Anda di halaman 1dari 25

TEKNIK PENGOLAHAN IKAN TUNA ( Thunus sp.

) LOIN BEKU
DI PT. TUNA INDONESIA MANDIRI, KALIPURO
KABUPATEN BANYUWANGI, JAWA TIMUR

PROPOSAL
PRAKTEK KERJA LAPANG

Untuk memenuhi persyaratan


Salah satu tugas akhir

OKTANIA DIAZ NDARU


NIM : 201710260311077

JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN-PETERNAKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Oktania Diaz Ndaru


NIM : 201710260311077
Jurusan : Budidaya Perairan
Fakultas : Pertanian - Peternakan
Judul : Teknik Pengolahan Ikan Tuna ( Thunus Sp. ) Loin Beku
di PT. Tuna Indonesia Mandiri, Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi,
Jawa Timur

Proposal PKL diajukan sebagai persyaratan untuk tugas akhir


Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian – Peternakan
Universitas Muhammadiyah Malang

Malang, 24 Juni 2019

Ketua Jurusan Perikanan, Pembimbing,

Ganjar Adhywirawan S., S.Pi, M.P. Anis Zubaidah S.Pi., M.Si.


NIP: 110.014.100.538 NIP: 170827021986

Mengetahui,
Wakil Dekan I

Dr. Ir. Aris Winaya, MM., M.Si


NIP: 196405141990031 002
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan limpahan rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Proposal Praktek Kerja Lapang (PKL)
dengan judul Teknik Pengolahan Ikan Tuna ( Thunus Sp. ) Loin Beku di PT. Tuna
Indonesia Mandiri, Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Proposal
Praktek Kerja Lapang (PKL) ini dapat penulis selesaikan berkat bantuan dan
bimbingan berbagai pihak, maka penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1) Ganjar Adhywirawan S, S.Pi, M.Si selaku Ketua Jurusan Perikanan
yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan kegiatan
Praktek Kerja Lapang.
2) Anis Zubaidah S.Pi, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah
meluangkan waktu, memberikan bimbingan, petunjuk serta arahan
kepada penulis.
3) Ayah dan Ibu tercinta yang tak kenal lelah untuk melimpahkan kasih
sayangnya, memberikan dorongan serta do’a restunya yang selalu
memotivasi penulis.
4) Teman-teman angkatan yang memberi masukan-masukan kepada
penulis, terutama kepada sahabat-sahabat saya yaitu Cintana, Pegi,
Nalia dan Novi.
5) Pihak-pihak yang sudah membantu dalam penyusunan proposal PKL
ini.
Penulis meyakini bahwa segala apa yang kami lakukan tidak luput dari
kesalahan, maka dari itu untuk kritik serta saran yang membangun sangat kami
harapkan agar penulis serat proposal PKL ini menjadi lebih baik.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Malang, 24 Juni 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan merupakan salah satu sumber bahan pangan yang mempunyai nilai
gizi tinggi namun, jenis komoditi yang mudah rusak (perishable food).
Menurut Moeljanto (1992) untuk mempertahankan kesegaran dan mutu ikan
sebaik dan selama mungkin, maka dilakukanlah pengolahan dan pengawetan
ikan yang bertujuan untuk menghambat atau menghentikan kegiatan zat-zat
dan mikroorganisme yang dapat menimbulkan pembusukan (kemunduran
mutu) dan kerusakan. Berbagai cara pengawetan telah banyak dilakukan,
tetapi sebagian diantarannya tidak mampu mempertahankan sifat-sifat alami
produk perikanan. Salah satu cara pengawetan produk perikanan yang tidak
mengubah sifat alaminya adalah dengan pembekuan (Murniyati dan
Sunarman, 2000).
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), bahwa pembekuan ikan berarti
menyiapkan ikan untuk disimpan di dalam suhu yang rendah Pembekuan
berarti mengubah kandungan cairan menjadi es sehingga ikan dapat bertahan
lama dan kualitasnya tetap terjaga. pendapatan Negara dan nelayan sekitar
90% dari nilai produk perikanan yang diekspor adalah produk yang
dibekukan. Jenis produk ikan tuna yang dibekukan diantaranya tuna loin, tuna
saku, tuna cube, sate tuna, tuna asap, katsuobushi, steak tuna, dan lain – lain
(Moeljanto, 1992).
Ikan tuna (Thunnus sp) merupakan salah satu sumber makanan sehat bagi
masyarakat. Sebagai sumber makanan sehat, ikan tuna merupakan salah satu
sumber protein hewani yang mengandung omega-3 dan protein yang cukup tinggi
sebesar 20% yang dibutuhkan oleh tubuh. Ikan tuna banyak terdapat di wilayah
perairan Indonesia.
Ada dua cara yang dapat dilakukan untuk menghasilkan produk tuna beku
yang berkualitas, yaitu loinbeku dengan menggunakan bahan baku loinyang
sudah dibekukan pada freezer dengan suhu -18°C dan loinbeku dengan
