Anda di halaman 1dari 21

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Pengetahuan

2.1.1 Pengertian pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

pancaindera manusia yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, dan

perabaan. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera

pendengaran dan penglihatan (Notoatmodjo, 2003).

2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003), Ada 2 faktor yang mempengaruhi

pengetahuan yaitu, faktor internal dan eksternal :

1. Faktor Internal

a. Umur

Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang

lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan

masyarakat seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari orang

yang tinggi kedewasaannya (Notoatmodjo, 2003).

b. IQ (Intelegence Quotient)

Dalam proses belajar IQ (Intellegence Quotient) menentukan

presentasi mahasiswa, seseorang yang memiliki IQ kurang akan

mengalami kesulitan belajar (Notoatmodjo, 2003).


2. Faktor Eksternal

a. Pendidikan

Pada umumnya semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang,

semakin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula

pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya pendidikan yang kurang akan

menghambat pekembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang

baru diperkenalkan (Notoatmodjo, 2003).

b. Pekerjaan

Pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan terutama untuk

menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarganya. Jenis pekerjaan

yang dijalani akan menentukan perolehan informasi yang diterima

seseorang (Notoatmodjo, 2003).

c. Informasi

Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang.

Dengan memberikan informasi-informasi tentang cara-cara mencapai

hidup sehat, cara pemeliharaan kesehatan, cara menghindari penyakit

dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal

tersebut (Notoatmodjo, 2003).

d. Pengalaman

Pengalaman mempunyai pengaruh bagi seseorang dalam membuat

keputusan dan membentuk sikap, misalnya pengetahuan tentang gejala

penyakit diperoleh seseorang dari pengalaman tentang adanya

ketidakenakan pada badannya, sehingga apabila gejala yang sama

muncul lagi seseorang tersebut mencoba mengatasinya dengan cara yang


sama pertama kali gejala itu muncul (Notoatmodjo, 2003).

e. Lingkungan

Lingkungan adalah suatu kondisi yang ada disekitar manusia dan

pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku

orang atau kelompok (Notoatmodjo, 2003).

2.1.3 Tingkat atau Domain Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003), salah satu domain pengetahuan adalah

domain kognitif yang berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang

benar bagi obyek sikap. Pengetahuan didalam domain kognitif ada enam

tingkatan :

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali

(recall) seluruh bahan yang dipelajari atau yang telah diterima. Oleh sebab

itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja

untuk mengukur bahwa orang tahu tanpa apa yang dipelajari antara lain

menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyarankan dan sebagainya

(Notoatmodjo, 2003).

2. Paham (Comprehension)

Paham diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan mati

tersebut secara benar. Orang yang paham terhadap obyek atau materi dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan dan meramalkan

terhadap obyek yang dipelajari (Notoatmodjo, 2003).


3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau konsisi realita (sebenarnya)

(Notoatmodjo, 2003).

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk mempertahankan materi atau

suatu obyek keadalam komponen-komponen, tetapi masih didalam struktur

organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis

dapat dilihat dari kata kerja, seperti menggambarkan, membedakan,

memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada kemampuan meningkatkan atau

menghubungkan bagian-bagian dalam bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi-

formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat

meringkasnya, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau

rumusan-rumusan yang telah ada (Notoatmodjo, 2003).

2.1.4 Cara Mengukur Tingkat Pengetahuan

Pengukuran tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara

dan kuesioner yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diketahui dari

subyek penelitian atau responden (Nursalam, 2003).

Hasil pengukuran dapat berupa skala pengukuran ordinal yaitu

pengukuran dimana angka yang digunakan dalam skala dalam ordinal

menetapkan posisi relatif dari beberapa sub kelas (Sedarmayanti, 2002).


Sedangkan pengelompokan pengetahuan dapat dikategorikan dalam ; tinggi

bila skor lebih dari atau sama dengan 76%, cukup bila skor 56 – 75%,

rendah bila skor 40%– 55% dan sangat rendah bila skor kurang dari 40%

(Arikunto, 2005).

