Anda di halaman 1dari 84

BAB 6

HASIL PENELITIAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Dalam penyusunan skripsi ini terdapat beberapa keterbatasan, salah satunya

yaitu informan Labkesda yang tidak dapat diwawancarai karena padatnya jadwal

kegiatan dan kesibukan informan. Selain itu, informan Puskesmas yang direncanakan

adalah Kepala Puskesmas namun didisposisi kepada dokter umum Puskesmas.

Karena pertimbangan waktu, peneliti hanya memilih satu Puskesmas sebagai

infoman penelitian. Puskesmas Pengasinan dipilih sebagai salah satu sumber

informan berdasarkan jumlah kasus konfirm AI terbanyak yang ada di wilayah kerja

Puskesmas tersebut.

Keterbatasan lainnya adalah durasi wawancara yang singkat dengan beberapa

informan sehingga memungkinkan adanya informasi yang tidak tergali secara

mendalam.

6.2 Deskripsi Informan

Wawancara mendalam dilakukan terhadap informan di dua institusi utama

yang menjadi peran kunci untuk menggambarkan manajemen surveilans AI integrasi

di Tingkat Kota Bekasi yaitu Dinas Kesehatan Kota Bekasi dan Dinas Perekonomian

dan Koperasi Bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) Kota Bekasi.

Selain dua institusi tersebut, penelitian dilakukan pula pada Puskesmas Pengasinan.

Adapun deskripsi mengenai informan yang dilibatkan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

62 UI, 2008
Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM
63

Tabel 6.1
Deskripsi Informan Wawancara Mendalam

Institusi Jabatan Kode Jumlah


Dinkes Kota Bekasi Kepala seksi P2P A1 1
Petugas DSO (District Surveillance A2-A3 2
Officer)
Puskesmas Pengasinan Dokter Umum A4 1
Dinas Perekonomian Kepala Bidang Kesehatan B1 1
dan Koperasi (Bidang Masyarakat Veteriner (Kesmavet)
Kesmavet) Kota Kepala Seksi Produksi Pangan dan B2 1
Bekasi Non Pangan Asal Hewan
Petugas Lapangan (Surveilans AI) B3-B4 2

6.3 Masukan (Input)

6.3.1 Pedoman Surveilans AI integrasi

Pedoman atau protap mengenai surveilans epidemiologi AI integrasi sudah

ada pada tahun 2006 yang dibuat atas kerjasama antara Departemen Kesehatan,

Departemen Pertanian dan WHO Indonesia. Isi protap yang ada di Dinkes Kota

Bekasi dijelaskan seperti penuturan informan di bawah ini:

“Protap...ada...dari Depkes misalnya.. kan kegiatan terus-menerus


mengumpulkan, mengolah dan sampai kesimpulan dan info itu kan kita
sampaikan baik kepada penyebab atau instansi atau badan-badan yang
perlu info tersebut. Itu protapnya sudah dibakukan yah... misalnya ada
kejadian KLB itu namanya surveilans juga berupa investigasi...” (A1)

"Protap ada, kebijakan dari puskes...ngga ada.. “(A3)

“Isinya tentang integrasi AI, DSO, terus isinya tentang PDS-PDR, tentang
pengumpulan informasi... dan untuk memperlancar pekerjaan kita harus
punya nomer hp masing-masing.. ...”(A2)

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


64

Infoman lainnya menambahkan mengenai alur pelaksanaan surveilans AI

integrasi yang ada dalam protap sebagai berikut:

“Protapnya ada, contohnya bila ada kasus AI dari puskes melaporkan ke


dinas, dari dinas melaporkan ke dinas propinsi... ada nih bukunya...” (A2)

“Nih, protap itu biasanya gitu... kalau ada pasien sesak, kontak dengan
ayam mati, kita perlu curiga dengan pemberian tamiflu atau dari kebun
binatang kan ada riwayat.. kita kasih tamiflu” (A4)

Protap yang ada, dinilai sudah sangat membantu dalam pelaksanaan

surveilans AI karena sebelum adanya protap tersebut petugas AI merasa tidak

mengetahui banyak tentang penanganan AI seperti tahun 2005 sebelum

dikeluarkannya protap AI integrasi. Hal tersebut dijelaskan seperti penuturan

informan berikut:

“Pedoman sekarang sudah sangat membantu, dibandingkan dulu tahun


2005.. belum banyak pelatihan..itu kita ngeblank...protap ada tahun 2006,
dan protap integrasi 2007 saya dapet pelatihan 2007.. belum lama...”.(A2)

“Protapnya ada.. jelas sangat membantu karena itu kan merupakan


instrumen... apalagi bagi yang belum mengikuti pelatihan, itu kan menjadi
panduan...data apa aja yang perlu kita cari... dan memang disitu di
catatnya” (A1)

Petugas District Surveillance Officer (DSO) di Dinkes Kota mengatakan

bahwa mereka belum membaca keseluruhan protap yang ada. Seperti dituturkan

informan berikut:

“Protapnya baca pas itu aja.. pelatihan...”(A2)

“Bukunya ada, tapi belum sempat dibaca, langsung pada teknis


pelaksanaan biasanya..”(A4)

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


65

Sedangkan protap yang ada di Dinas Perekonomian dan Koperasi Bidang

Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) mengatakan bahwa protap untuk kasus

AI mengacu kepada Kepmentan:

“Protapnya mengacu ke Kepmentan....protap ini sama dengan kabupaten


yang lain.” (B1)

”Prosedurnya udah ada, ketika kita menemukan kasus, misal depopulasi


selektif, kita laksanakan...” (B3)

Berdasarkan telaah publikasi, didapatkan beberapa Keputusan Menteri

Pertanian terkait penanganan AI yang tertuang dalam Peraturan Gubernur Jawa Barat

Nomor: 19 Tahun 2007 Tentang Intensifikasi Penanganan dan Pengendalian Virus

Flu Burung, yaitu:

1. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 557/Kpts/TN.240/9/1987 tentang

Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan

Unggas;

2. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 306/Kpts/TN.330/1994 tentang

Pemotongan Unggas dan Penanganan Daging Unggas serta Hasil

Ikutannya;

3. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 420/Kpts/OT.21/7/2001 tentang

Pedoman Budidaya Ternak Ayam Buras yang Baik;

4. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 424/Kpts/OT.21/7/2001 tentang

Pedoman Budidaya Ternak Ayam Pedaging yang Baik;

5. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 425/Kpts/OT.21/7/2001 tentang

Pedoman Budidaya Ternak Ayam Petelur yang Baik;

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


66

6. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 338.1/Kpts/PD.620/9/2005

tentang Pernyataan Berjangkitnya Wabah Penyakit Hewan Menular

Influenza pada Unggas (Avian Inflienza) di Beberapa Provinsi di

Wilayah Indonesia;

Kota Bekasi merupakan kota konsumsi unggas dan bukan kota penghasil

unggas, dan penduduknya pun padat sehingga kebijakan daerah untuk masalah AI

disesuaikan dengan kondisi daerah. Terkait dengan kebijakan daerah dan protap yang

dijalankan mengenai masalah ini, Walikota Bekasi telah mengeluarkan Maklumat

Nomor: 524.31/127-Prakop/I/2007 yang berupa himbauan kepada seluruh

masyarakat Kota Bekasi dalam rangka mengantisipasi meluasnya virus AI. Berikut

ini penuturan informan mengenai hal tersebut:

”Ada, tapi tetap kita mengacu kebijakan dari pusat. Pusat itu kan lebar, kita
tidak bisa menyamaratakan semua wilayah karena kan ada propinsi yang
padat ternak, kaya kita kan perkotaan kita memilih sesuai dengan yang
padat penduduk… disesuaikan dengan kondisi daerah tapi dengan tidak
menyimpang dari pusat. Kalo DKI itu kan punya kebijakan sertifikasi
unggas, kalo kita menghimbau, boleh miara unggas selama sesuai dengan
peraturan, dikandangkan, divaksin, tapi kan ngga semudah itu karena kita
belum ada sanksi, kalo kita punya sanksi kan enak… kalo ngga punya,
orang kan ngga takut…”(B2)

Maklumat tersebut mengacu kepada Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967

tentang Ketentuan-ketentuan pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan dan

Keputusan Mentri Kesehatan RI Nomor 1372/Menkes/IX/2005 tanggal 19

Sepetember 2005 tentang Penetapan Kondisi Kejadian Luar Biasa (KLB) AI (Avian

Influenza).

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


67

Maklumat tersebut berisi himbauan kepada seluruh masyarakat Kota Bekasi

untuk melaksanakan biosekuriti, vaksinasi unggas peliharaan dan melakukan

pengulangan setiap 4 bulan, pelarangan menjual atau membawa unggas yang sakit

keluar dari lingkungannya, dan pelarangan memasukkan unggas ke wilayah Kota

Bekasi tanpa Surat Keterangan Kesehatan Hewan dari daerah asal, memusnahkan

unggas yang sakit atau mati dengan cara memasukkan ke dalam lubang, dibakar lalu

ditimbun dalam tanah serta segera lapor pada aparat berwenang jika terdapat unggas

yang sakit atau masti secara mendadak.

Berdasarkan telaah dokumen lainnya, diketahui bahwa untuk masalah AI,

Walikota Bekasi telah mengeluarkan surat Nomor: 443/2112-Ekbang/IX/2005

mengenai instruksi walikota kepada beberapa dinas di Kota Bekasi diantaranya

Dinas Perekonomian Rakyat dan Koperasi Kota Bekasi, Dinas Pasar Kota Bekasi,

Dinas Kesehatan Kota Bekasi, dan Camat se-Kota Bekasi mengenai Antisipasi

Dampak Penyebaran KLB Flu Burung di Kota Bekasi. Uraian instruksi lebih lanjut

adalah seperti di bawah ini:

1. Kepala Dinas Perekonomian Rakyat dan Koperasi

- Membuka Posko Pengaduan Indikasi penyebaran Virus Flu Burung di

Kota Bekasi

- Melaksanakan vaksinasi unggas

- Sanitasi kandang unggas, tempat penampungan unggas dan pasar

- Pemeriksaan laboratorium dan depopulasi pada unggas yang sakit

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


68

2. Kepala Dinas Pasar Kota Bekasi

- Bekerjasama dengan Dinas Perhubungan Kota Bekasi untuk

melaksanakan pemeriksaan lalu-lintas unggas yang akan dipasarkan di

Kota Bekasi

- Peningkatan pemeriksaan unggas di tempat penjualan dan pemotongan

3. Kepala Dinas Kesehatan Kota Bekasi

- Bekerjasama dengan RSUD Kota Bekasi untuk selalu mengambil langkah

penanganan dini terhadap pasien yang terindikasi tertular virus Flu

Burung.

- Mempersiapkan transportasi (alat angkut) pasien dan memberi rujukan

kepada pasien yang terindikasi kepada Rumsh Sakit yang kredibel.

4. Camat se-Kota Bekasi

- Selalu melaporkan situasi yang berkembang di masyarakat terkait dengan

virus Flu Burung, baik yang menyebar terhadap unggas maupun manusia

- Segera mengambil langkah pemusnahan dalam radius 3 Km terhadap

unggas jika di daerah Saudara positif menjadi endemic virus Flu Burung

- Saudara Berkoordinasi dengan instansi terkait terhadap langkah-langkah

kebijakan yang diambil oleh Saudara.

6.3.2 Tenaga Surveilans AI

Menurut anjuran WHO, untuk melaksanakan surveilans AI integrasi Dinkes

harus memiliki District Surveillance officer (DSO), selain DSO Dinkes juga

memiliki Tim Gerak Cepat (TGC). Namun dalam penerapannya, SDM yang ada baik

dalam DSO dan TGC dinilai masih kurang, SDM mengerjakan tugas dengan

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


69

tanggung jawab yang merangkap dengan program lainnya sehingga kadang

mengalami kendala saat terjadi KLB AI dan pengembangan AI sendiri. Berikut

penuturan beberapa informan:

“Tenaga....surveilans AI kan bagian dari surveilans keseluruhan ya.. tidak


hanya AI saja.. kalo untuk tenaga sudah kita atur ya..artinya sudah....dari
dinas sudah diploting yaitu tenaganya 3 orang 4 dengan saya sendiri.. kalo
dibilang cukup atau ngga ya jelas tidak cukup kalo dibilang ada kasus..
kadang-kadang kan pak sardi merangkap filariasis, neni merangkap...dan
dia bingung juga kan kalau ada KLB yang lain...trus jadinya kita mengatur
tenaga yang ada... khusus investigasi KLB, flu burung, chikungunya” (A1)

“Kalo diliat, harusnya dari surveilans lain, DSO lain, TGC lain tapi
ya...orang-orangnya kita-kita aja, dan ngga hanya menagani AI aja, KLB
chikungunya..jadi ya tenaga ngga cukup ya...” (A2)

“Tenaga, kalau dari sisi SDM, itu memang sudah diatur juga sih, dalam
anjuran WHO dalam satu kota itu harus ada yang namanya district
surveilans officer..DSO.. itu untuk tingkat kota ada 2 orang, itu udah ada..
untuk di dinkes kota bekasi petugas tersebut itu masih terlibat kepada
program-program P2P itu sendiri,seperti bu neni itu kan masih di
surveilans.. saya sendiri di filariasis..”(A3)

“TGC..memang lintas bidang ya tapi kadang perhatian terhadap penyakit


ini belum ada, padahal udah ada 4 orang yang udah dilatih dipropinsi tapi
gerakannya belum ada...kalau ada kasus yang turun baru DSO aja...
memang kami sendiri tidak pernah melibatkan ya.. memang kadang karena
kesibukan lain dari TGC itu sendiri ya..”(A3)

“Ya..ini kan kalo di P2P kadang-kadang apa ya.. dibilang kurang tenaga
juga sebetulnya ngga ya.. di kita ini masih begini .. kalo di program ada 2
istilah PT, pelaksana tekinis dan pelaksana administrasi, jadi antara teknis
dan penaggung jawab administrasi hanya 1 orang, itu juga kan termasuk
kendala jadi program itu kurang berkembang jadinya...”(A3)

Informan menuturkan bahwa tenaga yang lebih bisa diandalkan dalam

melakukan surveilans adalah tenaga surveilans laki-laki. Alasan tersebut adalah

karena laki-laki lebih bisa menggunakan kendaraan bermotor apalagi untuk

melakukan penyelidikan epidemiologi (investigasi) ke daerah-daerah terpencil.

Berikut penuturan informan:

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


70

”KLB...itu diinstruksikan kepada teman-teman laki-laki untuk membantu


investigasi dan tidak hanya petugas surveilans karena kan memang ada
keterbatasan ya.... kalau butuh tenaga ya terpaksa bidang lain turun
ya...”(A1)

“Tenaga harusnya yang berkompeten terutama laki-laki ya karena kan yang


lebih enak yang bisa naik motor...karena kita yang ngga bisa naik motor
akan ketergantungan ya... kalo dia ngga jalan, kita ngga jalan ya apalagi
masuk ke daerah-daerah terpencil ya...” (A2)

Untuk Bidang Kesmavet, tenaga surveilans AI dinilai masih kurang.

Walaupun tenaga AI untuk unggas sudah ada tenaga PPL, namun tenaga ini dinilai

belum mencukupi. Berikut penuturan beberapa informan:

”Petugas kita cuma 7 orang....dan untuk AI ya udah petugas yang ada


aja..”(A1)

”Ketersediaan tenaga surveilans AI kurang… kita ini yang menangani AI


cuma sepuluh orang, dokter hewan cuma dua orang. Walau dibantu PPL
tetap aja masih kurang. Walau populasi unggas kita ngga banyak, karena
kita bukan padat unggas. walaupun bukan peternakan, tapi tiap rumah
biasanya ada unggas” (B2)

Dilihat dari latar belakang pendidikan tenaga surveilans di Dinkes Kota, baik

melalui hasil wawancara dan telaah dokumen yang dilakukan dapat diketahui, tenaga

yang terlibat adalah 2 orang lulusan epidemiologi dan 1 orang perawat. Menurut

salah satu informan latar belakang pendidikan ini sudah sangat menunjang, namun

informan lain berpendapat bahwa latar belakang tersebut belum mampu mendukung

kegiatan surveilans AI secara baik, karena butuh keterampilan medis yang cukup

tidak hanya dari sisi epidemiologi. Berikut penuturan beberapa informan:

”Kalau melihat pendidikan...saya rasa Pak Sardi sudah cukup ya.. dia kan
epid, Rina kan fkm...rina kan sudah menunjang sekali apalagi untuk kasus
AI, sangat menunjang untuk menanyakan gejala... karena kan latar
belakangnya sangat membantu sekali” (A1)

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


71

”Kalau dilihat dari background pendidikannya, belum memadai. Kayak Pak


Sardi, epid tapi kan dia backgroundnya SMA dan kalau backgroundnya
medis akan lebih nyambung, ngga perlu nanya ini nya gimana ya...
pelatihan selama ini cukup, tapi seharusnya harus ada yang lebih tahu ya di
dinas, selama ini memang ada yang yang background dokter tapi ngga
digunain. Paling ngga harusnya ada dokter yang ikut investigasi, biar bisa
baca rotgen...” (A2)

Reinke (1994) dalam bukunya “Perencanaan Kesehatan Untuk Meningkatkan

Efektivitas Manajemen” menegaskan bahwa pemberian insentif merupakan salah

satu cara menarik untuk mendorong peningkatan motivasi.

Dalam surveilans AI, baik di Dinkes Kota Bekasi dan Dinas Perekonomian

Koperasi (Bidang Kesmavet) tidak ada insentif khusus terkait surveilans AI. Namun

pada Dinkes tersedia dana investigasi KLB (berlaku untuk semua KLB) sebesar Rp.

75.000,- sedangkan pada Kesmavet, petugas mendapatkan honor vaksin sebesar

Rp.250,- per ekor unggas yang divaksninasi. Berikut penuturan informan terkait hal

tersebut:

”Insentif khusus ngga ada, paling kalo kita turun ke lapangan kita dapet
uang jalan melalui sppd itu...75 ribu sekali jalan...”(A1)

”Insentif, ngga ada... sama sekali tidak ada insentif..itu biasanya cuma
biaya perjalanan aja..kalo ada kasus KLB biasanya kita jalan.. satu kali
jalan 75 ribu...”(A3)

”Insentif khusus untuk FB tidak ada, tapi ada istilahnya honor nyuntik...
250 rupiah.. per ekor unggas yang disuntik.. jadi kalau nyuntik 100 ekor,
jadi dapet 25 ribu..” (B1)

Hadi Pratomo (2001) menjelaskan bahwa training atau pelatihan sering

diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan keterampilan individu yang berkaitan

dengan tugas atau pekerjaannya.

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


72

Terkait surveilans AI, pelatihan sudah diberikan oleh propinsi kepada petugas

surveilans AI. Pelatihan untuk tenaga Dinkes diperuntukkan bagi tenaga District

Surveillance Officer (DSO) dan Tim Gerak Cepat (TGC). Pelatihan diselenggarakan

oleh dinas propinsi, dua kali mengenai DSO dan satu kali untuk TGC. Berikut

penuturan informan:

”Pelatihan TGC satu kali, itu kan adanya dari pelatihan propinsi... begitu
juga DSO, itu juga dari propinsi ..” (A1)

”Saya cuma pelatihan DSO sekali, AI integrasi, materinya tentang


kebijakan, dan membangun komitmen belajar...”(A2)

”Pelatihan, terutama mengenai seluk-beluk AI itu sendiri, pernah di


propinsi dua kali, tahun 2007 dan terakhir di bulan juni ini tahun
2008..”(A3)

Berdasarkan hasil telaah dokumen pada Dinkes terdapat beberapa materi

pelatihan seperti tinjauan proyek SI-FB, APD dalam penanganan binatang, diagnosis

dan tatalaksana kasus FB, tupoksi DSO, sistem pelaporan DSO lewat SMS,

Epidemiologi AI, AI dasar dan Kebijakan AI Jabar.

Sedangkan untuk tenaga surveilans Bidang Kesmavet, petugas tidak hanya

mendapatkan pelatihan mengenai AI, namun tenaga Kesmavet juga melatih tenaga-

tenaga untuk menjadi vaksinator. Pelatihan yang sudah diberikan kepada petugas

surveilans AI Kesmavet diantaranya Preparedness Pandemic, pelatihan PDSR dan

pelatihan penanganan AI. Hal tersebut diketahui lewat penuturan infroman berikut:

”Kalo pelatihan untuk saya sendiri biasanya hanya pelatihan pusat dan
kalo untuk vaksinator buat orang-orang yang tadinya belum mengenal
vaksinasi. Pelatihan kalau untuk disini udah bisa semuanya... nah sekarang
ada pelatihan yang dikerawang itu...lagi dilaksanakan untuk petugas
lapangan kerjasama dengan Belanda dan mungkin petugas yang dilatih ini
bisa untuk menyampikan ke masyarakat...”(B1)

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


73

”Kalo di petugas kesmavet udah bisa sendiri, dan kita buat untuk PPL.. kita
sebagai pelatihnya... ada juga pelatihan yang buat dari propinsi udah ada 3
atau 4 angkatan dari AI itu...”(B1)

”Pelatihan terkait AI, aduuh banyak banget… prepared..pandemic,


pelatihan PDSR, pelatihan penanganan AI, yah kaya gitu-gitu deh, selain
itu kebanyakan koordinasi..”(B2)

6.3.3 Dana

Dana surveilans AI di Dinas Kesehatan Kota Bekasi berasal dari APBD II,

namun dana tersebut masih tergabung dalam surveilans secara umum. Dana dari

APBD II dialokasikan untuk kegiatan sosialisasi dan investigasi AI. Sedangkan

WHO, menyediakan dana khusus untuk kegiatan lintas program dan lintas sektor

terkait AI. Hal tersebut dijelaskan oleh informan sebagai berikut:

”Alokasi dana untuk surveilans AI kita dapet dari APBD II..” (A1)

”Masalah dana ada dari APBD II nih, kalo dibilang cukup untuk kita ya
cukup ya... kalo masalah hewannya yang lebih kompeten kesmavet.. kalo
kita lebih preventif ya... kalo di dinas untuk investigasi, dan untuk
sosialisasi FB...”(A2)

”Dana pelatihan, kita masih menginduk ke surveilans... yah.. kita masih


menginduk ke propinsi... kita dana masih gabung, kalau dibilang tidak ada
ya ada...tapi masih gabung...”(A2)

”Dana... untuk AI itu secara spesifik, itu ada dari WHO.. kan hasil
pertemuan kemarin dari propinsi itu ada dana dari WHO itu ada dana
untuk pertemuan dengan masyarakat, pertemuan koordinasi lintas program,
lintas sektor itu ada, kalo dari APBD II itu kita masukkan dalam
surveilans.. anggaran surveilans epidemiologi tingkat kota, itu masuk
dalam anggaran investigasi...” (A3)

Berbeda penuturan seorang informan dari Puskesmas mengatakan bahwa

dana penyelidikan epidemiologi di Puskesmas masih mengalami hambatan.

