Masalah Kesehatan
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.Indonesia merupakan negara yang termasuk
sebagai 5 besar dari 22 negara di dunia dengan beban TB. Kontribusi TB di Indonesia
sebesar 5,8%. Saat ini timbul kedaruratan baru dalam penanggulangan TB, yaitu TB
Batuk disertai dahak, dapat bercampur darah atau batuk darah. Keluhan dapat disertai
sesak napas, nyeri dada atau pleuritic chest pain (bila disertai peradangan pleura),
badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat
malam tanpa kegiatan fisik, dan demam meriang lebih dari 1 bulan.
Pemeriksaan Fisik
o Demam (pada umumnya subfebris, walaupun bisa juga tinggi sekali), respirasi
napas melemah di apex paru, tergantung luas lesi dan kondisi pasien.
1
Pemeriksaan Penunjang
Untuk TB non paru, specimen dapat diambil dari bilas lambung, cairan
Pembacaan hasil uji tuberkulin yang dilakukan dengan cara Mantoux (intrakutan)
dengan batas yang tidak jelas atau bila dengan batas jelas membentuk
berupa cincin berdinding tipis), pleuritis (penebalan pleura), efusi pleura (sudut
kostrofrenikus tumpul).
2
Penegakan Diagnosis (Assessment)
o Diagnosis pasti TB
Kriteria Diagnosis
Standar Diagnosis
spesimen pagi.
3. Semua pasien dengan gambaran foto toraks tersangka TB, harus diperiksa
mikrobiologi dahak.
kriteria berikut:
3
Kurangnya respon terhadap terapi antibiotik spektrum luas (periksa
jam).
Pasien TB anak dapat ditemukan melalui dua pendekatan utama, yaitu investigasi
terhadap anak yang kontak erat dengan pasien TB dewasa aktif dan menular, serta
anak yang datang ke pelayanan kesehatan dengan gejala dan anda klinis yang
mengarah ke TB. Gejala klinis TB pada anak tidak khas, karena gejala serupa juga
1. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh
(failure to thrive).
BB turun selama 2-3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas, ATAU
4
BB tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikanupaya perbaikan gizi yang
baikATAU
3. Demam lama (≥2 minggu) dan atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan
demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain lain).Demam yang
5. Batuk lama atau persisten ≥3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah
reda atau intensitas semakin lama semakin parah) dan penyebab batuk lain telah
disingkirkan;
6. Keringat malam dapat terjadi, namun keringat malam saja apabila tidak disertai
pada anak.
diagnosis.
Parameter 0 1 2 3 Jmlh
Kontak TB Tidak jelas Laporan BTA (+) Kontak TB
keluarga,
5
BTA (-) atau
BTA tidak
jelas/tidak
tahu
Uji Tuberkulin (-) (+) (≥10mm, atau
keadaan
imunokompromais
)
Berat badan/ BB/TB < Klinis gizi
<70%
atau BB/U
< 60%
Demam yang > 2 minggu
tidak
diketahui
penyebabnya
Batuk kronik ≥3 minggu
Pembesaran >1 cm,
6
/sendi kakan
panggul,
lutut, falang
Foto toraks Normal Gambaran
kelainan sugestif TB
tidak jelas
Total skor
Anak dinyatakan probable TB jika skoring mencapai nilai 6 atau lebih. Namun demikian,
jika anak yang kontak dengan pasien BTA positif dan uji tuberkulinnya positif namun
tidak didapatkan gejala, maka anak cukup diberikan profilaksis INH terutama anak
balita.
Catatan:
Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi selama 1 bulan.
Demam (> 2 minggu) dan batuk (> 3 minggu) yang tidak membaik setelah
Semua bayi dengan reaksi cepat (< 2 minggu) saat imunisasi BCG harus
Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang meragukan,
maka pasien tersebut dirujuk ke rumah sakit untuk evaluasi lebih lanjut.
Komplikasi
7
Komplikasi paru: atelektasis, hemoptisis, fibrosis, bronkiektasis, pneumotoraks,
gagal napas.
Kor Pulmonal
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan
Prinsip-prinsip terapi
selesai.
2. Semua pasien (termasuk pasien dengan infeksi HIV) yang tidak pernah diterapi
sebelumnya harus mendapat terapi Obat Anti TB (OAT) lini pertama sesuai ISTC
(Bagan 2).
8
Fase Awal selama 2 bulan, terdiri dari : Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid,
dan Etambutol.
dan RIF), 3 tablet (INH, RIF dan PZA) dan 4 tablet (INH, RIF, PZA, EMB).
pengobatan dengan:
mg/dosis
EMB 15 (15-20) max 1600 mg/hr 30 (25-35) max 2400
mg/dosis
Note:Tahap lanjutan di beberapa literatur dianjurkan untuk setiap hari
9
Bagan 3. Alur tatalaksana pasien TB anak pada sarana pelayanan kesehatan
dasar
10
Keterangan:
Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg harus dirujuk ke rumah sakit
OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau digerus sesaat
sebelum diminum.
Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB, maka harus dicari sumber
penularan yang menyebabkan anak tersebut tertular TB. Sumber penularan adalah
orang dewasa yang menderita TB aktif dan kontak erat dengan anak tersebut.
Pelacakan sumber infeksi dilakukan dengan cara pemeriksaan radiologis dan BTA
11
Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga mengenai seluk beluk
Kriteria Rujukan
Prognosis
Vitam: Bonam
Fungsionam: Bonam
Sanationam: Bonam
apusan dahak ulang (follow up), hasilnya negatif pada AP dan pada satu pemeriksaan
sebelumnya.
12
Pengobatan lengkap: pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap
tetapi tidak ada hasil pemeriksaan apusan dahak ulang pada AP dan pada satu
pemeriksaan sebelumnya.
Meninggal: pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun.
Putus berobat (default): pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih
Gagal: Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
Pindah (transfer out): pasien yang dipindah ke unit pencatatan dan pelaporan (register)
Sarana Prasarana
2. Mantoux test.
4. Radiologi.
Referensi
1. Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL.