2.2. Konsep Hipertensi

2.2.1. Pengertian Hipertensi

Beberapa definisi tentang hipertensi telah diungkapkan oleh beberapa

ahli atau penulis buku tentang hipertensi diantaranya menurut Marliani

(2007) menyatakan bahwa hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan

gangguan pada sistem peredaran darah yang dapat menyebabkan kenaikan

tekanan darah di atas nilai normal, yaitu melebihi 140 / 90 mmHg.

Menurut Crea (2008) hipertensi adalah istilah medis untuk penyakit

tekanan darah tinggi dan merupakan salah satu masalah kesehatan

masyarakat yang banyak diderita di dunia termasuk di Indonesia. Hipertensi

termasuk penyakit umum, tanpa disertai gejala khusus dan biasanya dapat

ditangani secara mudah, namun bila dibiarkan tanpa penanganan dapat

menyebabkan bebagai komplikasi yang lebih parah berupa penyakit jantung

dan pembuluh darah seperti aterosklerosis, infark miokard, gagal jantung,

gangguan fungsi ginjal dan kematian dini.

Menurut Shanty (2011) menyatakan bahwa hipertensi atau tekanan darah

tinggi adalah penyakit yang umum terjadi dalam masyarakat kita. Keadaan

itu terjadi jika tekanan darah pada arteri utama didalam tubuh terlalu tinggi.

Hipertensi kini semakin sering dijumpai pada orang lanjut usia.


Berdasarkan beberapa pengertian hipertensi tersebut maka dapat

disimpulkan bahwa hipertensi adalah salah satu penyakit yang biasanya

gangguan terjadi pada sistem peredaran darah yang dapat menyebabkan

kenaikan tekanan darah di atas nilai normal, yaitu melebihi 140 / 90 mmHg

2.2.2. Penyebab Hipertensi

Berdasarkan penyebab atau etiologinya, hipertensi dibagi atas hipertensi

esensial dan hipertensi sekunder yaitu sebagai berikut (Setiawati dan

Bustami, 2005):

1. Hipertensi esensial

Hipertensi esensial, juga disebut hipertensi primer atau idiopatik, adalah

hipertensi yang tidak jelas etiologinya. Lebih dari 90% kasus hipertensi

termasuk dalam kelompok ini. Kelainan hemodinamik utama pada hipertensi

esensial adalah peningkatan resistensi perifer. Penyebab hipertensi esensial

adalah mulitifaktor, terdiri dari faktor genetic dan lingkungan. Faktor

keturunan bersifat poligenik dan terlihat dari adanya riwayat penyakit

kardiovaskuler dari keluarga. Faktor predisposisi genetic ini dapat berupa

sensitivitas pada natrium, kepekaan terhadap stress, peningkatan reaktivitas

vascular (terhadap vasokonstriktor), dan resistensi insulin. Paling sedikit ada

tiga faktor lingkungan yang dapat menyebabkan hipertensi yakni, makan

garam (natrium) berlebihan, stress psikis, dan obesitas.

2. Hipertensi sekunder.

Prevalensinya hanya sekitar 5-8 % dari seluruh penderita hipertensi.

Hipertensi ini dapat disebabkan oleh penyakit ginjal (hipertensi renal),


penyakit endokrin (hipertensi endokrin), obat, dan lain-lain. Hipertensi renal

dapat berupa:

a. Hipertensi renovaskular

Hipertensi renovaskular adalah hipertensi akibat lesi pada arteri ginjal

sehingga menyebabkan hipoperfusi ginjal.

b. Hipertensi akibat lesi pada parenkim

Hipertensi akibat lesi pada parenkim ginjal menimbulkan gangguan

fungsi ginjal. Menurut Sutanto (2009), penyebab hipertensi pada orang

dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan-perubahan pada :

1) Elastisitas dinding aorta menurun

2) Katub jantung menebal dan menjadi kaku

3) Kemampuan jantung memompa

4) Kehilangan elastisitas pembuluh

5) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer

2.2.3. Klasifikasi Hipertensi

1. Klasifikasi hipertensi menurut JNC

Klasifikasi hipertensi menurut JNC (Joint National Committee On

Prevention, Detection, Evaluation, And The Treatment Of High Blood

Pressure), yang dikaji oleh 33 ahli hipertensi nasional Amerika Serikat.

