Anda di halaman 1dari 4

1

Essay ini ditulis untuk mengikuti Lomba Essay Silaturahmi dan Musyawarah
Nasional Persatuan Mahasiswa dan Alumni BIDIKMISI Nasional (SMNPDN) 2017

Pendidikan Multikultural Sebagai Sarana Pembentukan


Karakter Pemersatu
Oleh : Soni Afriansyah (Universitas Jambi)

Negeri ini dianugerahi berbagai macam potensi dan kekayaan dalam level
dimensi yang semestinya kita syukuri, terlebih dalam dimensi interaksi manusia
Indonesia. Indonesia mempunyai berbagai macam suku, bangsa, ras, agama, dan
golongan dikarenakan faktor geografis Indonesia yang menyebabkan perbedaan
budaya antar wilayah dan faktor sejarah yang mencatat bahwa sudah sejak lama
bangsa ini melakukan social interaction dengan budaya bangsa lain seperti India,
Cina, Gujarat, Belanda, Portugis, Inggris, dan Jepang. Sehingga tidak dapat
dipungkiri, Indonesia mempunyai berbagai macam budaya yang berkembang pada
masing-masing kelompok masyarakat. Heterogenitas dalam masyarakat menjadi
suatu tantangan dan peluang bagi Indonesia.
Ancaman yang ditimbulkan oleh heterogenitas masyarakat Indonesia
adalah adanya konflik horisontal yang akan mengancam integrasi bangsa. Sudah
banyak realitas sosial adanya konflik horisontal yang terjadi di Indonesia, sebut
saja konflik yang terjadi di Aceh, di Bima, di Lampung, di Poso, di Lombok, di
Papua, di Sampit dan masih banyak konflik laten yang belum tersebar di media.
Konsep holistic of peace (kedamaian menyeluruh) di masyarakat menjadi sebuah
cita-cita yang jauh dari kenyataan, jika konflik-konflik ini terus dibiarkan dalam
masyarakat yang heterogen seperti Indonesia. Sedangkan dalam pembukaan UUD
1945 dengan jelas menyebutkan bahwa salah satu cita-cita Negara Kesatuan
Republik Indonesia adalah turut mewujudkan perdamaian dunia. Ketidakhadiran
pemerintah dalam pengelolaan konflik tersebut semakin memperparah dampak
yang ditimbulkan dari konflik horizontal tersebut sedangkan, jika konflik tersebut
dikelola dengan management conflict yang baik tentunya akan menjadi suatu
peluang bagi Indonesia untuk pembangunan karakter dimasyarakat.
2

Jadi dengan munculnya pertanyaan mengapa terjadi disintegritas, konflik


agama seperti yang terjadi di Tolikara Papua? diskriminasi ras dalam kehidupan
masyarakat! Lebih menyedihkan lagi tawuran pelajar yang selalu saja
bermunculan. Dapatlah kita lihat terjadinya kesenjangan dan mudah terprovokasi
ini akibat rendahnya nilai karakter persatuan dan rasa persaudaraan. Lebih hulu
lagi ini tentu kurangnya asupan orientasi nilai karakter dan adiluhung bangsa ini
kepada pemuda dan masyarakat terhadap nilai tersebut.
Semestinya kearifan lokal (multikultural) dan kentalnya nilai mulia leluhur
mampu dijadikan penambal konflik dan disintegritas yang terjadi. Oleh karenanya
menangkap peluang dalam memupuk generasi muda dan penyangga konflik
sangat efektif mengggunakan nilai multikultural ini.
Nilai multikulturalisme tersebut dapat diimplementasikan melalui institusi
sekolah karena dinilai efektif oleh perspektif makro dalam sosiologi pendidikan
yaitu perspektif structural fungsional. Perspektif ini banyak menekankan fungsi
pendidikan dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu, pendidikan merupakan
agen sosialisasi yang dapat menanamkan nilai-nilai pada peserta didik.
Karakter manusia tidak hanya dilahirkan, namun dikembangkan karena
manusia Indonesia telah memiliki DNA karakter itu. Karakter dikembangkan
melalui proses pengenalan ”nilai hidup” dan budaya melalui tiga lembaga utama,
yaitu (1) keluarga; (2) masyarakat dan (3) lembaga pendidikan (Mahfud, 2005).
Oleh karena itu, dengan adanya pendidikan multikultural di sekolah di nilai
mampu untuk mentransformasikan nilai-nilai multikultural tersebut pada peserta
didik. Pada dasarnya pendidikan multikultural adalah pendidikan tentang
keragaman kebudayaan dalam meresponi perubahan demografis dan kultural
lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan (global)
(Mahady dalam Mahfud, 2006).
Pendidikan multikultural mempunyai ciri-ciri, yaitu 1) tujuannya
membentuk “manusia budaya” dan menciptakan masyarakat berbudaya 2)
materinya mengajarkan nilai-nilai luhur kemanusiaan, nilai-nilai bangsa, dan
nilai-nilai kelompok etnis 3) metodenya demokratis, yang menghargai aspek-
aspek perbedaan dan keberagaman budaya bangsa dan kelompok etnis 4)
evaluasinya ditentukan pada penilaian terhadap tingkah laku anak didik yang
3