menggunakan bahan baku loinsegar yang sama sekali belum mendapatkan
proses pembekuan, dengan memanfaatkan suhu rendah diharapkan dapat
mempertahankan kualitas mutu tuna beku. Untuk mengetahui proses
pembekuan tuna, maka dilakukan praktek kerja lapangdengan mengambil
judul tentang teknik pengolahan ikan tuna (Thunus Sp.) loin beku Di PT. Tuna
Indonesia Mandiri, Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur yang
diwajibkan melaksanakan PMMT (Penerapan Manajemen Mutu Terpadu)
meliputi penerapan GMP (Good Manufacturing Practice) yaitu pedoman
praktis cara memproduksi makanan yang baik dan benar untuk memenuhi
persyaratan produk makanan yang aman dan bermutu, serta SSOP (Sanitation
Standard Operational Procedure) yang merupakan prosedur-prosedur standar
penerapan prinsip pengelolaan lingkungan yang dilakukan melalui kegiatan
sanitasi dan higiene.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat dirumuskan dari latar belakang diatas,
sebagai berikut:
a. Bagaimanateknik pengolahan ikan tuna (Thunus Sp.) loin beku Di PT.
Tuna Indonesia Mandiri, Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur ?
b. Bagaimana sarana dan prasaranapengolahan ikan tuna (Thunus Sp.) loin
beku Di PT. Tuna Indonesia Mandiri, Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi,
Jawa Timur ?
c. Kendala apa sajakah yang sering dihadapi selama kegiatan pengolahan
ikan tuna (Thunus Sp.) loin beku Di PT. Tuna Indonesia Mandiri,
Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari kegiatan Praktek Kerja Lapang yang dilakukan adalah:
a. Untuk mengetahui teknik pengolahan ikan tuna (Thunus Sp.) loin beku Di
PT. Tuna Indonesia Mandiri, Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi, Jawa
Timur ?
b. Untuk mengetahui sarana dan prasarana kegiatan pengolahan ikan tuna
(Thunus Sp.) loin beku Di PT. Tuna Indonesia Mandiri, Kalipuro,
Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur ?
c. Untuk mengetahui Kendala apa sajakah yang sering dihadapi selama
kegiatan pengolahan ikan tuna (Thunus Sp.) loin beku Di PT. Tuna
Indonesia Mandiri, Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur ?
1.4 Manfaat
Kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini dilakukan untuk memperoleh
informasi dasar tentang teknik pengolahan ikan tuna loin beku, dapat
menambah pengalaman, keterampilan dalam bekerja dan menambah wawasan
serta pengetahuan tentang teknik pengolahan ikan tuna.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Tuna
Ikan tuna merupakan ikan ekonomis penting dalam perdagangan perikanan
dunia dan termasuk golongan ikan pelagis. Ikan tuna banyak dimanfaatkan
sebagai ikan kaleng dan sashimi dalam industri perikanan dunia. Spesies ikan ini
memiliki karakteristik yang mirip sehingga dapat disebut dengan golongan tuna
dan spesies mirip tuna (Rimbawan, 2016).
2.1.1. Klasifikasi ikan tuna
Klasifikasi ikan tuna adalah sebagai berikut (Saanin, 1984):
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Teleostei
Subclass : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Suborder : Scombroidei
Famili : Scombridae
Genus : Thunnus
Species : Thunus sp.
2.1.2. Morfologi ikan tuna
Tuna juga dimasukkan dalam satu famili scombroidae, satu golongan ikan
yang berbentuk cerutu.Badanikan tuna berbentuk cerutu, menandakan kecepatan
dalam pergerakannya. Bagian belakang badannya langsing, sedangkan bagian
terlebarnya terletak di tengah-tengah. Penampang lintang badan ikan tuna
umumnya berbentuk bulat panjang atau agak membulat. Semua bagian badannya
ditutupi sisik kecuali pada bagian dada yang mengeras dan seperti perisai. Warna
punggung biru tua kadang-kadang hampir hitam yang cepat sekali berubah bila
ikan mati. Sedangkan bagian perut berwarna keputih-putihan. Tuna terdapat di
perairan mana saja, terutama yang mempunyai kadar garam tinggi (Rimbawan,
2016).
2.1.3. Komposisi gizi ikan tuna
Kajian mengenai komposisi kimia dan nilai gizi pada beberapa ikan tuna
telah banyak dilakukan. Komposisi gizi dan nilai giziberdasarkan kajian Winarno
(2011)dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Komposisi gizi ikan yellowfin tuna per 100 gram daging
Komposisi Satuan Jenis
Yellowfin
Kadar air gr 71
Protein gr 23
Total lemak gr 15
Abu gr 1,3
Energi kkal 168
Kalsium mg 16
Magnesium mg 50
Fosfor mg 191
Potasium mg 444
Sodium mg 37
Seng mg 0,52
Tembaga mg 0,06
Selenium µg 0,02
Sumber: Winarno (2011)