Data terbaru menunjukkan bahwa nilai tekanan darah yang sebelumnya

dipertimbangkan normal ternyata dapat menyebabkan peningkatan resiko

komplikasi kardiovaskuler. Sehingga mendorong pembuatan klasifikasi baru

pada JNC 7, yaitu : terdapat pra hipertensi dimana tekanan darah sistol pada

kisaran 120-139 mmHg, dan tekanan darah diastole pada kisaran 80-89
mmHg. Hipertensi level 2 dan 3 disatukan menjadi level 2. Tujuan dari

klasifikasi JNC 7 adalah untuk mengidentifikasi individu-individu yang

dengan penanganan awal berupa perubahan gaya hidup, dapat membantu

menurunkan tekanan darahnya ke level hipertensi yang sesuai dengan usia.

berikut adalah tabel klasifikasi hipertensi Menurut JNC VII

Tabel 2.1. Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC VII


Kategori Sistol Diastol
(mmHg) (mmHg)
Normal < 120 < 80
Pre hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi stadium 1 140-159 90-99
Hipertensi stadium 2 > 160 > 100
(Sumber: Crea, 2008)
2. Klasifikasi hipertensi menurut WHO dan ISHWG

Klasifikasi hipertensi menurut WHO dan ISHWG (International Society

Of Hypertension Working Group). Mengelompokkan hipertensi ke dalam :

klasifikasi optimal, normal, normal-tinggi, hipertensi ringan, hipertensi

sedang, dan hipertensi berat yaitu sebagai berikut :

Tabel 2.2. Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO dan ISHWG


Kategori Sistol Diastol
(mmHg) (mmHg)
Optimal <120 <80
Normal <130 < 85
Normal – tinggi 130-139 85 - 89
Tingkat 1
(hipertensi ringan) 140-159 90 - 99
Tingkat 2
(hipertensi sedang ) 160 - 179 100 -109
Tingkat 3
(hipertensi berat) ≥180 ≥ 110
Hipertensi sistol ≥ 140 ≥ 90
terisolasi
(Sumber: Crea, 2008)
3. Perhimpunan Hipertensi Indonesia

Perhimpunan Hipertensi Indonesia pada januari 2007 meluncurkan

pedoman penanganan hipertensi di Indonesia, yang diambil dari pedoman


Negara maju dan Negara tetangga. Dan klasifikasi hipertensi ditentukan

berdasarkan ukuran tekanan darah sistolik dan diastolic dengan merujuk

hasil JNC 7 dan WHO yaitu sebagai berikut :

Tabel 2.3 Klasifikasi Hipertensi Hasil Konsensus Perhimpunan


Hipertensi Indonesia
Kategori Sistol Diastol
(mmHg) (mmHg)
Normal < 120 < 80
Pre hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi stadium 1 140-159 90-99
Hipertensi stadium 2 > 160 >110
Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90
(Sumber: Crea, 2008)

Jadi berdasarkan konsensus tersebut, seseorang dapat disebut mengalami

hipertensi jika tekanan sistolik ≥ 140mmHg dan/atau diastolik ≥ 90 mmHg

(Crea, 2008)

2.2.4. Patofisiologi

Patofisiologi hipertensi masih belum jelas, banyak faktor yang saling

berhubungan terlibat dalam peningkatan tekanan darah pada pasien

hipertensi esensial. Namun, pada sejumlah kecil pasien penyakit ginjal atau

korteks adrenal (2% dan 5%) merupakan penyebab utama peningkatan

tekanan darah (hipertensi sekunder) namun selebihnya tidak terdapat

penyebab yang jelas pada pasien penderita hipertensi esensial. Beberapa

mekanisme fisiologi turut berperan aktif pada tekanan darah normal dan

yang terganggu. Hal ini mungkin berperan penting pada perkembangan

penyakit hipertensi esensial. Terdapat banyak faktor yang saling

berhubungan terlibat dalam peningkatan tekanan darah pada pasien

hipertensi (Crea, 2008).


Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini

bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan

keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan

abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls

yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis.

Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan

merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana

dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh

darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat

mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi.

Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun

tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Crea, 2008).

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang

pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga

terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla

adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks

adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat

respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang

mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin.

Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah

menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya

merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini

menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan


peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung

mencetuskan keadaan hipertensi (Crea, 2008).

Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan struktural

dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada

perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut

meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan

dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya

menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.

Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam

mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume

sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan

tahanan perifer (Rohaendi, 2008).

2.2.5. Gejala Hipertensi

Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak memiliki

gejala khusus. Menurut Sutanto (2009), gejala-gejala yang mudah diamati

antara lain yaitu : gejala ringan seperti pusing atau sakit kepala, sering

gelisah, wajah merah, tengkuk terasa pegal, mudah marah, telinga

berdengung, sukar tidur, rasa berat ditengkuk, mudah lelah, mata berkunang-

kunang dan mimisan (keluar darah dari hidung).

2.2.6. Komplikasi Hipertensi

Hipertensi dapat berpotensi menjadi komplikasi berbagai penyakit

diantaranya adalah stroke hemorragik, penyakit jantung hipertensi, penyakit

arteri koronaria anuerisma, gagal ginjal, dan ensefalopati hipertensi (Shanty,

2011).
1. Stroke

Stroke adalah kerusakan jaringan otak yang disebabkan karena

berkurangnya atau terhentinya suplai darah secara tiba- tiba. Jaringan otak

yang mengalami hal ini akan mati dan tidak dapat berfungsi lagi. Kadang

pula stroke disebut dengan CVA (cerebrovascular accident) . Hipertensi

menyebabkan tekanan yang lebih besar pada dinding pembuluh darah,

sehingga dinding pembuluh darah menjadi lemah dan pembuluh darah

rentan pecah. Namun demikian, hemorrhagic stroke juga dapat terjadi

pada bukan penderita hipertensi. Pada kasus seperti ini biasanya pembuluh

darah pecah karena lonjakan tekanan darah yang terjadi secara tiba-tiba

karena suatu sebab tertentu, misalnya karena makanan atau faktor

emosional. Pecahnya pembuluh darah di suatu tempat di otak dapat

menyebabkan sel-sel otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan

nutrisi yang dibawa melalui pembuluh darah tersebut menjadi kekurangan

nutrisi dan akhirnya mati. Darah yang tersembur dari pembuluh darah

yang pecah tersebut juga dapat merusak sel-sel otak yang berad

disekitarnya (Shanty, 2011).

2. Penyakit Jantung

Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap

pemompaan darah dari ventrikel kiri, sebagai akibatnya terjadi hipertropi

ventrikel untuk meningkatkan kekuatan kontraksi. Kebutuhan oksigen oleh

miokardium akan meningkat akibat hipertrofi ventrikel, hal ini mengakibat

peningkatan beban kerja jantung yang pada akhirnya menyebabkan angina

dan infark miokardium. Disamping itu juga secara sederhana dikatakan


peningkatan tekanan darah mempercepat aterosklerosis dan

arteriosclerosis (Shanty, 2011).

3. Penyakit Arteri Koronaria

Hipertensi umumnya diakui sebagai faktor resiko utama penyakit arteri

koronaria, bersama dengan diabetes mellitus. Plak terbentuk pada

percabangan arteri yang ke arah aterikoronaria kiri, arteri koronaria kanan

dan agak jarang pada arteri sirromflex. Aliran darah kedistal dapat

mengalami obstruksi secara permanen maupun sementara yang di

sebabkan olehakumulasi plak atau penggumpalan. Sirkulasi kolateral

berkembang di sekitar obstruksiarteromasus yang menghambat pertukaran

gas dan nutrisi ke miokardium. Kegagalan sirkulasikolateral untuk

menyediakan supply oksigen yang adekuat ke sel yang berakibat

terjadinya penyakit arteri koronaria (Shanty, 2011).

