Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keberhasilan upaya kesehatan ibu, di antaranya dapat dilihat dari indikator
Angka Kematian Ibu (AKI). AKI adalah jumlah kematian ibu selama masa
kehamilan, persalinan dan nifas yang disebabkan oleh kehamilan, persalinan, dan
nifas atau pengelolaannya tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti
kecelakaan, terjatuh, dll di setiap 100.000 kelahiran hidup (1). Laporan Survei
Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) terakhir memperkirakan Angka
Kematian Ibu (AKI) meningkat dari tahun 2007 yaitu 228 kematian per 100.000
kelahiran hidup menjadi 359 kematian per 100.000 kelahiran hidup pada tahun
2012 (2).
Berdasarkan Profil Kementerian Kesehatan (2015) Lima penyebab
kematian ibu terbesar di Indonesia yaitu perdarahan (30,3%), hipertensi dalam
kehamilan (HDK) (27,1%), infeksi (7,3%), partus lama/macet (1,8%), dan abortus
(1,6%). Menurut Irianto (2014) bahwa angka kematian ibu yang tinggi
berhubungan erat dengan anemia yang di deritanya ketika hamil. Dari lima
penyebab AKI terbesar di Indonesia tersebut empat diantaranya merupakan
dampak yang terjadi apabila ibu hamil mengalami anemia yaitu perdarahan,
infeksi, partus lama/macet dan abortus. Anemia pada ibu hamil didefinisikan
sebagai penurunan kadar haemoglobin < 11 gr% selama kehamilan pada trimester
I dan III atau < 10,5 gr% selama trimester II (3).
Menurut WHO (World Health Organization) prevalensi anemia pada ibu
hamil di seluruh dunia pada tahun 1993- 2005 adalah 24,8% dari total penduduk
dunia. Sekitar 2 milyar orang atau sekitar 30% dari populasi dunia diketahui
anemis, terutama anemia defisiensi besi. Menurut Irianti dkk (2015), perkiraan
global 51 juta wanita hamil atau sekitar 41,8% dari seluruh wanita hamil
mengalami anemia. Prevalensi anemia dinegara berkembang relatif tinggi yaitu
33% sampai 75%. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan
jumlah penderita anemia kehamilan terbanyak (4). Prevalensi anemia pada ibu
hamil cukup tinggi yaitu sebesar 37,1% yang artinya mendekati masalah

1
2

kesehatan masyarakat yang berat (severe public health problem adalah ≥ 40%)
(5). Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Provinsi Aceh (2017) prevalensi
anemia pada ibu hamil yaitu 28%. Dampak negatif anemia terhadap ibu hamil dan
janinnya yaitu abortus, hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim, mudah
terjadi infeksi dekompensasi kordis (Hb <6 gr%), molahidatidosa, hiperemesis
gravidarum, perdarahan antepartum, Ketuban Pecah Dini (KPD), terjadi kematian
intra uteri, prematur, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), kelahiran dengan
anemia, dapat terjadi cacat bawaan dan bayi mudah mendapat infeksi sampai
kematian perinatal (5).
Menurut Irianti dkk (2015), Penyebab paling umum dari anemia pada
kehamilan adalah kekurangan zat besi. Anemia defisiensi zat besi pada ibu hamil
masih menjadi masalah utama gizi di Indonesia. Anemia gizi besi merupakan
masalah gizi pada semua kelompok umur dengan prevalensi paling tinggi pada
kelompok ibu hamil yaitu sekitar 70%. Defisiensi zat besi saat hamil berpengaruh
kepada ibu dan bayi. Setengah dari ekstra zat besi yang dibutuhkan selama hamil
digunakan dalam pembuatan Hb untuk meningkatkan suplai darah ibu hamil.
Selama kehamilan massa sel darah merah bertambah sekitar 18%, sehingga
diperlukan zat besi yang cukup sebagai pembentuk sel darah merah. Kebutuhan
zat besi terbesar terjadi pada trimester akhir kehamilan dimana janin menyimpan
zat besi sebagai cadangan dalam tubuhnya. Ketidakcukupan zat besi akan
menyebabkan kekurangan Hb dalam darah yang diperlukan untuk membawa
oksigen kepada janin dan sel ibu hamil (5).