meliputi persepsi, apresiasi, dan tingkah laku terhadap budaya lainnya (Choirul,
2006). Menurut H.A.R Tilaar ada lima program prioritas pendidian multikultural
sebagai berikut 1) lembaga pendidikan sebagai pusat budaya 2) pendidikan
kewarganegaraan 3) kurikulum pendidikan multikultural 4) kebijakan perbukuan
5) pendidikan guru. Dengan mengacu pada pembahasan diatas dapat disimpulkan
bahwa adanya pendidikan multikutural dapat membentuk karakter bangsa
seseorang karena nilai-nilai yang diajarkan pada pendidikan multikultural ternyata
dapat membentuk karakter bangsa seseorang.
Sintaks yang dapat diimplementasikan adalah dengan cara memasukkan
dalam kurikulum pengajaran pada pelajaran muatan lokal. Bentuk dan muatan
materi disesuaikan dengan konsep budaya, nilai luhur, kearifan lokal yang ada di
daerah masing-masing. Maka sangat perlu menggali nilai tersebut guna disusun
dalam materi pelajaran terintegratif.

Menggali Nilai Kearifan Lokal

Mengekstraksi

Integratif Nasional Buku Kearifan Lokal

Cycle Programme Implementasi di daerah


tersebut

Kurikulum Pengajaran

kelas

Gambar: Pemetaan alur produk pendidikan multikultural.


Dari gambar di atas, setiap daerah menyusun kearifan lokal dengan nilai-
nilai karakternya kemudian diintegrasikan di tingkat Nasional. Selanjutnya, dari
racikan tersebut tersusun materi pendidikan berkala yang lengkap dengan
instrumen kependidikan untuk diterapkan di sekolah-sekolah. Penerapan nilai
kearifan lokal ini yang menjadi prioritas adalah nilai kultural yang ada di daerah
4

bersangkutan didahulukan kemudian dimasukkan sari-sari kultural daerah lain


untuk di ajarkan di daerah lainnya. Teknik ini di sebut dengan istilah Cycle
Programme.
Akhir kata, Konsep Indonesia baru yang diharapkan adalah Indonesia yang
lebih demokratis bersatu, terdidik dan mengakar nilai kekeluargaan melalui
pendidikan multikultural, yang juga mengajarkan nilai-nilai demokratis yang ada
pada diri karakter peserta didik.

Daftar Pustaka
Mahfud, Choirul. 2006. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Susan, Novri. 2009. Sosiologi Konflik dan Isu-isu Konflik Kontemporer. Jakarta:
Kencana.

Tilaar, H.A.R. 2014. Multikulturalisme : Tantangan-tantangan Global Masa


Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional. Jakarta: PT Gramedia
Widiasarana Indonesia

Anda mungkin juga menyukai