4. Aneurisme

Pembuluh darah terdiri dari beberapa lapisan, tetapi ada yang terpisah

sehingga memungkinkan darah masuk. pelebaran pembuluh darah bisa

timbul karena dinding pembuluh darah aorta terpisah atau disebut aorta

disekans. kejadian ini dapat menimbulkan penyakit aneurisma diamana

gejalanya adalah sakit kepala yang hebat, sakit di perut sampai ke

pinggang belakang dan di ginjal. aneurisme pada perut dan dada penyebab

utamanya pengerasan dinding pembuluh darah karena proses penuaan

(aterosklerosis) dan tekanan darah tinggi memicu timbulnya aneurisme

(Shanty, 2011).
2.2.3. Pencegahan Hipertensi

Agar terhindar dari komplikasi fatal hipertensi, harus diambil tindakan

pencegahan yang baik (stop High Blood Pressure), antara lain menurut

(Crea, 2008), dengan cara sebagai berikut :

1. Mengurangi konsumsi garam.

Pembatasan konsumsi garam sangat dianjurkan, maksimal 2 g

garam dapur untuk diet setiap hari (Crea, 2008).

2. Menghindari kegemukan (obesitas).

Hindarkan kegemukan (obesitas) dengan menjaga berat badan

(b.b) normal atau tidak berlebihan. Batasan kegemukan adalah jika

berat badan lebih 10% dari berat badan normal (Crea, 2008).

3. Membatasi konsumsi lemak.

Membatasi konsumsi lemak dilakukan agar kadar kolesterol darah

tidak terlalu tinggi. Kadar kolesterol darah yang tinggi dapat

mengakibatkan terjadinya endapan kolesterol dalam dinding

pembuluh darah. Lama kelamaan, jika endapan kolesterol bertambah

akan menyumbat pembuluh nadi dan menggangu peredaran darah.

Dengan demikian, akan memperberat kerja jantung dan secara tidak

langsung memperparah hipertensi (Crea, 2008).

4. Olahraga teratur.

Menurut penelitian, olahraga secara teratur dapat meyerap atau

menghilangkan endapan kolesterol dan pembuluh nadi. Olahraga

yang dimaksud adalah latihan menggerakkan semua sendi dan otot

tubuh (latihan isotonik atau dinamik), seperti gerak jalan, berenang,


naik sepeda. Tidak dianjurkan melakukan olahraga yang

menegangkan seperti tinju, gulat, atau angkat besi, karena latihan

yang berat bahkan dapat menimbulkan hipertensi (Crea, 2008).

5. Makan banyak buah dan sayuran segar.

Buah dan sayuran segar mengandung banyak vitamin dan

mineral. Buah yang banyak mengandung mineral kalium dapat

membantu menurunkan tekanan darah (Crea, 2008).

6. Tidak merokok dan minum alkohol.

Merokok menyebabkan lonjakan langsung dalam tekanan darah

dan dapat meningkatkan kadar tekanan darah sistolik sebanyak 4

milimeter air raksa (mm Hg). Nikotin dalam produk tembakau

memacu sistem saraf untuk melepaskan zat kimia yang dapat

menyempitkan pembuluh darah dan berkontribusi terhadap tekanan

darah tinggi. Merokok juga menyebabkan kerusakan jangka panjang

pada pembuluh darah, sehingga bukan saja meningkatkan risiko

hipertensi, namun dapat mengembangkan masalah seperti stroke,

penyakit jantung, dan serangan jantung. Kombinasi merokok dan

hipertensi menempatkan Anda pada risiko yang lebih besar terkena

serangan jantung, stroke, atau kejadian kardiovaskular lainnya

dibandingkan dengan penderita hipertensi yang tidak merokok.

