Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN TUTORIAL

SISTEM KARDIOVASKULER

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 4

Tutor :

MUSTIKA CHASSANASTUSYI SYARIFAH, dr,

PROGRAM S1 PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS NAHDATUL ULAMA SURABAYA

2016
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan tutorial berjudul “TUBERCULOSIS HIV” telah melalui konsultasi


dan disetujui oleh Tutor Pembimbing

Surabaya, 13 Desember 2016

Pembimbing

MUSTIKA CHASSANASTUSYI SYARIFAH, dr


KELOMPOK PENYUSUN

M. Rizal Zakaria Alwi 6130014004


Masteria Choirunnisa 6130014009
Maimunah Faizin 6130014014
Luthfi Kalindra Parahita 6130014019
Nur Amiroh Aulia Sari 6130014024
Nurma Islamiyah 6130014029
Dailla Rahma Leputri 6130014034
R. Raymond Widadya 6130014039
Marlia Alief Rachmawati 6130014044
Putri Fitria Erdianti 6130014049
SKENARIO

Seorang Laki-laki Tn.A 30 th dating dengan keluhan sesak, kurus, penuh tato

Anamnesis: sesak sejak 3 hari yang lalu semakin berat, batuk lama 6 bulan yang lalu ,
semakin berat 3 hari yang lalu, dahak kental kuning, demam tinggi, badan lemah,
nafsu makan menurun, keringat malam.

Riwayat Penyakit Dahulu: TB 1 tahun lalu, sampai dinyatakan sembuh di RS

Riwayat Penyakit Keluarga: -

Riwayat Pengobatan : Terapi ARV di RS dalam 3 bulan ini

Riwayat Pekerjaan : Bartender

Pemeriksaan Fisik

Tanda vital: Lemah ,Tensi 110/80, HR 110x/menit, RR 25x/menit, t 38oC, SaO2 82%,

Kepala/Leher: Anemia - / Ikterus - / Sianosis - / Dispneu +

Toraks:

Jantung: dbn

Pulmo

Inspeksi: Simetris, retraksi ruang intercostalis +

Palpasi: Simetris dbn

Perkusi: Redup hemithorax kanan atas

Auskultasi: Ronki kanan atas

Abdomen: Hepar dan Lien tidak teraba, bising usus dbn

Ektremitas: Akral hangat, edema tidak didapatkan


Pemeriksaan Penunjang:

Laboratorium: WBC 16,9 x 109 /L (4,3-11,3/L),

Trombosit 400 x 109 /L (150-350), CD4 :150

BGA: pCO2 30 (39-45 mmHg), pO2 70 (80-140 mmHg), HCO2 19 (


22-26 mmol/L), BE -3 (-2,5-2,5)

Foto thorax :Infiltrat kanan atas

Kata Sulit :

1. Sao2: Saturasi oksigen


2. CO4 : Salah satu sel darah putih(limfosit), yang berperan penting dalam system
kekebalan tubuh (cell-T)
Kata Kunci:

1. Laki laki 30 tahun


2. Sesak 3 hari yang lalu makin lama makin memberat, kurus, bertato
3. Batuk sejak 6 bulan lalu dahak kental warna kuning
4. Badan lemah nafsu makan menurun, keringat malam
5. Pernah berobat TB 1 tahun yang lalu
6. Riwayat berobat 1 bulan lalu, terapi ARV 3 bulan
7. Pekerjaan bartender
8. WBC 16,9 x 109 /L (4,3-11,3/L),Trombosit 400 x 109 /L (150-350), CD4 :150 , BGA:
pCO2 30 (39-45 mmHg), pO2 70 (80-140 mmHg), HCO2 19 ( 22-26 mmol/L), BE -3
(-2,5-2,5)
9. Foto thorax adanya infiltrate kanan atas
STEP 2

Identifikasi Masalah

1. Apa Diagnosa dan Differential Dignosa dari kasus diatas?


2. Bagaimana etiologi dari kasus diatas?
3. Bagaimana patofisiologi dari penyakit diatas?
4. Apa manifestasi klinis yang didapat dari penyakit diatas?
5. Apa pemeriksaan menegakkan diagnose penyakit diatas?
6. Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit pasien?
7. Apa komplikasi yang mungkin dan prognosis dari penyakit diatas?
8. Bagaimana pandangan islam mengenai penyakit diatas?