2.2. Penerapan Rantai Dingin


Proses refrigerasi, umumnya terdiri atas tahap pendinginan (chilling) yakni
penurunan suhu mencapai 00C dan tahap pembekuan (freezing) yakni penurunan
suhu dari 00C sampai jauh dibawah 00C. Pada refrigerasi hasil perikanan,
penurunan suhu pada tahap pendinginan dapat mencapai 00C atau -10C. Pada suhu
-10C produk ikan basah belum membeku berhubung deret titik beku daging ikan
terletak antara -1,10C sampai -2,20C. Penurunan suhu pada tahap pembekuan ikan
bergerak dari 00C sampai jauh dibawah 00C (umumnya dibawah -200C) (Ilyas,
1983).
2.2.1. Pendinginan
Pendinginan ikan mencapai suhu sekitar 00C dapat memperpanjang masa
kesegaran (daya simpan, shelf life) ikan sampai 12-18 hari sejak saat ikan
ditangkap dan mati, tergantung pada jenis ikan, cara penanganan dan keadaan
pendinginannya. Proses pendinginan hanya mampu menghambat pertumbuhan
mikroorganisme dan menghambat aktivitas mikroorganisme, bakteri masih tetap
hidup dan melakukan perusakan terhadap ikan, tetapi lebih lambat. Kegiatannya
akan normal jika suhu ikan naik kembali. Kegiatan bakteri dapat dihentikan pada
suhu -120C dan dapat dicapai dengan cara membekukan ikan (Murniyati dan
Sunarman, 2000).
Menurut Ilyas (1983) proses pendinginan dibedakan menurut metoda
berikut:
1) Pengesan (Icing) : ikan setelah ditangkap segera dicuci dengan air bersih,
diselubungi dengan es curai dalam wadah/ ruangan yang berinsulasi.
2) Pembekuan dalam udara dingin (Chilling in cold air) : ikan/produk segera
didinginkan dalam ruangan yang direfrigerasi, misalnya dalam kamar dingin
(chill room) harus diberi es sedikit diatas ikan. Pada produk olahan dingin
tidak diperlukan penambahan es.
2.2.2. Pembekuan
Pembekuan ikan berarti menyiapkan ikan untuk disimpan didalam suhu
rendah (cold storage). Pembekuan ikan harus dilakukan menurut garis-garis
tertentu, sebab jika tidak dilakukan dengan semestinya, pembekuan justru
merusak ikan. Pembekuan mengubah hampir seluruh kandungan air pada ikan
menjadi es. Keadaan beku menghambat aktivitas bakteri dan enzim sehingga
daya awet ikan beku lebih besar dibandingkan dengan ikan yang hanya
didinginkan. Pada suhu -120C, kegiatan bakteri telah dapat dihentikan, tetapi
proses kimia enzimatis masih terus berjalan. Tubuh ikan sebagian besar (60-80%)
terdiri atas cairan yang terdapat didalam sel, jaringan, dan ruangan-ruangan antar
sel. Cairan itu berupa larutan koloid enceryang mengandung berbagai macam
garam (terutama kalium fosfat dasar) dan protein. Sebagian besar dari cairan itu
(± 67%) berupa free water dan selebihnya (± 5%) berupa bound water. Bound
water merupakan air yang terikat kuat secara kimia dengan substansi lain dari
tubuh ikan (Adawyah, 2007).

Perubahan suhu selama pembekuan


Pembekuan membutuhkan pengeluaran panas dari tubuh ikan. Prosesnya
terbagi atas tiga tahapan sebagai berikut:
1) Pada tahapan pertama suhu menurun dengan cepat hingga saat tercapainya
titik beku.
2) Kemudian, pada tahap kedua suhu turun perlahan-lahan karena dua hal:
(1) Penarikan panas dari ikan bukan berakibat pada penurunan suhu,
melainkan berakibat pada pembekuan air didalam tubuh ikan.
(2) Terbentuknya es pada bagian luar dari ikan merupakan penghambat bagi
proses pendingin dari bagian-bagian didalamnya.
3) Pada tahapan ketiga, jika kira-kira ¾ bagian dari kandungan air sudah beku,
penurunan suhu berjalan cepat kembali (Murniyati dan Sunarman, 2000).
Berdasarkan panjang pendeknya waktu thermal arrest, pembekuan dibagi menjadi
dua:
1) Pembekuan cepat (quick freezing), yaitu pembekuan dengan thermal
arresttime tidak lebih dari 2 jam.
2) Pembekuan lambat (slow freezing atau sharp freezing), yaitu bila thermal
arrest time lebih dari 2 jam. Membekukan ikan harus dilakukan dengan
quick freezing.
Pembekuan cepat menghasilkan kristal yang kecil-kecil didalam daging
ikan. Jika dicairkan kembali, kristal-kristal yang mencair diserap kembali oleh
daging dan hanya sejumlah kecil yang lolos keluar sebagai drip.
Sebaliknya, pembekuan lambat menghasilkan kristal yang besar-besar.
Kristal es ini mendesak dan merusak susunan jaringan daging. Pembekuan lambat
mengakibatkan pembentukan es kristal yang besar, yang merusak dinding sel, dan
ini menyebabkan kehilangan cairan ikan dalam jumlah besar pada waktu ikan
beku dilelehkan. Selain itu pembekuan lambat juga menyebabkan pengumpulan
dari garam dan enzim di dalam sel daging dalam bentuk larutan, sehingga enzim
menjadi lebih aktif dan membuat perubahan tekstur dan rasa yang tidak
dikehendaki. Makin kecil ukuran kristal es yang terbentuk hanya menyebabkan
sedikit kerusakan pada dinding sel, dan hanya sedikit cairan ikan yang hilang
waktu dilelehkan (Adawyah, 2007).
2.2.3. Metode pembekuan
Air blast freezing
Freezer ini memanfaatkan udara dingin sebagai refrigerant. Alat ini terdiri
dari beberapa tipe, yaitu tipe ruangan, terowongan, dan tipe ban berjalan.
Prinsipnya adalah sebuah lorong dengan udara dingin yang disirkulasikan ke
sekitar produk yang akan dibekukan dengan bantuan dari kipas angin. Kelebihan
dari alat ini adalah kecepatan pembekuan dapat diatur, tergantung kecepatan
sirkulasi udara dingin, makin tinggi kecepatannya makin cepat beku, bersifat
sangat fleksibel, dapat dipergunakan untuk membekukan segala ukuran dan jenis
produk, secara bersamaan. Kelemahannya yaitu terjadinya proses pengeringan
pada produk (dehidrasi), khususnya produk yang tidak dikemas (Junianto, 2003).