Untuk mengontrol tekanan darah agar selalu berada dalam rentang

yang normal, yang terbaik adalah minum alkohol dengan tidak

berlebihan, yaitu tidak lebih dari satu minuman beralkohol per hari

untuk wanita dan tidak lebih dari dua minuman per hari untuk pria.
Jika Anda mengurangi konsumsi alkohol, penelitian menunjukkan

bahwa ini dapat menurunkan tingkat tekanan darah sistolik sebanyak

3 mm Hg (Samiadi, 2016).

7. Latihan relaksasi atau meditasi.

Relaksasi atau meditasi berguna untuk mengurangi stress atau

ketegangan jiwa. Relaksasi dilaksanakan dengan mengencangkan

dan mengendorkan otot tubuh sambil membayangkan sesuatu yang

damai, indah, dan menyenangkan. Relaksasi dapat pula dilakukan

dengan mendengarkan musik, atau bernyanyi (Crea, 2008).

8. Berusaha membina hidup yang positif.

Dalam kehidupan dunia modern yang penuh dengan persaingan,

tuntutan atau tantangan yang menumpuk menjadi tekanan atau beban

stress (ketegangan) bagi setiap orang. Jika tekanan stress terlampau

besar sehingga melampaui daya tahan individu, akan menimbulkan

sakit kepala, suka marah, tidak bisa tidur, ataupun timbul hipertensi.

Agar terhindar dari efek negative tersebut, orang harus berusaha

membina hidup yang positif (Crea, 2008).

2.3. Konsep Lansia

2.3.1. Pengertian Lansia

Lansia adalah tahap akhir dari siklus hidup manusia, merupakan

bagian dari proses alamiah kehidupan yang tidak dapat dihindarkan

dan akan dialami oleh setiap individu. Pada tahap ini individu

mengalami banyak perubahan, baik secara fisik maupun mental,


khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi kemampuan yang

pernah dimilikinya (Nugroho, 2000). Lansia adalah tahap akhir dari

siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses alamiah

kehidupan yang tidak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap

individu. Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan, baik

secara fisik maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai

fungsi kemampuan yang pernah dimilikinya (Nugroho, 2000).

Menurut Undang-undang No. 13/Th. 1998, BAB 1, pasal 1 ayat 2,

tentang kesejahteraan lanjut usia, berbunyi : Lanjut Usia adalah

seorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas (Nugroho,

2002 : 29).

2.3.2. Batasan-batasan Lansia

Menurut Nugroho (2000) ada beberapa pendapat mengenai batasan

umur. Menurut WHO, lansia meliputi :

1. Usia pertengahan (middle age) : 45 – 59 tahun

2. Lansia (elderly) : antara 60 – 70 tahun

3. Lansia (old) : antara 75 – 90 tahun

4. Usia sangat tua : diatas 90 tahun

2.3.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penuaan.

Menurut Nugroho (2000) ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi

penuaan antara lain :

1. Hereditas

2. Nutrisi

3. Status
4. Pengalaman hidup

5. Lingkungan

6. Stress.

2.4. Konsep Hubungan pengetahuan lansia tentang hipertensi dengan upaya

pencegahan Hipertensi

Menurut Green et al. (1999), salah satu faktor yang berhubungan

perilaku adalah : faktor predisposisi yang mencakup pengetahuan, sikap,

keyakinan, nilai dan persepsi. Selain itu, faktor demografis seperti status

sosial-ekonomi, umur, jenis kelamin dan ukuran keluarga saat ini juga penting

sebagai faktor predisposisi perilaku kesehatan. Perilaku seseorang

atau masyarakat ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan

sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Selain itu,

ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku petugas kesehatan terhadap kesehatan

akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Perubahan perilaku

ditentukan oleh konsep risiko. Penentu respon individu untuk mengubah

perilaku adalah tingkat beratnya risiko atau penyakit. Secara umum, bila

seseorang mengetahui ada risiko terhadap kesehatan maka secara sadar orang

tersebut akan menghindari risiko.

