PENDAHULUAN
Ada 2 masalah yang mungkin dihadapi oleh penderita hiper tiroidi yaitu :
Penderita direncanakan untuk menjalani pembedahan kelenjar gondok dalam rangka
penyembuhan penyakitnya.
Penderita mengalami pembedahan darurat untuk penyakit lain dalam keadaan
hipertiroidi yang belum terkontrol.
Masalah ini dianggap penting karena :
1. Penanganan penderita ini memerlukan kerja sama yang sebaik-baiknya antar internis
(endokrinologis), bedah dan anestesi.
2. Apabila terjadi penyulit berupa badai tiroid, angka kematian cukup tinggi (25-70%)
DASAR-DASAR UMUM
Didalam merencanakan penanganan penderita hipertiroidi perlu diingat kembali faal
kelenjar gondok serta farmakologi obat-obat utama yang digunakan dalam pengelolaan penderita
tersebut. Seperti telah diketahui kelenjar gondok menghasilkan 2 macam hormone yaitu
thriiodothyronine (T3) dan tetraiodothyronine (T4). Proses pembentukan dan pelepasan T3 dan T4
adalah sebagai berikut :
Yodium dari diet dipompa masuk dan dikonsentrasikan dalam sel-sel koloid kelenjar
gondok. Yodium ini kemudian mengalami oksidasi dan diikat oleh thyroglobuline kedalam
monoiodothyrosine (MIT) atau diiodothyrosine (DIT). MIT dan DIT ini masing-masing
bergabung dengan MIT atau DIT yang lain membentuk T 3 dan T4 yang masih terikat pada
thyroglobulin kemudian dilepas dan masuk kedalam pembuluh darah.
Proses pembuatan dan pelepasan T3 dan T4 ini dipengaruhi secara timbal balik oleh Thyroid
Stimulating Hormon (TSH) yang dihasilkan oleh kelenjar hipofis. Hormone lain yaitu
Thyrotropin Releasing Hormon (TRH) belum jelas fungsinya dalam pengaturan T3 dan T4 ini.
PATOFISIOLOGI HIPERTIROIDI
Gejala-gejala hipertiroidi timbul bila kadar T3 dan T4 dalam darah meningkat. Sebagian
dari gejala ini mirip dengan apa yang tampak apabila terjadi hiperaktivitas adrenergenik: seperti
tremor, anxiety, tachycardia, curah jantung meningkat, metabolic rate meningkat serta suhu
meningkat.
Gejala berupa meningkatnya kebutuhan oksigen (efek kolinergik) sama sekali berbeda
dengan hiperaktivitas adrenergic. Diagnosis hipertiroidi ditegakkan dengan pemeriksaan klinis
maupun laboratorik yang menunjukkan peningkatan kadar T3 dan T4 dalam darah.
Pemberan Lugol
Tujuan pemberian lugol adalah untuk mengurangi jika mungkin menghilangkan
vascularisasi dan hyperplasia dari kelenjar tiroid. Dengan demikian diharapkan pembedahan
dapat berjalan lancar tanpa banyak pendarahan. Perlu diingat bahwa pemberian yang lebih
dari 10-14 hari akan menyebabkan timbulnya iodine escape. Vascularisasi dan hyperplasia
akan terjadi lagi, sehingga efek yang diharapkan dengan pemberian lugol tidak tercapai,
bahkan sebaliknya. Oleh karena itu perlu koordinasi dan komunikasi yang sebaik-baiknya
Internis, Bedah dan anestisiologi kapan penderita akan mulai dilugolisasi dan ditentukan
rencana tanggal pembedahanya.
Lugol diberikan 10 tetes/hari selama 10-14 hari menjelang pembedahan.
2. Tahap Pembedahan
Pada tahap ini diperlukan persiapan tentang obat premedikasi alat-alat pemantau selama
anestesi dan pembedahan dan obat-obat darurat yang perlu disediakan.
Bagi penderita semacam ini perlu diberikan premedikasi yang berat sehingga sedasi cukup
dalam untuk menghilangkan rasa takut. Pemilihan untuk obat premedikasi yaitu kombinasi
morphin dan droperidol. Morphin dalam teori dapat menyebabkan sekresi katekolamin, tetapi
dalam praktek hal ini tidak menimbulkan masalah. Sedasi cukup baik dan analgesi pasca
bedah juga cukup. Keuntungan kombinasi dengan droperidol ini yaitu sedasi yang baik serta
anti emetic yang kuat dari droperidol, efek beta bloker ringan dan mencegah terjadi aritmia
yang disebabkan oleh halotan.
Pemilihan anestesi ditujukan pada obat-obat yang tidak meningkatkan sekresi T4 atau
TSH. Ether dapat meningkatkan sekresi T4 sampai 139%, halotan 122% sedangkan enflurane
tidak menyebabkan perubahan T4 selama anestesi/pembedahan dan menurunkan T3 menjadi
74%, 30 menit setelah selesai anestesi. Methoxyflurane tidak menyebabkan perubahan,
Pethotal-N2O menurunkan kadar T4 selama anestesi, seterusnya tidak terjadi penurunan
selama pembedahan.
Pilihan di Indonesia adalah halotan-O2 sedangkan untuk pusat-pusat yang lebih besar juga
tersedia enflurane dan N.
Pemantauan
Selama anestesi dan pembedahan harus dijaga agar tidak terjadi hipoksia maupun
hiperkarbia karena kedua-duanya akan menyebabkan meningkatnya sekresi katekolamin. Yang
ideal adalah pemantauan ECG dan suhu secara terus-menerus.
Obat-obat.
Selama anestesi dan pembedahan harus tersedia obat-obatan untuk mengatasi arithmia
yaitu lidocain dan propanolol. Selain itu juga obat-obatan untuk mengatasi bila terjadi badai
tiroid. Disamping badai tiroid masih ada penyulit-penyulit lain yang dapat timbul pada
pembedahan yaitu terjadi penyumbatan jalan napas karena terbengkoknya pipa endotracheal atau
karena secret, perdarahan, emboli udara dan hipoventilasi.
Badai tiroid
Bila terjadi badai tiroid, maka tindakan-tindakan sebagai berikut :
PTU 400 mg tiap 8 jam PO atau lewat maag slang
Hidrokortison 100 mg IV tiap 6 jam
2 jam setelah PTU dapat diberikan lugol 10 gtt/jam
Propanolol 1-2 mg IV perlahan dapat diulang tiap 4 jam. Perlu dipantau dengan hati-
hati dan teliti apakah tidak ada KI pemberian propanolol.
Keseimbangan cairan dijaga, beri dextrosa 5% IV
Turunkan suhu
Jika ada indikasi dapat diberikan digitalis dan diuretic.
PEMBEDAHAN DARURAT
Masalah pembedahan darurat pada penderita hipertiroidi harus ditangani serius meskipun
yang dihadapi pembedahan tidak besar (misalnya curettage, herniotomi, apendectomi) dengan
persiapan dan pemantauan yang optimal baik durante maupun pasca bedah untuk mendeteksi
timbulnya badai tiroid. Pemilihan obat dan tehnik anestesi, ditujukan untuk mencari seminimal
mungkin pengaruhnya terhadap pelepasan hormone tiroid maupun TSH.
Harga normal :
T3 : 0,75 – 1,6 ng/ml FT4I : T4 : TBK
T4 : 4,55 – 11,87 mug% Eutiroidi : 3,55-13,64
TBK : 0,87 – 1,36 Hipertiroidi > 13,64
Hipotiroid < 3,55
3. Ny. FH 42 tahun
Berat badan 65 kg, tensi 130/60, nadi 88/met, Hb 10,8 gr% dengan amenorhoe yang akan
dilakukan MR + steril. Penderita diketahui menderita basedow 2 tahun yang lalu, telah
ditangani oleh ahlinya tetapi tidak taat dalam pengobatan. Saat ini belum eutiroid tetapi
tindakan tidak dapat ditunda terlalu lama. Data lab: T 3 3,1 (n=1-2) FT4I=5,6 (n=1,5-3,5)
dilakukan anestesi dengan SAB tensi meningkat 190/100 dan nadi 120x penderita
diobservasi 24 jam di ICU untuk persiapan bila terjadi badai tiroid. Penderita pulang tanpa
penyulit.
4. Ny. S 25 tahun
Berat badan 50 tahun dengan dugaan placenta previa pada kehamilan kedua. Pada tanggal 17
juli 1986 karena perdarahan profus (Hb 6gr%), febris maka diputuskan terminasi kehamilan
dengan section cesar. Pra anestesi T 130/90 nadi 120x/met suhu rectak 38,6 0C paru dan
jantung tidak didapatkan kelainan. Dilakukan anestesi dengan ketalar-scolin diteruskan
dengan eter setelah bayi lahir.
Tidak terjadi regurgitasi atau aspirasi cairan lambung. Karena ada solution plasente dan atoni
uteri dilakukan histerectomi. Compliance paru menurun, terdengar rochi paru tensi 160/90
nadi 160x/met.
Pasca bedah di ICU:
Suhu rectal 410C berkeringat hebat Tensi 190/100 N 160x/mt CVP 10 cmH 2O pink froty
sputum, X ray gambaran edam paru acut. Pada pemeriksaan fisik lebih teliti ditemukan
struma difus grd II exoptalmus +. Penderita dikelola sebagai badai tiroid dengan edema paru
acut dan DC.
Hasil laboratorium:
T4 : 20,2 (N=4,5-11,87)
T3 : 1,5 (N=0,75-1,6)
FT4I : 22,95 (N=3,55-13,64)
TBK : 0,88 (N0,87-1,36)
Penderita dapat dipulangkan dengan baik meskipun masih ada tremor halus dan nadi
100x/met untuk mendapat perawatan dari penyakit dalam.
KOMENTAR
Hipertiroidi ringan pada hehamilan memang sulit untuk didiagnosis, namun pemeriksaan
fisik yang teliti, anamsesa yang lengkap serta tidak tergesa-gesa mengambilan kesimpulan akan
sangat membantu dalam persiapan penanganan penderita. Kesalahan ini menyebabkan
kekeliruan dalam penatalaksanaan anestesi, sehingga digunakan obat-obat yang seharusnya tidak
boleh digunakan ada penderita. Kiranya hal ini yang timbulnya tiroid.
RINGKASAN
Dari uraian serta contoh-contoh kasus diatas, stress pembedahan, obat-obat anestesi,
penyulit-penyulit anestesi (misalnya hipoksia dan hiperkarbia) memungkinkan timbulnya badai
tiroid pada pasien hipertiroidi yang mengalami pembedahan. Beta bloker dapat mempercepat dan
mempermudah pengendalian gejala-gejala cardiovascular dari hipertiroidi. Keadaan ini akan
menyebabkan efek penutupan. (masking effect).
Penambahan berat badan dapat digunakan sebagai tambahan monitor kemajuan pasien.
Saling pengertian serta kerjasama yang baik antara dokter internis, Bedah dan anestesi sangat
diperlukan dalam penanganan penderita hipertiroidi. Dengan demikian maka persiapan penderita
dapat dilakukan sebaik-baiknya serta penyulit-penyulit yang berbahaya dapat dihindari.
Pemberian lugol dapat diatur sedemikian rupa agar tidak terjadi lolos yodium (iodine escape)
yang dapat memberikan peluang terjadinya perdarahan pada pembedahan.