”Hambatan terbesar itu masalah dana, karena untuk PE, surveilans ngga
ada dana, jadi kalau PE mereka ongkos, ongkos sendiri...”(A4)

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


74

Di luar dana investigasi, sosialisasi dan lintas sektor, Dinas Kesehatan juga

memiliki dana untuk ambulans 118, namun dana tersebut dinilai kurang terserap

dengan baik karena dari dana yang di anggaran untuk 20 kasus yang terpakai hanya

satu kasus. Hal ini dikatakan salah satu informan dikarenakan pihak RSPI sekarang

hanya mau mendatangkan ambulans apabila sudah jelas serologi pasien mengarah ke

penyakit AI dengan adanya kelengkapan data leukosit dan paru. Hal tersebut seperti

dituturkan informan berikut:

”Dan terakhir kali untuk rujukan pasien...itu pun untuk 20 kasus dan yang
tertangani cuma 1 kasus..”(A2)

”Kalo di RSPI harus lebih selektif lagi, kalo udah hasil lab lengkap banget,
ada ngga leukosit, hasil rontgen, baru dia 118 mau jemput... kalo ada arah
ke FB baru mereka mau jemput...”(A2)

Sedangkan dana yang tersedia untuk kegiatan surveilans AI integrasi di Dinas

Perekonomian dan Koperasi (Bidang Kesmavet) tidak hanya dari APBD II, namun

dana tersebut didapatkan dari propinsi, USAID dan FAO. Hal tersebut dijelaskan

seperti penuturan informan di bawah ini:

”APBD II, kalo vaksin dari deptan...” (B1)

”Anggaran operasional saya tidak begitu mengerti.. tapi setahu saya dari
APBD II yah dan APBD I juga ada kayanya...” (B3)

”Dana itu, selain dari APBD sendiri dapet dari pemerintah propinsi dan
pusat.. kalo dari pusat kita dapet vaksin dan peralatannya, terus… dari
LSM swasta seperti USAID dan FAO. Pemerintah pusat ngga ada anggaran
surveilans hanya ada vaksin. FAO itu membiayai surveilans dan peralatan
untuk melakukan surveilans. kalo dari APBD…dana operasional, honor
vaksinansi, surveilans, pemusnahan. Unggas-unggas yang positif itu kan
harus dimusnahkan… walaupun memang tidak sesuai harga pasar, kita
ganti Rp.12500 unggas besar dan kecil. Pusat juga menyediakan dana
kompensasi tapi kita ngga pernah pake dana pusat karena prosedurnya
sulit, tapi karena kita punya anggaran sendiri… yang udah…kita pake dana
kompensasi sendiri”.(B2)

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


75

Dituturkan oleh salah satu informan bahwa dana dari luar seperti USAID

kadang masih tidak jelas kapan dana tersebut turun karena dana mereka tergantung

dari negara-negara donor. Contoh bantuan dari luar yaitu seperti PPE, desinfektan,

dan peralatan-peralatan.

“Kalo dari dana luar mereka ngga tentu, ngga jelas gitu loh…karena
mereka tergantung negara-negara donor. Mereka malah ngga pasti
daripada kita…ngga pasti kapan datengnya, kapan turunnya…tapi mereka
memberikan bantuan…seperti dari USAID yaitu PPE, desinfektan, dan
peralatan-peralatan…”(B2)

Berdasarkan telaah dokumen yang dilakukan, terdapat sejumlah dana yang

dialokasikan untuk kegiatan AI yaitu:

Tabel 6.2
Anggaran AI- Kesmavet
Kegiatan Keterangan Jumlah
Vaksinasi 300.000 ekor x Rp. 250,- Rp. 75.000.000
Surveilans Perjalanan Dinas Rp. 5000.000,-
Eliminasi 700 ekor x Rp. 12.500,- Rp. 8.750.000,-
Sumber : Bidang Kesmavet 2008

6.3.4 Ketersediaan Sarana

6.3.4.1 Alat Pelindung Diri (APD)

Alat Pelindung Diri (APD) yang merupakan kelengkapan investigasi sudah

dimiliki baik oleh Dinas Kesehatan, Puskesmas dan Kesmavet. Namun dalam

implementasinya, APD masih mengalami banyak kendala seperti penolakan

masyarakat yang tidak menerima petugas kesehatan yang menggunakan masker saat

melakukan investigasi ke tempat tinggal kasus dan pemakaian APD lengkap yang

panas. Hal ini seperti penuturan informan berikut:

“..Yang kita dapat.. kita punya tas untuk investigasi... kita punya APD, dari
propinsi, ada google” (A1)

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


76

”APD kita ada, peralatan kita ada semua seperti APD, peralatannya kita
dikasih dari WHO.. dari pusat kita dikasih tamiflu, poster”. (A2)

”APD ada dua, ada masker, tutup kepala...empat atau dua..”(A4)

”Untuk kegiatan... peralatan, baju, masker ada juga dari FAO..” (B1)

”APD berlebih, kita dapet APD dari berbagai sumber…”(B2)

Penggunaan APD yang masih belum bisa diterima masyarakat, menjadikan

APD tidak dapat terpakai maksimal bahkan berlebih. Hal tersebut dijelaskan oleh

beberapa informan berikut:

”APD ada, istilahnya mulai dari rambut sampai kaki itu ada semua... cuma
dalam penerapan di lapangan masyarakat belum siap, wong pakai masker
aja.. kita pernah diusir kok.. dia merasa anaknya tidak menderita flu
burung..”(A3)

”Penggunaan APD kita liat dari situasi, masyarakatnya welcome ngga, kalo
ngga welcome ya ngga dipaksakan dan kita nya juga harus jaga jarak, yah 1
meteran lah..”(A1)

”APD itu yah.. yang pasti kita pengadaan sendiri, dari FAO, dari
propinsi… kita berlebih karena kita tidak menggunakan secara maksimal.
Tapi kadang kita kan sumu, panas, kalo ke daerah merah baru kita
pake…”(B2)

”Kita kan punya proteksi minimum, kan ada psikis masyarakat juga
ya…kalo kita pake APD lengkap masyarakat akan resah…”(B2)

Berdasarkan hasil observasi APD, didapatkan kelengkapan APD pada Dinkes

Kota Bekasi seperti di bawah ini:

Tabel 6.3
Observasi APD
Ketersediaan
Jenis APD
Ada Tidak
Sepatu Boot V
Pakaian Pelindung V
(apron)
Masker N95 V
Tutup kepala V
Gogel V
Sarung tangan V

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


77

6.3.4.2 Global Positioning system (GPS)

Untuk pelaksanaan investigasi, petugas surveilans dilengkapi pula dengan

Global Positioning system (GPS) yang berfungsi untuk menentukan titik koordinat

lokasi kejadian AI. Berdasarkan observasi dan wawancara diketahui bahwa tim DSO

Dinkes difasilitasi 1 buah GPS sedangkan Kesmavet memiliki 4 buah GPS yang

diberikan oleh FAO. Kelengkapan GPS disampaikan oleh beberapa informan

berikut:

”GPS kita punya satu aja dari propinsi, handphone kita punya dua untuk
DSO dari propinsi...”(A1)

”GPS itu difasilitasi FAO, kita punya empat…karena kita punya empat tim.
masing-masing tim punya satu GPS” (B2)

6.3.4.3 Transportasi surveilans

Transportasi menjadi salah satu kebutuhan yang sangat penting dalam

melakukan surveilans (penyelidikan epidemiologi). Kendaraan bermotor sangat

dibutuhkan terlebih ketika petugas surveilans harus menjangkau daerah-daerah yang

sulit dilalui oleh kendaraan roda empat. Untuk program surveilans AI integrasi,

Dinkes Kota Bekasi sudah memiliki cukup kendaraan bermotor khusus surveilans

dari propinsi. Berikut penuturan informan:

”Kalo transportasi kita udah dapet motor satu, khusus surveilans


keseluruhan dari propinsi, untuk transport nggak ada masalah.. tapi kalau
di beri mobil akan lebih nyaman kalau ngajak teman... tapi penganggaran
ribet harus ke walikota... ” (A1)

”Transportasi kan dari anggaran dari APBD II, motor udah dapet dari
propinsi, motor DSO belum dapet.. katanya sih mau dapet lagi.. ” (A2)

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


78

Sedangkan untuk Kesmavet, FAO menyediakan tiga buah kendaraan

bermotor, tapi motor tersebut tidak diberikan namun dipinjam untuk dipakai dalam

kegiatan surveilans AI.

”Kita punya mobil kesehatan hewan keliling, tiga kendaraan bermotor, tapi
motor itu pinjam pakai…jadi dipinjam untuk dipakai, BPKB tidak diberikan
kepada kita, tapi yang bayar pajak dan perpanjang STNK mereka…” (B2)

”Transportasi, sarana... Alhamdulilah untuk masalah itu ngga ada....kita


siap 24 jam, kita standby baik orangnya maupun alatnya... ” (B4)

6.3.4.4 Vaksin

Dalam pemakaian vaksin, ada tiga merek vaksin yang digunakan yaitu

sebelumnya ada medion dan biofarma, namun sekarang merek vaksin yang dipakai

adalah vaksindo. Berikut penuturan beberapa informan:

”Vaksin flu burungnya beda-beda, kalo dulu dari medion, biofarma... kalo
sekarang dari vaksindo..2005 itu ada dua medion dan vaksindo...2006
biofarma dan 2008 sekarang vaksindo..ngga tau tuh apakah kaitannya
dengan menang proyek... dan memang beda-beda ada yang satu bilang
bagus medion dan ada yang bilang bagus vaksindo... tapi biofarma kayanya
kurang bagus... tapi antara medion dan vaksindo sama yang efektivitas
dilapangan... ” (B1)

”Kalo masyarakat mah taunya udah divaksin ajah... kalo biofarma titernya
kurang bagus.... ” (B1)

Perolehan vaksin dijelaskan oleh informan berikut:

”Kalo vaksin dari deptan... ” (B1)

”Pemerintah pusat ngga ada anggaran surveilans hanya ada vaksin..” (B2)

”Kalo dari pusat kita dapet vaksin dan peralatannya.. ” (B2)

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


79

6.4 Proses
6.4.1 Perencanaan (Planning)

Surveilans AI integrasi di Dinkes Kota Bekasi masih merupakan sub-sub

program. Kegiatan surveilans AI integrasi masuk dalam program ISPA dan program

surveilans secara umum. Untuk perencanaan kegiatan AI ini, belum dilakukan

perencanaan bersama dengan dinas Kesmavet namun telah dilakukan koordinasi dan

adanya komitmen untuk saling bertukar informasi mengenai kejadian AI baik pada

manusia maupun pada unggas. Berikut penuturan beberapa informan:

”Kita nih kan dikenal.. P2P kan dikenal dengan lintas program yah.. ini
melibatkan program ISPA, kita masuk ke dalamnya, dengan surveilans kita
masuk ke dalam, kalo program sendiri kita belum merencanakan, kita masih
masuk dalam sub-sub program surveilans.. kalo filariasis kan udah punya
program sendiri... itu kan mudah..kalo ini masih masuk dalam surveilans
jadi sulit untuk merencanakan...kecuali kalau udah punya program sendiri
itu kan lebih enak.. ” (A3)

”Langkah-langkah perencanaan... kita koordinasi dengan dinas kesmavet,


dinas kesmavet kerjasama dengan dinas pasar, kita ngga buat kegiatan ke
arah sana, tapi kita ikut penyuluhannya.. kita juga ada batasannya, kalau
kita kasih tahu beli unggas yang benarnya gimana tapi itu kan bukan
wilayah kita, mau sih ke sana juga tapi kita kan lebih preventif.. ” (A2)

”Belum pernah ada perencanaan bareng dengan dinas kesmavet..


suatu saat mungkin ada, seharusnya ada ya, tapi biasanya hanya
kesepakatan aja, sisanya baru kita ketemu... saya ke sana atau dinas
kesmavet ke dinkes.. biasanya ada informasi wajib ya.. sebagian
masyarakat kan menganggapnya kalo ada kematian unggas lapornya ke
dinkes atau puskes padahal harusnya kan ke kesmavet.. kalo ada kematian
unggas kami langsung tindak lanjuti ke kesmavet.. ” (A3)

Untuk perencanaan investigasi kasus AI, dilakukan prediksi terhadap

kejadian tahun sebelumnya sedangkan untuk mengatasi keterbatasan dana yang ada

perencanaan mengenai sosialisasi AI dipilih tokoh-tokoh masyarakat seperti guru dan

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


80

camat yang diharapkan akan dapat menyampaikan kepada murid-murid dan

masyarakat.

”Perencanaan ada, kita mau sosialisasi tingkat guru, camat, dan kita ambil
yang pentolannya aja gitu loh.. seperti guru.. nanti dia ngasih pengajaran
ke murid-muridnya... ” (A2)

”Emmm…bentuk perencanaannya… karena ini udah kaya kegiatan rutin


ya, modelnya ya..seperti ini lah tapi kita selalu liat trend penyakit…kita
lebih intensif ke daerah yang menjadi daerah positif kita…” (B2)

Perencanaan seringkali terbentur dengan masalah dana, namun di Kesmavet

AI selalu menajadi masalah yang prioritas sehingga setiap tahun selalu dianggarkan

dana untuk kegiatan surveilans AI. Terkait dengan keterbatasan dana dan tenaga

untuk kegiatan AI, Kesmavet memprioritaskan ”Daerah Merah” menjadi daerah yang

mendapat pengamatan yang lebih intensif terutama untuk kegiatan upaya vaksinasi.

Biasanya vaksin dilakukan setahun dua kali, namun ketika daerah tersebut

dinyatakan menjadi daerah endemis, vaksinasi direncanakan menjadi empat kali.

Berikut penuturan informan:

”Kegiatannya vaksinasi, depopulasi, surveilans, bedanya


konsentrasinya…dulu vaksinasinya setahun dua kali, sekarang empat kali
karena daerah merah… apalagi kalo daerah merah. Kalo daerah yang ngga
ada kasus bisa kita tinggal, karena kan keterbatasan orang dan anggaran
juga ya…” (B2)

”Perencanaan kita susah disesuaikan dengan dana yang kita punya ya...
kemudian kita koordinasikan dengan yang punya wilyah baru bisa kita
rencanakan... ” (B3)

”Perencanaan dalam penaggulangan AI kita tergantung dari anggaran


APBD II, dari situ kita mengusulkan kegiatan tersebut melalui.. satu, dari
petugas lapangan yang ada di kecamatan, kita juga mengusulkan dan
dimantapkan di rakorbang dan jadilah prioritas-prioritas untuk dinas, tapi
untuk AI selalu dianggarkan karena AI ini sangat penting, dianggarkan dari
APBD II dan Alhamdulillah bisa dibilang cukup.. itu untuk pembelian
peralatan suntik, sosialisasi, kalau untuk vaksin dari propinsi.. ” (B1)

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


81

”Kita punya jadwal vaksin dengan skala prioritas dengan daerah-daerah


mana yang daerah merah.. daerah yang kita dahulukan yang padat unggas
dan padat penduduk... kalo ada unggas... kita koordinasikan dengan pihak
kelurahan .. hari A..B..C..D kita akan ada di wilayah Bapak.. silahkan
kondisikan masyarakat Bapak kita akan ke sana... jangan sampai kita ke
sana ngga tahu informasi mereka... ” (B4)

6.4.2 Pengorganisasian (Organizing)

Pengorganisasian yang baik, dapat dilihat salah satunya dari baiknya struktur

dan jelasnya uraian tugas yang ada. Untuk kegiatan surveilans AI integrasi ini, pada

Dinkes Kota tidak memiliki struktur khusus untuk program ini. Struktur masih

mengacu kepada struktur bidang dan struktur dinas dan tidak diuraikan rincian tugas

secara detail untuk setiap kegiatan yang harus dilakukan terkait surveilans AI

integrasi. Berikut penuturan beberapa informan:

”Struktur belum ada, sementara ini kita masih multifungsi, hanya ada
struktur P2P” (A2)

”Struktur, tidak ada struktur... itu tidak ada strukturnya tapi dalam
pelaksanaannya gini, kita itu integrasi gitu loh..itu yang dibilang DSO, saya
dengan neni, terus ada dari kesling yang mengamati lingkungan..paling itu..
jadi tidak terstruktur kayak model organisasi gitu.. ” (A3)

Sedangkan pada Bidang Kesmavet ada dua pendapat yang berlainan. Salah

satu informan mengatakan bahwa secara struktural AI belum memiliki struktur

khusus namun informan lain mengatakan bahwa secara struktural khusus masalah AI

sudah ada melalui SK kepala dinas. Berikut penuturan informan dari Kesmavet:

”Struktur penaganan AI sendiri kita ngga punya, tapi secara otomatis,


secara struktur aja kita udah tahu, kita juga udah punya jadwal vaksinasi
itu ada… jadwal minggon itu ada…” (B2)

”Struktur sendiri khusus AI kita ada melalui SK kepala dinas untuk


penaggulangan AI. Kepala dinas yang bertanggung jawab, ketuanya saya
dan sekertarisnya Pak Wadi dan anggota semua pegawai yang ada di
kesmavet... ” (B1)

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


82

Sedangkan untuk uraian tugas program AI baik pada Dinkes dan Bidang

Kesmavet dijelaskan seperti penuturan informan berikut:

”Uraian tugas sementara ini kita masih liat ke sini ajah (protap),
koordinasi dengan Depkes, propinsi...harusnya sih ada, tapi harusnya yang
buat kepala seksi.. ”.(A2)

”Jobdesk...secara khusus ngga ada, itu situasional ya, jadi melihat..


misalnya... susah juga ya.. kita biasanya lari ke kegiatan rutin terus, kalo
ada KLB AI baru kita ke sana.. kalo ngga ada, kita biasanya ya.. ngerjain
kegiatan rutin.. paling untuk penganalisaan kita sambi ya.. ”.(A3)

”Kalo pengaturan tugas sesuai dengan jadwal dari SK tersebut.. kita buat
jadwal juga baik vaksinasi maupun surveilans.. kalo kaitan dengan
program itu kan ada pembagian wilayahnya.. ibu yuniar di jatiasih.. ada
wilayah yang menjadi tanggung jawab petugas... ada 6 kecamatan yang
endemis dari 12 kecamatan .. itu rawa lumbu, bekasi selatan, jati
sampurna... ” (B1)

”Kalo secara tertulis ngga, tapi mereka sudah tahu karena udah tahu tugas
PDSR… karena kan udah ikut pelatihan…” (B2)

6.4.3 Pelaksanaan (Actuating)

Pelaksanaan dan penggerakan merupakan kesatuan yang sangat penting

dalam sebuah proses manajemen. Muninjaya (2004) mengatakan bahwa tujuan dari

fungsi penggerakan dan pelaksanaan adalah menciptakan kerjasama yang efisien,

mengembangkan kemampuan dan keterampilan staf, menumbuhkan rasa memiliki

dan menyukai pekerjaan, mengusahakan suasana lingkungan kerja yang

meningkatkan motivasi dan prestasi kerja staf dan membuat organisasi berkembang

secara dinamis.

Untuk proses penggerakan kegiatan surveilans AI dijelaskan oleh beberapa

informan seperti berikut ini:

”Ya gimana ya.. kita cuma bilang... kita kan tugas karena Allah. Kalau
mengandalkan materi aja kan ngga akan cukup, diniatkan aja ibadah...