1.2 Rumusan Masalah


Lima penyebab kematian ibu terbesar di Indonesia yaitu perdarahan
(30,3%), Hipertensi Dalam Kehamilan (HDK) (27,1%), infeksi (7,3%), partus
lama/macet (1,8%), dan abortus (1,6). Dari lima penyebab AKI terbesar di
Indonesia tersebut empat diantaranya merupakan dampak yang terjadi apabila ibu
hamil mengalami anemia yaitu perdarahan, infeksi, partus lama/macet dan
abortus. Dampak negative anemia terhadap ibu hamil dan janinnya yaitu abortus,
hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim, mudah terjadi infeksi
dekompensasi kordis (Hb <6 gr%), mola hidatidosa, hiperemesis gravidarum,
3

perdarahan antepartum, Ketuban Pecah Dini (KPD), terjadi kematian intra uteri,
prematur, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), kelahiran dengan anemia, dapat
terjadi cacat bawaan dan bayi mudah mendapat infeksi sampai kematian perinatal,
dan dari data Dinas Kesehatan Aceh angka kejadian anemia pada ibu hamil untuk
Aceh sendiri masih tinggi yaitu 28% pada tahun 2017. Dari rumusan masalah di
atas dan dari angka kejadian anemia pada ibu hamil untuk daerah Aceh masih
tinggi peneliti tertarik untuk meneliti hubungan jarak kehamilan dengan kejadian
anemia pada ibu hamil.

1.3 Pertanyaan Penelitian


1. Bagaimana gambaran kejadian anemia pada ibu hamil di RSUD Cut
Meutia Kabupaten Aceh Utara tahun 2019?
2. Apakah terdapat hubungan jarak kehamilan dengan kejadian anemia pada
ibu hamil di RSUD Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara tahun 2019?

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran serta hubungan jarak kehamilan dengan kejadian
anemia pada ibu hamil di RSUD Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara tahun
2019.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran kejadian anemia pada ibu hamil di RSUD Cut
Meutia Kabupaten Aceh Utara tahun 2019.
2. Mengetahui hubungan jarak kehamilan dengan kejadian anemia pada ibu
hamil di RSUD Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara tahun 2019.

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Manfaat teoritis
1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pemahaman
peneliti tentang besaran dan bahaya kejadian anemia pada ibu hamil di
RSUD Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara.
4

2. Penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi bagi Fakultas


Kedokteran Universitas Malikussaleh tentang hubungan jarak kehamilan
dengan kejadian anemia pada ibu hamil di RSUD Cut Meutia Kabupaten
Aceh Utara tahun 2019.
3. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi mengenai
hubungan jarak kehamilan dengan kejadian anemia pada ibu hamil di
RSUD Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara tahun 2019 bagi penelitian
selanjutnya.
1.5.2 Manfaat praktis
1. Penelitian ini dapat menjadi bahan informasi bagi orang tua untuk melihat
hubungan jarak kehamilan dengan kejadian anemia pada ibu hamil yang
dapat membahayakan ibunya maupun anak yang sedang dalam
kandungan.
2. Penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi orang tua agar member
jarak untuk kehamilan selanjutnya.
3. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi dan data bagi dinas
pendidikan dalam upaya untuk meningkatkan upaya preventif, seperti
penyuluhan tentang bahaya anemia pada ibu hamil.
5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Telaah Pustaka


2.1.1 Anemia
2.1.1.1 Definisi Anemia dalam Kehamilan
Menurut World Health Organization (WHO) anemia pada ibu hamil
adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari
11,0 g% sebagai akibat dari ketidakmampuan jaringan pembentuk sel darah merah
(Erythropoetic) dalam produksinya untuk mempertahankan konsentrasi Hb pada
tingkat normal.Anemia bila kadar Hb pada wanita hamil trimester I < 11 gr/dl,
trimester II < 10,5 gr/dl dan trimester III < 10 gr/dl. Kadar Hb ibu hamil terjadi
jika produksi sel darah merah meningkat, nilai normal hemoglobin (12 sampai 16
gr/%) dan nilai normal hematokrit (37% sampai 47%) menurun secara signifikan.
Penurunan lebih jelas terlihat selama trimester kedua, saat terjadi ekspansi volume
darah yang cepat. Apabila nilai hematokrit turun sampai 35% atau lebih, wanita
dalam keadaan anemia. (7,9)

2.1.1.2 Epidemiologi Anemia dalam Kehamilan


Menurut WHO (2008), secara global prevalensi anemia pada ibu hamil di
seluruh dunia adalah sebesar 41,8 %. Prevalensi anemia pada ibu hamil
diperkirakan di Asia sebesar 48,2 %, Afrika 57,1 %, Amerika 24,1 %, dan Eropa
25,1 %. Menurut Ansari, et al (2016), Anemia mempengaruhi hampir dua-pertiga
dari wanita hamil di negara-negara berkembang dan memberikan kontribusi untuk
morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi berat badan lahir rendah (BBLR).(3)
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2018) persentase ibu hamil yang
mengalami anemia meningkat sebesar 48,9 % dibandingkan hasil Riskesdas tahun
2013 yaitu sebesar 37,1 %. Dari data tahun 2018, jumlah ibu hamil yang
mengalami anemia paling banyak pada usia 15-24 tahun sebesar 84,6 %, usia 25-
34 tahun sebesar 33,7%, usia 35-44 tahun sebesar 33,6 % dan usia 45-54 tahun
sebesar 24 % (3).
Simanjuntak mengemukakan bahwa sekitar 70% ibu hamil di Indonesia
menderita anemia kekurangan gizi dan kebanyakan anemia yang diderita oleh
6

masyarakat salah satunya karena kehamilan dan persalinan dengan jarak yang
berdekatan, ibu hamil dengan pendidikan dan tingkat sosial ekonomi yang rendah
(1,3).

