Contoh Master Tabel
Contoh Master Tabel
Skripsi
Disusun oleh:
Yuniarti Harsono
02/155443/KU/10416
FAKULTAS KEDOKTERAN
iii
DAFTAR ISI
Halaman
INTISARI……………………………………………………………... x
ABSTRACT ........................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah………………………………………………. 5
C. Tujuan Penelitian………………………………………………… 6
D. Manfaat Penelitian………………………………………………. 6
E. Keaslian Penelitian………………………………………………. 7
A. Bermain…………………………………………………………… 10
B. Hospitalisasi……………………………………………………… 16
C. Kooperatif……………………………………………………….. 23
vi
E. Landasan Teori…………………………………………………… 29
F. Kerangka Konsep……………………………………………….. 31
G. Hipotesis………………………………………………………… 31
A. Rancangan Penelitian…………………………………………… 32
C. Variabel Penelitian………………………………………………. 33
D. Definisi Operasional…………………………………………….. 33
E. Alat Ukur………………………………………………………… 34
G. Analisis Data………..…………………………………………… 39
A. Hasil………………………………...……………………………. 44
B. Pembahasan………………………………………………………. 49
A. Kesimpulan………………………………………………………. 57
B. Saran ……………………………………………………………... 57
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
viii
PENGARUH BERMAIN SIMBOLIK TERHADAP PERILAKU KOOPERATIF
ANAK SELAMA MENJALANI RAWAT INAP DI RSUP DR. SARDJITO
YOGYAKARTA
Intisari
Latar Belakang. Sakit merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan bagi anak,
apalagi bila anak harus dirawat di rumah sakit. Dalam keadaan demikian sikap yang biasa
muncul adalah sikap regresif, agresif, dan menarik diri (withdrawl) sehingga membuat
anak menjadi tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan.
Tujuan. Mengetahui pengaruh bermain simbolik terhadap perilaku kooperatif anak yang
menjalani rawat inap di RSUP DR. Sardjito Yogyakarta.
Metode. Penelitian quasi eksperimen (pre dan post design). Sampel adalah 23 pasien
anak yang sedang dirawat di IRNA I Ruang Cendana 4 (D2) RSUP DR. Sardjito
Yogyakarta, selama periode Desember 2005-Maret 2006. Sampel diambil dengan teknik
aksidental sampel. Analisa statistik menggunakan paired t-test.
Hasil. Ada pengaruh secara bermakna bermain simbolik terhadap perilaku kooperatif
anak (p=0,047).
Kesimpulan. Bermain simbolik (bermain terapeutik) berpengaruh secara bermakna
terhadap perilaku kooperatif anak selama menjalani perawatan di rumah sakit.
1.
Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan, Universitas Gadjah Mada
2.
Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan, Universitas Gadjah Mada
x
THE INFLUENCE OF SIMBOLIC PLAY TO CHILDREN
COOPERATIVE BEHAVIOUR DURING HOSPITALIZATION AT DR.
SARDJITO HOSPITAL YOGYAKARTA
Abstract
Background: Ill represents the inconvenience experience for children, and surely, when
children have to be taken care in hospital. In this condition, the most common responses
are regression, aggression and withdrawl, so that children become incooperative to health
worker.
Objective: To know the influence of symbolic play to children cooperative behaviour
during hospitalization in Dr. Sardjito Hospital Yogyakarta.
Method: Research of Quasi experiment (pre and post) design. Sample was 23 children
patient which being taken care at Inpatient Installation I Cendana Room 4 (D2) of Dr.
Sardjito Hospital Yogyakarta from Descember 2005-March 2006. Sample had been taken
with accidental sampling technique. Statistical analysis used the paired t-test.
Result: There was significant influence of symbolic play to children behaviour
(p=0,047).
Conclusion: There had been significant influence of symbolic play (therapeutic play) to
children cooperative behaviour during hospitalization.
1.
Student of Nursing Education Program, Faculty of Medicine, Gadjah Mada University.
2.
Nursing Education Program, Faculty of Medicine, Gadjah Mada University.
1
BAB I
A. Latar Belakang
bermain lebih mudah dan lebih nyaman daripada menyampaikan dengan kata-
kata.
dengan mulus, ada sebagian yang dalam proses tumbuh kembangnya mengalami
atau menjalani hospitalisasi. Bagi anak, sakit sudah merupakan pengalaman yang
tidak menyenangkan apalagi bila anak ternyata harus dirawat di rumah sakit.
Bagi anak yang menjalani hospitalisasi akan muncul tantangan yang harus
kerapkali berhubungan dan bergaul dengan anak-anak yang sakit lainnya serta
pengalaman menjalani terapi yang menyakitkan. Oleh karena itu wajar apabila
muda usia anak dan semakin lama anak mengalami hospitalisasi dampak
kecemasan yang berhubungan erat dengan perpisahan dengan orang tua dan akibat
2
pemindahan dari lingkungan yang sudah akrab dan sesuai dengannya. Dalam
fenomena yang umum terjadi pada anak-anak. Sesuai pendapat Freud (1972; cit
Simbolon, 1999), sikap regresi merupakan fenomena yang umum terjadi pada
anak–anak yang menjalani rawat inap. Untuk kasus yang lebih ringan sikap
regresi tersebut muncul dalam bentuk menangis, “nglendot” pada ibu dan
mengisap jari serta pada yang agak lebih berat anak bisa menolak makan.
diperhatikan dan tidak dapat tidur, yang dapat merupakan masalah (Simbolon,
1999)
Dengan membuat anak selalu dalam keadaan pasif maka rumah sakit yang
seperti takut, cemas, tegang, nyeri dan perasaan yang tidak menyenangkan
lainnya, selain itu juga dapat membuat anak kooperatif dengan petugas kesehatan
selama dalam perawatan. Media yang paling efektif adalah melalui permainan.
perasaan dan pikiran anak, mengalihkan perasaan nyeri, dan relaksasi. Dari
prasekolah sebagai “usia emas” permainan simbolis atau pura–pura yang bersifat
3
dramatis atau sosiodramatis (Bergin et al, 1988; Cit Santrock, 2002). Anak usia
hubungan antara klien (anak dan keluarga) dengan perawat, aktivitas bermain
yang terprogram akan memulihkan perasaan mandiri pada anak, selain dapat
memberikan rasa senang pada anak, juga akan membantu anak mengekspresikan
perasaan dan pikiran cemas, takut, sedih, tegang, serta nyeri. Keuntungan yang
anak untuk mempunyai perilaku positif, serta menurunkan ketegangan pada anak
dan keluarganya pada permainan yang memberi kesempatan pada beberapa anak
rawat inap bagi pasien bedah anak-anak ditempatkan tersendiri, menjadi bagian
4, Bangsal Bedah Anak (D2) RSUP DR. Sardjito pada bulan September 2005
melalui metode wawancara kepada perawat yang sedang bertugas dan observasi
pasien didapatkan data bahwa di bangsal bedah anak belum disediakan ruang
khusus bermain meskipun memiliki alat mainan yang dapat dipinjamkan atau
digunakan anak untuk bermain. Di bangsal ini bermain yang menjadi kebutuhan
4
alami bagi pasien anak, perawat di sana diakui belum menjadi fokus utama
perhatian, oleh karena terbatasnya tenaga perawat. Orang tua dipersilakan untuk
mengajak putra atau putrinya yang sedang dirawat untuk bermain. Perawat
tua menemani pada saat anak bermain. Memang selama ini terapi
pada pasien anak oleh mahasiswa keperawatan tahap profesi yang sedang
Pada bulan Maret hingga Mei 2005 saja tercatat anak-anak di ruang
hingga sembilan hari. Dengan lama perawatan terpendek sekitar empat hari dan
yang terlama telah menjalani rawat inap selama dua bulan. Perbandingan jumlah
usia anak dalam rentang yang dirawat antara usia todler (1-3 tahun), prasekolah
(3-5 tahun) dan sekolah (6-12 tahun) adalah 2:1:1. Dengan diagnosa medis utama
antara lain Hipospadia, Intracanial Injury, Artificial opening status, Cleft palate
with cleft lip, Inguinal hernia dan sebagainya. Studi pendahuluan selanjutnya
kondisi yang ditemui di bangsal D2 adalah pada anak yang pertama kali
menangis ketika akan dilakukan tindakan medis atau tindakan perawatan, anak
tidak menjawab pertanyaan perawat atau orang baru yang ditemuinya, anak
terlihat takut pada perawat yang datang oleh karena trauma dengan tindakan
5
invasif yang dilakukan pada hari sebelumnya. Sehingga membuat perawat cukup
petugas kesehatan seperti dokter, perawat atau tenaga kesehatan lain atau pura-
Berdasarkan uraian di atas yaitu kondisi anak yang baru pertama kali
dirawat inap di ruang Cendana 4, RSUP Dr. Sardjito dengan hari perawatan yang
cukup lama, mengalami banyak tindakan medis baik yang invasif maupun yang
metode permainan belum dilakukan secara optimal, yang pada akhirnya bisa jadi
mempengaruhi kerjasama anak pada waktu akan, atau sedang dilakukan tindakan
medis atau keperawatan, maka penulis tertarik untuk meneliti pengaruh bermain
simbolis terhadap perilaku kooperatif anak yang dirawat di RSUP DR. Sardjito
pada saat sebelum dan setelah melakukan aktifitas bermain yang dituangkan
dalam karya tulis ilmiah dengan judul: Pengaruh Bermain Simbolik terhadap
Perumusan Masalah
masalah yang dapat ditarik yaitu: Adakah pengaruh bermain simbolik terhadap
perilaku kooperatif anak yang sedang dirawat inap setelah melakukan aktifitas
bermain.
6
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
manfaat yaitu:
memuaskan.
psikologis hospitalisasi.
4. Bagi Peneliti
E. Keaslian Penelitian
Perbedaan terletak pada variabel yang diteliti yaitu variabel peran keluarga.
pelaksanaan terapi bermain pada anak prasekolah di ruang rawat inap Instalasi
4. Zahr (1998), dalam penelitiannya yang berjudul Bermain terapeutik bagi anak-
kecemasan dan lebih kooperatif serta mengalami penurunan tekanan darah dan
tidak hanya meneliti pengaruh bermain secara psikologis namun juga secara
fisiologis.
pendahuluan pada program pemulihan anak sakit IRNA Anak RSUD Dr.
design). Jenis permainan dalam penelitian ini yaitu metode mewarnai buku
dilakukan.
Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Dilaksanakan tahun 2005 hingga 2006. Metode yang digunakan adalah analitik
kuantitatif dengan rancangan pre-post design. Subyek penelitian ini adalah pasien
rawat inap, dengan teknik accidental sampling sesuai kriteria inklusi dan eksklusi.
PUSTAKA
A. Bermain
1. Pengertian
suara.
2. Fungsi Bermain
semua tingkat usia anak. Bermain aktif menjadi hal yang penting dalam
kelebihan energi.
11
b. Perkembangan kognitif/intelektual
tindakannya.
d. Meningkatkan kreativitas
merasa puas ketika berhasil melakukan sesuatu hal yang baru maka anak
bermainnya.
12
f. Nilai terapeutik
posisi yang mereka tidak mampu melakukannya dalam dunia nyata. Anak
3. Jenis Permainan
Wholey & Wong (1987) menyebutkan bahwa klasifikasi bermain pada anak
dapat dilihat dari klasifikasi bermain menurut isinya dan karakter sosial.
Permainan ini menggunakan alat yang bisa menimbulkan rasa senang pada
dapat dibentuknya dengan pasir. Bisa juga dengan menggunakan air anak
tempat lain, dan anak akan terampil naik sepeda. Jadi keterampilan
dilakukan.
meniru orang dewasa, misalnya ibu guru, ibunya, ayahnya, kakaknya dan
sebagai yang ingin ia tiru. Apabila anak bermain dengan temannya, akan
terjadi percakapan di antara mereka tentang peran orang yang mereka tiru.
tertentu.
14
jenis permainan lain yang juga berdasarkan pada isi permainannya yaitu:
Games atau permainan adalah jenis permainan dengan alat tertentu yang
permainan ini mulai dari yang sifatnya tradisional maupun yang modern.
lain. Jadi sebenarnya anak tidak memainkan alat permainan tertentu, dan
Menurut Hurlock (1994) kategori bermain terdiri atas bermain aktif dan
bermain pasif. Permainan aktif adalah bermain yang kegembiraannya timbul dari
apa yang dilakukan anak itu sendiri. Dalam melakukan permainan aktif
banyaknya waktu yang digunakan dan kegembiraan yang diperoleh dari setiap
faktor yaitu: kesehatan, teman bermain, tingkat intelegensia anak, jenis kelamin,
memperoleh hiburan dengan usaha minimum dari orang lain seperti membacakan
sebagaimana bermain aktif. Adapun manfaat dari bermain pasif atau hiburan
dengan orang lain, membantu anak dalam mengontrol emosinya, anak belajar
mengembangkan kepribadian.
spontan dan tidak terstruktur. Terjadi secara spontan, anak memilih alat
Adapun bentuk permainan di rumah sakit yang sesuai dengan usia awal
masa kanak-kanak (todler dan prasekolah) (Mott et al., 1990) antara lain:
perahu, mainan alat musik, bermain games dengan bantuan orang dewasa
B. Hospitalisasi
penderita ke dalam rumah sakit atau masa selama di rumah sakit tersebut.
merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat,
mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan
rumah sakit karena perubahan kondisi tubuh untuk dilakukan perawatan hingga
terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia, dan kemampuan koping yang
dimilikinya. Pada umumnya, reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena
perpisahan, kehilangan control, ketakutan akan perlukaan tubuh, dan rasa nyeri
dan menyebabkan stres bagi anak dan keluarga. Dampak hospitalisasi pada anak
1. Perpisahan
2. Kehilangan kendali
4. Nyeri
Prosedur yang menyakitkan dan invasif merupakan stressor bagi anak pada
semua usia
5. Rasa takut
dikenalnya.
dikenal.
todler terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber stresnya. Sumber stres yang
utama adalah cemas akibat perpisahan. Respon perilaku anak sesuai dengan
2004):
19
orang lain.
berkurang, anak tidak aktif, kurang menunjukkan minat untuk bermain dan
dengan:
petugas kesehatan.
Kail & Nelson (1993), menerangkan dengan dirawat di rumah sakit maka
sehari-hari sebuah keluarga. Setiap anak atau remaja berespon terhadap stres
dengan cara yang unik oleh karena tergantung usia dan kepribadian individu,
20
tetapi respon regresif, agresif dan menarik diri (withdrawl) adalah respon yang
paling umum terhadap hospitalisasi (Freud 1972; cit Simbolon 1999). Perilaku ini
seiring dengan waktu biasanya dan sering kali berkurang pada saat anak atau
remaja mulai merasa nyaman dan aman dengan peristiwa yang ia alami dan ketika
koping terhadap situasi baru. Anak-anak mungkin mengambil gaya lama yang
nyaman yaitu menyerah, seperti menghisap ibu jari, lebih menggelayut atau
melekat pada orang tuanya atau lebih merengek dibanding saat sebelum dirawat di
Di rumah sakit keputusan yang dibuat untuk anak dan remaja dalam
banyak hal sering membuat mereka merasa kehilangan kontrol. Sehingga wajar
bila pada anak dan dan remaja bereaksi dengan kemarahan. Respon tersebut
menarik diri. Orang tua atau perawat dapat mengobservasi mereka menjadi kurang
tertarik dengan aktifitas yang biasanya mereka nikmati, tidur lebih banyak,
tepat.
penyakitnya sendiri.
8. Mengurangi kecemasan.
4. Tentukan kapan anak boleh keluar atau turun dari tempat tidur sesuai
kondisi anak.
d. Bermain terapeutik:
jalan keluar berupa ide-ide konstruktif dan aktifitas (Hide, 1971; Latimer, 1978;
cit Zahr, 1998). Bermain terapeutik dapat membantu perawat dan anggota staf
yang lain untuk memperoleh insight terhadap pikiran dan perasaan anak, suka dan
lingkungan fisik ke dalam suatu simbol (De Hart & Smith, 1991; Fein, 1986;
Hows, Unger & Seidner, 1989; Roger & Sawyers, 1988; cit Santrock, 2002).
benda dengan menggantikan benda itu dengan benda lain dan memperlakukan
unsur terdapat pada hampir semua permainan pura-pura; alat-alat, alur cerita, dan
sedang mereka saksikan berlangsung dalam hidup mereka seperti ketika mereka
anak mencobakan banyak peran yang berbeda. Beberapa peran berasal dari
perasaan dan menstimulus perilaku yang diharapkan secara spontan dari perintah
dan aturan dalam permainan. Permainan simbolik di rumah sakit dapat berbentuk
C. Kooperatif
Perilaku adalah sesuatu yang dapat diobservasi, dicatat dan diukur, seperti
gerakan atau respon individu. Sebelum perilaku diukur maka harus didefinisikan
secara tepat. Perilaku adalah apa yang diobservasi, bukan rangkuman, kesimpulan
atau terjemah gambaran dari sebuah observasi. (Stuart & Sundeen, 1994)
lebih yang bekerja sama menuju satu tujuan yang sama (Mussen, Conger, Kagan
dan Huston, (1994); cit Herliana, 2001). Kerjasama dimulai pada tahun-tahun
pertama prasekolah.
Dalam suatu kajian klasik terhadap anak-anak dari usia dua hingga lima
tahun, Parten (cit Mussen et al, 1994; cit Herliana 2001) membuktikan bahwa
anak-anak yang masih sangat kecil kerap terlibat dalam aktivitas bermain paralel
(dua anak bermain dengan obyek tersendiri tetapi dekat satu sama lain dan kadang
bercakap bersama). Menurut Hurlock (1986): Dalam usia itu hanya sedikit
seusianya karena anak yang sangat muda memiliki karakteristik self centered.
Sama halnya pada saat berinteraksi dengan orang dewasa kurang terlihat adanya
24
kerjasama oleh karena orang dewasa yang memiliki kecenderungan pada anak
sendiri. Pada akhir usia tiga tahun, permainan kooperatif dan aktifitas kelompok
akan lebih sering dan lebih lama. Dengan melakukan praktek, anak-anak belajar
bekerja sama dengan lainnya dan untuk bermain dalam suasana yang bertambah
rukun/harmonis. Parten (cit Mussen et al, 1994; cit Herliana 2001) menambahkan
Salah satu dampak hospitalisasi adalah timbulnya rasa takut (Mott et al,
1990). Ketakutan tersebut selain ditimbulkan oleh lingkungan yang asing serta
ketakutan pada anak yang selanjutnya menjadi suatu trauma psikologis yang akan
anak dan keluarga. Hal ini biasanya tidak terlalu sulit pada anak yang lebih besar
tetapi mungkin akan menjadi masalah pada anak yang lebih muda. Oleh
(Mott et al, 1990). Adapun respon yang diperlihatkan anak pada saat anak tidak
ibunya, menarik diri dan tidak memberikan anggota tubuhnya untuk dilakukan
25
tindakan (Parini, 1999; cit Herliana 2001). Anak memerlukan persiapan yang hati-
hati sebelum tindakan dilakukan, karena pada kenyataannya prosedur yang rutin
dilakukan pun bisa menjadikan suatu kecemasan bila tidak diberikan dengan hati-
hati, akibatnya proses perawatan yang akan dilakukan tidak berjalan lancar
respon anak terhadap hospitalisasi berupa perilaku agresif, regresif dan witdrawl
rumah sakit.
a. Perkembangan fisik
dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan pada masa bayi. Awal masa anak-
tinggi pada awal masa kanak-kanak daripada mereka yang kecerdasannya rata-
rata atau di bawah rata-rata dan gigi sementaranya lebih cepat tanggal.
Meskipun perbedaan seks tidak menonjol dalam peningkatan tinggi dan berat
badan, tetapi pengerasan tulang dan lepasnya gigi sementara akan lebih cepat
pada anak perempuan dari usia ke usia. Anak dari kelompok sosial ekonomi
yang lebih tinggi cenderung memperoleh gizi dan perawatan yang lebih baik
sebelum dan sesudah kelahiran. Oleh karena itu, perkembangan tinggi, berat
bimbingan yang diperoleh dalam menguasai keterampilan ini secara cepat dan
efisien.
c. Kemajuan Berbicara
yang kuat untuk belajar berbicara. Hal ini disebabkan karena dua hal, pertama
d. Perkembangan emosi
1. Amarah
2. Takut
3. Cemburu
Anak menjadi cemburu bila ia mengira bahwa minat dan perhatian orang
tua beralih pada orang lain di dalam keluarganya, misal adik yang baru
lahir.
Anak mempunyai rasa ingin tahu terhadap hal-hal yang baru dilihatnya
5. Iri hati
Anak sering iri hati mengenai kemajuan atau barangnya sendiri dan
6. Gembira
Anak-anak merasa gembira karena sehat, situasi yang tidak layak bunyi
membohongi orang lain dan berhasil melakukan tugas yang dianggap sulit.
7. Sedih
Anak merasa sedih bila kehilangan sesuatu yang dicintai atau yang
8. Kasih sayang
sayangnya.
29
e. Perkembangan konsep/pengertian
anak tentang orang, benda dan situasi meningkat dengan pesat. Anak mulai
E. Landasan Teoritis
stres, baik bagi anak maupun orang tua. Lingkungan rumah sakit itu sendiri
merupakan penyebab stres bagi anak dan orang tuanya, baik lingkungan fisik
rumah sakit seperti bangunan/ruang rawat, alat-alat, bau yang khas, pakaian putih
interasi dan sikap petugas kesehatan itu sendiri. Perasaaan, seperti takut, cemas,
tegang, nyeri dan perasaan yang tidak menyenangkan lainnya, sering kali dialami
anak (Supartini, 2004). Dalam keadaan demikian, sikap regresif, agresif dan
(Mott et al., 1990). Dengan memilih permainan simbolik untuk klien anak
perawat atau tenaga kesehatan lain) atau pura-pura menjalani prosedur perawatan
anak terhadap hospitalisasi berupa perilaku agresif, regresif dan witdrawl dapat
sakit.
31
F. Kerangka Konsep
Faktor-faktor
berpengaruh:
-jenis penyakit
-jenis tindakan
-sikap perawat
Keterangan:
Dilakukan Pengamatan :
G. Hipotesis
Penelitian
A. Rancangan penelitian
2002). Dilakukan pengukuran dengan cara observasi sebanyak dua kali yaitu
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien anak yang dirawat inap di
Ruang Cendana 4, IRNA I RSUP Dr. Sardjito. Rata-rata jumlah pasien perbulan
mengambil responden yang kebetulan ada atau tersedia selama waktu penelitian
yang ditentukan. Sampel terdiri atas pasien anak yang dirawat inap di RSUP. Dr.
1. Inklusi
2. Eksklusi
33
Waktu penelitian semula direncanakan selama satu bulan yaitu bulan
agar bisa mewakili data penelitian diperlukan jumlah sampel minimal 30 orang,
bulan yang berakhir pada bulan Maret 2006. Selama waktu tersebut jumlah
C. Variabel Penelitian
D. Definisi Operasional
sendiri sebanyak dua sesi, kurang lebih 10-20 menit dalam setiap sesinya.
Adapun permainan yang dilakukan adalah jenis permainan simbolik atau pura-
pura dengan kegiatan mengenalkan anak pada lingkungan rumah sakit serta
Alat permainan yang digunakan berupa alat medis tiruan seperti spuit,
sesi pertama anak diajak melakukan aktifitas bermain bebas, anak diberi
pada mainan atau permainan tertentu sesuai jenis kelamin dan umur. Alat
34
permainan yang digunakan adalah boneka, mobil-mobilan, alat-alat memasak
E. Alat Ukur
ada. Instrumen pernah digunakan oleh Herliana (2001) dalam penelitiannya untuk
digunakan untuk mengukur tingkat kooperatif anak pada saat dilakukan tindakan
Untuk pertanyaan favorabel jawaban “ya” diberi nilai satu (1) dan jawaban
“tidak” diberi nilai nol (0). Sebaliknya untuk pertanyaan unfavorabel jawaban
“ya” diberi nilai nol (0) dan jawaban “tidak” diberi nilai satu (1). Instrumen terdiri
atas 30 item pernyataan respon perilaku kooperatif anak pada saat dilakukan
35
1. Perawat mengajak anak bercakap-cakap atau berbicara.
menyakitkan/invasif.
perawatan.
kesepakatan (KK) agar diperoleh pengamatan yang sama. Observer adalah teman
sesama peneliti yaitu mahasiswa PSIK FK UGM yang duduk di semester delapan,
36
F. Jalannya Penelitian
mengurus perijinan dan penjelasan kepada kepala IRNA I, dan kepala ruang
2) Tahap Uji coba: untuk menyamakan persepsi antar peneliti dan observer
setelah kedua format terisi dilakukan pencatatan hasil. Dalam uji reliabilitas
2S
KK =
N1 + N 2
Dimana :
KK = Koefisien kesepakatan
S = Sepakat, jumlah kode yang sama untuk setiap objek yang diamati
37
44
BAB IV
A. HASIL
observasi sebelum dan sesudah intervensi di ruang Cendana 4 IRNA I RSUP DR.
1. Karakteristik anak
37–60 bulan (78,26 %). Total responden sejumlah 23 anak dari target semula
Dari tabel di atas juga dapat dilihat bahwa klien yang menjadi responden
penelitian terdiri atas 15 anak (65,22 %) berjenis kelamin laki-laki dan 8 anak
memang dalam periode masa penelitian yaitu bulan Desember hingga Maret 2006
ternyata responden yang berhasil diteliti menunjukkan hasil seperti tersebut dalam
tabel di atas.
2. Perilaku kooperatif
penelitian antara data sebelum dan sesudah perlakuan dilakukan uji t-tes (table 3),
didapatkan perbedaan mean sebelum dan sesudah perlakuan 1,8695 dengan data
diperoleh nilai t sebesar 2,106 p=0,047 (<0,05). Jadi bila dilihat dari hasil
pengujian, maka hipotesis nol yang diajukan penulis adalah ditolak. Artinya ada
p=0,66 dan data sesudah perlakuan p=0,344 (>0,05), maka Ho diterima, jadi
Adapun dari hasil pengujian analisis statistik nilai sebelum dan sesudah
Tabel 3. Uji t perbedaan rata-rata nilai perilaku kooperatif anak antara sebelum
dan sesudah dilakukan intervensi bermain
Mean ± SD Beda
Variabel t-tes p
Sebelum Sesudah (mean+SD)
Perilaku
13,60±5,02 15,47±5,72 1,87±4,26 2,106 0,047
kooperatif anak
Total 23 23
Sumber: Data olahan IRNA I Cendana 4 RSUP Dr. Sardjito, th 2006
Tabel 4. Uji t perbedaan perilaku kooperatif anak antara sebelum dan sesudah
dilakukan intervensi bermain berdasarkan sikap yang ditunjukkan anak
Mean±SD Beda
Respon t-tes p
Sebelum Sesudah (mean±SD)
Non Regresif 0,83±0,94 1,48±0,99 0,65±1,11 2,81 0,010
Non Agresif 7,09±2,78 8,35±2,78 1,26±2,38 2,54 0,019
Non Withdrawl 5,70±2,29 5,65±2,85 -0,04±2,53 -0,08 0,935
Sumber: Data olahan IRNA I Cendana 4 RSUP Dr. Sardjito, th 2006
kooperatif, pada respon non regresif dan non agresif ditunjukkan dengan adanya
perbedaan yang bermakna (p=0,01 dan p=0,019) rata-rata nilai sebelum dan
Sedangkan pada perilaku withdrawl tidak terjadi perbedaan yang bermakna antara
intervensi:
47
withdrawl).
49
B. PEMBAHASAN
Dari hasil observasi yang peneliti lakukan secara keseluruhan dapat dilihat
kooperatif anak. Hal ini dapat dipahami karena dengan bermain anak dapat
rumah sakit.
Bagi anak yang lebih muda bermain adalah bentuk utama komunikasi.
masalah serta anak dapat beradaptasi secara efektif terhadap stress karena sakit
dan dirawat di rumah sakit. Dengan demikian bermain di rumah sakit dapat
mengurangi rasa cemas dan ketakutan pada anak yang dapat dilihat dari
perubahan respon perilaku yang anak tunjukkan pada saat dilakukan observasi
oleh peneliti dengan alat ukur yang sama pada saat sebelum dan sesudah
perawat mengerti perasaan, pikiran dan gagasan serta motivasi anak. Perawat dan
petugas kesehatan lainnya juga dapat mengerti apa yang disukai dan tidak disukai
oleh anak, kebutuhan dan keinginannya, dimana hal itu dapat dikaji dari anak.
Sehingga dapat membantu dalam proses berinteraksi dengan anak, perawat lebih
50
bisa memahami perasaan atau mood yang dialami anak oleh karena telah terjalin
hubungan afeksional dengan anak dan orang tua. Pada saat diajak bercakap-cakap
anak lebih memperhatikan dan menanggapi apa yang perawat sampaikan oleh
Di rumah sakit sebagian besar anak ditunggui oleh ibu atau salah satu
emosional baginya (Potter & Perry, 1993). Oleh karena perpisahan dengan
berpisah dengan keluarga yang menjadi sumber kepuasan emosi dan rasa aman
disamping juga pemindahan dari lingkungan yang sudah akrab dan sesuai
distres apabila perpisahan itu terjadi pada saat usia anak menunjukkkan kelekatan
pada orang tua mereka (usia kurang dari 3 tahun) dimana terjadi kegagalan
berkepanjangan terutama dengan ibu atau ibu pengganti selama 5 tahun kehidupan
Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Herliana (2001)
yang mendapatkan hasil bahwa ada pengaruh secara bermakna bermain terhadap
anak, anak berespon sedikit yaitu hanya menjawab ”ya” dan ”tidak”, ataupun anak
dengan anak sikap anak berubah misalnya bersikap lebih ramah kepada perawat,
Perubahan tersebut bisa dikarenakan anak tidak merasa asing lagi dengan
withdrawl terlihat tidak bermakna. Baik sebelum atau sesudah intervensi hampir
sebagian besar anak tetap menunjukkan perilaku withdrawl yang tinggi. Dari
perlakuan 5,65 sehingga didapat beda rerata -0,05. Dengan menggunakan derajat
kepercayaan 95 %, diperoleh nilai t -0,08 dan p=0,96 (> 0,05). Pada saat perawat
orang tuanya karena anak merasa lebih aman berada dipelukan orang terdekat.
Anak merasa tidak nyaman apabila ada perawat yang melintas, karena takut
reaksi hospitalisasi utama pada anak-anak yang biasa muncul disamping reaksi
lain seperti kecemasan karena perpisahan, kehilangan kontrol dan nyeri (Whaley
berupa injeksi obat bolus (jarum ditusukkan pada selang infus) atau perawatan
macam alat perawatan, cara penggunaanya serta anak diberikan kesempatan untuk
mencoba menggunakan alat-alat tersebut baik pada boneka maupun pada anggota
keluarga yang menemani, namun rupanya pada beberapa anak respon yang
muncul dipengaruhi oleh suatu pengalaman trauma dari tindakan yang diterima
perawatan inap yang berdampak pada perilaku kooperatif anak pada saat
sebagainya. Selain di atas sensasi nyeri yang dirasakan merupakan bagian penting
dalam perawatan yang tidak dapat diabaikan. Persepsi nyeri pada anak bervariasi
sesuai kondisi dan derajat kecemasan yang turut mempengaruhi nyeri. Anak-anak
mempersepsikan bahwa nyeri adalah sebagai hukuman bagi orang yang berbuat
dengan merapat pada orang tua, memanggil nama orang tua, mengajak pulang,
dilakukan pada bentuk tindakan perawatan yang berbeda yang bisa jadi tingkat
stimulus stresnya lebih tinggi misalnya dua pasien memperoleh tindakan hecting
up pada observasi yang kedua hal tersebut oleh karena anak sudah tidak
mendapatkan bentuk tindakan perawatan yang sama dengan tindakan pada saat
Respon anak pada saat perawat memerintahkan sesuatu sebagai salah satu
sama seperti pada saat sebelum intervensi bermain. Secara umum tidak terjadi
anak. Sehingga meskipun pada saat bermain anak sudah diajarkan tentang
tangannya untuk diambil darahnya, dan meminta anak untuk tidak menekuk
anggota tubuhnya yang akan dilakukan pemeriksaaan atau perawatan. Pada saat
dilakukan prosedur invasif anak sedang mengalami keadaan puncak berupa nyeri,
cemas, takut sehingga sesederhana apapun perintah perawat tidak dihiraukan oleh
anak. Tetapi di luar tindakan invasif anak menunjukkan respon positif, misalnya
pada saat perawat memerintahkan untuk mandi, makan, minum obat, atau turun
lebih kooperatif dari kelompok kontrol yang ditunjukkan dengan nilai t sebesar
dengan hasil penelitian ini, yaitu diperoleh respon regresif dan agresif menurun
permainan simbolik
Menurut Zahr (1998) dari hasil penelitiannya tentang persiapan anak untuk
penurunan rata-rata tekanan darah dan nadi selama injeksi. Hal tersebut sangat
besar manfaatnya untuk perawat ataupun ahli pediatrik lainnya (Zahr, 1998).
55
Potter dan Perry (1993) berpendapat beberapa hal yang dapat dilakukan
oleh perawat pada saat berkomunikasi pada anak dengan membiarkan anak
memperhatikan interaksi yang dekat antara perawat dengan orang tua sebelum
pada anak, berkomunikasi pada anak sejajar dengan posisi mata anak.
bermain misalnya bermain dengan balon sebelum menyentuh anak. Selain itu
serta menghindari bahasa tubuh seperti senyuman yang terlalu lebar dan tatapan
perasaan kemarahan dan frustasi dalam berbagai bentuk tindakan (seperti bermain
spuit, melempar mainan, membuat benda dari bahan yang dapat dibentuk dan
melakukan; pada anak usia todler atau yang lebih muda perawat dapat berbicara
dengan suara yang lembut atau dengan nyanyian dan dengan sentuhan fisik seperti
Memberi kesempatan kepada anak untuk memilih misalnya ajari mana yang akan
(misal memberikan pilihan kepada anak untuk mengambil hadiah kejutan dari
kotak yang disediakan setiap kali anak bekerjasama pada saat pengambilan darah
untuk pemeriksaan) dan tentu saja perawat secara kolaborasi dapat memberikan
1993).
Nilai koefisien kesepakatan yang ideal adalah 1, namun dalam hal ini
hampir tidak pernah diperoleh. Nilai antara 0,8 – 0,1 dianggap tinggi; antara
0,6 – 0,8 cukup; antara 0,4 – 0,6 agak rendah; antara 0,2 – 0,4 rendah; antara
observer yang memiliki nilai koefisien kesepakatan >0,6 maka dia diterima
sebagai asisten peneliti sedangkan bila nilai KK yang diperoleh <0,6 maka
diperoleh nilai KK yang >0,6. Hasil uji reliabilitas pengamat yang dilakukan
observer dalam melihat perilaku kooperatif anak selama menjalani rawat inap
3) Tahap Pelaksanaan :
yang direncanakan selama satu bulan yaitu pada bulan Desember, tetapi proses
pengambilan data berlangsung selama tiga bulan yang berakhir pada bulan
Maret 2006. Karena dalam tempo waktu satu bulan tersebut belum diperoleh
38
Adapun langkah-langkah dalam pelaksanaan penelitian yang peneliti lakukan
adalah:
saat berinteraksi dengan perawat yaitu sebelum dan sesudah anak bermain.
dengan ditemani ayah, ibu, teman sesama pasien atau keluarganya yang
lain.
dengan anak dilakukan tidak tetap dalam waktu tertentu, peneliti kadang
menemui klien pada pagi atau sore hari (setelah anak mendapat tindakan),
pada siang hari (setelah anak makan siang) bahkan pada hari libur
pada beberapa pasien saja, sebagian besar anak bermain bersama keluarga
39
berbeda-beda, sehingga berpengaruh pada tahap pengambilan data.
pasien lainnya drop out karena akan segera pulang, belum, atau bahkan
diobservasi perilakunya.
Perilaku Perilaku
Anak rawat Bermain
Kooperatif kooperatif
sebelum bermain setelah bermain
Faktor-faktor
berpengaruh: Perbandingan
-jenis penyakit
-jenis tindakan
-sikap perawat
G. Analisis Data
kemudian menjumlah skor dari hasil observasi respon anak. Untuk menganalisis
data tersebut, karena dalam hal ini data hasil eksperimen menggunakan pre-test
40
Md
t=
∑x 2
d
N ( N − 1)
dimana :
(Arikunto, 2002)
data terdistribusi normal atau tidak dilakukan uji Shapiro-Wilk (Satoto, 1990).
bantuan statistik deskriptif berdasarkan standar deviasi yang terbagi ke dalam lima
kelas tingkat kooperatif sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi
41
-0,05σ < X ≤ +0,05σ Kategori sedang
Distribusi di atas misal bila ditetapkan dalam skala perilaku kooperatif (yang
secara teoritis kemungkinan skornya berkisar dari 0 sampai dengan 30 dan standar
regresif, agresif dan withdrawl dengan disesuaikan kisaran skor dan standar
deviasinya.
(Azwar,1999)
1. Kesulitan penelitian
Kapasitas ruang perawatan bedah anak yang kecil, yang hanya dapat
tiga bulan hanya mendapatkan 23 responden, selain itu lama waktu rawat
inap pasien yang relatif panjang juga menyebabkan masuknya pasien baru
2. Kelemahan Penelitian
42
a. Identifikasi temperamen anak diperoleh dengan menanyakan pada keluarga
karakteriktik anak memang demikian, yang hal ini dapat menimbulkan bias
namun dalam penelitian ini hal tersebut belum dapat dilakukan. Sehingga
jenis tindakan saja yang dikendalikan. Variabel jenis penyakit dan sikap
e. Perilaku tidak terjadi secara sporadis (timbul dan hilang saat-saat tertentu),
43
perilaku berikutnya, sehingga semakin banyak dilakukan pengukuran
Namun dalam penelitian ini pengukuran perilaku anak hanya dilakukan dua
kali, pre dan pos aktivitas bermain masing-masing dilakukan satu kali
observasi.
44
BAB V KESIMPULAN dan
SARAN A. Kesimpulan
menjalani perawatan di rumah sakit. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya
perbedaan rata-rata perilaku kooperatif secara bermakna antara sebelum dan sesudah
B. Saran
tentang pentingnya pemenuhan kebutuhan anak untuk tetap dapat bermain meski
dalam keadaan sakit (yang tentu saja disesuaikan dengan kondisi kesehatan anak).
3. Perawat hendaknya dapat membantu anak dan orang tua dalam praktik bermain,
57
4. Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh perawat pada saat berkomunikasi pada
anak.
6. Perawat seringkali tidak dapat mencegah nyeri tetapi dapat berupaya mengurangi
yang mempengaruhi dan penelitian untuk mengetahui jenis permainan apa yang
invasif.
58
Lampiran 1 Observasi I / II *
KARAKTERISTIK RESPONDEN
Identitas Responden
3. Umur :……………………………………………
……..………………
Jika ya:
PERILAKU KOOPERATIF
anak yang dirawat di ruang Cendana 4 RSUP Dr. Sardjito pada usia 2-6 tahun.
i
PEDOMAN OBSERVASI
PERILAKU KOOPERATIF ANAK SELAMA MENJALANI PERAWATAN
PETUNJUK
Berilah tanda check (V) pada kolom “ya” atau “tidak” berdasarkan perilaku yang
ditunjukkan oleh anak:
NO. REAKSI YANG MUNCUL PADA ANAK YA TIDAK
tidak.
8. Anak menjerit-jerit.
9. Anak menangis.
pada perawat.
ii
12. Anak merapatkan dirinya/bersembunyi pada orang tuanya.
22. Anak menekuk kaku tangan atau anggota tubuh yang akan
dilakukan pemeriksaan.
pemeriksaan.
iii
Perilaku anak pada saat perawat memerintahkan sesuatu sebagai salah
D.
satu prosedur perawatan
Catatan observer:
……….……….……….……….……….……………………. ………… 2005
Tanda tangan
……….……….……….……….……….……………………. Observer
……………………………………………………………….
( )
iv
Lampiran 2
Hari/tanggal :
Waktu :
peneliti.
permainan.
umur.
4 Mengakhiri permainan.
esok hari.
………………………………………………………………
……………………………………..……………………….
( )
Sesi II, selama 10 - 20 menit
Hari/tanggal :
Waktu :
anak.
secara langsung.
stetoskop.
dokter.
menggunakan spuit.
4 Mengakhiri permainan
………………………………………………………………
……………………………………..……………………….
( )
Lampiran 3
Nama :…………………………..
Umur :…………………………..
Nama :…………………………..
Umur :…………………………..
Demikian pernyataan ini dibuat secara sukarela dan tidak ada unsur
Yogyakarta,…………2005
(…………….)
ii
Lembar Kesediaan Menjadi Observer
Pendidikan :……………………………………..
Yogyakarta,………………..2005
(……………….)
ii
Lampiran Uji homogenitas sampel
NPAR-Test
Chi Square –Test
Frequencies
KELAMIN
Test Statistics
KELAMIN
Chi-Square(a) 2.130
df 1
Asymp. Sig. .144
a 0 cells (.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 11.5.
NPAR-Test
Chi Square –Test
Frequencies
USIA
Test Statistics
USIA
Chi-Square(a) 7.348
df 1
Asymp. Sig. .007
a 0 cells (.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 11.5.
Lampiran Uji homogenitas sampel
NPAR-Test
Chi Square –Test
Frequencies
HOSPITAL
Test Statistics
HOSPITAL
Chi-
9.783
Square(a)
df 1
Asymp. Sig. .002
a 0 cells (.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 11.5.