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


83

karena dari dinas sendiri nggak bisa memberi lebih.. apalagi dari pribadi-
pribadi misalnya... kabid apalagi saya kasie... jadi motivasinya tidak berupa
materi, ada sesuatu kepuasan ya... setelah kita berhasil melakukan suatu
kegiatan yang ngga bisa dinilai dengan materi... ” (A1)

”Gimana mau dapet pengarahan, saya pertama kali ke sini baru sebulan
dan disuruh mendampingi orang WHO.. gimana mau ada pengarahan, yang
ada disuruh baca, akhirnya saya baca sepintas, pas kita terjun ke lapangan
kita bingung dan akhirnya dari pusat yang mengarahkan saya... dulu ada
orang WHO menanyakan protapnya mana? saya ngga punya protap
karenawaktu itu depkesnya pun belum punya protapnya”. (A2)

”Pengarahan ngga ada... itu sifatnya.. kalo masalah timbul biasanya ada,
tapi secara khusus diarahkan gini-gini nggak... kalo ada kasus timbul, baru
ada arahan-arahan... ” (A3)

”Oh iya.. tiap hari senin kita briefing di walikota..selasa kita briefing dan
kita sampaikan ke intern kesmavet dan pengarahannya ngga hanya AI saja..
ada rabies... hari selasa disampaikan ke PPL sebagai perpanjangan tangan
dari dinas dan menyampaikan ke kecamatan...selain PPL petugas kita kalau
ada waktu kita terjun langsung di minggon. Ya motivasi kan banyak hal ya..
kita pendekatan secara kekeluargaan.. tapi motivasi itu masing-masing
petugas punya tanggung jawab dan bekerja sesuai ketentuan agar tujuan
tercapai.. kita santai tapi tetap serius... ya itu karena ada jadwal
sendiri...dan setiap petugas udah punya wilayah masing-masing..kita
arahkan sekali, dengan adanya tanggung jawab itu perlu memberikan
pengarahan tingkat kelurahan.. ” (B1)

”Pengarahan emmm… kalo pengarahan itu kalo kita ada sesuatu yang
baru. kalo selama ini biasanya dari hasil-hasil rapat aja kalau abis
rapat…supaya membantu mereka juga dalam melakukan penyuluhan ke
bawah…” (B2)

Dari penuturan beberapa informan diatas dapat diketahui bahwa pengarahan

sebelum melaksanakan kegiatan AI secara khusus tidak ada, namun pengarahan

biasanya dilakukan saat terjadi masalah dalam kegiatan. Pengarahan juga dilakukan

pada Kesmavet setiap selasa melalui briefing, namun yang disampaikan bukan

khusus masalah AI saja, namun juga disampaikan dengan kegiatan penanganan

lainnya.

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


84

Sedangkan upaya penggerakan yang dilakukan adalah dengan menciptakan

suasana kerja yang menyenangkan seperti melakukan pendekatan secara

kekeluargaan agar tercipta hubungan baik antara atasan dan bawahan yang akhirnya

meningkatkan semangat dan produktivitas kerja.

6.4.3.1 Koordinasi Lintas Sektor

Koordinasi lintas sektor dalam surveilans dan AI terjadi antara Dinas

Kesehatan, Dinas Perekonomian dan Koperasi (Bidang Kesmavet), Puskesmas, RT,

RW, lurah, camat, Petugas Penyuluh Lapangan (PPL), Labkesda dan Litbangkes.

Koordinasi antara Dinas Kesehatan dan Kesmavet sudah berjalan dengan baik, setiap

terjadi kasus yang diterima Dinas Kesehatan atau Kesmavet segera disampaikan dan

dilakukan investigasi kasus secara segera. Berikut penuturan informan terkait hal

tersebut:

”Koordinasi bagus... karena kita dengan kita dilatih TGC.. misal ada kasus
dalam suatu wilayah bekasi.. lalu kesmavet langsung telpon kita, bu disana
ada unggas mati seketika.. dan kita langsung ke puskesmas yang
bersangkutan.. tolong cek di RT sekelilingnya.. tolong dicek ada ngga
orangnya yang panas, batuk, sesak, dan kita langsung ke lurah, aparat
setempat dan koordinasi ngga ada masalah dan sudah berjalan seperti
bisanya.. ” (A1)

”Koordinasi dengan dinas kesehatan biasanya kalo ada konfirm positif,


kalo ada kematian kita koordinasi dengan dinkes.. lebih-lebih positif, kalo
ada kematian unggas kita kasi tahu juga, silahkan lakukan surveilans ke
masyarakat... ” (B3)

Koordinasi Dinkes dan rumah sakit dilakukan ketika ada laporan bahwa ada

pasien yang menunjukkan gejala-gejala AI. Tenaga surveilans Dinkes melakukan

pengambilan data pasien dari rumah sakit, baik alamat, kondisi leukosit, dan riwayat

kontak dengan unggas, setelah itu dilakukan koordinasi dengan pihak Kesmavet

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


85

untuk penelusuran epidemiologi tempat tinggal pasien dan dilakukan upaya

pencegahan terhadap kontak serumah kasus (pasien). Berikut penuturan informan:

”Kalo dengan RS begini.. RS beritahu ada AI lalu kita dateng dan kita lihat
leukositnya, lihat statusnya, wah.. ini ngga mungkin AI nih, nah dari RS
kalo dia positif lekopeni nih, kita kasih tahu ke puskesmas, dilacak di
wilayah tersebut, kita lacak ke kelurahan. Kalo dengan puskesmas
kebanyakan sih suspek.. kalo sama kesmavat kita saling kontak-kontak,
paling kita ngasih tahu ada AI nih, ntar kita janjian... tapi kadang
kesmavetnya suka..oh.. nanti saya nanti sore deh... karena sulit nangkepin
ayamnya.. ”(A2)

Sedangkan untuk koordinasi dengan labkesda dinilai belum berjalan dengan

baik. Ketika pelaksanaan surveilans, petugas labkesda tidak pernah ikut terlibat

dalam pengambilan sampel darah. Pengambilan darah dilakukan langsung oleh

litbangkes padahal dalam jejaring surveilans epidemiologi seharusnya labkesda

berperan dalam pengambilan spesimen, dan bertindak sebagai TGC. Berikut

penuturan beberapa informan mengenai keterlibatan labkesda:

”Kalo hubungan dengan labkesda.. kalo misal di rumah A ada penderita flu
burung, kita koordinasikan dengan lab, tolong ambil sampel darah,
pengiriman dilakukan orang labkesda... ” (A1)

”Nah itu dia, lab itu.. kita selama investigasi ini ya.. sekali-kalinya labkesda
ikut yang di kayuringin... perannya harusnya sebagai TGC, pengambilan
darah.. kalau investigasi harusnya datang tapi ngga bisa... ” (A2)

”Labkesda belum pernah sama sekali ikut terlibat. Labkesda belum


mampu.. Kota Bekasi masih wilayah Jabar harusnya kan ke balai lab
daerah yang di propinsi, tapi kita terlalu jauh makanya kita dianjurkan ke
litbang Depkes karena dekat dengan Jakarta ” (A3)

”Pernah sih sekali.. tapi itu pun petugas labkesda itu karena punya tugas di
RS ananda, jadi bukan atas nama labkesda... atas pribadi ajah... ” (A3)

Dinas Kesehatan secara otomatis melibatkan pula tenaga surveilans

Puskesmas saat melakukan investigasi. Puskesmas biasanya melaporkan kejadian AI

melalui laporan W1 atau sms ke Dinas Kesehatan. Apabila tenaga dari Dinkes tidak

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


86

ada yang bisa turun investigasi KLB, diwakilkan oleh tenaga surveilans dari

Puskesmas. Berikut penuturan informan:

”Lintas sektor bila ada kasus sementara itu ya.. itu yang berkaitan ajah,
puskeskemas, RS.. ” (A2)

”...Dan kita dengan puskesmas pas turun ajah di lapangan.. selama ini
integrasinya perwakilan ajah... ” (A2)

”Ke puskesmas juga kita terkait ada punya tim mengenai ini.. kita yang
tidak tahu.. dia kasih tahu... dan kalau dia tidak tahu, kita yang kasih tahu..
walaupun ngga ada orang yang sakit tapi kalo ada unggas mati, kita
laporkan... ” (B4)

Informan dari Puskesmas menuturkan bahwa dalam koordinasi lintas sektor,

walaupun sudah baik namun terkadang birokrasinya lama dalam penyampaian

informasi. Berikut penuturan informan:

”Ya, kadang kita ini kan kadang lama ya.. yang koordinasi lama, belum lagi
dari dinkes ke disnak, terus ke kelurahan, dan prosedurya itu yang lama,
misalnya ambulans itu kan lama, belum lagi dananya.. ” (A4).

Sedangkan Kesmavet tidak hanya bekerja sama dengan camat, lurah, RT,

RW, namun lebih luas lagi karena terkait dengan pencegahan AI pada unggas yang

memerlukan tenaga yang cukup banyak. Koordinasi lintas sektor lainnya yang

dijalankan Kesmavet yaitu dengan PPL (Petugas Penyuluh Lapangan) di kecamatan,

Dinas Pasar, Dinas Perhubungan, LSM seperti CIBAIC dan Laboratorium Kesehatan

Hewan Propinsi dan Balivet. Berikut ini penuturan beberapa informan terkait

koordinasi yang telah dilakukan Kesmavet:

”Kita koordinasi dengan kelurahan, kecamatan, PPL, pokoknya kalau ada


yang positif mah cepet laporannya baik lewat sms dan telepon... ” (B1)

”Koordinasi melibatkan dinas peternakan dan dinas kesehatan, kadang


juga melibatkan departemen peternakan, kesehatan, dan CIBAIC… CIBAIC
itu relawan desa, itu LSM yang melatih relawan desa.. dinkes, dinas pasar
karena di pasar kan banyak pemotongan ayam ya.. kadang kita libatkan
dishub untuk mengawasi lalu lintas unggas ” (B2)

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


87

”Kita kerjasama dengan propinsi di Cikole dan Balivet.. ” (B2)

”Koordinasi dengan puskes kita koordinasi juga tapi lewat dinkes…” (B2)

”Kalau lintas sektor kita koordinasi dengan PPL dan kelurahan...kita ngga
punya wilyah... yang tahu wilayah... yang tahu punya unggas dimana.. kan
pemerintah, dalam hal ini lurah..jadi kita koordinasi dengan lurah dan kita
melibatkan PPL juga... ” (B3)

”Koordinasi... kalo disini ada koordinatornya ya.. kalo disini kita


koordinasi dengan FAO juga, dan dengan bogor dan baru dengan Deptan,
lingkungan... baru dengan Dinkes” (B4)

Mengenai koordinasi dan kerjasama dengan RT, RW dinilai masih kurang.

Upaya koordinasi yang melibatkan RT, RW sudah dilakukan apabila terjadi kasus.

Namun sebagian besar dinilai masih belum peduli terkait masalah AI. Masalah AI

seharusnya tidak hanya menjadi tanggung jawab Dinkes atau Kesmavet, namun

seharusnya perlu dukungan masyarakat. Berikut penuturan informan:

”Memang agak sulit ya, tidak mungkin dinkes akan menugaskan secara
spesifik seseorang khusus untuk KLB..itu tidak mungkin ya...itu tidak
bisa..terus dari masyarakat harus ada kerjasamanya baik dengan
puskesmas dan dinkes.. bila terjadi KLB AI yang menanggulangi bukan
hanya puskes atau dinkes saja tapi harus melibatkan masyarakat.. paling
ga.. rt rw yang selama ini sepertinya masih kurang peduli... memang
sebagian yang udah baik ya, tapi sebagian besar belum begitu peduli... ”
(A3)

”Tingkat kesadaran masyarakat itu masih kurang, mereka merasa itu bukan
tanggung jawab mereka tapi itu tanggung jawab dinas” (A2)

Dalam upaya koordinasi antara unit kesehatan dan peternakan, dituturkan

oleh informan bahwa belum ada wadah yang secara khusus dibentuk untuk mengkaji

AI secara mendalam. Berikut penuturan informan:

”Sekarang belum ada, masih masing-masing, dinkes orang nya...


peternakan unggasnya.. karena memang belum begitu.. apa itu namanya....
istilah kedokterannya... ya wabah...kalo ini kan belum wabah...satu muncul,

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


88

ntar ngga ada lagi, ngga kaya DBD yah...apa karena kejadiannya belum
setiap bulan ada... makanya belum ada gitu yah... ” (B1)

”Integrasinya di dinkes punya DSO kalo disini kan PDSR, jadi kita kontak
kan di situ…secara informal ya.. tapi wadahnya belum ada tapi sebenarnya
ada tim TGC yang diharapkan tim ini menyatu dilapangan. Sebenernya kita
udah solid dilapangan…” (B2)

”Walaupun harusnya sebulan sekali kumpul, tapi untuk apa…karena kita


koordinasinya udah baik. Kalau sejauh itu ngga, kita hanya kontak aja
antara DSO dan PDSR… pertukaran info kalau ada kejadian AI”
(B2)

”Informasi pertukarannya hanya sebatas kejadian aja.. yah itu tadi... kalo
kita tahu, kita kasih tahu dan sebaliknya.. kalo positif mah dari dinkes dan
dari kita juga turun... ” (B4)

Berdasarkan telaah dokumen, untuk unit kesehatan sudah ada kegiatan Case

Management AI yang dilakukan di Bandung tanggal 1-3 Oktober 2007. Kegiatan

tersebut merupakan pertemuan yang bertujuan untuk mendiskusikan permasalahan

AI dan membentuk kesepakatan serta rekomendasi. Pertemuan tersebut dihadiri oleh

47 peserta dari Ditjen PP-PL, Ditjen Bina Yanmedik, Ditjen Binkesmas Depkes RI,

Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat, Rumah Sakit, Komnas FBPI dan WHO

Indonesia.

6.4.3.2 Penyelidikan epidemiologi (PE)

Penyelidikan epidemiologi (investigasi) dilakukan bersama-sama antara

Dinas Kesehatan, Puskesmas dan Kesmavet. Berikut penuturan informan:

”Kalo terjadi kasus, kita sama-sama dengan dinkes. Kita unggasnya, dinkes
orangnya...agar tidak salah kaprah... ” (B1)

”Gabungan kali ya.. jadi antara Puskesmas, Dinas Peternakan, itu turun
langsung.. yang satu orangnya yang satu ayamnya.. kalo orangnya
biasanya udah dibawa.. ya kalau disnak kan unggasnya... bener ga kena flu
burung.. ” (A4)

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


89

Upaya Penyelidikan Epidemiologi yang dilakukan unit kesehatan adalah

penelusuran untuk mengetahui faktor risiko lingkungan, pemeriksaan gejala pada

kontak, pengambilan sampel darah sekaligus penyuluhan. Menurut Pedoman

Surveilans Epidemiologi AI Integrasi Di Indonesia (2006), dalam PE dilakukan pula

pengawasan selama sepuluh hari kepada keluarga atau orang yang penah kontak

dengan kasus. Berikut pernyataan informan:

”Yang dikerjain ya melakukan pengkajian, anamnesa, gambaran


epidemiologi di wilayah sekitar.. ” (A2)

”Investigasi itu bisa ke lingkungannya dan faktor risiko di situ harus


diperhatikan juga.. dan kita bisa menjelaskan kronologis AI itu sendiri,
karena sifatnya laporan itu masih dugaan..belum pasti dan untuk mastiin flu
burung itu sendiri ada 3, suspek, probable dan konfirm dan konfirm itu
sendiri yang mastiin juga bukan kami...dari pemeriksaan serologis.. ” (A3)

”Terkait masalah AI, untuk mengetahui tidak ada penularan makanya


dilakukan pengambilan darah... ” (A1)

”Kita langsung ke tempat penderita, biasanya sih siapa yang duluan, kita
anamnesis ada yang kena gejala yang sama apa ngga, kalau gejalanya flu
biasanya kita obati sepuluh hari ke depan..biasanya dari puskes dateng lalu
kita anamnesis, lalu kita pantau selama 10 hari, apakah menujukkan gejala
yang sama... ” (A4)

Selain wawancara mendalam, dilakukan pula observasi patisipatif. Pada saat

peneliti melakukan observasi ke tempat tinggal kasus, beberapa anggota keluarga

kasus sedang tidak dirumah, sehingga ada beberapa hal yang tidak dapat dilakukan

seperti pengambilan spesimen, namun investigasi kedua dilanjutkan sore harinya dan

dilakukan pengambilan spesimen. Berdasarkan hasil observasi partisipatif,

didapatkan hasil mengenai hal-hal yang dilakukan petugas surveilans AI saat

investigasi PE adalah sebagai berikut:

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


90

Tabel 6.4
Hasil Observasi Partisipatif PE

Dilakukan
No. Kegiatan Keterangan
Ya Tidak
1. Mempersiapakan perlengkapan: V
Form investigasi, GPS, Poster
2. Mendatangi RS yang menangani V
kasus sebelum dirujuk untuk
meminta data kasus (penegakan
diagnosis dan alamat)
3. Melakukan koordinasi dengan V
Kesmavet
4. Mendatangi Puskesmas untuk V
memberi tahu bahwa di wilayah
kerja Puskesmas ada kasus AI
dan mengajak petugas ikut
investigasi
5. Saat PE didampingi oleh RT atau V
tokoh masyarakat
6. Melakukan wawancara dengan V
keluarga untuk mengetahui ada
tidaknya gejala ILI dan riwayat
perjalanan kasus
7. Melakukan pengambilan V Pengambilan spesimen
spesimen tidak dilakukan karena
tuan rumah sedang
tidak ada di tempat,
hanya ada anak dan
pembantu
8. Pemberian tamiflu V
9. Melakukan observasi lingkungan V
dan mencatat dalam form
investigasi
10. Hasil PE dilaporkan ke Kepala V
Seksi dan Kepala Bidang.

Selain pemantauan kepada keluarga dan tetangga terdekat kasus, dilakukan

pula pemeriksaan dan pengawasan terhadap tenaga medis dan paramedis rumah sakit

yang melakukan kontak dengan pasien. Pemeriksaan dilakukan dengan melihat

gejala-gejala yang timbul seperti demam, batuk dan sesak nafas. Tenaga medis dan

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


91

paramedis yang mengalami gejala yang mengarah ke AI segera diberikan tamiflu

sebagai upaya preventif, seperti penuturan informan berikut:

”Dimana ada kejadian suatu kasus mulai dari investigasi sampai tindak
lanjut dalam penangulangan contohnya untuk AI.. itu sampai rujuk ke RS,
setelah sampai RS itu tanggung jawab RS, nah kami disitu.. dinkes tetap
akan mengawasi jalannya perawatan di RS termasuk mengetahui siapa saja
tenaga RS baik itu dokter maupun..medis atau non semua harus diketahui
yang kontak dengan suspek AI kemudian pengawasan terhadap adanya
pemakaian obat tamiflu.. terus kita langsung ikutin terus sampai
perkembangan trakhir, baik itu diagnosa probable atau konfirm... ” (A3)

Untuk pelaporan kasus AI dari Puskesmas ke Dinas Kesehatan, dilakukan

secara cepat melalui sms. Berdasarkan Pedoman Surveilans Epidemiologi AI

Integrasi Di Indonesia (2006), untuk setiap kasus AI dilaporkan ke Dinas Kesehatan

Kabupaten/ Kota dengan menggunakan Laporan KLB/ Wabah 24 jam (W1) bagi

Puskesmas dan RS kemudian Dinkes Kabupaten/ Kota segera melakukan PE lebih

lanjut. Sekarang ini, Dinas Kesehatan memiliki sms center KLB, jadi penyampaian

informasi sampai dengan cepat. Berikut penuturan informan:

”Ya, mungkin kan kalau dulu ada laporan W1.. lama ya ditulis, sekarang
kan ada sms, ada apa... jadi kan cepat... ” (A4)

Namun untuk pelaporan AI, Dinkes jarang menerima laporan kasus dari

Puskesmas ataupun rumah sakit. Laporan adanya pasien AI, diperoleh ketika kasus

sudah dirujuk ke RSPI dan biasanya disampaikan ke Dinkes oleh Depkes atau Posko

Flu Burung. Berikut penuturan informan:

”Kalo pada FB tidak ada surveilans aktif.. kita hanya laporan dari Depkes,
posko FB... ” (A1)

Sedangkan pelaksanaan PE pada unit peternakan (Kesmavet) dilakukan

pemeriksaan unggas berupa uji rapid test dan pengambilan sampel darah unggas.

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


92

Selain itu, apabila pada unggas disekitar tempat tinggal kasus dinyatakan positif AI

maka dilakukan depopulasi sedangkan apabila hasil rapid test negatif AI, dilakukan

vaksinasi. Berikut penuturan informan:

”Kalau di unggasnya positif walaupun orangnya tidak kena, unggas tetap


kita musnahkan. Untuk rapid test...kita pake bud, kalo untuk kontrol ada
stripnya dan tesnya ada stripnya maka itu positif...kira-kira 10 menit udah
ada hasilnya.... ” (B1)

Monitoring dilakukan oleh Kesmavet baik ada kasus maupun tidak ada kasus

AI pada unggas. Monitoring dilakukan terutama untuk memantau keadaan unggas

setelah di vaksinasi. Selain monitoring setelah vaksinasi, petugas lapangan Kesmavet

mencari informasi mengenai ada tidaknya unggas yang mati mendadak baik dari

tokoh masyarakat maupun informasi dari kelurahan. Apabila sudah diketahui data

mengenai adanya kejadian kematian unggas, Kesmavet langsung melakukan

investigasi. Monitoring dan kegiatan surveilans dilakukan oleh tim PDSR. Berikut

penuturan informan:

”Sebelum dan sesudah vaksinasi kita melakukan pemantauan... ” (B1)

”Kalo sekarang kan pds-pdsr.. tim gerak cepat...kalo di kesehatan tim gerak
cepat... dan kalo di kita pds-pdsr... itu walaupun ngga ada kasusnya
sekarang tetap melakukan monitoring... ” (B1)

”Tugas dilapangan.... kita khusus mengidentifikasi keadaan wilayah, baik


itu yang pernah terjadi flu burung ataupun yang belum terjadi...kita
minimal dapet informasi dari tokoh-tokoh masyarakat yang ada di sana...
selain dari aparat yang ada di kelurahan...dari tokoh masyarakat yang ada
disekitar, kita dapet infonya...tanggal sekian..sekian dan kalo udah ada kita
ngga usah nunggu lagi... ” (B4)

Salah satu hambatan dalam penyelidikan epidemiologi diungkapkan oleh

informan bahwa masyarakat kurang peduli terhadap unggas peliharaannya.