13
3. Tuberculosis Coalition for Technical Assistance. International Standards for
4. Zulkifli A, Asril B. Tuberkulosis paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5.
Rekam Medik
14
REFERENSI LAIN
PENATALAKSANAAN TUBERKULOSIS
berikut:
1. Aktivitas Bakterisidal
Adalah obat yang mempunyai kemampuan untuk membunuh tuberkulosis secara cepat
15
b. Intraseluler : Rifampisin, Isoniazid (H)
2. Aktivitas sterilisasi
Adalah obat yang mempunyai kemampuan untuk membunuh populasi khusus kuman
tuberkulosis (slowly / intermittent) semidormant bacilli dan the persisters (basil semi-
dormant)
3. Aktivitas bakteriostatik
Adalah obat yang mencegah acquired resistance dari kuman tuberkulosis dengan jalan
a. Ekstraseluler : Etambutol (E), para amino salisik asid (PAS) dan sikloserine
(Hood, 2010)
Atas dasar sifat metabolism basil, terdapat empat jenis populasi basil tuberkulosis yaitu:
1. populasi A
16
Merupakan populasi basil tuberkulosis yang berada di luar sel dan menunjukkan
pertumbuhan yang aktif. Populasi basil ini dapat dimusnahkan dengan isoiniazid,
2. Polpulasi B
Populais basil tuberkulosis yang berada di luar sel dan sebagian besar hidupnya dalam
keadaan dormant yang sewaktu-waktu populasi ini dapat tumbuh aktif dalam waktu
pendek, lebih kurang 1 jam. Selama masa pertumbuhan, basil dalam populasi ini dapat
3. Populasi C
Populasi ini sebagian besar berada di dalam sel dan dalam lingkungan pH asam,
Pertumbuhan basil ini dapat lambat atau lambat sekali, populasi basil ini dapat
dimusnahkan dengan OAT yang dapat masuk sel dan bekerja pada lingkungan asam
lingkungan ini. Basil pada populasi ini tergolong basil yang semi-dormant (the presister).
Pirazinamid efektif untuk basil semi-dormant yang membelah sangat lambat dan tidak
teratur, di intrasel
4. Populasi D
Dimasukkan ke dalam kelompok ini ialah basil tuberkulosis yang hidup di dalam sel dan
berada dalam keadaan fully dormant. Populasi basil tuberculosis ini tidak dapat
17
(Hood, 2010)
Adapun rekomendasi regimen terapi tuberkulosis, merujuk WHO tahun 1991 dapat
TB ekstrapulmoner berat
Kambuh 1 RHZE
Gagal terapi
Putus obat
18
IV Kasus kronis, MDR, XDR Second line drug
Keterangan:
*Etambutol dapat dihilangkan pada fase inisial pada penderita nonkavitas, TB paru BTA
-/negatif, dengan HIV -/negative, penderita dengan basil suspeptibel obat, anak muda
Daftar istilah
Kasus baru :
Kasus kambuh :
Pasien yang pernah dinyatakan sembuh dari TB, tetapi kemudian timbul lagi TB aktifnya
Kasus gagal :
(Smear positive failure), pasien yang sputum BTAnya tetap + setelah mendapat obat
anti TB >5bln, atau pasien yang menghentikan pengobatannya setelah mendapat obat
Kasus kronik :
Pasien yang sputum BTAnya tetap + setelah mendapat pengobatan ulang (retreatment)
19
BTA +/positif :
pemeriksaan, atau
BTA -?negatif :
TDR-Tb : kebal terhadap isoniazid rifampisin, seluruh OAT line 1 dan line 2
20
mg/KgBB mg/KgBB
Tabael.3 regiman dosis OAT berdasarkan pengelompokan berat badan dengan sediaan
21
Streptomycin Sesuai BB 1000 atau (2x500) 1000
kortikosteroid, sehingga
warfarin, meningkatkan
biguanid, efisiensi
(drug
interaction).
-Obat harus
ditingkatkan 2x
untuk
22
memperoleh
(Hood, 2010)
Isoniazid Disulfiram, - -
Phenytoin
(sinergistik),
karbamazepin,
ethosuksimid
(Dosis obat
harus
diturunkan)
diberikan pada
penderita gout
sebab: metabolit
primer akan
menghambat
sekresi tubuler
ginjal,
meningkatkan
23
dapat terjadi
serangan akut
gout
pada anak
karena toksis
mata:
Double vision,
penurunan
ketajaman, dan
perubahan
warna/buta
warna.
Streptomycin - - Neuromuskular
blocking agent à
prolonged
paralysis.
Sering
menimbulkan
intoksikasi pada
24
Bila sangat
diperlukan
dipakai dosis
kecil.
Kontraindikasi
pada kehamilan,
kelainan N.VIII,
miastenia gravis.
Daftar obat-obat anti tuberkulosis yang mempunyai sifat bakterisidal, sesuai dengan
dosis pemakaian, aktivitas obat, dan efek samping yang mungkin terjadi.
3x/mggu saamping
mg/kgBB/ha
ri mg/kgBB/ha
ri
nausea, r
(450- (450-
vomiting flu
600mg) 600mg)
25
like Intraseluler
syndrome
perifer, r
hepatotoksik Intraseluler
a, suasana
(1,5-2g) (1,5-3g)
hepatotoksik asam
(intraseluler)
n terhadap ,
(0,75-1g) (0,75-1g)
N.vestibuler
Aktif pada
(N.VIII)
pH netral
atau basa
(Hood, 2010)
Daftar obat-obat anti tuberkulosis yang mempunyai sifat bakteriostatik, sesuai dengan
dosis pemakaian, aktifitas kerja obat, dan efek samping yang mungkin terjadi dapat
26
Nama Dosis harian Dosis Efek Aktifitas
obat samping
(mg/kgBB.hari) 2-3x/mggu
(mg/kgBB.hari)
timbulnya
mutan
resistensi
vomiting, ekstraseluler,
(0,75-1g)
hepatotoksik menghambat
timbulnya
mutan
resistensi
hepatotoksik
(10-12g)
(Hood, 2010).