STEP 3

Jawaban Pertanyaan STEP 2

1. TB dengan HIV :dari gejala sesak, kurus, sesak 3 bulan yang lau, batuk lama,
infiltrate kanan atas ( karena kuman sifat anaerob sehingga tinggal diapex), HIV :
bertato , ARV 3 bulan yang lalu . Bartender
DD : TB, Pneumonia
2. Etiologi : Mycobacterium Tuberculosa, tato, virus HIV, riwayat pekerjaan
3. TBC : Mycobacterium Tuberkulosis masuk kedalam tubuh lewat inhalasi, mukosilier
sehingga mengakibatkan imun turun masuk aveoli multiplikasi (focus of ghon)
kelimfe (limfadenopati) menjadi kompleks primer masuk keseluruh tubuh
Didalam alveoli kuman TB otomatis makrofag semuanya akan dengan sendirinya
menghancurkan kuman TB, namun dengan kuatnya kuman TB dapat menghancurkan
makrofag sehingga terbentuklah cavitas di pleura .
HIV: karena CD4 rusak sehingga menyebabkan imunitas turun gampang terpapar
berbagai macam penyakit (TB)
4. Sesak, lemah, nafsu makan turun , keringat malam, batuk lama lebihdari 6 bulan,
demam, batuk berdahak
5. Anamnesis, Pemeriksaan fisik , pemeriksaan penunjang (lab)
TB : Anamnesis : cardinal sign, batuk , demam, BB menurun
Lab : BTA , kultur (gold standar), uji tuberculin
HIV : CD4, darah lengkap
6. TB : DOTS
HIV : ARV
Preventive / pencegahan : menghindari factor resiko, edukasi
Pengobatan : pemberian obat TB dan HIV tidak boleh bersamaan. Harus TB dulu
baru HIV jedany asekitar 1 bulan.
7. Komplikasi : pericarditis, efusi pleura , efusi perikard, kematian
Prognosis :buruk karena saturasi rendah, tergantung penanganan dan imunitas
8. Pandangan islam : (Kesabaran, qanaah, menjauhkan dengan hal-hal yang diharamkan,
dan menghindari hal-hal yang tidak bermanfaat)

STEP 4

Mind Mapping

SKENARIO

TB

ETIOLOGI TATA
PATFIS LAKSANA

RENTAN
TERINFEKSI

IMUN TURUN

TB RELAPS HIV
Hipotesa

Riwayat penyakit terdahulu Tuberkolosis tubuh sangat rentan terinfeksius dari berbagi
virus (yaitu HIV) dan dapat mengakibatkan TB relaps (kambuh kembali). Oleh
karenanya pengobatan harus sangat diperhatikan.

STEP 5

Learning Objective

1. Menjelaskan diagnose dan differential diagnose dari kasus diatas


2. Menjelaskan etiologi dari TB -HIV
3. Menjelaskan patofisiologi dari penyakit TB-HIV
4. Menjelaskan Manifestasi klinis dari penyakit TB-HIV
5. Menjelaskan cara menegakkan diagnosis dari penyakit TB-HIV
6. Menjelaskan penatalaksanaan dari penyakit TB-HIV
7. Menjelaskan komplikasidan prognosis dari penyakit TB-HIV
8. Menjelaskan menurut pandangan islam mengenai penyakit TB-HIV

STEP 6
Hasil Belajar Mandiri
1. Dapat menjelaskan diagnosis dan diagnosis banding TB-HIV
Sebagian besar orang yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis tidak
menjadi sakit TB karena mereka mempunyai sistem imunitas yang baik.
Infeksi tersebut dikenal sebagai infeksi TB laten.Hanya sekitar 10% orang
yang non HIV akan berkembang menjadi TB aktif selama hidupnya. Namun
pada orang-orang dengan sistem imunitasnya menurun, misalnya pada
ODHA maka infeksi TB laten tersebut dengan mudah berkembang menjadi
TB aktif (sekitar 60%). Dengan demikian epidemi HIV akan meningkatkan
jumlah kasus TB di masyarakat. Pasien TB dengan HIV atau ODHA dengan
TB disebut sebagai pasien ko-infeksi TB-HIV. Tuberkulosis merupakan
infeksi oportunistik yang paling sering dijumpai pada ODHA (sekitar 50%)
dibandingkan dengan penyakit oportunistik lain, misalnya kandidiasis, PCP,
Toksoplasmosis, Kriptosporidiosis. Seseorang dengan kedua penyakit ini
memiliki masalah kesehatan yang serius dan dapat menyebabkan kematian.
Oleh karena itu, penatalaksanaan yang tepat dan cepat sangat diperlukan.
Dari data-data yang telah dijelaskan sebelumnya menunjukkan bahwa
epidemi HIV sangat berpengaruh pada peningkatan kasus TB sehingga
pengendalian TB tidak akan berhasil dengan baik tanpa keberhasilan
pengendalian HIV. Petugas TB perlu mengetahui faktor risiko HIV agar
dapat menunjang upaya pencegahan dan perawatan HIV. (Kemenkes, 2012)

Faktor risiko HIV adalah:


•• Berganti-ganti atau memiliki lebih dari satu pasangan seksual.
•• Pengguna Napza suntik.
•• Memiliki tindih berlebihan dan tato permanen.
•• Memiliki riwayat Infeksi Menular Seksual (IMS).
•• Memiliki jenis pekerjaan berisiko tinggi, misalnya orang yang karena
pekerjaannya berpindah-pindah tempat (supir, pelaut), migran, tuna
wisma,pekerja
bar/ salon, pekerja seks.
•• Memiliki riwayat transfusi darah dan produk darah, transplantasi organ
tubuh.

 Riwayat kesehatan
Infeksi menular seksual
Herpes zoster (penyakit ruam saraf ) yang seringkali meninggalkan bekas
luka
Saat ini menderita pneumonia atau pneumonia kambuh kembali
Infeksi akibat bakteri (sinusitis, bakteremia, piomiositis)
Saat ini menjalani perawatan TB

 Gejala
Penurunan berat badan (>10 kg atau > 20% dari BB sebelumnya)
Diare (> 1 bulan)
Sakit tenggorokan ketika menelan (diduga Kandidiasis esofagus)
Sensasi terbakar pada kaki (sensori neuropati perifer)
Diagnosa Banding

Gunakan tabel klasifikasi ini pada semua pasien dengan batuk atau sulit bernapas
(WHO, 2007).

Tanda Klasifikasi Penanganan


Satu atau lebih dari berikut Pneumonia Parah Posisi.
ini • Berikan oksigen.
tanda-tanda: • Berikan antibiotik IM
• pernapasan sangat cepat dosis pertama.
• Demam tinggi (39 ° C • Jika mengi, tangani.
atau di atas) • Jika nyeri dada yang
• Pulse 120 atau lebih parah pada pasien 50 tahun
• Tidak bisa berjalan tanpa atau
bantuan tua, gunakan Quick Check.
• Tidak nyaman berbaring • Jika penyakit jantung
• nyeri dada yang parah yang dikenal dan tidak
nyaman berbaring,
memberikan
furosemide.
• Lihat mendesak ke rumah
sakit. Jika referral adalah
tidak mungkin dan pasien
HIV-positif,
lihat berikut halaman.
• Pertimbangkan penyakit
terkait HIV-.
• Jika pada terapi ARV, ini
bisa menjadi serius reaksi
obat. Lihat Perawatan HIV
Kronis modul pedoman.
Tanda-tanda : Pneumonia • Berikan antibiotik oral
Dua dari tanda-tanda yang tepat
berikut: • Pengecualian: jika kedua
• pernapasan Cepat / trimester ketiga
• Keringat malam kehamilan, stadium klinis
• Sakit dada HIV 4, atau rendah
Jumlah CD4, berikan
antibiotik IM dosis
pertama
dan merujuk segera ke
rumah sakit.
• Jika mengi, tangani.
• Jika merokok, nasihat
untuk berhenti merokok.
• Jika pada terapi ARV, ini
bisa menjadi serius
reaksi obat; konsultasikan /
referensikan.
• Jika batuk> 2 minggu
atau HIV-positif, mengirim
dahak untuk pemeriksaan
mikroskop.
• Sarankan kapan kembali
segera.
• Tindak lanjut dalam 2
hari.
Tanda-tanda : Chronic Lung Problem • Kirim dahak untuk
• Batuk atau sulit bernapas mikroskopi
selama lebih dari 2 pemeriksaan.
minggu Rekam dalam register.
• episode berulang batuk • Jika dahak dikirim baru-
atau sulit bernapas yang: baru ini, periksa mendaftar
- Wake pasien di malam untuk
hari atau hasil. Lihat diagnosis TB
di pagi hari atau berdasarkan sputum
- Terjadi dengan olahraga. Pemeriksaan mikroskopi.
• Jika merokok, nasihat
untuk berhenti.
• Jika mengi, mengobati.
• Sarankan ketika kembali
segera