2.1.1.3 Klasifikasi Anemia


Klasifikasi anemia pada ibu hamil menurut Prawirohardjo adalah sebagai
berikut:(8)
1. Anemia defisiensi besi
Anemia yang paling sering dijumpai dalam kehamilan adalah anemia
akibat kekurangan zat besi karena kurangnya asupan unsur besi dalam
makanan, gangguan penyerapan, peningkatan kebutuhan zat besi atau
karena terlalu banyaknya zat besi yang keluar dari tubuh, misalnya
perdarahan.
2. Anemia hemolitik
Anemia yang disebabkan penghancuran atau pemecahan sel darah merah
yang lebih cepat dari pembuatannya. Wanita dengan anemia hemolitik
sukar menjadi hamil, apabila hamil maka anemianya biasanya menjadi
berat.
3. Anemia megaloblastik
Anemia megaloblastik adalah sekelompok anemia yang ditandai oleh
adanya eritroblas yang besar yang terjadi akibat gangguan maturasi inti sel
yang dinamakan megaloblas. Anemia megaloblastik disebabkan oleh
defisiensi B12, asam folat, gangguan metabolisme vitamin B12 dan asam
folat, gangguan sintesis DNA akibat dari defisiensi enzim kongenital dan
didapat setelah pemberian obat sitostatik tertentu.
4. Anemia hipoplastik
Anemia hipoplastik dalam kehamilan terjadi karena sumsum tulang tidak
mampu membuat sel-sel darah baru. Penyebab anemia hipoplastik hingga
kini belum diketahui dengan pasti, kecuali yang disebabkan oleh sepsis,
sinar rontgen, racun dan obat-obatan.
7

2.1.1.4 Penyebab Anemia Dalam Kehamilan


Beberapa penyebab anemia yaitu :(9)
1. Zat besi yang masuk melalui makanan tidak mencukupi kebutuhan.
2. Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi, terutama ibu hamil, masa
tumbuh kembang pada remaja, penyakit kronis, seperti tuberculosis dan
infeksi lainnya.
3. Perdarahan yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang, malaria, haid
yang berlebihan dan melahirkan.

2.1.1.5 Faktor yang mempengaruhi kejadian anemia pada ibu hamil


1. Umur
Menurut Amiruddin (2016), bahwa ibu hamil yang berumur kurang dari
20 tahun dan lebih dari 35 tahun yaitu 74,1% menderita anemia dan ibu hamil
yang berumur 20-35 tahun yaitu 50,5% menderita anemia. Wanita yang berumur
kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, mempunyai risiko yang tinggi
untuk hamil, karena akan membahayakan kesehatan dan keselamatan ibu hamil
maupun janinnya, beresiko mengalami pendarahan dan dapat menyebabkan ibu
mengalami anemia.(7)
2. Paritas
Menurut Herlina (2015), ibu hamil dengan paritas tinggi mempunyai
resiko 1,454 kali lebih besar untuk mengalami anemia dibanding dengan paritas
rendah. Adanya kecenderungan bahwa semakin banyak jumlah kelahiran (paritas),
maka akan semakin tinggi angka kejadian anemia.(10)
3. Kurang Energi Kronik (KEK)
Sebanyak 41% (2,0 juta) ibu hamil menderita kekurangan gizi. Timbulnya
masalah gizi pada ibu hamil,seperti kejadian KEK, tidak terlepas dari keadaan
sosial, ekonomi dan biososial dari ibu hamil dan keluarganya seperti tingkat
pendidikan, tingkat pendapatan, konsumsi pangan, umur, paritas, dan sebagainya.
Pengukuran lingkar lengan atas (LILA) adalah suatu cara untuk mengetahui resiko
Kurang Energi Kronis (KEK) Wanita Usia Subur (WUS). Pengukuran LILA tidak
dapat digunakan untuk memantau perubahan status gizi dalam jangka pendek.
Pengukuran lingkar lengan atas (LILA) dapat digunakan untuk tujuan penapisan
8