27
1. TB pada Diabetes mellitus (DM)
Stop Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid. Bila SGOT & SGPT < 3x normal di berikan
panduan: RHES.
à Taffering off
6. TB pada HIV
28
-TB disembuhkan sebelum ART dimulai.
-Jeda OAT dengan HIV 1jam (obat OAT masuk dalam keadaan asam)
Rifampisin tidak boleh dipakai jika memakai protease inhibito (PI). Derifat Rifampisin
Referensi:
Alsagaff, Hood. Mukty, abdul. 2010 Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru.UNAIR, Surabaya,
73-109.
Dep,Kes. Jakarta.
RSUD dr.Soetomo, 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag.SMF Ilmu Penyakit Paru.
Surabaya. 10-20.
Stephen, J, McPhee. Papadakis. 2007. Tuberkulosis, in: Current Medical Diagnosis &
Hill, 260-268.
Sudoyo, W, Aru. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Ed.4th . FKUI, Jakarta.
29
30
TUBERKULOSIS PARU
tuberkulosa. Hasil ini ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada tahun 1882.
tuberkulosis paru yang sudah berat dan progresif, sering tidak menimbulkan gejala
yang dapat dilihat/dikenal; antara gejala dengan luasnya penyakit maupun lamanya
sakit, sering tidak mempunyai korelasi yang baik. Hal ini disebabkan oleh karena
penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit paru yang besar (great imitator), yang
mempunyai diagnosis banding hampir pada semua penyakit dada dan banyak penyakit
belum lama ditemukan, dan pengobatan tuberkulosis paru saat ini lebih dikenal dengan
sistem pengobatan jangka pendek dalam waktu 6–9 bulan. Prinsip pengobatan jangka
pendek adalah membunuh dan mensterilkan kuman yang berada di dalam tubuh
manusia. Obat yang sering digunakan dalam pengobatan jangka pendek saat ini adalah
II.2 DEFINISI
tuberculosis.10
II.3 MIKROBIOLOGI
31
A. Morfologi dan Struktur Bakteri
tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 mm dan
panjang 1 – 4 mm. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak
cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat, lilin
asam lemak berantai panjang (C60 – C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan
oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain
yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti
menyebabkan bakteri M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai
akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan
asam–alkohol.
dengan menggunakan antibodi monoklonal . Saat ini telah dikenal purified antigens
dengan berat molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38 kDa, 65 kDa yang memberikan
sensitifitas dan spesifisitas yang berfariasi dalam mendiagnosis TB. Ada juga yang
yang tidak disekresi (somatik). Antigen yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang
32
B. Biomolekuler
kandungan guanin (G) dan sitosin (C) terbanyak. Dari hasil pemetaan gen, telah
diketahui lebih dari 165 gen dan penanda genetik yang dibagi dalam 3 kelompok.
Kelompok 1 gen yang merupakan sikuen DNA mikobakteria yang selalu ada
(conserved) sebagai DNA target, kelompok II merupakan sikuen DNA yang menyandi
antigen protein, sedangkan kelompok III adalah sikuen DNA ulangan seperti elemen
sisipan.
Gen pab dan gen groEL masing-masing menyandi protein berikatan posfat
misalnya protein 38 kDa dan protein kejut panas (heat shock protein) seperti protein 65
kDa, gen katG menyandi katalase-peroksidase dan gen 16SrRNA (rrs) menyandi
Sikuen sisipan DNA (IS) adalah elemen genetik yang mobile. Lebih dari 16 IS
ada dalam mikobakteria antara lain IS6110, IS1081 dan elemen seperti IS (IS-like
element). Deteksi gen tersebut dapat dilakukan dengan teknik PCR dan RFLP. 9
33
Gambar 2. Gambaran mikroskopik M. Tuberculosis dengan Pewarnaan Ziehl
Neelsen
II.4 PATOGENESIS
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang
terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh
mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan
biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada
sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman
akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang
biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman
Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer.
34
kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus paru bawah
atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus,
sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar
paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe
regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda
dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan
sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya
berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu.
Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu
primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh
terhadap uji tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah
kompleks primer terbentuk, imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada
sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, begitu sistem imun
dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB
35
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya
mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan
sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap
dapat disebabkan oleh fokus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru
dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi
nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui
bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus
atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar
karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial
pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang
mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi
Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan
gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental
kolaps-konsolidasi.
36
tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai
penyakit sistemik.
kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak
seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi
baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus
atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk
pertumbuhannya.
oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman. Fokus ini umumnya
tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi fokus
reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus SIMON. Bertahun-
tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, fokus TB ini dapat mengalami
reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan
lain-lain.
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah
besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini
dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut
TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi.
37
Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar
adekuatnya sistem imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada
balita.
dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini
akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari gambaran
patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologi
merupakan granuloma.
hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan menyebar
beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat
dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini dapat terjadi secara
berulang.
biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru pada
TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis endobronkial
(lesi segmental yang timbul akibat pembesaran kelenjar regional) dapat terjadi dalam
waktu yang lebih lama (3-9 bulan). Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi,
38
bergantung pada usia terjadinya infeksi primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat
reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini
jarang terjadi pada anak, tetapi sering pada remaja dan dewasa muda.
Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB.
TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak terjadi
dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi 5-25
Perjalanan Penyembuhannya9
39
Gambar 4. Patogenesis Tuberkulosis11
II.5 KLASIFIKASI
A. Tuberkulosis Paru
termasuk pleura.
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan
40
radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. Hasil pemeriksaan satu spesimen
1) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik dan
tuberculosis positif.
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.
Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologik dicurigai lesi aktif /
1) Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) Dalam hal ini berikan dahulu
d. Kasus gagal
1) Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai
Catatan:
radiologik paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial
lebih mendukung.
42
2) Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan
gambaran radiologic.9
Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain
selain paru, misalnya pleura, kelenjar getah bening, selaput otak, perikard, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain.
Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi. Untuk
kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan bukti
II.6 DIAGNOSIS
lainnya.
A. Gejala klinik
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan
gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala
1. Gejala respiratorik
43
d. nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala
yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat
medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien
mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan
2. Gejala sistemik
a. Demam
b. Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun.
Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya
pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari
kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis,
sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada
B. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang
terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur
paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali)
menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior
terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 & S2) , serta daerah apeks lobus
inferior (S6). Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial,
44
amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma &
mediastinum.
cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas
yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
C. Pemeriksaan Bakteriologik
1. Bahan pemeriksasan
arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan
bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan
45
bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin,
dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir,
tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasilitas, spesimen tersebut dapat
dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium.
Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek,
atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml
Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke
dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis
Bila lokasi fasilitas laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan pasien,
spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos. Cara pembuatan
a. Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian
tengahnya.
46
b. Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah dari
kecil.
f. Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan melidahapikan sisi
laboratorium.
Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura,
urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara :
a. Pemeriksaan mikroskopik:
toraks, kemudian
o bila 1 kali positif, 2 kali negatif : BTA positif
o bila 3 kali negatif : BTA negatif
47
Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala IUATLD
Lung Disease) :
1) Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan.
2) Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+).
3) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+).
4) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+).
baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin
maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang timbul.
D. Pemeriksaan Radiologik
48
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto
lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat
1. Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
nodular.
3. Bayangan bercak milier.
4. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).
1. Fibrotik
2. Kalsifikasi
3. Schwarte atau penebalan pleura
biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologik luluh paru terdiri dari
atelektasis, ektasis/ multikavitas dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
1. Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas
tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas chondrostemal
junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau
49
2. Lesi luas
E. Pemeriksaan Khusus
Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik yang lebih baru yang dapat
1. Pemeriksaan BACTEC
menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini
dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk
termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini
sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai
standar internasional. Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain
50
tidak ada yang menunjang kearah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat
dapat berasal dari paru maupun ekstra paru sesuai dengan organ yang terlibat.
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respon
teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang
cukup lama.
b. ICT
untuk mendeteksi antibodi M. tuberculosis dalam serum. Uji ICT merupakan uji
antigen diantaranya digabung dalam 1 garis) disamping garis kontrol. Serum yang
akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung antibody IgG
membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit
terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada membran.
51
c. Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini
yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum
pasien, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam
jumlah yang memadai sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang
klinisi harus hati hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi
yang terdeteksi.
Saat ini pemeriksaan serologi belum dapat dipakai sebagai pegangan untuk
diagnosis.
F. Pemeriksaan Lain
Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan
pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil
analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan
cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan
glukosa rendah.
52
2. Pemeriksaan histopatologi jaringan
TB. Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histologi. Bahan jaringan dapat
a. Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB)
b. Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan Veen
Silverman)
c. Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi, trans
ke dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta
3. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk
tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan
sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi
laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang
spesifik.
4. Uji tuberkulin
dengan prevalensi tuberculosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik
penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila
53
didapatkan konversi, bula atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali.
Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil negatif.
Cara penularan12
54
2. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara
A. Risiko penularan12
1. Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien
TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara
55
2. Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000
terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap
daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi
buruk).
4. HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi
sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh
seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan
bias mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka
1. 50% meninggal
2. 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi
3. 25% menjadi kasus kronis yang tetap menular
56
Gambar 7. Faktor Risiko Kejadian TB
II.8 PENATALAKSANAAN
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan)
dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat
1. Prinsip pengobatan
57
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
a. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
Tahap Lanjutan
a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
terjadinya kekambuhan
a. TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas
1) 2 RHZE / 4 RH atau
58
2) 2 RHZE / 4R3H3 atau
3) 2 RHZE/ 6HE.
2) TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk luluh paru)
memperpanjang fase lanjutan, dapat diberikan lebih lama dari waktu yang
ditentukan. (Bila perlu dapat dirujuk ke ahli paru). Bila ada fasilitas biakan dan uji
Pada TB paru kasus kambuh menggunakan 5 macam OAT pada fase intensif
selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat sesuai hasil uji
resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 5 bulan atau lebih, sehingga paduan obat
diberikan lebih lama tergantung dari perkembangan penyakit. Bila tidak ada / tidak
dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5
minimal 5 OAT (minimal 3 OAT yang masih sensitif), seandainya H resisten tetap
diberikan. Lama pengobatan minimal selama 1 - 2 tahun. Sambil menunggu hasil uji
resistensi dapat diberikan obat 2 RHZES, untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji
resistensi
59
1) Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat
optimal
3) Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru
Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai
maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan
jangka waktu pengobatan yang lebih lama. Jika telah diobati dengan kategori
paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.
Jika telah diobati dengan kategori II maka pengobatan kategori II diulang dari
awal.
o Berobat < 4 bulan, BTA saat ini positif atau negatif dengan klinik dan radiologik
positif: pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang sama
60
Jika memungkinkan sebaiknya diperiksa uji kepekaan (kultur resistensi) terhadap
OAT.
RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi
(minimal terdapat 3 macam OAT yang masih sensitif dengan H tetap diberikan
makrolid.
2) Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup.
3) Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan.
4) Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru
Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan
Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program
untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
prioriti utama WHO. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease
(IUALTD) dan WHO menyarakan untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan
kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun 1998. Dosis obat
tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO seperti terlihat pada tabel 3.
61
1. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal.
2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan
dan standar.
4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit.
5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan
penggunaan monoterapi.
BB 0
62
Berat Badan Tahap Intensif Tahap Lanjutan
hari minggu
RHZE RH (150/150)
(150/75/400/275)
30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
mg
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48
63
Badan RHZE (150/75/400/275) + S RH (150/150) + E (400)
Selama 56 hari Selama 28 Selama 20 minggu
hari
30-37 2 tablet 4KDT 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
inj.
38-54 3 tablet 4KDT 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
inj.
55-70 4 tablet 4KDT 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
inj.
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
inj.
mg mg mg
Tahap
(dosis 1 bulan 1 1 3 3 - - 28
harian
Tahap
64
Lanjutan 4 bulan 2 1 - 1 2 - 60
(dosis
3x
semingg
u)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:
a. Pasien kambuh
b. Pasien gagal
c. Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
Catatan:
a. Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin
RHZE (150/75/400/275)
30-37 kg 2 tablet 4KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT
65
Tahap Lamanya Tablet Kaplet Tablet Tablet Jumlah
n n d n d l menelan
mg mg
Tahap
Intensif 1 bulan 1 1 3 3 28
(dosis
harian)
Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis
yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk
dalam batas dosis terapi dan non toksik. Pada kasus yang mendapat obat kombinasi
dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit /
B. Tatalaksana TB Anak
utama. Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit, maka diagnosis TB anak perlu
pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai. Pedoman tersebut secara
66
resmi digunakan oleh program nasional penanggulangan tuberkulosis untuk diagnosis
TB anak. Lihat tabel 8. tentang sistem pembobotan (scoring system) gejala dan
pemeriksaan penunjang.
penunjang, maka dilakukan pembobotan dengan sistem skor. Pasien dengan jumlah
skor yang lebih atau sama dengan 6 (>6), harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan
mendapat OAT (obat anti tuberkulosis). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis
sesuai indikasi, seperti bilasan lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi
penunjang TB
Parameter 0 1 2 3 Jumlah
Kontak TB Tidak Laporan BTA (+)
jelas
Uji Tuberkulin Negatif Positif (≥ 10
mm, atau ≥ 5
mm pada
keadaan
67
imunosupresi
)
Berat badan/ Bawah garis Klinis gizi
sebab
Batuk ≥ 3 minggu
Pembesaran ≥ 1 cm, jumlah >
koli, aksila,
inguinal
Pembengkakan Ada
tulang/sendi pembengkakan
panggul, lutut,
falang
Foto toraks Normal/ Kesan TB
tidak
jelas
Jumlah
Catatan :
didiagnosis tuberkulosis.
d. Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname).--> lampirkan tabel badan
badan.
e. Foto toraks toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak
68
f. Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari setelah
Perlu perhatian khusus jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini:
1. Tanda bahaya:
3. Gibbus, koksitis
Kesehatan Dasar
69
Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup
adekuat. Setelah pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis maupun
untuk menilai keberhasilan pengobatan. Bila dijumpai perbaikan klinis yang nyata
walaupun gambaran radiologik tidak menunjukkan perubahan yang berarti, OAT tetap
dihentikan.
Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam
waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap intensif maupun
tahap lanjutan dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak.
70
e. OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau digerus sesaat
sebelum diminum.
Pada semua anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak erat
sistem skoring. Bila hasil evaluasi dengan skoring system didapat skor < 5, kepada
anak tersebut diberikan Isoniazid (INH) dengan dosis 5-10 mg/kg BB/hari selama 6
bulan. Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, imunisasi BCG
samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu
pengobatan.
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4 & 5), bila efek
samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT dapat
dilanjutkan.
1. Isoniazid (INH)
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi,
kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi dengan
pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan vitamin B kompleks.
71
Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain ialah menyerupai
defisiensi piridoksin
(syndrom pellagra).
Efek samping berat dapat berupa hepatitis imbas obat yang dapat timbul pada
kurang lebih 0,5% pasien. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik, hentikan OAT
2. Rifampisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan
simtomatik ialah :
diare
c. Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
d. Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :
e. Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop dulu dan
gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata,
air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak
berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada pasien agar dimengerti dan tidak perlu
khawatir.
3. Pirazinamid
72
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai
pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan
4. Etambutol
ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan
okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya
15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan
penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan.
Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit
untuk dideteksi
5. Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan
keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring
dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan
meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping
yang
Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi
0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah
73
Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai
sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan
(jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat
terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi
0,25gr Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh diberikan
Penyebab
Minor OAT diteruskan
Tidak nafsumakan, Rifampisin Obat diminum malam sebelum
kaki
Warna kemerahan pada Rifampisin Beri penjelasan, tidak perlu diberi
ganti etambutol
Gangguan keseimbangan Streptomisin Streptomisisn dihentikan,
74
(vertigo dan nistagmus) ganti etambutol
Ikterik/Hepatitis Imbas Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT
hepatoprotektor
Muntah dan bingung Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT dan
pre-icteric hepatitis)
Gangguan penglihtatan Etambutol Hentikan Etambutol
Kelainan sistemik, Rifampisin Hentikan Rifampisin
purpura
1. Efek samping yang ringan seperti gangguan lambung yang dapat diatasi secara
simptomatik
2. Pasien dengan reaksi hipersensitif seperti timbulnya rash pada kulit, umumnya
disebabkan oleh INH dan rifampisin. Dalam hal ini dapat dilakukan pemberian dosis
dengan pengawasan yang ketat. Desensitisasi ini tidak bias dilakukan terhadap obat
lainnya
3. Kelainan yang harus dihentikan pengobatannya adalah trombositopenia, syok atau
nervus VIll karena streptomisin dan dermatitis exfoliative dan agranulositosis karena
thiacetazon
4. Bila suatu obat harus diganti, maka paduan obat harus diubah hingga jangka waktu
75
D. Pengobatan Suportif / Simptomatik
klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, pasien dapat dibeikan rawat jalan. Selain OAT
a. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin
keluhan lain.
a. TB paru milier
b. Meningitis TB
Pengobatan suportif / simtomatik yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan
indikasi rawat
76
E. Terapi Pembedahan
lndikasi operasi
1. Indikasi mutlak
a. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetetapi dahak tetap positif
b. Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
c. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi
secara konservatif
2. lndikasi relatif
1. Bronkoskopi
2. Punksi pleura
3. Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)
Kriteria Sembuh
1. BTA mikroskopik negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir pengobatan) dan
F. Evaluasi Pengobatan
77
Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinik, bakteriologik, radiologik, dan efek
Evaluasi klinik
setiap 1 bulan
2. Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada
1. Sebelum pengobatan
2. Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan
1. Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah
lengkap
2. Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula darah ,
serta asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek samping pengobatan
3. Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid
78
4. Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol (bila ada
keluhan)
5. Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan
Yang paling penting adalah evaluasi klinik kemungkinan terjadi efek samping obat.