2. Dapat menjelaskan Etiologi TB-HIV


Penyakit TB paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis.Merupakan bakteri berbentuk batang dan
besifat tahan asam sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA). Sumber
penularan bias terjadi dari penderita yang menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk droplet, seperti batuk dan bersin (Wibisono, 2010).
Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan suatu retrovirus
anggota subfamily lentivirinae (Brooks et al, 2005). Masa inkubasi virus ini
kurang lebih selama 10 tahun (Kayser et al, 2005). Penularan HIV dapat
melalui beberapa cara yaitu:
1. Penularan Seksual
Penularan seksual merupakan cara infeksi yang paling utama di
seluruh dunia, yang berperan lebih dari 75% dari semua kasus
penularan HIV (Mitchell dan Kumar, 2007). Penularan seksual ini
dapat terjadi dengan hubungan seksual genitogenital ataupun
anogenital antara heteroseksual ataupun homoseksual. Risiko seorang
wanita terinfeksi dari laki-laki yang seropositif lebih besar jika
dibandingkan seorang laki-laki yang terinfeksi dari wanita yang
seropositif (Rook et al, 1998).
2. Transfusi Darah
HIV dapat ditularkan melalui pemberian whole blood,
komponen sel darah, plasma dan faktor-faktor pembekuan
darah.Kejadian ini semakin berkurang karena sekarang sudah
dilakukan tes antibodi-HIV pada seorang donor. Apabila tes antibody
dilakukan pada masa sebelum serokonversi maka antibodi-HIV
tersebut tidak dapat terdeteksi (Rook et al, 1998).
3. Penyalahgunaan Jarum Suntik dan Obat Intravena
Penggunaan jarum suntik secara bersama-sama dan bergantian
semakin meningkatkan prevalensi HIV/AIDS pada pengguna
narkotika. Di Negara maju, wanita pengguna narkotika jarum suntik
menjadi penularan utama pada populasi umum melalui pelacuran dan
transmisi vertical kepada anak mereka (Rook et al, 1998).
4. Petugas Kesehatan
Menurut Murtia stutik (2008) petugas kesehatan sangat
berisiko terpapar bahan infeksius termasuk HIV.
5. Maternofetal
Sebelum ditemukan HIV, banyak anak yang terinfeksi dari
darah ataupun produk darah atau dengan penggunan jarum suntik
secara berulang. Sekarang ini, hamper semua anak yang menderita
HIV/AIDS terinfeksi melalui transmisi vertical dari ibu ke anak.
Diperkirakan hamper satupertiga (20-50%) anak yang lahir dari
seorang ibu penderita HIV akan terinfeksi HIV. Peningkatan penularan
berhubungan dengan rendahnya jumlah CD4 ibu. Infeksi juga dapat
secara transplasental, tetapi 95% melalui transmisi perinatal (Rook et
al, 1998).
6. Pemberian ASI
Peningkatan penularan melalui pemberian ASI pada bayi
adalah 14%. Di Negara maju, ibu yang terinfeksi HIV tidak
diperbolehkan memberikan ASI kepada bayinya (Rook et al, 1998).
3. Dapat menjelaskan Pathofisiologi TB-HIV

Bakteri mycobakterium masuk ke saluran pernapasan melalui droplet


dan lain-lain kemudianSetelah penetrasi ke dalam saluran pernapasan, basil
ini menginfeksi makrofag, sementara CD4 + Tlimfosit dan Tγδ-limfosit
menghasilkan interferon gamma (IFN-γ), interleukin-2, tumornecrosis factor
alpha (TNF), dan macrophage colony-stimulating factor, yang
mengaktifkanmakrofag dan sel sitotoksik untuk menghambat pertumbuhan
intraseluler mereka. TB muncul ketikakekebalan responmenginduksi
granuloma tidak cukup untuk membatasi pertumbuhan mikobakteri. IFN-
γmemainkan peran penting pada tahap ini. Selama infeksi HIV, produksi
IFN-γ menurun drastis secara paralel dengan penguranganCD4 + T-limfosit,
yang mengarah akhirnya risiko meningkat tajam mengembangkanreaktivasi
atau reinfeksi oleh M. tuberculosis pada pasien ini .Sebaliknya, TB juga
dapat mempengaruhi evolusi HIV. produksi sitokin proinflamasi
olehgranuloma TB (di TNFa khususnya) telah dikaitkan dengan peningkatan
viremia HIV,yang mungkin mempercepat program terhadap imunosupresi
berat.Risiko kematian pada pasien terinfeksi HIV dengan TB adalah dua
kali pada pasien yang terinfeksi HIV tanpaTB dengan cocok jumlah
CD4.(Havlir,1999)

4. Dapat menjelaskan Manifestasi klinik TB-HIV


Tuberkulosis pada penderita infeksi HIV pada umumnya terjadi pada
sebelum manifestasi gejala AIDS, hal ini karena M. Tuberculosis lebih
virulen dari pada patogen lainnya, sehingga terjadinya pada tahap
dinidefisiensi imun(Jusuf, 2010).
Gejala klinis tuberkulosis pada AIDS tidak spesifik berbeda dengan
tuberkulosis tanpa AIDS, terdapat gejala konstitusional demam, keringat
malam, lemah dan kelelahan, nafsu makan dan berat badan menurun,
keadaan umum yang cepat memburuk dan cepat berubah menjadi bentuk
milier. Selain itu juga terdapat batuk-batuk lebih dari 3 minggu, sputum
produktif, ekspektorasi, batuk darah, nyeri dada atau sesak napas. Pada
perjalanan awal HV sel CD4 > 200 sel/mm3tampak gambaran khas yang
predominan pada paru lobus atas, kavitas, uji tuberkulin positif (Jusuf,
2010).
5. Dapat menjelaskan Alur Diagnosa TB-HIV
Diagnosa TB Paru pada ODHA
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada alur diagnosis TB pada
ODHA, antara lain:
Pemberian antibiotik sebagai alat bantu diagnosis tidak direkomendasi
lagi
Penggunaan antibiotik dengan maksud sebagai alat bantu
diagnosis seperti alur diagnosis TB pada orang dewasa dapat
menyebabkan diagnosis dan pengobatan TB terlambat sehingga dapat
meningkatkan risiko kematian ODHA. Oleh karena itu, pemberian
antibiotik sebagai alat bantu diagnosis tidak direkomendasi lagi. Namun
antibiotik perlu diberikan pada ODHA dengan IO yang mungkin
disebabkan oleh infeksi bakteri lain bersama atau tanpa M.tuberculosis.
Jadi, maksud pemberian antibiotik tersebut bukanlah sebagai alat bantu
diagnosis TB tetapi sebagai pengobatan infeksi bakteri lain. Hindarilah
penggunaan antibiotik golongan fluorokuinolon karena memberikan
respons terhadap M.tuberculosis dan dapat menimbulkan resistensi
terhadap obat tersebut (Kemenkes, 2012).

Pemeriksaan foto toraks


Pemeriksaan foto toraks memegang peranan penting dalam
mendiagnosis TB pada ODHA dengan BTA negatif. Namun perlu
diperhatikan bahwa gambaran foto toraks pada ODHA umumnya tidak
spesifik terutama pada stadium lanjut (Kemenkes, 2012).

Pemeriksaan biakan dahak


Jika sarana pemeriksaan biakan dahak tersedia maka ODHA yang
BTA negatif, sangat dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan biakan
dahak karena hal ini dapat membantu untuk konfirmasi diagnosis TB
(Kemenkes, 2012).
Alur diagnosis TB Paru BTA negatif pada ODHA
Di bawah ini merupakan langkah kegiatan yang harus dilakukan
dalam penegakan diagnosis TB di daerah dengan prevalens HIV tinggi
dengan sarana terbatas. Alur diagnosis ini hanya untuk ODHA yang
dicurigai menderita TB. Perlu diperhatikan, alur diagnosis TB pada ODHA
rawat jalan (tanpa tanda bahaya) berbeda dengan pada ODHA rawat inap
(dengan tanda bahaya) (Kemenkes, 2012).

(Kemenkes, 2012)

6. Dapat menjelaskan Penatalaksanaan TB-HIV

Direkomendasikan untuk pengobatan TB setiap hari bila


memungkinkan. Pengobatan dapat diberikan 5 hari per minggu, tetapi harus
intensif diawasi. Pilihan ini mungkin berguna di rumah sakit atau
pengaturan yang sangat diawasi lainnya. Terapi tiga kali per minggu diamati
secara langsung. Directly Observed Therapy Shortcourse (DOTS)
seharusnya hanya diberikan kepada pasien yang stabil dan secara klinis
(Coyne, 2011).

Tidak disarankan DOTS dua kali seminggu untuk pengobatan pasien


koinfeksi HIV / TB, terutama pada mereka dengan jumlah CD4 sel o100 /
mL, seperti yang telah dikaitkan dengan tingkat yang sangat tinggi resistensi
rifampisin. Dalam kasus di mana resistensi beberapa obat tidak dicurigai,
pengobatan harus dimulai dengan empat obat (biasanya rifampisin,
isoniazid, pirazinamid dan etambutol) sampai sensitivitas diketahui (Coyne,
2011).

Direkomendasikan pula pengobatan rejimen 6-bulan untuk TB


drugsensitive di luar sistem saraf pusat (SSP). Hal ini biasanya empat obat
selama 2 bulan, diikuti oleh isoniazid dan rifampicin selama 4 bulan
(setidaknya 182 dosis isoniazid dan rifampicin dan 56 dosis pirazinamid dan
etambutol total) (Coyne, 2011).
Dalam TB yang peka terhadap obat yang mempengaruhi SSP,
disarankan selama 9 bulan pengobatan. Hal ini biasanya terdiri dari empat
obat selama 2 bulan, diikuti oleh 7 bulan isoniazid dan rifampicin (Coyne,
2011).

Rifabutin, satu golongan obat TB dengan rifampisin, merupakan


pilihan terbaik untuk menangani pasien dengan ko-infeksi TB-HIV. Hal ini
karena dibandingkan dengan rifampisin yang beredar di Indonesia, rifabutin
merupakan induktor CYP3A yang kurang kuat (Coyne, 2011).

Melalui peningkatan dosis rifabutin dan ARV yang tersedia, kita dapat
memperoleh efektivitas terapi dan penekanan relaps yang kurang lebih sama
dengan apabila kita menggunakan rifampin (rifampisin). Melihat ulasan di
atas, penyediaan Rifabutin sebagai terapi untuk pasien dengan koinfeksi
HIV/AIDS-TB tampaknya perlu dipertimbangkan (Coyne, 2011).

7. Dapat menjelaskan komlikasi TB-HIV

a.Terdapat berbagai macam komplikasi TB paru


komplikasi dapat terjadi di paru-paru, saluran nafas, pembuluh darah,
mediastinum, pleura ataupun dinding dada (Jeoung dan Lee, 2008).
Komplikasi TB ini dapat terjadi baik pada pasien yang diobati ataupun
tidak. Secara garis besar, komplikasi TB dikategorikan menjadi:
1. Lesi Parenkim
- Tuberkuloma dan thin-walled cavity.
- Sikatriks dan destruksi paru.
- Aspergilloma.
- Karsinoma bronkogenik.
2. Lesi Saluran Nafas
- Bronkiektasis.
- Stenosis trakeobronkial.
- Bronkolitiasis.
3. KomplikasiVaskular
- Trombosis dan vaskulitis.
- Dilatasi arteri bronchial.
- Aneurisma rassmussen.
4. Lesi Mediastinum
- Kalsifikasi nodus limfa.
- Fistula esofagomediastinal.
- Tuberkulosis perikarditis.
5. Lesi Pleura
- Chronic tuberculous empyema dan fibrothorax.
- Fistula bronkopleura.
- Pneumotoraks.
6. Lesi dinding dada
- TB kosta.
- Tuberculous spondylitis.
- Keganasan yang berhubungan dengan empyema kronis

Prognosis dapat menjadi buruk bila dijumpai keterlibatan ekstraparu,


keadaan immunodefisiensi, usia tua, dan riwayat pengobatan TB
sebelumnya. Pada suatu penelitian TB di Malawi, 12 dari 199 orang
meninggal, dimana faktor risiko terjadinya kematian diduga akibat BMI
yang rendah, kurangnya respon terhadap terapi dan keterlambatan diagnosa
(Herchline, 2013).
Kesembuhan sempurna biasanya dijumpai pada kasus non-MDR dan
non-XDR TB, ketika regimen pengobatan selesai. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa terapi dengan sistem DOTS memiliki tingkat
kekambuhan 0-14 %. Pada negara dengan prevalensi TB yang rendah,
kekambuhan biasanya timbul 12 bulan setelah pengobatan selesai dan
biasanya diakibatkan oleh relaps. Hal ini berbeda pada negara dengan
prevalensi TB yang tinggi, dimana kekambuhan diakibatkan oleh reinfeksi
(Herchline, 2013).