Masyarakat seringkali tidak mengetahui berapa hari unggasnya sakit, tidak

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


93

mengetahui tanda-tanda bahwa unggas tersebut sakit. Hal ini menjadi hambatan

Kesmavet dalam mendapatkan informasi dari masyarakat. Berikut penuturan

inforeman:

”Hambatan penyelidikan epidemiologi… kita kurang data. Kadang kita…


satu kasus misalnya, mereka kan ngga tahu.. data yang diberikan ke kita
kurang akurat, kan masyarakat ngga aware, mereka ngga perhatian ke
unggasnya, sakitnya berapa hari ngga tahu, apa tanda-tandanya, mereka
ngga begitu peduli… ini menjadi kesulitan untuk mengidentifikasi dari
kematian unggas…” (B2)

6.4.3.3 Sosialisasi AI

Upaya sosialisasi AI yang dilakukan oleh Dinkes tidak hanya dilakukan saat

surveilans ke lapangan (investigasi) namun Dinkes telah melakukan sosialisasi

kepada tenaga-tenaga medis. Sosialisasi AI telah dilakukan ke dokter front liner atau

dokter IGD dengan tujuan agar tenaga medis atau dokter lebih sensitif dalam

mengenali gejala-gejala AI sehingga upaya penanganannya akan lebih cepat. Berikut

penuturan beberapa informan:

”Karena penemuan kasusnya udah terlambat, udah dari dokter, ke klinik


swasta, ke rumah sakit, kondisi umumnya udah memburuk, padahal seperti
kita tahu flu burung cepat.. makanya kita melakukan sosialisasi ke tenaga
medis front liner.. jadi kalau ada pasien yang datang dengan batuk, panas,
harus ditanya ada kontak dengan unggas atau tidak dan langsung diberi
tamiflu.. ” (A1)

”Sosialisasi dinas ke puskes, ke tenaga medis RS dan untuk petugas


surveilans puskes dan RS udah kita laksanakan dan kita pilih yang lebih
berkompeten disana, kalo RS ya dokter IGD, kalo di puskes ya dokter yang
meriksa pasien.. bukan kepala puskes yah karena ngga akan dipakai lagi
pula dia kan banyaknya keluar” (A2)

Dari penuturan informan diatas, diketahui bahwa selama ini penanganan AI

seringkali terlambat karena ketidaktahuan dokter yang menangani pasien dengan

gejala ILI (Influenza Like Illness). Oleh karena itu, tujuan sosialisasi kepada tenaga

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


94

medis front liner salah satunya agar dokter menanyakan riwayat kontak pasien

unggas apabila pasien tersebut datang dengan menunjukkan gejala-gejala ILI.

Sedangkan untuk sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat dilakukan secara

langsung ketika petugas surveilans melakukan investigasi ke masyarakat. Berkut

penuturan informan:

”Kalo ke masyarakat kita melalui surveilans... itu. kalo ada kasus kita
melalui penyuluhan bukan dari kita aja, dari kesmavet juga melalui
penyuluhan... kita rencana 2008 akan kita mencari tokoh masyarakatnya..
dan mereka nanti memberikan ke bawah.. ” (A2)

Sosialisasi dilakukan pula dengan menyisipkan masalah AI dalam pertemuan

“Minggon” yaitu pertemuan setiap hari rabu yang dihadiri oleh camat, lurah, dan

tokoh-tokoh masyarakat. Yang terlibat mensosialisasikan AI dalam Minggon adalah

Bidang Kesmavet dan Puskesmas. Berikut penuturan informan:

”Biasanya kita ada minggon kan lewat lurah, kecamatan dan nanti mereka
nyebar... ” (A4)

”Kalo di kota bekasi, setiap rabu camat mengumpulkan lurah, dan tokoh-
tokoh masyarakat dan kita masuk disini untuk kita cerita… kan susah
ngumpulin orang banyak gitu kan…” (B2)

”Kalo di lapangan kita biasanya ikut minggon, tingkat kecamatan... kita...


saya nih bersama tim, kita sosialisasikan flu burung itu apa... bagaimana
penaggulangannya, kita berikan poster. Kalo ada momen pertemuan kita
ada, minimal tokohnya dulu lah di dapet, kalo udah kita pegang tokohnya
akan mudah ke masyarakatnya... ” (B3)

Berdasarkan telaah dokumen mengenai kegiatan rapat Minggon Tingkat

Kecamatan Medan Satria tanggal 21 September 2005. Kelurahan Kali Baru

menghimbau para ketua RW dan RT se-wilayah Kelurahan Kali Baru untuk waspada

penyakit AI, seperti di bawah ini:

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


95

1. Menghimbau warga masyarakat yang memelihara atau memiliki

ternak unggas agar segera melaporkan apabila terdapat tanda-tanda

atau gejala terkena penyakit Flu Burung dan selalu menjaga

kebersihan kandang serta ternaknya.

2. Menghimbau dan mengambil tindakan sedini mungkin apabila

terdapat diantara warga masyarakat ada yang terkena gejala

penyakit Flu Burung dengan tanda-tanda seperti: demam tinggi,

batuk-batuk, sesak napas, dll, agar segera dibawa/diperiksa ke

Puskesmas atau rumah sakit terdekat.

Selain melalui ”Minggon”, sosialisasi AI dilakukan pula melalui posyandu,

media brosur ke kekelurahan-kelurahan, sekolah dan sosialisasi melalui radio.

Berikut penuturan informan:

”Di samping penyuluhan di kelurahan, kita juga lewat radio, kemudian


dibagikan selebaran-selebaran brosur dan dibagiin ke kelurahan-
kelurahan, ke sekolahan tapi kalau ke sekolahan belum semuanya... ” (B1)

”Saya menganjurkan ke puskesmas untuk selalu melakukan penyuluhan


kalau ada kasus dan ke wilayah yang belum ada kasus, saya biasanya
bilang tolong kalau misalnya ada posyandu... gejala-gejala AI secara klinis
itu kan secara ngga langsung sekalian penyuluhan ya... dan kalau ada
kematian unggas, lapornya jangan ke kita tapi ke kelurahan dan
kecamatan” (A2)

6.4.3.4 Depopulasi

Depopulasi merupakan tindak lanjut dari penyelidikan epidemiologi apabila

ditemukan kasus AI pada unggas. Selama tahun 2008 Kesmavet telah melakukan tiga

kali depopulasi diantaranya di wilayah Kayuringin, Mustika Jaya dan Rawa Lumbu.

Berdasarkan telaah dokumen mengenai kejadian AI pada unggas tahun 2008.

dapat diketahui kegiatan Depopulasi, Vaksinasi dan Desinfeksi seperti berikut ini:

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


96

Tabel 6.5
Kegiatan Depopulasi, Vaksinasi dan Desinfeksi
No. Tanggal Lokasi Komoditas Tindakan
1. 9 Januari Rt 3 Rw 1 Kel. Ayam Buras PCR - Depopulasi
Kayuringin Kec. (+) ayam 36 ekor,
Bekasi Selatan Angsa PCR (+) angsa 1 ekor,
Itik PCR (+) entog 3 ekor,
Selokan (+) bebek 49 ekor,
puyuh 5 ekor,
burung 12
ekor.
- Vaksinasi
radius 500 m
- Desinfeksi
radius 500 m
2. 22 Januari Rt 2 Rw 15 Kel. Ayam Buras RT (+) - Depopulasi 6
Pedurenan ekor ayam
Mustika Jaya - Vaksinasi
unggas sekitar
- Desinfeksi
3. 28 Januari Rt 7 Rw 10 Ayam Buras RT (+) - Depopulasi 10
Bojong Menteng ekor
Kec. Rawa - Vaksinasi
Lumbu unggas sekitar
- Desinfeksi
4. 20 Maret Rt 3 Rw 4 Kel. Ayam Buras RT (+) - Depopulasi 13
Mustikasari Kec. ekor ayam
Mustika Jaya - Vaksinasi
unggas sekitar
- Desinfeksi
5. 21 Maret Rt 5 Rw 2 Kel. Ayam Buras RT (+) - Depopulasi 9
Pekayon Kec. ekor ayam
Bekasi Selatan - Vaksinasi
unggas sekitar
- Desinfeksi
6. 3 April Rt 1 Rw 6 Kel. Ayam Buras RT (+) - Depopulasi 84
Jati Raden Kec. ekor ayam
Jati Sampurna - Vaksinasi
unggas sekitar
- Desinfeksi

Sebelum dilakukan depopulasi, dilakukan pemeriksaan rapid test dan

pengambilan sampel darah unggas. Apabila pada rapid test menunjukkan hasil yang

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


97

positif maka segera dilakukan depopulasi. Kesmavet memberikan dana kompensasi

kepada pemilik unggas yang dimusnahkan sebesar Rp. 12.500,- per ekor unggas.

Berikut penuturan informan:

”Untuk rapid test...kita pake bud, kalo untuk kontrol ada stripnya dan
tesnya ada stripnya maka itu positif...kira-kira 10 menit udah ada hasilnya.
Lebih akurat itu sampel darah.. ” (B1)

”Kejadian kematian unggas, kan biasanya ngga banyak... yang pake rapid
test misalnya 5 ekor, tapi kita ganti... kalo ngga salah Rp.12.500,- unggas
besar atau kecil... ” (B1)

”Depopulasi itu… dilakukan pada ternak sekandang.. misal sekandang ada


25 ekor unggas, terus ada satu yang positif…apabila pada ternak
sekandang yang ada positif, semuanya dilakukan pemusnahan, makanya
kita kompensasi…Rp.12.500,- per ekor ”. (B2)

Dalam pelaksanaan depopulasi terdapat beberapa hambatan, diantaranya

adalah kurangnya kesadaran masyarakat dan tidak adanya sanksi. Sebagian

masyarakat sudah menyadari dan menerima pelaksanaan depopulasi setelah

dilakukan pendekatan oleh Kesmavet, namun sebagian lainnya menolak karena

kompensasi yang diterima jauh lebih kecil dari harga pasar. Berikut penuturan

informan terkait hal ini:

”Sanksi ngga ada. Tapi kita kan pendekatan, kita jelaskan…itu berpotensi
menularkan ke mereka sendiri… kita tekankan seperti itu… dan biasanya
mereka ngga masalah.. ” (B2)

”Ya kita kembali lagi.. ketika kita menemukan kasus positif di suatu rt mau
ngga mau kita harus melakukan depopulasi terbatas tapi biasanya yang
harus kita lakukan itu kompensasi dan penggantiannya murah ya... dua
belas ribu lima ratus padahal kalo dijual kan mahal. Biasanya maen
kucing-kucingan kita...pas kita datang ke sana unggasnya sudah tidak
ada.... sudah dijual. Ketika kemarin di kayuringin positif manusia, positif
unggas, kita udah bilang ke rt nya ngga boleh dibawa keluar tapi pas
keesokan harinya unggasnya dibawa keluar, ngga ada, tinggal 2-3 ekor
padahal tadinya ada kira-kira 300 ekor... itu unggas di jual...di bawa ke
pasar...udah kita tes, udah kita rapid positif, udah lab positif, kita datang
lagi ke sana, hari itu tidak memungkinkan pemusnahan, kita belum bilang

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


98

mau pemusnahan, tapi tetangganya ada yang meninggal... besoknya mereka


inisiatif dibawa keluar semua unggasnya... ” (B3)

6.4.3.5 Vaksinasi

Vaksinasi unggas merupakan upaya preventif yang dilakukan Kesmavet.

Apabila hasil dari penyelidikan epidemiologi (PE) unggas disekitar tempat tinggal

kasus dinyatakan negatif AI, maka tindakan yang dilakukan terhadap unggas adalah

vaksinasi. Vaksinasi merupakan salah satu himbauan Walikota Bekasi yang tertuang

dalam dalam maklumat Nomor: 524.31/127-Prakop/I/2007.

Vaksinasi rutin dilakukan pula pada ayam buras, ayam kampung sedangkan

untuk ayam pedaging tidak dilakukan vaksinasi karena umurnya pendek. Upaya

vaksinasi lebih banyak dilakukan di rumah-rumah penduduk yang memiliki sedikit

unggas karena untuk sektor empat biosekuritinya minim sekali bahkan tidak ada.

Sedangkan untuk peternakan besar sudah melakukan vaksinasi secara mandiri dan

tingkat biosekuriti yang dijalankan sudah baik. Berikut penuturan informan:

”Tiap bulan kita udah punya jadwal. Kita tiap bulan jalan surveilans…
bulan ini kita ke sini… bulan ini kita vaksinasi ke sini, kalo ada kasus, baru
kita surveilans mendadak. Kita vaksinasi satu bulan sekali, kalau di
masyarakat empat bulan sekali…” (B2)

”Kita vaksinasi sesuai dengan jadwal, tapi kalau ada laporan positif, kita
utamakan yang positif... ” (B1)

”Ayam pedaging nggak divaksin karena umurnya pendek, jadi hanya ayam
buras saja...Kalo yang kita vaksin... ayam kampung, buras, bebek, kita juga
udah latih vaksinator dan kita ngga harus dateng terus ke sana jadi cukup
orang kelurahan aja... ” (B1)

”Kalo kita vaksinasi kita lebih banyak ke pemukiman, kalo yang di


peternakan mereka udah mengerjakan sendiri…pemukiman punya
masyarakat yang punya 6 ekor.. 10 ekor” (B2)

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


99

Hambatan yang terjadi dalam upaya vaksinasi daintaranya adalah kurangnya

kesiapan masyarakat ketika pihak Kesmavet akan melakukan vaksinasi, seperti

unggas masih berkeliaran bahkan terkadang unggas masih ada di atas pohon

sehingga menyulitkan petugas untuk melakukan vaksinasi. Selain itu, terkadang sulit

untuk memantau unggas setelah divaksin. Unggas yang sudah mendapat vaksin

tahap pertama belum tentu dapat ditemukan saat vaksin yang kedua, hal ini

menyulitkan tim surveilans dalam mendapatkan data mengenai efektivitas vaksin.

Berikut pernyataan informan:

”Kesulitannya kalo vaksinasi adalah kesiapan dari masyarakatnya sendiri...


biasanya kita udah dateng kesana tapi ayamnya ngga dikumpulin, ada yang
masih di pohon, masa kita harus naik ke atas pohon....kesadaran
masyarakat untuk pelaksanaan vaksinasi flu burung belum cukup tinggi... ”
(B1)

”Kemarin saya di jatiluhur april... saya vaksin kira-kira 400 ekor. Rencana
bulan mei saya mau cek berhasil nggak vaksin yang saya lakukan...ehhh
sampai jatiluhur tidak ada unggasnya, udah dijual semua..itu hak mereka
tapi kan mbok ya .. kita dapet info ... tapi ya mau gimana lagi.
Hambatannya ada senang ada susahnya.. senengnya kalo kita sarankan
dilakukan oleh msyarakat” (B3)

Pada pelaksanaan vaksinasi, Kesmavet bekerjasama dengan kelurahan untuk

mengetahui masyarakat yang memiliki unggas peliharaan, seperti dijelaskan

informan berikut:

”Kita datang ke kelurahan, nanti mereka punya data masyarakat yang


punya unggas, disini…disini…karena kita ngga menguasai wilayah…” (B2)

Informan menuturkan bahwa merek vaksin tidak terlalu menentukan dalam

keberhasilan vaksinasi karena banyak faktor lain yang ikut mempengaruhi seperti

dosis pemberian, penyimpanan vaksin, keterampilan petugas, faktor lingkungan dan

manajemen peternakan. Berikut penuturan informan:

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


100

”Vaksin itu salah satu cara ya.. vaksin ngga akan berhasil kalo tidak
didukung hal-hal tadi.. vaksin bisa berhasil kalo dosisnya benar, vaksinnya
cocok dengan virus lapangan, penyimpanan vaksinnya baik dan tubuh si
unggas tidak ada masalah... kalo pas kita vaksin unggas nya sehat.. tiba-
tiba pas setelah divaksin tubuhnya tidak baik.. yah itu kan jadi tidak
optimal.. per dosis sebenarnya 0,5 mili tapi diberikannya hanya 0,3
makanya cara pemberian berpengaruh... cara penangakapan unggas juga
berpengaruh.. jadi kalo hanya faktor vaksin tidak akan berhasil.. harus
didukung faktor lingkungan, menajemen peternakan, manajemen unggas,
ditingkat komersial aja yang vaksinnya ok, biosekuriti nya ok apalagi yang
pemeliharaan yang ala kadarnya. Kalo hanya dengan vaksin saya rasa
tidak akan berjalan dengan baik, keterampilan petugas kita juga
berpengaruh. Sebenarnya merek tidak menentukan ya.. tergantung
virusnya.. seharusnya vaksin yang kita pake harus H5N1... ” (B3)

6.4.4 Pengawasan

Pengawasan kegiatan surveilans AI baik pada Dinkes, Puskesmas maupun

Kesmavet dilakukan secara langsung maupun tidak langsung terhadap petugas DSO

atau petugas lapangan. Pengawasan secara langsung dilakukan dengan ikutnya

Kepala Seksi atau Kepala Bidang saat investigasi Penyelidikan Epidemiologi (PE).

Pengawasan tidak langsung dilakukan lewat laporan investigasi, sppd, surat tugas

dengan cap kelurahan, seperti penuturan informan berikut:

”Kadang saya turun sendiri, kadang saya minta laporannya.. keliatan kan ..
kalau dia bohong kan keliatan karena kan tim nggak hanya dari dinas, nanti
kita cocokan .... tapi saya yakin kalau memang turun mereka ya pasti turun
investigasi... ” (A1)

”Pertanggungjawaban kan dengan laporan investigasi, sppd (surat


perintah perjalanan dinas) kalo kita turun kita bawa sppd, surat tugas,
dicap kelurahan tempat kita investigasi” (A1)

”Yang mengawasi biasanya kepala puskes, ada surat tugasnya.. ” (A4)

”Pemantauan kan hampir tiap hari dipantau baik melalui apel pagi, tingkat
kehadiran, tingkat kinerja yang ada disini, tapi ngga terlalu ketat, yang
penting kerjaan harus diselesaikan... surveilans AI nah itu kan salah
satunya...kita pantau juga.. ya pemantauan bertahap lah.. kepala seksi
memantau stafnya dan saya mantau ke kepala seksinya... ” (B1)

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


101

”Cara mantau petugas , dilihat saja ke laporan.. kalo petugas ngga dateng
masyarakat kan lapor… atau kita liat jobdesknya” (B2)

”Kita kan dibekali surat tugas dan tanda tangan lurah, saya mau dinas
luar nih.. terus ngga jelas kemana... ngga bisa... ” (B3)

Petugas DSO membuat laporan mingguan surveilans baik ada kasus atau

tidak ada kasus. Apabila ditemukan kasus AI, dibuat laporan dengan dua buah format

yaitu format DSO dan laporan dengan format analisis epidemiologinya. Berikut

penuturan informan:

”Kalo petugasnya sendiri ada laporan mingguan DSO, itu dilaporkan


setiap hari jum’at, ada atau ngga ada kasus, kalo ngga ada kasus, nihil
laporannya.. kalo ada kasus lengkap laporannya.. ada 2 laporan yaitu
dengan format DSO dan laporan secara kajian epidemiologinya.. ” (A3)

Untuk pelaporan keuangan dijelaskan oleh informan bahwa ada beberapa

kelengkapan administrasi yang harus dilengkapi seperti kuitansi kegiatan dan

pelaporan keuangan nanti diawasi oleh Bawasda, seperti penuturan informan berikut

ini:

”Mekanisme anggaran… itu kita ada kelengkapan administrasi yang harus


dipenuhi seperti kuitansi tapi kalau kegiatan kita laporkan. Kalo bicara
kegiatan, kita bicara proyek ya.. disitu ada laporan berapa yang sudah
keluarkan, apa saja yang sudah kita lakukan… disitu semuanya ada…”
(B2)

”Berjenjang… kalo laporan anggaran kita laporkan ke walikota lewat


bagian keuangan dan nanti ada yang mengawasi.. oleh bawasda… laporan
kegiatan kita tujukan ke walikota.. ” (B2)

Pelaporan investigasi atau surveilans AI, dilakukan secara berjenjang, dari

kepala seksi ke kepala bagian, diteruskan ke walikota dan propinsi. Untuk pelaporan

kasus dari Dinkes diteruskan ke Depkes dan FBPI. Berikut penuturan informan:

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


102

”Laporan ke walikota kalo setiap ada KLB, per-setiap ada kasus selalu
dikirim ke wali kota, propinsi, depkes, dan FBPI.. ” (A1)

”Dikasi ke kepala seksi, paraf kepala bidang terus kita kirim ke dinkes
propinsi dan ke walikota kalau kasus yang positif ajah... dan ke propinsi
semua kasus.. karena kalau ke walikota kan takutnya terlalu menghebohkan
kalau semua kasus di beritahu.. ” (A2)

”Setiap ada kasus lapor ke propinsi, walikota dan tembusannya kalo untuk
AI.. sampai ke pusat penanggulangan AI pusat ” (A3)

”Staf ke seksi..kepala seksi ke kepala bidang... terus ke kepala dinas dan ke


walikota... sekarang itu baik itu kegiatan seksi dan bidang harus
melaporkan ke walikota.. ” (B1)

”Pelaporan dibuat biasanya per akhir kegiatan ya.. jadi kalo rutin ini..
bulanan kita buat.. kalo keseluruhan kita buat laporan akhir tahun ... kalo
bidang ke dinas, dinas ke walikota.. tapi kalo masalah-masalah urgent
biasanya kita buat nota dinas langsung ke walikota... ” (B3)