status gizi Kurang Energi Kronis (KEK). Ibu hamil KEK adalah ibu hamil yang
mempunyai ukuran LILA <23,5 cm. Deteksi KEK dengan ukuran LILA yang
rendah mencerminkan kekurangan energi dan protein dalam intake makanan
sehari hari yang biasanya diiringi juga dengan kekurangan zat gizi lain,
diantaranya besi. Dapat diasumsikan bahwa ibu hamil yang menderita KEK
berpeluang untuk menderita anemia (8).
4. Infeksi dan penyakit
Zat besi merupakan unsur penting dalam mempertahankan daya tahan
tubuh agar tidak mudah terserang penyakit. Menurut penelitian, orang dengan
kadar Hb <10 g/dl memiliki kadar sel darah putih (untuk melawan bakteri) yang
rendah pula. Seseorang dapat terkena anemia karena meningkatnya kebutuhan
tubuh akibat kondisi fisiologis (hamil, kehilangan darah karena kecelakaan, pasca
bedah atau menstruasi), adanya penyakit kronis atau infeksi (cacing tambang,
malaria, TBC) (7).
Ibu yang sedang hamil sangat peka terhadap infeksi dan penyakit menular.
Beberapa diantaranya meskipun tidak mengancam nyawa ibu, tetapi dapat
menimbulkan dampak berbahaya bagi janin. Diantaranya, dapat mengakibatkan
abortus, pertumbuhan janin terhambat, bayi mati dalam kandungan, serta cacat
bawaan. Penyakit infeksi yang di derita ibu hamil biasanya tidak diketahui saat
kehamilan. Hal itu baru diketahui setelah bayi lahir dengan kecacatan. Pada
kondisi terinfeksi penyakit, ibu hamil akan kekurangan banyak cairan tubuh serta
zat gizi lainnya. Penyakit yang diderita ibu hamil sangat menentukan kualitas
janin dan bayi yang akan dilahirkan. Penyakit ibu yang berupa penyakit menular
dapat mempengaruhi kesehatan janin apabila plasenta rusak oleh bakteri atau
virus penyebab penyakit. Sekalipun janin tidak langsung menderita penyakit,
namun demam yang menyertai penyakit infeksi sudah cukup untuk menyebabkan
keguguran. Penyakit menular yang disebabkan virus dapat menimbulkan cacat
pada janin sedangkan penyakit tidak menular dapat menimbulkan komplikasi
kehamilan dan meningkatkan kematian janin 30%.(11)
5. Jarak kehamilan
Jarak ideal kehamilan sekurang-kurangnya 2 tahun. Menurut Ahmad Rofiq
(2013) proporsi kematian terbanyak terjadi pada ibu dengan prioritas 1 – 3 anak
9

dan jika dilihat menurut jarak kehamilan ternyata jarak kurang dari 2 tahun
menunjukan proporsi kematian maternal lebih banyak. Jarak kehamilan yang
terlalu dekat menyebabkan ibu mempunyai waktu singkat untuk memulihkan
kondisi rahimnya agar bisa kembali ke kondisi sebelumnya. Pada ibu hamil
dengan jarak yang terlalu dekat beresiko terjadi anemia dalam kehamilan. Karena
cadangan zat besi ibu hamil belum kembali sempurna dan akhirnya berkurang
untuk keperluan janin yang dikandungnya.(10)
Kematian maternal menjadi risiko tinggi jika terlalu rapat jarak kelahiran.
Jarak kelahiran kurang dari 2 tahun dan anemia berisiko tinggi terhadap kematian
maternal karena seorang ibu setelah melahirkan memerlukan 2 atau 3 tahun untuk
dapat memulihkan kondisi tubuhnya dan mempersiapkan diri untuk persalinan
yang berikutnya. Menurut Ammarudin (2016), risiko untuk menderita anemia
berat dengan ibu hamil dengan jarak kurang dari 24 bulan dan 24 – 35 bulan
sebesar 1,5 kali dibandingkan ibu hamil dengan jarak kehamilan lebih dari 36
bulan. Hal ini dikarenakan terlalu dekat jarak kehamilan sangat berpengaruh
terhadap kesiapan organ reproduksi ibu. Jarak kehamilan sangat berpengaruh
terhadap kejadian anemia pada saat kehamilan yang berulang dalam waktu singkat
akan menguras cadangan zat besi ibu.Pengetahuan jarak kehamilan yang baik
minimal 2 tahun menjadi penting untuk diperhatikan sehingga badan ibu siap
untuk menerima janin kembali tanpa harus menghasilkan cadangan zat besi.
Selepas masa nifas (masa setelah melahirkan), yang rata-rata berdurasi 40 hari,
hubungan intim sudah mungkin dilakukan. Secara fisiologis, kondisi alat
reproduksi wanita sudah pulih. Tapi semuanya kembali pada kesiapan fisik dan
psikis, terutama dan pihak wanita. Tiga bulan setelah melahirkan, wanita sudah
bisa hamil lagi.Wanita yang melahirkan dengan jarak yang sangat berdekatan
(dibawah 2 tahun) akan mengalami peningkatan resiko perdarahan pada trimester
ke-3, placenta previa, anemia, ketuban pecah dini, endometriosis masa nifas, dan
kematian saat melahirkan. Penelitian The Demographicand Health Survey,
menyebutkan bahwa anak-anak yang dilahirkan 3-5 tahun setelah kelahiran
kakaknya, memiliki kemungkinan hidup sehat 2,5 kali lebih tinggi dari pada yang
berjarak kelahiran kurang dari 2 tahun.Jarak kelahiran yang berdekatan juga dapat
memicu pengabaian pada anak pertama secara fisik maupun psikis, yang dapat
10

menimbulkan rasa cemburu akibat ketidaksiapan berbagi kasih sayang dan orang
tuanya.(11)