b. Komplikasi TB dengan HIV


Terdapat kurangnya informsi untuk komplikasi TB dengan HIV (Kumar,
2010).
Pasien TB dengan HIV bisa menjadi paradoxical response (immune
reconstitution inflammatory syndrome [IRIS]) ketika mulai diberi anti
retroviral. Sindrom pemulihan kekebalan (immune reconstitution
inflammatory syndrome/ IRIS) adalah komplikasi yang disebabkan oleh
reaktivasi sistem kekebalan yang muncul setelah mulai terapi antiretroviral
(ART). Biasanya, IRIS ditunjukkan sebagai gejolak gejala saat sistem
kekebalan yang mulai pulih mulai menanggapi infeksi yang ada saat itu,
misalnya tuberkulosis (TB) atau sitomegalovirus (CMV) (Annie,2013).
IRIS muncul pada 10-40% pasien HIV (diperkirakan terutama
berdasarkan penelitian secara retrospektif) dan lebih umum pada pasien
dengan jumlah CD4 rendah sebelum mulai ART. Ditandai dengan getah
bening baru atau getah bening yang membesar dan memburuk, fitur
radiografi TB, serositis, atau manifestasi SSP, dan sering terdapat gejala
yang kurang spesifik seperti demam, keringat malam, penurunan berat
badan, dan pernapasan dan gejala perut (Annie, 2013).
Paradoks TB IRIS dikaitkan dengan jumlah CD4 yang rendah pada saat
memulai ART, viral load HIV yang tinggi, dan interval yang lebih pendek
antara pengobatan TB awal dan inisiasi ART. TB IRIS paling sering terjadi
dalam 2-3 bulan pertama setelah memulai ART paradoks TB IRIS dapat
terjadi tanpa adanya inisiasi ART.; TB IRIS awalnya digambarkan pada
pasien yang tidak terinfeksi HIV diobati untuk TB dan mengalami
kerusakan klinis setelah perbaikan awal (Annie, 2013).
Tidak ada tes diagnostik yang tersedia untuk TB IRIS. Pasien dengan
dugaan TB IRIS harus dievaluasi untuk infeksi oportunistik lainnya,
ketidakpatuhan atau penyerapan tidak memadai obat TB, dan penting, untuk
TB yang resistan terhadap obat, yang dapat dibedakan secara klinis dan
merupakan penyebab signifikan dari pemburukan klinis pada pasien
pengobatan TB di daerah di mana resistensi rifampisin merupakan masalah
yang berkembang (Annie, 2013).
TB IRIS sering dapat dikelola gejalanya tanpa intervensi tertentu. TB
berat IRIS mungkin memerlukan prednisone untuk mengurangi peradangan;
ART harus dilanjutkan tanpa gangguan, jika memungkinkan. Sebuah uji
coba terkontrol secara acak, double-blind prednison pada pasien dengan TB
IRIS menunjukkan bahwa prednisone mengurangi kebutuhan untuk rawat
inap dan prosedur. TB IRIS jarang berakibat fatal tetapi telah dikaitkan
dengan kematian (Annie, 2013).
8. Dapat menjelaskan Pandangan Islam tentang TB-HIV
Pertama :
ْ ‫ ِّم ْن ُح‬: ‫سلَّ َم‬
‫س ِّن‬ َ ‫علَ ْي ِّه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫هللا‬ ُ ‫ قَا َل َر‬: ‫ِّي ع َْن أ َ ِّبي ه َُري َْرةَ قَا َل‬
ِّ ‫سو ُل‬ ُّ ‫الت ْر ِّمذ‬
ِّ ‫ َر َوي‬.9
.‫سالَ ِّم ا ْل َم ْر ِّء ت َ ْر ُكهُ َما الَ يَ ْعنِّي ِّه‬
ْ ِّ‫إ‬
Al-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, dia berkata:
Rasulallah shallallaahu alaihi wasallam bersabda, “Di antara baiknya
keislaman seseorang adalah menginggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat
baginya.” (HR. al-Tirmidzi)

Dengan demikian, hendaknya seorang muslim meninggalkan hal-hal


yang tidak bermanfaat untuk dunia dan akheratnya. Mentato anggota badan
tidaklah mendatangkan manfaat sedikitpun di dunia terlebih akherat kecuali
hanya sekedar kepuasan hawa nafsu. Justru, secara ilmu kedokteran tato
merupakan salah satu sebab terjadinya infeksi bakteri lokal di area tubuh
yang dibuat tato, reaksi alergi yang ditimbulkan dari bahan pewarna tato,
dan penggunaan jarum tato yang tidak steril bisa menjadi sebab penularan
HIV dan hepatitis. Wallahu Ta’ala A’lam

Kedua :

،‫ وبائعها‬،‫ والمحمولة إليه‬،‫ وحاملها‬،‫ ومعتصرها‬،‫ وعاصرها‬،‫ وساقيها‬،‫لعن هللا شارب الخمر‬
‫ والمشتراة له‬،‫ وآكل ثمنها‬،‫”ومشتريها‬.

“Allah SWT telah melaknat khamar, peminumnya, yang menuangkannya,


pemerasnya, yang diperas (bahan pembuat khamar), orang yang
membawanya, dan orang yang dibawakan kepadanya, penjualnya,
pembelinya, yang memakan harga (uang) nya dan orang yang
dibelikannya.” (HR. Abu Daud)

Ketiga :
Tata laksana bahwa pendekatan Islam yang efektif kontrol dan pencegahan
di Afrika HIV / AIDS berkisar pantang seksual sebelum menikah, kesetiaan
seksual mutlak dalam pernikahan, serta memiliki informasi yang tepatdan
kesadaran tentang status kesehatan seseorang, kesempatan untuk perawatan
yang memadai, pemeliharaan dan pelestarian seseorang yang baik kesehatan
dengan menghindari perilaku HIV-risiko seksual (seperti heteroseksual seks
pranikah, homoseksualitas, penggunaan obat intravena) dan praktik budaya
yang berbahaya.(Saheed,2010)
Kesimpulan

Pasien TB dengan HIV atau ODHA dengan TB disebut sebagai pasien ko-
infeksi TB-HIV. Tuberkulosis merupakan infeksi oportunistik yang paling sering
dijumpai pada ODHA (sekitar 50%) dibandingkan dengan penyakit oportunistik lain,
misalnya kandidiasis, PCP, Toksoplasmosis, Kriptosporidiosis.