Feed back dari walikota mengenai laporan AI, biasanya berupa instruksi

kepada camat, lurah, mengenai kesling, dan sanitasi unggas. Namun penuturan

informan lainnya mengatakan bahwa tidak ada feedback mengenai pelaporan AI

selama ini. berikut penuturan informan:

”Feed back dari walikota melalui briefing dan menginstruksikan ke camat,


lurah mengenai kesling, sanitasi unggas, kalo propinsi feedbacknya, kalo
kita pertemuan evaluasi setahun sekali ya... kalo dari pusat kayaknya ngga
ada feedback... ” (A1)

”Dari walikota ngga ada feedbak tuh, paling dia nanya hasil kegiatan kita
karena dia kan nanya anggaran... ” (A2)

6.4.5 Evaluasi

Evaluasi dilakukan untuk melihat kesesuaian antara hasil-hasil nyata dengan

hasil-hasil yang seharusnya dicapai. Beberapa hal yang dijelaskan informan

menganai evaluasi kegiatan surveilans AI, salah satunya adalah sosialisasi. Hasil

evaluasi mengenai sosialisasi seperti dijelaskan informan berikut:

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


103

”Sosialisasi ke masyarakat... belum maksimal, itu kan puskesmas bukan


dinkes, kalo misalnya puskesmas ada permintaan dari masyarakat.. kalo
misalnya puskesnya belum mampu baru minta didatangkan dengan kita,
kalo puskes.. ada posyandu akan dilibatkan dengan penyakit ini..AI.. ” (A3)

”Eh.. gimana ya.. kalau yang 2007 eveluasinya setelah kita melakukan
sosialisasi itu ada kemajuan dibandingkan sebelumnya.. ” (A2)

”Ya paling kita kalo evaluasi kan kita dari laporan dan kita liat program
kan kita ada dua kali sosialisasi... udah berjalan ngga... misalnya 1 puskes
disekelilingnya banyak unggas yang mati..nah puskes waspada ngga nih..
tapi sulit juga ya.. puskes juga banyak kerjaan, itu paling evaluasi kita
melalui laporan yang khusus investigasi maupun dari laporan kegiatan kalo
menurut saya udah cukup baik karena kalo mengenai sosialisasi kita belum
masuk tataran perubahan perilaku karena kalau perubahan perilaku kan
harus ada survei khusus. Kalau dari teman-teman ya sudah dapat
dipertanggung jawabakan ya.. pelaksanaan kegiatannya. ” (A1)

”Dikatakan jelek ngga.. dikatakan bagus ngga...biasa-biasa ajah. Memang


penurunan dengan ini kita masih bertanya.. entah orangnya.. entah
virusnya... tahun kemarin di targetkan februari akan ada dua orang
meninggal. Barangkali kesadaran masyarakat udah ada.. barangkali ini
ya... entah dari tim kita nya yang ngga ada bosen-bosennya sosialisasi... ”
(B4)

Sedangkan penilaian terhadap tenaga surveilans AI (DSO), dijelaskan seperti

penuturan informan berikut:

”Kalo di evaluasi mulai munculnya kasus sampai penanggulangan itu ada


beberapa hambatan baik dari internal kita yang biasanya ada hubungannya
dengan tugas-tugas rutin dengan tugas sebagai seorang DSO itu biasanya
hubungannya dengan waktu.. kalo surveilans DSO itu kan harus siap tiap
saat ngga melihat lagi hari.. sabtu atau minggu harus turun, itu resiko
seorang surveilans .. disatu sisi kegiatan rutin harus diselesaikan.. tapi di
satu sisi kasus AI harus di tindaklanjuti.. tapi ini memang udah ada tugas
yang dipercayakan ke petugas.. dan kalo ada AI akhirnya di prioritaskan.. ”
(A3)

”Kita kurang SDM, kita butuh.. tenaga medis. Kalau tanpa tenaga medis
memang sih masih bisa berjalan...kalau bisa petugas DSO laki-laki, karena
itu kan berat, karena kerja DSO kan ngga pandang waktu ya.. walau sore
kita harus jalan... sarana kalau bisa ditambahin ambulans, insentif
diperhatikan... flu burung itu kan taruhannya kan nyawa, kita minta dari
walkotnya ikut menggalakan kesadaran flu burung, ngga hanya kita nya

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


104

saja yang sibuk...jangan menganggap tugas itu adalah hanya tugas orang
kesehatan... ” (A2)

”Program itu tdk bisa berhasil dengan singkat, kita harus berkali-kali...kalo
kita dateng ini harus vaksin.. ngga bakal dikerjain... tapi harusnya kita
dateng berkali-kali , harus kita contohkan.. ya pendekatan lebih personal
lah... Personil kita kan terbatas termasuk kabid dan kasie, pelaksana ada 2
yang hamil... sedang harus menghandle 6 kelurahan ya..sangat jauh dari
sempurna. ” (B3)

Penilaian terhadap upaya vaksiansi dijelaskan oleh informan seperti di bawah ini:

”Disesuaikan dengan standarnya tidak bagus... tidak baik. Kalau yang


namanya AI harus dilakukan secara rutin dan berkelanjutan ya.. baik
vaksinnya, biosekuritinya, kalau skala komersial mereka biasanya lebih
bisa bertahan dari AI.. kenapa? Mereka jelas... biosekuriti mereka jalankan,
tidak ada unggas berkeliaran disitu. Dari vaksin pertama, booser
berjalan...setiap 4 bulan untuk peternakan rakyat tidak
berjalan..masyarakat masih..alah... ayam-ayam mati ya kubur ajah..
seharusnya yang namanya vaksinasi.. abis vaksiansi pertama ada
vaksninasi kedua... tapi belum tentu kita dapat menemukan unggas yang
sama... ” (B3)

Penilaian dari pelaksanaan Penyelidikan Epidemiologi (PE) dan peran

masyarakat dijelaskan oleh beberapa informan seperti berikut ini:

”Kalau kata saya sih udah baik sih.. contohnya puskesmas aja belum ada
apa-apa udah langsung terjun, langsung memberikan tamiflu dan tamiflu
sudah terpapar ke 31 puskesmas dan 27 RS sudah kita berikan.. ” (A2)

”Dari masyarakat itu sendiri.. kadang masyarakat belum siap menerima


seperti APD, kerjasama masyarakat juga masih kurang. Memang bukan
tupoksi kita ya kalo hewan, itu tupoksinya kesmavet tapi kita selalu
berpesan kepada masyarakat.. kalo ada kematian unggas bukan lagi lapor
ke dinkes tapi masih saja masyarakat lapornya ke dinkes bukan kesmavet..
dan info itu bukan saja kepada masyarakat itu sudah ke lurah dan camat itu
semua udah tahu terutama pas briefing kalo senin, tapi mungkin info ke
bawahnya kurang ya.. ” (A3)

”Kita buat evaluasi di akhir tahun, dari sana kita buat perhitungan, yang
dari merah menjadi hijau karena dari evaluasi kita baru dapet plan. Secara
kuantitas mungkin dapat dipenuhi tapi kalau dari kualitas belum. Anggaran

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


105

sekian juta habis ya habis, tapi kan kita sulit ya… karena banyak faktor-
faktor dari luar kan banyak yang mempengaruhi.. ” (B2)

6.5 Output

Berdasarkan hasil telaah dokumen dan wawancara dari beberapa informan,

diketahui bahwa indikator dari kegiatan Surveilans AI Integrasi adalah kelengkapan

hasil investigasi penyelidikan epidemiologi dan respon cepat PE 1x24 jam. Untuk

respon cepat PE dituturkan oleh informan berikut:

”Untuk penaggulangannya, belum 24 jam .. tapi 48 jam.. kalo ngga salah..


kalo 48 jam kita 100%, kalo 24 jam misalnya gini, laporan sore hari.. kalo
untuk kasus AI terkadang dinas kesehatan dalam 24 jam dan kalo
tenaganya dinkes ngga ada waktu, ya puskesmas yang jalan, kalo
puskesmas pasti 24 jam, kalo dinas bisa hari esoknya... ” (A3)

”Kalo misalnya khusus AI ya.. kalo dikatakan sukses kalo data yang kita
inginkan itu ada,lengkap, data nya bisa terkumpul dan dianalisis dan
ditambah dengan data-data lab...dan juga kita kan ngga bisa berdiri
sendiri, kita bekerjasama dengan depkes, litbangkes, dan kita juga
mendapatkan data-data juga dari sana sehingga kita yakin gitu ya... ” (A1)

”..Dan setiap ada kasus.. langsung.. kecuali kalau laporannya malam,


besok pagi kita baru turun.. ” (A2)

Dari keterangan informan di atas, diketahui bahwa respon PE 1x24 belum

berjalan 100%. Sedangkan informan Kesmavet menuturkan respon cepat PE seperti

di bawah ini:

”Respon cepat lumayan, dan pada hari libur sering terjadi dan mereka
turun ke lapangan” (B2)

Berdasarkan form hasil PE yang diobservasi, dari 21 laporan PE didapatkan 6

buah laporan PE yang dinilai lengkap yaitu memuat tujuan umum dan tujuan khusus

PE, metodologi, identifikasi silsilah, kronologis penyakit, foto toraks, hasil

laboratorium, temuan epidemiologi dan faktor risiko, denah lokasi, pemantauan

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


106

kontak, analisis kasus serta kesimpulan dan saran. Kelengkapan hasil PE tersebut

sudah sesuai dengan format dalam buku pedoman surveilans AI integrasi.

Hasil investigasi (PE) lainnya tidak memuat secara lengkap sesuai dengan

format baku form investigasi yang telah dikeluarkan oleh Depkes. Hasil form

investigasi (PE) yang tidak lengkap ditemukan pada kejadian kasus sebelum tahun

2007. Form investigasi sebelum tahun 2007 belum menggambarkan peta lokasi

kejadian kasus dan kemungkinan tempat-tempat yang terdapat unggas, sedangkan

pada form investigasi 2008, denah lokasi dan pemetaan sudah dilakukan dengan

baik.

Berdasarkan telaah dokumen kasus unggas, data tercatat secara sistematis dan

runtun dari kejadian AI unggas pertama kali di Kota Bekasi yaitu mulai tahun 2005-

2008. Dapat diketahui, tercatat 16 kali kejadian AI pada unggas berdasarkan tanggal

kejadian, lokasi, jenis unggas (komoditas), hasil rapid test dan PCR, tindakan yang

diambil serta tercatat jumlah dan jenis unggas yang dilakukan tindakan depopulasi

dan vaksinasi, serta desinfeksi.

Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM UI, 2008


BAB 7

PEMBAHASAN

7.1 Masukan (Input) Surveilans AI Integrasi

7.1.1 Pedoman Surveilans AI integrasi

Azwar (1998) menjelaskan bahwa protokol/SOP/pedoman/ petunjuk

pelaksanaan adalah sebuah pernyataan tertulis yang disusun secara sistematis dan

yang dipakai sebagai pedoman oleh para pelaksana dalam mengambil keputusan dan

dalam melaksanakan pelayanan kesehatan. Pedoman surveilans epidemiologi avian

influenza integrasi di Indonesia telah dikeluarkan atas kerjasama Departemen

Kesehatan, Departemen Pertanian, dan WHO Indonesia tahun 2006. Pedoman ini

dikeluarkan karena dibutuhkan upaya yang terintegrasi antara unit kesehatan dan unit

peternakan, mengingat koordinasi dengan lintas sektor serta pertukaran data AI

antara surveilans manusia dan hewan belum optimal.

Protap Dinas Perekonomian dan Koperasi yaitu dalam hal ini adalah Bidang

Kesmavet, mengacu kepada Kepmentan dalam penanganan AI sedangkan pada

Dinas Kesehatan Kota menunjukkan protap SI (Surveilans Integrasi) AI yang

diberikan saat pelatihan DSO, hal ini mengindikasikan bahwa terdapat dua protap

yang berbeda dalam penanganan surveilans AI terintegrasi antara unit kesehatan dan

peternakan. Pelaksanaan surveilans oleh Kesmavet lebih menitikberatkan pada

penanganan unggas sedangkan Dinkes menangani kejadian kasus AI pada manusia.

Buku Pedoman Surveilans AI Integrasi merupakan upaya tindak lanjut dari

Strategi Nasional Penaggulangan AI dan Kesiapsiagaan Pandemi Influenza dan SK

107 UI, 2008


Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM
Menkes No. 1472/SK/IX/2005. Pedoman tersebut harusnya dimiliki oleh setiap

tingkat administrasi sebagai acuan penanganan AI yang komprehensif. Pedoman

tersebut sudah cukup baik, namun pembuat program surveilans AI integrasi harus

memperhatikan pula Keputusan Menteri Kesehatan No. 1116/Menkes/SK/VIII/2003

Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan. Satu

hal yang tidak di singgung pada Pedoman Surveilans AI Integrasi adalah masalah

sumber daya penyelenggaraan sistem surveilans epidemiologi kesehatan, padahal

penyelenggaraan surveilans sangat membutuhkan SDM yang kapabel terutama

dalam melakukan analisis data hasil surveilans.

Menurut Protap/ Pedoman Surveilans AI Integrasi (2006), dijelaskan bahwa

Surveilans Avian Influenza merupakan upaya kewaspadaan dini KLB AI dan

sekaligus kewaspadaan dini pandemi influenza beserta faktor-faktor yang

mempengaruhinya, upaya-upaya dan tindakan penanggulangannya yang cepat dan

tepat. Kegiatan yang dilakukan terintegrasi dalam hal ini diantaranya adalah

penyelidikan epidemiologi kasus AI pada manusia dan unggas, pertukaran data dan

informasi serta kajian terintegrasi.

Selain Pedoman Surveilans AI Integrasi yang dikeluarkan atas kerjasama

Depkes, Deptan dan WHO, pelaksanaan penanganan AI di Kota Bekasi disesuaikan

dengan kondisi yang ada. Berbeda dengan DKI Jakarta, Kota Bekasi belum memiliki

Perda terkait AI, hal ini dikarenakan besarnya dana dan lamanya waktu yang

diperlukan untuk pembuatan peraturan daerah. Tidak adanya Perda menyebabkan

belum adanya sanksi yang mengikat dalam hal pemeliharaan unggas. Namun,

Walikota mengeluarkan Maklumat No. 524.31/127-Prakop/I/2007, mengenai

biosekuriti, vaksinasi, lalu lintas unggas, pemusnahan unggas dan himbauan agar

108 UI, 2008


Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM
kejadian AI dilaporkan secara cepat. Selain itu, walikota Bekasi telah mengeluarkan

instruksi Nomor: 443/2112-Ekbang/IX/2005 yang ditujukan kepada beberapa dinas

di Kota Bekasi diantaranya Dinas Perekonomian Rakyat dan Koperasi Kota Bekasi,

Dinas Pasar Kota Bekasi, Dinas Kesehatan Kota Bekasi, dan Camat se-Kota Bekasi

mengenai Antisipasi Dampak Penyebaran KLB Flu Burung di Kota Bekasi.

Selain buku pedoman Surveilans Integrasi diatas, kebijakan lokal yang dibuat

oleh Walikota Bekasi diharapkan dapat meningkatkan peran serta sektor terkait dan

masyarakat sehingga dapat mendukung pelaksanaan surveilans yang komprehensif.

7.1.2 Tenaga Surveilans AI

Menurut Flippo (1996), sumber daya terpenting dalam suatu organisasi

adalah Sumber Daya Manusia (SDM) yaitu orang-orang yang memberikan tenaga,

bakat, kreativitas dan usaha mereka pada organisasi. Kondisi tenaga surveilans di

Kota Bekasi untuk penanganan AI dapat dilihat dari tingkat pendidikan, pelatihan

yang pernah diikuti dan pemberian insentif kepada para petugas sebagai motivasi

dalam melakukan pekerjaan.

Apabila dilihat dari beban kerja petugas surveilans AI, jumlah petugas

dikatakan masih kurang baik pada Dinas Kesehatan maupun pada Bidang Kesmavet.

Keadaan tenaga kerja masih merangkap dengan program lainnya.

Berdasarkan anjuran WHO, dalam satu kota harus ada dua orang Tenaga

DSO (District Surveillance Officer), dalam penerapannya DSO sudah di bentuk di

Dinkes Kota Bekasi namun karena tidak adanya spesialisasi tugas maka beban kerja

DSO dinilai berat. Sedangkan hasil penelitian pada Bidang Kesmavet menunjukkan

109 UI, 2008


Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM
indikasi yang sama bahwa untuk penanaganan AI belum ada pembagian tenaga kerja

secara spesifik.

Dalam melakukan investigasi atau peneyelidikan epidemiologi pada kasus AI

manusia, diperlukan keterampilan khusus yang semuanya tidak lepas dari latar

belakang pendidikan seperti kemampuan mambaca rontgen, kemampuan membaca

hasil keperawatan, melakukan anamnesis dan kemampuan menganalisis faktor risiko

lingkungan yang ada di sekitar tempat tinggal kasus. Oleh karena itu, SDM yang

diperlukan dalam melakukan surveilans AI tidak hanya tenaga yang mengetahui

dalam bidang surveilans saja namun mengerti pemahaman secara medis. Untuk

ketersediaan tenaga medis yang terlibat dalam tim surveilans AI Dinkes Kota Bekasi

dinilai masih kurang, SDM yang ada di Dinkes adalah dengan latar belakang

epidemiologi dan perawat.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1116/Menkes/SK/VIII/2003

Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan,

Kinerja penyelengaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan diukur dengan

indikator masukan, proses dan keluaran. Ketiga indikator tersebut merupakan satu

kesatuan, dimana kelemahan salah satu indikator tersebut menunjukkan kinerja

sistem surveilans yang belum memadai. Indikator tenaga surveilans yang harus

dimiliki oleh unit kesehatan tingkat kabupaten/ kota adalah 1 tenaga epidemiolog

ahli (S2), 2 tenaga epidemiolog ahli (S1) atau terampil dan 1 tenaga dokter umum.

Dalam pelaksanaannya ketersediaan tenaga surveilans dokter umum pada surveilans

AI integrasi belum dilakukan.

Ketersediaan tenaga dokter hewan di Bidang Kesmavat pun dinilai masih

kurang karena dokter hewan yang ada hanya dua orang. Walaupun Bekasi bukanlah

110 UI, 2008


Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM
wilayah padat unggas namun banyak rumah penduduk di Kota Bekasi memiliki

unggas (back yard) sehingga kegiatan pemantauan dan vaksinasi diperlukan lebih

banyak tenaga dari surveilans.

Untuk memperoleh sumber daya yang kompeten, tidak hanya butuh latar

belakang pendidikan yang mendukung namun diperlukan sebuah pelatihan untuk

meningkatkan kemampuan petugas sehingga petugas memiliki keahlian yang baik di

lapangan. Berdasarkan analisis situasi AI yang ada saat ini, Depkes, Deptan, dan

WHO dalam Pedoman Surveilans Epidemiologi AI di Indonesia (2006) menyebutkan

bahwa AI pada manusia terjadi baru pertama kali, sehingga pengetahuan dan

kemampuan sumber daya manusia masih sangat terbatas, para ahli pun masih

mempelajari berbagai hal tentang penyakit AI. Oleh karena itu, pelatihan terkait AI

sangat diperlukan.

Hadi Pratomo (2001) menjelaskan bahwa training atau pelatihan sering

diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan keterampilan individu yang berkaitan

dengan tugas atau pekerjaannya. Petugas surveilans AI baik yang ada pada Dinkes

Kota dan Bidang Kesmavet sudah mengikuti pelatihan. Pelatihan yang diikuti oleh

Petugas surveilans Dinkes adalah pelatihan DSO yang sudah diselenggarakan dua

kali oleh Dinas Kesehatan Propinsi. Sedangkan pelatihan lainnya terkait masalah AI

adalah pelatihan untuk Tim Gerak Cepat (TGC).

Materi pelatihan yang telah diikuti oleh tenaga surveilans di Dinkes Kota

Bekasi sangat membantu dalam pemahaman AI, seperti tinjauan proyek SI-FB, APD

dalam penanganan binatang, diagnosis dan tatalaksana kasus FB, tupoksi DSO,

sistem pelaporan DSO lewat SMS, Epidemiologi AI, AI dasar dan Kebijakan AI

Jabar.

111 UI, 2008


Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM
Sedangkan pelatihan yang diikuti oleh Bidang Kesmavet diantaranya adalah

mengenai kewaspadaan pandemik, pelatihan PDSR dan pelatihan penanganan AI.

Selain mendapat pelatihan, petugas surveilans Kesmavet pun melakukan pelatihan

kepada petugas vaksinastor dan PPL sehingga keterbatasan tenaga di Kesmavet

dalam pelaksanaan kegiatan surveilans dan vaksinasi dapat terbantu.

Pendidikan dan pelatihan petugas yang baik belum sepenuhnya menjamin

seorang petugas merasa termotivasi untuk melakukan pekerjaan dengan baik. Salah

satu faktor lainnya untuk membuat petugas bersemangat melakukan tugas dengan

baik adalah faktor insentif. Reinke (1994) dalam bukunya “Perencanaan Kesehatan

Untuk Meningkatkan Efektivitas Manajemen” menegaskan bahwa pemberian

insentif merupakan salah satu cara menarik untuk mendorong peningkatan motivasi.

Penghargaan dalam jenjang karier dan uang dapat dihubungkan secara langsung

dengan perbaikan-perbaikan dalam pelayanan yang ditawarkan.

Teori mengenai insentif cukup menarik untuk diterapkan namun dalam

pelaksanaannya tenaga surveilans AI belum memiliki insentif tersendiri. Pada Dinas

Kesehatan tidak ada insentif khusus untuk tenaga surveilans AI, namun disediakan

honor investigasi sebagai ongkos perjalanan sebesar Rp. 75.000 sedangkan pada

Kesmavet, untuk kegiatan surveilans tidak ada insentif tersendiri namun ada honor

untuk pelaksanaan vaksinasi sebesar Rp.250 rupiah per ekor unggas yang divaksin.