6. Pendidikan
Pada beberapa pengamatan menunjukkan bahwa kebanyakan anemia yang
diderita masyarakat adalah karena kekurangan gizi banyak dijumpai didaerah
pedesaan dengan malnutrisi atau kekurangan gizi. Kehamilan dan persalinan
dengan jarak yang berdekatan, dan ibu hamil dengan pendidikan dan tingkat sosial
ekonomi rendah. Menurut penelitian Amirrudin dkk (2014), faktor yang
mempengaruhi status anemia adalah tingkat pendidikan rendah.(13)

2.1.1.6 Patofisiologi Anemia dalam Kehamilan

Tabel 2.1 Patofisiologi Anemia pada Kehamilan


Sumber: Yunita, 2015
11

2.1.1.7 Diagnosis Anemia dalam Kehamilan


Diagnosis anemia dalam kehamilan dapat ditegakkan dengan:(11)
a. Anamnesis
Pada anamnesis akan didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata
berkunang-kunang, keluhan mual muntah yang lebih berat daripada hamil muda.
Bila terdapat keluhan lemah, nampak pucat, mudah pingsan sementara tekanan
darah dalam batas normal, maka perlu dicurigai anemia defisiensi besi.
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan ibu tampak lemah, kulit pucat, tekanan
darah dalam batas normal, pucat pada membran mukosa dan konjungtiva karena
kurangnya sel darah merah pada pembuluh kapiler dan pucat pada kuku serta jari.
Pada pemeriksaan palpasi kemungkinan didapatkan splenomegali dan takikardi.
Pada pemeriksaan auskultasi dapat terdengar bising jantung.
c. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan yaitu pada
trimester I dan III. Dengan melihat hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik maka
diagnosis dapat dipastikan dengan pemeriksaan kadar Hb. Nilai Hb normal ibu
hamil berdasarkan WHO yaitu ≥ 11 gr%, disebut anemia ringan apabila nilai Hb
8-10 gr% dan anemia berat yaitu Hb < 8 gr%. Anemia menurut trimesternya
apabila kadar Hb pada wanita hamil trimester I < 11 gr/dl, trimester II < 10,5
gr/dl dan trimester III < 10 gr/dl. Pada pemeriksaan mikroskopik apusan darah
tepi ditemukan gambaran pencil cell.(10,13)

Gambar 1
12

2.1.1.8 Penatalaksanaan Anemia pada Kehamilan


a. Anemia ringan
Pada kehamilan dengan kadar Hb 9-10 gr% masih dianggap ringan
sehingga hanya perlu diberikan kombinasi 60 mg/hr zat besi dan 500 mg asam
folat peroral sekali sehari. Jika tidak tertangani akan menjadi anemia sedang.
b. Anemia berat
Pemberian preparat parenteral yaitu dengan ferum dextrim sebanyak 1000
mg (20 ml) intravena atau 2 x 10 ml intramuskular. Transfusi darah pada
kehamilan lanjut dapat diberikan walaupun sangat jarang dilakukan mengingat
risiko tranfusi bagi ibu dan janin.(16)

2.1.1.9 Pengaruh Anemia dalam Kehamilan


Pengaruh anemia pada kehamilan. Risiko pada masa antenatal: berat
badan kurang, plasenta previa, eklamsia, ketuban pecah dini, anemia pada
masa intranatal dapat terjadi, tenaga untuk mengedan lemah, perdarahan
intranatal, shock dan masa pascanatal dapat terjadi subinvolusi.
Sedangkan komplikasi yang dapat terjadi pada neonatus: premature, apgar
scor rendah, gawat janin.(10)
Bahaya pada Trimester II dan trimester III, anemia dapat menyebabkan
terjadinya partus premature, perdarahan antepartum, gangguan
pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia intrapartum sampai kematian,
gestosis dan mudah terkena infeksi dan dekompensasi kordis hingga
kematian ibu.(9)
Bahaya anemia pada ibu hamil saat persalinan, dapat menyebabkan
gangguan his primer, sekunder, janin lahir dengan anemia, persalinan
dengan tindakan-tindakan tinggi karena ibu cepat lelah dan gangguan
perjalanan persalinan perlu tindakan operatif.(12)
Anemia kehamilan dapat menyebabkan kelemahan dan kelelahan sehingga
akan mempengaruhi ibu saat mengedan untuk melahirkan bayi. Bahaya anemia
pada ibu hamil saat persalinan: gangguan his, kekuatan mengejan, Kala I dapat
berlangsung lama dan terjadi partus terlantar, Kala II berlangsung lama sehingga
dapat melelahkan dan sering memerlukan tindakan operasi kebidanan, Kala III
dapat diikuti retensio plasenta, dan perdarahan postpartum akibat atonia uteri,
13