2.3. Persyaratan mutu


2.3.1. Persyaratan mutu bahan baku
Bahan baku loin tuna berasal dari perairan yang tidak tercemar, bahan baku
harus bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan, bebas dari
tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat-sifat alamiah yang
menurunkan mutu serta tidak membahayakan kesehatan.
Secara sensori bahan baku mempunyai karakteristik kesegaran seperti
berikut:
- Kenampakan : Mata cerah, cemerlang
- Bau : Segar
- Tekstur : Elastis, padat dan kompak
Bahan baku yang terpaksa menunggu proses lebih lanjut, maka bahan
baku yang beku disimpan dalam ruang penyimpanan (cold storage) dengan suhu
maksimal -200C (BSN, 2006b).
2.3.2. Persyaratan mutu tuna loin beku
Adapun persyaratan mutu loin tuna menurut SNI 01-4104.1-2006 (BSN
2006a) dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Persyaratan mutu loin tuna beku
Jenis uji Satuan Persyaratan
a. Sensori Angka (1-9) Minimal 7
b.Cemaran mikroba
*
ALT Koloni/g maksimal 5,0 x 105
Escherichia coli APM/g >2
Salmonella APM/g Negatif
Vibrio choleraea APM/g Negatif
c. Cemaran kimia
Kadmium (Cd) mg/kg Maksimal 0,5
Raksa (Hg) mg/kg Maksimal 1
Timbal (Pb) mg/kg Maksimal 0,4
Histamin mg/g Maksimal 100
d. Uji kimia
Histamin mg/kg Maksimal 50
e. Fisika
0
Suhu pusat C maksimal -18
f. Parasit Ekor 0
Catatan * Bila diperlukan
Sumber : BSN 2006a
2.3.3. Persyaratan bahan pembantu
Air
Air merupakan komoditi yang sangat esensial dalam persiapan dan
pengolahan pangan. Baik air yang akan langsung menjadi bagian produk cair,
maupun yang digunakan untuk membersihkan peralatan atau wadah pangan, baik
sebelum maupun sesudah persiapan dan pengolahan (Winarno dan Surono, 2004).
Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses
pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung
diminum.Sedangkan air yang memenuhi persyaratan kualitas air minum menurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 907 /Menkes/SK/VII/2002, secara garis
besar dapat digolongkan dengan empat syarat :
1) Syarat Fisik
Air minum yang dikonsumsi sebaiknya tidak berasa, tidak berbau, tidak
berwarna (maksimal 15 TCU (True Color Unit)), tidak keruh (maksimal 5 NTU
(Nephelometric Turbidity Unit)), dan suhu udara maksimal ± 30C dari udara
sekitar.
2) Syarat Kimia
Air minum yang akan dikonsumsi tidak mengandung zat-zat organik dan
anorganik melebihi standar yang ditetapkan, pH pada batas maksimum dan
minimum (6,5 – 8,5) dan tidak mengandung zat kimia beracun sehingga
menimbulkan gangguan kesehatan.
3) Syarat Bakteriologis
Air minum yang aman harus terhindar dari kemungkinan kontaminasi
Escherichia coli atau koliform tinja dengan standar 0 dalam 100 ml air
minum.Keberadaan E.coli dalam air minum merupakan indikasi telah terjadinya
kontaminasi tinja manusia.
4) Syarat Radioaktif
Air minum yang akan dikonsumsi hendaknya terhindar dari kemungkinan
terkontaminasi radiasi radioaktif melebihi batas maksimal yang diperkenankan
(Darwanto dan Murniati, 2003).
Es
Menurut SNI 01-4872.1-2006, bahan baku yang digunakan untuk membuat
es adalah air yang berasal dari Perusahaan Air Minum, air tanah, perairan umum
yang tidak tercemar dan telah mengalami perlakuan sehingga memenuhi
persyaratan air minum. Bahan baku es untuk penanganan ikan memenuhi syarat
mutu air minum (BSN, 2006b).