Menurut Lany (2005), Faktor resiko hipertensi, seperti : stres, obesitas,

nutrisi tinggi natrium, serta gaya hidup tidak sehat seperti : merokok,

alkoholisme dapat dihindari sehingga mengurangi resiko terjadinya hipertensi.

agar hal tersebut dapat terlaksana, diperlukan pengetahuan yang cukup pada

lansia. Kurangnya pengetahuan lansia mengenai hipertensi menyebabkan


lansia cenderung mengabaikan dan malas untuk mendatang fasilitas pelayanan

kesehatan untuk memeriksakan tekanan darahnya.

Mencegah dan mengindari hipertensi memerlukan perubahan gaya hidup.

Jika seseorang itu merokok, mereka harus berhenti merokok. Diet atau asupan

makanan sehari-hari juga mungkin akan perlu dimodifikasi untuk mengurangi

kadar kolesterol, sentiasa memeriksa dan menjaga tekanan darah, serta

menjaga gula darah supaya terkawal jika seseorang itu menghidap diabetes.

Makanan yang rendah lemak, rendah garam, dan rendah kolesterol juga

dianjurkan. Seseorang itu juga perlu melakukan olahraga yang lebih untuk

menjaga berat badan agar sentiasa ideal tetapi periksa terlebih dahulu dengan

dokter sebelum memulai program olahraga (Robert, 2009).


2.5. Kerangka Konsep
Klasifikasi
Pengetahuan tentang pengetahuan :
hipertensi (C1) :
 Pengertian hipertensi  Tinggi
 Penyebab hipertensi  Cukup
 Gejala hipertensi  Rendah
Lansia di
 Komplikasi hipertensi  Sangat rendah
Posyandu
Lansia Desa
Sumberejo
Kecamatan Perilaku kesehatan
Pagak menghindari faktor resiko
Kabupaten hipertensi
Malang

Upaya pencegahan hipertensi :


 Mengurangi konsumsi
garam.
Klasifikasi upaya
 Menghindari kegemukan
(obesitas). pencegahan :
 Membatasi konsumsi
 Baik
lemak.
 Cukup
 Olahraga teratur.  Kurang
 Makan banyak buah dan
sayuran segar.
 Tidak merokok dan minum
alkohol.
 Latihan relaksasi atau
meditasi.
 Berusaha membina hidup
yang positif.

Keterangan :

= Diteliti

= Tidak diteliti

= Berhubungan

Bagan 2.1. Kerangka Konsep Hubungan Pengetahuan Lansia tentang Hipertensi


dengan Upaya Pencegahan Hipertensi
2.5.1. Penjelasan Kerangka konsep

Kerangka konsep diatas menggambarkan lansia di Posyandu Lansia Desa

Sumberejo Kecamatan Pagak Kabupaten Malang, dengan pengetahuan tentang

hipertensi yang dikasifikasikan dalam : tinggi, cukup, rendah dan sangat rendah.

Pengetahuan tersebut meliputi pengetahuan tentang : pengertian, penyebab,

gejala, komplikasi, dan upaya pencegahan hipertensi. Pengetahuan dapat merubah

perilaku kesehatan pada lansia dalam menghindari faktor resiko. Dengan

pengetahuan tentang hipertensi yang tinggi, seseorang akan semakin termotivasi

meningkatkan upaya pencegahan hipertensi. Upaya pencegahan hipertensi dibagi

dalam tiga kelompok : upaya pencegahan baik, cukup dan kurang.

2.6. Hipotesis

H1 : Ada hubungan pengetahuan lansia tentang hipertensi dengan upaya

pencegahan hipertensi pada lansia

H0 : Tidak ada hubungan pengetahuan lansia tentang hipertensi dengan upaya

pencegahan hipertensi pada lansia

Anda mungkin juga menyukai