Kala IV dapat terjadi perdarahan post partum sekunder dan atonia uteri. Pada kala
nifas: Terjadi subinvolusi uteri yang menimbulkan perdarahan post partum,
memudahkan infeksi puerperium, pengeluaran ASI berkurang,
dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan, anemia kala nifas,
mudah terjadi infeksi mammae.(9)
Pertumbuhan plasenta dan janin terganggu disebabkan karena terjadinya
penurunan Hb yang diakibatkan karena selama hamil volume darah 50%
meningkat dari 4 ke 6 L, volume plasma meningkat sedikit yang
menyebabkan penurunan konsentrasi Hb dan nilai hematokrit. Penurunan ni akan
lebih kecil pada ibu hamil yang mengkonsumsi zat besi. Kenaikan
volume darah berfungsi untuk memenuhi kebutuhan perfusi dari plasenta
dan untuk penyediaan cadangan saat kehilangan darah waktu melahirkan.
Selama kehamilan rahim, plasenta dan janin memerlukan aliran darah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.(11)

2.1.1.10 Pencegahan Anemia dalam Kehamilan


Pencegahan anemia pada ibu hamil antara lain:
1. Mengkonsumsi pangan lebih banyak dan beragam, contoh sayuran warna
hijau, kacang–kacangan, protein hewani, terutama hati.
2. Mengkonsumsi makanan yang kaya akan vitamin C seperti jeruk, tomat,
mangga dan lain–lain yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi.(13)
Suplemen zat besi memang diperlukan untuk kondisi tertentu, wanita
hamil dan anemia berat misalnya. Manfaat zat besi selama kehamilan
bukan untuk meningkatkan atau menjaga konsentrasi hemoglobin ibu, atau
untuk mencegah kekurangan zat besi pada ibu. Ibu yang mengalami
kekurangan zat besi pada awal kehamilan dan tidak mendapatkan
suplemen memerlukan waktu sekitar 2 tahun untuk mengisi kembali simpanan
zat besi dari sumber-sumber makanan sehingga suplemen zat besi
direkomendasikan sebagai dasar yang rutin.(10)
Penderita anemia ringan sebaliknya tidak menggunakan suplemen zat besi.
Lebih cepat bila mengupayakan perbaikan menu makanan. Misalnya dengan
konsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi seperti telur, susu,
14

hati, ikan, daging, kacang-kacangan (tahu, oncom, kedelai, kacang hijau), sayuran
berwarna hijau (kangkung, bayam) dan buah-buahan (jeruk, jambu biji dan
pisang). Selain itu tambahkan substansi yang memudahkan penyerapan zat besi
seperti vitamin C, air jeruk, daging ayam dan ikan. Sebaliknya substansi
penghambat penyerapan zat besi seperti teh dan kopi patut dihindari.(9)

2.1.2 Hubungan Jarak Kehamilan dengan Kejadian Anemia pada Ibu


Hamil
Salah satu penyebab yang dapat mempercepat terjadinya anemia pada
wanitaadalah jarak kelahiran pendek. Hal ini disebabkan karena kekurangan
nutrisi yangmerupakan mekanisme biologis dan memulihkan faktor hormonal.
Jarak kehamilan sangat berpengaruh terhadap kejadian anemia pada saat
kehamilan yang berulang dalam waktu singkat akan mengurangi cadangan zat
besi ibu. Pengetahuan jarak kehamilan yang baik minimal 2 tahun menjadi
penting untuk diperhatikan sehingga badan ibu siap untuk menerima janin
kembali tanpa harus mengurangi cadangan zat besi. Jarak kehamilan yang
berdekatan juga dapat memicu pengabaian pada anak pertama secara fisik maupun
psikis, yang dapat menimbulkan rasa cemburu akibat ketidaksiapan berbagi kasih
sayang dari orang tuanya.(9)
Jarak kehamilan resiko rendah yaitu jarak ibu melahirkan bayi ≥ 2 tahun
sampai 10 tahun sebagian besar mengalami anemia ringan yaitu kadar hemoglobin
(Hb) ibu hamil ≥ 8 g% - < 11 g%. Sedangkan pada ibu yang memiliki jarak
kehamilan beresiko tinggi yaitu jarak ibu melahirkan bayi< 2 tahun atau ≥ 10
tahun sebagian besar mengalami anemia berat yaitu kadar hemoglobin (Hb) ibu
hamil <8 g%. Penelitian Yunita (2015) yang menyatakan bahwa ada hubungan
jarak kehamilan dengan kejadian anemia pada ibu hamil di Puskesmas Kedawung
1 Kecamatan Karang Malang Kabupaten Sragen. Dengan hasil uji statistic nilai P
value = 0.033 (< 0.05). Kehamilan yang terlalu dekat untuk seorang ibu dapat
meningkatkan kejadian anemia karena status gizi ibu belum pulih, selain itu
seorang ibu bias mengalami infeksi, ketuban pecah dini dan pendarahan
(Krisnadi,2015). Berdasarkan penelitian Nuw Rillaah Al Hakim (2017) nilai Odd
Ratio (OR) 4,9, maka dapat disimpulkan bahwa ibu hamil dengan jarak kehamilan
15