7.1.3 Dana Surveilans AI

Dana merupakan salah satu input yang sangat penting dalam pelaksanaan

sebuah program. Dana surveilans AI di Dinas Kesehatan masih tergabung dengan

surveilans secara umum, yang masih disatukan dengan KLB lainnya. Sumber dana

112 UI, 2008


Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM
untuk kegiatan surveilans di Dinkes Kota Bekasi diperoleh dari anggaran APBD II

dan WHO. Dana APBD II dikhususkan untuk kegiatan sosialisasi dan investigasi AI,

sedangkan adanya dana WHO untuk kegiatan AI baru diberitahukan pada

pertengahan tahun 2008. Dana dari WHO, khusus diperuntukkan bagi kegiatan lintas

sektor dan lintas program. Dana AI pada Dinas Kesehatan Kota Bekasi terdapat pula

dana rujukan AI yaitu biaya ambulans 118, namun penyerapan dana ini dinilai belum

optimal, dana ini dikembalikan pada akhir tahun karena dana yang disediakan untuk

20 kasus AI hanya terpakai 1 kasus saja.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1116/Menkes/SK/VIII/2003

Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan,

dijelaskan bahwa Sumber biaya penyelenggaraan sistem surveilans epidemiologi

kesehatan terdiri sumber dana APBN, APBD Kabupaten/Kota, APBD Propinsi,

Bantuan Luar Negeri, Bantuan Nasional dan Daerah, dan swadaya masyarakat

Pengalokasian dana khusus untuk penanganan AI ini sesuai dengan Instruksi

Presiden RI Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Penanganan dan Pengendalian Virus Flu

Burung (Avian Influenza) bahwa Gubernur, Bupati dan Walikota diinstruksikan

untuk mengalokasikan dana untuk pelaksanaan penanganan dan pengendalian AI.

Dana program, turun paling cepat april-mei sehingga kegiatan KLB yang

selalu datang mendadak pada awal tahun (masa perencanaan) menjadi sedikit

terhambat dengan masalah pendanaan. Hal ini ditegaskan oleh Soedjadi (1995)

bahwa dana adalah faktor yang sangat penting bahkan menentukan di dalam setiap

proses pencapaian tujuan. Dana investigasi kadang memakai uang pribadi petugas

terlebih dahulu atau memakai uang kas Dinas, ini seperti yang dinyatakan Reinke

(1994) bahwa birokrasi yang tidak praktis dan membutuhkan persetujuan yang

113 UI, 2008


Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM
bertingkat-tingkat dapat membuat penundaan-penundaan yang dapat melemahkan

semangat kerja terlebih lagi dapat memacetkan kegiatan program.

Sedangkan pendanaan kegiatan surveilans AI pada Dinas Perekonomian dan

Koperasi (Bidang Kesmavet) tidak hanya dianggarkan melalui APBD I dan APBD

II, namun Kesmavet mendapatkan dana dari USAID dan FAO. Dana APBD II tidak

hanya diperuntukkan untuk surveilans tapi digunakan untuk kegiatan oprasional,

honor vaksinasi dan pemusnahan. Propinsi menyediakan pula dana untuk kegiatan

depopulasi yaitu berupa dana kompensasi pemusnahan, namun karena prosedurnya

sulit dan dana kompensasi APBD dinilai sudah mencukupi sehingga dana

kompensasi dari pusat tidak gunakan. Dana untuk kegiatan surveilans disediakan

sebesar Rp. 5000.000,- untuk keperluan perjalanan dinas, sedangkan untuk vaksinasi

tersedia dana honor untuk petugas yang sebesar Rp.250,- per ekor unggas (dana

dialoaksikan untuk 300.000 ekor unggas), sedangkan dana untuk kegiatan eliminasi

(depopulasi) tersedia dana kompensasi dari APBD II sebesar Rp. 12.500,- per ekor

unggas baik untuk pemusnahan unggas besar dan kecil (kompensasi dialokasikan

untuk 700 ekor unggas).

Menurut Gani. A (1992) bahwa kemampuan pemerintah membiayai

pembangunan, termasuk dalam pembangunan kesehatan tergantung besarnya

pendapatan negara tersebut. Sedangkan menurut Muchlisoh (2006) dalam tesisnya

“Analisis Content, Context, Actors dan Process Kebijakan Penggunaan Antiviral

Oseltamivir Dalam Penanggulangan Flu Burung Di Indonesia Tahun 2007”

mengatakan bahwa pemerintah luar negeri banyak memberikan bantuan untuk

penanganan flu burung di Indonesia seperti pemerintah AS yang bantuannya

disalurkan melalui berbagai kelembagaan, seperti USAID, USDA, Department of

114 UI, 2008


Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM
State, US Navy Medical Research Unit (NAMRU-2), dan DHHS melalui Center for

Disease Control (CDC) Atlanta. Penyaluran bantuan ini tidak dilakukan secara

langsung ke Pemerintah Indonesia, tetapi sebagian besar melalui Organisasi Pangan

dan Pertanian Dunia (FAO).

Bantuan luar negeri yang sampai ke tingkat Kota Bekasi diantaranya adalah

bantuan dari WHO, USAID dan FAO. Sedangkan bantuan dana dari pemerintah

diantaranya adalah dari anggaran APBD I dan APBD II. Menurut Gani. A (2001),

sumber pembiayaan kesehatan khususnya yang bersumber dari pemerintah terdiri

dari Pemerintah Pusat (APBN, JPSBK, dan bantuan atau pinjaman luar negeri),

Pemerintah propinsi (APBD Propinsi), dan Pemerintah daerah (APBD kabupaten/

Kota, penerimaan fungsional kesehatan).

Berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor: 19 Tahun 2007 Tentang

Intensifikasi Penanganan dan Pengendalian Virus Flu Burung, dijelaskan bahwa

Pembiayaan untuk pelaksanaan intensifikasi penanganan dan pengendalian virus flu

burung (avian influenza) di Jawa Barat termasuk melengkapi fasilitas sarana dan

prasarananya dibebankan pada :

a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

b. Anggaran Pendapat dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Barat;

c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota;

d. Sumber dana lainnya yang sah dan tidak mengikat.

115 UI, 2008


Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM
7.1.4 Ketersediaan Sarana

7.1.4.1 Alat Pelindung Diri (APD)

Menurut Direktorat Jendral PP & PL Departemen Kesehatan RI (2006)

menjelaskan bahwa alat pelindung diri (proteksi petugas) yang digunakan dalam

kegiatan investigasi AI adalah sepatu boot atau penutup sepatu, pakaian pelindung

(apron), masker N95, tutup kepala, gogle (kaca mata) atau tutup wajah dan sarung

tangan.

Ketersediaan alat pelindung diri AI yang ada di Dinas Kesehatan dan Dinas

Perekonomian Koperasi (Bidang Kesmavet) sudah mencukupi. Sumber APD yang

dimiliki oleh Dinkes berasal dari propinsi dan WHO. Namun, penggunaan APD pada

Dinkes dinilai masih minim. Penerimaan masyarakat dinilai menjadi faktor utama

yang menyebabkan APD tidak terpakai secara optimal.

Ketika investigasi, APD seringkali mendapat penolakan dari masyarakat

terutama dari keluarga kasus. Pemakaian APD ketika investigasi ke tempat tinggal

keluarga kasus menjadi situasional, penggunaan APD selalu disesuaikan dengan

kondisi lingkungan, padahal penggunaan APD merupakan salah satu proteksi bagi

petugas surveilans.

Berbeda penggunaan APD pada penanganan unggas yang dilakukan oleh

Bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner, walaupun penggunaan APD tidak sesulit

saat berhadapan dengan keluarga kasus, namun memakai baju dinilai panas sehingga

APD lengkap jarang dipakai. Pemakaian APD lengkap digunakan ketika melakukan

investigasi ke “Daerah Merah”, sedangkan untuk pelaksanaan investigasi unggas

yang digunakan hanya masker N95 dan sarung tangan.

116 UI, 2008


Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM
Mengenai pemakaian APD lengkap pada “Daerah Merah” sesuai dengan

penjelasan FAO (2006) bahwa pemakaian APD ditentukan oleh seberapa besar

daerah terpapar virus H5N1. “Daerah Merah” merupakan daerah yang memiliki

aktivitas risiko tinggi sehingga harus memakai APD lengkap seperti baju, sepatu,

sarung tangan, masker dan kaca mata (googles).

Alat Pelindung Diri (APD) untuk pencegahan AI tidak hanya digunakan oleh

tenaga surveilans AI dilapangan karena menurut Direktorat Jendral PP & PL

Departemen Kesehatan RI (2006) bahwa APD seharusnya digunakan juga oleh

petugas penunjang di rumah sakit seperti petugas kebersihan, petugas pencuci baju,

petugas laboratorium yang mengambil dan mengelola spesimen AI dan APD perlu

digunakan oleh keluarga pasien yang berkunjung.

7.1.4.2 GPS (Global Positionong System))

GPS merupakan salah satu alat bantu petugas surveilans dalam menentukan

titik koordinat dari lokasi kejadian AI. Ketersediaan GPS dinilai sangat membantu

dalam memberikan informasi lokasi yang akurat kepada petugas surveilans.

Global Positionong system sudah tersedia baik di Dinas Kesehatan Kota

Bekasi maupun Dinas Perekonomian dan Koperasi (Bidang Kesmavet). Jumlah GPS

yang dimiliki oleh Dinkes adalah satu buah sedangkan Bidang Kesmavet memiliki

empat buah GPS yang diberikan oleh FAO. Pengetahuan penggunaan GPS oleh

petugas surveilans AI diperoleh dalam pelatihan yang dilakukan oleh propinsi.

Namun berdasarkan telaah dokumen yang diteliti penulis, laporan PE jarang yang

mencantumkan titik koordinat.

117 UI, 2008


Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM
7.1.4.3 Transportasi Surveilans

Apabila dilihat dari kejadian kasus AI di Kota Bekasi dan kebutuhan untuk

saling berkoordinasi dengan unit terkait lainnya, transportasi menjadi fasilitas wajib

yang harus dimiliki dan menunjang secara optimal untuk melakukan kegiatan

surveilans sehingga pelaksanaan surveilans dapat selalu dilaksanakan secara cepat.

Siagian dalam Resty (1996) menjelaskan bahwa tersedianya sarana dan prasarana

kerja yang memadai perlu diperhatikan karena sering keterlambatan terjadi di dalam

pelaksanaan tugas disebabkan karena tidak tersedianya alat perlengkapan yang

dibutuhkan untuk pelaksanaan tugas.

Kendaraan bermotor untuk tim DSO AI sudah tersedia satu unit bantuan dari

WHO dan untuk Kesmavet mendapat pinjaman tiga unit motor dari FAO. Dikatakan

oleh beberapa informan melalui hasil wawancara bahwa transportasi bukan lagi

menjadi masalah surveilans AI baik pada Dinkes dan Kesmavet.

Ketersediaan sarana transportasi seperti motor sudah mencukupi untuk

menjangkau daerah-daerah yang sulit dilalui oleh kendaraan roda empat. Namun

yang menjadi masalah dalam hal ini adalah kesiapan tenaga surveilans dalam

penggunaan transportasi kendaraan roda dua. Seperti kondisi yang terjadi pada

tenaga surveilans di Dinas Kesehatan Kota Bekasi, tenaga surveilans di Dinkes lebih

banyak adalah wanita dan tidak memiliki keahlian mengendarai sepeda motor

sehingga apabila terjadi KLB AI terjadi ketergantungan dengan tenaga surveilans

lainnya yang bisa mengendarai sepeda motor. Sehingga keberadaan transportasi

belum didukung oleh kemampuan tenaga surveilans yang ada.

Selain sarana-sarana seperti yang telah dijelaskan diatas, dalam Keputusan

Menteri Kesehatan No. 1116/Menkes/SK/VIII/2003 Tentang Pedoman

118 UI, 2008


Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan, dijelaskan bahwa

sarana lainnya yang menjadi indikator pelaksanaan surveilans di tingkat kabupaten/

kota adalah tersedianya:

a. Jaringan elektromedia

b. Komunikasi (telepon, faksimili, SSB dan telekomunikasi lainnya)

c. Komputer dan perlengkapannya

d. Referensi surveilans epidemiologi, penelitian dan kajian kesehatan

e. Pedoman pelaksanaan surveilans epidemiologi dan program aplikasi

komputer

f. Formulir perekaman data surveilans epidemiologi sesuai dengan pedoman

g. Peralatan pelaksanaan surveilans

7.1.4.4 Vaksin

Menurut Achmadi (2006) bahwa seperti penyakitnya, diperlukan 3 jenis

vaksin, yakni vaksin untuk mencegah flu pada unggas peternakan, vaksin untuk

mencegah agar manusia tidak terserang virus flu yang semula pada unggas dan

kadang menyerang manusia, dan vaksin untuk menangkal penyakit baru.

Vaksin untuk mencegah flu pada unggas merupakan input dalam tindak lanjut

kegiatan penyelidikan epidemiologi yaitu tindakan vaksinasi. Persediaan vaksin

Kesmavet didapat dari pusat yaitu Departemen Pertanian. Jenis vaksin yang dikirim

ke Kesmavet ada beberapa merek yaitu untuk tahun 2005 ada dua merek, medion dan

vaksindo, tahun 2006 ada biofarma dan tahun 2007 sampai 2008 vaskin yang kirim

dari pusat adalah vaksindo.

119 UI, 2008


Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM
Merek vaksin “Biofarma” dinilai kurang efektif karena kurang dalam

membuat titer antibodi pada unggas. Menurut Lawson dalam PDSR Newsletter

Deptan RI (2008), uji serologi pengukuran titer antibodi ditujukan untuk memberi

informasi apakah unggas telah terpapar virus atau vaksin AI dan membentuk respon

kekebalan.

7.2 Proses Surveilans AI Integrasi

7.2.1 Perencanaan

Perencanaan surveilans AI di Kota Bekasi masih dilakukan secara sendiri-

sendiri, baik oleh unit kesehatan (Dinas Kesehatan Kota Bekasi) dan unit peternakan

(Dinas Perekonomian dan Koperasi Bidang Kesmavet). Program surveilans AI pada

Dinkes masih merupakan sub-sub program dari program surveilans secara

keseluruhan, sehingga sulit untuk melakukan perencanaan khusus yang mendalam

untuk AI. Surveilans AI merupakan kegiatan lintas program antara program

surveilans KLB dan program ISPA.

Perencanaan yang masih tidak terintegrasi ini, tidak sesuai dengan definisi

Robbins dan Coulter (1999) bahwa perencanaan adalah suatu proses yang melibatkan

sasaran dan tujuan organiasasi, menyusun strategi menyeluruh untuk mencapai

sasaran yang ditetapkan, dan mengembangkan hierarki rencana secara menyeluruh

untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kegiatan.

Walaupun dalam pelaksanaannya perencanaan surveilans AI integrasi ini

berjalan sendiri-sendiri, namun telah ada koordinasi dan pertukaran informasi

mengenai kegiatan-kegiatan yang dilakukan, seperti Kesmavet memberitahukan

bahwa unit peternakan akan melakukan kegiatan penyuluhan kepada para pedagang

120 UI, 2008


Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM
unggas sehingga Dinkes diminta berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Dinkes

membuat perencanaan yang mengarah kepada kesehatan manusia sedangkan

Kesmavet membuat perencanaan yang dapat mengendalikan penyebaran AI pada

unggas. Dalam hal perencanaan, Kesmavet melakukan koordiansi dengan Dinas

Pasar dan Dinas Perhubungan untuk mengatur lalu lintas unggas.

Menurut P2P & KL, Depkes (2004), bahwa rencana kerja lintas sektor harus

memperhatikan kejelasan tujuan yang dikehendaki, indikator hasil harus jelas,

adanya rincian kegiatan, menyangkut siapa mengerjakan apa, kapan, sarana dan

kualifikasi yang harus dipenuhi serta tersedianya wadah dan mekanisme kerjasama

yang jelas yang bisanya termuat dalam kesepakatan (MoU).

Salah satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan adalah

terbatasnya sumber daya, baik sumber daya manusia maupun dana. Oleh karena itu

dalam perencanaan dibuat strategi agar upaya sosialisasi AI menjadi efektif. Reinke

(1994) menjelaskan hal ini bahwa perencanaan menjajagi ketidakpastian mengenai

cara penggunaan terbaik sumber daya yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan

prioritas. Salah satu cara untuk menyikapi keterbatasan tersebut adalah dengan

membuat perencanaan strategis yaitu dengan menarik tokoh-tokoh masyarakat dan

guru untuk terlibat dalam mensosialisasikan AI kepada masyarakat. Tokoh-tokoh

masyarakat diharapkan akan dapat memberikan informasi kepada masyarakat secara

lebih luas. Reinke (1994) menjelaskan kembali bahwa perencanaan program

ditujukan ke kegiatan-kegiatan yang mempunyai pengaruh luas dan berdampak pada

sejumlah masalah kesehatan.

Pada perencanaan surveilans AI dilakukan prediksi terhadap kegiatan yang

akan dilakukan pada tahun mendatang. Prediksi yang dilakukan pada Dinkes yaitu

121 UI, 2008


Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM
memprediksi jumlah kasus AI berdasarkan tahun-tahun sebelumnya sehingga dapat

dibuat perkiraan berapa kali investigasi AI akan dilakukan. Sedangkan pada

Kesmavet selain melihat trend penyakit pada tahun-tahun sebelumnya, wilayah-

wilayah positif AI unggas menjadi wilayah yang memerlukan perencanaan yang

intensif. Upaya prediksi berdasarkan data dan pengalaman ini seharusnya

memperhatikan anjuran dari Reinke (1994) bahwa perencana kesehatan harus

mengembangkan keterampilan dalam semua disiplin ilmu yang diperlukan agar dapat

melakukan pendekatan perencanaan yang seimbang. yang terutama diperlukan

adalah indeks-indeks tertentu yang valid di dalam informasi kuantitatif maupun

kualitatif yang digunakan karena tanpa mengindahkan semua usaha pada pengukuran

dan pengelompokan khusus, si perencana pada akhirnya harus bersandar pada

elemen-elemen kebijaksanaan yang tidak pasti berdasarkan pengalaman atau evaluasi

rencana-rencana sebelumnya dalam membuat keputusan-keputusan akhir.

Baik pada Dinkes dan Kesmavet, petugas surveilans dilibatkan dalam proses

perencanaan. Secara manajemen, hal ini merupakan upaya yang cukup baik karena

petugas menjadi merasa dihargai dan diberi kesempatan untuk dapat ikut

berkontribusi dalam proses perencanaan. Menurut Maslow (1997) dalam bukunya

“Motivation and Personality” menyatakan bahwa dalam usaha sinkronisasi tujuan

organiasasi dengan tujuan-tujuan individu harus disadari bahwa dalam

menggabungkan diri pada anggota dan organiasasi ada motif pemuasan kebutuhan,

salah satunya akan kebutuhan sosial.

122 UI, 2008


Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM
7.2.2 Pengorganisasian

Pengorganisasian yang baik salah satunya dapat dilihat dari baiknya struktur

tanggung jawab dan wewenang yang ada. Untuk pelaksanaan surveilans AI di

Dinkes tidak ada struktur khusus. Struktur kegiatan ini masih mengacu kepada

struktur Dinas. Sedangkan pada Kesmavet, struktur program AI mengacu kepada SK

kepala Dinas Perekonomian dan Koperasi mengenai penanggulangan AI. Namun,

dari hasil telaah dokumen, peneliti tidak menemukan struktur AI berdasarkan SK

tersebut, yang ada dalam dokumen adalah masih mengacu kepada struktur Dinas

Perekonomian dan Koperasi secara umum.

Dari struktur Dinkes dapat digambarkan bahwa kegiatan surveilans AI masih

berada di bawah bidang P2P-KL (Seksi Surveilans Pencegahan dan Pemberantasan

Penyakit) dan termasuk dalam kegiatan surveilans epidemiologi secara umum.

Sedangkan pada Kesmavet penanganan surveilans AI ada di bawah Seksi Produksi

Pangan dan Non Pangan Asal Hewan. Struktur yang bertingkat ini menjadikan

kegiatan surveilans AI sulit untuk berkembang. Menurut Susanto (2007), surveilans

AI harus dibuat struktur organisasi yang jelas mengenai keberadaan unit fungsional

surveilans dan perlu dibuat unit surveilans tersendiri.

Selain itu, uraian tugas (job description) petugas surveilans khusus untuk AI

yang dikeluarkan Dinkes dan Kesmavet belum ada secara tertulis. Uraian tugas

surveilans yang ada pada Dinkes, mengacu kepada handout pelatihan DSO yang

diberikan dari propinsi. Pelaksanaan kegiatan petugas surveilans AI mengacu kepada

jadwal surveilans dan vaksinasi. Petugas surveilans AI baik pada Dinkes dan

Kesmavet masih multifungsi, departemenisasi dalam kegiatan AI belum ada. Hal ini

tidak sesuai dengan pendapat Muninjaya (2004) bahwa untuk memperoleh kejelasan

123 UI, 2008


Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM
perlu dibuat bagan organisasi sesuai dengan ketetapan yang berlaku, rumusan tugas,

dan fungsi setiap unit dan uraian jabatan.

Money dalam Sarwoto (1997), menyatakan bahwa syarat-syarat yang harus

dipenuhi agar koordinasi berjalan dengan baik yaitu harus adanya tiga hal authority,

mutual service dan doctrine. Authority menurut Money adalah wewenang,

kekuasaan, kewibawaan tertinggi dalam suatu organiasasi. Mutual service adalah

kesediaan untuk saling membantu antara para anggota, sedangkan doctrine adalah

ajaran dimana termuat tujuan yang jelas dan diyakini oleh setiap peserta disamping

memuat cara-cara bagaimana tujuan organisasi dapat tercapai.

7.2.3 Pelaksanaan Surveilans AI Integrasi

Penggerakan merupakan hal yang sangat penting dalam memberikan

dorongan kepada staf agar dapat melaksanakan tugas dengan sebaik mungkin dan

dapat mencapai tujuan organiasi.

Muninjaya (2004) menambahkan bahwa tujuan dari fungsi penggerakan dan

pelaksanaan adalah menciptakan kerjasama yang efisien, mengembangkan

kemampuan dan keterampilan staf, menumbuhkan rasa memiliki dan menyukai

pekerjaan, mengusahakan suasana lingkungan kerja yang meningkatkan motivasi dan

prestasi kerja staf dan membuat organisasi berkembang secara dinamis.

Dalam pelaksanaannya, upaya penggerakan yang dilakukan baik di Dinkes

maupun Kesmavet sudah cukup baik yaitu dengan memberikan motivasi bahwa

pentingnya bekerja dengan ikhlas dan hal ini didukung salah satunya adalah dengan

menciptakan suasana kerja yang menyenangkan. Menurut Siagian (1996),

menciptakan suasana kerja yang menyenangkan merupakan salah satu dari sepuluh

124 UI, 2008


Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM
prinsip “Human Relations” yaitu suasana yang menyenangkan termasuk hal yang

menentukan bentuk dan sifat hubungan atasan dan bawahan, hubungan antara rekan

sesama kerja dan bahkan menentukan tingkat produktivitas para anggota organisasi.

Selain itu, pengarahan merupakan hal yang saling melengkapi dalam fungsi

penggerakan dan pelaksanaan. Namun, dalam pelaksanaannya pengarahan kepada

staf terkait masalah AI belum berjalan dengan baik. Hal ini tidak sesuai dengan

pendapat Gullick dalam Siagian (1996) pada bukunya “Papers on The Science of

Adminitration” yang mengatakan bahwa “directing” mempunyai makna pemberian

petunjuk dan penentuan arah yang harus ditempuh oleh para pelaksana kegiatan

operasional. Dari pengertian tersebut yang harus diterapkan adalah persepsi bahwa

para staf adalah orang-orang-orang yang tingkat kematangannya, dalam arti teknis

dan psikologis, adalah sedemikian rupa sehingga perlu terus-menerus dibimbing,

dituntun dan diarahkan.

7.2.3.1 Koordinasi Lintas Sektor

Berdasarkan “Pedoman Surveilans Epidemiologi AI integrasi di Indonesia”

(2006) menegaskan bahwa terdapat tiga sektor yang terkait dalam penanggulangan

KLB di Indonesia, yaitu sektor pertanian dan peternakan, sektor kehutanan dan

sektor kesehatan. Keberadaan unggas atau hewan penular lain yang merupakan

bidang tugas sektor pertanian dan peternakan dan kehutanan merupakan populasi

hewan penular AI, tetapi sekaligus merupakan faktor risiko terjadinya KLB AI pada

manusia. Oleh karena itu, dalam upaya penanggulangan KLB AI, diperlukan

kerjasama atau integrasi, termasuk integrasi surveilans AI.

125 UI, 2008


Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM
Upaya lintas sektor dalam surveilans dan penaggulangan AI yang telah

dilakukan di Kota Bekasi yaitu antara Dinas Kesehatan Kota Bekasi, Puskesmas,

Rumah Sakit, Dinas Perekonomian dan Koperasi Bidang Kesehatan Masyarakat

Veteriner (Kesmavet), Petugas Penyuluh Lapangan (PPL), Dinas Pasar, Dinas

Perhubungan, Laboratorium Kesehatan Hewan Propinsi, Balivet, CIBAIC, Lurah,

Camat, RT dan RW. Terkait upaya lintas sektor, Depkes RI (2003) menjelaskan

bahwa dalam kerjasama lintas sektor melibatkan setidaknya dua komponen yaitu

penyediaan sumber daya dan penyesuaian antar sektor pemerintah dan lembaga non

pemerintah.

Upaya lintas sektor dengan Labkesda (Lab Kesehatan Daerah) di Kota Bekasi

belum berjalan dengan baik. Ketika dilakukan penyelidikan epidemiologi

(investigasi) Labkesda tidak ikut terlibat padahal seharusnya Labkesda merupakan

komponen penting dalam jejaring surveilans epidemiologi nasional.

Ketidakterlibatan Labkesda dalam hal ini dikarenakan bahwa Labkesda Kota Bekasi

dinilai belum siap dalam melakukan pemeriksaan, sehingga dalam upaya

pengambilan spesimen dan pemeriksaan darah kasus AI di Kota Bekasi masih

dilakukan oleh Litbangkes. Hal ini dijelaskan pada Pedoman Surveilans AI Integrasi

(2006) bahwa Badan Litbangkes ditetapkan oleh Depkes sebagai laboratorium

rujukan nasional AI, sementara Balivet Bogor sebagai laboratorium AI unggas.

Fungsi lurah dan camat dalam peran lintas sektor adalah sebagai penyampai

informasi dan penggerak masyarakat. Di Kota Bekasi terdapat sebuah pertemuan

yang rutin dilakukan yaitu “Minggon”, pertemuan ini dilakukan setiap seminggu

sekali dan dihadiri oleh lurah dan camat. Lewat “Minggon”, Kesmavet dan

Puskesmas dapat melakukan upaya koordiansi dan sosialisasi AI, dan memberikan

126 UI, 2008


Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM
penjelasan tentang AI dan cara pencegahan AI sehingga dengan adanya koordiansi

ini upaya surveilans dan penaggulangan AI dapat berjalan lebih optimal. Kegiatan

sosialisasi yang dijalankan lewat ”Minggon” ini, sesuai dengan strategi kemitraan

yang dijelaskan P2M & PL, Depkes (2004), bahwa pemberdayaan masyarakat antara

lain dapat dilakukan dengan pemasaran sosial tentang pemberantasan penyakit

menular kepada pemuka masyarakat formal maupun informal.

Kesmavet juga melakukan koordinasi dengan lurah untuk mengetahui kondisi

wilayah kelurahan. Dalam hal ini Kesmavet membutuhkan data masyarakat yang

memelihara unggas dan koordiansi ini memudahkan petugas dalam menentukan

wilayah mana saja yang memiliki unggas dan perlu dilakukan vaksinasi.

Sedangkan koordinasi dengan RT atau RW dilakukan apabila terjadi kasus

AI, terutama adanya kejadian kasus positif AI manusia. Tokoh masyarakat dilibatkan

dalam pelaksanaan surveilans karena dapat merangkul masyarakat dan petugas Dinas

dapat lebih mudah melakukan pendekatan ke keluarga kasus. Selain itu, RT, RW

dilibatkan dalam persiapan sosialisasi dan kegiatan vaksinasi. Dalam hal ini

Kesmavet meminta tokoh masyarakat (RT/RW) untuk mengkondisikan masyarakat

yang memiliki unggas agar mempersiapkan unggas mereka untuk divaksinasi.

Namun keadaan dilapangan, tidak semua RT dan RW memiliki kesadaran yang

tinggi terhadap AI sehingga ini menjadi salah satu kendala baik untuk sektor

kesehatan dan sektor peternakan.

Koordinasi lain yang dilakukan Kesmavet adalah dengan PPL (Petugas

Penyuluh Lapangan), petugas ini merupakan petugas yang dimiliki kelurahan dan

dilatih sebagai penyuluh sehingga apabila terjadi kasus dilapangan, PPL ikut

membantu Kesmavet.

127 UI, 2008


Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM
Koordinasi lintas sektor ini harus didukung oleh walikota karena berdasarkan

Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Penanganan dan Pengendalian

Virus Flu Burung (Avian Influenza) bahwa Gubernur, Bupati/ Walikota

diinstruksikan untuk memimpin secara aktif penanganan dan pengendalian virus AI

di wilayahnya masing-masing dengan melibatkan semua komponen masyarakat.

Koordinasi yang dilakukan oleh Puskesmas adalah koordinasi yang berupa

pelaporan kasus 1x24 jam dan ikut melakukan investigasi untuk melakukan

penyelidikan epidemiologi bersama Dinkes, Kesmavet, dan Litbangkes. Pelaporan

kasus biasanya dilaporkan lewat sms center sehingga penyampaian informasi sampai

dengan cepat. Sedangkan koordinasi yang dilakukan Dinkes kepada RS selain

berupa pelaporan penemuan kasus, biasanya terkait dengan pengambilan data kasus

AI seperti alamat, data perawatan, serologis, rontgen, dan data-data kasus yang dapat

menjadi acuan dalam pelaksanaan surveilans (penyelidikan epidemiologi)

Lintas sektor melibatkan banyak pihak terkait, namun masing-masing sektor

memiliki tanggung jawab yang berbeda. Seperti sektor pertanian dan peternakan dan

sektor kehutanan mempunyai peran lebih besar pada saat penyakit AI menyerang

unggas atau hewan penular lainnya, tetapi bagaimanapun juga adanya transmisi virus

AI diantara unggas atau hewan penular lain merupakan faktor risiko penting

terjadinya penularan virus pada manusia, dan bahkan virus AI tersebut dapat

mengalami perubahan dengan timbulnya penularan antara manusia. Oleh karena itu,

informasi perkembangan virus AI pada unggas dan upaya penaggulangannya

merupakan bagian penting dari surveilans dan kesiapsiagaan yang perlu dilakukan

oleh sektor kesehatan (Depkes RI, 2006)

128 UI, 2008


Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM
7.2.3.2 Penyelidikan Epidemiologi (PE)

Pada penelitian PE, penulis tidak hanya melakukan indepth interview dan

telaah dokumen namun penulis melakukan triangulasi observasi partispatif.

Berdasarkan Kepmenkes No.1372/Menkes/SK/IX/2005 tanggal 19 september 2005,

Menkes menyatakan “KLB Nasional untuk AI”. Sejak dinyatakan KLB, surveilans

atau penyelidikan epidemiologi (PE) AI menjadi salah satu tugas dari unit terkait

dalam strategi pengendalian dan pemberantasan, unit tersebut diantaranya adalah unit

kesehatan dan unit peternakan.

Penyelidikan Epidemiologi, Surveilans Kontak Kasus AI dan Surveilans

Kontak Unggas merupakan suatu kesatuan kegiatan yang dilakukan dalam

inventigasi AI di lapangan. Depkes RI (2006) menjelaskan tujuan dari penyelidikan

epidemiologi dan surveilans kontak kasus AI adalah sebagai tindak lanjut

ditemukannya kasus suspek AI (H5N1) yaitu untuk mengetahui gambaran

epidemiologi dan risiko penularan AI (H5N1) unggas-manusia-manusia. Kegiatan ini

didukung oleh laboratorium untuk penegakan diagnosis yang lebih akurat (PCR dan

Serologi).

Berdasarkan prinsip AI integarsi, Dinas Kesehatan, Kesmavet dan Puskesmas

berkomitmen untuk saling memberikan informasi apabila terjadi kasus AI baik pada

unggas atau pada manusia.

Penyelidikan Epidemiologi dilakukan secara terintegrasi antara Dinas

Kesehatan, Kesmavet, Puskesmas dan Litbangkes. Pelaporan kasus yang diterima

Dinkes biasanya berasal dari RSPI atau Posko Flu Burung Depkes. Pelaporan kasus

seringkali terlambat dilakukan, kasus seringkali baru dilaporkan ketika sudah dirujuk

ke RSPI. Hal ini dikarenakan rumah sakit asal yang merawat pasien dinilai kurang

129 UI, 2008


Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM
sensitif terhadap gejala ILI (Influenza Like Illness), gejala demam atau panas pada AI

seringkali diduga sebagai kasus DBD dan Tipus. Hal ini terkait dengan upaya

sosialisasi yang dinilai masih kurang terhadap sektor pelayanan kesehatan (tenaga

medis dan non medis) dalam mengenali gejala ILI.

Ketika dilaporkan kejadian kasus, dilakukan investigasi kasus 1x24 jam.

Apabila yang dilaporkan adalah kejadian kasus AI pada manusia dilakukan

investigasi ke tempat tinggal kasus, kemudian dilakukan pemeriksaan kontak

keluarga kasus yaitu dengan pengambilan spesimen (swab hidung dan tenggorok).

Depkes (2006) mengatakan bahwa pengambilan spesimen merupakan pendekatan

survey diantara kontak kasus AI (H5N1) yaitu dengan melakukan uji petik terhadap

5-10 orang yang kontak dengan kasus AI dan mengambil spesimen usap specimen

dan darah untuk dilakukan uji PCR dan uji serologi.

Apabila orang terdekat yang pernah kontak dengan kasus mengalami gejala-

gejala seperti demam atau panas lebih dari 38oC, maka segera diberikan tamiflu

sebagai upaya pencegahan. Pada kasus yang tidak mengalami gejala ILI dilakukan

pemantauan selama 10 hari oleh Dinkes dan Puskesmas.

Pemeriksaan terhadap lingkungan pun dilakukan dengan melihat ada tidaknya

keberadaan unggas peliharaan ataupun unggas liar disekitar tempat tinggal kasus.

Apabila terdapat unggas disekitar, maka Kesmavet melakukan pengujian dengan

menggunakan rapid test dan pengambilan darah unggas. Pemeriksaan dengan rapid

test hanya membutuhkan waktu kira-kira sepuluh menit untuk melihat hasil positif

atau tidaknya terhadap H5N1. Apabila hasil positif dilakukan segera pemusnahan

dan bila hasil menunjukkan negatif maka dilakukan upaya pencegahan dengan

130 UI, 2008


Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM
vaksinasi. Penyuluhan kepada keluarga kasus dan masyarakat sekitar dilakukan pula

saat invetigasi.

Ketika melakukan peneyelidikan epidemiologi, petugas kesehatan diwajibkan

untuk membawa form investigasi. Form invetigasi tersebut sebagai tempat

pencatatan petugas tentang biodata kasus, riwayat sakit, riwayat kontak, nama-nama

kontak yang diambil spesimen, dan mengenai data hasil observasi lingkungan tempat

tinggal kasus. Namun dalam implementasinya, terkadang petugas menuliskan data

dengan kertas yang seadanya, sehingga data yang dihasilkan tidak sesuai dengan

standar baku yang diberlakukan oleh Depkes. Data yang dihasilkan dari investigasi

yang seperti ini akhirnya menyebabkan penganalisaan data hasil surveilans yang

tidak valid dan kadang bias karena mengandalkan ingatan petugas surveilans.

Hambatan yang dilakukan pada penyelidikan epidemiologi salah satunya

adalah pemakaian APD yang masih belum diterima masyarakat luas. Sedangkan

hambatan penyelidikan epidemiologi yang dilakukan oleh Kesamvet daiantaranya

adalah kurangnya data yang didapat dari masyarakat. Masyarakat seringkali tidak

mengetahui kapan unggasnya sakit, berapa hari unggasnya sakit, tanda-tanda unggas

sakit sehingga ini membuat Kesmavet mengalami kesulitan dalam mendapatkan data

yang akurat. Kemungkinan lain penyebab sedikitnya data yang diperoleh adalah

dikarenakan ketakutan masyarakat memberikan data karena ketakutan akan dilakuan

depopulasi pada unggas mereka. Berdasarkan rekomendasi Case Management AI

(2007), perlu digalakkan active case finding/ surveillance investigastion AI di tempat

atau daerah dengan unggas yang sakit atau mati yang disebabkan virus H5N1 oleh

petugas kesehatan di Puskesmas dan aparat desa.

131 UI, 2008


Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM
7.2.3.3 Sosialisasi AI

Sosialisasi merupakan upaya yang dilakukan oleh unit kesehatan dan

peternakan agar semakin banyak pihak yang sadar dan paham terhadap AI dan

bagaimana cara mencegah dan melakukan penatalaksanaan yang benar terhadap

kasus. Sosialisasi penting dilakukan tidak hanya kepada petugas kesehatan, tokoh

masyarakat seperti lurah, camat, RT, RW namun juga kepada masyarakat dalam

bentuk penyuluhan.

Upaya sosialisiasi AI yang telah dilakukan unit kesehatan atau Dinas

Kesehatan Kota adalah melakukan sosialisasi kepada tenaga medis Puskesmas dan

Rumah Sakit di wilayah Kota Bekasi. Upaya sosialisasi kepada tenaga medis dipilih

tenaga medis yang menagani langsung pasien atau yang disebut sebagai dokter front

liner atau dokter IGD. Sedangkan peserta sosialisasi yang dipilih dari Puskesmas

bukanlah kepala Puskesmas namun dokter umum Puskesmas, hal ini menjadi

pertimbangan karena yang menjadi tujuan dari sosialisasi yang di lakukan Dinkes

adalah agar terbentuk pemahaman dan sensitivitas tenaga medis dalam mengenali

pasien yang datang dengan gejala ILI yaitu panas, demam dan sesak napas.

Sosialisasi kepada tenaga medis di Kota Bekasi sudah dilakukan satu kali.

Rencana sosialisasi yang akan dilakukan Dinkes dalam satu tahun adalah dua kali

sosialisasi. Selain melakukan sosialisasi kepada tenaga medis, dilakukan sosialisasi

kepada tokoh-tokoh masyarakat yaitu camat dan lurah. Kegiatan sosialisasi kepada

camat dan lurah dilakukan oleh Kesmavet dan Puskesmas melalui “Minggon”.

Kegiatan “Minggon” merupakan kegiatan yang dilakukan secara rutin setiap hari

rabu dengan mengumpulkan camat dan lurah, dengan adanya kegiatan tersebut

132 UI, 2008


Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM
Kesmavet dan Puskesmas memanfaatkan untuk melakukan pelaporan perkembangan

AI di Kota Bekasi, menjelaskan AI dan mengajak lurah dan camat untuk ikut

berpartisipasi aktif untuk mensosialisasikan ke bawahnya (RT dan RW).

Sosialisasi AI kepada masyarakat merupakan salah satu upaya dalam

pencapaian target yang terdapat dalam Renstranas (2005) yaitu meningkatkan

kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang AI. Sosialisasi kepada masyarakat

dilakukan lewat radio, poster dan brosur. Sosialisasi ke masyarakat dilakukan pula

dalam bentuk penyuluhan AI yang dilakukan saat tim surveilans AI melakukan

investigasi ke tempat tinggal kasus atau ke wilayah yang positif AI. Upaya sosialisasi

yang dilakukan Kesmavet sudah menjangkau penyebaran poster ke sekolah-sekolah,

namun jangkauan sosialisasi belum menyeluruh ke semua sekolah di Kota Bekasi.

Ketika penulis melakukan observasi ke salah satu Puskesmas, poster AI sudah

tertempel di dinding Puskesmas. Ketika investigasi ke rumah kasus pun, tim AI

dibekali dengan beberapa poster untuk disebarkan ke masyarakat.

Yuliarti (2006) mengatakan bahwa peningkatan kesadaran masyarakat

(Public Awareness) dapat dilakukan melalui tindakan sosialisasi AI melalui media

elektronik, media massa, maupun penyebaran brosur (leaflet) dan pemasangan

spanduk agar masyarakat tidak panik.

Selain itu, upaya sosialisasi dilakukan lewat kegiatan Posyandu dimana

Dinkes menginstruksikan kader Posyandu untuk memberikan penyuluhan kepada

masyarakat mengenai AI. Berdasarkan surat himbauan No.443.1/224/Ms.4/IX/2005

Kelurahan Kali Baru dan Mustikajaya No. 443/703-Kc.Mtj/IX/2005 menugaskan

Ketua RW dan RT se-wilayah Kali Baru untuk menghimbau warganya agar waspada

AI dan hal yang sama di lakukan oleh kelurahan Keranji. Himbauan yang sama di

133 UI, 2008


Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM
keluarkan oleh Sekertaris Daerah kepada para Camat se-Kota Bekasi

No.440/2054/Kesos/IX/2005.

Untuk sosialisasi yang telah dilakukan kepada masyarakat belum pernah

dilakukan pengukuran terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku. Saat penyuluhan

tidak dilakukan pre-test dan post-test sehingga keberhasilan dari sosialisasi dan

penyuluhan belum dapat dikur. Namun, kesadaran masyarakat akan bahaya AI dapat

dilihat dari banyaknya pelaporan kasus dari masyarakat lewat sms center, dari hasil

penelitian kepada beberapa informan menegaskan bahwa kesadaran masyarakat

sudah mulai meningkat. Berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor: 19 Tahun 2007,

dijelaskan bahwa apabila ditemukan unggas yang menunjukan gejala sakit dan/atau

terjadi kematian mendadak, masyarakat wajib melaporkan hal tersebut dalam waktu

1 x 24 jam kepada Dinas Kabupaten/Kota untuk segera ditindaklanjuti.

7.2.3.4 Depopulasi

Depopulasi merupakan upaya tindak lanjut yang dilakukan apabila dalam

penyelidikan epidemiologi ditemukan adanya unggas yang positif AI (H5N1).

Berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor: 19 Tahun 2007 Tentang

Intensifikasi Penanganan dan Pengendalian Virus Flu Burung, dijelaskan bahwa

depopulasi adalah tindakan pemusnahan unggas dengan cara disembelih atau dengan

cara lainnya sesuai ketentuan yang berlaku. Sedangkan Instruksi Presiden RI Nomor:

1 Tahun 2007 Tentang Penanganan dan Pengendalian Virus Flu Burung (Avian

Influenza), maka unggas-unggas yang telah terkontaminasi atau dipelihara di

pemukiman penduduk yang terindikasi atau diduga telah terjangkit AI maka

dilakukan pemusnahan dan diberikan kompensasi yang wajar.