2.4. Proses Pengolahan Tuna Loin


Menurut SNI tuna loin beku SNI 01-4104.2-2006 tuna loin beku adalah
produk olahan hasil perikanan dengan bahan baku tuna beku yang mengalami
perlakuan sebagai berikut : penerimaan, penyiangan atau tanpa penyiangan,
pembuatan loin, pengulitan dan perapihan, pembekuan, penimbangan,
pengepakan, pengemasan, pelabelan dan pemberian kode dan penyimpanan beku
(BSN, 2006b).
2.4.1. Penerimaan bahan baku
Tujuan dari penerimaan bahan baku ini sendiri adalah untuk mendapatkan
bahan baku yang bebas dari kontaminasi bakteri patogen dan memenuhi
persyaratan mutu, ukuran dan jenis. Bahan baku yang diterima di unit pengolahan
diuji secara organoleptik dan uji histamin, untuk mengetahui mutunya.
Penanganan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter dengan suhu pusat produk
maksimal -180C (FDA, 2011).
2.4.2. Penyiangan
Apabila ikan yang diterima masih dalam keadaan utuh, ikan disiangi dengan
cara membuang kepala dan isi perut. Penyiangan dilakukan secara cepat, cermat
dan saniter sehingga tidak menyebabkan pencemaran pada tahap berikutnya
dengan suhu pusat maksimal -180C (Adaywah, 2007).
2.4.3. Pencucian
Ikan dicuci dengan hati-hati menggunakan air bersih dingin yang mengalir
secara cepat, cermat dan saniter untuk mempertahankan suhu pusat produk.
Tujuan dari pencucian adalah untuk menghilangkan sisa kotoran dan darah yang
menempel di tubuh ikan dan bebas dari kontaminasi bakteri patogen (Hadiwiyoto,
2003).
2.4.4. Pembuatan loin
Pembuatan loin dilakukan dengan cara membelah ikan menjadi empat bagian
secara membujur. Proses pembuatan loin dilakukan secara cepat, cermat dan
saniter dan tetap mempertahankan suhu pusat maksimal -180C (Junianto, 2003).
2.4.5. Pengulitan dan perapihan
Tulang, daging hitam, dan kulit yang ada pada loin dibuang hingga bersih.
Pembuangan kulit dan perapihan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter.
Pengulitan dan perapihan bertujuan untuk mendapatkan loin yang rapi bebas dari
tulang, daging hitam dan kulit serta terhindar dari kontaminasi bakteri patogen
(Hadiwiyoto, 2003).
2.4.6. Sortasi mutu
Sortasi dilakukan dengan memeriksa loin apakah masih terdapat tulang,
daging merah dan kulit secara manual, mengamati warna dan kekenyalan daging
sesuai dengan spesifikasi (FDA, 2011).
2.4.7. Pembungkusan (wrapping)
Loin yang sudah rapi selanjutnya dikemas dalam plastik secara individual
vacum dan tidak vacum secara cepat (Moeljanto, 1992).
2.4.8. Pembekuan
Loin yang sudah dibungkus kemudian dibekukan dengan alat pembeku
seperti ABF, CPF, brain hingga suhu pusat ikan mencapai maksimal -180C dalam
waktu maksimal 4 jam (Moeljanto, 1992).
2.4.9. Penimbangan
Loin ditimbang satu per satu dengan menggunakan timbangan yang sudah
dikalibrasi (FDA, 2011).
2.4.10. Pengepakan
Loin yang telah dilepaskan dari pan pembeku, kemudian dikemas dengan
menggunakan plastik dan dimasukkan dalam master karton (Moeljanto, 1992).
2.4.11. Pengemasan
Bahan kemasan untuk tuna loin beku bersih, tidak mencemari produk yang
dikemas, terbuat dari bahan yang baik dan memenuhi persyaratan bagi produk ikan
beku. Pengemasan dilakukan dalam kondisi yang dapat mencegah terjadinya
kontaminasi dari luar tehadap produk akhir (FDA, 2011).
2.4.12. Pelabelan dan pemberian kode
Setiap kemasan produk tuna loin beku yang akan diperdagangkan agar diberi
tanda dengan benar dan mudah dibaca, menurut Moeljanto (1992) mencantumkan
bahasa yang dipersyaratkan dengan disertai keterangan sebagai berikut :
1) Jenis produk
2) Berat bersih produk
3) Nama dan alamat lengkap unit pengolahan secara lengkap
4) Bila ada tambahan lain diberi keterangan bahan tersebut
5) Tanggal, bulan dan tahun produksi
6) Tanggal, bulan dan tahun kadaluarsa,
2.4.13. Penyimpanan
Penyimpanan tuna loin beku dalam gudang beku (cold storage) dengan suhu
maksimal -250C dengan fluktuasi suhu ± 20C, penataan produk dalam gudang beku
diatur sedemikian rupa sehingga memungkikan sirkulasi udara dapat merata dan
memudahkan pembongkaran (BSN, 2006b).