<2 tahun memiliki kemungkinan untuk anemia 4,9 kali lebih besar dibandingkan

den kelompok ibu hamil dengan jarak kehamilan ≥ 2 tahun.

2.2 Kerangka Teori

Umur

Paritas

Status Gizi
Anemia Pada Kehamilan

Jarak Kehamilan

Infeksi Dan Penyakit

Pendidikan

Sumber : Nur Hidayat, 2013

2.3 Kerangka Konseptual

Variable Bebas (Independen) Variabel terikat (Dependen)

Jarak Kehamilan Anemia Pada Ibu Hamil

2.4 Hipotesis Penelitian


Hipotesis Nol (H0) : Tidak ada hubungan antara jarak kehamilan
dengan kejadian anemia pada ibu hamil di rumah
sakit cut meutia tahun 2019.
16

Hipotesis Alternatif (Ha) : Ada hubungan antara jarak kehamilan dengan


kejadian anemia pada ibu hamil di rumah sakit cut
meutia tahun 2019.

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian


Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan desain penelitian
studi cross sectional.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.2.1 Lokasi penelitian
Penelitian dilakukan di RSUD Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara.
3.2.2 Waktu penelitian
Waktu penelitian dilaksanakanpadabulan Agustus 2019 sampai dengan
September 2019 .

3.3 Populasi, Sampel, Besar sampel dan Teknik Pengambilan Sampel


Penelitian
3.3.1 Populasi penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang di RSUD Cut Meutia
Kabupaten Aceh Utara periode Agustus 2019 sampai dengan September 2019.
3.3.2 Sampel penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang memenuhi kriteria inklusi
untuk dijadikan subjek penelitian. Adapun kriteria inklusi dan kriteria eksklusi
pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
Kriteria Inklusi
1. Multigravida
2. Pasien dengan kehamilan Trimester ke-1, ke-2 dan ke-3
17

3. Pasien yang mempunyai data lengkap


Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah
1. Pasien dengan gangguan hematologi seperti anemia aplastik dan
thalasemia
2. Pasien dengan penyakit infeksi seperti malaria
3. Pasien dengan penyakit kronis seperti gagal ginjal kronis
4. Pasien yang tidak bersedia menjadi responden

3.3.3 Besar sampel penelitian


Penentuan besar sampel dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :

𝑍 2 ∝/2𝑝(1−𝑝)𝑁
n= 2
𝑑 (𝑁−1)+ 𝑍 2 ∝/2𝑝(1−𝑝)𝑁
Keterangan :
n : Besar sampel
N : Total populasi = 2083
Z𝛼 : derivat baku normal = 1,96 untuk 𝛼 = 0,05
p : Proporsi = 0,5
d :delta, perbedaan hasil yang diamati = 0,1
maka besar sampel minimal tersebut adalah

1,962 .0.5 (1−0,5).2083


n=
0,12 (2083−1)+1,962 .0.5 (1−0,5)

n = 92,06

Hasil perhitungan sampel dari rumusan diatas adalah 92,06 atau n=92,06
orang, maka besar sampel peneliti adalah 93 sampel.
3.3.4 Teknik pengambilan sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini diambil secara accidental
sampling yaitu pengambilan sampel yang kebetulan ada atau sampel yang pertama
dijumpai sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan peneliti.
18

3.4 Variabel Penelitian


Variabel dalam penelitian dibagi 2 jenis, yaitu:
1. Variabel Independen
Variabel independen pada penelitian ini jarak kehamilan
2. Variabel Dependen
Variabel dependen pada penelitian ini adalah anemia

3.5 Definisi Operasional


Tabel 3.1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Alat Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional Ukur
1. Jarak Suatu wawancara Studi 1. < 2 tahun Nominal
kehamilan pertimbangan dokumentasi 2. > 2 tahun
untuk primer
menentukan jarak
kehamilan
pertama dengan
berikutnya
2. Anemia Kondisi ibu dengan Rekam Studi 1. Anemia Nominal
pada keadaan Hb <11.0 medik dokumentasi trimester
kehamilan g/dl data sekunder 1<11.0 g/dl
2. Anemia
trimester 2 <
10.5 g/dl
3. Anemia
trimester 3 <
10 g/dl