Bila pada evaluasi klinik dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan
sesuai pedoman
1. Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan diminum /
tidaknya obat tersebut. Dalam hal ini maka sangat penting penyuluhan atau
tahun pertama setelah sembuh, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kekambuhan.
Hal yang dievaluasi adalah mikroskopik BTA dahak dan foto toraks.
Mikroskopik BTA dahak 3,6,12 dan 24 bulan (sesuai indikasi/bila ada gejala)
setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks 6, 12, 24 bulan setelah dinyatakan
sembuh.
79
A. Definisi
INH dengan atau tanpa OAT lainnya. Secara umum resistensi terhadap obat
pengobatan TB.
2. Resistensi inisial ialah apabila kita tidak tahu pasti apakah pasiennya sudah pernah
sebelumnya.
khususnya pada pasien TB dan AIDS yang menimbulkan angka kematian 70% –90%
dalam waktu hanya 4 sampai 16 minggu. Laporan WHO tentang TB tahun 2004
menyatakan bahwa sampai 50 juta orang telah terinfeksi oleh kuman tuberkulosis yang
resisten terhadap obat anti tuberkulosis. TB paru kronik sering disebabkan oleh MDR
kurang atau karena di lingkungan tersebut telah terdapat resistensi yang tinggi
terhadap obat yang digunakan, misalnya memberikan rifampisin dan INH saja pada
daerah dengan resistensi terhadap kedua obat tersebut sudah cukup tinggi
3. Pemberian obat yang tidak teratur, misalnya hanya dimakan dua atau tiga minggu
lalu stop, setelah dua bulan berhenti kemudian berpindah dokter dan mendapat
obat kembali selama dua atau tiga bulan lalu stop lagi, demikian seterusnya
4. Fenomena “ addition syndrome” (Crofton, 1987), yaitu suatu obat ditambahkan
80
5. pengobatan yang tidak berhasil. Bila kegagalan itu terjadi karena kuman TB telah
resisten pada paduan yang pertama, maka “penambahan” (addition) satu macam
obat hanya akan menambah panjang nya daftar obat yang resisten
6. Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan secara baik,
sehingga
7. mengganggu bioavailabiliti obat
8. Penyediaan obat yang tidak reguler, kadang obat datang ke suatu daerah kadang
terhenti
9. pengirimannya sampai berbulan-bulan
10. Pemakaian obat antituberkulosis cukup lama, sehingga kadang menimbulkan
kebosanan
11. Pengetahuan pasien kurang tentang penyakit TB
12. Kasus MDR-TB rujuk ke ahli paru
Fluorokuinolon
dihindari
81
pemakainnya karena efek samping pada kulit yang berat (foto sensitif).
Resistensi silang
a. Aminoglikosid
b. Fluorokuinolon
c. Sikloserindan terizidon
Pengobatan MDR-TB hingga saat ini belum ada paduan pengobatan yang
distandarisasi untuk pasien menggunakan minimal 2-3 OAT yang masih sensitif dan
Saat ini paduan yang dianjurkan ialah OAT yang masih sensitif minimal 2 –3 OAT
lini 1 ditambah dengan obat lini 2, yaitu Ciprofloksasin dengan dosis 1000 – 1500 mg
atau ofloksasin 600 – 800 mg (obat dapat diberikan single dose atau 2 kali sehari).
waktu yang lama yaitu minimal 12 bulan, bahkan bisa sampai 24 bulan.
pasien non-HIV, konversi hanya didapat pada sekitar 50% kasus, sedangkan response
rate didapat pada 65% kasus dan kesembuhan pada 56% kasus.
merupakan salah satu kunci penting mencegah resisten ganda. Konsep Directly
Observed Treatment Short Course (DOTS) merupakan salah satu upaya penting dalam
82
menjamin keteraturan berobat. Prioriti yang dianjurkan bukan pengobatan MDR,
A. TB Milier
1. Rawat inap
2. Paduan obat: 2 RHZE/ 4 RH
3. Pada keadaan khusus (sakit berat), tergantung keadaan klinik, radiologik dan
berikan kortikosteroid
3. Dosis steroid : prednison 3 x 10 mg selama 3 minggu
4. Hati-hati pemberian kortikosteroid pada TB dengan lesi luas dan DM.
5. Evakuasi cairan dapat diulang bila diperlukan
83
3. Pada TB diluar paru lebih sering dilakukan tindakan bedah. Tindakan bedah
dilakukan untuk :
a. Mendapatkan bahan / spesimen untuk pemeriksaan (diagnosis)
b. Pengobatan :
1) perikarditis konstriktiva
2) kompresi medula spinalis pada penyakit Pott's
4. Pemberian kortikosteroid pada perikarditis TB untuk mencegah konstriksi
jantung, dan pada meningitis TB untuk menurunkan gejala sisa neurologik. Dosis
belum cukup, maka pengobatan dapat dilanjutkan (bila perlu konsult ke ahli paru)
3. Gula darah harus dikontrol
4. Hati-hati dengan penggunaan etambutol, karena efek samping etambutol pada
Beberapa pasien yang datang berobat, mungkin diduga terinfeksi HIV atau
menderita AIDS. Indikasi untuk melakukan tes HIV dapat dilihat pada tabel 5 di bawah
ini. Pemeriksaan tes HIV disertai dengan konseling sebelum dan sesudah tes
84
Kombinasi dari A dan B (1 kelompok A dan 1 dari B)
A. Berat badan turun drastic
TB paru
Sarkoma Kaposi
B. Riwayat perilaku risiko tinggi
Homoseksual
Waria
Pekerja seks
yang steril.
5. Desensitisasi obat (INH,Rifampisin) tidak boleh dilakukan karena mengakibatkan
dosis standar OAT yang diterima suboptimal sehingga konsentrasi obat rendah
dalam serum
85
7. Paduan obat yang diberikan berdasarkan rekomendasi ATS yaitu: 2 RHZE/RH
MDR-TB
1. Waktu pemberian obat pada koinfeksi TB-HIV harus memperhatikan jumlah limfosit
CD4 dan sesuai dengan rekomendasi yang ada (seperti terlihat pada tabel 6)
limfosit
Mulai terapi OAT. Terapi ARV dimulai TB paru, CD4 > 200 sel/mm3 atau hitung
bronkus, sel/mm3), asimptomatik + viral load > 55.000 kopi/ml) Interaksi obat TB
86
3. Tidak ada interaksi bermakna antara OAT dengan ARV golongan nukleosida, kecuali
Didanosin (ddI) yang harus diberikan selang 1 jam dengan OAT karena bersifat
menurunkan kadar nevirapin sampai 37%, tetapi sampai saat ini belum ada
beberapa OAT dapat masuk ke dalam ASI, akan tetapi konsentrasinya kecil dan
pengobatan OAT, dianjurkan tidak menyusui bayinya agar bayi tidak mendapat
dosis berlebihan
5. Pada wanita usia produktif yang mendapat pengobatan TB dengan rifampisin,
87
2. Sebaiknya hindari penggunaan etambutol, karena waktu paruhnya memanjang
1. Bila ada kecurigaan gangguan fungsi hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati
sebelum pengobatan
2. Pada kelainan hati, pirazinamid tidak boleh diberikan
3. Paduan obat yang dianjurkan (rekomendasi WHO) ialah 2 SHRE/6 RH atau 2
SHE/10 HE
4. Pada pasien hepatitis akut dan atau klinik ikterik , sebaiknya OAT ditunda sampai
dilanjutkan dengan 6 RH
5. Sebaiknya rujuk ke ahli Paru
induced hepatitis)
Penatalaksanaan
1. Bila klinik (+) (Ikterik [+], gejala mual, muntah [+]) ® OAT Stop
2. Bila gejala (+) dan SGOT, SGPT > 3 kali,: OAT stop
3. Bila gejal klinis (-), Laboratorium terdapat kelainan: Bilirubin > 2 ® OAT Stop
4. SGOT, SGPT > 5 kali : OAT stop
5. SGOT, SGPT > 3 kali : teruskan pengobatan, dengan pengawasan
88
2. Setelah itu, monitor klinik dan laboratorium. Bila klinik dan laboratorium normal
dengan dosis penuh (300 mg). Selama itu perhatikan klinik dan periksa
laboratorium saat INH dosis penuh , bila klinik dan laboratorium normal ,
II.11 KOMPLIKASI
1. Batuk darah
2. Pneumotoraks
3. Luluh paru
4. Gagal napas
5. Gagal jantung
6. Efusi pleura
yang juga telah dianut oleh negara kita. Oleh karena itu pemahaman tentang DOTS
merupakan hal yang sangat penting agar TB dapat ditanggulangi dengan baik.
89
DOTS mengandung lima komponen, yaitu :
diartikan sebagai pengawasan langsung menelan obat jangka pendek setiap hari
A. Tujuan
B. Pengawasan
Bila pasien mampu datang teratur, misal tiap minggu maka paramedis atau petugas
sosial dapat berfungsi sebagai PMO. Bila pasien diperkirakan tidak mampu datang
PMO harus dekat dengan rumah pasien TB untuk pelaksanaan DOT ini.
a. Petugas kesehatan
b. Orang lain (kader, tokoh masyarakat dll)
c. Suami/Istri/Keluarga/Orang serumah
90
2. Pasien dirawat
Selama perawatan di rumah sakit yang bertindak sebagai PMO adalah petugas RS,
diberikan penjelasan bahwa harus ada seorang PMO dan PMO tersebut harus ikut
D. Persyaratan PMO
dasawisma, kader PPTI, PKK, atau anggota keluarga yang disegani pasien
E. Tugas PMO
ditentukan
4. Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara teratur hingga
selesai
5. Mengenali efek samping ringan obat, dan menasehati pasien agar tetap mau
menelan obat
6. Merujuk pasien bila efek samping semakin berat
7. Melakukan kunjungan rumah
8. Menganjurkan anggota keluarga untuk memeriksa dahak bila ditemui gejala TB
91
F. Penyuluhan
dilakukan secara :
1. Peroranga/Individu
2. Kelompok
G. DOTS Plus
DOTS
4. Strategi DOTS Plus merupakan inovasi pada pengobatan MDR-TB
II.13 PENCEGAHAN
92
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara :
1. Terapi pencegahan
2. Diagnosis dan pengobatan TB paru BTA positif untuk mencegah penularan
Terapi pencegahan :
Kemoprofilaksis diberikan kepada pasien HIV atau AIDS. Obat yang digunakan pada
kemoprofilaksis adalah Isoniazid (INH) dengan dosis 5 mg / kg BB (tidak lebih dari 300
Pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu elemen yang sangat penting
harus melaksanakan suatu sistem pencatatan dan pelaporan yang baku. Untuk itu
item/formulir yaitu :
93
Cara pengisisan formulir sesuai dengan buku pedoman penanggulangan TB
Nasional (P2TB). Untuk pembuatan laporan, data yang ada dari formulir TB01
Catatan :
1. Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB di luar paru, maka untuk
launching pada bulan februari 2006 serta akan segera dilaksanakan di Indonesia.