Penyakit TB paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis.Merupakan bakteri berbentuk batang dan besifat tahan
asam sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA). Sumber penularan bias terjadi dari
penderita yang menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet, seperti batuk dan
bersin.Penularan HIV dapat melalui beberapa cara yaitu:Penularan Seksual,Transfusi
Darah,Penyalahgunaan Jarum Suntik dan Obat Intravena,Petugas Kesehatan,
Maternofetal, Pemberian ASI

Tuberkulosis pada penderita infeksi HIV pada umumnya terjadi pada sebelum
manifestasi gejala AIDS, hal ini karena M. Tuberculosis lebih virulen dari pada
patogen lainnya, sehingga terjadinya pada tahap dinidefisiensi imun.Gejala klinis
tuberkulosis pada AIDS tidak spesifik berbeda dengan tuberkulosis tanpa AIDS,
terdapat gejala konstitusional demam, keringat malam, lemah dan kelelahan, nafsu
makan dan berat badan menurun.

Pengobatan dapat diberikan 5 hari per minggu, tetapi harus intensif diawasi.
Pilihan ini mungkin berguna di rumah sakit atau pengaturan yang sangat diawasi
lainnya. Terapi tiga kali per minggu diamati secara langsung. Directly Observed
Therapy Shortcourse (DOTS) seharusnya hanya diberikan kepada pasien yang stabil
dan secara klinis
Daftar Pustaka

Annie Luetkemeyer, MD, University of California San Francisco Original chapter


written by Lisa Goozé, MD, and Charles L. Daley, MD. (2013). Tuberculosis
and HIV. University of California San Francisco

Bienz, K. A., 2005. Viruses as Human Pathogen. In: Kayser, F. A., Bienz, K. A.,
Eckert, J., Zinkernagel, R. M., ed. Medical Microbiology. New York: Thieme
Stuttgart. 412-473.

Brooks, G.F., Butel, J. S., Morse, S.A., 2005. AIDS dan Lentivirus. Mikrobiologi
Kedokteran jilid 2. Jakarta: Salemba Medika.

cine.medscape.com/article/230802-overview[Accesed 10 April 2013]


Coyne, KM, dkk. 2011. British HIV Association Guidelines for The Treatment of
TB/HIV Coinfection. British: HIV Association Guidelines (12) : 517-524

Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Petunjuk Teknis Tata Laksana Klinis Ko-
Infeksi TB-HIV. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI.

Havlir DV, Barnes PF.,1999 Current concepts. Tuberculosis in patients with human
immunodeficiency virus infection. N Engl J Med
Herchline,T.E., 2013. Tuberculosis. Available from: http://emedi
Imaging and Management. American Journal of Roentgenology : 191
Jeong, Y.J., Lee, K.S., (2008). Pulmonary Tuberculosis : Up-To-Date
Jusuf .M.W, Winariani, Hariadi .S. 2010. Buuku Ajar Ilmu P enyakit Paru. Surabaya :
Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair.

Kumar H.N.H., Raghav Gupta., (2010). Risk of Complications in HIV-TB Co-


Infection: A Hospital-Based Pair-Matched Case–Control Study. Indian Journal
of Community Medicine: 506-508
Marchal G.,1997 Pathophysiology and immunology of tuberculosis. Rev Mal Respir
Mitchell, R.N., Kumar, V., 2007. Penyakit Imunitas. In: Kumar, V., Cotran, R.S.,
Robbins, S.L., ed. Buku Ajar Patologi Robbins Volume 1 Eds.7. Jakarta: EGC.
Murtiastutik, D., 2008. AIDS. In: Barakbah, J., Lumintang, H., Martodihardjo, S.,
Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Surabaya: Airlangga University Press.

Rook, A., Wilkinson, D.S., Ebling, F.J.G, 1998. Viral Infections. Textbook of
Dermatology. Oxford: Blackwell Science Ltd.

Saheed balugon.2010. Islamic perspectives on HIV/AIDS and antiretroviral


treatment: the case of Nigeria. Africa:African journal

Wibisono, M. jusuf.,Winariani., Slamet Hariadi (2010). Buku Ajar Ilmu penyakit Paru
.Departemen Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo.Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai