Dokumen KP Kas
Dokumen KP Kas
PENDAHULUAN
(2006), penelitian Lyonnais Securities Asia (CLSA) dalam Setianto (2002), dan
suatu fungsi, agar sesuai dengan tujuannya dan harapan para pihak yang
memiliki cakupan yang luas dan meliputi aspek-aspek yang terkait dengan
yang berlaku.
Istilah governance sebagai konsep tak lepas dari suatu alat atau instrumen
dalam mengarahkan dan mengendalikan organisasi ataupun fungsi melalui
sebagai kebijakan, pedoman, dan aturan yang memastikan fungsi dan tujuan
sistem, struktur, proses dan mekanisme yang berjalan dalam rangka menciptakan
nilai dan output sesuai dengan tujuan dan kepentingan para pihak dengan
memperhatikan prinsip umum dan kepatuhan terhadap norma dan aturan yang
governance yang mampu menghasilkan output sesuai dengan prinsip dan tujuan
seperti Goldman Sachs, Bear Stern, Morgan Stanley, Merrill Lynch, dan Lehman
Brothers, satu per satu tumbang (Koran Tempo, 2009). Sangatlah diluar prediksi,
apabil hal tersebut terjadi di Amerika Serikat, sebagai salah satu negara dengan
angka CGPI (Corporate Governance Perception Index) yang tinggi, hal ini tentu
sinyal yang positif. Sedangkan endogenity adalah perusahaan yang memiliki nilai pasar tinggi (dengan
alasan apapun) cenderung menerapkan corporate governance
Arsjah (2002) dalam Utama (2005), meneliti hubungan rasio Price to Book
konsisten. Selain itu, Sekaredi (2011) melakukan penelitian serupa dengan metode
2005 sampai dengan 2009. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya faktor
yang dipakai dalam penelitian ini terdiri dari ukuran dewan direksi, ukuran dewan
IICG dan majalah SWA tentang implementasi GCG didalam perusahaan tahun
2001 dan 2002 yaitu CGPI (Corporate Governance Perception Index), sebagai
proksi variabel corporate governance. Sedangkan kinerja perusahaan diukur dengan Return on Equity
(ROE) dan nilai pasar perusahaan (Tobin’s Q). Hasil
dilakukan oleh Che Hat et al. (2008). Dalam penelitiannya tersebut, Che hat et al.
timelines dan disclosure. Selain itu, penelitian ini menemukan pula bahwa
Governance terhadap kinerja tersebut, terlihat hasil yang cukup beragam. Akan
tetapi, hasil yang beragam tersebut juga dipengaruhi perbedaan variabel yang
hasil penelitian tersebut disebabkan oleh perbedaan variabel yang digunakan para
tersebut.
salah satu isu yang berkaitan dengan corporate governance adalah komposisi dari
tataran yang minimal (Surya dan Yustiavandana 2006). Carter et al. (2003)
mengambil sampel perusahaan-perusahaan yang tercatat dalam Fortune di Amerika Serikat, hasil
penelitian menemukan adanya pengaruh positif signifikan
antara fraksi wanita dan minoritas dalam jajaran dewan dengan nilai perusahaan.
nilai perusahaan, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang (Cox
dan Blake 1991, Robinson dan Dechant (1997), sebagaimana dikutip oleh Carter
yang positif. Semakin besar persebaran dalam anggota dewan dapat menimbulkan
dewan yang homogen. Selain itu, keragaman dalam dewan direksi memberikan
karakteristik yang unik bagi perusahaan yang dapat menciptakan nilai tambah.
dalam lingkup dewan direksi suatu perusahaan. Adams dan Ferreira (2004)
yang lebih sukses dibandingkan dengan komposisi dewan direksi yang homogen,
selain itu wanita secara inheren dinilai lebih stabil dibandingkan pria. Untuk itu,
(2003), memberikan beberapa proposisi dan bukti empiris yang berkaitan dengan
dengan demografi supplier dan customer perusahaan yang juga beragam. Ke dua,
terhadap suatu masalah akan semakin banyak dan dapat menimbulkan kecermatan
dalam mengkaji konsekuensi yang mungkin dihadapi dari alternatif yang diambil.
perusahaan. Hal ini berkaitan dengan sudut pandang dalam anggota dewan,
hal akan menjadi lebih sempit jika dibandingkan dengan anggota dewan yang
efektif.
Penelitian mengenai hubungan antara Corporate Governance dengan
kinerja memang telah banyak dilakukan, namun dari sekian banyak penelitian
tersebut terlihat hasil yang masih cukup beragam. Penelitian ini ingin menguji
kembali penelitian Carter et al. (2003) tentang pengaruh board diversity terhadap
dan di Amerika tentu berbeda, karena itu diduga akan ditemukan hasil penelitian
yang berbeda pula. Selain itu, memodifikasi penelitian Carter et al. (2003),
direksi wanita, dan keberadaan dewan direksi minoritas, sebagai proksi dari board
variabel kontrol frekuensi rapat direksi, ukuran dewan direksi, ukuran perusahaan,
2011.
1) Akademisi
2) Praktisi
- Pihak perusahaan/manajemen
diversity.
Sistematika Penulisan
Pada penelitian ini, penulisan akan dibagi menjadi 5 bab. Secara umum,
• BAB I (PENDAHULUAN)
Pada bab ini akan diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan
Pada bab ini menjelaskan tentang tinjauan pustaka yang terkait dengan
Pada bab ini menjelaskan deskripsi objek penelitian secara singkat dan
• BAB V PENUTUP
LANDASAN TEORI
ekstern lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan
Menurut Tjager et al. (2004), agency theory menjelaskan tentang hubungan antara
yang paling efisien yang mempengaruhi hubungan prinsipal dan agen. Terdapat
beberapa asumsi yang membangun teori ini (Ross (1973) dalam Rahma (2007)):
1. Agency Conflict
kepentingannya yang dapat mengorbankan kepentingan pemegang saham principle) untuk memperoleh
return dan nilai jangka panjang perusahaan.
a) Moral Hazard
b) Earning Retention
c) Risk Aversion
bagi perusahaan.
d) Time-Horizon
menimbulkan bias dalam pengambilan keputusan yaitu berpihak pada proyek jangka panjang dengan
pengembalian NPV positif
2. Agency Problem
bahwa keputusan yang diambil oleh manajemen tidak semata-mata untuk kepentingan perusahaan
tetapi jugan untuk kepentingan para eksekutif.
2.2.1 Definisi
Committee pada tahun 1992 dalam laporannya yang dikenal sebagai Cadbury
mereka”.
The Indonesia Institute for Corporate Governance (Supriyitno, 2004)
dengan tujuan utama meningkatkan nilai pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang
berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau
governance pada intinya adalah mengenai suatu sistem, proses dan seperangkat
1. Fairness (Kewajaran)
2. Accountability (Akuntabilitas)
Tanggung jawab manajemen melalui pengawasan yang efektif berdasarkan
Responsibility (Pertanggungjawaban)
hukum dan kerjasama yang aktif antara perusahaan serta para pemegang
yang sehat dari aspek keuangan. Hal ini merupakan tanggung jawab
sekitarnya.
perusahaan.
didominasi oleh dua isu penting: apakah perusahaan harus dikelola dengan singleboard system atau two
board system, dan apakah para anggota dewan (dewan
komisaris dan dewan direksi) sebaiknya terdiri atas para “outsiders” atau lebih
terkonsentrasi pada “insiders”.
komisaris dan dewan direksi tidak dipisahkan. Dalam model ini, anggota dewan
komisaris juga merangkap anggota dewan direksi, dan kedua dewan ini dirujuk
two-tier system seperti kebanyakan perusahaan di Eropa. Hanya saja sistem twotier ala Eropa
menempatkan wakil dari karyawan (employee) pada level dewan
landasan hukum yang mengatur fungsi, kedudukan, dan tanggung jawab hukum
perusahaan, tetapi juga diakibatkan oleh pengaruh budaya, sosial politik, serta
model hukum perusahaan yang diterapkan oleh suatau negara dimana perusahaan
tersebut berada. Oleh karena itu negara dikelompokkan berdasarkan atas hukum
perusahaan yang digunakan (Jensen dan Warner (1988) dalam Syakhroza (2005))
yaitu:
“common-law tradition”.
Sistem yang bercirikan dominasi pasar biasanya digunakan oleh negaranegara yang mengadopsi model
Anglo-Saxon, dan di dalam sistem ini pasar modal
sistem ini mekanisme pengendalian oleh kekuatan pasar bertindak sebagai pusat
Mekanisme governance yang digunakan disebut juga dengan sistem kontrol pihak
sehingga penganut sistem ini tidak menyadarkan diri pada kekuatan pasar sebagai alat kontrol dalam
mekanisme pengendaliannya. Sehingga sering disebut sebagai
“insider dominated control” yang didasarkan pada karakteristik relatif stabil dan
menyimpulkan ada beberapa atribut yang harus dimiliki agar board diversity
baik harus didukung oleh instrumen pengoperasian secara jelas yaitu dengan adanya Best Practice dan
Code of Conduct Corporate Governance. Kedua
instrumen ini sangat penting penting bagi board supaya mereka lebih bisa
direksi adalah yang bertanggung jawab dan memiliki otoritas penuh dalam
Komposisi dewan direksi, akan berdampak pada kualitas keputusan dan kebijakan
Disamping itu, corporate governance akan semakin baik jika komposisi dewan
kredibilitas satu dengan yang lainnya (Syakhroza, 2004). Dengan demikian, board
kebijakan regulasi mengenai dewan itu sendiri, baik dewan komisaris maupun
dewan direksi.
Namun demikian, dewan komisaris tidak boleh turut serta dalam mengambil
keputusan operasional.
fungsi pengawasan. Dewan komisaris tidak boleh turut serta dalam pengambilan
keputusan operasional. Dalam hal dewan komisaris mengambil keputusankeputusan mengenai hal-hal
yang ditetapkan dalam anggaran dasar atau peraturan
tanggung jawab direksi. Kewenangan yang ada pada dewan komisaris tetap
anggota direksi termasuk direktur utama adalah setara. Agar pelaksanaan tugas
bertindak independen.
usaha perusahaan.
Board diversity yang telah tertata dengan baik akan selalu concern
(Kakabadse, Kakabadse dan Kouzmin, 2001). Untuk itu maka board akan
organisasi, yang digunakan oleh board sebagai alat untuk pemantauan dan
dua ukuran yang dapat digunakan untuk menilai kinerja, yaitu ukuran finansial
dan non-finansial. Secara umum ukuran finansial dibedakan menjadi dua, yaitu financial accounting
information dan market based financial performance.
modal yang dapat menimbulkan bias pada hasil yang diperoleh, terutama
penelitian pada beberapa negara (Lukviarman, 2004). Sedangkan, ukuran nonfinansial yang sering
digunakan antara lain Economic Value Added dan Balance
Book Value (PBV). PBV merupakan perbandingan antara harga saham dan nilai
buku per saham. Nilai buku per saham diperoleh dari perbandingan total
Tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance, pada pasal 21 ayat (1)
disebutkan bahwa rapat direksi harus diadakan secara berkala, yaitu sekurangkurangnya sekali dalam
sebulan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Vafeas
(1999) menyimpulkan bahwa aktifitas board merupakan dimensi penting, dan
frekuensi rapat yang dilakukan memiliki hubungan positif dengan kinerja operasi
perusahaan. Hal ini juga sejalan dengan Coger et al. (1998) bahwa frekuensi rapat
Ukuran perusahaan dapat didasarkan pada jumlah aktiva, jumlah tenaga kerja,
volume penjualan, dan kapitalisasi pasar (Adiaksa (2007), dalam Dyah (2009)).
corporate governance yang lebih baik (Durnev dan Kim dalam Darmawati et al.
(2006)). Ukuran Perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah
total assets.
Return on equity (ROE) merupakan tingkat pengembalian atas ekuitas
1996). Return on equity merupakan rasio yang sangat penting bagi pemilik
pengembalian yang dihasilkan oleh manajemen dari modal yang disediakan oleh
pemilik perusahaan. Dengan kata lain, ROE menunjukkan keuntungan yang akan
keuntungan yang diperoleh perusahaan. Hal ini ditangkap oleh investor sebagai
maka secara tidak langsung akan menaikkan harga saham tersebut di pasar modal
(Irawan, 1996). Debt to equity Ratio merupakan perbandingan antara hutang dengan modal
semakin tinggi beban maka resiko yang ditangung juga besar. Dengan demikian
debt to equity ratio dapat memberikan gambaran mengenai struktur modal yang
dimiliki oleh perusahaan, sehingga dapat dilihat risiko tidak tertagihnya suatu
1997). Semakin tinggi beban/ hutang (DER) maka resiko yang ditanggung juga
dengan biaya yang akan timbul sebagai akibat penggunaan hutang tersebut
(Hartono, 2003). Esensi trade-off theory dalam struktur modal yang diproksi dengan
akibat penggunaan hutang. Sejauh manfaat lebih besar, tambahan hutang masih
besar, maka tambahan hutang sudah tidak diperbolehkan. Menurut model ini,
penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan tetapi hanya pada titik
tertentu. Setelah titik tersebut, penggunaan hutang justru akan menurunkan nilai