File PDF
File PDF
HASIL PENELITIAN
yaitu informan Labkesda yang tidak dapat diwawancarai karena padatnya jadwal
kegiatan dan kesibukan informan. Selain itu, informan Puskesmas yang direncanakan
informan berdasarkan jumlah kasus konfirm AI terbanyak yang ada di wilayah kerja
Puskesmas tersebut.
mendalam.
di Tingkat Kota Bekasi yaitu Dinas Kesehatan Kota Bekasi dan Dinas Perekonomian
Selain dua institusi tersebut, penelitian dilakukan pula pada Puskesmas Pengasinan.
62 UI, 2008
Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM
63
Tabel 6.1
Deskripsi Informan Wawancara Mendalam
ada pada tahun 2006 yang dibuat atas kerjasama antara Departemen Kesehatan,
Departemen Pertanian dan WHO Indonesia. Isi protap yang ada di Dinkes Kota
“Isinya tentang integrasi AI, DSO, terus isinya tentang PDS-PDR, tentang
pengumpulan informasi... dan untuk memperlancar pekerjaan kita harus
punya nomer hp masing-masing.. ...”(A2)
“Nih, protap itu biasanya gitu... kalau ada pasien sesak, kontak dengan
ayam mati, kita perlu curiga dengan pemberian tamiflu atau dari kebun
binatang kan ada riwayat.. kita kasih tamiflu” (A4)
informan berikut:
bahwa mereka belum membaca keseluruhan protap yang ada. Seperti dituturkan
informan berikut:
Pertanian terkait penanganan AI yang tertuang dalam Peraturan Gubernur Jawa Barat
Unggas;
Ikutannya;
Wilayah Indonesia;
Kota Bekasi merupakan kota konsumsi unggas dan bukan kota penghasil
unggas, dan penduduknya pun padat sehingga kebijakan daerah untuk masalah AI
disesuaikan dengan kondisi daerah. Terkait dengan kebijakan daerah dan protap yang
masyarakat Kota Bekasi dalam rangka mengantisipasi meluasnya virus AI. Berikut
”Ada, tapi tetap kita mengacu kebijakan dari pusat. Pusat itu kan lebar, kita
tidak bisa menyamaratakan semua wilayah karena kan ada propinsi yang
padat ternak, kaya kita kan perkotaan kita memilih sesuai dengan yang
padat penduduk… disesuaikan dengan kondisi daerah tapi dengan tidak
menyimpang dari pusat. Kalo DKI itu kan punya kebijakan sertifikasi
unggas, kalo kita menghimbau, boleh miara unggas selama sesuai dengan
peraturan, dikandangkan, divaksin, tapi kan ngga semudah itu karena kita
belum ada sanksi, kalo kita punya sanksi kan enak… kalo ngga punya,
orang kan ngga takut…”(B2)
Sepetember 2005 tentang Penetapan Kondisi Kejadian Luar Biasa (KLB) AI (Avian
Influenza).
pengulangan setiap 4 bulan, pelarangan menjual atau membawa unggas yang sakit
Bekasi tanpa Surat Keterangan Kesehatan Hewan dari daerah asal, memusnahkan
unggas yang sakit atau mati dengan cara memasukkan ke dalam lubang, dibakar lalu
ditimbun dalam tanah serta segera lapor pada aparat berwenang jika terdapat unggas
Dinas Perekonomian Rakyat dan Koperasi Kota Bekasi, Dinas Pasar Kota Bekasi,
Dinas Kesehatan Kota Bekasi, dan Camat se-Kota Bekasi mengenai Antisipasi
Dampak Penyebaran KLB Flu Burung di Kota Bekasi. Uraian instruksi lebih lanjut
Kota Bekasi
Kota Bekasi
Burung.
virus Flu Burung, baik yang menyebar terhadap unggas maupun manusia
unggas jika di daerah Saudara positif menjadi endemic virus Flu Burung
harus memiliki District Surveillance officer (DSO), selain DSO Dinkes juga
memiliki Tim Gerak Cepat (TGC). Namun dalam penerapannya, SDM yang ada baik
dalam DSO dan TGC dinilai masih kurang, SDM mengerjakan tugas dengan
“Kalo diliat, harusnya dari surveilans lain, DSO lain, TGC lain tapi
ya...orang-orangnya kita-kita aja, dan ngga hanya menagani AI aja, KLB
chikungunya..jadi ya tenaga ngga cukup ya...” (A2)
“Tenaga, kalau dari sisi SDM, itu memang sudah diatur juga sih, dalam
anjuran WHO dalam satu kota itu harus ada yang namanya district
surveilans officer..DSO.. itu untuk tingkat kota ada 2 orang, itu udah ada..
untuk di dinkes kota bekasi petugas tersebut itu masih terlibat kepada
program-program P2P itu sendiri,seperti bu neni itu kan masih di
surveilans.. saya sendiri di filariasis..”(A3)
“Ya..ini kan kalo di P2P kadang-kadang apa ya.. dibilang kurang tenaga
juga sebetulnya ngga ya.. di kita ini masih begini .. kalo di program ada 2
istilah PT, pelaksana tekinis dan pelaksana administrasi, jadi antara teknis
dan penaggung jawab administrasi hanya 1 orang, itu juga kan termasuk
kendala jadi program itu kurang berkembang jadinya...”(A3)
Walaupun tenaga AI untuk unggas sudah ada tenaga PPL, namun tenaga ini dinilai
Dilihat dari latar belakang pendidikan tenaga surveilans di Dinkes Kota, baik
melalui hasil wawancara dan telaah dokumen yang dilakukan dapat diketahui, tenaga
yang terlibat adalah 2 orang lulusan epidemiologi dan 1 orang perawat. Menurut
salah satu informan latar belakang pendidikan ini sudah sangat menunjang, namun
informan lain berpendapat bahwa latar belakang tersebut belum mampu mendukung
kegiatan surveilans AI secara baik, karena butuh keterampilan medis yang cukup
”Kalau melihat pendidikan...saya rasa Pak Sardi sudah cukup ya.. dia kan
epid, Rina kan fkm...rina kan sudah menunjang sekali apalagi untuk kasus
AI, sangat menunjang untuk menanyakan gejala... karena kan latar
belakangnya sangat membantu sekali” (A1)
Dalam surveilans AI, baik di Dinkes Kota Bekasi dan Dinas Perekonomian
Koperasi (Bidang Kesmavet) tidak ada insentif khusus terkait surveilans AI. Namun
pada Dinkes tersedia dana investigasi KLB (berlaku untuk semua KLB) sebesar Rp.
Rp.250,- per ekor unggas yang divaksninasi. Berikut penuturan informan terkait hal
tersebut:
”Insentif khusus ngga ada, paling kalo kita turun ke lapangan kita dapet
uang jalan melalui sppd itu...75 ribu sekali jalan...”(A1)
”Insentif, ngga ada... sama sekali tidak ada insentif..itu biasanya cuma
biaya perjalanan aja..kalo ada kasus KLB biasanya kita jalan.. satu kali
jalan 75 ribu...”(A3)
”Insentif khusus untuk FB tidak ada, tapi ada istilahnya honor nyuntik...
250 rupiah.. per ekor unggas yang disuntik.. jadi kalau nyuntik 100 ekor,
jadi dapet 25 ribu..” (B1)
Terkait surveilans AI, pelatihan sudah diberikan oleh propinsi kepada petugas
surveilans AI. Pelatihan untuk tenaga Dinkes diperuntukkan bagi tenaga District
Surveillance Officer (DSO) dan Tim Gerak Cepat (TGC). Pelatihan diselenggarakan
oleh dinas propinsi, dua kali mengenai DSO dan satu kali untuk TGC. Berikut
penuturan informan:
”Pelatihan TGC satu kali, itu kan adanya dari pelatihan propinsi... begitu
juga DSO, itu juga dari propinsi ..” (A1)
pelatihan seperti tinjauan proyek SI-FB, APD dalam penanganan binatang, diagnosis
dan tatalaksana kasus FB, tupoksi DSO, sistem pelaporan DSO lewat SMS,
mendapatkan pelatihan mengenai AI, namun tenaga Kesmavet juga melatih tenaga-
tenaga untuk menjadi vaksinator. Pelatihan yang sudah diberikan kepada petugas
pelatihan penanganan AI. Hal tersebut diketahui lewat penuturan infroman berikut:
”Kalo pelatihan untuk saya sendiri biasanya hanya pelatihan pusat dan
kalo untuk vaksinator buat orang-orang yang tadinya belum mengenal
vaksinasi. Pelatihan kalau untuk disini udah bisa semuanya... nah sekarang
ada pelatihan yang dikerawang itu...lagi dilaksanakan untuk petugas
lapangan kerjasama dengan Belanda dan mungkin petugas yang dilatih ini
bisa untuk menyampikan ke masyarakat...”(B1)
”Kalo di petugas kesmavet udah bisa sendiri, dan kita buat untuk PPL.. kita
sebagai pelatihnya... ada juga pelatihan yang buat dari propinsi udah ada 3
atau 4 angkatan dari AI itu...”(B1)
6.3.3 Dana
Dana surveilans AI di Dinas Kesehatan Kota Bekasi berasal dari APBD II,
namun dana tersebut masih tergabung dalam surveilans secara umum. Dana dari
WHO, menyediakan dana khusus untuk kegiatan lintas program dan lintas sektor
”Alokasi dana untuk surveilans AI kita dapet dari APBD II..” (A1)
”Masalah dana ada dari APBD II nih, kalo dibilang cukup untuk kita ya
cukup ya... kalo masalah hewannya yang lebih kompeten kesmavet.. kalo
kita lebih preventif ya... kalo di dinas untuk investigasi, dan untuk
sosialisasi FB...”(A2)
”Dana... untuk AI itu secara spesifik, itu ada dari WHO.. kan hasil
pertemuan kemarin dari propinsi itu ada dana dari WHO itu ada dana
untuk pertemuan dengan masyarakat, pertemuan koordinasi lintas program,
lintas sektor itu ada, kalo dari APBD II itu kita masukkan dalam
surveilans.. anggaran surveilans epidemiologi tingkat kota, itu masuk
dalam anggaran investigasi...” (A3)
”Hambatan terbesar itu masalah dana, karena untuk PE, surveilans ngga
ada dana, jadi kalau PE mereka ongkos, ongkos sendiri...”(A4)
Di luar dana investigasi, sosialisasi dan lintas sektor, Dinas Kesehatan juga
memiliki dana untuk ambulans 118, namun dana tersebut dinilai kurang terserap
dengan baik karena dari dana yang di anggaran untuk 20 kasus yang terpakai hanya
satu kasus. Hal ini dikatakan salah satu informan dikarenakan pihak RSPI sekarang
hanya mau mendatangkan ambulans apabila sudah jelas serologi pasien mengarah ke
penyakit AI dengan adanya kelengkapan data leukosit dan paru. Hal tersebut seperti
”Dan terakhir kali untuk rujukan pasien...itu pun untuk 20 kasus dan yang
tertangani cuma 1 kasus..”(A2)
”Kalo di RSPI harus lebih selektif lagi, kalo udah hasil lab lengkap banget,
ada ngga leukosit, hasil rontgen, baru dia 118 mau jemput... kalo ada arah
ke FB baru mereka mau jemput...”(A2)
Perekonomian dan Koperasi (Bidang Kesmavet) tidak hanya dari APBD II, namun
dana tersebut didapatkan dari propinsi, USAID dan FAO. Hal tersebut dijelaskan
”Anggaran operasional saya tidak begitu mengerti.. tapi setahu saya dari
APBD II yah dan APBD I juga ada kayanya...” (B3)
”Dana itu, selain dari APBD sendiri dapet dari pemerintah propinsi dan
pusat.. kalo dari pusat kita dapet vaksin dan peralatannya, terus… dari
LSM swasta seperti USAID dan FAO. Pemerintah pusat ngga ada anggaran
surveilans hanya ada vaksin. FAO itu membiayai surveilans dan peralatan
untuk melakukan surveilans. kalo dari APBD…dana operasional, honor
vaksinansi, surveilans, pemusnahan. Unggas-unggas yang positif itu kan
harus dimusnahkan… walaupun memang tidak sesuai harga pasar, kita
ganti Rp.12500 unggas besar dan kecil. Pusat juga menyediakan dana
kompensasi tapi kita ngga pernah pake dana pusat karena prosedurnya
sulit, tapi karena kita punya anggaran sendiri… yang udah…kita pake dana
kompensasi sendiri”.(B2)
Dituturkan oleh salah satu informan bahwa dana dari luar seperti USAID
kadang masih tidak jelas kapan dana tersebut turun karena dana mereka tergantung
dari negara-negara donor. Contoh bantuan dari luar yaitu seperti PPE, desinfektan,
dan peralatan-peralatan.
