2017
PEDOMAN STANDAR KEBIJAKAN PERKREDITAN
DAFTAR ISI
BAB 1
KEBIJAKSANAAN UMUM
PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PERKREDITAN
1. Latar Belakang.
Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, menjelaskan bahwa kredit
yang diberikan oleh bank mengandung resiko, sehingga dalam pelaksanaannya harus
memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Faktor penting yang harus diperhatikan
untuk mengurangi resiko tersebut adalah keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan
debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Untuk memperoleh
keyakinan tersebut, sebelum pemberian kredit harus terlebih dahulu dilakukan penilaian
yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha debitur.
b. Mengingat bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan
pada bank atas dasar kepercayaan, maka setiap bank perlu terus menjaga
kesehatannya dan memelihara kepentingan masyarakat padanya. Sejalan dengan
itu OJK diberi wewenang dan kewajiban untuk membina serta melakukan
pengawasan terhadap bank dengan menempuh upaya-upaya baik yang bersifat
preventif dalam bentuk ketentuan- ketentuan, petunjuk, nasehat, bimbingan dan
pengarahan maupun secara represif dalam bentuk pemeriksaan yang disusul
dengan tindakan-tindakan perbaikan.
02. Surat Keputusan Direksi OJK Nomor 27/162/KEP/DIR, tanggal 31 Maret 1995
Dalam SK Direksi OJK No. 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995, ditetapkan :
a. Bank wajib memiliki Kebijaksanaan Perkreditan secara tertulis.
b. Kebijaksanaan Perkreditan sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas minimal
harus memuat dan mengatur hal-hal pokok sebagaimana ditetapkan dalam Pedoman
Penyusunan Kebijaksanaan Perkreditan Bank (PPKPB), yang merupakan lampiran
tak terpisahkan dari SK Direksi OJK No. 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995,
yaitu :
- Prinsip kehati-hatian dalam perkreditan.
- Organisasi dan manajemen perkreditan.
- Kebijaksanaan persetujuan kredit.
- Dokumentasi dan administrasi kredit.
- Pengawasan kredit.
- Penyelesaian kredit bermasalah.
Fungsi :
BPR dalam melaksanakan kegiatan usahanya harus memiliki sistem pengendalian
intern. Dalam rangka menerapkan system pengendalian intern tersebut, BPR wajib
memiliki kebijakan, prosedur dan perangkat organisasi yang memiliki pemisahan fungsi.
Salah satu sistem pengendalian intern yang harus dimiliki oleh BPR adalah sistem
pengendalian intern dalam perkreditan, yang dituangkan dalam Pedoman Kebijakan
Perkreditan BPR (PKPB).
a. Sebagai pedoman bagi BPR dalam setiap pelaksanaan kegiatan di bidang
perkreditan yang memuat semua aspek perkreditan yang memenuhi prinsip
kehati-hatian dan asas-asas perkreditan yang sehat, antara lain dalam proses
pemberian kredit secara individual, pemantauan portofolio perkreditan secara
keseluruhan, dan dalam pelaksanaan penanganan kredit bermasalah.
b. Sebagai standar atau ukuran dalam pelaksanaan pengawasan pemberian kredit
pada semua tahapan proses perkreditan secara individual.
Tujuan :
a. Agar BPR menerapkan prinsip kehati-hatian dan asas-asas perkreditan yang
sehat secara konsisten dan berkesinambungan dalam rangka mitigasi risiko atas
setiap pemberian kredit.
PEDOMAN STANDAR KEBIJAKAN PERKREDITAN
Kebijakan dalam pemberian kredit mencakup kebijakan mengenai pemberian kredit yang sehat,
penilaian agunan, pemberian kredit kepada pihak terkait dengan BPR, debitur grup, dan/atau
debitur besar, kredit yang mengandung risiko tinggi serta kredit yang perlu dihindari.
c. Kewajiban melampirkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) pada satu tahun
terakhir untuk agunan berupa tanah dan/atau bangunan dengan bukti kepemilikan
berupa Surat Girik (Letter C) atau yang dipersamakan dengan itu, termasuk Akta Jual
Beli yang dibuat oleh notaris atau pejabat lainnya yang berwenang. Yang dimaksud
dengan SPPT pada satu tahun terakhir adalah SPPT satu tahun terakhir (minimal) pada
saat debitur mengajukan kredit.
Pemberian kredit harus memperhatikan ketentuan tentang kondisi internal bank yang
menyangkut batas kemampuan bank
2. Ratio Kecukupan Modal (CAR) dengan Aktiva Tertimbang menurut Resiko (ATMR)
sesuai ketentuan OJK minimum sebesar 8%.
3. Perbandingan jumlah kredit dengan dana yang dihimpun (LDR). Besarnya LDR
yang akan dicapai ditentukan sesuai dengan rencana kerja tahunan bank.
Kredit kepada sektor ekonomi, kegiatan usaha, dan debitur yang mengandung risiko
tinggi, antara lain meliputi pemberian kredit untuk:
a. Komoditi yang harganya berfluktuasi tinggi;
b. Sektor ekonomi atau kegiatan usaha yang banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal
misalnya faktor cuaca dan lain-lain;
c. Sektor ekonomi atau kegiatan usaha yang diluar keahlian dan kemampuan BPR;
d. Lokasi usaha yang berada di daerah tertentu misalnya daerah konflik/ kerusuhan
atau rawan bencana;
e. Debitur yang tergolong Politically Exposed Person (PEP) yaitu orang yang
mendapatkan kepercayaan untuk memiliki kewenangan publik diantaranya adalah
Penyelenggara Negara sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-
undangan yang mengatur mengenai Penyelenggara Negara, dan/atau orang yang
tercatat sebagai anggota partai politik yang memiliki pengaruh terhadap kebijakan
dan operasional partai politik.
Kebijakan pemberian kredit kepada sektor ekonomi, kegiatan usaha dan debitur
yang mengandung risiko tinggi, antara lain BPR harus mempunyai satuan/unit kerja
perkreditan atau pegawai yang telah memiliki kompetensi yang memadai dalam
bidang usaha yang akan dibiayai.
Kebijakan pemberian kredit untuk debitur yang tergolong Politically Exposed Person
(PEP) diantaranya harus memperhatikan ketentuan mengenai anti pencucian uang
dan pencegahan pendanaan terorisme (APU dan PPT).
1. Usaha jual-beli saham atau modal kerja bagi perusahaan jual-beli saham, termasuk
untuk equity financing.
2. Pembelian atau pembebasan tanah untuk proyek properti, terkecuali untuk proyek
perumahan kategori Rumah Sehat Sederhana (RSS).
3. Pembelian surat-surat berharga komersial yang diterbitkan oleh kelompok usaha yang
terkait dengan bank atau lembaga pembiayaan (Finance company).
1. Pemberian fasilitas kredit kepada perorangan atau badan usaha yang tidak berdomisili
di Indonesia.
2. Pemberian fasilitas kredit kepada sektor/bidang usaha yang bersifat jasa hiburan yang
dapat mengganggu ketertiban umum & masyarakat, kesusilaan dan SARA, bidang
usaha dimaksud misalnya seperti :
Night Club
PEDOMAN STANDAR KEBIJAKAN PERKREDITAN
Perjudian
Panti Pijat dan sejenisnya
Diskotik
Amusement Center
Jasa hiburan lain yang dinilai melanggar norma-norma kesusilaan & masyarakat.
3. Pemberian fasilitas kredit kepada nasabah yang namanya tercatat sebagai debitur
bermasalah pada bank lain yang diperoleh melalui hasil credit checking/SID dengan
kolektibilitas macet pada BPR atau bank lain.
4. Pemberian kredit untuk usaha yang bersifat spekulatif, yang tidak mempunyai kepastian
pelunasan kreditnya atau untuk tujuan yang menurut penilaian bank tidak wajar.
5. Pemberian fasilitas kredit yang jumlah permohonan kreditnya dinilai cukup besar tetapi
tidak didukung dengan informasi keuangan yang jelas dan memadai.
Pemberian kredit untuk sektor usaha yang analisa kreditnya memerlukan keahlian khusus
yang tidak dimiliki bank seperti :
Perkebunan
Pertambangan
Perternakan
Perikanan
Pertambakan
Pertanian
Kebijakan penilaian kualitas kredit harus sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh OJK/OJK
antara lain bank wajib menetapkan kualitas kredit yang sama terhadap beberapa fasilitas kredit
yang digunakan untuk membiayai 1 (satu) debitur pada BPR yang sama. Termasuk pengertian 1
(satu) debitur adalah fasilitas kredit kepada suami dan istri kecuali apabila terdapat perjanjian
pemisahan harta yang disahkan oleh pengadilan atau instansi yang berwenang sesuai
perundang-undangan yang berlaku.
Semua pejabat/pegawai BPR yang terkait dengan perkreditan termasuk Pengurus BPR harus:
1. Melaksanakan keahliannya secara profesional, jujur, obyektif, cermat dan seksama.
PEDOMAN STANDAR KEBIJAKAN PERKREDITAN
PEJABAT/PEGAWAI KREDIT
BAB 2
BATASAN KREDIT
Batasan Kredit adalah kredit yang diberikan kepada perusahaan maupun perseorangan dengan
kriteria sesuai ketentuan OJK tentang Batas Maksimum Pemberitan Kredit (BMPK) sebagai berikut
:
1. Nilai kredit/plafond kredit maksimum di Bank maksimum 20% dari Modal Disetor (BMPK)
yang sudah dilaporkan dan mendapatkan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
2. Nilai kredit/plafond kredit maksimum di Bank maksimum 30% dari Modal Disetor untuk
obligor non-afiliasi yang sudah dilaporkan dan mendapatkan persetujuan OJK
3. Kelompok usaha dapat berupa : Perorangan, Perseroan Terbatas (PT), Yayasan, CV, Firma,
Koperasi, Bank, Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB), Leasing,Asuransi dan Lembaga
Keuangan Lainnya.
4. Kelompok usaha/debitur yakni salah satu perusahaan dalam kelompok tersebut memenuhi
Kriteria terkait satu sama lain baik karena kepemilikan maupun kepengurusan (Afiliasi).
PEDOMAN STANDAR KEBIJAKAN PERKREDITAN
BAB 3
Setiap permohonan kredit yang diajukan dapat dipertimbangkan apabila memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
Badan Hukum
- KTP para pengurus perusahaan(Direksi & Komisaris)
- NPWP pribadi para pengurus perusahaan (Direksi & Komisaris, apabila diperlukan).
2. Legalitas Usaha :
Perorangan/Pengusaha Perorangan
Ijin-ijin usaha,seperti :
- SIUP/ijin industri/Ijin usaha yang sesuai dengan bidangnya (Jika ada)
- TDP yang masih berlaku (Jika Ada)
- Surat keterangan usaha dari kelurahan setempat.
Badan Hukum
- Akta pendirian berikut perubahannya (s/d terkini) yang telah mendapatkan pengesahan
dari instansi pemerintah terkait.
- SIUP/Ijin industri/Ijin usaha yang sesuai dengan bidangnya.
- TDP yang masih berlaku.
- Ijin Amdal bagi perusahaan yang usahanya mempunyai dampak negative terhadap
lingkungan.
- NPWP.
- Debitur perorangan yang berpenghasilan netto tidak melebihi batas penghasilan kena
pajak.
- Permohonan kredit oleh satu kelompok dengan jumlah di atas Rp 50.000.000,- (lima
puluh juta rupiah) yang masing-masing plafond individualnya tidak melebihi Rp
50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
4. Pengalaman Usaha
1. Usaha nasabah sudah berjalan minimal 2 (dua) tahun, patokan jangka waktu tersebut dilihat
dari mulainya aktivitas usaha yang bersangkutan, bukan dilihat dari tanggal pendirian atau
tanggal akta anggaran dasar badan hukum.
2. Usaha dalam keadaaan profit/laba,hal ini tercermin pada aktivitas usaha dan keuangannya.
3. Setiap pengajuan permohonan kredit (kecuali kredit konsumtif) wajib dilampirkan foto usaha,
yaitu:
- Lokasi usaha.
- Kondisi tempat usaha.
- Lingkungan sekitar tempat usaha.
4. Tata cara pemotretan tempat usaha sesuai dengan pedoman pemotretan barang jaminan.
5. Informasi Keuangan
Nasabah sekurang-kurangnya wajib memberikan informasi keuangan dalam bentuk laporan
keuangan.
- Untuk analisa yang akurat, maka data yang dianalisa sekurang-kurangnya harus meliputi 1(satu)
periode laporan keuangan.
- Dan untuk analisa permohonan kredit yang bersifat penambahan dan perpanjangan harus
disertakan laporan keuangan tahun berjalan.
2. Apabila tujuan penggunaan kredit investasi untuk pembelian mesin & peralatan, harus
diperinci secara jelas mengenai jenis, spesifikasi, harga beli, supplier mesin & peralatan
tersebut, dan dilengkapi dengan dokumen/surat pendukung yang wajar.
- Penjelasan selengkapnya mengenai barang jaminan kredit dapat dilihat pada buku
pedoman kebijakan & prosedur perkreditan,Bagian 3 – Jaminan Kredit.
PEDOMAN STANDAR KEBIJAKAN PERKREDITAN
BAB 4
Semua pejabat/pegawai BPR yang terkait dengan perkreditan termasuk Pengurus BPR paling
kurang harus:
1. Melaksanakan keahliannya secara profesional, jujur, obyektif, cermat dan seksama.
2. Memiliki komitmen untuk tidak melaksanakan perbuatan-perbuatan sebagaimana disebutkan
dalam ketentuan Pasal 49 ayat (2) huruf a Undang-Undang nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998.
1. Perangkat Perkreditan
BPR membentuk Komite Kredit (KK) terutama bagi BPR yang memiliki kredit yang diberikan
kepada pihak terkait dengan BPR, debitur grup dan/atau debitur besar dan debitur yang memiliki
risiko tinggi. Jumlah dan keanggotaan KK ditetapkan oleh Direksi BPR sesuai dengan kebutuhan
BPR, minimal terdiri dari Direksi dan Pejabat di bidang Perkreditan.
1. Dewan Komisaris
Dewan komisaris adalah dewan atau badan pengawas yang diangkat dan diberhentikan oleh
rapat umum pemegang saham dan bertugas melakukan pengawasan terhadap
kebijaksanaan dan pelaksanaan tugas Direksi.
Tugas dan wewenang Dewan Komisaris yang berkaitan dengan perkreditan, yaitu :
2. Direksi
Tugas dan wewenang serta tanggungjawab Direksi yang berkaitan dengan perkreditan
meliputi:
a. Bertanggungjawab atas penyusunan PKPB yang memuat semua aspek yang
tercantum dalam Pedoman Standar KPB untuk dimintakan persetujuan kepada
Dewan Komisaris;
b. Menyetujui prosedur perkreditan yang mengacu pada PKPB yang telah disetujui
oleh Dewan Komisaris;
c. Memastikan ketaatan BPR terhadap ketentuan perundang-undangan dan peraturan
yang berlaku di bidang perkreditan;
d. Memastikan bahwa PKPB diterapkan dan dilaksanakan secara konsekuen dan
konsisten;
e. Menetapkan anggota-anggota KK (apabila pembentukan KK diperlukan);
f. Bertanggung jawab atas penyusunan rencana kerja perkreditan yang dituangkan
dalam rencana kerja BPR yang disampaikan kepada OJK;
g. Memastikan bahwa rencana kerja perkreditan telah terlaksana;
h. Memastikan pelaksanaan langkah-langkah perbaikan atas berbagai penyimpangan
dalam perkreditan yang ditemukan satuan/unit kerja atau pegawai/Direksi yang
bertanggung jawab atas pelaksanaan fungsi audit intern;
i. Melaporkan langkah-langkah perbaikan yang telah, sedang dan akan dilakukan
kepada Dewan Komisaris secara berkala dan tertulis mengenai:
(1) Perkembangan dan kualitas portofolio perkreditan secara keseluruhan;
PEDOMAN STANDAR KEBIJAKAN PERKREDITAN
(2) Perkembangan dan kualitas kredit yang diberikan kepada pihak terkait, dan
Debitur grup dan debitur besar ;
(3) Kredit dalam pengawasan khusus dan kredit bermasalah;
(4) Penyimpangan dalam pelaksanaan PKPB;
(5) Temuan-temuan penting dalam perkreditan termasuk
penyimpangan/Pelanggaran ketentuan di bidang perkreditan yang dilaporkan
oleh satuan/unit kerja atau pegawai yang menjalankan fungsi sebagai audit
intern BPR atau Direksi yang ditunjuk melaksanakan fungsi audit intern BPR;
(6) Pelaksanaan dari rencana perkreditan sebagaimana yang telah tertuang dalam
rencana kerja BPR yang disampaikan kepada OJK;
(7) Penyimpangan/pelanggaran ketentuan di bidang perkreditan yang merupakan
Temuan auditor eksternal dan/atau OJK; dan
(8) Jumlah dan jenis pendidikan dan pelatihan satuan/unit kerja perkreditan atau
pegawai yang menangani perkreditan.
j. Menetapkan rencana pendidikan dan pelatihan bagi pegawai yang menangani
perkreditan dan memastikan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tersebut sesuai
dengan kebutuhan pegawai.