1. Setiap individu dengan batuk produktif selam 2-3 minggu atau lebih yang tidak
94
3. Semua pasien yang diduga tenderita TB ekstra paru (dewasa, remaja dan anak)
harus menjalani pemeriksaan bahan yang didapat dari kelainan yang dicurigai. Bila
tersedia fasiliti dan sumber daya, juga harus dilakukan biakan dan pemeriksaan
histopatologi
4. Semua individu dengan foto toraks yang mencurigakan ke arah TB harus menjalani
kurang pada 3 kali pemeriksaan (termasuk minimal 1 kali terhadap dahak pagi hari),
foto toraks menunjukkan kelainan TB, tidak ada respon terhadap antibiotik
M.Tb sehingga memperlihatkan perbaikan sesaat). Bila ada fasiliti, pada kasus
tersebut harus dilakukan pemeriksaan biakan. Pada pasien denagn atau diduga
BTA negatif berdasarkan foto toraks yang sesuai dengan TB dan terdapat riwayat
kontak atau uji tuberkulin/interferon gamma release assay positif. Pada pasien
demikian, bila ada fasiliti harus dilakukan pemeriksaan biakan dari bahan yang
masyarakat yang tidak saja memberikan paduan obat yang sesuai tetapi juga dapat
paduan obat lini pertama yang disepakati secara internasional menggunakan obat
95
Pirazinamid dan etambutol diberikan selama 2 bulan. Fase lanjutan yang dianjurkan
adalah INH dan rifampisin yang selama 4 bulan. Pemberian INH dan etambutol
selama 6 bulan merupakan paduan alternative untuk fase lanjutan pada kasus yan
keteraturannya tidak dapat dinilai tetapi terdapat angka kegagalan dan kekambuhan
pada pasien HIV. Dosis obat antituberkulosis ini harus mengikuti rekomendasi
internasional. Fixed dose combination yang terdiri dari 2 obat yaitu INH dan
Rifampisin, yang terdiri dari 3 obat yaitu INH, Rifampisin, Pirazinamid dan yang
terdiri dari 4 obat yaitu INH, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol sangat
obat.
9. Untuk menjaga dan menilai kepatuhan terhadap pengobatan perlu dikembangkan
suatu pendekatan yang terpusat kepada pasien berdasarkan kebutuhan pasien dan
hubungan yang saling menghargai antara pasien dan pemberi pelayanan. Supervisi
tertentu dan sesuai dengan intervensi yang dianjurkan dan pelayanan dukungan
yang tersedia termasuk edukasi dan konseling pasien. Elemen utama pada strategi
yang terpusat kepada pasien adalah penggunaan pengukuran untuk menilai dan
masing masing individu dan dapat diterima baik oleh pasien maupun pemberi
minum obat oleh PMO yang dapat diterima oleh pasien dan sistem kesehatan serta
96
10. Respons terapi semua pasien harus dimonitor. Pada pasien TB paru penilaian
terbaik adalah dengan pemeriksaan sputum ulang (2x) paling kurang pada saat
menyelesaikan fase awal (2 bulan), bulan ke lima dan pada akhir pengobatan.
Pasien dengan BTA+ pada bulan ke lima pengobatan dianggap sebagai gagal
terapi dan diberikan obat dengan modifikasi yang tepat (sesuai standar 14 dan 15).
Penilaian respons terapi pada pasien TB paru ekstra paru dan anak-anak, paling
baik dinilai secara klinis. Pemeriksaan foto toraks untuk evaluasi tidak diperlukan
kemungkinan co infeksi TB-HIV, maka konseling dan testing HIV diindikasikan untuk
seluruh TB pasien sebagai bagian dari penatalaksanaan rutin. Pada daerah dengan
prevalens HIV yang rendah, konseling dan testing HIV hanya diindikasi pada pasien
TB dengan keluhan dan tanda tanda yang diduga berhubungan dengan HIV dan
indikasi untuk diberi terapi anti retroviral dalam masa pemberian OAT.Perencanaan
yang sesuai untuk memperoleh obat antiretroviral harus dibuat bagi pasien yang
tanpa perlu mempertimbangkan penyakit apa yang muncul lebih dahulu. Meskipun
demikian pemberian OAT jangan sampai ditunda. Semua pasien TB-HIV harus
97
14. Penilaian terhadap kemungkinan resistensi obat harus dilakukan pada semua
dengan sumber yang mungkin sudah resisten danprevalens resistensi obat pada
obat lini kedua. Paling kurang diberikan 4 macam obat yang diketahui atau
dianggap sensitif dan diberikan selama paling kurang 18 bulan. Untuk memastikan
punya kontak dengan pasien TB harus dievaluasi (terutama anak usia dibawah 5
internasional. Anak usia dibawah 5 tahun dan penyandang HIV yang punya kontak
dengan kasus infeksius harus dievaluasi baik untuk pemeriksaan TB yang laten
98
BAB III
RINGKASAN
tuberculosis. WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru
tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam)
positif. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat
TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang
tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 mm dan
panjang 1 – 4 mm. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak
cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat, lilin
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang
terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh
mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan
99
biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada
sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman
akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang
biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman
Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer.
kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus paru bawah
atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus,
sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar
paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe
regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).
sekedar memastikan pasien menelan obat sampai dinyatakan sembuh, tetapi juga
berkaitan dengan pengelolaan sarana bantu yang dibutuhkan, petugas yang terkait,
penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Setelah
pasien masuk dalam klasifikasi yang telah ditentukan, barulah pengobatan yang tepat
100
harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan
dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal
dan sangat dianjurkan. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan
Menelan Obat (PMO). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan.
Tuberkulosis di Indonesia:
1. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
2. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa
obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini
disediakan dalam bentuk OAT kombipak. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2
atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien.
menangani kasus ini dapat maka dapat digunakan OAT lini ke-2. Saat ini paduan yang
dianjurkan ialah OAT yang masih sensitif minimal 2 –3 OAT lini 1 ditambah dengan obat
lini 2, yaitu Ciprofloksasin dengan dosis 1000 – 1500 mg atau ofloksasin 600 – 800 mg
(obat dapat diberikan single dose atau 2 kali sehari). Pengobatan terhadap tuberkulosis
101
resisten ganda sangat sulit dan memerlukan waktu yang lama yaitu minimal 12 bulan,
102
DAFTAR PUSTAKA
: 243 – 47.
7. Bing, K. Diagnostik dan klasifikasi tuberkulosis paru. RTD Diagnosis dan
103
8. Suryatenggara, W. Peranan pyrazinamide dalam pengobatan tuberkulosis
Jakarta. 2002.
10. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta, 2007; 3-
4.
11. Widodo, Eddy. Upaya Peningkatan Peran Masyarakat Dan Tenaga Kesehatan
104