“Kalo dari dana luar mereka ngga tentu, ngga jelas gitu loh…karena
mereka tergantung negara-negara donor. Mereka malah ngga pasti
daripada kita…ngga pasti kapan datengnya, kapan turunnya…tapi mereka
memberikan bantuan…seperti dari USAID yaitu PPE, desinfektan, dan
peralatan-peralatan…”(B2)
Tabel 6.2
Anggaran AI- Kesmavet
Kegiatan Keterangan Jumlah
Vaksinasi 300.000 ekor x Rp. 250,- Rp. 75.000.000
Surveilans Perjalanan Dinas Rp. 5000.000,-
Eliminasi 700 ekor x Rp. 12.500,- Rp. 8.750.000,-
Sumber : Bidang Kesmavet 2008
dimiliki baik oleh Dinas Kesehatan, Puskesmas dan Kesmavet. Namun dalam
masyarakat yang tidak menerima petugas kesehatan yang menggunakan masker saat
melakukan investigasi ke tempat tinggal kasus dan pemakaian APD lengkap yang
“..Yang kita dapat.. kita punya tas untuk investigasi... kita punya APD, dari
propinsi, ada google” (A1)
”APD kita ada, peralatan kita ada semua seperti APD, peralatannya kita
dikasih dari WHO.. dari pusat kita dikasih tamiflu, poster”. (A2)
”Untuk kegiatan... peralatan, baju, masker ada juga dari FAO..” (B1)
APD tidak dapat terpakai maksimal bahkan berlebih. Hal tersebut dijelaskan oleh
”APD ada, istilahnya mulai dari rambut sampai kaki itu ada semua... cuma
dalam penerapan di lapangan masyarakat belum siap, wong pakai masker
aja.. kita pernah diusir kok.. dia merasa anaknya tidak menderita flu
burung..”(A3)
”Penggunaan APD kita liat dari situasi, masyarakatnya welcome ngga, kalo
ngga welcome ya ngga dipaksakan dan kita nya juga harus jaga jarak, yah 1
meteran lah..”(A1)
”APD itu yah.. yang pasti kita pengadaan sendiri, dari FAO, dari
propinsi… kita berlebih karena kita tidak menggunakan secara maksimal.
Tapi kadang kita kan sumu, panas, kalo ke daerah merah baru kita
pake…”(B2)
”Kita kan punya proteksi minimum, kan ada psikis masyarakat juga
ya…kalo kita pake APD lengkap masyarakat akan resah…”(B2)
Tabel 6.3
Observasi APD
Ketersediaan
Jenis APD
Ada Tidak
Sepatu Boot V
Pakaian Pelindung V
(apron)
Masker N95 V
Tutup kepala V
Gogel V
Sarung tangan V
Global Positioning system (GPS) yang berfungsi untuk menentukan titik koordinat
lokasi kejadian AI. Berdasarkan observasi dan wawancara diketahui bahwa tim DSO
Dinkes difasilitasi 1 buah GPS sedangkan Kesmavet memiliki 4 buah GPS yang
berikut:
”GPS kita punya satu aja dari propinsi, handphone kita punya dua untuk
DSO dari propinsi...”(A1)
”GPS itu difasilitasi FAO, kita punya empat…karena kita punya empat tim.
masing-masing tim punya satu GPS” (B2)
sulit dilalui oleh kendaraan roda empat. Untuk program surveilans AI integrasi,
Dinkes Kota Bekasi sudah memiliki cukup kendaraan bermotor khusus surveilans
”Transportasi kan dari anggaran dari APBD II, motor udah dapet dari
propinsi, motor DSO belum dapet.. katanya sih mau dapet lagi.. ” (A2)
bermotor, tapi motor tersebut tidak diberikan namun dipinjam untuk dipakai dalam
”Kita punya mobil kesehatan hewan keliling, tiga kendaraan bermotor, tapi
motor itu pinjam pakai…jadi dipinjam untuk dipakai, BPKB tidak diberikan
kepada kita, tapi yang bayar pajak dan perpanjang STNK mereka…” (B2)
6.3.4.4 Vaksin
Dalam pemakaian vaksin, ada tiga merek vaksin yang digunakan yaitu
sebelumnya ada medion dan biofarma, namun sekarang merek vaksin yang dipakai
”Vaksin flu burungnya beda-beda, kalo dulu dari medion, biofarma... kalo
sekarang dari vaksindo..2005 itu ada dua medion dan vaksindo...2006
biofarma dan 2008 sekarang vaksindo..ngga tau tuh apakah kaitannya
dengan menang proyek... dan memang beda-beda ada yang satu bilang
bagus medion dan ada yang bilang bagus vaksindo... tapi biofarma kayanya
kurang bagus... tapi antara medion dan vaksindo sama yang efektivitas
dilapangan... ” (B1)
”Kalo masyarakat mah taunya udah divaksin ajah... kalo biofarma titernya
kurang bagus.... ” (B1)
”Pemerintah pusat ngga ada anggaran surveilans hanya ada vaksin..” (B2)
6.4 Proses
6.4.1 Perencanaan (Planning)
program. Kegiatan surveilans AI integrasi masuk dalam program ISPA dan program
perencanaan bersama dengan dinas Kesmavet namun telah dilakukan koordinasi dan
adanya komitmen untuk saling bertukar informasi mengenai kejadian AI baik pada
”Kita nih kan dikenal.. P2P kan dikenal dengan lintas program yah.. ini
melibatkan program ISPA, kita masuk ke dalamnya, dengan surveilans kita
masuk ke dalam, kalo program sendiri kita belum merencanakan, kita masih
masuk dalam sub-sub program surveilans.. kalo filariasis kan udah punya
program sendiri... itu kan mudah..kalo ini masih masuk dalam surveilans
jadi sulit untuk merencanakan...kecuali kalau udah punya program sendiri
itu kan lebih enak.. ” (A3)
kejadian tahun sebelumnya sedangkan untuk mengatasi keterbatasan dana yang ada
masyarakat.
”Perencanaan ada, kita mau sosialisasi tingkat guru, camat, dan kita ambil
yang pentolannya aja gitu loh.. seperti guru.. nanti dia ngasih pengajaran
ke murid-muridnya... ” (A2)
AI selalu menajadi masalah yang prioritas sehingga setiap tahun selalu dianggarkan
dana untuk kegiatan surveilans AI. Terkait dengan keterbatasan dana dan tenaga
untuk kegiatan AI, Kesmavet memprioritaskan ”Daerah Merah” menjadi daerah yang
mendapat pengamatan yang lebih intensif terutama untuk kegiatan upaya vaksinasi.
Biasanya vaksin dilakukan setahun dua kali, namun ketika daerah tersebut
”Perencanaan kita susah disesuaikan dengan dana yang kita punya ya...
kemudian kita koordinasikan dengan yang punya wilyah baru bisa kita
rencanakan... ” (B3)
Pengorganisasian yang baik, dapat dilihat salah satunya dari baiknya struktur
dan jelasnya uraian tugas yang ada. Untuk kegiatan surveilans AI integrasi ini, pada
Dinkes Kota tidak memiliki struktur khusus untuk program ini. Struktur masih
mengacu kepada struktur bidang dan struktur dinas dan tidak diuraikan rincian tugas
secara detail untuk setiap kegiatan yang harus dilakukan terkait surveilans AI
”Struktur belum ada, sementara ini kita masih multifungsi, hanya ada
struktur P2P” (A2)
”Struktur, tidak ada struktur... itu tidak ada strukturnya tapi dalam
pelaksanaannya gini, kita itu integrasi gitu loh..itu yang dibilang DSO, saya
dengan neni, terus ada dari kesling yang mengamati lingkungan..paling itu..
jadi tidak terstruktur kayak model organisasi gitu.. ” (A3)
Sedangkan pada Bidang Kesmavet ada dua pendapat yang berlainan. Salah
khusus namun informan lain mengatakan bahwa secara struktural khusus masalah AI
sudah ada melalui SK kepala dinas. Berikut penuturan informan dari Kesmavet:
Sedangkan untuk uraian tugas program AI baik pada Dinkes dan Bidang
”Uraian tugas sementara ini kita masih liat ke sini ajah (protap),
koordinasi dengan Depkes, propinsi...harusnya sih ada, tapi harusnya yang
buat kepala seksi.. ”.(A2)
”Kalo pengaturan tugas sesuai dengan jadwal dari SK tersebut.. kita buat
jadwal juga baik vaksinasi maupun surveilans.. kalo kaitan dengan
program itu kan ada pembagian wilayahnya.. ibu yuniar di jatiasih.. ada
wilayah yang menjadi tanggung jawab petugas... ada 6 kecamatan yang
endemis dari 12 kecamatan .. itu rawa lumbu, bekasi selatan, jati
sampurna... ” (B1)
”Kalo secara tertulis ngga, tapi mereka sudah tahu karena udah tahu tugas
PDSR… karena kan udah ikut pelatihan…” (B2)
dalam sebuah proses manajemen. Muninjaya (2004) mengatakan bahwa tujuan dari
meningkatkan motivasi dan prestasi kerja staf dan membuat organisasi berkembang
secara dinamis.