134 UI, 2008


Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM
Apabila ditemukan unggas sekandang yang positif AI, upaya depopulasi

(pemusnahan selektif) segera dilakukan oleh Kesmavet. Tindakan ini sesuai dengan

pernyataan Yuliarti (2006) bahwa tindakan depopulasi dilakukan di peternakan

tertular pada semua unggas hidup yang sakit (tertular) maupun yang sekandang

dengan menyembelihnya sesuai prosedur pemotongan unggas yang berlaku.

Dari data yang peroleh, dilakukan kalkulasi dan didapatkan hasil bahwa sejak

tahun 2005 sampai dengan tahun 2008, depopulasi di Kota Bekasi sudah dilakukan

16 kali. Kejadian positif AI pada unggas terjadi di 12 kelurahan dari 56 kelurahan

atau 21, 4% kelurahan di Kota Bekasi sudah tertular AI. Dari 12 kelurahan tertular,

Kelurahan Jati Rahayu dinyatakan sebagai kelurahan tersering dilakukan

pemusnahan unggas yaitu sudah mengalami 4 kali pemusnahan unggas.

Apabila dilihat dari komoditas unggas yang tertular AI, rapid test positif

menunjukkan bahwa unggas yang paling sering tertular AI adalah ayam buras,

burung perkutut dan burung puyuh. Namun depopulasi terbanyak yang pernah

dilakukan adalah terhadap 425 burung puyuh di Kelurahan Jati Murni, Kecamatan

Pondok Melati. Selain dilakukan depopulasi, dilakukan pula upaya pencegahan

seperti vaksinasi unggas sekitar sampai dengan radius 500 meter dan desinfeksi.

Berdasarkan kebijakan pemerintah pusat dalam kegiatan depopulasi, kegiatan

pemusnahan unggas di Kota Bekasi memberikan kompensasi sebesar Rp. 12.500,-

per ekor unggas baik unggas besar ataupun kecil. Berdasarkan hasil kalkulasi,

didapatkan bahwa dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 unggas yang

dimusnahkan baik ayam, angsa, entog, dan burung berjumlah 939 ekor, dan

perkiraan jumlah dana kompensasi yang sudah dikeluarkan adalah sebesar Rp.

11.737.500. Sedangkan untuk tahun 2008 saja, jumlah unggas yang telah

135 UI, 2008


Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM
dimusnahkan sebanyak 228 ekor dengan besar kompensasi Rp. 2.850.000,-.

Pengeluaran dana untuk kegiatan depopulasi atau eliminasi di Kota Bekasi masih

jauh di bawah dana yang dianggarkan yaitu sebesar Rp. 8.750.000,- untuk 700 ekor

unggas.

Kesadaran masyarakat menjadi salah satu faktor yang menentukan dalam

keberhasilan upaya depopulasi. Masyarakat pemilik unggas di Kota Bekasi dinilai

masih belum aware dengan kejadian AI. Seringkali petugas surveilans tidak dapat

melakukan depopulasi pada unggas yang sudah dinyatakan positif H5N1, karena

pemilik unggas membawa unggasnya keluar daerah untuk dijual. Salah satu

hambatan dalam upaya depopulasi adalah ganti rugi atau dana kompensasi yang

dinilai sangat rendah di bawah harga pasar.

Sosialiasi AI harus ditingkatkan agar kesadaran masyarakat dalam memahami

bahaya AI semakin baik, sehingga pelaksanaan depopulasi akan lebih mudah

dilakukan.

7.2.3.5 Vaksinasi

Vaksinasi merupakan upaya tindak lanjut epidemiologi sebagai langkah

preventif dari penularan unggas. Vaksinasi merupakan salah satu himbauan Walikota

Bekasi yang tertuang dalam dalam maklumat Nomor: 524.31/127-Prakop/I/2007.

Menurut Yuliarti (2006), tindakan vaksinasi hanya boleh dilakukan di daerah

tertular secara massal terhadap seluruh unggas sehat terancam (100%) dengan cara

penyuntikan satu per satu dan apabila perlu, dilakukan booster (penyuntikan

berulang).

136 UI, 2008


Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM
Dalam pelaksanaan vaksinasi, Kesmavet lebih banyak melakukan

penyuntikan unggas dari rumah ke rumah penduduk (sektor 3 dan 4) karena

peternakan besar (sektor 1 dan 2) dinilai sudah dapat melakukan vaksinasi secara

mandiri. Hal ini dijelaskan oleh Litbang, Deptan (2007) bahwa populasi ayam di

sektor 3 (peternakan kecil dengan jumlah unggas sekitar 5000 ekor) dan sektor 4

(unggas yang diperlihara disekitar rumah skala kecil, 1-20 ekor) menjadi target

utama yang memerlukan pengawasan dan penyuluhan yang terus-menerus, terutama

dalam aspek biosekuriti karena umumnya sektor ini tersebar di pemukiman

penduduk, jumlah dan keberadaannya sulit di kontrol dan pemeliharaannya belum

secara efektif.

Vaksinasi di Kota Bekasi sudah dilakukan 15 kali di 12 kelurahan. Vaksinasi

dilakukan mulai dari unggas sekitar dari kejadian AI, radius 200 meter sampai

dengan radius 500 meter. Terdapat 5 kelurahan yang dilakukan vaksinasi unggas

sekitar yaitu kelurahan Pedurenan, Bojong Menteng, Mustika Sari, Pekayon dan Jati

Raden. Vaksinasi rutin dilakukan pada ayam buras dan ayam kampung sedangkan

untuk ayam pedaging tidak dilakukan vaksinasi karena umurnya pendek. Setelah

dilakukan penyuntikan pertama dilakukan penyuntikan berulang setiap 3-4 bulan.

Kegiatan vaksinasi di Kota Bekasi selain di lakukan oleh Kesmavet, sudah

dilakukan oleh vaksinator terlatih. Untuk penyuntikan pertama biasanya dilakukan

oleh Kesmavet, namun penyuntikan selanjutnya diserahkan kepada vakasinator.

Kegiatan vaksinasi yang dilakukan oleh vaksinator biasanya dengan

melakukan kunjungan dari rumah ke rumah penduduk yang memiliki unggas, data

kepemilikan unggas diperoleh dari kelurahan terkait. Sebelum vaksinasi petugas

biasanya melakukan sosialisasi kepada tokoh masyarakat (RT atau RW) untuk

137 UI, 2008


Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM
memberitahukan warga agar mempersiapkan unggas mereka untuk divaksinasi,

namun kenyataan di lapangan seringkali unggas masih berkeliaran ketika petugas

datang ke rumah penduduk sehingga hal ini menjadi hambatan petugas untuk

melakukan vaksinasi.

Yuliarti (2006) menambahkan pada sistem dimana petugas yang menunggu,

masyarakat malas datang, sehingga acara vaksinasi kurang mendapat sambutan baik

dari masyarakat.

Beberapa kendala dalam pelaksanaan vaksinasi adalah kurangnya kesadaran

masyarakat untuk memvaksin unggas peliharaan karena ada ketakutan unggas

peliharaan akan mati setelah divaksinasi. Selain itu, instruksi yang disarankan

petugas kurang didengar oleh masyarakat, sehingga petugas perlu berkali-kali

melakukan pendekatan secara personal agar kegiatan vaksinasi bisa berjalan dengan

baik.

Hambatan lainnya dalam pelaksanaan vaksinasi yaitu masyarakat seringkali

tidak melaporkan informasi kepada petugas. Petugas seringkali mengalami kesulitan

dalam mematau keberhasilan vaksinansi karena seringkali masyarakat menjual

unggasnya tanpa pemberitahuan kepada petugas.

Yuliarti (2006) menambahkan bahwa salah satu kelemahan dari vaksinasi

adalah petugas seringkali tidak mengenakan pakaian yang disyaratkan seperti

penggunaan masker dan sarung tangan. Hal ini menimbulkan risiko yang sangat

besar bagi petugas. Yuliarti menambahkan pula bahwa sebelum vaksinasi sebaiknya

sistem peternakan di Indonesia harus dirubah, semua unggas harus dikandangkan dan

tidak berkeliaran sehingga vaksinasi akan mudah dilakukan dan hasilnya jauh lebih

baik.

138 UI, 2008


Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM
Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai penyakit AI yang

sampai saat ini masih menjadi masalah peternakan, seharusnya sosialisasi mengenai

vaksinasi AI harus lebih ditingkatkan, karena salah satu cara untuk tidak terjadinya

AI adalah dengan upaya pencegahan.

Dalam melaksanakan vaksinasi banyak hal yang harus diperhatikan terkait

keberhasilan vaksinasi yaitu cara pemberian vaksin, cara penyimpanan vaksin, dan

keterampilan petugas. Kesmavet (2008) menjelaskan bahwa ketentuan vaksinasi

untuk ayam petelur adalah umur 4-7 hari dengan dosis 0,2 ml di bawah kulit pada

pangkal leher, umur 4-7 minggu dengan dosis 0,5 ml di bawah kulit pangkal leher,

kemudian pada ayam umur 12 minggu dilakukan penyuntikan dengan dosis 0,5 ml di

bawah kulit pda pangkal leher atau pada otot dada dan setiap 3-4 bulan dilakukan

penyuntikan ulang 0,5 ml pada otot dada.

7.2.4 Pengawasan

Menurut J. Mockler dalam Handoko (1999) mengatakan bahwa pengawasan

menejamen adalah suatu usaha sistematik dengan tujuan-tujuan perencanaan,

merancang suatu umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang

telah ditetapkan sebelumnya, menetapkan dan mengukur penyimpangan-

penyimpangan serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin

bahwa sumber daya organiasi digunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam

pencapaian tujuan organiasi.

Pengawasan yang dilakukan dalam pelaksanaan surveilans AI yaitu melalui

pengawasan langsung dan tidak langsung. Pengawasan langsung yang dilakukan

dengan ikut sertanya pengawas (Kepala Seksi atau Kepala Bidang) dalam

139 UI, 2008


Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM
pengawasan staf dilapangan. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui dokumen

turun lapangan terkait seperti surat tugas dengan cap kelurahan, SPPD (Surat

Perintah Perjalanan Dinas), dan laporan investigasi yang dilakukan oleh tim

surveilans atau DSO.

Ikut berpartispasinya Kepala Seksi dan Kepala Bidang bukan sekedar

kesadaran akan pentingnya AI, namun pengawasan secara langsung ini menurut

Siagian (1996) merupakan upaya yang dimaksudkan untuk mencegah jangan sampai

terjadi penyimpangan, penyelewengan dan pemborosan.

Pengawasan yang dilakukan Kesmavet melalui laporan tiap ada kasus,

bulanan dan laporan akhir tahun yang mencakup keseluruhan kejadian. Sedangkan

pembuatan laporan khusus dilakukan seminggu sekali oleh Distrisct Surveillance

Officer (setiap hari jum’at) baik ada kasus AI atau pun tidak ada kasus AI. Apabila

ada kasus, pelaporan dibuat dengan dua format yaitu format DSO dan format kajian

epidemiologi dan riwayat perjalanan penyakit. Namun berdasarkan telaah dokumen

investigasi DSO, ditemukan ketidaklengkapan dalam pelaporan, format laporan

investigasi kadang berbeda-beda dan tidak mendetail.

Pelaporan kepada atasan pun dinilai sering mengalami keterlambatan,

dikarenakan beban kerja dari petugas DSO yang juga menangani pekerjaan rutin

seperti entry data dan surveilans KLB lainnya. Pelaporan dilakukan secara

berjenjang yaitu kepada kepala seksi, kepala bidang, kepala dinas, walikota

kemudian laporan AI di kirim sampai ke posko AI pusat. Pengiriman data kepada

Posko Flu Burung pusat atau Komnas FBPI adalah sesuai dengan fungsinya yang

telah diatur dalam Peraturan Presiden RI Nomor 7 Tahun 2006 Tentang Komite

Nasional Pengendalian Flu Burung (Avian Influenza) dan Kesiapsiagaan

140 UI, 2008


Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM
Menghadapi Pandemi Influenza yaitu mengkoordinasikan pengelolaan data dan

informasi yang terkait dengan masalah flu burung (avian influenza) pada hewan dan

manusia dan memberikan arahan kepada Komite Provinsi dan Komite

Kabupaten/Kota dalam rangka pencegahan, pengendalian dan penanggulangan flu

burung (avian influenza) serta kesiapsiagaan menghadapi pandemi influenza.

Untuk pengiriman laporan kejadian kasus AI kepada propinsi dan posko AI

pusat dikirim pelaporan AI secara lengkap baik kejadian suspek, probable maupun

konfirm, namun untuk pelaporan kepada walikota dibuat dalam bentuk yang lebih

sederhana yaitu hanya pelaporan kasus yang positif, hal ini dikaitkan juga dengan

masalah kebijakan politik yang ditakutkan akan membuat panik warga Bekasi.

Untuk pelaporan keuangan, ada beberapa syarat administrasi yang harus

dilengkapi seperti kuitansi kegiatan. Laporan keuangan disampaikan ke walikota

melalui bagian keuangan dan selalu di lakukan pemantauan oleh Bawasda. Kegiatan

tersebut dipantau, berjalan dengan baik atau tidak, apabila dirasa AI sudah tidak

terjadi maka alokasi anggaran untuk AI dikurangi. Namun selama ini, AI selalu

menjadi prioritas pemerintah daerah Bekasi. Laporan keuangan ini merupakan salah

satu upaya efisiensi seperti yang diungkapkan oleh Siagian (1996) bahwa orientasi

dalam setiap organisasi adalah efisiensi , keterbatasan menuntut penggunaan yang

sehemat-hematnya dari semua dana dan daya yang dimiliki dengan tetap

menghasilkan hal-hal yang ditargetkan untuk dihasilkan.

7.2.5 Evaluasi

Salah satu maksud dan tujuan dari evaluasi adalah menilai dan

membandingkan kesesuaian output dengan target yang telah ditetapkan. Evaluasi

141 UI, 2008


Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM
terhadap hasil kegiatan tenaga surveilans AI dilakukan melalui laporan investigasi

kasus. Tenaga DSO melaporkan hasil kegiatan lewat laporan DSO setiap minggu dan

melaporkan hasil PE apabila terjadi kasus baik pada unggas atau manusia.

Sedangkan Kesmavet melakukan hal yang sama yaitu pelaporan setiap kali ada

kasus, bulanan dan secara keseluruhan baik Dinkes dan Kesmavet melakukan

evaluasi tahunan. Hasil evaluasi di sampaikan lewat briefing dan menjadi feed back

bagi perbaikan kegiatan surveilans AI selanjutnya.

Dalam evaluasi kegiatan diketahui beberapa kemajuan sekaligus hambatan

selama pelaksanaan kegiatan surveilans AI di Tingkat Kota Bekasi. Berdasarkan

hasil eveluasi didapatkan hasil diantaranya bahwa sosialisasi AI kepada masyarakat

belum maksimal, hal ini dapat dilihat dari peran serta masyarakat yang ikut

menanggulangi AI masih sangat minim. Salah satunya, masyarakat masih takut

dalam memvaksinasi unggas, tidak kooperatif dalam kegiatan vaksinasi dan

mengumpulkan unggas. Wilayah sosialisasi yang sudah dilakukan Dinkes baru 4

kelurahan, namun berdasarkan keterangan informan bahwa bila dibandingkan dengan

tahun-tahun sebelumnya (sebelum 2007) masyarakat sudah mengalami kemajuan,

contoh ketika investigasi, petugas bertanya kepada masyarakat bagaimana cara

menangani unggas yang mati dan masyarakat rata-rata menjawab dengan benar dan

mengaku mengetahui hal ini dari media-media seperti TV dan poster.

Masalah internal organisasi seperti beban kerja dan bentrok antara pekerjaan

rutin dan kegiatan surveilans AI (DSO) menjadi masalah tersendiri yang secara

langsung maupun tidak langsung menghambat perkembangan surveilans AI. Tenaga-

tenaga lain kegiatan AI seperti TGC, seringkali tidak melibatkan diri dalam

investigasi dikarenakan kesibukan kegiatan rutin lainnya. Untuk hal ini perlu dibuat

142 UI, 2008


Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM
struktur surveilans yeng lebih terspesifikasi. Namun, hambatan lainnya yang

dituturkan informan adalah tidak mungkin Dinkes menugaskan petugas AI secara

khusus dikarenakan penyakit ini jarang terjadi. Kekurangan tenaga seperti tenaga

medis dalam investigasi perlu segera dibenahi, karena tenaga medis sangat

dibutuhkan dalam melakukan analisa hasil diagnosa selama perawatan kasus.

Selain evaluasi terhadap kegiatan di atas, koordinasi lintas sektor dalam

pelaksanaan surveilans AI di tingkat Kota Bekasi masih belum berjalan dengan baik.

Ada beberapa komponen yang perlu diberdayakan seperti Labkesda, sehingga upaya

pengambilan sampel tidak dilakukan oleh Dinkes atau Litbangkes, walaupun

pemeriksaannya masih harus di kirim ke pusat.

Evaluasi lainnya adalah mengenai pemakaian APD yang perlu diperhatikan

kembali, karena pemakaian APD yang tidak sesuai dengan standar bahkan APD yang

tidak dipakai saat investigasi akan membahayakan petugas surveilans.

7.3 Hasil (Gambaran Surveilans Integrasi AI)

Peneliti melakukan telaah dokumen terhadap hasil investigasi untuk

mengetahui kelengkapan hasil penyelidikan epidemiologi (PE). Peneliti melakukan

pula triangulasi metode dengan indepth interview dan telaah dokumen untuk melihat

respon cepat dalam pelaksanaannya.

Berdasarkan form hasil PE yang diobservasi, dari 21 laporan PE didapatkan 6

buah laporan PE yang dinilai lengkap yaitu memuat tujuan umum dan tujuan khusus

PE, metodologi, identifikasi silsilah, kronologis penyakit, foto toraks, hasil

laboratorium, temuan epidemiologi dan faktor risiko, denah lokasi, pemantauan

kontak, analisis kasus serta kesimpulan dan saran. Kelengkapan hasil PE tersebut

143 UI, 2008


Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM
sudah sesuai dengan format dalam buku pedoman surveilans AI integrasi. Hasil

kelengkapan PE ini belum sesuai dengan indikator kegiatan surveilans yang tertuang

dalam Kepmentan No. 1116/Menkes/SK/VIII/2003 Tentang Pedoman

Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan, bahwa indikator

kegiatan surveilans yaitu kelengkapan laporan unit pelapor sebesar 80 % atau lebih.

Hasil investigasi (PE) lainnya banyak yang tidak memuat secara lengkap

sesuai dengan format baku form investigasi yang telah dikeluarkan oleh Depkes.

Hasil form investigasi (PE) yang tidak lengkap banyak temukan pada kejadian kasus

sebelum tahun 2007. Hasil PE yang dinilai tidak lengkap karena tidak memuat

kesimpulan dan saran, serta PE yang tersedia masih berupa narasi. Form investigasi

sebelum tahun 2007 belum menggambarkan peta lokasi kejadian kasus dan

kemungkinan tempat-tempat yang terdapat unggas, sedangkan pada form investigasi

2008, denah lokasi dan pemetaan sudah dilakukan dengan baik.

Berdasarkan observasi partisipatif, ketika di lapangan atau investigasi, form

investigasi terkadang menjadi situasional, terutama ketika petugas harus melakukan

wawancara dengan keluarga kasus yang meninggal. Petugas kadang tidak melakukan

pencataan pada form investigasi yang seharusnya, bahkan terkadang petugas tidak

membawa form investigasi karena adanya laporan KLB AI yang mendadak sehingga

penyiapan form investigasi yang perlu di print tidak sempat dilakukan. Petugas

kadang mengandalkan ingatan saja, sehingga kemungkinan dapat terjadi bias dalam

pencatatan.

Sedangkan pencatatan kejadian AI pada unggas sudah cukup baik.

Berdasarkan telaah dokumen, dapat digambarkan bahwa pada tahun 2005 sampai

dengan April 2008, tercatat 16 kasus AI pada unggas berdasarkan tanggal kejadian,

144 UI, 2008


Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM
lokasi, jenis unggas (komoditas), hasil rapid test dan PCR, tindakan yang diambil

serta tercatat jumlah dan jenis unggas yang dilakukan tindakan depopulasi dan

vaksinasi, serta dilakukan upaya desinfeksi. Namun berdasarkan Pedoman Surveilans

AI Integrasi (2006), PE wabah AI unggas seharusnya memuat pula data epidemiologi

lingkungan dan pemantauan kontak erat di daerah wabah, namun data tersebut tidak

ditemukan. Kesmavet mencatat pula kejadian AI pada manusia, namun pencatatan

ini hanya pada satu kasus positif konfirm AI pada tahun 2008.

Respon PE 1x24 belum dapat dilaksanakan sepenuhnya oleh Dinas Kesehatan

karena terkadang petugas mendapat laporan malam hari sehingga baru bisa turun

keesokan harinya atau apabila ada kejadian kasus AI namun petugas Dinkes tidak

dapat melakukan investigasi (adanya beban tugas yang lain) maka tugas investigasi

diwakilkan oleh Puskesmas dan laporannya dikirimkan ke Dinkes. Berdasarkan hasil

evaluasi diketahui bahwa respon PE 1x24 belum sepenuhnya berjalan, namun respon

1x48 jam terjadi 100%.

145 UI, 2008


Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM

Anda mungkin juga menyukai