
Pembedahan mungkin diperlukan bila dijumpai adanya abses dan evaluasi
dengan menggunakan USG diperlukan untuk menangani pasien ini (Bazemore,
2002).
18

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening dengan ukuran
lebih besar dari 1 cm. Limfadenopati dapat disebabkan oleh infeksi dan penyebab lain
seperti keganasan, penyakit autoimun, dan iatrogenik (obat-obatan). Berdasarkan
luasnya limfadenopati dibagi menjadi 2 yaitu lokalisata dan generalisata, dan lokasi
kelenjar getah bening di daerah leher dapat dibagi menjadi 6 level.
Diagnosis limfadenopati dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis penting untuk mengevaluasi usia
penderita, lokasi, karakteristik, dan lamanya limfadenopati, serta gejala lain yang
menyertai untuk mengarahkan pada penyebab limfadenopati. Pemeriksaan fisik
penting untuk mengevaluasi ukuran, bentuk, konsistensi dan penempelannya. Serta
untuk pemeriksaan penunjang dapat dilakukan melalui USG, CT-Scan dan biopsi,
biopsi eksisi merupakan prosedur diagnostik terpilih bila dicurigai keganasan.
Pengobatan limfadenopati KGB leher didasarkan kepada penyebabnya dan
pembedahan mungkin diperlukan bila dijumpai adanya abses.
19

DAFTAR PUSTAKA

Bazemore AW. Smucker DR. Lymphadenopathy and malignancy. Am Fam Physician.


2002;66:2103-10.
Ferrer R. Lymphadenopathy: Diff erential diagnosis and evaluation. Am Fam Physician.
1998;58:1315.
Fletcher RH. Evaluation of peripheral lymphadenopathy in adults [Internet]. 2010 Sep
[cited 2015 Mar 23]. Available from: www.uptodate.com.
Robbins KT, Clayman G, Levine PA, Medina J, Sessions R. Neck dissetion clasifi cation
update. Revision proposed by the American Head and Neck Society and the
American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery. Arch Otolaryngol
Head Neck Surg. 2002;128:751-8.
Royal Children Hospital. Cervical Lymhadenopathy. Diakses dari
http://www.rch.org.au/clinicalguide/cpg.cfm?doc_id=5166
Spelman D. Tuberculous lymphadenitis. 2010 Sep [cited 2015 Mar 23]. Available from:
www.uptodate.com.

Anda mungkin juga menyukai