2.5. Kriteria Grade Mutu Tuna Segar


Penentuan grade mutu di pasaran ditentukan oleh beberapa hal, termasuk
ukuran ikan, bentuk tubuh ikan, kekerasan tekstur, warna, kecerahan, dan
kandungan lemak daging tuna. Atribut mutu dan pengaruhnya terhadap mutu tuna
disajikan dalam tabel 3.
Tabel 3. Atribut mutu dan pengaruhnya terhadap mutu tuna
Atribut Mutu Grading
Ikan yang berukuran besar biasanya akan mendapatkan harga
Ukuran
yang lebih mahal.
Kandungan lemak pada tuna tergantung pada perilaku makan
Kandungan
tuna yang terakhir, keturunan dan suhu.
Bentuk tubuh yang membulat sempurna biasanya menghasilkan
daging yang lebih baik dan mendapatkan harga yang lebih tinggi.
Bentuk tubuh
Bentuk tubuh yang rapih memanjang biasanya mempunyai harga
yang lebih rendah
Warna, kecerahan Idealnya, warna daging di bagian merah kuat. Untuk grade
dan tekstur daging paling tinggi, adamya lemak pada bagian perut dapat diterima.

Daging tuna diamati dengan cara membuat sayatan melintang di bagian


pangkal ekor atau dengan menusukkan alat yang disebut checker. Pengambilan
sampel dilakukan pada kedua sisi ikan (bagian belakang sirip atau ekor kanan dan
kiri) dengan cara menusukkan checker ke tubuh ikan, sehingga didapatkan
potongan daging ikan tuna, bagian kulit tuna juga akan diamati untuk memeriksa
apakah terdapat luka atau rusak akibat benturan dan bagian kepala untuk melihat
kondisi mutu tuna juga melihat pada ketebalan bagian perut untuk
mengestimasikan kandungan lemaknya (Widiastuti, 2008).
Grade dan kriteria mutu tuna segar (yellowfin dan Bigeye)dapat dilihat pada
tabel 4.
Tabel 4. Grade dan kriteria mutu tuna segar
Atribut Mutu Grading
Yellowfin tuna : daging berwarna merah cerah seperti
merah darah segar atau merah seperti buah semangka,
Mutu A tekstur keras, tidak terdapat pelangi atau yake.
Bigeye tuna : daging merah tua, tekstur lembut, tidak
terdapat pelangi ataupun yake.
Yellowfin tuna : daging berwarna merah agak cerah, tidak
terdapat pelangi ataupun yake. Lemak terlihat
dilapisan daging sebelah luar.
Mutu B
Bigeye tuna : daging agak merah tua (translusen) banyak
lemak yang masuk ke lapisan daging sebelah dalam.

Yellowfin tuna : dagung berwarna agak berwarna merah


cerah tapi sudah tidak mengkilat, warna sedikit kusam
kecoklatan, lemak tidak terlihat lagi dilapisan daging
sebelah luar.
Mutu C
Bigeye tuna : daging agak merah tua (translusen), daging
kurang mengkilat, warna agak memudar, lemak masih
ada sedikit masuk ke lapisan daging sebelah dalam.
Warna daging sedikit kecoklatan
Yellowfin tuna : daging berwarna kusam, tidak mengkilat
sama sekali, warna nyata kusam kecoklatan, lemak
tidak terlihat lagi dilapisan daging sebelah luar.
Bigeye tuna : daging berwarna kusam tidak mengkilat,
Mutu D warna memudar kecoklatan, lemak masih tidak terlihat lagi
dilapisan daging luar.
Atribut Mutu Grading
Yellowfin tuna : daging berwarna kusam, tidak mengkilat
sama sekali, warna nyata kusam kecoklatan, lemak
Mutu E tidak terlihat lagi dilapisan daging sebelah luar.
Bigeye tuna : daging berwana kusam tidak mengkilat,
warna kecoklatan
Sumber : Widiastuti, 2007
BAB III
MATERI DAN METODE
3.1 Waktu Pelaksanaan
Praktek Kerja Lapang ini akan dilaksanakan pada tanggal 15 Juli 2019
sampai dengan tanggal 14 Agustus 2019 di PT. Tuna Mandiri, Kalipuro
Banyuwangi, Jawa Timur.

3.2 Materi dan Alat


3.2.1 Materi
1. Ikan Tunaloin beku
2. Ikan Tuna loin segar
3.2.2 Alat
1. Jas Kerja
2. Masker
3. Sarung Tangan
4. Sepatu Boot
5. Thermometer Digital
6. Plastik
7. Alat Tulis
8. Kamera

3.3 Metode penelitian


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah: metode eksperimen,
yaitu data dikumpulkan melalui percobaan dan pengamatan langsung terhadap
objek yang diamati.