”Ya gimana ya.. kita cuma bilang... kita kan tugas karena Allah. Kalau
mengandalkan materi aja kan ngga akan cukup, diniatkan aja ibadah...
karena dari dinas sendiri nggak bisa memberi lebih.. apalagi dari pribadi-
pribadi misalnya... kabid apalagi saya kasie... jadi motivasinya tidak berupa
materi, ada sesuatu kepuasan ya... setelah kita berhasil melakukan suatu
kegiatan yang ngga bisa dinilai dengan materi... ” (A1)
”Gimana mau dapet pengarahan, saya pertama kali ke sini baru sebulan
dan disuruh mendampingi orang WHO.. gimana mau ada pengarahan, yang
ada disuruh baca, akhirnya saya baca sepintas, pas kita terjun ke lapangan
kita bingung dan akhirnya dari pusat yang mengarahkan saya... dulu ada
orang WHO menanyakan protapnya mana? saya ngga punya protap
karenawaktu itu depkesnya pun belum punya protapnya”. (A2)
”Pengarahan ngga ada... itu sifatnya.. kalo masalah timbul biasanya ada,
tapi secara khusus diarahkan gini-gini nggak... kalo ada kasus timbul, baru
ada arahan-arahan... ” (A3)
”Oh iya.. tiap hari senin kita briefing di walikota..selasa kita briefing dan
kita sampaikan ke intern kesmavet dan pengarahannya ngga hanya AI saja..
ada rabies... hari selasa disampaikan ke PPL sebagai perpanjangan tangan
dari dinas dan menyampaikan ke kecamatan...selain PPL petugas kita kalau
ada waktu kita terjun langsung di minggon. Ya motivasi kan banyak hal ya..
kita pendekatan secara kekeluargaan.. tapi motivasi itu masing-masing
petugas punya tanggung jawab dan bekerja sesuai ketentuan agar tujuan
tercapai.. kita santai tapi tetap serius... ya itu karena ada jadwal
sendiri...dan setiap petugas udah punya wilayah masing-masing..kita
arahkan sekali, dengan adanya tanggung jawab itu perlu memberikan
pengarahan tingkat kelurahan.. ” (B1)
”Pengarahan emmm… kalo pengarahan itu kalo kita ada sesuatu yang
baru. kalo selama ini biasanya dari hasil-hasil rapat aja kalau abis
rapat…supaya membantu mereka juga dalam melakukan penyuluhan ke
bawah…” (B2)
biasanya dilakukan saat terjadi masalah dalam kegiatan. Pengarahan juga dilakukan
pada Kesmavet setiap selasa melalui briefing, namun yang disampaikan bukan
lainnya.
kekeluargaan agar tercipta hubungan baik antara atasan dan bawahan yang akhirnya
RW, lurah, camat, Petugas Penyuluh Lapangan (PPL), Labkesda dan Litbangkes.
Koordinasi antara Dinas Kesehatan dan Kesmavet sudah berjalan dengan baik, setiap
terjadi kasus yang diterima Dinas Kesehatan atau Kesmavet segera disampaikan dan
dilakukan investigasi kasus secara segera. Berikut penuturan informan terkait hal
tersebut:
”Koordinasi bagus... karena kita dengan kita dilatih TGC.. misal ada kasus
dalam suatu wilayah bekasi.. lalu kesmavet langsung telpon kita, bu disana
ada unggas mati seketika.. dan kita langsung ke puskesmas yang
bersangkutan.. tolong cek di RT sekelilingnya.. tolong dicek ada ngga
orangnya yang panas, batuk, sesak, dan kita langsung ke lurah, aparat
setempat dan koordinasi ngga ada masalah dan sudah berjalan seperti
bisanya.. ” (A1)
Koordinasi Dinkes dan rumah sakit dilakukan ketika ada laporan bahwa ada
pengambilan data pasien dari rumah sakit, baik alamat, kondisi leukosit, dan riwayat
kontak dengan unggas, setelah itu dilakukan koordinasi dengan pihak Kesmavet
”Kalo dengan RS begini.. RS beritahu ada AI lalu kita dateng dan kita lihat
leukositnya, lihat statusnya, wah.. ini ngga mungkin AI nih, nah dari RS
kalo dia positif lekopeni nih, kita kasih tahu ke puskesmas, dilacak di
wilayah tersebut, kita lacak ke kelurahan. Kalo dengan puskesmas
kebanyakan sih suspek.. kalo sama kesmavat kita saling kontak-kontak,
paling kita ngasih tahu ada AI nih, ntar kita janjian... tapi kadang
kesmavetnya suka..oh.. nanti saya nanti sore deh... karena sulit nangkepin
ayamnya.. ”(A2)
baik. Ketika pelaksanaan surveilans, petugas labkesda tidak pernah ikut terlibat
”Kalo hubungan dengan labkesda.. kalo misal di rumah A ada penderita flu
burung, kita koordinasikan dengan lab, tolong ambil sampel darah,
pengiriman dilakukan orang labkesda... ” (A1)
”Nah itu dia, lab itu.. kita selama investigasi ini ya.. sekali-kalinya labkesda
ikut yang di kayuringin... perannya harusnya sebagai TGC, pengambilan
darah.. kalau investigasi harusnya datang tapi ngga bisa... ” (A2)
”Pernah sih sekali.. tapi itu pun petugas labkesda itu karena punya tugas di
RS ananda, jadi bukan atas nama labkesda... atas pribadi ajah... ” (A3)
melalui laporan W1 atau sms ke Dinas Kesehatan. Apabila tenaga dari Dinkes tidak
ada yang bisa turun investigasi KLB, diwakilkan oleh tenaga surveilans dari
”Lintas sektor bila ada kasus sementara itu ya.. itu yang berkaitan ajah,
puskeskemas, RS.. ” (A2)
”...Dan kita dengan puskesmas pas turun ajah di lapangan.. selama ini
integrasinya perwakilan ajah... ” (A2)
”Ke puskesmas juga kita terkait ada punya tim mengenai ini.. kita yang
tidak tahu.. dia kasih tahu... dan kalau dia tidak tahu, kita yang kasih tahu..
walaupun ngga ada orang yang sakit tapi kalo ada unggas mati, kita
laporkan... ” (B4)
”Ya, kadang kita ini kan kadang lama ya.. yang koordinasi lama, belum lagi
dari dinkes ke disnak, terus ke kelurahan, dan prosedurya itu yang lama,
misalnya ambulans itu kan lama, belum lagi dananya.. ” (A4).
Sedangkan Kesmavet tidak hanya bekerja sama dengan camat, lurah, RT,
RW, namun lebih luas lagi karena terkait dengan pencegahan AI pada unggas yang
memerlukan tenaga yang cukup banyak. Koordinasi lintas sektor lainnya yang
Dinas Pasar, Dinas Perhubungan, LSM seperti CIBAIC dan Laboratorium Kesehatan
Hewan Propinsi dan Balivet. Berikut ini penuturan beberapa informan terkait
”Koordinasi dengan puskes kita koordinasi juga tapi lewat dinkes…” (B2)
”Kalau lintas sektor kita koordinasi dengan PPL dan kelurahan...kita ngga
punya wilyah... yang tahu wilayah... yang tahu punya unggas dimana.. kan
pemerintah, dalam hal ini lurah..jadi kita koordinasi dengan lurah dan kita
melibatkan PPL juga... ” (B3)
Upaya koordinasi yang melibatkan RT, RW sudah dilakukan apabila terjadi kasus.
Namun sebagian besar dinilai masih belum peduli terkait masalah AI. Masalah AI
seharusnya tidak hanya menjadi tanggung jawab Dinkes atau Kesmavet, namun
”Memang agak sulit ya, tidak mungkin dinkes akan menugaskan secara
spesifik seseorang khusus untuk KLB..itu tidak mungkin ya...itu tidak
bisa..terus dari masyarakat harus ada kerjasamanya baik dengan
puskesmas dan dinkes.. bila terjadi KLB AI yang menanggulangi bukan
hanya puskes atau dinkes saja tapi harus melibatkan masyarakat.. paling
ga.. rt rw yang selama ini sepertinya masih kurang peduli... memang
sebagian yang udah baik ya, tapi sebagian besar belum begitu peduli... ”
(A3)
”Tingkat kesadaran masyarakat itu masih kurang, mereka merasa itu bukan
tanggung jawab mereka tapi itu tanggung jawab dinas” (A2)
oleh informan bahwa belum ada wadah yang secara khusus dibentuk untuk mengkaji
ntar ngga ada lagi, ngga kaya DBD yah...apa karena kejadiannya belum
setiap bulan ada... makanya belum ada gitu yah... ” (B1)
”Integrasinya di dinkes punya DSO kalo disini kan PDSR, jadi kita kontak
kan di situ…secara informal ya.. tapi wadahnya belum ada tapi sebenarnya
ada tim TGC yang diharapkan tim ini menyatu dilapangan. Sebenernya kita
udah solid dilapangan…” (B2)
”Informasi pertukarannya hanya sebatas kejadian aja.. yah itu tadi... kalo
kita tahu, kita kasih tahu dan sebaliknya.. kalo positif mah dari dinkes dan
dari kita juga turun... ” (B4)
Berdasarkan telaah dokumen, untuk unit kesehatan sudah ada kegiatan Case
47 peserta dari Ditjen PP-PL, Ditjen Bina Yanmedik, Ditjen Binkesmas Depkes RI,
Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat, Rumah Sakit, Komnas FBPI dan WHO
Indonesia.
”Kalo terjadi kasus, kita sama-sama dengan dinkes. Kita unggasnya, dinkes
orangnya...agar tidak salah kaprah... ” (B1)
”Gabungan kali ya.. jadi antara Puskesmas, Dinas Peternakan, itu turun
langsung.. yang satu orangnya yang satu ayamnya.. kalo orangnya
biasanya udah dibawa.. ya kalau disnak kan unggasnya... bener ga kena flu
burung.. ” (A4)
pengawasan selama sepuluh hari kepada keluarga atau orang yang penah kontak
”Kita langsung ke tempat penderita, biasanya sih siapa yang duluan, kita
anamnesis ada yang kena gejala yang sama apa ngga, kalau gejalanya flu
biasanya kita obati sepuluh hari ke depan..biasanya dari puskes dateng lalu
kita anamnesis, lalu kita pantau selama 10 hari, apakah menujukkan gejala
yang sama... ” (A4)
kasus sedang tidak dirumah, sehingga ada beberapa hal yang tidak dapat dilakukan
seperti pengambilan spesimen, namun investigasi kedua dilanjutkan sore harinya dan
Tabel 6.4
Hasil Observasi Partisipatif PE
Dilakukan
No. Kegiatan Keterangan
Ya Tidak
1. Mempersiapakan perlengkapan: V
Form investigasi, GPS, Poster
2. Mendatangi RS yang menangani V
kasus sebelum dirujuk untuk
meminta data kasus (penegakan
diagnosis dan alamat)
3. Melakukan koordinasi dengan V
Kesmavet
4. Mendatangi Puskesmas untuk V
memberi tahu bahwa di wilayah
kerja Puskesmas ada kasus AI
dan mengajak petugas ikut
investigasi
5. Saat PE didampingi oleh RT atau V
tokoh masyarakat
6. Melakukan wawancara dengan V
keluarga untuk mengetahui ada
tidaknya gejala ILI dan riwayat
perjalanan kasus
7. Melakukan pengambilan V Pengambilan spesimen
spesimen tidak dilakukan karena
tuan rumah sedang
tidak ada di tempat,
hanya ada anak dan
pembantu
8. Pemberian tamiflu V
9. Melakukan observasi lingkungan V
dan mencatat dalam form
investigasi
10. Hasil PE dilaporkan ke Kepala V
Seksi dan Kepala Bidang.
pula pemeriksaan dan pengawasan terhadap tenaga medis dan paramedis rumah sakit
gejala-gejala yang timbul seperti demam, batuk dan sesak nafas. Tenaga medis dan
”Dimana ada kejadian suatu kasus mulai dari investigasi sampai tindak
lanjut dalam penangulangan contohnya untuk AI.. itu sampai rujuk ke RS,
setelah sampai RS itu tanggung jawab RS, nah kami disitu.. dinkes tetap
akan mengawasi jalannya perawatan di RS termasuk mengetahui siapa saja
tenaga RS baik itu dokter maupun..medis atau non semua harus diketahui
yang kontak dengan suspek AI kemudian pengawasan terhadap adanya
pemakaian obat tamiflu.. terus kita langsung ikutin terus sampai
perkembangan trakhir, baik itu diagnosa probable atau konfirm... ” (A3)
Kabupaten/ Kota dengan menggunakan Laporan KLB/ Wabah 24 jam (W1) bagi
lanjut. Sekarang ini, Dinas Kesehatan memiliki sms center KLB, jadi penyampaian
”Ya, mungkin kan kalau dulu ada laporan W1.. lama ya ditulis, sekarang
kan ada sms, ada apa... jadi kan cepat... ” (A4)
Namun untuk pelaporan AI, Dinkes jarang menerima laporan kasus dari
Puskesmas ataupun rumah sakit. Laporan adanya pasien AI, diperoleh ketika kasus
sudah dirujuk ke RSPI dan biasanya disampaikan ke Dinkes oleh Depkes atau Posko
”Kalo pada FB tidak ada surveilans aktif.. kita hanya laporan dari Depkes,
posko FB... ” (A1)
pemeriksaan unggas berupa uji rapid test dan pengambilan sampel darah unggas.