3.6 Instrumen Penelitian


Instrumen yang di gunakan pada penelitian ini adalah perlengkapan alat-
alat tulis untuk pengumpulan data.
19

3.7 Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data


Data yang diperoleh adalah data primer. Peneliti membuat surat izin
pengambilan sampel di RSUD Cut Meutia. Setelah surat penelitian disetujui,
selanjutkan peneliti akan kebagian ruangan rawat inap nifas, pelayanan obstetri
neonatal esensial/emergensi komprehensif (Ponek) dan poli Obstetri disertai
membawa surat izin penelitian untuk mengambil data pasien dan akan dicatat
jarak kehamilan sebelumnya dan Hb saat hamil.

3.8 Cara Pengolahan dan Analisis Data


3.8.1 Pengolahan Data
Pengolahan data penelitian dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Editing, penyuntingan dan peninjauan ulang data yang dilakukan untuk
menghindari kesalahan atau adanya data yang belum terisi.
2. Coding, pemberian kode dan skoring pada tiap hasil pemeriksaan untuk
memudahkan penulis dalam mengolah data
3. Data entry, proses pemasukan data ke komputer dengan menggunakan
perangkat lunak komputer
4. Cleaning, proses mengecekan ulang dengan tujuan menjaga data dari
kerusakan sebelum dianalisis dan perbaikan data yang telah masuk.
3.8.2 Analisis data
Data yang telah didapatkan dan telah dioleh kemudian dianalisis dengan
melakukan tahapan seperti berikut :
1. Analisis univariat
Analisis univariat digunakan untuk menjelaskan karakteristik masing
masing variabel yang diteliti. Kelompok variabel disajikan dalam bentuk tabel
frekuensi anemia pada kehamilan.
2. Analisis bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui adakah hubungan jarak
kehamilan dengan kejadian anemia di RSUD Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara
dengan uji Chi-Square. Kalau tidak memenuhi uji Chi-Square maka akan
menggunakan uji Kolmogorov-smirnov.
20

DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2015. Profil Kesehatan


Indonesia 2015. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

2. SDKI. 2012. Survei Demografi Kesehatan Indonesia. Jakarta.

3. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian


danPengembangan Kesehatan Kementerian RI tahun 2018.

4. Proverawati, A. 2011. Anemia dan Anemia kehamilan. Yogyakarta : Nuha


Medika.

5. Irianto, Koes. 2014. Gizi Seimbang dalam Kesehatan Reproduksi.


Bandung : Alfabeta.

6. Fikawati, S., dkk. 2015. Gizi Ibu dan Bayi. Jakarta : Rajagrafindo Persada.

7. Yunita,L. 2015. Hubungan Jarak Kehamilan Dengan Kejadian Anemia


Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Kedawung 1 Kecamatan Karang Malang
Kabupaten Srangen. Malang

8. Tarwoto dan Wasnidar. 2016. Buku Saku Anemia Pada Ibu Hamil Konsep
dan Penatalaksanaan. Jakarta.

9. Nurhidayat, R. 2013. Analisis Faktor Penyebab Terjadinya Anemia Pada


Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Tawangsari Kabupaten
Sukoharjo. Jawa tengah
21

10. Adipati, M,E, Keintjem, F, Lumy, F. 2013. Faktor Risiko Kehamilan Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Di Puskesmas
Bahu Kecamatan Malayang Kota Manado, (Online), Vol. 1, No1,Manado.

11. Aryanti Wardiah, dkk. 2013. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian


anemia pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Sekampung
Kabupaten Lampung Timur tahun 2013. Bandarlampung: PSIK
Universitas Malahayati.

12. Krisnawati., Desi Ari Madi Yanti., Apri Sulistianingsih. 2015.


Faktorfaktor terjadinya anemia pada ibu primigravida di wilayah kerja
Puskesmas tahun 2015. STIKES Peringsewu Lampung.

13. Manuaba, I. B. G. 2012. Buku Ajar Phantom Obstetri. Jakarta: Trans Info
Media.

14. Saifuddin, A. 2012. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.


Jakarta: JNPKKR Dan Yayasan Bina Pustaka.

15. Proverawati, A. 2011. Anemia dan Anemi a Kehamilan. Yogyakarta:


Nuha M edika

16. Mardariska, P, C. 2014. Hubungan Kepatuhan Meminum Tablet Fe


Terhadap Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Trimester III diPuskesmas
Kalimajar I Wonosono.

17. Adipati, M,E, Keintjem, F, Lumy, F. 2013. Faktor Risiko Kehamilan Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Di Puskesmas
Bahu Kecamatan Malayang Kota Manado, Vol. 1, No1

Anda mungkin juga menyukai