3.4 Pelaksanaan Penelitian


3.4.1 Tahapan Persiapan
Persiapan yang dilaukan yaitu ada tiga tahapan yaitu:
a. Persiapan Bahan Baku
Bahan baku yang datang ke perusahaan dilakukan pengecekan oleh
petugas pengecekan (cheker). Pengecekan dilakukan untuk mengetahui mutu
bahan baku yaitu dengan cara menusukkan alat cheker (yang panjang berlubang
dan ujungnya berbentuk runcing) pada pangkal ekor atau dibawah sirip punggung,
kemudian di putar dan ditarik keatas, daging ikan yang ada pada lubang alat
cheker diambil kemudian di cek kesegarannya secara penglihatan (visual) yang
bertujuan untuk mengetahui kesegaran bahan baku. Ciri-ciri daging yang diterima
oleh pihak perusahaan dengan kenampakkan daging merah, tidak lembek dan
tidak berbau busuk. Lalu ikan dimasukkan satu-persatu kedalam ruang
penerimaan untuk dilakukan penyemprotan dengan air khlorin 20 ppm sehingga
bahan baku yang hendak diproses benar-benar bersih.
b. Persiapan Pekerja
Persiapan yang dilakukan sebelum melaksanakan penelitian yaitu harus
memakai pakaian kerja lengkap (baju proses, masker, penutup kepala dan sepatu
boot) untuk apron dan sarung tangan digunakan didalam ruang proses, seluruh
perlengkapan kerja harus sudah dalam keadaan bersih sebelum masuk ke ruang
proses dan dilarang memakai perhiasan tangan (cincin, gelang, arloji, dan lain-
lain).
c. Persiapan Proses
Agar penerapan GMP dan SSOP dapat berjalan dengan baik maka dalam
pengolahan tuna steak beku manajemen atau prosedur proses harus dilaksanakan
dengan baik Oleh karena itu dalam penyusunan GMP semua tahapan dalam
proses produksi harus diuraikan secara rinci mengenai hal-hal sebagai berikut :
a. Fungsi dari suatu tahapan yang ingin dicapai pada tahapan tersebut.
b. Perlakuan/kondisi yang dipersyaratkan, yang pada umunya terkait dengan
waktu dan suhu, pemakaian clorin atau bahan untuk mencapai tahapan atau target
yang telah ditetapkan.
Sedangkan dalam penerapan SSOP yang merupakan program sanitasi
wajib suatu industri untuk meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan dan
menjamin sistem keamanan produksi pangan harus dengan menerapkan 8 kunci
SSOP dengan baik, 8 kunci SSOP yang dimaksud yaitu:
1. Pasok Air dan Es
2. Peralatan dan Pakaian Kerja
3. Pencegahan Kontaminasi Silang
4. Toilet dan Tempat Cuci Tangan
5. Bahan Kimia, Pembersih dan Sanitiser
6. Syarat Label Penyimpanan
7. Kesehatan Karyawan
8. Pengendalian Pest
3.4.2 Tahapan Pengolahan
Tahapan pelaksanaan kegiatan dalam penelitian ini meliputi:
1. Penerimaan bahan baku fresh
Bahan baku yang diterima perusahaan adalah ikan tuna segar tanpa insang,
sirip punggung, sirip anus dan tanpa isi perut. Suhu bahan baku yang diterima
yaitu antara 0˚ C – 1,8˚ C.
2. Pencucian
Ikan yang baru datang dibongkar dan dilakukan pencucian dengan
menggunakan air PDAM bersuhu < 18˚ C dengan menggunakan tekanan tinggi.
3. Pendinginan dengan air es
Ikan didiamkan selama 2-3 menit didalam bak pencucian dengan suhu air
0-4ºC dan larutan sodium hypochloride (NaClO) 30 ppm untuk menghilangkan
kontaminasi mikroba.
4. Potong kepala
Pemotongan kepala dilakukan dengan menggunakan pisau tajam
stainlesssteel. Pemotongan dilakukan secara hati-hati dan mengikuti garis
“Operculum”
(tutup insang).
5. Pembentukan Loin
Ikan tuna tanpa kepala dibagi menjadi 4 bagian (4 loin) daging
diirissepanjang garis dorsal hingga mencapai tulang belakang.
6. Pemisahan warna dan size
Pada tahapan ini dilakukan pemisahan warna dan size dengan tujuan
untukmemisahkan agar tidak tercampur, size terdiri dari size 3 – 5 yaitu dengan
beratantara 3 sampai dengan 5 Lbs, 5 – 8 dengan berat antara 5 sampai 8 Lbs, 8 –
12dengan berat 8 sampai dengan 12 Lbs, dan 12 up yaitu 12 Lbs keatas. Setiap 1
Lbsyaitu sama dengan 0,454 kg. Sedangkan pemisahan warna dilakukan
untukmemisahkan daging ikan yang berwarna hitam dan merah, karena akan
diolahmenjadi produk yang berbeda.
7. Perapihan, Pembuangan Kulit dan Daging Hitam
Perapihan ini bertujuan untuk memperbaiki kenampakan loin yaitu
denganmembuang daging hitam, sisa kulit dan tulang yang masih tertinggal
denganmenggunakan pisau tajam (stainless steel).
8. Pengemasan Sementara
Pengemasan dengan plastik PE polyetylen dilakukan agar daging loin tidak
rusak dan tidak mudah terkontaminasi pada saat dibekukan / di simpan di
chillingroom.
9. Pembekuan pada freezer untuk loin beku dan penyimpanan pada chilling room
untuk loin segarUntuk mendapatkan loin beku dilakukan pembekuan
menggunakan Air Blast Freezer selama 24 jam dengan suhu pembekuan -180C.
sedangkan untukmendapatkan loin segar dilakukan penyimpanan pada chilling
room dengan suhu1 sampai 4°C
10. Pembenzoan / Pembentukan Steak
Setelah loin dibekukan dan disimpan pada chilling room
selanjutnyadilakukan proses pembentukan steak dari loin beku dengan
menggunakan mesinbenzo dan loin segar dengan menggunakan pisau.
11. Perapihan II
Steak kemudian dilakukan proses perapihan II untuk merapikan bentuk steak
dengan menggunakan pisau tajam stainless steel. Bagian yang dirapihkan yaitu
bagian pinggir steak dibuat tidak siku-siku.
12. Penimbangan
Selanjutnya steak yang sudah dirapihkan ditimbang beratnya
untukmenentukan size steak yaitu size 6, dengan berat antara 5 oz – 7 oz, size 8
antara7,1 oz – 9 oz, size 10 antara 9,1 oz – 11 oz, dan size 12 antara 11,1 oz – 13
oz, 1oz sama dengan 28 gram.
13. Pengemasan
Setelah ditentukan sizenya maka steak dikemas dengan kemasan
yangterbuat dari bahan polyetylen yang tidak mencemari produk dan dapat di
vakumsesuai dengan size steak.
14. Pemvakuman
Setelah dikemas sesuai dengan sizenya maka selanjutnya steak
dilakukanproses pemvakuman yang bertujuan untuk meminimalkan udara yang
ada didalamproduk sehingga dapat menghindari terjadinya oksidasi pada produk,
lalu secaraotomatis mensealer kemasan produk.
15. Pengepakan dan Pelabelan
Steak dikemas dalam master karton yang dilapisi plastik polyethylen.
Padakemasan bagian luar terdapat informasi produk mengenai nama produsen,
namaproduk, logo produsen, tempat produksi, berat bersih, jenis produk, size
steak dankandungan gizi.
16. Penyimpanan dalam Cold Storage
Kemasan master carton harus disimpan dalam ruang penyimpanan
(coldstorage) dengan suhu -27 sampai -300C yang selalu dilakukan pengecekan
suhuoleh QC atau teknisi setiap 3 jam sekali.