Selain itu, apabila pada unggas disekitar tempat tinggal kasus dinyatakan positif AI
maka dilakukan depopulasi sedangkan apabila hasil rapid test negatif AI, dilakukan
Monitoring dilakukan oleh Kesmavet baik ada kasus maupun tidak ada kasus
mencari informasi mengenai ada tidaknya unggas yang mati mendadak baik dari
tokoh masyarakat maupun informasi dari kelurahan. Apabila sudah diketahui data
investigasi. Monitoring dan kegiatan surveilans dilakukan oleh tim PDSR. Berikut
penuturan informan:
”Kalo sekarang kan pds-pdsr.. tim gerak cepat...kalo di kesehatan tim gerak
cepat... dan kalo di kita pds-pdsr... itu walaupun ngga ada kasusnya
sekarang tetap melakukan monitoring... ” (B1)
mengetahui tanda-tanda bahwa unggas tersebut sakit. Hal ini menjadi hambatan
inforeman:
6.4.3.3 Sosialisasi AI
Upaya sosialisasi AI yang dilakukan oleh Dinkes tidak hanya dilakukan saat
kepada tenaga-tenaga medis. Sosialisasi AI telah dilakukan ke dokter front liner atau
dokter IGD dengan tujuan agar tenaga medis atau dokter lebih sensitif dalam
gejala ILI (Influenza Like Illness). Oleh karena itu, tujuan sosialisasi kepada tenaga
medis front liner salah satunya agar dokter menanyakan riwayat kontak pasien
penuturan informan:
”Kalo ke masyarakat kita melalui surveilans... itu. kalo ada kasus kita
melalui penyuluhan bukan dari kita aja, dari kesmavet juga melalui
penyuluhan... kita rencana 2008 akan kita mencari tokoh masyarakatnya..
dan mereka nanti memberikan ke bawah.. ” (A2)
“Minggon” yaitu pertemuan setiap hari rabu yang dihadiri oleh camat, lurah, dan
”Biasanya kita ada minggon kan lewat lurah, kecamatan dan nanti mereka
nyebar... ” (A4)
”Kalo di kota bekasi, setiap rabu camat mengumpulkan lurah, dan tokoh-
tokoh masyarakat dan kita masuk disini untuk kita cerita… kan susah
ngumpulin orang banyak gitu kan…” (B2)
menghimbau para ketua RW dan RT se-wilayah Kelurahan Kali Baru untuk waspada
6.4.3.4 Depopulasi
ditemukan kasus AI pada unggas. Selama tahun 2008 Kesmavet telah melakukan tiga
kali depopulasi diantaranya di wilayah Kayuringin, Mustika Jaya dan Rawa Lumbu.
dapat diketahui kegiatan Depopulasi, Vaksinasi dan Desinfeksi seperti berikut ini:
Tabel 6.5
Kegiatan Depopulasi, Vaksinasi dan Desinfeksi
No. Tanggal Lokasi Komoditas Tindakan
1. 9 Januari Rt 3 Rw 1 Kel. Ayam Buras PCR - Depopulasi
Kayuringin Kec. (+) ayam 36 ekor,
Bekasi Selatan Angsa PCR (+) angsa 1 ekor,
Itik PCR (+) entog 3 ekor,
Selokan (+) bebek 49 ekor,
puyuh 5 ekor,
burung 12
ekor.
- Vaksinasi
radius 500 m
- Desinfeksi
radius 500 m
2. 22 Januari Rt 2 Rw 15 Kel. Ayam Buras RT (+) - Depopulasi 6
Pedurenan ekor ayam
Mustika Jaya - Vaksinasi
unggas sekitar
- Desinfeksi
3. 28 Januari Rt 7 Rw 10 Ayam Buras RT (+) - Depopulasi 10
Bojong Menteng ekor
Kec. Rawa - Vaksinasi
Lumbu unggas sekitar
- Desinfeksi
4. 20 Maret Rt 3 Rw 4 Kel. Ayam Buras RT (+) - Depopulasi 13
Mustikasari Kec. ekor ayam
Mustika Jaya - Vaksinasi
unggas sekitar
- Desinfeksi
5. 21 Maret Rt 5 Rw 2 Kel. Ayam Buras RT (+) - Depopulasi 9
Pekayon Kec. ekor ayam
Bekasi Selatan - Vaksinasi
unggas sekitar
- Desinfeksi
6. 3 April Rt 1 Rw 6 Kel. Ayam Buras RT (+) - Depopulasi 84
Jati Raden Kec. ekor ayam
Jati Sampurna - Vaksinasi
unggas sekitar
- Desinfeksi
pengambilan sampel darah unggas. Apabila pada rapid test menunjukkan hasil yang
kepada pemilik unggas yang dimusnahkan sebesar Rp. 12.500,- per ekor unggas.
”Untuk rapid test...kita pake bud, kalo untuk kontrol ada stripnya dan
tesnya ada stripnya maka itu positif...kira-kira 10 menit udah ada hasilnya.
Lebih akurat itu sampel darah.. ” (B1)
”Kejadian kematian unggas, kan biasanya ngga banyak... yang pake rapid
test misalnya 5 ekor, tapi kita ganti... kalo ngga salah Rp.12.500,- unggas
besar atau kecil... ” (B1)
kompensasi yang diterima jauh lebih kecil dari harga pasar. Berikut penuturan
”Sanksi ngga ada. Tapi kita kan pendekatan, kita jelaskan…itu berpotensi
menularkan ke mereka sendiri… kita tekankan seperti itu… dan biasanya
mereka ngga masalah.. ” (B2)
”Ya kita kembali lagi.. ketika kita menemukan kasus positif di suatu rt mau
ngga mau kita harus melakukan depopulasi terbatas tapi biasanya yang
harus kita lakukan itu kompensasi dan penggantiannya murah ya... dua
belas ribu lima ratus padahal kalo dijual kan mahal. Biasanya maen
kucing-kucingan kita...pas kita datang ke sana unggasnya sudah tidak
ada.... sudah dijual. Ketika kemarin di kayuringin positif manusia, positif
unggas, kita udah bilang ke rt nya ngga boleh dibawa keluar tapi pas
keesokan harinya unggasnya dibawa keluar, ngga ada, tinggal 2-3 ekor
padahal tadinya ada kira-kira 300 ekor... itu unggas di jual...di bawa ke
pasar...udah kita tes, udah kita rapid positif, udah lab positif, kita datang
lagi ke sana, hari itu tidak memungkinkan pemusnahan, kita belum bilang
6.4.3.5 Vaksinasi
Apabila hasil dari penyelidikan epidemiologi (PE) unggas disekitar tempat tinggal
kasus dinyatakan negatif AI, maka tindakan yang dilakukan terhadap unggas adalah
vaksinasi. Vaksinasi merupakan salah satu himbauan Walikota Bekasi yang tertuang
Vaksinasi rutin dilakukan pula pada ayam buras, ayam kampung sedangkan
untuk ayam pedaging tidak dilakukan vaksinasi karena umurnya pendek. Upaya
unggas karena untuk sektor empat biosekuritinya minim sekali bahkan tidak ada.
Sedangkan untuk peternakan besar sudah melakukan vaksinasi secara mandiri dan
”Tiap bulan kita udah punya jadwal. Kita tiap bulan jalan surveilans…
bulan ini kita ke sini… bulan ini kita vaksinasi ke sini, kalo ada kasus, baru
kita surveilans mendadak. Kita vaksinasi satu bulan sekali, kalau di
masyarakat empat bulan sekali…” (B2)
”Kita vaksinasi sesuai dengan jadwal, tapi kalau ada laporan positif, kita
utamakan yang positif... ” (B1)
”Ayam pedaging nggak divaksin karena umurnya pendek, jadi hanya ayam
buras saja...Kalo yang kita vaksin... ayam kampung, buras, bebek, kita juga
udah latih vaksinator dan kita ngga harus dateng terus ke sana jadi cukup
orang kelurahan aja... ” (B1)
unggas masih berkeliaran bahkan terkadang unggas masih ada di atas pohon
sehingga menyulitkan petugas untuk melakukan vaksinasi. Selain itu, terkadang sulit
untuk memantau unggas setelah divaksin. Unggas yang sudah mendapat vaksin
tahap pertama belum tentu dapat ditemukan saat vaksin yang kedua, hal ini
”Kemarin saya di jatiluhur april... saya vaksin kira-kira 400 ekor. Rencana
bulan mei saya mau cek berhasil nggak vaksin yang saya lakukan...ehhh
sampai jatiluhur tidak ada unggasnya, udah dijual semua..itu hak mereka
tapi kan mbok ya .. kita dapet info ... tapi ya mau gimana lagi.
Hambatannya ada senang ada susahnya.. senengnya kalo kita sarankan
dilakukan oleh msyarakat” (B3)
informan berikut:
keberhasilan vaksinasi karena banyak faktor lain yang ikut mempengaruhi seperti
”Vaksin itu salah satu cara ya.. vaksin ngga akan berhasil kalo tidak
didukung hal-hal tadi.. vaksin bisa berhasil kalo dosisnya benar, vaksinnya
cocok dengan virus lapangan, penyimpanan vaksinnya baik dan tubuh si
unggas tidak ada masalah... kalo pas kita vaksin unggas nya sehat.. tiba-
tiba pas setelah divaksin tubuhnya tidak baik.. yah itu kan jadi tidak
optimal.. per dosis sebenarnya 0,5 mili tapi diberikannya hanya 0,3
makanya cara pemberian berpengaruh... cara penangakapan unggas juga
berpengaruh.. jadi kalo hanya faktor vaksin tidak akan berhasil.. harus
didukung faktor lingkungan, menajemen peternakan, manajemen unggas,
ditingkat komersial aja yang vaksinnya ok, biosekuriti nya ok apalagi yang
pemeliharaan yang ala kadarnya. Kalo hanya dengan vaksin saya rasa
tidak akan berjalan dengan baik, keterampilan petugas kita juga
berpengaruh. Sebenarnya merek tidak menentukan ya.. tergantung
virusnya.. seharusnya vaksin yang kita pake harus H5N1... ” (B3)
6.4.4 Pengawasan
Kesmavet dilakukan secara langsung maupun tidak langsung terhadap petugas DSO
Kepala Seksi atau Kepala Bidang saat investigasi Penyelidikan Epidemiologi (PE).
Pengawasan tidak langsung dilakukan lewat laporan investigasi, sppd, surat tugas
”Kadang saya turun sendiri, kadang saya minta laporannya.. keliatan kan ..
kalau dia bohong kan keliatan karena kan tim nggak hanya dari dinas, nanti
kita cocokan .... tapi saya yakin kalau memang turun mereka ya pasti turun
investigasi... ” (A1)
”Pemantauan kan hampir tiap hari dipantau baik melalui apel pagi, tingkat
kehadiran, tingkat kinerja yang ada disini, tapi ngga terlalu ketat, yang
penting kerjaan harus diselesaikan... surveilans AI nah itu kan salah
satunya...kita pantau juga.. ya pemantauan bertahap lah.. kepala seksi
memantau stafnya dan saya mantau ke kepala seksinya... ” (B1)
”Cara mantau petugas , dilihat saja ke laporan.. kalo petugas ngga dateng
masyarakat kan lapor… atau kita liat jobdesknya” (B2)
”Kita kan dibekali surat tugas dan tanda tangan lurah, saya mau dinas
luar nih.. terus ngga jelas kemana... ngga bisa... ” (B3)
Petugas DSO membuat laporan mingguan surveilans baik ada kasus atau
tidak ada kasus. Apabila ditemukan kasus AI, dibuat laporan dengan dua buah format
yaitu format DSO dan laporan dengan format analisis epidemiologinya. Berikut
penuturan informan:
pelaporan keuangan nanti diawasi oleh Bawasda, seperti penuturan informan berikut
ini:
kepala seksi ke kepala bagian, diteruskan ke walikota dan propinsi. Untuk pelaporan
kasus dari Dinkes diteruskan ke Depkes dan FBPI. Berikut penuturan informan:
”Laporan ke walikota kalo setiap ada KLB, per-setiap ada kasus selalu
dikirim ke wali kota, propinsi, depkes, dan FBPI.. ” (A1)
”Dikasi ke kepala seksi, paraf kepala bidang terus kita kirim ke dinkes
propinsi dan ke walikota kalau kasus yang positif ajah... dan ke propinsi
semua kasus.. karena kalau ke walikota kan takutnya terlalu menghebohkan
kalau semua kasus di beritahu.. ” (A2)
”Setiap ada kasus lapor ke propinsi, walikota dan tembusannya kalo untuk
AI.. sampai ke pusat penanggulangan AI pusat ” (A3)
”Pelaporan dibuat biasanya per akhir kegiatan ya.. jadi kalo rutin ini..
bulanan kita buat.. kalo keseluruhan kita buat laporan akhir tahun ... kalo
bidang ke dinas, dinas ke walikota.. tapi kalo masalah-masalah urgent
biasanya kita buat nota dinas langsung ke walikota... ” (B3)
Feed back dari walikota mengenai laporan AI, biasanya berupa instruksi
kepada camat, lurah, mengenai kesling, dan sanitasi unggas. Namun penuturan
”Dari walikota ngga ada feedbak tuh, paling dia nanya hasil kegiatan kita
karena dia kan nanya anggaran... ” (A2)
6.4.5 Evaluasi
menganai evaluasi kegiatan surveilans AI, salah satunya adalah sosialisasi. Hasil
”Eh.. gimana ya.. kalau yang 2007 eveluasinya setelah kita melakukan
sosialisasi itu ada kemajuan dibandingkan sebelumnya.. ” (A2)
”Ya paling kita kalo evaluasi kan kita dari laporan dan kita liat program
kan kita ada dua kali sosialisasi... udah berjalan ngga... misalnya 1 puskes
disekelilingnya banyak unggas yang mati..nah puskes waspada ngga nih..
tapi sulit juga ya.. puskes juga banyak kerjaan, itu paling evaluasi kita
melalui laporan yang khusus investigasi maupun dari laporan kegiatan kalo
menurut saya udah cukup baik karena kalo mengenai sosialisasi kita belum
masuk tataran perubahan perilaku karena kalau perubahan perilaku kan
harus ada survei khusus. Kalau dari teman-teman ya sudah dapat
dipertanggung jawabakan ya.. pelaksanaan kegiatannya. ” (A1)
”Kita kurang SDM, kita butuh.. tenaga medis. Kalau tanpa tenaga medis
memang sih masih bisa berjalan...kalau bisa petugas DSO laki-laki, karena
itu kan berat, karena kerja DSO kan ngga pandang waktu ya.. walau sore
kita harus jalan... sarana kalau bisa ditambahin ambulans, insentif
diperhatikan... flu burung itu kan taruhannya kan nyawa, kita minta dari
walkotnya ikut menggalakan kesadaran flu burung, ngga hanya kita nya
saja yang sibuk...jangan menganggap tugas itu adalah hanya tugas orang
kesehatan... ” (A2)
”Program itu tdk bisa berhasil dengan singkat, kita harus berkali-kali...kalo
kita dateng ini harus vaksin.. ngga bakal dikerjain... tapi harusnya kita
dateng berkali-kali , harus kita contohkan.. ya pendekatan lebih personal
lah... Personil kita kan terbatas termasuk kabid dan kasie, pelaksana ada 2
yang hamil... sedang harus menghandle 6 kelurahan ya..sangat jauh dari
sempurna. ” (B3)
Penilaian terhadap upaya vaksiansi dijelaskan oleh informan seperti di bawah ini:
”Kalau kata saya sih udah baik sih.. contohnya puskesmas aja belum ada
apa-apa udah langsung terjun, langsung memberikan tamiflu dan tamiflu
sudah terpapar ke 31 puskesmas dan 27 RS sudah kita berikan.. ” (A2)
”Kita buat evaluasi di akhir tahun, dari sana kita buat perhitungan, yang
dari merah menjadi hijau karena dari evaluasi kita baru dapet plan. Secara
kuantitas mungkin dapat dipenuhi tapi kalau dari kualitas belum. Anggaran
sekian juta habis ya habis, tapi kan kita sulit ya… karena banyak faktor-
faktor dari luar kan banyak yang mempengaruhi.. ” (B2)
6.5 Output
hasil investigasi penyelidikan epidemiologi dan respon cepat PE 1x24 jam. Untuk
”Kalo misalnya khusus AI ya.. kalo dikatakan sukses kalo data yang kita
inginkan itu ada,lengkap, data nya bisa terkumpul dan dianalisis dan
ditambah dengan data-data lab...dan juga kita kan ngga bisa berdiri
sendiri, kita bekerjasama dengan depkes, litbangkes, dan kita juga
mendapatkan data-data juga dari sana sehingga kita yakin gitu ya... ” (A1)
di bawah ini:
”Respon cepat lumayan, dan pada hari libur sering terjadi dan mereka
turun ke lapangan” (B2)
buah laporan PE yang dinilai lengkap yaitu memuat tujuan umum dan tujuan khusus
kontak, analisis kasus serta kesimpulan dan saran. Kelengkapan hasil PE tersebut
Hasil investigasi (PE) lainnya tidak memuat secara lengkap sesuai dengan
format baku form investigasi yang telah dikeluarkan oleh Depkes. Hasil form
investigasi (PE) yang tidak lengkap ditemukan pada kejadian kasus sebelum tahun
2007. Form investigasi sebelum tahun 2007 belum menggambarkan peta lokasi
pada form investigasi 2008, denah lokasi dan pemetaan sudah dilakukan dengan
baik.
Berdasarkan telaah dokumen kasus unggas, data tercatat secara sistematis dan
runtun dari kejadian AI unggas pertama kali di Kota Bekasi yaitu mulai tahun 2005-
2008. Dapat diketahui, tercatat 16 kali kejadian AI pada unggas berdasarkan tanggal
kejadian, lokasi, jenis unggas (komoditas), hasil rapid test dan PCR, tindakan yang
diambil serta tercatat jumlah dan jenis unggas yang dilakukan tindakan depopulasi
PEMBAHASAN
pelaksanaan adalah sebuah pernyataan tertulis yang disusun secara sistematis dan
yang dipakai sebagai pedoman oleh para pelaksana dalam mengambil keputusan dan
Kesehatan, Departemen Pertanian, dan WHO Indonesia tahun 2006. Pedoman ini
dikeluarkan karena dibutuhkan upaya yang terintegrasi antara unit kesehatan dan unit
Protap Dinas Perekonomian dan Koperasi yaitu dalam hal ini adalah Bidang
diberikan saat pelatihan DSO, hal ini mengindikasikan bahwa terdapat dua protap
yang berbeda dalam penanganan surveilans AI terintegrasi antara unit kesehatan dan
tersebut sudah cukup baik, namun pembuat program surveilans AI integrasi harus
hal yang tidak di singgung pada Pedoman Surveilans AI Integrasi adalah masalah
tepat. Kegiatan yang dilakukan terintegrasi dalam hal ini diantaranya adalah
penyelidikan epidemiologi kasus AI pada manusia dan unggas, pertukaran data dan
dengan kondisi yang ada. Berbeda dengan DKI Jakarta, Kota Bekasi belum memiliki
Perda terkait AI, hal ini dikarenakan besarnya dana dan lamanya waktu yang
belum adanya sanksi yang mengikat dalam hal pemeliharaan unggas. Namun,
biosekuriti, vaksinasi, lalu lintas unggas, pemusnahan unggas dan himbauan agar
di Kota Bekasi diantaranya Dinas Perekonomian Rakyat dan Koperasi Kota Bekasi,
Dinas Pasar Kota Bekasi, Dinas Kesehatan Kota Bekasi, dan Camat se-Kota Bekasi
Selain buku pedoman Surveilans Integrasi diatas, kebijakan lokal yang dibuat
oleh Walikota Bekasi diharapkan dapat meningkatkan peran serta sektor terkait dan
adalah Sumber Daya Manusia (SDM) yaitu orang-orang yang memberikan tenaga,
bakat, kreativitas dan usaha mereka pada organisasi. Kondisi tenaga surveilans di
Kota Bekasi untuk penanganan AI dapat dilihat dari tingkat pendidikan, pelatihan
yang pernah diikuti dan pemberian insentif kepada para petugas sebagai motivasi
Apabila dilihat dari beban kerja petugas surveilans AI, jumlah petugas
dikatakan masih kurang baik pada Dinas Kesehatan maupun pada Bidang Kesmavet.
Berdasarkan anjuran WHO, dalam satu kota harus ada dua orang Tenaga
Dinkes Kota Bekasi namun karena tidak adanya spesialisasi tugas maka beban kerja
DSO dinilai berat. Sedangkan hasil penelitian pada Bidang Kesmavet menunjukkan
secara spesifik.
manusia, diperlukan keterampilan khusus yang semuanya tidak lepas dari latar
lingkungan yang ada di sekitar tempat tinggal kasus. Oleh karena itu, SDM yang
dalam bidang surveilans saja namun mengerti pemahaman secara medis. Untuk
ketersediaan tenaga medis yang terlibat dalam tim surveilans AI Dinkes Kota Bekasi
dinilai masih kurang, SDM yang ada di Dinkes adalah dengan latar belakang
indikator masukan, proses dan keluaran. Ketiga indikator tersebut merupakan satu
sistem surveilans yang belum memadai. Indikator tenaga surveilans yang harus
dimiliki oleh unit kesehatan tingkat kabupaten/ kota adalah 1 tenaga epidemiolog
ahli (S2), 2 tenaga epidemiolog ahli (S1) atau terampil dan 1 tenaga dokter umum.
kurang karena dokter hewan yang ada hanya dua orang. Walaupun Bekasi bukanlah
unggas (back yard) sehingga kegiatan pemantauan dan vaksinasi diperlukan lebih
Untuk memperoleh sumber daya yang kompeten, tidak hanya butuh latar
lapangan. Berdasarkan analisis situasi AI yang ada saat ini, Depkes, Deptan, dan
bahwa AI pada manusia terjadi baru pertama kali, sehingga pengetahuan dan
kemampuan sumber daya manusia masih sangat terbatas, para ahli pun masih
mempelajari berbagai hal tentang penyakit AI. Oleh karena itu, pelatihan terkait AI
sangat diperlukan.
dengan tugas atau pekerjaannya. Petugas surveilans AI baik yang ada pada Dinkes
Kota dan Bidang Kesmavet sudah mengikuti pelatihan. Pelatihan yang diikuti oleh
Petugas surveilans Dinkes adalah pelatihan DSO yang sudah diselenggarakan dua
kali oleh Dinas Kesehatan Propinsi. Sedangkan pelatihan lainnya terkait masalah AI
Materi pelatihan yang telah diikuti oleh tenaga surveilans di Dinkes Kota
Bekasi sangat membantu dalam pemahaman AI, seperti tinjauan proyek SI-FB, APD
dalam penanganan binatang, diagnosis dan tatalaksana kasus FB, tupoksi DSO,
sistem pelaporan DSO lewat SMS, Epidemiologi AI, AI dasar dan Kebijakan AI
Jabar.
seorang petugas merasa termotivasi untuk melakukan pekerjaan dengan baik. Salah
satu faktor lainnya untuk membuat petugas bersemangat melakukan tugas dengan
baik adalah faktor insentif. Reinke (1994) dalam bukunya “Perencanaan Kesehatan
insentif merupakan salah satu cara menarik untuk mendorong peningkatan motivasi.
Penghargaan dalam jenjang karier dan uang dapat dihubungkan secara langsung
Kesehatan tidak ada insentif khusus untuk tenaga surveilans AI, namun disediakan
honor investigasi sebagai ongkos perjalanan sebesar Rp. 75.000 sedangkan pada
Kesmavet, untuk kegiatan surveilans tidak ada insentif tersendiri namun ada honor
untuk pelaksanaan vaksinasi sebesar Rp.250 rupiah per ekor unggas yang divaksin.
Dana merupakan salah satu input yang sangat penting dalam pelaksanaan
surveilans secara umum, yang masih disatukan dengan KLB lainnya. Sumber dana
dan WHO. Dana APBD II dikhususkan untuk kegiatan sosialisasi dan investigasi AI,
pertengahan tahun 2008. Dana dari WHO, khusus diperuntukkan bagi kegiatan lintas
sektor dan lintas program. Dana AI pada Dinas Kesehatan Kota Bekasi terdapat pula
dana rujukan AI yaitu biaya ambulans 118, namun penyerapan dana ini dinilai belum
optimal, dana ini dikembalikan pada akhir tahun karena dana yang disediakan untuk
Bantuan Luar Negeri, Bantuan Nasional dan Daerah, dan swadaya masyarakat
Presiden RI Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Penanganan dan Pengendalian Virus Flu
Dana program, turun paling cepat april-mei sehingga kegiatan KLB yang
selalu datang mendadak pada awal tahun (masa perencanaan) menjadi sedikit
terhambat dengan masalah pendanaan. Hal ini ditegaskan oleh Soedjadi (1995)
bahwa dana adalah faktor yang sangat penting bahkan menentukan di dalam setiap
proses pencapaian tujuan. Dana investigasi kadang memakai uang pribadi petugas
terlebih dahulu atau memakai uang kas Dinas, ini seperti yang dinyatakan Reinke
(1994) bahwa birokrasi yang tidak praktis dan membutuhkan persetujuan yang
Koperasi (Bidang Kesmavet) tidak hanya dianggarkan melalui APBD I dan APBD
II, namun Kesmavet mendapatkan dana dari USAID dan FAO. Dana APBD II tidak
honor vaksinasi dan pemusnahan. Propinsi menyediakan pula dana untuk kegiatan
sulit dan dana kompensasi APBD dinilai sudah mencukupi sehingga dana
kompensasi dari pusat tidak gunakan. Dana untuk kegiatan surveilans disediakan
sebesar Rp. 5000.000,- untuk keperluan perjalanan dinas, sedangkan untuk vaksinasi
tersedia dana honor untuk petugas yang sebesar Rp.250,- per ekor unggas (dana
dialoaksikan untuk 300.000 ekor unggas), sedangkan dana untuk kegiatan eliminasi
(depopulasi) tersedia dana kompensasi dari APBD II sebesar Rp. 12.500,- per ekor
unggas baik untuk pemusnahan unggas besar dan kecil (kompensasi dialokasikan
Disease Control (CDC) Atlanta. Penyaluran bantuan ini tidak dilakukan secara
Bantuan luar negeri yang sampai ke tingkat Kota Bekasi diantaranya adalah
bantuan dari WHO, USAID dan FAO. Sedangkan bantuan dana dari pemerintah
diantaranya adalah dari anggaran APBD I dan APBD II. Menurut Gani. A (2001),
dari Pemerintah Pusat (APBN, JPSBK, dan bantuan atau pinjaman luar negeri),
burung (avian influenza) di Jawa Barat termasuk melengkapi fasilitas sarana dan
menjelaskan bahwa alat pelindung diri (proteksi petugas) yang digunakan dalam
kegiatan investigasi AI adalah sepatu boot atau penutup sepatu, pakaian pelindung
(apron), masker N95, tutup kepala, gogle (kaca mata) atau tutup wajah dan sarung
tangan.
Ketersediaan alat pelindung diri AI yang ada di Dinas Kesehatan dan Dinas
dimiliki oleh Dinkes berasal dari propinsi dan WHO. Namun, penggunaan APD pada
Dinkes dinilai masih minim. Penerimaan masyarakat dinilai menjadi faktor utama
terutama dari keluarga kasus. Pemakaian APD ketika investigasi ke tempat tinggal
kondisi lingkungan, padahal penggunaan APD merupakan salah satu proteksi bagi
petugas surveilans.
saat berhadapan dengan keluarga kasus, namun memakai baju dinilai panas sehingga
APD lengkap jarang dipakai. Pemakaian APD lengkap digunakan ketika melakukan
penjelasan FAO (2006) bahwa pemakaian APD ditentukan oleh seberapa besar
daerah terpapar virus H5N1. “Daerah Merah” merupakan daerah yang memiliki
aktivitas risiko tinggi sehingga harus memakai APD lengkap seperti baju, sepatu,
Alat Pelindung Diri (APD) untuk pencegahan AI tidak hanya digunakan oleh
petugas penunjang di rumah sakit seperti petugas kebersihan, petugas pencuci baju,
petugas laboratorium yang mengambil dan mengelola spesimen AI dan APD perlu
GPS merupakan salah satu alat bantu petugas surveilans dalam menentukan
titik koordinat dari lokasi kejadian AI. Ketersediaan GPS dinilai sangat membantu
Bekasi maupun Dinas Perekonomian dan Koperasi (Bidang Kesmavet). Jumlah GPS
yang dimiliki oleh Dinkes adalah satu buah sedangkan Bidang Kesmavet memiliki
empat buah GPS yang diberikan oleh FAO. Pengetahuan penggunaan GPS oleh
Namun berdasarkan telaah dokumen yang diteliti penulis, laporan PE jarang yang
Apabila dilihat dari kejadian kasus AI di Kota Bekasi dan kebutuhan untuk
saling berkoordinasi dengan unit terkait lainnya, transportasi menjadi fasilitas wajib
yang harus dimiliki dan menunjang secara optimal untuk melakukan kegiatan
Siagian dalam Resty (1996) menjelaskan bahwa tersedianya sarana dan prasarana
kerja yang memadai perlu diperhatikan karena sering keterlambatan terjadi di dalam
Kendaraan bermotor untuk tim DSO AI sudah tersedia satu unit bantuan dari
WHO dan untuk Kesmavet mendapat pinjaman tiga unit motor dari FAO. Dikatakan
oleh beberapa informan melalui hasil wawancara bahwa transportasi bukan lagi
menjangkau daerah-daerah yang sulit dilalui oleh kendaraan roda empat. Namun
yang menjadi masalah dalam hal ini adalah kesiapan tenaga surveilans dalam
penggunaan transportasi kendaraan roda dua. Seperti kondisi yang terjadi pada
tenaga surveilans di Dinas Kesehatan Kota Bekasi, tenaga surveilans di Dinkes lebih
banyak adalah wanita dan tidak memiliki keahlian mengendarai sepeda motor
a. Jaringan elektromedia
komputer
7.1.4.4 Vaksin
vaksin, yakni vaksin untuk mencegah flu pada unggas peternakan, vaksin untuk
mencegah agar manusia tidak terserang virus flu yang semula pada unggas dan
Vaksin untuk mencegah flu pada unggas merupakan input dalam tindak lanjut
Kesmavet didapat dari pusat yaitu Departemen Pertanian. Jenis vaksin yang dikirim
ke Kesmavet ada beberapa merek yaitu untuk tahun 2005 ada dua merek, medion dan
vaksindo, tahun 2006 ada biofarma dan tahun 2007 sampai 2008 vaskin yang kirim
membuat titer antibodi pada unggas. Menurut Lawson dalam PDSR Newsletter
Deptan RI (2008), uji serologi pengukuran titer antibodi ditujukan untuk memberi
informasi apakah unggas telah terpapar virus atau vaksin AI dan membentuk respon
kekebalan.
7.2.1 Perencanaan
sendiri, baik oleh unit kesehatan (Dinas Kesehatan Kota Bekasi) dan unit peternakan
Perencanaan yang masih tidak terintegrasi ini, tidak sesuai dengan definisi
Robbins dan Coulter (1999) bahwa perencanaan adalah suatu proses yang melibatkan
bahwa unit peternakan akan melakukan kegiatan penyuluhan kepada para pedagang
Menurut P2P & KL, Depkes (2004), bahwa rencana kerja lintas sektor harus
adanya rincian kegiatan, menyangkut siapa mengerjakan apa, kapan, sarana dan
kualifikasi yang harus dipenuhi serta tersedianya wadah dan mekanisme kerjasama
terbatasnya sumber daya, baik sumber daya manusia maupun dana. Oleh karena itu
dalam perencanaan dibuat strategi agar upaya sosialisasi AI menjadi efektif. Reinke
cara penggunaan terbaik sumber daya yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan
prioritas. Salah satu cara untuk menyikapi keterbatasan tersebut adalah dengan
akan dilakukan pada tahun mendatang. Prediksi yang dilakukan pada Dinkes yaitu
mengembangkan keterampilan dalam semua disiplin ilmu yang diperlukan agar dapat
kualitatif yang digunakan karena tanpa mengindahkan semua usaha pada pengukuran
Baik pada Dinkes dan Kesmavet, petugas surveilans dilibatkan dalam proses
perencanaan. Secara manajemen, hal ini merupakan upaya yang cukup baik karena
petugas menjadi merasa dihargai dan diberi kesempatan untuk dapat ikut
menggabungkan diri pada anggota dan organiasasi ada motif pemuasan kebutuhan,
Pengorganisasian yang baik salah satunya dapat dilihat dari baiknya struktur
Dinkes tidak ada struktur khusus. Struktur kegiatan ini masih mengacu kepada
tersebut, yang ada dalam dokumen adalah masih mengacu kepada struktur Dinas
Pangan dan Non Pangan Asal Hewan. Struktur yang bertingkat ini menjadikan
AI harus dibuat struktur organisasi yang jelas mengenai keberadaan unit fungsional
Selain itu, uraian tugas (job description) petugas surveilans khusus untuk AI
yang dikeluarkan Dinkes dan Kesmavet belum ada secara tertulis. Uraian tugas
surveilans yang ada pada Dinkes, mengacu kepada handout pelatihan DSO yang
jadwal surveilans dan vaksinasi. Petugas surveilans AI baik pada Dinkes dan
Kesmavet masih multifungsi, departemenisasi dalam kegiatan AI belum ada. Hal ini
tidak sesuai dengan pendapat Muninjaya (2004) bahwa untuk memperoleh kejelasan
dipenuhi agar koordinasi berjalan dengan baik yaitu harus adanya tiga hal authority,
kesediaan untuk saling membantu antara para anggota, sedangkan doctrine adalah
ajaran dimana termuat tujuan yang jelas dan diyakini oleh setiap peserta disamping
dorongan kepada staf agar dapat melaksanakan tugas dengan sebaik mungkin dan
maupun Kesmavet sudah cukup baik yaitu dengan memberikan motivasi bahwa
pentingnya bekerja dengan ikhlas dan hal ini didukung salah satunya adalah dengan
menciptakan suasana kerja yang menyenangkan merupakan salah satu dari sepuluh
menentukan bentuk dan sifat hubungan atasan dan bawahan, hubungan antara rekan
sesama kerja dan bahkan menentukan tingkat produktivitas para anggota organisasi.
Selain itu, pengarahan merupakan hal yang saling melengkapi dalam fungsi
staf terkait masalah AI belum berjalan dengan baik. Hal ini tidak sesuai dengan
pendapat Gullick dalam Siagian (1996) pada bukunya “Papers on The Science of
petunjuk dan penentuan arah yang harus ditempuh oleh para pelaksana kegiatan
operasional. Dari pengertian tersebut yang harus diterapkan adalah persepsi bahwa
para staf adalah orang-orang-orang yang tingkat kematangannya, dalam arti teknis
(2006) menegaskan bahwa terdapat tiga sektor yang terkait dalam penanggulangan
KLB di Indonesia, yaitu sektor pertanian dan peternakan, sektor kehutanan dan
sektor kesehatan. Keberadaan unggas atau hewan penular lain yang merupakan
bidang tugas sektor pertanian dan peternakan dan kehutanan merupakan populasi
hewan penular AI, tetapi sekaligus merupakan faktor risiko terjadinya KLB AI pada
manusia. Oleh karena itu, dalam upaya penanggulangan KLB AI, diperlukan
dilakukan di Kota Bekasi yaitu antara Dinas Kesehatan Kota Bekasi, Puskesmas,
Camat, RT dan RW. Terkait upaya lintas sektor, Depkes RI (2003) menjelaskan
bahwa dalam kerjasama lintas sektor melibatkan setidaknya dua komponen yaitu
penyediaan sumber daya dan penyesuaian antar sektor pemerintah dan lembaga non
pemerintah.
Upaya lintas sektor dengan Labkesda (Lab Kesehatan Daerah) di Kota Bekasi
Ketidakterlibatan Labkesda dalam hal ini dikarenakan bahwa Labkesda Kota Bekasi
dilakukan oleh Litbangkes. Hal ini dijelaskan pada Pedoman Surveilans AI Integrasi
Fungsi lurah dan camat dalam peran lintas sektor adalah sebagai penyampai
yang rutin dilakukan yaitu “Minggon”, pertemuan ini dilakukan setiap seminggu
sekali dan dihadiri oleh lurah dan camat. Lewat “Minggon”, Kesmavet dan
Puskesmas dapat melakukan upaya koordiansi dan sosialisasi AI, dan memberikan
ini upaya surveilans dan penaggulangan AI dapat berjalan lebih optimal. Kegiatan
sosialisasi yang dijalankan lewat ”Minggon” ini, sesuai dengan strategi kemitraan
yang dijelaskan P2M & PL, Depkes (2004), bahwa pemberdayaan masyarakat antara
wilayah kelurahan. Dalam hal ini Kesmavet membutuhkan data masyarakat yang
wilayah mana saja yang memiliki unggas dan perlu dilakukan vaksinasi.
AI, terutama adanya kejadian kasus positif AI manusia. Tokoh masyarakat dilibatkan
dalam pelaksanaan surveilans karena dapat merangkul masyarakat dan petugas Dinas
dapat lebih mudah melakukan pendekatan ke keluarga kasus. Selain itu, RT, RW
dilibatkan dalam persiapan sosialisasi dan kegiatan vaksinasi. Dalam hal ini
tinggi terhadap AI sehingga ini menjadi salah satu kendala baik untuk sektor
Penyuluh Lapangan), petugas ini merupakan petugas yang dimiliki kelurahan dan
dilatih sebagai penyuluh sehingga apabila terjadi kasus dilapangan, PPL ikut
membantu Kesmavet.
pelaporan kasus 1x24 jam dan ikut melakukan investigasi untuk melakukan
kasus biasanya dilaporkan lewat sms center sehingga penyampaian informasi sampai
berupa pelaporan penemuan kasus, biasanya terkait dengan pengambilan data kasus
AI seperti alamat, data perawatan, serologis, rontgen, dan data-data kasus yang dapat
memiliki tanggung jawab yang berbeda. Seperti sektor pertanian dan peternakan dan
sektor kehutanan mempunyai peran lebih besar pada saat penyakit AI menyerang
unggas atau hewan penular lainnya, tetapi bagaimanapun juga adanya transmisi virus
AI diantara unggas atau hewan penular lain merupakan faktor risiko penting
terjadinya penularan virus pada manusia, dan bahkan virus AI tersebut dapat
mengalami perubahan dengan timbulnya penularan antara manusia. Oleh karena itu,
merupakan bagian penting dari surveilans dan kesiapsiagaan yang perlu dilakukan
Pada penelitian PE, penulis tidak hanya melakukan indepth interview dan
Menkes menyatakan “KLB Nasional untuk AI”. Sejak dinyatakan KLB, surveilans
atau penyelidikan epidemiologi (PE) AI menjadi salah satu tugas dari unit terkait
dalam strategi pengendalian dan pemberantasan, unit tersebut diantaranya adalah unit
didukung oleh laboratorium untuk penegakan diagnosis yang lebih akurat (PCR dan
Serologi).
berkomitmen untuk saling memberikan informasi apabila terjadi kasus AI baik pada
Dinkes biasanya berasal dari RSPI atau Posko Flu Burung Depkes. Pelaporan kasus
seringkali terlambat dilakukan, kasus seringkali baru dilaporkan ketika sudah dirujuk
ke RSPI. Hal ini dikarenakan rumah sakit asal yang merawat pasien dinilai kurang
seringkali diduga sebagai kasus DBD dan Tipus. Hal ini terkait dengan upaya
sosialisasi yang dinilai masih kurang terhadap sektor pelayanan kesehatan (tenaga
keluarga kasus yaitu dengan pengambilan spesimen (swab hidung dan tenggorok).
survey diantara kontak kasus AI (H5N1) yaitu dengan melakukan uji petik terhadap
5-10 orang yang kontak dengan kasus AI dan mengambil spesimen usap specimen
Apabila orang terdekat yang pernah kontak dengan kasus mengalami gejala-
gejala seperti demam atau panas lebih dari 38oC, maka segera diberikan tamiflu
sebagai upaya pencegahan. Pada kasus yang tidak mengalami gejala ILI dilakukan
keberadaan unggas peliharaan ataupun unggas liar disekitar tempat tinggal kasus.
menggunakan rapid test dan pengambilan darah unggas. Pemeriksaan dengan rapid
test hanya membutuhkan waktu kira-kira sepuluh menit untuk melihat hasil positif
atau tidaknya terhadap H5N1. Apabila hasil positif dilakukan segera pemusnahan
dan bila hasil menunjukkan negatif maka dilakukan upaya pencegahan dengan
saat invetigasi.
pencatatan petugas tentang biodata kasus, riwayat sakit, riwayat kontak, nama-nama
kontak yang diambil spesimen, dan mengenai data hasil observasi lingkungan tempat
dengan kertas yang seadanya, sehingga data yang dihasilkan tidak sesuai dengan
standar baku yang diberlakukan oleh Depkes. Data yang dihasilkan dari investigasi
yang seperti ini akhirnya menyebabkan penganalisaan data hasil surveilans yang
tidak valid dan kadang bias karena mengandalkan ingatan petugas surveilans.
adalah pemakaian APD yang masih belum diterima masyarakat luas. Sedangkan
adalah kurangnya data yang didapat dari masyarakat. Masyarakat seringkali tidak
mengetahui kapan unggasnya sakit, berapa hari unggasnya sakit, tanda-tanda unggas
sakit sehingga ini membuat Kesmavet mengalami kesulitan dalam mendapatkan data
yang akurat. Kemungkinan lain penyebab sedikitnya data yang diperoleh adalah
atau daerah dengan unggas yang sakit atau mati yang disebabkan virus H5N1 oleh
peternakan agar semakin banyak pihak yang sadar dan paham terhadap AI dan
kasus. Sosialisasi penting dilakukan tidak hanya kepada petugas kesehatan, tokoh
masyarakat seperti lurah, camat, RT, RW namun juga kepada masyarakat dalam
bentuk penyuluhan.
Kesehatan Kota adalah melakukan sosialisasi kepada tenaga medis Puskesmas dan
Rumah Sakit di wilayah Kota Bekasi. Upaya sosialisasi kepada tenaga medis dipilih
tenaga medis yang menagani langsung pasien atau yang disebut sebagai dokter front
liner atau dokter IGD. Sedangkan peserta sosialisasi yang dipilih dari Puskesmas
bukanlah kepala Puskesmas namun dokter umum Puskesmas, hal ini menjadi
pertimbangan karena yang menjadi tujuan dari sosialisasi yang di lakukan Dinkes
adalah agar terbentuk pemahaman dan sensitivitas tenaga medis dalam mengenali
pasien yang datang dengan gejala ILI yaitu panas, demam dan sesak napas.
Sosialisasi kepada tenaga medis di Kota Bekasi sudah dilakukan satu kali.
Rencana sosialisasi yang akan dilakukan Dinkes dalam satu tahun adalah dua kali
kepada tokoh-tokoh masyarakat yaitu camat dan lurah. Kegiatan sosialisasi kepada
camat dan lurah dilakukan oleh Kesmavet dan Puskesmas melalui “Minggon”.
Kegiatan “Minggon” merupakan kegiatan yang dilakukan secara rutin setiap hari
rabu dengan mengumpulkan camat dan lurah, dengan adanya kegiatan tersebut
AI di Kota Bekasi, menjelaskan AI dan mengajak lurah dan camat untuk ikut
dilakukan lewat radio, poster dan brosur. Sosialisasi ke masyarakat dilakukan pula
investigasi ke tempat tinggal kasus atau ke wilayah yang positif AI. Upaya sosialisasi
Ketua RW dan RT se-wilayah Kali Baru untuk menghimbau warganya agar waspada
AI dan hal yang sama di lakukan oleh kelurahan Keranji. Himbauan yang sama di
No.440/2054/Kesos/IX/2005.
tidak dilakukan pre-test dan post-test sehingga keberhasilan dari sosialisasi dan
penyuluhan belum dapat dikur. Namun, kesadaran masyarakat akan bahaya AI dapat
dilihat dari banyaknya pelaporan kasus dari masyarakat lewat sms center, dari hasil
dijelaskan bahwa apabila ditemukan unggas yang menunjukan gejala sakit dan/atau
terjadi kematian mendadak, masyarakat wajib melaporkan hal tersebut dalam waktu
7.2.3.4 Depopulasi
depopulasi adalah tindakan pemusnahan unggas dengan cara disembelih atau dengan
cara lainnya sesuai ketentuan yang berlaku. Sedangkan Instruksi Presiden RI Nomor:
1 Tahun 2007 Tentang Penanganan dan Pengendalian Virus Flu Burung (Avian
(pemusnahan selektif) segera dilakukan oleh Kesmavet. Tindakan ini sesuai dengan
tertular pada semua unggas hidup yang sakit (tertular) maupun yang sekandang
Dari data yang peroleh, dilakukan kalkulasi dan didapatkan hasil bahwa sejak
tahun 2005 sampai dengan tahun 2008, depopulasi di Kota Bekasi sudah dilakukan
atau 21, 4% kelurahan di Kota Bekasi sudah tertular AI. Dari 12 kelurahan tertular,
Apabila dilihat dari komoditas unggas yang tertular AI, rapid test positif
menunjukkan bahwa unggas yang paling sering tertular AI adalah ayam buras,
burung perkutut dan burung puyuh. Namun depopulasi terbanyak yang pernah
dilakukan adalah terhadap 425 burung puyuh di Kelurahan Jati Murni, Kecamatan
seperti vaksinasi unggas sekitar sampai dengan radius 500 meter dan desinfeksi.
per ekor unggas baik unggas besar ataupun kecil. Berdasarkan hasil kalkulasi,
didapatkan bahwa dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 unggas yang
dimusnahkan baik ayam, angsa, entog, dan burung berjumlah 939 ekor, dan
perkiraan jumlah dana kompensasi yang sudah dikeluarkan adalah sebesar Rp.
11.737.500. Sedangkan untuk tahun 2008 saja, jumlah unggas yang telah
Pengeluaran dana untuk kegiatan depopulasi atau eliminasi di Kota Bekasi masih
jauh di bawah dana yang dianggarkan yaitu sebesar Rp. 8.750.000,- untuk 700 ekor
unggas.
masih belum aware dengan kejadian AI. Seringkali petugas surveilans tidak dapat
melakukan depopulasi pada unggas yang sudah dinyatakan positif H5N1, karena
pemilik unggas membawa unggasnya keluar daerah untuk dijual. Salah satu
hambatan dalam upaya depopulasi adalah ganti rugi atau dana kompensasi yang
dilakukan.
7.2.3.5 Vaksinasi
preventif dari penularan unggas. Vaksinasi merupakan salah satu himbauan Walikota
tertular secara massal terhadap seluruh unggas sehat terancam (100%) dengan cara
penyuntikan satu per satu dan apabila perlu, dilakukan booster (penyuntikan
berulang).
peternakan besar (sektor 1 dan 2) dinilai sudah dapat melakukan vaksinasi secara
mandiri. Hal ini dijelaskan oleh Litbang, Deptan (2007) bahwa populasi ayam di
sektor 3 (peternakan kecil dengan jumlah unggas sekitar 5000 ekor) dan sektor 4
(unggas yang diperlihara disekitar rumah skala kecil, 1-20 ekor) menjadi target
secara efektif.
dilakukan mulai dari unggas sekitar dari kejadian AI, radius 200 meter sampai
dengan radius 500 meter. Terdapat 5 kelurahan yang dilakukan vaksinasi unggas
sekitar yaitu kelurahan Pedurenan, Bojong Menteng, Mustika Sari, Pekayon dan Jati
Raden. Vaksinasi rutin dilakukan pada ayam buras dan ayam kampung sedangkan
untuk ayam pedaging tidak dilakukan vaksinasi karena umurnya pendek. Setelah
melakukan kunjungan dari rumah ke rumah penduduk yang memiliki unggas, data
biasanya melakukan sosialisasi kepada tokoh masyarakat (RT atau RW) untuk
datang ke rumah penduduk sehingga hal ini menjadi hambatan petugas untuk
melakukan vaksinasi.
masyarakat malas datang, sehingga acara vaksinasi kurang mendapat sambutan baik
dari masyarakat.
peliharaan akan mati setelah divaksinasi. Selain itu, instruksi yang disarankan
melakukan pendekatan secara personal agar kegiatan vaksinasi bisa berjalan dengan
baik.
penggunaan masker dan sarung tangan. Hal ini menimbulkan risiko yang sangat
besar bagi petugas. Yuliarti menambahkan pula bahwa sebelum vaksinasi sebaiknya
sistem peternakan di Indonesia harus dirubah, semua unggas harus dikandangkan dan
tidak berkeliaran sehingga vaksinasi akan mudah dilakukan dan hasilnya jauh lebih
baik.
sampai saat ini masih menjadi masalah peternakan, seharusnya sosialisasi mengenai
vaksinasi AI harus lebih ditingkatkan, karena salah satu cara untuk tidak terjadinya
keberhasilan vaksinasi yaitu cara pemberian vaksin, cara penyimpanan vaksin, dan
untuk ayam petelur adalah umur 4-7 hari dengan dosis 0,2 ml di bawah kulit pada
pangkal leher, umur 4-7 minggu dengan dosis 0,5 ml di bawah kulit pangkal leher,
kemudian pada ayam umur 12 minggu dilakukan penyuntikan dengan dosis 0,5 ml di
bawah kulit pda pangkal leher atau pada otot dada dan setiap 3-4 bulan dilakukan
7.2.4 Pengawasan
merancang suatu umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang
bahwa sumber daya organiasi digunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam
dengan ikut sertanya pengawas (Kepala Seksi atau Kepala Bidang) dalam
turun lapangan terkait seperti surat tugas dengan cap kelurahan, SPPD (Surat
Perintah Perjalanan Dinas), dan laporan investigasi yang dilakukan oleh tim
kesadaran akan pentingnya AI, namun pengawasan secara langsung ini menurut
Siagian (1996) merupakan upaya yang dimaksudkan untuk mencegah jangan sampai
bulanan dan laporan akhir tahun yang mencakup keseluruhan kejadian. Sedangkan
Officer (setiap hari jum’at) baik ada kasus AI atau pun tidak ada kasus AI. Apabila
ada kasus, pelaporan dibuat dengan dua format yaitu format DSO dan format kajian
dikarenakan beban kerja dari petugas DSO yang juga menangani pekerjaan rutin
seperti entry data dan surveilans KLB lainnya. Pelaporan dilakukan secara
berjenjang yaitu kepada kepala seksi, kepala bidang, kepala dinas, walikota
Posko Flu Burung pusat atau Komnas FBPI adalah sesuai dengan fungsinya yang
telah diatur dalam Peraturan Presiden RI Nomor 7 Tahun 2006 Tentang Komite
informasi yang terkait dengan masalah flu burung (avian influenza) pada hewan dan
pusat dikirim pelaporan AI secara lengkap baik kejadian suspek, probable maupun
konfirm, namun untuk pelaporan kepada walikota dibuat dalam bentuk yang lebih
sederhana yaitu hanya pelaporan kasus yang positif, hal ini dikaitkan juga dengan
masalah kebijakan politik yang ditakutkan akan membuat panik warga Bekasi.
melalui bagian keuangan dan selalu di lakukan pemantauan oleh Bawasda. Kegiatan
tersebut dipantau, berjalan dengan baik atau tidak, apabila dirasa AI sudah tidak
terjadi maka alokasi anggaran untuk AI dikurangi. Namun selama ini, AI selalu
menjadi prioritas pemerintah daerah Bekasi. Laporan keuangan ini merupakan salah
satu upaya efisiensi seperti yang diungkapkan oleh Siagian (1996) bahwa orientasi
sehemat-hematnya dari semua dana dan daya yang dimiliki dengan tetap
7.2.5 Evaluasi
Salah satu maksud dan tujuan dari evaluasi adalah menilai dan
kasus. Tenaga DSO melaporkan hasil kegiatan lewat laporan DSO setiap minggu dan
melaporkan hasil PE apabila terjadi kasus baik pada unggas atau manusia.
Sedangkan Kesmavet melakukan hal yang sama yaitu pelaporan setiap kali ada
kasus, bulanan dan secara keseluruhan baik Dinkes dan Kesmavet melakukan
evaluasi tahunan. Hasil evaluasi di sampaikan lewat briefing dan menjadi feed back
belum maksimal, hal ini dapat dilihat dari peran serta masyarakat yang ikut
menangani unggas yang mati dan masyarakat rata-rata menjawab dengan benar dan
Masalah internal organisasi seperti beban kerja dan bentrok antara pekerjaan
rutin dan kegiatan surveilans AI (DSO) menjadi masalah tersendiri yang secara
tenaga lain kegiatan AI seperti TGC, seringkali tidak melibatkan diri dalam
investigasi dikarenakan kesibukan kegiatan rutin lainnya. Untuk hal ini perlu dibuat
khusus dikarenakan penyakit ini jarang terjadi. Kekurangan tenaga seperti tenaga
medis dalam investigasi perlu segera dibenahi, karena tenaga medis sangat
pelaksanaan surveilans AI di tingkat Kota Bekasi masih belum berjalan dengan baik.
Ada beberapa komponen yang perlu diberdayakan seperti Labkesda, sehingga upaya
kembali, karena pemakaian APD yang tidak sesuai dengan standar bahkan APD yang
pula triangulasi metode dengan indepth interview dan telaah dokumen untuk melihat
buah laporan PE yang dinilai lengkap yaitu memuat tujuan umum dan tujuan khusus
kontak, analisis kasus serta kesimpulan dan saran. Kelengkapan hasil PE tersebut
kelengkapan PE ini belum sesuai dengan indikator kegiatan surveilans yang tertuang
kegiatan surveilans yaitu kelengkapan laporan unit pelapor sebesar 80 % atau lebih.
Hasil investigasi (PE) lainnya banyak yang tidak memuat secara lengkap
sesuai dengan format baku form investigasi yang telah dikeluarkan oleh Depkes.
Hasil form investigasi (PE) yang tidak lengkap banyak temukan pada kejadian kasus
sebelum tahun 2007. Hasil PE yang dinilai tidak lengkap karena tidak memuat
kesimpulan dan saran, serta PE yang tersedia masih berupa narasi. Form investigasi
sebelum tahun 2007 belum menggambarkan peta lokasi kejadian kasus dan
wawancara dengan keluarga kasus yang meninggal. Petugas kadang tidak melakukan
pencataan pada form investigasi yang seharusnya, bahkan terkadang petugas tidak
membawa form investigasi karena adanya laporan KLB AI yang mendadak sehingga
penyiapan form investigasi yang perlu di print tidak sempat dilakukan. Petugas
kadang mengandalkan ingatan saja, sehingga kemungkinan dapat terjadi bias dalam
pencatatan.
Berdasarkan telaah dokumen, dapat digambarkan bahwa pada tahun 2005 sampai
dengan April 2008, tercatat 16 kasus AI pada unggas berdasarkan tanggal kejadian,
serta tercatat jumlah dan jenis unggas yang dilakukan tindakan depopulasi dan
lingkungan dan pemantauan kontak erat di daerah wabah, namun data tersebut tidak
ini hanya pada satu kasus positif konfirm AI pada tahun 2008.
karena terkadang petugas mendapat laporan malam hari sehingga baru bisa turun
keesokan harinya atau apabila ada kejadian kasus AI namun petugas Dinkes tidak
dapat melakukan investigasi (adanya beban tugas yang lain) maka tugas investigasi
evaluasi diketahui bahwa respon PE 1x24 belum sepenuhnya berjalan, namun respon