3. Perangkat Perkreditan
Perangkat Perkreditan meliputi, Account Officer, Administrasi Kredit (Loan Admin) dan
Analis Kredit. Direksi BPR menetapkan bentuk, tugas, wewenang dan tanggung jawab
Perangkat Perkreditan sesuai dengan kebutuhan masing-masing BPR. Tugas, wewenang
dan tanggung jawab setiap pegawai dari Perangkat Perkreditan meliputi :
a. Mematuhi semua ketentuan yang ditetapkan dalam PKPB dan prosedur perkreditan;
Pedoman Standar Kebijakan Perkreditan BPR CITA DEWI.
b. Melaksanakan tugasnya secara jujur, obyektif cermat dan seksama tanpa pengaruh
dari pihak-pihak yang berkepentingan dengan pemohon kredit yang dapat
merugikan BPR;
c. Senantiasa meningkatkan kemampuan dan pengetahuan dibidang perkreditan
antara lain kemampuan dan pengetahuan terhadap sector ekonomi, kegiatan usaha
dan debitur yang mengandung risiko tinggi bagi bank yang telah dan akan dibiayai
oleh BPR;
d. Menolak permohonan kredit yang diajukan apabila tidak sesuai dengan syarat dalam
prosedur perkreditan.
a. Keanggotaan KK
Dijelaskan lebih lanjut di Bab 9 : PERSETUJUAN KREDIT
Keanggotaan komite kredit dapat dirubah dengan Keputusan Direksi.
b. Tugas KK
Tugas KK yaitu memberikan persetujuan atau penolakan kredit.
c. Tanggung Jawab KK
Melaksanakan tugasnya berdasarkan kemahiran profesional secara jujur,
obyektif, cermat dan seksama.
Menolak permintaan dan atau pengaruh pihak-pihak yang berkepentingan
dengan pemohon kredit untuk memberikan persetujuan kredit yang hanya
bersifat formalitas.
Melakukan monitoring dan tindakan-tindakan yang dianggap perlu, agar pokok
kredit dapat kembali berikut bunganya dengan tepat waktu.
2. Analisis Kredit.
Setiap permohonan kredit yang telah memenuhi syarat harus dilakukan analisis
secara tertulis, dengan prinsip sebagai berikut:
a) Bentuk format analisis kredit disesuaikan dengan jumlah dan jenis kredit.
PEDOMAN STANDAR KEBIJAKAN PERKREDITAN
e. Perjanjian Kredit.
Setiap kredit yang telah disetujui wajib dituangkan dalam perjanjian kredit (akad kredit)
secara tertulis. Bentuk, format dan isi perjanjian kredit paling kurang :
1) Memenuhi keabsahan dan persyaratan hukum yang dapat melindungi kepentingan
BPR dan debitur.
2) Memuat jumlah, jangka waktu, suku bunga, tujuan penggunaan, tatacara
pembayaran kembali kredit serta persyaratan-persyaratan kredit lainnya
sebagaimana ditetapkan dalam keputusan persetujuan kredit dimaksud.
3) Perjanjian kredit minimum dibuat dalam rangkap 2 (dua) dan salah satunya
disampaikan kepada debitur.
PEDOMAN STANDAR KEBIJAKAN PERKREDITAN
b. Administrasi Kredit
Administrasi kredit sangat diperlukan dalam rangka penilaian perkembangan dan
kualitas kredit, pengawasan kredit, perlindungan kepentingan BPR dan laporan
kepada OJK, sehingga seluruh proses perkreditan perlu diatur dan administrasikan
dengan baik dan tertib.
1) Penatausahaan kredit.
Seluruh kredit yang diberikan oleh BPR, harus dicatat dan dibukukan secara
benar, lengkap dan akurat serta mencakup seluruh informasi yang diperlukan.
2) Tata cara pengadministrasian kredit.
Tata cara pengadministrasian kredit harus mencakup unsur dalam sistem
pengendalian intern yang paling kurang, terdiri atas:
a) Penetapan pegawai dan/atau satuan/unit kerja yang bertanggungjawab
dalam pengadministrasian perkreditan;
PEDOMAN STANDAR KEBIJAKAN PERKREDITAN
7. Pengawasan Kredit
a. Prinsip Pengawasan Kredit
Perkreditan merupakan salah satu kegiatan usaha BPR yang memiliki risiko yang dapat
merugikan BPR dan pada gilirannya dapat berakibat pada kepentingan masyarakat
penyimpan dana dan pengguna jasa perbankan, sehingga fungsi pengawasan kredit perlu
diterapkan secara menyeluruh, dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) Fungsi pengawasan kredit harus diawali dengan upaya yang bersifat pencegahan dini
terhadap kemungkinan atas terjadinya praktek pemberian kredit yang tidak sehat
dan/atau hal-hal lain yang dapat merugikan BPR. Hal tersebut harus tercermin dalam
system pengendalian intern BPR yang terkait dengan perkreditan yang paling kurang
terdiri atas organisasi dan manajemen perkreditan, kebijakan dan prosedur serta sistem
informasi di bidang perkreditan.
2) Adanya mekanisme bahwa setiap pelanggaran terhadap PKPB dan prosedur
pelaksanaan kredit dapat segera diketahui dan dilaporkan kepada pejabat yang
berwenang, Direksi, dan/atau Dewan Komisaris.
3) Adanya kesempatan yang cukup bagi pihak yang diawasi untuk memberikan
penjelasan tentang latar belakang permasalahan dan masukan sebagai solusi kedepan.
4) Pengawasan kredit harus meliputi:
a) Pengawasan sehari-hari oleh Direksi dan/atau pejabat yang menangani
perkreditan secara berjenjang atas setiap pelaksanaan pemberian kredit atau
yang lazim dikenal dengan istilah pengawasan melekat.
b) Pengawasan yang dilakukan oleh satuan/unit kerja audit intern atau
pegawai/Direksi yang menangani audit intern terhadap semua aspek perkreditan
termasuk kaji ulang terhadap kebijakan dan prosedur serta organisasi dan
manajemen perkreditan.
2) Kualitas kredit dan kecukupan jumlah penyisihan penghapusan kredit telah sesuai
dengan ketentuan OJK yang mengatur mengenai kualitas aktiva produktif dan
pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif.
3) Pemberian kredit kepada pihak terkait dengan BPR, debitur grup dan/atau debitur besar
telah sesuai dengan PKPB dan ketentuan OJK yang mengatur mengenai BMPK.
4) Pemantauan pelaksanaan administrasi dokumen perkreditan telah sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
5) Penanganan kredit bermasalah, yaitu restrukturisasi kredit, hapus buku, hapus tagih,
dan Pengambilalihan agunan, telah sesuai dengan PKPB, ketentuan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
1) Restrukturisasi Kredit
Kriteria kredit yang dapat direstrukturisasi yaitu :
a) Debitur mengalami kesulitan pembayaran pokokdan/ atau bunga kredit;
b) Debitur memiliki prospek usaha yang baik dan diperkirakan mampu
memenuhi kewajiban setelah kredit direstrukturisasi; dan
c) Menunjukkan itikad baik dan bersedia untuk memenuhi kewajiban kredit
setelah restrukturisasi.
i. Pengambilalihan Agunan
PEDOMAN STANDAR KEBIJAKAN PERKREDITAN
(5) Hapus buku tidak dapat dilakukan terhadap sebagian kredit (partial
write off).
(6) Hapus tagih dapat dilakukan terhadap sebagian atau seluruh kredit.
(7) Hapus tagih terhadap sebagian penyediaan dana hanya dapat
dilakukan dalam rangka restrukturisasi kredit atau dalam rangka
penyelesaian kredit.
(8) Hapus buku dan/atau hapus tagih hanya dapat dilakukan setelah BPR
melakukan Upaya untuk memperoleh kembali kredit yang diberikan.
(9) Hapus buku terhadap kredit Macet tidak diperkenankan untuk kredit
kepada pihak terkait.
PEDOMAN STANDAR KEBIJAKAN PERKREDITAN
BAB 5
TRANSPARANSI INFORMASI
Dalam rangka meningkatkan Good Governance, BPR harus menerapkan transparansi informasi
mengenai setiap jenis kredit yang akan ditawarkan kepada debitur/calon debitur secara memadai,
jelas, akurat dan dapat diperbandingkan antara produk satu dengan produk lainnya sesuai hak dan
kebutuhan debitur/calon debitur.
Informasi yang disampaikan tersebut harus mudah dan dapat dipahami oleh debitur meliputi:
1. Informasi mengenai Karakteristik Kredit yang Ditawarkan Informasi mengenai karakteristik
kredit yang ditawarkan tersebut meliputi:
a. Nama Produk.
b. Manfaat dan risiko dari kredit yang ditawarkan kepada nasabah secara utuh khususnya
risiko yang akan timbul jika calon debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya
PEDOMAN STANDAR KEBIJAKAN PERKREDITAN
BAB 6
c. Khusus dokumen barang jaminan kredit, diteliti apakah sudah sesuai dengan
ketentuan penerimaan barang jaminan kredit yang berlaku di BPR . Apabila tidak
sesuai,maka Account Officer sebaiknya menjelaskan langsung kepada nasabah
agar menggantinya dengan barang jaminan kredit lainnya.
a. Meneliti dan menguji kembali atas laporan kunjungan dan rekomendasi yang dibuat
oleh Perangkat Kredit dan Analis Kredit.
b. Melaksanakan tugas terutama dalam kaitannya dengan pemberian persetujuan
kredit secara profesional, jujur, obyektif, cermat, seksama, dan independen tanpa
dapat dipengaruhi pihak-pihak manapun
c. Memutuskan pemberian kredit sesuai dengan batas wewenangnya.
Bagian Operasional
1. Khusus untuk nasabah baru harus membuka Tabungan melalui Customer Service.
2. Memproses penarikan atau pencairan fasilitas kredit berdasarkan media penarikan
yang diterima dari Bagian Administrasi Kredit berupa surat promes/Aksep atau
media penarikan lainnya.
PEDOMAN STANDAR KEBIJAKAN PERKREDITAN
2. PEMBAHARUAN KREDIT
- Tahapan yang dilakukan sama seperti proses pengajuan permohonan kredit baru.
PEDOMAN STANDAR KEBIJAKAN PERKREDITAN
- Analisa kredit lebih difokuskan kepada perkembangan usaha dan kondisi keuangan nasabah
setelah diberikan fasilitas kredit, apakah terdapat perubahan yang positif atau sebaliknya.
Setiap perkembangan harus diterangkan secara jelas.
Bagian Administrasi Kredit tidak diperkenankan untuk menjalankan proses pengikatan kredit
dan realisasi kredit apabila terdapat adanya penyimpangan atas persyaratan kredit yang telah
ditentukan oleh Komite Kredit, dan penyimpangan tersebut tidak dilengkapi Memorandum Intern
Persetujuan Direksi sesuai wewenang kredit.
PEDOMAN STANDAR KEBIJAKAN PERKREDITAN
BAB 7
1. Pengertian
- Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) adalah prosentase perbandingan batas
maksimum penyediaan dana yang diperkenankan terhadap modal bank.
- Penyediaan dana adalah penanaman dana bank baik dalam rupiah maupun valuta
asing, dalam bentuk kredit,surat berharga, penempatan dana antar bank, penyertaan ,
termasuk komitmen dan kontinjensi pada transaksi rekening administrative.
- Kelompok peminjam adalah sejumlah peminjam yang satu sama lainnya mempunyai
kaitan dalam hal kepemilikan,kepengurusan dan/ atau hubungan keuangan.
1. 25 % (dua puluh lima perseratus) atau lebih dari hak kepemilikan masing-
masing perusahaan dikuasai oleh suatu perusahaan atau seseorang atau cara
bersama oleh suatu keluarga.
2. Salah satu perusahaan menguasai 25 %(dua puluh lima perseratus) atau lebih
hak kepemilikan perusahaan lain.
4. Dalam hal tidak terdapat kepemilikan dan/ atau kepengurusan seperti yang
diatur di atas,maka dua atau lebih perusahaan dianggap kelompok apabila
terdapat hubungan keuangan sebagai berikut :
- Satu perusahaan bertindak sebagai penjamin penyediaan dana yang
diterima oleh perusahaan lainnya.
- Satu perusahaan memberikan bantuan keuangan kepada perusahaan
lainnya, sehingga mengakibatkan adanya pengendalian usaha oleh
perusahaan pemberi bantuan.
3. BATASAN BMPK :
3.1 Pihak yang terkait dengan bank :
a. BMPK bagi pihak terkait sebagai satu peminjam atau kelompok peminjam ditetapkan
setinggi-tingginya sebesar 10 % (sepuluh perseratus) dari modal bank.
c. Ketentuan ini berlaku juga untuk penyediaan dana kepada pihak terkait melalui bank
lain,perusahaan pembiayaan,Bank Perkreditan Rakyat dan/ atau bank lain dalam
rangka pertukaran penyediaan dana (loan swap) dengan resiko pada bank sendiri.
d. Penyediaan dana kepada pihak terkait wajib mendapatkan persetujuan dari Komisaris
bank.
e. Penyediaan dana kepada pihak terkait tidak boleh bertentangan dengan prosedur
umum perkreditan yang berlaku dan wajib tetap memberikan keuntungan yang wajar
bagi bank.
f. Apabila kualitas penyediaan dana kepada pihak terkait menurun menjadi Kurang
Lancar (2),diragukan (3) dan macet (4), bank wajib mengambil langkah penyelesaian
dengan cara restrukturisasi kredit dan/ atau pelunasan oleh debitur selambat-
lambatnya dalam jangka waktu 60 (enam puluh)hari.
Penyediaan dana
Pada saat pemberiannya
----------------------------------------X 100 % = ……….% (BMPK)
Modal
Pada saat pemberian
Penyediaan dana
b. Pelampauan BMPK :
- Pelampauan BMPK adalah penyediaan dana pada tanggal laporan BMPK yang
melebihi modal disetor bank pada tanggal laporan BMPK.
c. Ketentuan lainnnya :
- Perhitungan penyediaan dana adalah :
1. Penanaman dana pada Sertifikat OJK dan surat utang yang diterbitkan oleh
pemerintah Indonesia.
PEDOMAN STANDAR KEBIJAKAN PERKREDITAN
3. Bagian penyediaan dana yang dijamin dengan jaminan tunai berupa giro, deposito,
tabungan,setoran jaminan yang diblokir dan disertai dengan surat kuasa pencairan.
- Apabila terjadi pelanggaran atau pelampauan BMPK, bank wajib menyusun dan
menyampaikan rencana penyelesaian (action plan), yang sekurang-kurangnya memuat
upaya-upaya penyelesaian pelanggaran atau pelampauan BMPK dengan target waktu
penyelesaian selama periode tertentu.
5. PELAPORAN BMPK
- Bank wajib menyampaikan laporan :
1. Pelanggaran dan/ atau pelampauan BMPK dan penyediaan dana kepada pihak
terkait kepada OJK dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah akhir
bulan laporan.
2. Laporan action plan penyelesaian pelanggaran atau pelampauan BMPK kepada
OJK selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah akhir bulan laporan.
3. Laporan pelaksanaan action plan masing-masing untuk pelanggaran dan
pelampauan BMPK kepada OJK selambat-lambatnya 14(empat belas) hari setelah
tahapan realisasi action plan.
- Laporan BMPK wajib ditandatangani oleh pejabat yang berwenang, Direksi dan
Komisaris Bank.
6. SANKSI
- Untuk Menjadi perhatian bagi karyawan BPR yang bertanggungjawab atas Pelaporan:
2. Pemberian fasilitas kredit kepada pihak-pihak yang tidak terkait dengan Bank wajib
mendapatkan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Komisaris Utama atau 2 (dua)
Komisaris,untuk jumlah sesuai dengan ketentuan OJK yang berlaku.
PEDOMAN STANDAR KEBIJAKAN PERKREDITAN
BAB 8
ANALISA KREDIT
Analisa kredit merupakan kegiatan yang sangat penting dari Sistim Manajemen Perkreditan yang
dijadikan dasar dalam mengelola risiko kredit dan sebagai sarana pengambilan keputusan yang
sehat sehingga analisa sangat menentukan tingkat keberhasilan kredit, apakah kredit yang akan
diberikan dikembalikan secara baik (pokok+bunga) atau tidak sama sekali.
Analisa kredit wajib dilakukan terhadap setiap pengajuan permohonan kredit tanpa
terkecuali baik kredit yang diajukan dengan jaminan berupa harta tetap maupun cash
collateral.
2. Sumber data :
Pengumpulan data harus dilakukan pada sumber-sumber yang dapat dipercaya dan
diyakini cukup akurat informasinya mengenai nasabah/calon debitur.
Batas waktu pengumpulan data yang diperlukan bank dan harus dipenuhi oleh nasabah
maksimum 2 (dua) minggu setelah permohonan kredit diterima. Apabila setelah batas
waktu tersebut terlampaui dan nasabah belum/tidak melengkapi data yang diperlukan
bank, maka berkas permohonan kredit segera dikembalikan kepada pemohon.
PEDOMAN STANDAR KEBIJAKAN PERKREDITAN
Oleh karena itu, Credit Officer harus aktif baik secara lisan maupun tertulis dalam
menghubungi nasabah untuk meminta data-data yang diperlukan bank.
b. Pihak ketiga
- Account Officer menelpon atau berkunjung kepada pihak-pihak yang
berkaitan dengan nasabah atau bidang usaha yang sejenis dengan bidang
usaha nasabah.
b. Melakukan pertemuan dengan calon debitur/ debitur di kantor bank atau melakukan
kunjungan ke tempat debitur/ calon debitur.
c. Setiap pertemuan dan kunjungan harus dituangkan dalam laporan hasil kunjungan
dan rencana tindak lanjut.
B. VERIFIKASI DATA
1. Tujuannya untuk menjamin dan menyakini kebenaran serta keakuratan dari data/
informasi yang telah dikumpulkan.
b. Persediaan Barang :
Periksa buku persediaan, apakah sesuai dengan saldo menurut neraca.
Hitung jumlah persediaan/ jumlah unit perjenis barang.
Perkiraan harga pasar barang.
Kondisi barang (masih baik, rusak, tidak laku, dll).
d. Piutang Dagang :
Periksa daftar perincian piutang, apakah sesuai dengan neraca.
Jangka waktu hutang.
Besarnya piutang bermasalah dan prospek penyelesaiannya.
e. Hutang Dagang :
Perincian daftar hutang, apakah sesuai dengan neraca.
Jangka waktu hutang.
Persyaratan pembayaran, besarnya bunga dan kelancaran pembayarannya.
h. Proyek (konstruksi) :
Surat Perintah Kerja (SPK), dicocokkan dengan yang asli.
Siapa pemberi proyek.
Pemenang tender langsung atau penunjukan atau menggunakan nama
perusahaan lain.
Apabila tidak langsung, bagaimana hubungan kerjasamanya.
Lokasi proyek.
Tingkat penyelesaian.
Hambatan/ kesulitan.
Tenaga kerja dan tingkat keahlian yang diperlukan.
Kualitas Proyek.
Peralatan yang digunakan/ dimiliki.
4. Memintakan informasi kepada pihak ketiga, baik melalui telepon, kunjungan/ wawancara
guna menverifikasi data/ informasi penting :
- Bank Indonesia :
Melalui pengecekan oleh Bagian Administrasi Kredit bank. Penjelasan dapat dilihat
pada Pedoman Prosedur Perkreditan, Bagian Proses Kredit, Bab Analisa Kredit, Sub-
bab – Bank & Trade Checking.
PEDOMAN STANDAR KEBIJAKAN PERKREDITAN
- Pemasok :
Volume pembelian oleh nasabah.
Harga dan syarat pembayaran.
Waktu penyerahan.
Kelancaran pembayaran.
Kemudahan mendapatkan barang.
- Pembeli :
Volume penjualan barang.
Syarat-syarat penjualan.
Ketepatan waktu penyerahan.
Kepuasan pembeli atas produk/ jasa nasabah.
- Perpustakaan/ penerbitan :
Informasi pasar sejenis.
Tingkat persaingan.
Informasi produk/ jasa nasabah.
Jumlah penyerapan pasar dan tingkat kejenuhannya.
- Reputasi dan bobot daripada pihak-pihak pemberi informasi dan tingkat kewajaran
dari informasi itu sendiri.
6. Setiap hasil verifikasi agar dituangkan dalam formulir laporan hasil kunjungan dan rencana
tindak lanjut.
PEDOMAN STANDAR KEBIJAKAN PERKREDITAN
2. Untuk nasabah/ calon nasabah berbentuk Perseroan Terbatas (PT), wajib dilakukan
juga pengecekan atas nama pribadi dari pemegang saham dan/ atau pengurus
perseroan tersebut.
b. Kolektibilitas kredit (Kol 1-Lancar, Kol 2-Dalam Perhatian Khusus (Bank Umum),
Kol 2-Kurang Lancar, Kol 3-Diragukan dan Kol 4-Macet).
c. Plafond kredit, baki debet serta fasilitas kredit yang telah diperoleh nasabah.
d. Jenis, nilai transaksi, bentuk pengikatan jaminan kredit dan jangka waktu
pengikatan kredit.
4. Ketentuan ini berlaku untuk semua jenis permohonan kredit (baru penambahan
fasilitas kredit, perubahan fasilitas kredit, dll)
5. Apabila terdapat biaya yang dibebankan oleh OJK, biaya tersebut menjadi tanggung
jawab calon debitur.
6. Hasil analisa pengecekan OJK tersebut harus dituangkan dalam Proposal Kredit.
1. Untuk setiap permohonan kredit yang diterima, Account Officer wajib melakukan
pengecekan kepada relasi usaha dan pihak ketiga lainnya.
3. Hasil analisa pengecekan harus dituangkan dalam laporan hasil kunjungan dan
dalam Nota Analisa Kredit.
PEDOMAN STANDAR KEBIJAKAN PERKREDITAN
- Dalam Nota Analisa Kredit, harus dicantumkan secara jelas dan terperinci informasi
kondisi, perkembangan terakhir dan prospek usaha nasabah.
a. Pesaing Usaha .
b. Risiko Usaha nasabah
c. Usaha mengatasi risiko
d. Wajib dilengkapi dengan dokumen-dokumen pendukung yang relevan dan
berkaitan langsung dengan bidang usaha yang akan dibiayai Bank.
a. Dalam tujuan penggunaan kredit, harus dijelaskan secara spesifik bidang usaha
yang mana yang akan dibiayai oleh kredit bank.
b. Wajib dilengkapi dengan dokumen-dokumen pendukung yang relevan dan
berkaitan langsung dengan bidang usaha nasabah tersebut.
BPR hanya membiayai usaha nasabah yang berada dalam wilayah kerja Bank, yaitu
E. ANALISA KEUANGAN
1. Analisa Rekening Koran/ Tabungan (Apabila ada & Diperlukan)
Merupakan perbandingan antara rata-rata penjualan debitur dengan rata-rata mutasi
kredit rekening Koran/tabungan di bank.
Mutasi/ perputaran rekening Koran/Tabungan bank dapat menggambarkan secara
umum mengenai hal-hal berikut :
- Penerimaan dan pengeluaran yang dilakukan oleh debitur (mutasi Kredit dan
mutasi Debet).
- Kondisi keuangan debitur, tercermin dari banyak warkat kliring tolakan/ menolak,
seringnya terjadi cross clearing/ overdraft, dll.
- Kondisi dari para langganan/ konsumen debitur, apabila setoran warkat kliring
banyak yang ditolak oleh penarik, maka hal ini mencerminkan langganannya
sudah mulai kesulitan keuangan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan tehnik analisa ini adalah :
- Apabila transaksi penjualan debitur tidak seluruhnya disalurkan melalui bank
(sebagian dilakukan secara cash to cash, yaitu hasil penerimaan dari
konsumennya langsung digunakan untuk pembayaran kepada Suppliernya)
- Debitur memiliki beberapa rekening giro/ tabungan di beberapa bank dan tidak
semua copy rekening giro/ tabunga tersebut berhasil diperoleh, maka transaksi
tersebut tidak akan tercantum dalam mutasi kredit rekening Koran/tabungan
debitur di bank, sehingga perbandingan yang dilakukan tidak akan sama dengan
hasil wawancara.
PEDOMAN STANDAR KEBIJAKAN PERKREDITAN
- Debitur melakukan window dressing, yaitu dengan jumlah dana yang sama
dilakukan transaksi antar bank (debitur membuka cek atau bilyet giro dari rekening
giro/tabungannya di satu bank yang dananya merupakan hasil penyetoran
(dengan bilyet giro) dari rekening gironya di bank lain atau sebaliknya)
a. Proyeksi arus kas dibuat untuk menilai kebutuhan keuangan debitur (jumlah,
kapan digunakan dan berapa lama) guna menilai kemampuan debitur dalam
membayar kembali kewajiban kreditnya kepada bank.
2. Proyeksi arus kas didasarkan pada asumsi yang lengkap, wajar dan
realistis, serta dibuat dalam satu skenario yang wajar dan dibuat
sampai kredit lunas.
- Pembelian aktiva.
- Pembayaran deviden.
d. Proyeksi arus kas digunakan untuk Kredit Investasi, Kredit Modal Kerja yang
bersifat angsuran dan Kredit Konstruksi.
Keterangan
KMK = Kebutuhan Modal Kerja
PPB = Perputaran Persediaan Barang
PPD = Perputaran Piutang Dagang
PUD = Perputaran Utang Dagang
HPP = Harga Pokok Penjualan
PEDOMAN STANDAR KEBIJAKAN PERKREDITAN
1. Besarnya gaji dengan maksimal potongan gaji untuk angsuran kredit setiap
bulannya maksimal 33,33 % dari penerimaan bersih gaji tetap bulanan dari
nasabah.
(MPG × G) x JW
HP + (I x JW)
PEDOMAN STANDAR KEBIJAKAN PERKREDITAN
Keterangan :
a. Data-data yang diperlukan adalah Laporan keuangan debitur, yaitu Laporan Neraca dan
Perhitungan Laba/ Rugi.
b. Apabila Account Officer/Analis Kredit tidak dapat memperoleh laporan keuangan resmi dari
debitur, maka harus diupayakan agar dibuatkan “LAPORAN KEUANGAN PROFORMA”,
yaitu laporan keuangan yang dibuat berdasarkan data hasil wawancara dan pengamatan
langsung terhadap catatan pembukuan/ keuangan yang dimiliki oleh debitur.
Merupakan analisa % yang dilakukan terhadap Laporan Neraca dan Laba/ Rugi,
sebagai berikut :
- Analisa Horisontal
Membandingkan laporan keuangan dalam beberapa periode laporan, apakah
terdapat kenaikan/ penurunan, dan apakah terdapat perubahan yang cukup
berarti yang mempengaruhi jalannya usaha debitur.
- Analisa Vertikal
Membandingkan pos-pos yang ada dalam laporan keuangan (Neraca dan
Laba/ Rugi) dalam satu periode laporan.
Days Receivable
( Piutang Dagang : Hasil Penjualan ) x 360 hari
Days Payable
( Hutang Dagang : Hasil Penjualan ) x 360 hari
G. ANALISA RISIKO
1. Analisa risiko diperlukan untuk mengindentifikasi dan menganalisa dampak dari semua
risiko terhadap nasabah, sehingga keputusan kredit yang diambil benar-benar sudah
diperhitungkan risiko yang akan terjadi.
PEDOMAN STANDAR KEBIJAKAN PERKREDITAN
a. Risiko Umum, yaitu risiko yang berkaitan dengan risiko sektor ekonomi berdasarkan
data historis secara nasional.
b. Risiko khusus, yaitu risiko yang bersifat internal/ mikro yang ada pada debitur sendiri.
1 Dengan menggunakan hasil analisa keuangan dan wawancara dengan debitur agar
diidentifikasikan risiko khusus.
4 Menuangkan hasil analisa risiko tersebut secara jelas serta upaya-upaya yang sudah
atau akan dilakukan untuk meng-cover risiko tersebut dalam Proposal Kredit, serta
menetapkannya dalam persyaratan kredit pada Offering Letter.
5 Beberapa risiko khusus di bidang perkreditan yang harus diperhatikan antara lain :
BAB 9
2. No.KTP
Diisi nomor KTP yang berlaku
4. ALAMAT RUMAH
- Diisi alamat rumah tinggal nasabah (sesuai dengan KTP) dan nomor teleponnya
(minimal nomer terlepon baik rumah ataupun HP disertakan 2 nomer).
5. STATUS RUMAH
6. INFORMASI PEKERJAAN
Diisi alamat kantor atau tempat usaha nasabah dan nomor teleponnya.
7. BIDANG USAHA
Diisi jenis usaha nasabah yang jelas.
11. TANGGAL
Diisi tanggal pembuatan dan pengisian permohonan
2. JANGKA WAKTU
- Pembuatan dan pengerjaan formulir dilakukan secara tertulis sesuai formulir yang
sudah tersedia.
- Form LKK berisikan informasi persetujuan fasilitas kredi baru, pembaharuan dan
perpanjangan.
- Form LKK selain digunakan sebagai informasi persetujuan fasilitas kredit juga
digunakan sebagai dasar bagi Admin Kredit untuk melakukan realisasi kredit.
PEDOMAN STANDAR KEBIJAKAN PERKREDITAN
C. PROPOSAL KREDIT
1. PENDAHULUAN
- Prinsip utama yang harus diperhatikan adalah SINGKAT, PADAT dan JELAS,
dimana laporan yang dibuat walaupun singkat tetapi harus dapat menjelaskan
mengenai kondisi usaha, keuangan dan jaminan nasabah yang mengajukan
permohonan kredit.
2. DATA NASABAH
- Memuat keterangan mengenai nasabah, seperti : Nama, alamat rumah &
usaha, bidang usaha, dsb.
2. Apabila nasabah sudah memperoleh fasilitas kredit dari perbankan (BPR CITA
DEWI dan/ atau bank lainnya), data-data kredit tersebut harus dicantumkan,
dengan sub-judul sebagai berikut :
Dalam hal usaha calon debitur lebih dari satu, maka harus
dicantumkan untuk kredit modal kerja usaha yang mana.
b. Manajemen
- Struktur organisasi resmi dan bagaimana pada prakteknya (kalau
berbeda) serta kualitas dari organisasinya (keuangan, marketing,
produksi).
- Siapa tokoh utama (key-person) perusahaan, termasuk latar
belakang pendidikan, keahlian dan pengalamannya.
- Reputasi dan integritasnya dalam dunia business.
b. Pemasaran
- Konsumen-konsumennya (golongan konsumen).
- Sistem distribusi dan daerah konsentrasi pemasarannya.
- Policy penjualan (promosi, after sales service) dan berapa lama
selling termnya.
- Produk merupakan market leader dan keistimewaannya produk
itu.
PEDOMAN STANDAR KEBIJAKAN PERKREDITAN
Market Share
- Pemegang peranan utama dalam indutri yang bersangkutan.
- Keadaan kompetisi pasar yang ada.
- Prosentase market share dari debitur/ calon debitur, apakah
masih dapat ditingkatkan atau dipertahankan atau menurun.
- Industri yang bersangkutan dikuasai monopolis atau tidak.
Peraturan Pemerintah
Bagaimana campur tangan pemerintah dalam industri ? masih
besar atau industri tersebut mendapat prioritas dan hak-hak
istimewa dari pemerintah.
- Untuk Kredit Investasi (umunya jangka waktu lebih dari satu tahun dengan
pembayaran angsuran), harus dibuat cash flow budget yang dilengkapi
dengan proyeksi keuangan yang disusun minimal sesuai jangka waktu
kredit yang akan diberikan.
Sertifikat tanah.
Ijin Bangunan.
Rencana tata kota.
Bukti kepemilikan sah atas kepemilikan mesin/ kendaraan, dll.
b. Jaminan mudah untuk dijual (highly marketable) atau masih adanya dokumen-
dokumen yang belum lengkap (penyimpangan), serta apakah penilaian taksasi
jaminan masih tergolong wajar atau berlebihan (over-value) atau malahan
rendah sekali (under-value).
c. Hasil penilaian harus selalu dicantumkan nilai market dan nilai likuidasi jaminan.
b. Rumus perhitungan :
g. Dari analisa tersebut diatas perlu diambil kesimpulan apakah jaminan yang
ada/ akan ada cukup kuat dan dapat diandalkan sebagai second way-out dalam
hubungannya dengan hasil analisa mengenai first way-outnya, yaitu dengan
menyebutkan faktor-faktor positif dan negatif daripada jaminan kredit yang
diterima oleh bank.
8. SWOT ANALYSIS
a. Merupakan analisa terhadap :
- Kondisi usaha debitur (mikro), yaitu :
b. Setelah dievaluasi secara keselurahan baik ditinjau dari segi kualitatif maupun
kuantitatif, tentukan resiko yang penting dan bagaimana cara efektif untuk
mengatasinya (misalnya dengan mengenakan positif maupun negative
covenant atau dengan cara lain agar resiko dapat ditanggulangi sedini
mungkin).
10. KESIMPULAN
a. Umum
- Tuangkan dalam kalimat singkat, jelas (to the point) kesimpulan dari
keseluruhan aspek, baik terhadap evaluasi kualitatif maupun kuantitatif.
- Bagian ini merupakan inti dari seluruh evaluasi sehingga dapat disimpulkan
mengenai baik buruknya usaha nasabah/ calon nasabah (secara seimbang
dan tidak ada yang disembunyikan).
- Dalam hal ini disimpulkan mengenai kuat/ lemahnya first dan second way-
out mengingat resiko-resiko kredit yang telah dianalisa diatas.
b. Sebutkan fasilitas kredit yang diusulkan, yang meliputi : jenis fasilitas, plafond
kredit, jangka waktu, provisi, komisi, biaya administrasi kredit.
c. Sebutkan juga kondisi dan persyaratan kredit (positif & negatif covenants) yang
harus dipenuhi atau tidak boleh dilakukan oleh nasabah.
BAB 10
PERSETUJUAN KREDIT
A. PENGERTIAN
- Persetujuan kredit dapat diartikan sebagai keputusan dari Komite Kredit untuk
menempatkan dana dan modal bank pada suatu aktiva yang berisiko.
- Oleh karena itu, persetujuan kredit harus mencerminkan suatu pernyataan bahwa
nasabah yang disetujui permohonan kreditnya adalah nasabah yang layak dalam hal
sebagai berikut :
2. Keputusan persetujuan atau penolakan permohonan kredit akan dilakukan oleh Komite
Kredit dalam rapat Komite kredit.
- Semua pejabat Komite Kredit harus hadir dalam rapat tersebut apabila diperlukan
maka bagian supporting unit lainnya, seperti : Admin Kredit dapat dimintakan hadir
untuk memberikan penjelasannya kepada Komite Kredit.
- Apabila terdapat salah satu atau lebih pejabat Komite Kredit berhalangan hadir
dalam rapat dan tidak ada pengganti sementara pejabat yang bersangkutan, maka
:
a. Berhalangan hadir sampai dengan 2 (dua) hari kerja, tetap harus menunggu
kehadiran anggota Komite Kredit tersebut.
b. Berhalangan hadir lebih dari 2 (dua) hari kerja, maka permohonan kredit (credit
file) diajukan kepada Komite Kredit yang lebih tinggi.
PEDOMAN STANDAR KEBIJAKAN PERKREDITAN
- Dikecualikan dari keharusan rapat Komite Kredit, proses keputusan kredit dapat
dilakukan tanpa melalui rapat Komite Kredit, khusus untuk permohonan kredit sudah
sesuai dengan ketentuan perkreditan yang berlaku (tidak ada penyimpangan),
seperti :
a. Permohonan kredit yang dijamin oleh jaminan tunai (Back to Back Loan).
b. Khusus untuk Kredit Konsumtif perorangan yang bukan KPR, KRR, KKR.
d. Dalam hal ini, Account Officer tetap harus melakukan presentasi langsung
kepada masing-masing pejabat Komite Kredit terkait.
4. Keputusan mengenai permohonan Kredit harus langsung ditetapkan pada rapat Komite
Kredit, keputusan Komite kredit dapat berupa :
- Apabila nasabah menyetujui jumlah plafond kredit yang telah ditetapkan, proses
kredit dapat diteruskan.
- Apabila nasabah menyetujui jumlah plafond kredit yang telah ditetapkan, proses
kredit dapat diteruskan.
PEDOMAN STANDAR KEBIJAKAN PERKREDITAN
- Permohonan kredit dapat dibahas dan diajukan kembali pada rapat Komite
Kredit berikutnya.
5. Setiap pejabat Komite Kredit harus memberikan tanggapan dan tandatangan pada
Lembar Keputusan Komite Kredit.
7. Apabila terdapat penyimpangan, maka Komite Kredit yang akan memutuskan apakah
penyimpangan tersebut dapat diterima atau tidak sesuai BWMK.
2. Apabila dalam rapat tersebut belum dapat diputuskan atau dipending maka keputusan
kredit harus sudah selesai pada rapat berikutnya.
2. Setiap pertanyaan yang timbul dari seorang pejabat Komite Kredit, harus terlebih duhulu
mendapatkan jawaban yang tuntas dari Account Officer.
3. Account Officer harus memperhatikan dan menindak lanjuti setiap tanggapan atau
persyaratan tambahan yang ditetapkan oleh pejabat Komite Kredit, dengan
menuangkannya dalam surat persetujuan Kredit (Notifikasi) atau akta perjanjian kredit.
1. Dalam pelaksanaan, setiap pihak yang terkait dengan perkreditan harus secara jelas
dan tegas menjalankan prinsip kehati-hatian dalam menerima, memproses dan
menyetujui setiap permohonan kredit.
memperhitungkan jumlah keseluruhan kredit dalam kelompok usaha yang terkait (one
obligor concept).
BAB 11
2. Proses kredit tidak diperkenankan untuk diteruskan apabila ditemukan kejanggalan atau
keragu-raguan atas keabsahan dokumen barang jaminan kredit.
3. Apabila ditemukan adanya kejanggalan pada dokumen tersebut, hal-hal tersebut harus
segera dilaporkan dan diinformasikan kepada Account Officer dan Komite Kredit.
a. SERTIFIKAT TANAH :
- Dilakukan pengecekan keabsahan sertifikat tanah kepada BPN setempat
melalui Notaris/ PPAT yang ditunjuk oleh bank.
- Untuk proses kredit yang bersifat urgent, petugas bank (Legal Officer) dapat
melakukan pengecekan langsung kepada BPN dengan didampingi oleh staf
resmi dari Notaris/ PPAT yang ditunjuk oleh bank.
- Yang dimaksud dengan akta otentik / notariil adalah akta/ surat perjanjian yang dibuat
oleh dan/atau di hadapan Pejabat yang ditunjuk oleh bank dan yang diangkat resmi oleh
pemerintah menurut ketentuan perundang-undangan.
- Kekuatan hukum
1. Akta pengikatan notariil sudah mempunyai kekuatan hukum yang pasti.
2. Semua hal yang ada dan diatur serta diperjanjikan dalam data otentik bersifat
mengikat dan tidak dapat/ tidak mungkin dibantah atau dipermasalahkan oleh para
lawan, kecuali apabila yang bersangkutan memang dapat membuktikannya.
- Kekuatan Hukum
a. Akta pengikatan di bawah tangan (Intern) belum mempunyai kekuatan hukum yang
pasti.
b. Akta perjanjian yang dibuat secara di bawah tangan sepanjang diakui isinya oleh
pihak-pihak yang terkait merupakan undang-undang dan mengikat bagi
pembuatnya, namun apabila keabsahan akta tersebut dibantah/ diingkari oleh
pihak lawan maka pihak yang dibantah harus membuktikan kebenaran dari akta
tersebut.
- Apabila belum atau tidak ada, Admin Kredit tidak diperkenankan untuk melanjutkan
proses kredit. Account Officer harus melengkapi atau memintakan persetujuan tertulis
terlebih dahulu kepada Komite Kredit bahwa pengikatan kredit akan dilaksanakan
dengan kondisi dokumen tidak lengkap atau terdapat penyimpangan.
a. Admin Kredit harus memastikan bahwa debitur sudah menyetujui semua kondisi dan
persyaratan kredit yang dituangkan dalam Surat Pemberitahuan Persetujuan Kredit
(Notifikasi).
b. Semua pihak yang terkait harus hadir pada saat penandatanganan kredit seperti : istri/
suami debitur, pemilik jaminan suami/ istri, dsb.
Akta induk atau Akta yang pertama Perjanjian Kredit & Pengikatan Barang Jaminan :
- Untuk jaminan kredit berupa sertifikat tanah, harus dibuat secara notariil berupa
Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT).
- Untuk jaminan kredit bukan sertifikat tanah, dapat dilakukan secara notariil atau di
bawah tangan, disesuaikan dengan keputusan Komite Kredit.
- Jaminan utama, jaminan tambahan dan pelengkapnya bukan sertifikat tanah, dapat
dilakukan secara notariil atau dibawah tangan, disesuaikan dengan keputusan Komite
Kredit.
4. Admin Kredit bertanggung jawab atas pelaksanaan penandatanganan kredit tersebut dan
Admin Kredit diberikan wewenang untuk menunda proses penandatanganan apabila
terdapat keragu-raguan atau ketidak lengkapan dokumen utama.
5. Setiap kali penandatanganan Akta Perjanjian dan/atau Pengikatan Kredit di kantor notaris
harus dihadiri oleh Admin Kredit, Account Officer dan Pejabat yang mewakili Bank (Minimal
salah satu harus hadir).
a. Akta perpanjangan kredit dapat dilakukan secara di bawah tangan, tetapi tidak menutup
kemungkinan untuk dibuat secara notariil yang dilihat secara kasus perkasus.
b. Formulir kredit yang digunakan
- Formulir Perjanjian Perpanjangan Kredit.
- Apabila pengikatan sebelumnya dilakukan secara notariil, perpanjangan dapat
dilakukan dengan menggunakan addendum kredit yang disediakan oleh Notaris
rekanan BPR Cita Dewi.
Akta pengikatan jaminan kredit dapat dilakukan secara notariil atau dibawah tangan,
disesuaikan dengan keputusan dari Komite Kredit.
b. Logam Mulia
- Akta perjanjian Gadai Barang
3. Deposito
- Akta Perjanjian Gadai Barang
- Surat Kuasa Pencairan dan Perpanjangan deposito
BAB 12
PEDOMAN STANDAR KEBIJAKAN PERKREDITAN
PENGAWASAN KREDIT
1. PENDAHULUAN
Tujuan Pengawasan Kredit
- Pelaksanaan fungsi pengawasan kredit untuk dapat memberikan kontribusi bagi terciptanya
portfolio kredit yang sehat, baik dari segi kualitas maupun tertib administrasi kredit
- Fungsi pengawasan kredit ini terutama dikaitkan dengan usaha untuk memperkuat aspek
Pengendalian internal dalam kegiatan pemberian kredit.
a. Organisasi fungsi perkreditan, dimana terdapat ketentuan mengenai komite kredit, batas
wewenang pemberian kredit, pemisahan fungsi antara Marketing Lending dengan Legal
Officer dan Administrasi Kredit, dll.
b. Ketentuan mengenai klasifikasi kredit, penentuan tingkatan klasifikasi kredit ini mengacu
kepada ketentuan OJK mengenai kredit yang diklasifikasikan
b. Semua jenis kredit termasuk kredit kepada pihak-pihak terkait dengan bank dan kelompok
debitur-debitur besar tertentu
a. Pengawasan Pasif
Dengan cara memantau perkembangan perkreditan secara administrasi berdasarkan data-
data yang ada pada bank
b. Pengawasan Aktif
Dengan cara peninjauan langsung terhadap kegiatan perkreditan yang ada.
ii. Apabila terdapat kekurangan dokumen yang disyaratkan, maka harus dibuatkan
memorandum persetujuan dokumen tidak lengkap (dokumen yg harus dipenuhi).
ii. Dokumen yang disyaratkan harus dipenuhi oleh debitur setelah yang bersangkutan
mendapatkan kredit dari bank, seperti penyerahan laporan keuangan dan persediaan
barang secara berkala, dll
iii. Aktivitas debitur pada BPR Cita Dewi, seperti mutasi rekening Tabungan, pembayaran
kewajiban bank, overdraft, dll
ii. Sampai sejauh mana manfaat dari kredit yang diberikan bagi perkembangan usaha
nasabah
iii. Bagaimana kondisi keuangan dan usaha nasabah terkini, apakah mengalami kemajuan
atau terjadi kemunduran. Apabila terjadi kemunduran maka harus diteliti mengenai
sebab-sebab atau alasan terjadinya kemunduran tersebut.
b. Selain Marketing Lending, Petugas Penilai intern bank wajib melakukan peninjauan,
pemeriksaan, dan penilaian ulang atas barang jaminan kredit yang diberikan nasabah
kepada bank.
b. Hasil peninjauan, pemeriksaan dan penilaian ulang barang jaminan kredit harus dituangkan
dalam Laporan Pemeriksaan ulang jaminan kredit.
PEDOMAN STANDAR KEBIJAKAN PERKREDITAN
BAB 13
b. Melakukan bank checking kepada OJK, untuk mengecek kolektibilitas calon nasabah
tersebut, apabila calon nasabah sudah tergolong Kredit Bermasalah maka sebaiknya
langsung ditolak permohonan kreditnya.
c. Kelengkapan dokumentasi kredit dan calon nasabah harus sudah dipenuhi semuanya
(minimal fotocopy).
d. Khusus untuk barang jaminan berupa sertifikat tanah, dengan bantuan Notaris dilakukan
pengecekan keberadaan buku tanah di BPN setempat (pengecekan berdasarkan
fotocopy sertifikat tanah yang bersangkutan).
e. Admin Kredit mempersiapkan dokumen Perjanjian Kredit dan pengikatan barang jaminan
kredit.
f. Setelah permohonan kredit disetujui oleh Komite Kredit, maka terlebih dahulu nasabah
harus menandatangani Surat Pemberitahuan Persetujuan Kredit (Notifikasi) sebagai
bukti bahwa nasabah telah menyetujui kondisi dan persyaratan kredit.
b. Semua pihak yang terkait, yaitu nasabah (suami & istri), pihak penjamin (suami & istri) dan
pihak lainnya seperti ahli waris dari penjamin (suami & istri) harus telah hadir dan siap di
kantor BPR.
PEDOMAN STANDAR KEBIJAKAN PERKREDITAN
d. Semua pihak yang terkait, Account Officer dan Admin Kredit bersama-sama ke notaris, untuk
melakukan pengikatan kredit dan barang jaminan dan akta notariil di hadapan notaries
tersebut berdasarkan hasil pengecekan dan fotocopy dokumen jaminan. Pelaksanaan
dilakukan pagi hari, sehingga apabila terjadi proses yang bertele-tele, Bank masih
mempunyai waktu yang cukup.
e. Admin Kredit wajib menyaksikan pengikatan kredit serta bertanggung jawab atas
kelengkapan dokumen kredit nasabah dan mempunyai wewenang untuk membatalkan dan
menunda proses pengambilalihan kredit tersebut apabila terdapat data-data yang kurang
atau adanya keragu-raguan.
f. Setelah pengikatan telah dilakukan dengan benar dan sah, maka Legal Officer, nasabah/
penjamin bersama dengan petugas Bagian Operasional melakukan penyetoran dana atau
menunjukkan bukti transfer (copy Credit Nota) kepada bank lain.
ii. Asli dokumen jaminan tidak dapat diterima pada hari yang sama, dalam kasus ini harus
diupayakan untuk meminta surat pernyataan atau surat keterangan dari bank tersebut
(bermeterai cukup) yang isinya menyatakan bahwa :
- Dana sejumlah yang disetorkan (tunai atau LLG atau RTGS) telah diterima dan
digunakan untuk pelunasan kredit nasabah yang bersangkutan.
- Asli dokumen barang jaminan beserta surat-surat lainnya akan segera diserahkan
langsung kepada BPR.
iii. Apabila surat keterangan resmi tidak dapat diperoleh, maka minimal harus diperoleh
memo atau komitmen dari Direksi/pejabat bank/Branch Manager tersebut bahwa asli
dokumen jaminan hanya akan diserahkan kepada BPR .
h. Admin Kredit wajib memeriksa dengan teliti kelengkapan dan keabsahan dokumen jaminan
:
i. Sertifikat tanah dan/ atau bangunan
- Asli Sertifikat tanah
- Asli Akta Jual Beli (bila ada)
- Asli IMB, denah bangunan dan planning permit
- Asli APHT, dan Sertifikat Hak Tanggungan
- Asli surat keterangan Roya APHT dari bank tersebut
- Asli surat keterangan pelunasan kredit (apabila ada)
- Asli polis asuransi
- Surat-surat lainnya yang ada pada bank tersebut
PEDOMAN STANDAR KEBIJAKAN PERKREDITAN
i. Khusus untuk sertifikat tanah, asli sertifikat tanah, Akta APHT, sertifikat Hak Tanggungan
dan surat keteranagan roya APHT dari bank lain langsung diserahkan kepada Notaris agar
dapat segera dilakukan pencabutan roya APHT lama dan pemasangan Hak Tanggungan
baru atas nama BPR.
Untuk itu notaries harus menyerahkan bukti tanda terima dokumen barang jaminan dan surat
keterangan pengurusan dan penyerahan sertifikat tanah tersebut kepada BPR.
j. Khusus untuk take over dengan cara transfer, Admin Kredit wajib mengkonfirmasikan
kepada pejabat yang berwenang mengenai bahwa asli dokumen sudah dapat diterima
dengan baik dan lengkap sebelum penutupan jam kliring BI.
Demikian SOP ini dibuat, untuk dapat dijadikan sebagai dasar dan pedoman dalam
operasional PT. BPR CITA DEWI Colomadu.
Ditetapkan di Colomadu
Hari/Tanggal : Senin, 02 Oktober 2017