3.5 Jadwal Pelaksanaan


Adapun jadwal kegiatan yang akan dilakukan di PT. Tuna Mandiri
Banyuwangi dapat dilihat pada tabel 5 berikut :
Tabel 5 Jadwal Kegiatan

No Kegiatan Mingguan
1 2 3 4
1. Persiapan Penangkapan Ikan Tuna X
Persiapan Bahan Baku X
Penerimaan Bahan Baku Fresh X
Pencucian X
Pendinginan X
2. Pembentukan Loin X
Perapihan X
Pengemasan Sementara X
Pembekuan X X
Pembentukan Steak X
Perapihan II X
No Kegiatan Mingguan
1 2 3 4
3. Penimbangan X
Pengemasan X X
Pemvakuman X
Pelabelan X
Penyimpanan dalam Cold Storage X X
4. Pengumpulan data hasil PKL X
Penyusunan laporan PKL X
DAFTAR PUSTAKA

Adaywah R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara.Jakarta.


Badan Standar Nasional. 2006. SNI 01-2729.1-2006. Ikan segar – Bagian 1 :
Spesifikasi. Badan Standardisasi Nasional
Badan Standar Nasional. 2006. SNI 01-4485.3-2006. Tuna Steak Beku – Bagian 3
: Penanganan dan pengolahan. Badan Standardisasi Nasional.
Darwanto dan A.S. Murniyati. 2003. Program Manajemen Mutu Terpadu
(PMMT). Departemen Kelautan dan Perikanan.
Departemen Perindustrian. 2006. PP RI no.15-1991. Standar Nasional Indonesia
(SNI). Departemen Perindustrian. Jakarta
Food and Drug Administration (FDA). 2011. Food Safety. USA
Hadiwiyoto, S. 2003. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan.
Kanisius.Yogyakarta.
Ilyas S. 1983. Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan Jilid I Teknik Pendinginan
Ikan. CV. Paripurna. Jakarta.
Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 907 /Menkes/SK/VII.2002.Pedoman Cara
Produksi YangBaik Untuk Makanan.
Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya.
Jakarata.
Murniyati dan Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan.
Kanisius. Yogyakarta. Halaman 220. ISBN 976-672-1.
Rimbawan B. 2016. Buku Pintar Budidaya 32 Ikan Laut Ekonomis. Lily
Publisher. Yogyakarta. Hal 323-324.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bina Cipta. Jakarta.
Widiastuti. 2008. Analisis Mutu Ikan Tuna Selama Proses Tangkap pada
Perbedaan Preparasi Dan Waktu Peenyimpanan. Jurnal IPB. Bogor
Winarno, F. G. 2011. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka. Jakarta.
Winarno, F. dan Surono. 2004. GMP, Cara Pengolahan Pangan yang Baik. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai